an PAUD Di Indonesia

22
Perkembangan PAUD di Indonesia BAB I Pendahuluan “Tuntutlah ilmu sejak dari buaian hingga ke liang lahat,” demikian sabda Rasulullah. Karena itu, tidak seharusnya ada waktu yang kosong dari sentuhan pendidikan dan untuk berkembang. Napas pendidikan harus senantiasa mengiringi perjalanan hidup manusia. Pada usia dini, pendidikan sangat berpengaruh terhadap karakter, kapabilitas, dan akuntabilitas anak. Sebab anak usia dini memiliki spesifikasi unik yang tidak ada pada usia sesudahnya. Pada usia dini, anak mengalami fase formasi, konstruksi nalar, serta pembentukan psikologis dan sosial yang berpengaruh terhadap masa depannya. Jika pada fase ini input yang diterima anak positif dan konstruktif, maka pertumbuhannya ibarat pohon, yang akan terbangun akar yang kuat. Seberat dan setinggi apa pun daun dan rantingnya, ia tetap kokoh, tak goyah oleh tiupan angin yang dahsyat sekalipun. Karena itu pendidikan usia dini harus menjadi perhatian bersama. Pendidikan usia dini akan membuat generasi bangsa mempunyai eksistensi, kepercayaan diri, dan orientasi masa depan. Visi hidupnya akan terbangun dengan baik, kuat dan kokoh. Page 1

Transcript of an PAUD Di Indonesia

Page 1: an PAUD Di Indonesia

Perkembangan PAUD di Indonesia

BAB IPendahuluan

“Tuntutlah ilmu sejak dari buaian hingga ke liang lahat,” demikian sabda Rasulullah.

Karena itu, tidak seharusnya ada waktu yang kosong dari sentuhan pendidikan dan untuk

berkembang. Napas pendidikan harus senantiasa mengiringi perjalanan hidup manusia.

Pada usia dini, pendidikan sangat berpengaruh terhadap karakter, kapabilitas, dan

akuntabilitas anak. Sebab anak usia dini memiliki spesifikasi unik yang tidak ada pada

usia sesudahnya. Pada usia dini, anak mengalami fase formasi, konstruksi nalar, serta

pembentukan psikologis dan sosial yang berpengaruh terhadap masa depannya.

Jika pada fase ini input yang diterima anak positif dan konstruktif, maka

pertumbuhannya ibarat pohon, yang akan terbangun akar yang kuat. Seberat dan setinggi

apa pun daun dan rantingnya, ia tetap kokoh, tak goyah oleh tiupan angin yang dahsyat

sekalipun. Karena itu pendidikan usia dini harus menjadi perhatian bersama. Pendidikan

usia dini akan membuat generasi bangsa mempunyai eksistensi, kepercayaan diri, dan

orientasi masa depan. Visi hidupnya akan terbangun dengan baik, kuat dan kokoh.

Dalam komteks ini, penyelenggaraan pendidikan untuk anak usia dini atau yang

sering disebut dengan PAUD bisa menjadi solusi tepat untuk membekali anak usia dini

dengan pendidikan yang terpadu dan efektif. Namun, walaupun program ini

disosialisasikan oleh pemerintah dan baru saja dirintis sekitar 2 tahun lalu, pembangunan

PAUD belum dapat optimal dan masih menemukan banyak kendala.

Page 1

Page 2: an PAUD Di Indonesia

BAB IIPAUD

2.1 Sejarah PAUD

Menurut Montessori, pendidikan sudah dimulai sejak bayi lahir. Karena itu, bayi pun

harus dikenalkan pada orang – orang sekitarnya, suara – suara, benda – benda, diajak

bercanda, dan bercakap – cakap agar mereka berkembang dan menjadi anak yang normal

dan sehat. Metode pembelajaran yang sesuai dengan tahun – tahun kelahiran sampai usia

enam tahun biasanya menentukan kepribadian anak setelah dewasa. Hal ini tentu juga

dipengaruhi seberapa baik dan sehat orang tua berperilaku dan bersikap terhadap anak –

anak usia dini. Sebab, perkembangan mental usia – usia awal berlangsung cepat. Inilah

periode yang tidak boleh disepelekan. Pada tahun – tahun awal ini, anak memiliki

periode – periode sensitif atau kepekaan untuk mempelajari atau berlatih sesuatu.

