Amandemen Konstitusi untuk Mengelola Kebhinnekaan

24
furnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 74104946 Volume 1.0, Nomor 3, Maret2007 Q9l-414) Amandemen Konstitusi untuk Mengelola Kebhinnekaan Indonesia Putzto Santoso. Abstract Gfuen the flaw of constitutional mandate in establishing The Nanional Board of Local Representatiae (Dewan Perwakilan Daerah, Ionwn as DPD), the demand forn further Amnnding the countitution has been mounting. This article is in line which idea, nonetheless instituional capacity building should serae as prerequirement. Unless the institution is institutionally competent granting it with mare power is rislcy. Kata-kata kunci: pmaakilan; amandemen kanstitusi Amandemen uuD 1945 yang dilakukan dalam kurun waktu 1999-2002 telah secara mendasar memtransformasi kelembagaan perwakilan politik, di negeri ini. Dalam format baru ini kita memiliki DPD (Dewan Perwakilan Daerah) disamping DPR (Dewan Perwakilan Rakyat).r Dengan format ini, warga negara memiliki dua saluran untuk ' Dr. Putano Santoso, MA. adalah staf pengajar pada Jurusan Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ia bisa dihubungi melalui email: [email protected] t Denganadanyaperubatrankonstitrsionaliru,imaiinasilamabahwaMPRlenrbaga negara tertinggi tidak lagi bisa dihruskan MPR esensiryra berubah sekedar menjadi sidang bersama (joint xssion) dalam pengambilan keputusan-keputusan kene- garaan yang vital yang melibatkan DPR dan DPD. Terkesan ada keinginan untuk mengadopsi sistem bikameral (dua-kamar). Dua kamar itu adalah kamar perwakilan atas dasar pembilahan faksi-faksi y*g tercermin konfigurasi partai politik, dan perwakilan atas dasar pembilahan secara spasial. , 39t

Transcript of Amandemen Konstitusi untuk Mengelola Kebhinnekaan

Page 1: Amandemen Konstitusi untuk Mengelola Kebhinnekaan

furnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 74104946

Volume 1.0, Nomor 3, Maret2007 Q9l-414)

Amandemen Konstitusiuntuk Mengelola Kebhinnekaan Indonesia

Putzto Santoso.

Abstract

Gfuen the flaw of constitutional mandate in establishing TheNanional Board of Local Representatiae (Dewan PerwakilanDaerah, Ionwn as DPD), the demand forn further Amnndingthe countitution has been mounting. This article is in line whichidea, nonetheless instituional capacity building should seraeas prerequirement. Unless the institution is institutionallycompetent granting it with mare power is rislcy.

Kata-kata kunci:pmaakilan; amandemen kanstitusi

Amandemen uuD 1945 yang dilakukan dalam kurun waktu1999-2002 telah secara mendasar memtransformasi kelembagaanperwakilan politik, di negeri ini. Dalam format baru ini kita memilikiDPD (Dewan Perwakilan Daerah) disamping DPR (Dewan PerwakilanRakyat).r Dengan format ini, warga negara memiliki dua saluran untuk

' Dr. Putano Santoso, MA. adalah staf pengajar pada Jurusan Ilmu Pemerintahanpada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta. Ia bisa dihubungi melalui email: [email protected] Denganadanyaperubatrankonstitrsionaliru,imaiinasilamabahwaMPRlenrbaganegara tertinggi tidak lagi bisa dihruskan MPR esensiryra berubah sekedar menjadisidang bersama (joint xssion) dalam pengambilan keputusan-keputusan kene-garaan yang vital yang melibatkan DPR dan DPD. Terkesan ada keinginanuntuk mengadopsi sistem bikameral (dua-kamar). Dua kamar itu adalah kamarperwakilan atas dasar pembilahan faksi-faksi y*g tercermin konfigurasipartai politik, dan perwakilan atas dasar pembilahan secara spasial.

, 39t

Page 2: Amandemen Konstitusi untuk Mengelola Kebhinnekaan

|urnalIImu Sosial I IImuPolitik,Vol.70, No.3, Maret2007

melibatkan diri dalam penyelenggaraan pemerintahan. Mereka bisa

menggunakan saluran faksional-kepartaian yang bermuara di DPR,

disamping juga saluran kedaerahan yang di DPD. Kedua saluran inibermuaru ai trnpR. Sidang bersama antara kedua lembaga perwakilaninilah yang sekarang ini disebut sebagai Majelis PermusyawaratanRakyat (MPR).

Hasil amandemen UUD tersebut, sebagaimana kita ketahui,masih menyisakan persoalan. Ada sejumlah kepincangan, salah

satunya dalam pet glturan tentang DPD. Di satu sisi, lembaga ini*e*beti harapin kepada warga negara bagi Penguatan saluranperwakilan kedaerahat, sampai-sampai harus diselenggarakanpemilihan umum untuk mengisi keanggotaan DPD- Di sisi, lembaga

ini diberi kewenangan lembaga ini sangat terbatas. DPD tidak memililikikewenangan legislatif, yakni menetapkan norma hukum atas nama

rakyat din sifitnya mengikat rakyat. Yang dimilikinya adalahkewenangan untuk memberi pertimbangan dalam pembahasanrancangan Undang-undang di bidang tertentu.

A. Tidak Sekedar Mengganti Pasal

Kepincangan seperti yang disebutkan di atas, tentu saja harus

dieleminir. |elasnya, hasil amandemen tersebut harus diamandemenlug.Namun sebelum hal itu dilakukan, perlu dipertanyakln sekali lagi,

"t t tt apa amandemen konstitusi ? Secara lebih spesifik, untuk apa

aturan konstitusional tentang DPD dibuat ? Untuk apa kita membentukDPD?

Tulisan ini menawarkan penjelasan tentang urgensi dan relevansi

untuk mengembangkan DPD. Hanya saja, pokok persoalan yang harus

dipecahkan sebetulnya bukanlah perubahan pasal itu sendiri. Yang

diperlukan bukan kesepakatan dalam sidang MPR melainkan juga

kesepakatan dari berbagai eksponen daerah tentang aPa yang ha1u9

dilaliukan melalui DPD. Idealnya, keputusan-keputusan tersebut tidakhanya mendapatkan persetujuan lembaga perwakilan daerah melain-kan-konsensus antar daerah yang bermuara pada lembaga perwakilandaerah. Kalau foh nantinya jika kita memiliki pasal-pasal diubah, dankewenangan DPD diperluas, misi pembentukan DPD belum tentutercapai.

392

Page 3: Amandemen Konstitusi untuk Mengelola Kebhinnekaan

Puruso S antoso, Amandemen Konstitnsi unhrk Mangelola Kebhinnekaan Indonesia

Dalam tulisan ini amandemen konstitusi difahami jauh lebihkompleks dari sekedar mengubah kata-kada dalam naskah konstitusi.Proses amandemen konstitusi adalah proses penjabaran ulang prinsip-prinsip yang lgnjadi acuan tata pemeii.,iahan di nJgbri ini.Kontroversi naskah UUD kiranya tidak heboh-heboh amat Jukirurryul.luh tergalang kesepa\atan prinsip-prinsip dasa r, yang kalau disepa-kati dan dioperasionalisasilan atlan *uilb"tikan jaiin keluar dariberbagai problema yang membelit negeri ini.

