ANALIS KASUS RECOVER
-
Upload
sarka-ade-susana -
Category
Documents
-
view
131 -
download
0
Transcript of ANALIS KASUS RECOVER
TUGAS PIKOLOGI ABNORMAL:
ANALISIS KASUS SKIZOFRENIA
Dosen: Dra. Nida Ul Hasanat, MS
OLEH :
Sarka Ade Susana, SIP.,S.Kep
PRA PASCA MAGISTER SAINS PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GAJAH MADA
TAHUN 2008
BAB IPENGANTAR
Perlu diketahui kiranya, bahwa kasus yang diajukan sebagai bahan analisis dalam
kesempatan ini adalah kasus nyata yang pernah ditangani khususnya sebagai perawat di
Rumah Sakit Jiwa Daerah atau sekarang berganti nama menjadi Rumah Sakit Grhasia,
Yogyakarta. Pasien yang didiagnosis sebagai Skizofrenia tipe Paranoid, saat itu dirawat
yang kedua kalinya dan yang berarti merupakan kekambuhannya yang pertama.
Apa yang disajikan nantinya tidaklah menyangkut semua aspek bio-psiko-sosio-
spiritual sebagaimana sudut pandang dan pendekatan keperawatan psikiatri, tetapi sesuai
kebutuhan dan pendekatan Psikologi khususnya Psikologi Abnormal. Termasuk lingkup
bahasannya tidak sampai pada aspek terapinya. Pembahasan atau analisis kasus ini lebih
ditekankan pada asessment, paradigma dan psikopatologinya saja.
Adapun data dari kasus ini, diperoleh sebagian besar dari hasil anamnesis dengan
klien sendiri, ditambah dari keluarga, dan dari rekam kesehatan (medis dan keperawatan).
Berikutnya pada Bab II berisi tentang deskripsi kasus, Bab III tentang analisis kasus
disertai catatan akhir dan terakhir sekali adalah daftar pustaka.
BAB IIDESKRIPSI KASUS :
A. IDENTITAS KLIENNama : Ny “J”Umur : 30 tahunJenis Kelamin : PerempuanAgama : IslamPendidikan : SMA LulusPekerjaan : Ibu Rumah Tangga (IRT)Alamat : Sleman YogyakartaStatus perkawinan : KawinPernah dirawat : 1kaliDx Medis : F.20.0 (Skizofrenia Paranoid)
B. ALASAN MASUK RUMAH SAKITKeluarga mengatakan sejak 1 bulan yang lalu klien mengalami perubahan tingkah laku yaitu marah-marah, mengamuk keluarga dekat dan tetangga, merasa curiga terhadap orang lain, kadang-kadang banting-banting barang, dan sulit tidur.
C. RIWAYAT-PENGALAMAN1. Klien pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu yaitu pernah di rawat di rumah
sakit Dr Sardjito pada tahun 1998 selama 2 tahun. Klien pulang karena sudah dinyatakan sembuh. Saat ini klien di rawat di Rumah Sakit Ghrasia yang pertama kali.
2. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu pernah putus pacar, klien mengatakan pernah dipukuli dengan menggunakan tongkat dan kemudian kepala di bentur-benturkan ke lantai oleh kakaknya (anak budenya) klien mengatakan tidak tahu sebabnya.
3. Klien mengatakan dari keluarga ada yang mengalami gangguan jiwa yaitu ibunya tetapi sekarang sudah meninggal.Genogram :
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Skizofrenia
: Pasien
: Meninggal
: Tinggal dalam satu rumah
D. PSIKOSOSIAL1. Konsep Diri
Klien tampak bersih dan rapi, memakai seragam rumah sakit yang berwarna kuning dan memakai alas kaki berupa sandal.Klien mengatakan suka dengan seluruh bagian tubuhnya karena bagaimanapun itu adalah yang telah diberikan kepada kita. Ia mengatakan namanya yaitu “J”, alamat gancahan. Klien menyadari sebagai seorang perempuan dan berpenampilan seperti orang perempuan.Klien mengatakan dirumah ia sebagai seorang istri dan seorang ibu dari anak perempuannya yang sedang berumur 2,5 tahun. Ia katakan ingin segera pulang karena ingin segera mengurus anaknya. Ia juga katakan ingin menjadi keluarga yang bahagia.Klien mengatakan tidak malu karena di rumah sakit mempunyai banyak teman. Tidak malu jika harus berkumpul dengan masyarakat nanti jika sudah pulang, karena itu berarti saya sudah sembuh.