Sebagian besar anak – anak berkembang pada masa yang berbeda, dan membutuhkan

lingkungan yang dapat membuka jalan pikiran mereka.

Menurut Montessori, paling tidak ada beberapa tahap perkembangan sebagai

berikut:

a. Sejak lahir sampai usia 3 tahun, anak memiliki kepekaan sensoris dan daya pikir yang

sudah mulai dapat menyerap pengalaman – pengalaman melalui sensorinya.

b. Usia setengah tahun sampai kira – kira tiga tahun, anak mulai memiliki kepekaan bahasa

dan sangat tepat untuk mengembangkan bahasanya (berbicara, bercakap – cakap).

c. Masa usia 2 – 4 tahun, gerakan – gerakan otot mulai dapat dikoordinasikan dengan baik,

untuk berjalan maupun untuk banyak bergerak yang semi rutin dan yang rutin, berminat

pada benda – benda kecil, dan mulai menyadari adanya urutan waktu (pagi, siang, sore,

dan malam).

d. Rentang usia tiga sampai enam tahun, terjadilan kepekaan untuk peneguhan sensoris,

semakin memiliki kepekaan indrawi. Khusus, pada usia sekitar 4 tahun, anak memiliki

kepekaan menulis. Selanjutnya pada usia 4 – 6 tahun, anak memiliki kepekaan yang

bagus untuk membaca.

Pendapat Montessori ini mendapat dukungan dari tokoh pendidikan Taman Siswa,

Ki Hadjar Dewantara. Beliau sangat meyakini bahwa suasana pendidikan yang baik dan

Page 2

Page 3: an PAUD Di Indonesia

tepat adalah dalam suasana kekeluargaan dan dengan prinsip asih (mengasihi), asah

(memahirkan), dan asuh (membimbing). Ki Hadjar Dewantara juga menganjurkan bahwa

dalam pendidikan, anak memperoleh pendidikan untuk mencerdaskan (mengembangkan)

pikiran, pendidikan untuk mencerdaskan hati (kepekaan hati nurani), dan pendidikan

yang meningkatkan keterampilan.

Menurut Wiwik Sulistyaningsih MA., pendidikan prasekolah dapat membantu

perkembangan seorang anak. Secara terinci, Hurlock (1978) menyebutkan bahwa ada 10

aspek perkembangan yang dapat mendorong perkembangan anak melalui pendidikan di

taman kanak – kanak dan tempat penitipan anak, yaitu: pemeliharaan kesehatan, melatih

keterampilan, mengembangkan kemampuan berbicara, mengelola emosi, melatih

perilaku sosial, mengajarkan sikap sosial, mengembangkan kreativitas, melatih disiplin,

mengembangkan konsep diri, dan melatih anak menyesuaikan diri terhadap sekolah.

Hasil penelitian membuktikan bahwa pemberian pendidikan sejak dini akan

mempengaruhi perkembangan otak anak, kesehatan anak, kesiapan anak bersekolah,

kehidupan sosial dan ekonomi yang lebih baik di masa selanjutnya, jika dibandingkan

dengan anak – anak yang kurang terdidik pada usia dini, setidaknya menyadarkan kita

bahwa pendidikan dasar 9 tahun yang ditetapkan pemerintah (SD dan SLTP) belum

mendasar dan berdasar, sehingga belum memperkuat dasar pendidikan yang

sesungguhnya.

Kenyataan ini menunjukkan bahwa masalah pendidikan tidaklah mungkin hanya

diselesaikan pemerintah. Kebiasaan pendidikan, di mana masyarakat menunggu program

yang digulirkan oleh pemerintah, di samping membutuhkan biaya yang besar juga

terkendala oleh keterbatasan pendanaan pemerintah. Pendidikan yang kurang melibatkan

masyarakat, di samping tidak bersifat mendidik masyarakat, juga menumbuhkan sikap

pasif dan apatis yang dapat menjadi benalu dalam pendidikan. Untuk itu, pemecahan

masalah pendidikan bersifat komprehensif dan taktis, perlu melibatkan dan memperkuat

pola pikir setiap lini masyarakat. Esensi pendidikan lebih dari hanya sekedar

pengetahuan, tetapi bagaimana membangun sikap positif terhadap nilai – nilai yang

membangun dan keterampilan hidup. Oleh sebab itu, pemerintah, keluarga, dan

masyarakat harus bekerja sama dalam pengasuhan anak untuk kehidupan yang lebih

baik.