Amandemen konstitusi tidak boleh terkecoh oleh positivismehukum, yakni memPerlakukan pasal-pasal dalam konstitusi tersebutsemata-mata sebagai basis yang siap pakai. Realita yang kita kehendakitidak deng_an serta merta terwujud mengikuti p-eru6ahan rumusankonstitusi. Positivisme berpotensi menenggelamkan kita dalam praktekkutak-katik kata-!ut3-, yalg sama sekali tidak menjamin terciptanyarealita |ary kita idealkan. Tantangan terberat kita adalah mew"i*aU"secara kolektif tata kelembagaan yang kita idealkan. Untuk menghasil-\a1 eelubahan -tatanan,

pol'.tik yang sifatnya mendasar, pasai--pasaldalam konstitusi hanya bisa berperan sebagii instrumen antara untukmenggiring perubahan-perubahan yang diagendakan.

Mereka yang terlibat dalam proses amandemen konstitusi bisamerasakan betapa melelahkal Rlosgs menyepakati naskah, yang sejauhini masih sarat dengan kdtik. selalu adi letegangan y;ng iretlutdalam Proses tersebut. Proses tersebut, mau tidaf ,rl,r, *".,[n"ruskan3danya pelqgalangan konsesus antara berbagai ekspon"r,, iur, justrukarena itulah rurnusan yang dihasilkan tidaf memlnuhi ',stanhard,,akademis. Yang berlangs"t g p$an hanya menunuskan sesuatu yangsecara akademis akurat melainkan menyepakati sesuafu yang secarapolitis bisa diterima . Nah, kalau *enyupataU tonsep saja suain sufit,apalagi menyepakati benar tidalinya suatu tinaaican ataupunkeputusan sehari-hari sebagai penjabaian dari aturan konstitusi.

Pada saat tulisan ini disiapkan, kita sudah memiliki DpD hasilpemilihan urnum 2004.Telah terpilih ratusan tokoh-tokoh dari berbagaipenjuru untuk menjalankan fungsi DPD. Telah dilantiknya merekaseba.gai- penyelenggala otorital DpD, tidak dengan serta-mertamenjadikan DPD memiliki kapasitas yang memadai uitut mengembanSiri berat ru"Lrylekat p;dl dirinyai. Repotnya, peng**Eur,gur,institusionalitas DPD ini sering kali luput dariperhatian puilik. Daiam

393

Page 4: Amandemen Konstitusi untuk Mengelola Kebhinnekaan

latnal llmu Sosial I Ilmu Politik, Vol.I0, No, J, Maret 2(N7

kiprahnya, DPD mencurahkan sebagian besar energinya untukmenuntut peningkatan dan perluasan otoritas dalam konstitusi.

Tidak bisa disangkal, keterbatasan kewenangan DPD membatasikapasitas lembaga ini untuk menghadirkan kinerjanya. Namun,kenyataan ini tidak boleh menjadi alasan untuk menghadapi tantanganpokok, memastikan institusinya institusional. Harus dihindarikecenderungan untuk tidak menunjukkan kinerja hanya karena tidakmemiliki cukup kewenangan. Hanya karena ada dasar hukum bagipembentukan DPD, dan hanya karena anggota DPD telah diisi melaluipros€s pemilihan tunwn bukan berarti organisasi ini memiliki kapasitasinstitusional yang memadai.

Kalau orientasi kita adalah mengembangkan fungsi perwakilandaerah dalam tata pemerintahan di negeri ini, yang pertama-tamaharus di pastikan ada adalah kesefahaman tentang apa yang perludan boleh dilakukan, bukan pasal-pasal yang menguntungkan ataupunmemudahkan anggota-anggota DPD bekerja. DPD harus bekerja kerasuntuk mempersiapkan kapasitas kelembagaannya agar siap untukmengemban kewenangan strategis yang sangat menentukan nasibnegeri ini.

Meskipun penulis kecewa dengan isi pasal-pasal UUD yangmengatur tentang DPD, pada akhirnya menemukan hikmah dibalikdibalik itu. Mengapa? Kalau saja konstitusi kita memberikankewenangan luas-strategis kepada DPD, dan lembaga ini ternyata tidaksegera mengembangkan kapasitas kelembagaannya, besarkemungkinannya kita justru bermasalah dengan luasnya kewenangandan peran shategis lembaga ini.

Tanpa kesungguhan dan keberhasilan proses institusionalisasi,tambahan kewenangan kepada lembaga ini sebetulnya sama sekalitidak menjamin meningkat dan optimalnya kinerja DPD. Mengapa?Agar DPD bisa unjuk kinerja, DPD harus bergulat dengan peroslanpelembagaan. Mendirikan lemb dga, apalagi lembaga politik, tidaklahsesederhana menekan tombol listrik. Mendirikan dan memfungsikanlembaga, bisa diibaratkan dengan melahirkan dan membesarkan b"F.Cacat bawaan yang diidap sibayi akan mempersulit pertumbuhindan perkembangannya. Tinpa penempaan dan p"t g"*bangan bagisi bayi, misi untuk memiliki lembaga perwakilan kedaerahan mustahilakan terwujud.

394

Page 5: Amandemen Konstitusi untuk Mengelola Kebhinnekaan

hffiooSantoso,Amandr,nlrrltKotstitusitttttukMengelolalkbhimekaanlfliloflcsia

Institusionalisasi DPD dengan mudah luput dari perhatian kita.Mengapa? Ketika kita ketika berkonstitusi, pada umumnya adalahnalar implementor. Sebagaimana tersirat dalam benak para yurist, ad-ministrator yang cenderung memposisikan diri sebagai implementornaskah Undang-undang Dasar, yang dipentingkan adalah adanyarumusan yang jelas dan baku. Lebih spesifik lug^,yang penting adalahada naskah. Amandemen konstitusi pada dasarnya adalah perubahannaskah. Dalam wacana ini, proses amandemen adalah proses yangsudah terbakukan prosedurnya, sedemikian sehingga memiliki legalitasuntuk dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Perlu dicamkanbahwa yang diperjuangkan oleh para aktivis-pembaharu adalahterciptanya realita baru yang betul-betul berbeda dengan realitassebelumnya.

Dalam tulisan ini, amandemen konstitusi, difahami sebagai bagiandari proses rekayasa politik. Esensi dari amandemen konstitusi adalahmenciptakan realita baru. Isi naskah konstitusi pada dasarnyahanyalah instrumen untuk menghasilkan realita baru tersebut. Olehkarena itu, perubahan pasal-pasal konstitusi yang mengatur tentangDPD sebaiknya dilakukan setelah akar kelembagaan organisasi initerhujam kuat ke daerah-daerah. Dengan demikian, organisasi ini siapuntuk dijadikan instrumennya daerah dalam mengatasi persoalankedaerahan dalam forum nasional. Bagaimana melembagakan suatusistem perwakilan rakyat, dimana daerah bekerja sama dalam forumnasional yang cenderung bersifat sentralistik ?

Ada dua aspek y*g hendak diungkap dalam tulisan rni. Pertama,persoalan substantif. Dalam lingkup ini perlu kita cermati untuk apakita memiliki DPD. Disamping itu, perlu j.rgu ditawarkan prinsip-prinsipyang menjadi acuan kita ketika berhadapan dengan persoalankedaerahan. Atas dasar pemahaman hal seperti ini barulah kita bisamenunuskan corak DPD yang dibutuhkan negeri itrj. Kedua, bagaimanaproses perubahan konstitusional y*g perlu dan harus dikelola agarmisi pembentukan lembaga ini berhasil. Mengngat DPD pada saat inisudah berdiri dan menjalankan fungsi-fungsinya, kiranya sangatpenting untuk dirumuskan roadmap untuk mendapatkan rumusankonstitusi y*g sesuai dengan misi mendirikan lembaga tersebut. Keduahal tersebua akan dibahas dalam sub-sub bab berikut ini.