2. Hubungan SosialKlien mengatakan hubungan dengan suaminya dan keluarganya baik, klien selalu dijenguk oleh suaminya setiap minggu. Selama dirawat dirumah sakit anaknya dirawat oleh suaminya tetapi tidak pernah diajak oleh suaminya ketika menjenguknya. Klien juga mempunyai hubungan baik dengan tetangganya. Selama di rumah sakit klien juga mempunyai hubungan baik dengan teman-temannya dan suka bercerita-cerita, berkumpul dan berbincang-bincang.
E. STATUS MENTAL1. Pembicaraan dan Interaksi
Klien berbicara dengan jelas tetapi lambat, sesekali klien menatap kedepan ketika sedang bercerita. Pembicaraan klien sesuai dengan yang dibicarakan oleh perawat. Selama wawancara klien kooperatif, mau menjawab setiap pertanyaan, dapat menjawab sesuai pertanyaan perawat. Selama itu klien mau bertatap muka serta duduk berdampingan dengan parawat.
2. Aktivitas MotorikKlien tampak lesu ketika sedang diwawancarai. Klien sesekali meradukan jari tangannya sambil berbicara.
3. MoodKlien mengatakan saat ini merasa biasa tidak merasa sedih ataupun tidak khawatir atau tidak sedang bingung. Mengatakan di Rumah Sakit ini ingin berobat.
4. AfekAfek sesuai, emosi klien berubah-ubah saat bercerita hal yang menyenangkan klien tampak tersenyum dan ketika sedang menceritakan hal yang menyedihkan klien tampak sedih.
5. PersepsiSaat wawancara tidak terjadi halusinasi, mengatakan dulu pernah mendengar suara yang menyuruhnya pergi tetapi satu minggu ini klien sudah tidak mendengar suara-
suara lagi. Klien mengatakan kenal dengan suara itu yaitu suara kakaknya (anak bude).
6. Proses PikirPembicaraan klien berhubungan antar kalimat yang satu dengan yang lain dan dapat terfokus pada topik pembicaraan, tidak terjadi pengulangan kata.
7. Isi pikirTerdapat waham curiga, klien mengatakan merasa tertekan karena ulah kakaknya (anak bude) yang ingin merebut suaminya dan suka mengganggu suaminya. klien mengatakan kakaknya seperti ingin memerasnya. Dari data status klien diperoleh data bahwa sudah dilakukan intervensi tentang wahamnya.
8. Tingkat kesadaranKesadaran klien composmetis, orientasi terhadap orang, waktu, tempat dan situasi baik. Klien dapat mengenali perawat dan teman-temannya. Mampu membedakan antara siang malam. Mengatakan saat ini berada dirumah sakit pakem.
9. Memoria. Jangka panjang
Klien mengatakan pada tahun 1998 pernah dirawat di rumah sakit Dr Sardjito karena dirumah mengamuk.
b. Jangka menengahKlien mengatakan masuk rumah sakit jiwa dan disini sudah 9 hari.
c. Daya ingat saat iniKlien mengatakan tadi pagi bangun jam 5 kemudian sholat subuh dan langsung mandi.
10. Tingkat Konsentrasi dan BerhitungKlien mampu berkonsentrasi dengan baik, mampu menjawab pertanyaan dengan lancar, Mengatakan 4 x 4 adalah 16.
11. Kemampuan PenilaianKlien mampu melakukan penilaian dengan baik ketika ditanya mau tidur atau sholat dulu, mengatakan sholat dulu.
12. Daya Tilik DiriKlien mengatakan saya tahu saat ini berada di rumah sakit dan ketika kesini karena diajak kontrol oleh kakak dan suami saya.