Page 3

Page 4: an PAUD Di Indonesia

Ditinjau pembahasan di atas, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Indonesia

mulai diperhatikan oleh pemerintah secara sungguh – sungguh dan mencakup rentang

usia 0 – 6 tahun sejak tahun 2002. Pengembangan PAUD yang mencakup rentang usia 0

– 6 tahun secara nasional sejak berjalan dari tahun 2002 – 2009 memiliki angka

partisipasi kasar (APK) sudah menjadi 15,3 juta (53,6%). Saat ini PAUD sudah menjadi

Gerakan Masyarakat secara Nasional (National Public Movement) masyarakat sehari –

hari sudah terbiasa membicarakan pentingnya PAUD bagi masa depan putra – putrinya.

2.2 Definisi PAUD

PAUD adalah instrumen sistematis dan efektif dalam upaya mendidik anak,

sehingga mereka menemukan masa keemasan yang menentukan masa depannya kelak.

Beberapa tokoh pendidikan telah menjelaskan pentingnya tahap – tahap perkembangan

anak untuk digunakan sebagai momen yang tepat dalam mendidik anak.

Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan

yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik

(koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan

emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku) bahasa dan

komunikasi sesuai dengan keunikan dan tahap – tahap perkembangan yang dilalui oleh

anak usia dini.

2.3 Tujuan & Landasan PAUD

Secara umum, tujuan pendidikan anak usia dini adalah mengembangkan berbagai

potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup agar dapat menyesuaikan diri

dengan lingkungannya. Tujuan kerangka dasar kurikulum pendidikan anak usia dini

adalah kerangka dasar yang dijadikan sebagai acuan bagi lembaga pendidikan anak usia

dini dalam mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Sedangkan sasarannya

adalah lembaga – lembaga penyelenggara PAUD jalur pendidikan formal dan nonformal,

seperti taman kanak – kanak, raudhatul athfal, kelompok bermain, taman penitipan anak,

dan Satuan PAUD yang sejenis.

Page 4

Page 5: an PAUD Di Indonesia

Secara spesifik, ada dua tujuan utama dan tujuan penyerta. Pertama, tujuan utama

adalah untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu, anak yang tumbuh dan

berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang

optimal di dalam memasuki pendidikan dasar dan dalam mengarungi kehidupan di masa

dewasa. Kedua, tujuan penyerta adalah untuk membantu menyiapkan anak mencapai

kesiapan belajar (akademik) di sekolah.

Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No. 20/2003 ayat 1 adalah

0 – 6 tahun. Sementara menurut kajian rumpun kelimuan PAUD dan

penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0 – 8 tahun.

Infant (0 – 1 tahun)

Toddler (2 – 3 tahun)

Preschool / Kindergarten Children (3 – 6 tahun)

Early Primary School (6 – 8 tahun)

PAUD dibentuk dengan pemikiran yang matang. Landasan yang digunakan untuk

penyelenggaraan PAUD meliputi berbagai hal, yaitu:

a) Landasan Yuridis

Dalam amandemen UUD 1945 pasal 28B ayat 2 dinyatakan, “Setiap anak berhak

atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan

dari kekerasan dan diskriminasi.”

Dalam UU no. 23 tahun 2002 pasal 9 Ayat 1 tentang Perlindungan Anak dinyatakan,

“Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka

pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan

bakatnya.”