395

Page 6: Amandemen Konstitusi untuk Mengelola Kebhinnekaan

lurnal IImu Sosial & Ilmu Politik, Vol. 70, No. J, Marct 2007

B. DPD Sebagai Alternatif InstrumenPengelolaan Ketegangan pusat-Daerah.

Issue sentral yang harus dikelola oleh DPD adalah hubunganeksponen pusat dengan eksponen daerah dalam penyelenggarianpemerintahan di negeri ini. Dari waktu dan ke waktu, issue inisenantiasa diliputi ketegangan. Ketegangan ini terjadi karena ada tarikmenarik kepentingan antara kedua kubu, dan tidak adanya basiskelembagaan yang memadai, mejadikan pola penyelenggaraanpemerintahan di negeri ini berjalan ter s eok- seok, diombang-ambingkansentralisasi yang berhadapan dengan desentralisasi.2

Semangat yang sangat menggelora dibalik proses amandemenkonstitusi di periode awal dekade 2000-an adalah demokratisasi,khususnya dalam memperjelas format perwakilan politik.3 Tanpa samasekali bermaksud untuk menarik mundur dari misi penataanpemerintahan ke arah yang lebih demokratis, amandemen konstitusidi masa mendatang dituntut untuk lebih memperkokoh konstruksiIndonesia sebagai suatu negara kesatuan.a Pengaturan tentang DPD2 Problem dasar yang manifest dalam perjalanan sejarah Lrdonesia kontemporer

adalah mengelola keragaman yang membentuk negeri ini dalam suatu tatanansistemik. Terlepas dari apapun pola yang hendak dirumuskan, pola tersebutdituntun untuk di satu sisi menghargai kalau tidak mendayagunakankeragaman, dan di sisi lain tetap saja goaernable.

3 Kita telah mengenal adanya perwakilan daerah dalam tata kelembagaanpemerintahan yang diamanatkan oleh UUD 1945 sebelum diamandemen.Dengan acuan konstitusi saat ifu, kita mengenal adanya Fraksi Ufusan Daerahdalam Majelis Permusyawaratan Rakyat (N{PR). Dalam lembaga yang waktuitu disebut sebagai lembaga tertinggi negara, ada komponen penr/akilan yangdirancang untuk menjalankan fungsi representasi daerah. Hanya saja, fungsirePresentasi yang dijalankan pada saat itu lebihbersifat simbolik dari padasubstantif. Kepentingan daerah pada saat itu tidak cukup terartikulasikanmelalui lembaga tersebut, dan kekecewaan daerah lebih banyak disembunyi-kan di bawah permukaan daripada diperdebatkan di forum perwakilan rakyatsaat itu.

a Amandemen konstitusi yang bermuara pada pembentukan DPD sangat kentaldiwarnai kepentingan untuk menjabarkan prinsip pemerintahan demokratis.Dalam rangka itu, yang berhasil disepakati oleh para perumus amandemenkonstitusi saat itu adalah format representasi. Dalam rangka itulah dibentukDPD sebagai wadah representasi daerah di tingkatnasional.

396

Page 7: Amandemen Konstitusi untuk Mengelola Kebhinnekaan

Punoo Santoso, AmanilemenKonstitusiuntukMengelolaKebhinnekaanlndonesia

bukanlah sekedar penjabaran dari sila ke-empat: Kerakyatan yangdipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan/pbrwakilan.Pengaturan tentang DPD juga terikat dengan sila ke-tiga: PersatuanIndonesia. Pembakuan format kelembagaan per*akilan dalamkonstitusi tentu saja harus mengacu pada dua sila dalam Pancasila.Mengapa persoalan persatuan harus dikedepankan?

Pertama, kita tahu, Indonesia juga memiliki sejarah pemberon-tahan daerah. Lebih dari itu, kalau kita pelajari sejarah pemerintahandi negeri ini sejak proklamasi kemerdekaan hingga sekarang, adapersoalan yang tidak kunjung teratasi, yakni ketegangan dalam11bu18an Pemerintah pusat dengan pemerintah daeiah.S Dari segikebijakan publik, kita menyaksikan tarik menarik antara desentralisaiidan sentralisasi. Penyelenggaraan pemerintahan di negeri ini senantiasadihadapkan pada persoalan ketidakpuasan daerah ais a ais otoritasnasional. Oleh karenanya perlu kecermatan dan kehati-hatian yangsangat tinggi dalam mengelola persoalan-persoalan kedaerahan-.Sebaliknya, kita perlu membangun basis kelembagaan yang handald{ap mengelola persoalan kedaerahan yffig, sepertinya uaak akanada lalisnya. DPD diharapkan bisa menjadi basis kelembagaan untukitu. Pelembagaan DPD, termasuk di dalamnya isi amandemenkonstitusi yang dilakukan, mengemban misi untuk meletakkan solusimendasar tentang persoalan ini.

Kedua, d9"f k,-j.t g selesainya persoalan di atas erat kaitannyadengan kecerobohan kita dalam menjabarkan prinsip negara kesatuandi negeri y-"r,g heterogen ini. Dengan mengacu pudu konsep negarakesatuan, daerah kita perlakukan sebagai bentukan, tegasnya

"by"kkekuasaan, Pemerintah pusat. Pemerintah pusat selalu p*yl otoritasmemaksakan aturannya, termasuk menggunakln tindakankemiliteran. Apu dasarnya pemerintah pusut melakukan hal itu.Alasannya jelas, pemerintah pusat memaksanakan otoritas nasionaldemi kepentingan yang lebih luhur: kepentingan nasional. Apu yangbermasalah dalam hal ini ?

Perlu dicerma h, yangdipersoalkan bukan adanya kewajiban dariotoritas lokal untuk mematuhi otoritas nasional. Yang menjadi persoalan

s The Liang Gie,?ertumbuhan pemerintahan daerah di negara Republik Indo-nesia, Liberty. Yogyaka r ta, L99 4

397

Page 8: Amandemen Konstitusi untuk Mengelola Kebhinnekaan

lurnal llmu Sosial B llmu Politik, Vol. 70, No. 3, Maret 2007

adalah, bagaimana meniustifikasi kepentingan nasional dihadapankepentingan daerah. Apakah yang diklaim oleh otoritas pusat sebagai

kepentingan nasional bisa diterima oleh daerah sebagai kepentingannasional. Dalam tata kelembagaan yang ada, pendefinisian tentang'kepentingan nasional' ada pada pemerintah pusat. Lebih dari itu, halitu telah direlakan secara tidak sadar sebagai hak ekslusif pemerintahpusat. 'Otoritas pusat' sama dengan 'pejuang kepentingan nasional'.