Axis I : F.20.0 (Skizofrenia paranoid)
Axis II : Skizoid (tipe kepribadian)
Axis III : Belum ada diagnosa (penyakit penyerta)
Axis IV : Tidak jelas
Axis V : jelek (Penilaian Fungsi secara global)
BAB IIIANALISIS KASUS
A. ASESSMENT
Sebagaimana diketahui bahwa asessment dilakukan untuk menentukan faktor
kognitif, emosional, kepribadian, behavioral dan biologis yang menentukan di dalam
fungsi psikopatologis dengan menggunakan prosedur asessment psikologis dan
biologis. Beberapa metode prosedur asessment psikologis ( Yang lebih terkait) adalah :
1. Interview atau wawancara
2. Tes Psikologi
3. Observasi langsung (direct-observation)
4. Self-observation
Dari keempat metode asessment psikologis yang telah dilakukan unutk mendapatkan
data klinis Ny. J adalah Interview atau wawancara baik autoanamnesis maupun
alloanamnesis serta observasi langsung. Sementara asessment biologis tidak dilakukan
mengingat faktor biaya.
Berdasarkan metode asessment yang telah dilakukan, dan dikaitkan dengan
paradigma abnormalitas atau psikopatologis, kasus Ny. J ini ada kaitannya dengan
Behavior genetics sebagaimana data yang didapat pada genogram yaitu dari keluarga
ada yang mengalami gangguan jiwa yaitu ibunya meskipun sudah meninggal. Tetapi
tentu tidak selalu bahwa adanya faktor genetik dapat menimbulkan gangguan jiwa.
Oleh karena itu akan lebih komprehensif pendekatannya, jika menggunakan Diathesis-
Stress: An Integrative Paradigm., Dimana paradigma ini tidak sekedar melihat satu
faktor saja, melainkan menghubungkan faktor biologi, psikologi dan lingkungan,
khususnya fokus pada interaksi antara predisposisi terhadap penyakit (the diathesis)
dan gangguan lingkungan atau kehidupan (the stress) Kontribusi gangguan lingkungan
pada Ny. J yaitu ia memiliki riwayat pernah putus pacar, kemudian pernah dipukuli
dengan menggunakan tongkat dan kemudian kepala di bentur-benturkan ke lantai oleh
kakaknya (anak budenya).
Sebagai tambahan saja, namun demikian faktor genetik tampaknya sangat dominan.
Menurut penelitian, apabila saudara ayah-ibu menderita skizofrenia, maka anak
memiliki potensi sebesar 3% untuk mengidap skizofrenia. Apabila ada salah satu
saudara sekandung yang menderita, maka anak berpotensi menderita skizofrenia
sebesar 5%-10%.(www. Schizofrenia.com)
B. ABNORMALITAS
Tidak akan mempermasalahkan apakah kasus ini termasuk abnormal atau tidak
(sehat jiwa), karena yang pasti secara klinis maupun teknik (dimana kasus ini berada),
sudah jelas. Hanya agar dipahami, bagaimana beberapa unsur atau kriteria abnormalitas
diaplikasikan pada kasus ini.
Pertama, dilihat dari kriteria STATISCAL INFREQUENCY, dimana dikatakan
bahwa abnormalitas ditentukan oleh posisinya yang berada pada wilayah “ekstrim”,
bukan pada wilayah “mayoritas”. Dari sisi apa mengatakan demikian, yaitu dari sifat
maupun pola tingkah lakunya. Gejala klinis yang bisa mewakili aspek ini misalnya
pada Ny. J mengatakan mendengar suara yang menyuruhnya pergi tetapi satu minggu
ini klien sudah tidak mendengar suara-suara lagi (sudah mendapat terapi). Mayoritas
orang tentu tidak akan mendengar sesuatu yang memang tidak ada sumber suara atau
bunyi maupun secara nyata jelas-jelas tidak ada suara.
Kedua, VIOLATION OF NORMS, dimana dikatakan abnormal apabila perilaku
tersebut melanggar norma sosial, atau mengancam, atau mengakibatkan kecemasan,
sekalipun kriteria ini lebih bersifat relatif tergantung dari norma budaya yang ada.