Dalam UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bab 1, pasal 1,

butir 14, dinyatakan , “Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan

yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan

melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan

perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki

pendidikan lebih lanjut.” Sedangkan pada pasal 28 tentang Pendidikan Anak Usia

Dini dinyatakan: (1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang

pendidikan dasar. (2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur

pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal. (3) Pendidikan anak usia dini jalur

Page 5

Page 6: an PAUD Di Indonesia

pendidikan formal adalah TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat. (4) Pendidikan

anak usia dini jalur pendidikan nonformal adalah KB, TPA, atau bentuk lain yang

sederajat. (5) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan informal adalah pendidikan

keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. (6) Ketentuan

mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),

ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

b) Landasan Filosofis

Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memanusiakan manusia. Artinya, melalui

proses pendidikan diharapkan terlahir manusia – manusia yang baik. Standar manusia

yang “baik” berbeda antar masyarakat, bangsa atau negara, karena perbedaan pandangan

falsafah yang menjadi keyakinan masing – masing. Perbedaan falsafah yang dianut dari

suatu bangsa akan membawa perbedaan dalam orientasi atau tujuan pendidikan. Bangsa

indonesia yang menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa pembentukan manusia

pancasilais menjadi orientasi tujuan pendidikan, yaitu menjadikan manusia Indonesia

seutuhnya. Bangsa Indonesia juga sangat menghargai perbedaan dan mencintai

demokrasi yang terkandung dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika, (berbeda tetapi

satu). Dari semboyan tersebut, bangsa Indonesia juga sangat menjunjugn tinggi hak –

hak individu sebagai makhluk Tuhan yang tak bisa diabaikan oleh siapapun. Anak

sebagai makhluk individu sangat berhak untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai

dengan kebutuhan dan kemampuannya.

Dengan pendidikan, diharapkan anak dapat tumbuh sesuai dengan potensi yang

dimilikinya, sehingga kelak dapat menjadi anak bangsa yang memiliki kapasitas

intelektual dan integritas kepribadian yang luhur. Melalui pendidikan yang dibangun atas

dasar falsafah Pancasila yang didasarkan pada semangat Bhinneka Tunggal Ika,

diharapkan bangsa Indonesia dapat menjadi bangsa yang tahu akan hak dan

kewajibannya untuk bisa hidup berdampingan, saling menolong dan menghargai dalam

sebuah harmoni bangsa yang bermartabat. Sehubungan dengan pandangan filosofis

tersebut, maka kurikulum sebagai alat dalam mencapai tujuan pendidikan,

pengembangannya harus memperhatikan pandangan filosofis bangsa dalam proses

pendidikan yang berlangsung.

c) Landasan Keilmuan

Landasan keilmuan yang mendasari pentingnya pendidikan anak usia dini

didasarkan kepada beberapa penemuan para ahli tentang tumbuh kembang anak.

Page 6

Page 7: an PAUD Di Indonesia

Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak dapat dilepaskan dengan perkembangan

struktur otak. Menurut Wittrock (Clark, 1983), ada tiga wilayah perkembangan otak yang

semakin meningkat, yaitu pertumbuhan serabut dendrit, kompleksitas hubungan sinapsis,

dan pembagian sel saraf. Peran ketiga wilayah otak tersebut sangat penting untuk

pengembangan kapasitas berpikir manusia. Sejalan dengan itu, Teyler mengemukakan

bahwa pada saat lahir, otak manusia berisi sekitar 100 miliar hingga 200 miliar sel saraf.

Tiap sel sarad siap berkembang sampai taraf tertinggi dari kapasitas manusia jika

mendapat stimulasi yang sesuai dari lingkungan.

Jean Piaget berpendapat, “Anak belajar melalui interaksi dengan lingkungannya.

Anak seharusnya mampu melakukan percobaan dan penelitian sendiri. Guru bisa

menuntun anak – anak dengan menyediakan bahan – bahan yang tepat. Tetapi, yang

terpenting, agar anak dapat memahami sesuatu, ia harus membangun pengertian itu

sendiri, dan menemukannya sendiri.”

Dengan demikian, perkembangan kemampuan berpikir manusia sangat berkaitan

dengan struktur otak, sedangkan struktur otak itu sendiri dipengaruhi oleh stimulasi,

kesehatan, dan gizi yang diberikan oleh lingkungan sehingga peran pendidikan yang

sesuai bagi anak usia dini sangat diperlukan.

BAB IIIPerkembangan PAUD di Indonesia

Page 7

Page 8: an PAUD Di Indonesia

Pada tahun 2005 UNESCO mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang

angka partisipasi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) terendah di ASEAN, baru sebesar

20%, ini masih lebih rendah dari Filipina (27%), bahkan negara yang baru saja merdeka

Vietnam (43%), Thailand (86%), dan Malaysia (89%). Kesemuanya ini semakin tampak

dengan Human Development Index (HDI) Indonesia yang juga lebih rendah di antara

negara – negara tersebut. ini membuktikan bahwa pembangunan dan perkembangan

PAUD berbanding lurus dengan mutu dari sebuah negara yang terdeskripsikan dalam

HDI.