Pemaknaan kita tentang negara kesatuan menyembunyikan dualapis persoalan serius.6 Dalam lapis pertama, kita mempertaruhkannasib hrdonesia pada otoritas di tingkat pusat. APu yang terjadi dengan

negara ini sekirlt yu pemerintah pusat gagal menjalankan fungsiny_a

sedagai pusatnya daerah? Pada lapis kedua, kita bisa secara cerobohbayanglian bahwa kesalahan otoritas pusat tidak akan berimplikasipada kesalahan atau kegagalan di tingkat lokal. Pertanyaannya,laaUn ruang bug otoritas lokal untuk mengkoreksi kegagalan otoritaspusat. jelas Uaatt Daerah hanya boleh diam terhadap kesalahan dankegagalan pemerintah pusat. Hal ini setara dengan birokrat la.g"di-tuntut" unfuk diam ketika memergoki atasannya berbuat kesalahan.

S.r.ggopun penggunaan otoritas nasional oleh pemerintah pusatbisa saja salah, otoritas pusat selalu saja bisa memaksakan kehendakatas nama kepentingan nasional. Kepentingan 'kedaerahan' cenderungdiperlakukan sebagai kepentingan sempit yang harus dipastikansejalan, kalau tidak tundukkan oleh, kepentingan nasional. Pemerintahpusat merasa memiliki daerah, dan daerah yang tidak Puas terhadappusat senantiasa terstruktur untuk selalu berada dalam posisi diPgl-saanUn. Singkat kata, pemaknaan tentang Negara Kesatuan RepublikIndonesia yang birokratis kecenderung menggiring kita berfikir danbekerja secara sentralistik, dan tidak sanggup mengidentifikasi keter-batasan sentralisme itu sendiri. Oleh karena itu, perlu penjabarankonsep negara kesatuan yang sanggup mengeliminir keterbatasansentralisme. Salah satu tawarannya adalah mengembangkan lembaga

6 Naskah konstitusi tidak akan banyak berarti sekiranya kesefahaman kitatentang isi konstitusi dan komitmen bersama untuk menegakkannya tidaktergalang. Perubahan dihadirkan kepada pembaca untuk melelasnya,amandemen konstitusi yang sedang diwacanakan belakangan ini harusberjalan seiring dengan proses pengembangan konstitusionalitas naskah

konstitusi tersebut.

398

Page 9: Amandemen Konstitusi untuk Mengelola Kebhinnekaan

Puruo Santoso, Amandemen Konstitnsi unfitk Mangelola Kebhinnekaan Indoncsia

yang berada di tingkat pusat yang berada dalam kendali eksponenlokal. DPD diharapkan bisa berperan sebagai perangkatnya daerahyang bertugas memformulasikan kepentingan Indonesia. KesatuanIndonesia, dengan demikian, tidak hanya menjadi tanggung jawabotoritas pusat, dan arogansi otoritas pusat bisa diminimalisir.

Ada kebutuhan untuk mengembangkan tatanan desentralistikdalam rangka membuka ruang bagi keragaman, dan kebutuhanmemiliki kendali melalui tatanan yang sentralistik. Kita harusmenemukan tatanan sistemik untuk mengelola kontradiksi. Tantanganyang harus dipecahkan oleh bangsa Indonesia ketika hendak hidupbersama dalam sauatu ikatan kenegaraan adalah melembagakan suatuperwakilan politik yang sanggup mengelola paradoks. Di satu sisi;lembaga ini, dituntut untuk merepresentasikan dan mengartikulasikankepentingan daerah disamping juga persoalan-persoalan kedaerahan,dan oleh karenanya dengan mudah terpeleset menjadi gerakanseparatisme. Di sisi lain, lembaga tersebut justru memperkuat berbagaieksponen daerah-daerah dan merajut berbagai kepentingankedaerahan suatu wadah, yakni Negara Kesafuran Republik Indone-sia. DPD di masa mendatang hendaknya tidak hanya mampumerumuskan dan menggalang kesepakatan yang sifatnya trans-lokalitas dalam legislasinya melainkan juga meminimalkan distorsikebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat yang selama inimemiliki previllage dalam mengatasnamakan kepentingan nasional.

Perlu ditegaskan bahwa, secara yuridis-administratif, pemerintahpusat mau tidak mau bertanggung jawab terhadap persoalan-persoal-an yang sifatnya trans-lokalitas. Hanya saja, dalam tata pemerintahanyang mengandalkan birokrasi ada potensi bias yang harusdiminimalisir. Ada kecenderungan jajaran eksekutif dalam pemerintahpusat memiliki keleluasaan yang sangat besar, dan dengan demikianjnga memiliki potensi bias yang sangat luas, dalam memaknai danmenjabarkan kepentingan-kepentingan yang sifatnya trans-lokalitastersebut. Oleh karena itu, kepentingan-kepentingan yang sifatnya trans-lokalitas tersebut harus digodok di lembaga legislatif yang berisikaneksponen-eksponen dari berbagai daerah. Dengan demikian, represikepada daerah bisa diminimalkan dan pentingnya menjadi bagian dariNegara Republik Indonesia semakin lama justru semakin kuat. Lembagapengelola kepentingan trans-lokalitas itu tidak lain adalah DPD. Agar

399

Page 10: Amandemen Konstitusi untuk Mengelola Kebhinnekaan

lunalllmu Sosial B IImuPolitik,Vol.T0, No.3, Matet2007

bisa mengemban misi tersebut, DPD tidak hanya memiliki kewenanganyang memadai melainkan juga memiliki kapasitas kelembagaan yangmemadai pula. Lembaga ini iiaat hanya dituntut untuk rePresentatif,melainkan luga fungsional. Dalam rangka menjadikan_ lembaga inirepresen tatif ,lear,ggotaannya ditentukan melalui pemilihan umum.Apu yang harus aiirutan agar lembaga ini betul-betul fungsionaldilam *etu*ut dan memperkuat kesatuan Indonesia, dimana identitassuku, etnis dan agama yang bertaburan di setiap daerah justru menjadikekuatan, bukan ancaman.

Dibentuk yu DPD, sebagaimana diamanatkan oleh UUD hasil

amandemery dimaksudkan untut meningkatkan kualitas representasi

dengan cara yang lebih mengedepankan representasi daerah- Disam-

pi"t ada lemLaga yang mewakili faksionalisasi yang tercermin dalaminmsi kepartaian, ada lembaga yang mewakili konfigurasi kedaerahan.

Afiliasi kepartaian diwadahi dan dikelola oleh Dewan PerwakilanRakyat, sedangkan konfigurasi kedaerahan dikelola oleh DewanPerwakilan Daerah. Dengan kata lain, ada dua jenis perwakilan; yakni'perwakilan orang' melalui saluran partai politik di DPR, dan'perwakilan ruang' melalui DPD. Dua jenis perwakilan tersebut, ketikabergabung membenfuk Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). DPD

dibiyangkan sebagai salah satu, dari dua penyangga kaki perwakilanpolitik di MPR. Untuk memperkuat sense perwakilan, anggota lembagapewakilan daerah ini jrrgu dipilih melalui pemilihan umum.