Walaupun demikian, prilaku Ny. J yang mana ia telah marah-marah dan mengamuk
keluarga dekat dan tetangga, serta curiga terhadap orang lain, kadang-kadang banting-
banting barang, norma sosial budaya kita jelas menganggap ini “anomali”, “there are
something wrong..”. Walaupun hal ini tentu tidak bisa dibalik.
Ketiga, PERSONAL DISTRESS. Ny. J dengan halusinasi pendengaran dimana ia
mengatakan tidak suka dengan suara-suara itu (anaknya bude, yang atas pengakuannya
telah melakukan tindak kekerasan fisik terhadapnya), tetapi ia tidak mampu
menghindarinya (terganggu), respon kemudian adalah marah-marah dan seterusnya.
Keempat, DISABILITY OR DYSFUNCTION. Prilaku amuk yang dilakukannya,
tidak saja semakin memperburuk kondisi dirinya, tetapi juga telah membuat fungsi
dirinya sebagai istri dan ibu dari seorang anaknya menjadi terbengkalai, belum lagi
fungsi-fungsi sederhana lainnya dimana Ny. J mengalami gangguan.
Kelima, UNEXPECTEDNESS. Respon atau gejala klinis Ny. J pada kriteria ketiga
dan keempat, jelas unexpectedness. Dimana ia tidak mengharapkannya dan telah
melewati proporsinya. Bukti menguatkan hal ini misalnya pada data Insight, Ny. J
menyadari di rumah sakit dengan pengakuannya untuk kontrol, sekalipun istilah ini
meminjam ungkapan dari kakaknya, disamping sesungguhnya ia telah lama (bertahun-
tahun) menderita hal demikian.
Menjadi catatan barangkali, bahwa kelima kriteria itu tersebut di atas tidak bisa
dalam penggunaannya dipisah-pisahkan. Termasuk, tidak bisa dibalik, dimana mereka
yang mengalami gejala klinis tertentu berarti abnormal. Untuk itulah ada kriteria waktu
yang memberikan batasan, misalnya minimal telah berlangsung minimal selama 6
bulan. (Pedoman Penggolongan Gangguan Jiwa :PPDGJ III)
C. DIAGNOSIS
Sekalipun dalam kasus Ny. J ini tidak diragukan lagi tentang diagnosisnya, tetapi
memahaminya kembali bagaimana diagnosis tersebut itu, yang lebih penting untuk
dikaji atau dianalisis. Bila mengacu pada PPDGJ III, menegakkan diagnosis skizofren
yaitu: Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
1. - “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda ; atau- “thought insertion or withdrawal” = isi yang asing dan luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan- “thought broadcasting”= isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;
2. - “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau - “delusion of passivitiy” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau
3. penginderaan khusus); - “delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasnya bersifatmistik atau mukjizat;
4. Halusinasi auditorik: a. suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien, atau b. mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara), atau c. jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian tubuh.
5. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain)
Apabila dikaitkan dengan Ny. J, maka jangankan satu gejala, beberapa gejala
dapat ditemukan misalnya, adanya waham (paranoid), halusinasi (pendengaran), ini
sebagai gejala positif dan gejala negatifnya juga ada misalnya adanya kelesuan
beraktifitas, tidak dapat menikmati kegiatan-kegiatan yang dilakukannya (anhedonia).
Sehingga wajar kalau Axis satunyanya adalah F20.0 (Skizofrenia paranoid).