Sedangkan Depdiknas dalam buku Pembangunan Pendidikan Nasional tahun 2007

menggambarkan bahwa Pemerintah telah berhasil meningkatkan angka partisipasi kasar

(APK) PAUD yang awalnya pada tahun 2004 adalah 39,09% maka pada tahun 2006

sudah mencapai 45,63% dengan target capaian pada tahun 2007 sebesar 48,07%, sudah

barang tentu ini merupakan sebuah hal yang menggembirakan bagi perkembangan

pendidikan anak usia dini. Kemudian disebutkan bahwa agenda – agenda yang akan

dicapai pada tahun 2009 seperti pencapaian APK PAUD usia 2 – 6 tahun sebesar

53,90%. Akan tetapi perlu dikritisi untuk pencapaian 53,90% atau sekitar 10,05 juta

orang kualitas dari layanan yang diberikan, bukan kepada kuantitas. Ini menjadi amat

penting karena begitu dasarnya PAUD itu bagi seorang manusia dalam kehidupannya

yang akan datang.

Pemerintah pada tahun 2001 telah mendirikan Direktorat khusus bagi PAUD yaitu

Direktorat Pendidikan Anak Dini Usia dibawah naungan Direktorat Jenderal Pendidikan

Luar Sekolah (sekarang disebut Ditjen PNFI), Direktorat yang bertugas untuk melayani

PAUD pada jalur pendidikan formal dan informal. Ini disebabkan karena sebelumnya

untuk layanan yang diberikan kepada anak usia dini baru pada usia 4 – 6 tahun melalui

pendidikan formal yaitu TK, sedangkan melalui jalur pendidikan nonformal dan informal

masih belum ada. Pendidikan formal pada tahun 2000 hanya mampu menyerap 12,65%

dari total usia tersebut dengan guru TK hanya sebanyak 95.000 orang untuk memberikan

pelayanan 1,6 juta anak usia dini. Sedangkan untuk usia 0 – 4 tahun masih belum

terlayani, oleh karena itu maka pemerintah berinisiatif untuk mendirikan Direktorat

PADU (saat ini disebut Dit. PAUD) yang bertugas untuk melayani anak usia dini yang

berumur 0 – 4 tahun.

Perlu diingat, setiap anak itu mempunyai potensi yang unik ketika ia lahir di muka

bumi ini, baik secara fisik (jasmani) maupun non fisik (akal, hati, dan lain sebagainya),

Page 8

Page 9: an PAUD Di Indonesia

dan dari itu semua sesungguhnya kuncinya ketika anak tersebut berumur 0 – 6 tahun,

seperti yang tertuang dalam UU Nomor 20/2003 tentang Sisdiknas pada pasal 28.

Bahkan dalam pasal tersebut juga dijelaskan ada 4 unsur yang harus dipenuhi dalam

pengembangan anak usia dini, yaitu:

1. Pembinaan anak usia dini merupakan pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak

lahir sampai dengan usia enam tahun.

2. Pengembangan anak usia dini dilakukan melalui rangsangan pendidikan.

3. Pendidikan anak usia dini bertujuan untuk dapat membantu pertumbuhan dan

pengembangan jasmani dan rohani (holistik).

4. Pengembangan dan pendidikan anak usia dini merupakan persiapan dalam

memasuki pandidikan lebih lanjut.

Untuk bidang SDM dalam pengembangan PAUD ini dijabarkan dalam PP Nomor

19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 29 yang menjelaskan bahwa standar

minimal bagi Pendidik PAUD adalah D-IV atau Sarjana dengan latar belakang

pendidikan PAUD, psikologi atau pendidikan lainnya yang telah bersertifikasi profesi

guru untuk PAUD. Kesemuanya merupakan bentuk perhatian Pemerintah betapa

pentingnya PAUD bagi bangsa ini.