Amandemen UUD mengisyaratkan semakin terbukanya ruangrepresentasi bagi kepentingan daerah dan kepentingan kedaerahan.Sungguhpun demikian, isyarat tersebut sebetulr.yu tidak terjabarkansecara konsisten dalam naskah konstitusi hasil amandemen. DPD tidakmemiliki kewenangan legislasi, kewenangan memutuskan ketentuanperundang-undangan yang sifatnya mengikat. Namun, betaPaPuntidaksempurnanya ketentuan yang dimuat dalam konstitusi hasilamandemen, konsep Dewan Perwakilan Daerah (DPD) disepakatisebagai alternatif kelembagaan yang lebih menjanjikan dari padakelembagaan yang dibakukan dalam masa pemerintahan PresidenSuharto. Selain Fraksi Utusan Daerah di MPR, kelembagaan yangdijadikan andalan adalah Departemen Dalam Negeri dan departemen-departemen lain di jajaran eksekutif. Kita tahu bahwa, disainkelembagaan yang dirancang oleh Pemerintahan Orde Baru bersifat

400

Page 11: Amandemen Konstitusi untuk Mengelola Kebhinnekaan

Purtt o S anto so, Amandemen Konstitusi unfuk Mmgelola Kebhinnekaan Indonesia

sentralistis, dan daerah berada dalam posisi untuk dikendalikan.Karena mindset yang seperti ini, hubungan pusat-daerah masuk dalamhubungan pengendalian, bukan hubungan perwakilan atau rePresen-

tasi. Representasi daerah dan dukungan dari eksponen daerah dankedaerahan, diekspresikan secara simbolik oleh Fraksi Utusan Daerah.

Signifikansi amanat konstitusi hasil amandemen adalah bahwadi negeri yang persoalan-persoalan lokalnya sangat beragam dan pelikini, kita harus mengelola persoalan daerah dan persoalan kedaerahandengan pada level formulasi kebijakan (legislasi), bukan sekedar padalevel eksekusi. Daerah menjadi target group atau sasaran implementaisuatu legislasi, dan setuju atau tidak setuju terhadap substansi legislasi,suatu daerah harus patuh keputusan Pemerintah pusat. Kerangkakelembagaan seperti ini dibakukan dalam rangka menjawab problemkeragaman. Dalam mengelola keanekaagaman budaya dan persoalankedaerahan, pemerintahan Presiden Suharto bukannya mengkondisi-kan daerah-daerah untuk "berbicara antar sesamanya". Yang dikon-diskan adalah adanya otoritas pusat dan tatanan politik yang terpusat,yang berhak mengajukan claim sebagai pemangku kepentingannasional. Menjadi otoritas di tingkat pusat, diasumsikan faham dengandan bisa mendektekan apa yans harus dilakukan di tingkat lokal.

Jelasnya, otoritas tingkat pusat mencoba menutup terhadap kompleksi-tas persoalan daerah dan kedaerahan, dan pada saat yang samamemastikan ada kontrol ketat terhadap kekuatan-kekuatan daerah dankedaerahan. Bukannya kebhinnekaan yang diberi ruang ekspresimelainkan ke-Ika-an yang dikedepankan.

Y*g tidak disadari, tepatnya disepelekan oleh pemerintah pusatpada waktu itu adalah efek negatif pengendalian kekuatan lokalmelalui aparatur koersi dan aparatur represi. Setiap kali ada kesulitanmencapai konsensus, pemerintah menggunakan represi atau menutup-nufupinya dengan berbagai rekayasa. Persoalan kesukuan, keagamaandan rasialisme dianggap tidak ada, dan pada waktu yang sama orangdilarang membicarakan. Padahal, masalah-masalah seperti ini tidakbisa diselesaikan tanpa dibicarakan secara terbuka.

Mengingat sulitnya pemerintah mengelola keragaman,pemerintah merasa perlu dan bahkan dari waktu ke waktu justrukelihatan kecanduan menggunakan represi. Repotnya, represi yangterakumulasi kemudian berbuntut menguatnya resistensi. Atas dasar

40t

Page 12: Amandemen Konstitusi untuk Mengelola Kebhinnekaan

lurnal llmu Sosial tt llmu Politik, Vol.I0, No.3, Maret 2(N7

narasi singkat ini kita tahu model pengelolaan persoalan kedaerahanyang semacam ini terbukti gagal, dan pada akhirnya membuka jalanbagi gagasan reformasi. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, adadua catatan penting.

Pertama, kita harus bisa menarik pelajaran dari kegagalan di masalalu, khususnya pemerintahan Presiden Suharto dalam mengelolapersoalan kedaerahan. Pelajaran terpenting yang harus dicatat adalahbahwa persoalan keindonesiaan harus dibicarakan oleh warga negeriini yang masing-masing memiliki afiliasi kedaerahan. Ikatankedaerahan adalah gejala alamiah yang eksistensinya tidak bisadipungkiri dan tidak bisa dikelola recara represif secara sentralistik.Perlu ada lembaga yang menjadi perajut ke-Lrdonesiaan daerah-daerahdi seantero negeri ini, dan lembaga tersebut ada dalam kendali daerah-daerah itu sendiri. Gagasan pembenLrkan DPD adalah gagasan yangsejalan dengan kebutuhan ini.

Kedua, kalaupun DPD bisa diharapkan untuk bisa menjadi fo-rum untuk mempertahankan, mengeiola dan memperkuat ke-Indonensiaan daerah-daerah di dalam untaian Negara KesatuanRepublik Indonesia, lembaga ini tidak bisa secara tiba-tiba bisamengemban misi ini. Perlu proses penyamaan visi tentang DPD, danjuga proses pengembangan rasa saling percara, sebelum bisamengasilkan konsensus-konsensus yang bersifat mengikat. Kesediaankita untuk belajar dari kesalahan di masa lalu perlu diikuti denganlangkah-langkah konkrit untuk mengujicobakan konsep baru danpelembagakan tradisi baru dalam menjaga ke-Indonesiaan melalui fo-rum lintas-daerah: Dewan Perwakilan Daerah. Proses kematanganDPD sebagai lembaga tinggi negara sedang diuji, namun sayangnyahitggu saat ini perdebatan yang terjadi hanya berkutat soal kata-katadalam pasal.

Oleh karena itu, perjuangan untuk memiliki kewenangan yanglebih luas harus dibarengi dengan penuntasan proses pelembagaansehingga kewenangan yang besar pada akhirnya jutuh pada koinstitusiyang betul-betul kompeten.telah teragendakan dan terbentuknyalembaga dimana, berbagai eksponen daerah berkumpul bersama untukmembuat keputusan atas nama dan demi Indonesia.

\

402

Page 13: Amandemen Konstitusi untuk Mengelola Kebhinnekaan

Punto Santoso, Amandenen Konstitusi untuk Mmgelola Kebhinnekaan Indonesia

C. Amandemen KonstitusiBersyarat Pemberdayaan DiriSebagaimana disebutkan dalam paparan di atas, persoalan

ketegangan hubungan pusat-daerah tidak akan selesai melulu melauiamandemen UUD 7945 dalam putaran berikutnya. Kalau DPD hanyasibuk menuntut perluasan kewenangan, fihak-fihak yang dirugikanoleh keberadaan DPD tentu akan dengan mudah menggalang dukung-an untuk meniadakan DPD saat diperdebatkan materi amandemententang hal itu. Bukankah amandemen UUD terhadap pasal tentangDPD sama mudahnya dengan amandemen untuk menghilangkan pasaltentang itu? Oleh karena itu, angan-angan menjadikan DPD sebagaiinstitusi yang handal dalam mengelola ketegangan pusat-daerahselayaknya didahului dengan penguatan akar pengaruh ke daerah-daerah di negeri ini. Amandemen konstitusi tentang pengaturan DPDmensyaratkan adanya proses pemberdayaan diri. Perlu disiapkansebuah langkah strategis yang bersifat politis yang menjangkau secarainternal dan eksternal unfuk menguatkan strukfur kelembagaan yangingrn dibangun DPD. Langkah strategis untuk mencapai amandemenyang mungkin dapat dilakukan oleh DPD saat ini adalah sebagaiberikut.