Sedangkan menurut Kaplan and Sadock (1997) skizofrenia paranoid ditandai
oleh keasyikan (preokupasi) pada satu atau lebih waham atau halusinasi dengar yang
sering dan tidak ada perilaku yang spesifik lain yang mengarahkan pada tipe
terdisorganisasi atau katatonik. Secara klasik skizofrenia tipe paranoid ditandai
terutama oleh adanya waham persikutorik (waham kejar) atau waham kebesaran. Hal
ini sesuai dengan riwayat masuk klien dengan tingkah laku selalu curiga terhadap orang
lain. Masih menurut Kaplan and Sadock, (1998) juga mengatakan bahwa pasien dengan
tipe paranoid secara potensial berbahaya, karena mereka biasa bertindak kasar terhadap
seseorang yang dianggapnya sebagai ancaman, Hal ini sesuai dengan riwayat masuk
klien bahwa menurut keluarga klien dibawa ke Rumah Sakit karena di rumah marah-
marah mengamuk, keluarga dekat, dan tetangga. Klien juga kadang-kadang memukul-
mukul dan membanting barang dan merasa curiga terhadap orang lain.
Axis dua tipe kepribadian, saat itu didiagnosis skizoid, tetapi saya sendiri ragu,
karena tanda maupun gejala ke arah sana dari data yang diperoleh belum mendukung.
Indikator premorbid (pra-sakit) pre-skizofrenia antara lain ketidakmampuan seseorang
mengekspresikan emosi: wajah dingin, jarang tersenyum, acuh tak acuh. Penyimpangan
komunikasi: pasien sulit melakukan pembicaraan terarah, kadang menyimpang
(tanjential) atau berputar-putar (sirkumstantial). Gangguan atensi: penderita tidak
mampu memfokuskan, mempertahankan, atau memindahkan atensi. Gangguan
perilaku: menjadi pemalu, tertutup, menarik diri secara sosial, tidak bisa menikmati
rasa senang, menantang tanpa alasan jelas, mengganggu dan tak disiplin, sekali lagi dari
data yang ada belum mencukupinya. Boleh jadi ada beberapa informasi atau data lain
yang belum didapatkan sementara tim kesehatan lain ketika itu bisa saja telah
mendapatkannya.(Hawari D, 2003)
Axis III yaitu gangguan medis umum, pada Ny. J ini tidak didapatinya. Baik
pemeriksaan fisik seperti inspeksi, palpasi, perkusi, maupun auskultasi serta didukung
pemeriksaan laboratorium, tidak adanya abnormalitas. Hal ini juga sesuai dari asil
diagnosis tim medis yang bertanggungjawab ketika itu.
Axis IV tentang stressor pencetus gangguan jiwa, diagnosis ketika itu dikatakan
tidak jelas. Sedangkan saya sendiri menduga ada kaitan dengan faktor kegagalan (putus
cinta/pacar). Sekalipun secara umum hal ini tidak menjadi pencetus bagi setiap orang
untuk timbulnya gangguan jiwa. Tetapi pada Ny. J ini ada riwayat, dan ada faktor
Terakhir axis V, mengenai taraf fungsi khusus predisposisi lain. fungsi
kehidupan sehari-hari misalnya sebagai istri, atau mempunyai pekerjaan tertentu
khususnya setahun terakhir. Diagnosis awal ketika itu dikatakan “jelek”. Kenapa,
karena didasarkan pada penialain GAF (General Asessment of Function) selama
setahun terakhir.
Catatan terakhir, bahwa:
PPDGJ III tidak menganggap bahwa setiap gangguan jiwa adalah suatu kesatuan
yang tegas dengan batas-batas yang jelas antara gangguan jiwa tertentu dengan
gangguan lainnya, sebagaimana juga antara adanya gangguan jiwa dan tidak ada
gangguan jiwa.
Penggolongan gangguan jiwa bukan menggolongkan orang-orang. Yang
digolongkan adalah GANGGUAN yang diderita atau dialami seseorang.
DAFTAR PUSTAKA:
1. Hawari D, 2003, Skizofrenia, UI, Jakarta.
2. Handout kuliah Psikologi Abnormal (Nida Ul Hasanat)
3. Kaplan dan Sadock, 1997, Sinopsis Psikiatri, edisi 7, Jilid 1, Binarupa
Aksara,Jakarta.
4. Kaplan dan Sadock, 1998, Sinopsis Psikiatri, edisi 7, Jilid 2, Binarupa Aksara,
Jakarta.
5. Maslim , 2002, Buku Saku Diagnosa Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ, III. PT Nuh Jaya, Jakarta.
6. www.schizophrenia.com