Menjamurnya pendidikan anak usia dini melalui pendidikan nonformal,

mengakibatkan tidak terkontrolnya penanganan terhadao anak – anak usia dini dengan

baik. Padahal masa emas tersebut merupakan masa – masa yang teramat penting dan

tidak dapat datang untuk yang kedua kalinya dalam pembentukan otak, fisik, dan jiwa

seorang anak.

Hal ini menjadi semakin buruk lagi karena perubahan kebudayaan atau kebiasaan

hidup ketika zaman kakek – kakek kita dahulu yang lebih mementingkan kebersamaan

dalam sebuah komunitas, sehingga tumbuh kembang anak menjadi baik dengan

sendirinya oleh berbagai rangsangan ketika mereka berinteraksi dengan komunitasnya

untuk dapat memberikan rasa kasih sayang seutuhnya. Saat ini budaya kita lebih

cenderung menjadi individualistik, terbukti dengan banyaknya anak – anak kita yang

seolah – olah hanya dirangsang dengan “maaf” didikan seorang pembantu, sebagai

pengganti ibu – ibu yang bekerja membantu pencarian hidup keluarganya.

Permasalahannya orang – orang tersebut atau pembantu belum mengerti betul tentang

tumbuh kembang anak bahkan mereka juga tidak mengandung selama 9 bulan sebagai

Page 9

Page 10: an PAUD Di Indonesia

bentuk pembelajaran alam kepada seorang ibu, kasarnya tidak mempunyai hubungan

batin yang kuat yang bisa memberikan kasih sayang seutuhnya.

Akibat perubahan pola hidup ini mengakibatkan perubahan pertumbuhan anak usia

dini yang berdampak kepada semakin berkurangnya stimulasi – stimulasi awal yang

amat sangat dibutuhkan seorang anak pada masa emas tersebut. sesungguhnya masa

terpenting ini adalah merupakan tanggung jawab dari pendidikan keluarga bukan

nonformal maupun formal, dan ini pada dasarnya merupakan sebuah kebutuhan dasar

manusia. Akan tetapi dengan kenyataan tersebut diperlukan sebuah pendidikan awal

yang diberikan oleh pemerintah melalui pendidikan nonformal yang saat ini sudah

dilakukan atau paling tidak segera men-sosialisasi-kan dengan baik kepada masyarakat

tentang pentingnya PAUD tersebut serta hal yang harus dilakukan agar dapat

menyelamatkan generasi penerus bangsa ini sehingga mampu mempunyai daya saing

tinggi atau paling tidak mampu menghadapi kehidupannya kelak dengan sebaik –

baiknya dengan segala potensi yang telah terbangun dengan baik.

Saat ini perkembangan PAUD di Indonesia telah menimbulkan dilema, upaya untuk

dapat memberikan pelayanan PAUD kepada setiap anak yang ada di Indonesia, akan

tetapi banyak hal yang tidak dapat dipenuhi dengan semestinya. Ini bisa menyebabkan

perkembangan anak yang tidak optimal sesuai dengan keinginan yang dituju, malah akan

lebih membahayakan bila tidak ditangani secara cepat dan tepat karena semua ini

berhubungan persiapan segenap potensi yang ada guna dapat membangun seorang insan

manusia dalam mengarungi kehidupannya kelak.

Pertama, sesuai dengan PP 19 maka seluruh pendidik PAUD minimal adalah strata

satu. Permasalahannya bagaimana mungkin dapat membuat S1 semua pendidikan PAUD

sejumlah 359 ribu orang (sumber data dari Ditjen PMPTK) orang untuk dapat melayani

28 juta orang anak usia dini. Bahkan persoalan selanjutnya adalah bahwa ternyata hampir

sebagian besarnya merupakan lulusan SMP dan SMA, hanya sebagian kecil S1, atau

permasalahan selanjutnya adalah sedemikian pentingkah kualifikasi tersebut bagi

seorang Pendidik PAUD? Bahkan Prodi untuk khusus jurusan PAUD hanya sedikit di

Indonesia, bisa dihitung dengan jari, bagaimana mungkin dapat dikejar semuanya

mengingat masa – masa emas anak – anak tersebut tidak bisa dihentikan waktunya.

Berbeda dengan perencanaan Pemerintah yang memberikan waktu 10 tahun untuk

Page 10

Page 11: an PAUD Di Indonesia

mencapai PP tersebut. Sungguh ini amat berbahaya bila tidak secepatnya dicarikan upaya

bagi anak – anak yang kita cintai itu.