L. Pengembangan sistem pendukung $upport system).

Langkah pertama yang perlu ditempuh DPD adalahmempersiapkan sebuah sistem pendukung bagi pelaksanaan fungsi,termasuk di dalamnya pengembangan kompetensi anggota DPD.Seperti kita tahu, wakil rakyat di DPD adalah sekelompok orang ter-tentu yang disyaratkan menjadi representasi dari perwakilan kepen-tingan daerah. Oleh karena itu menjadi wajar jika seorang anggotaDPD harus memiliki kompetensi yang cukup untuk menjadi represen-tasi daerah. Anggota DPD diharapkan menjadi agen yang mampumenyerap dan menyelesaikan persoalan yang terkait dengan daerah,sehingga menjadi mutlak seorang anggota DPD untuk mengakarkedaerah. Persoalannya justru muncul karena dipilihnya sistem pemi-lihan langsung sebagai cara seleksi yang tidak mensyaratkankompetensi.

403

Page 14: Amandemen Konstitusi untuk Mengelola Kebhinnekaan

lurnal Ilmu Sosial & llmu Politih Vol. I0, No. J, Maret 2N)7

Mengatasi konsekuensi negatif dari pemilihan langsung yangdiidap oleh anggota DPD itu, mlka perlu dipersiapkan iebuitr sui-p_o1tlng system yang akan mendukung dan meningkatkan kompetensi

PPD. Hal pertama yang dapat dilakukan adalah mengupiyakanberagam sdluran kelembagaan DPD dengan institusi-insfitusi-lokal.Sambungan terhadap institusi lokal ini sangat penting agar DPD tidakhanya menjadi kepanjangan kepentingan tokoh-tokoh lokal yangberhasil mengumpulkan suara (aote) dalam pemilu. DPD di daerahsecara kelembagaan harus dihubungkan dengan agen-agen pemikir(think thank) yang akan menjadi penyambung kepentingan wargadaerahnya dengan lembaga ini.

Didaerah harus mulai di identifikasi simpul-simpul institusi yangmenjadi kanal penyerapan kepentingan daerah. Ada beberapa kanalyang dapat kita identifikasi berpotensi sebagai think thank DPD, adakalangan akademisi dalam berbagai universitas didaerah, lembagaswadaya masyarakat (LSM), dan juga kelompok kepenti^gut (interestgroups) yang ada dimasyarakat. DPD harus terhubung dengan agen-agen tersebut untuk mengidentifikasi persoalan daerah dan kemudianmengagendakan dalam misinya. Harus ada agenda yang jelas danberkepanjangan (sustainable agenda) yang terfokus dan tidak sekedarreaksioner sebagai kerangka kerja DPD.

Oleh karena itu penting juga untuk membuat sebuah kantorperwakilan DPD disetiap daerah, meski pada beberapa kasus merekaberkantor sendiri-sendiri dirumah masing-masing. Bisa dibayangkanjika ada empat kantor DPD yang berbeda di satu daerah, dan merekamenyerap aspirasi yang berbeda dan mengadvokasi kepentingan yangberbeda. Y*g terjadi kemudian iustru efektifitas dan efesiensi kerjiyang ingin dicapai DPD menjadi gagal. Berbeda jika secarakelemb_agaan disetiap daerah anggota DPD menjalankan satu misi yangsama. S"hi.gga secara kelembagaan DPD didaerah dapat bekerjasamidengan beberapa agen pemikir. Lembaga-lembaga pendidikan didaerah merupakan think thank yang sangat potensial dalammengidentifikasi kepentingan daerah.

Hampir disemua daerah kita lihat ada banyak universitas lokal,dan ini merupakan modal sosial yang harus dimanfaatkan. Di papuamfalnya, disana ada Universitas Cenderawasih yang tentunya palingpaham tentang persoalan Papua daripada institusi lain. Maka harui

404

Page 15: Amandemen Konstitusi untuk Mengelola Kebhinnekaan

Purut o S anto so, Amandemen Konstitusi unfi* Mangelola Kebhinnekaan Indone sia

ada keterhubungan lembaga DPD dengan Universitas Cenderawasihuntuk mengabsorbsi kepentingan publik disana. Begitu jug" Universi-tas jambi di propinsi jambi, universitas ini tentu dapat menjadi jembatan

yang akan menyambung kepentingan masyarakat disana kedalamsebuah agenda kerja yang digodok secara akademik. Disinilah DPDdan think lhank-nya menj alankah tu ga s filteri s asi i su p ub lik did a erahnya

untuk kemudian dipertarungkan di pusat.

Dalam menjalin relasi (networking) untuk absorbsi kepentingandaerah, jangan j,tga dilupakan mekanisme kerja yang menghubungkanPemerintali Daerah dan DPRD dengan DPD. Kerjasama dan relasiketiganya sebagai institusi yang memiliki instrumen dalam memperta-trrt [kur, di tingkat pusat. Peningkatan kompetensi DPD sebagai wakilkepentingan dierahakan mudah terwujud jika tersinergi dalam sebuah

rangkaian te4a yang selaras dengan agenda Pemerintah Daerah danDPRD. Dengan demikian tujuan dasar dari fungsi DPD dapat terlak-sanakan dengan efektif dan efesien, dan secara politis kehadiran DPDsebagai perwakilan kepentingan daerah niscaya mutlak diperlukan.

2. Pengembangan kapasitas kelembagaan

DPD dituntut untuk memperkuat kapasitas kelembagaan sebagai

sebuah institusi yang mewadahi beragam kepentingan daerah.Kompetensi personal para anggota DPD kiranya tidak terlalubermasalah jika DPD ditopang dengan kapasitas kelembagaan yangkuat. Keterbatasan kewenangan lembaga ini kiranya akanterkompensasi oleh kapasitas kelembagaan yang kuat. Maka dari ituperlu secepatnya dibuat suatu sistem pendukung yang perludikembangkan dalam rangka mencapai tujuan itu.

Yung harus kita pahami, kemunculan DPD adalah sebagai ruangslare mimpi, mimpi-mi*pi daerah terhadap masa depannya. Mimpi-mimpi inilah yang seharusnya dirajut menjadi impian pusat dalammenentukan kebijakan di tingkat nasional. Untuk menata danmendamaikan beragam mimpi tersebut, DPD sebagai ruang lembagaperlu terorganisir mekanisme penataan yang kuat didalamnya.Sehingga mimpi y*g satu tidak menegasikan mimpi yang lain, ataumimpi daerah yang kuat mendominasi mimpi daerah yang lemah.Sebagai ruang solusi dari mimpi-mi*pi daerah tersebut, tidak mungkinakan terwujud jika lembaga ini tidak memiliki kebulatan kebijakan.

405

Page 16: Amandemen Konstitusi untuk Mengelola Kebhinnekaan

lurnal llmu Sosial I Ilmu Politik, VoI. 70, No, 3, Maret 2(N7

jadi langkah yang paling penting dalam mempersiapkan advokasi bagilembaga ini adalah menyiapkan penguatan kapasitas kelembagaan.Sebagai lembaga baru, tentu bisa dimaklumi jika DPD belum memilikikapasitas kelembagaan yang memadai untuk menjalankan fungsinya.Namun permakluman ini tidak lantas dibiarkan, perlu sebuahmekanisme tertentu agar penataan kelembagaan semakin kuat. Toh,meskipun seandainya payung wewenang konstitusi dibuat namun jikatanpa disertai kapasitas kelembagaannya yang memadai maka hanyaakan menjadi sia-sia saja. Oleh karena itu secepatnya harus ada inisiatifuntuk membangun tata kelembagaan DPD secara kuat.