Kedua, pembangunan kompetensi SDM dari pendidik PAUD sebagai ujung tombak

pengajar bagi anak – anak kita. Ini juga tidak boleh dilakukan setengah – setengah

karena merekalah yang nanti akan membentuk anak – anak kita menjadi seperti apa

kelak. Bila diharapkan dapat meningkatkan kompetensi mereka melalui diklat – diklat,

maka pertanyaannya adalah seberapa baik kualitas dari diklat tersebut? seberapa banyak

pemerintah mampu melakukan diklat terhadap Pendidik PAUD? Bagaimana Pemerintah

mampu untuk dapat melakukan percepatan dalam meningkatkan kompetensi mereka saat

ini?

Ketiga, aspek keibuan secara mental seorang Pendidik PAUD, mereka pada

dasarnya belum mengerti aspek kejiwaan seorang anak secara kejiwaan karena mereka

tidak mengandung atau mengerti rasanya mempunyai seorang anak. Sedangkan dari

diklat mereka baru mengetahui tentang kemampuan membaca dan menulis atau

kemampuan motoriknya juga aspek kejiwaan dari seorang anak secara teoritis. Sebagai

ilustrasi seorang ibu yang diberikan hak asuh oleh Tuhan harus selama 9 bulan

mengandung anaknya, waktu tersebut paling tidak akan memberikan pembelajaran

kepada seorang wanita tentang arti mendidik seorang anak, seperti kesabaran, mengerti

anak, psikologi anak, dan lain sebagainya dengan secara naluriah. Dapat dibayangkan

ketika mengatakan bahwa pendidikan anak usia dini merupakan masa – masa penting

dalam kehidupan seorang manusia baik untuk perkembangan otaknya, perkembangan

motoriknya, bahkan perkembangan mentalnya, kita malah tidak memperhatikan SDM

dari orang – orang yang mendidik anak – anak usia dini, apakah ini tidak membahayakan

tumbuh kembang anak kita? Sudahkah dalam diklat – diklat tersebut diberikan sentuhan

tentang arti sebagai ibu bagi Pendidik PAUD? Semua ini cukup membuat rasa khawatir

apabila tanpa ada perbaikan – perbaikan pendidikan anak usia dini diserahkan kepada

mereka.

Keempat, kecilnya insentif yang diberikan kepada Pendidik PAUD, bahkan

dibeberapa wilayah ada yang dibayar dengan menukarkan dengan beras, sayur mayur,

dan sebagainya. Pemerintah melalui Dit. PTK – PNF sampai saat ini baru bisa

memberikan insentif sebesar 600 ribu per tahun, itu pun tidak semua Pendidik PAUD,

masih amat terbatas. Bagaimana mungkin mereka dapat mendidik anak – anak kita

Page 11

Page 12: an PAUD Di Indonesia

dengan baik, para Pendidik PAUD sendiri sedang dalam kesulitan dalam hidupnya,

ironis bukan.

Kelima, saat ini Pemerintah sepertinya lebih mengutamakan untuk dapat melayani

anak usia dini sebanyak – banyaknya atau berdasarkan kuantitas bukan kepada kualitas.

Hal ini sesungguhnya sangat berbahaya karena pendidikan itu bukan sebuah

pembangunan insan secara utuh, jadi sesungguhnya kedua – duanya tidak dapat

dipisahkan. Jangan samakan pendidikan dengan kemiskinan, perbedaan keduanya amat

besar, Tuhan menciptakan manusia semuanya mempunyai akal karena inilah perbedaan

manusia dengan makhluk lainnya. Sedangkan kemiskinan merupakan sebuah skenario

Tuhan bagi hambanya untuk berkehidupan di bumi ini karena merupakan bagian dari

realita kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Ketika melakukan penanganan orang

– orang miskin dengan lebih memilih kuantitas daripada kualitas kehidupannya, ini sah –

sah saja dalam artian standar minimal kebutuhan seorang manusia untuk kehidupannya

secara fisik sudah dapat diukur dengan baik. Apakah hal ini juga yang ingin dilakukan

terhadap anak – anak usia dini? Padahal jelas bahwa setiap anak itu mempunyai

keunikan dan bakat tersendiri per individunya. Bila ini terus dilakukan maka yang akan

terjadi adalah sebuah pemasungan perkembangan insan seorang manusia yang telah

diberikan haknya oleh yang Maha Kuasa.

Keenam, keberhasilan yang dilakukan dengan PAUD Pendidikan Non Formal

tersebut ternyata berdampak dengan adanya sebutan “saling berebut lahan”, demikian

sebutannya ketika adanya kecemburuan antara penanganan PAUD melalui formal,

melalui TK, dengan penanganan PAUD melalui pendidikan nonformal seperti Kelompok

Bermain, Tempat Penitipan Anak, dan sebagainya. Salah satu penyebabnya adalah

karena program PAUD yang dilaksanakan oleh Dit. PAUD biayanya tidak mahal

dibandingkan dengan program PAUD pada pendidikan formal bahkan sering kali gratis.

Ini tidak terlepas dari curahan anggaran yang diberikan kepada PAUD NonFormal yang

demikian luas tersebar dan cukup besar jumlahny, walau tidak memperhatikan standar –

standar yang harus dipenuhi seperti jalur formal. Faktor yang lain adalah bahwa sifat dari

pendidikan nonformal ini menyebabkan setiap lapisan masyarakat yang peduli dan

simpati dengan PAUD akan berlomba – lomba untuk dapat melaksanakannya, bahkan

sebagian karena perhatian mereka terhadap komunitas mereka, demi masa depan anak

cucu mereka.

Page 12

Page 13: an PAUD Di Indonesia

Inilah yang dinamakan dengan dilema, dimana kita sangat mengetahui bahwa PAUD

itu teramat penting dan paling berharga dalam kehidupan seorang manusia sehingga

sesungguhnya amatlah riskan apabila tidak ditangani oleh orang – orang yang

profesional dan betul – betul mengetahui ilmu tumbuh kembang anak. Namun bila ini

harus dipenuhi maka semakin tidak terlayani pendidikan anak usia dini yang ada di

Indonesia karen keterbatasan SDM bahkan mungkin juga sarana dan prasarana atau

anggaran. Sungguh sebuah permasalahan yang benar – benar harus segera ditangani

dengan cepat dan tepat berkenaan dengan dampaknya bagi penerus bangsa yang kita

cintai ini dalam kehidupannya di masa yang akan datang.

Page 13

Page 14: an PAUD Di Indonesia

BAB IVSimpulan

Tantangan Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia sampai saat ini masih ada

beberapa masalah yang dapat menghambat perluasan kesempatan dan pemerataan akses

mengikuti PAUD serta peningkatan mutu PAUD di Indonesia, namun semua itu kita

anggap sebagai tantangan yang menarik sehingga untuk mengatasinya diperlukan

kreativitas dan inovasi yang berkelanjutan.

Keadaan PAUD di Indonesia antara lain:

1. Jumlah anak yang belum mengikuti PAUD masih cukup besar

2. Sarana dan prasarana belajar secara kuantitatif maupun kualitatif masih terbatas, hal

ini disebabkan oleh terbatasnya kreativitas guru PAUD untuk menciptakan dan

mengembangkan metode pembelajaran dan sumber belajar dengan memanfaatkan

potensi budaya dan alam sekitar

3. Kompetensi sebagian besar guru PAUD masih belum memadai karena sebagian besar

dari mereka belum memperoleh pelatihan yang berkaitan dengan konsep dan ilmu

praktis tentang PAUD

4. Perbedaan angka partisipasi kasar (APK) peserta PAUD di daerah perkotaan dan

perdesaan masih sangat besar.

Page 14

Page 15: an PAUD Di Indonesia

Daftar Pustaka

Asmani JM. 2009. Manajemen Strategis Pendidikan Anak Usia Dini. DIVA Press.

Jogjakarta

http://paud-darma.blogspot.com/2010/11/sejarah-paud-di-indonesia.html

Sulaiman, Abu Amr Ahmad. 2008. Metode Pendidikan Anak Muslim Usia Prasekolah.

Jakarta: Darul Haq

Sulistyaningsih, Wiwik. 2008. Full Day School dan Optimalisasai Perkembangan Anak.

Tanpa Kota: Paradigma Indonesia.

Page 15