Untuk mempersiapkan kapasitas kelembagaan dalam institusitersebut, maka solusi pertama dapat dilakukan adalah menemukanfigur leadership yang kuat. DPD seperti yang kita ketahui adalah tempatberkumpulnya elit lokal, dan kecenderungan antar elit adalah tidakmaunya mereka ditempatkan sebagai bawahan oleh yang lain.Arogansi kultural yang dibawanya, entah itu kebangsawanan, jabatanpolitik, status ekonomi, masih cukup kuat menjadi referensi merekadalam berorganisasi. Akibatnya tanpa ada leadership yang kuat makayang terjadi adalah distribusi tugas tidak terjalankan dengan lancar.

Untuk memaksimalkan peran anggota DPD, diperlukandiidentifikasi potensi masing-masin& dan kemudian rangkaian potensiitu didistribusikan dalam mekanisme kerja kelembagaan. Identifikasipotensi ini bukan hanya terkait dengan profil anggota, melainkanpotensi konflik kepentingan antar daerah. DPD sebagai lembaga harusmenyiapkan mekanisme penataan konflik kepentingan antar daerah,dengan demikian DPD mampu menjadi ruang fasilitator bagipertarungan kepentingan itu. Boleh jadi hal ini sudah dilakukan, namunprosedur itu belum menyentuh substansi potensi kerja yang ingindiambil alih. Iadi yang pertama harus dibuktikan oleh DPD adalahmenunjukkan bahwa mereka sebagai lembaga sudah bisa menjalankanmekanisme internalnya sebagai lembaga tinggi negara. Dengandemikian mudah teridentifikasi mana kebijakan yang bercorak DPDdan mana yang bukan.

Dengan tertatanya beragam input (kepentingm, konflik, mimpi,dsb), maka DPD sebagai sistem akan menghasilkan output yangmaksimal dan diinginkan oleh daerah. Mekanisme kerja yang sudahtertata dalam sebuah sistem kelembagaan negara akan menjadi habi-

406

Page 17: Amandemen Konstitusi untuk Mengelola Kebhinnekaan

Punoo Santoso, AmanilemenKonstittrsiuntakMangelolaKebhinnekaanlnd.onesia

tusT baru dalam sistem pemerintahan. Dari sini DPD bukan hanyasebuah struktur lembaga/ namun juga penilaian bawah sadar (pem-batinan) dari para anggota didalamnya, yang akan menjadi kerangkatindakan praksis (sebut saja otomatis) mereka sebagai sebuah institusipenting perwakilan rakyat. Pada akhirnya habitus yang terbentuk didalam lembaga ini akan terjalin identifikasi khas kelembagaannnya/seakan juga teridentifikasi rival diluarnya, itu terjadi jika sebagai isntitusiDPD sudah memiliki disposisi yang menjadi sikap, persepsi, perilakudan pemikiran yang terinternalisasi kedalam individus. Nilai inilah yangakan menjadi prinsip bawah sadar tindakan, refleksi dan nalar berpikirinstitusi. Dimana fungsi rival justru harus dihadirkan untukmembongkar inti masalah (sintesis) yung akan mereka capai, apakahitu partai politik (DPR) atau pemerintah. Dan pada akhirnya jugamempengaruhi habitus sistem pemerintahan, arti pentingnya merekadiharuskan ada justru demi keberadaan yang lainnya.

3. Ailuokasi fungsi-fungsi per-wakilan daerah

Untuk menunjukkan eksistensi.yu sebagai lembaga perwakilandaerah, DPD diharapkan bisa melakukan berbagai kegiatan advokasi.Perlu contoh-contoh kongkrit kepada publik tentang urgensi danrelevansi kita memiliki lembaga perwakilan daerah di tingkat pusat.DPD sebagai lembaga negara tentu tidak hadir sekedar menjadirepresentasi simbol daerah. Namun DPD juga tidak serta merta hanyamenjadi wakil egoisme kepentingan daerahnya saja, yang dicari justruharmoni baru dalam relasi pusat-daerah dan relasi antar daerah. Olehkarena itu, langkah jelas dalam advokasi kepentingan daerah harussegera dilakukan r fang kemudian menjadi rasionalisasi kerangka kerjanasional. Kekhawatiran utama yang harus segera dibantah darikemunculan lembaga ini adalah ketakutan akan perpecahan yangbersifat etnisitas atau kedaerah arr ( chauuinism), Disinilah sebenarnyaDPD dapat melakukan pembuktian terbalik dengan bentuk advokasikepentingan daerah, yang tentunya mensyaratkan penguatankelembagaan.

Lihat Pierre Bordieu, Outline of aTheory of Practice,Cartbridge University Press,New York, 1987, hal 78-86

Ibid,}:ral143-158

407

Page 18: Amandemen Konstitusi untuk Mengelola Kebhinnekaan

lurnal IImu Sosial & Ilmu Politik, VoL I0, No.3, Maret 2007

Ada yang harus kita pahami terkait warisan seiarah masalalutentang pemikiran pusat terhadap daerahe; selama ini daerahdiletakkan sebagai sosok yang lemah dan harus ditolong oleh pusat;daerah itu bodoh sehingga harus diatur oleh pusat, daerah itu subyektifdan pusat itu obyektif; daerah salah dan pusat itu benar. Akibatnyanalar yang terbangun adalah konteks perlawanan, ditekan-menekan,diatur-mengatur, sehingga masih menggelayuti logika relasi pusat dandaerah sampai saat ini. Sampai sekarang daerah ketika melihat pusatmasih terjebak dalam nalar ini, sehingga logika daerah melihat pusatadalah sebagai pemberontak, begitu j.tga sebaliknya. Boleh dikatakanapa yang dilakukan pemerintahan Orde Baru dalam membentuk relasipusat daerah baru 'benar separuh', maksudnya pusat memiliki posisiyang kuat namun menegasikan keberadaan daerah. Hal inimengakibatkan ketidakseimbun gdn, pusat kuat sedangkan daerahlemah.

Seiring dengan perubahan konteks politik, kecenderungan trendjustru berbalik arah. Seakan sedang balas dendam , ada desakan yangkuat dari daerah untuk memperlemah pusat dengan menguatkan posisidan kepentingan daerah. Arogansi kepentingan daerah tidak hanyamenciptakan konflik baru antara pusat dan daerah, namun juga antardaerah. Konflik kewenangm, konflik kebijakan, sampai suatu kebijakanyang justru mengancam kepentingan skala nasional. Maka jika menyoaltentang relasi pusat-daerah ada agenda bes ar yang secara nasionalharus disepakati, yaitu memperkuat posisi pusat dan juga memperkuatposisi daerah dalam sebuah payung logika yang sama. Celah yangkosong inilah yang sebenarnya harus diisi oleh peran DPD, menjadimediator antara daerah dan daerah, dan hubungannya dengan pusat.

Sebagai seruan advokasi, fulisan ini mungkin terlambat, sudahterlalu banyak hal yang "terlanju{' te4adi. Namun, meski pula prosespelembagaan DPD masih ju.rh dari selesai, amanat konstitusi tetaplahharus dijalankan, betapapun ada cacat. Sehubungan dengan haltersebut di atas, ada langkah penting yang dapat dilakukan DPD untukkerja advokasi.yu. Proses-proses politik dan konflik yang terjadi bolehjadi semestinya dimaknai sebagai berkah yang tersembunyi (blessing indisguise). Yakni sebagai sebuah moment untuk melakukan rekonsolidasi

e The Liang Gie, Opcit.

408

Page 19: Amandemen Konstitusi untuk Mengelola Kebhinnekaan

Puno o S anto so, Amandemen Konstitusi untuk Mangelola Kebhinnekaan Indonesia

daerah untuk memperkuat dirinya dalam konteks nasional. Untukmenciptakan efektifitas dan efesiensi dalam advokasi DPD ini tentunyamensyaratkan dua langkah sebelumnya, peningkatan kompetensi baikkedalam (anggota DPD) dan keluar (penguatan kapasitaskelembagaan).

Advokasi macam apa dan seperti apa yang dapat dilakukan olehDPD? Pertanyaan inilah yang harus kita sepakati kerangka berpikirr,ya.Kita harus menemukan bentuk advokasi yang justru membuka peluangbagi daerah untuk mendefinisikan tentang dirinya dan definisinasionalismenya menurut konstruksi nalar daerah. DPD adalah sebuahruang join session antar daerah, dalam ruang inilah kepentingan antardaerah dapat saling dipertemukan dengan sejajar. Kesejajaran inisecara secara arbitrer dapat kita dekatkan dengan konsep komunikasitanpa distorsi yang pernah di ungkap Habermas. Meski kritik Habermassebenarnya berangkat dari kritik terhadap rasionalitas, namun analogikesejajaran posisi menjadi penting dalam sebuah komunikasi, dandisanalah sebenarnya DPD memiliki kesempatan untuk dapatmelakukannya.

Logika ini mengandaikan totalitas fungsi DPD sebagai ruangsinergi kepentingan antar daerah dan juga ruang konflik antar daerah.Antar daerah tentu memiliki kepentingan yang berbeda satu denganyang lain, maka harus dicari sinergi antar kebijakan itu. Segalapertimbangan yang terkait dengan kebijakan daerah seharusnya dapatdiolah didalam lembaga ini, sehingga konflik terisolasi dalam ruangini dan tidak keluar kejalanan. Justru kemudian kesepakatan dalamruang ini yang seharusnya menjadi kontrol dari kebijakan di levelnasional, sehingga tercipta kendali desentralisir yang bisa terbentukdalam sebuah forum lintas daerah (trans local). Singkabrya, DPD adalahsebuah ruang identifikasi persoalan daerah, mempertarungkannya,mensinergikan sehingga tercipta koordinasi kebijakan antar daerah.

DPD yang kemudian menjadi jembatan kepenti.g* jika terjadikebijakan yang saling menegasikan kepentingan daerah satu denganyang lain. Contoh yang paling sederhana adalah kebijakan tata kotaantara Jakarta, Bogor dan Bandung. Bencana banjir di ]akartamisalnya, tidak hanya selesai dengan kebijakan tatakota di |akarta saja.Karena air tidak memiliki nalar administratif, maka kebijakan ini tidakbisa ditangani hanya dalam pembagian administratif geografis saja.

409

Page 20: Amandemen Konstitusi untuk Mengelola Kebhinnekaan

furnal IImu Sosial B IIma Politih Vol.I0, No, B, Maret 2M7

Oleh karena itu perlu adanya sebuah rangkaian kebijakan yang selaras,disinilah sebenamya DPD dapat melakukan peran advokasinya. Secarapolitis ini harus menjadi concern dari anggota DPD.

Kesepakatan dalam DPD j.rga harus menjadi sandaran utamarelasi antar daerah yang kemudian mengkonstruksi relasinya denganpusat. Dalam kebijakan transportasi misalnya, perlu ada konsep nalarbaru yang merujuk pada kepentingan daerah. falur transportasi udaraantar daerah yang selama ini harus mampir ke Jakarta, mengandaikanpusat sebagai simpul utama relasi daerah, justru t-idak efisien bagikepentingan daerah. Kepentingan daerah justru terabaikan dengankebijakan ini, yang menciptakan pemborosan dan inefesiensi. Artinyakemudian, ]akarta menjadi penyaring kegiatan ekonomi dan politiksehingga economic capital dan political capital mengumpul disana, danjuga sekaligus akumulasi pembusukannya.

Begitu juga dengan kebijakan investasi, bisa dibayangkan jikainvestasi benar-benar diserahkan pada mekanisme pasar. Dalam logikaPasar, seorang pemodal tentunya akan menanamkan investasinyadidaerah yang sudah siap, yang tentu saja hanya dimiliki daerah maju.Nah, apakah daerah yang tertinggal dilarang untuk maju? Jika tidak,maka disinilah peran DPD untuk mengambil alih peran advokasiryu.DPD dapat membangung jaringan (networking) dengan daerah lainatau dengan para pemodal yang siap melakukan investasi. Network-ing antar daerah wisata misalnya, harus terbangun kerjasama yangkuat sehingga terbangun sinergi kebijakan antar daerah wisata yangjustru mengunfungkan daerahnya.

Dengan peran advokashy", maka DPD justru dapat membalikrasa sok tahu pusat dan juga kesewenangannya yang merugikan daerah.Dalam advokasinya, DPD secara kelembagaan harus mampumenyediakan sebuah referensi yang kuat sebagai acu€u:r rujukan agendakebijakan dalam skala nasional. |ika DPD mampu mendamaikankepentingan daerah secara politis, dengan memfokuskan diri unfukmencari kesepakatan politis antar beragam kepentingan daerah, makaDPD telah menjalankan perannya secara maksimal. Jika secarasosiologis kepentingan daerah sudah dapat didamaikan, makapekerjaaan administratif dengan mudah dapat diserahkan kepadapemerintah dalam penjabaran kerja di Departemen Dalam Negeri. Jadi,

410

Page 21: Amandemen Konstitusi untuk Mengelola Kebhinnekaan

puno o S anto so, Amandnnen Konstittrsi unfuk Mangelola Kebhinnekaan Indonesia

kerja administratif adalah soal peniabaran yang disandarkan Padanalar kesepakatan bersama kepentingan antar daerah.

Dengan berjalannya Proses advokasi oleh lembaga DPD, maka

tidak bisatibantah lagi kehadiran dan manfaat yang dibuktikan oleh

lembaga ini. Bahkan boleh jadi suatu saat DPD menjadi lembaga IanSlebih plpuler dimata rakyat ditengah ke-mandeg-an Peran partai politik.

Sekali ligi, hal-hal tersebut di atas hanya bisa terwujud kalau kitameyakini-bahwa Bhinnetu Tunggal Ika masih bisa dijadikan Pegangandaiam menjalankan pemerintahan. Keragaman daerah justr" !i:umenjadi kekuatan pengikat sekiranya semanga t Bhinneka Tunggal lkn

bisa menggantikan praktek kemahakuasaan ]akarta atas nama

kepentingl. trurional. Spirit nasionalisme tidak lagi bersandar Pldahegemoni pusat. Tafsir Nasionalisme justru terbentuk dari konstruksi

peiraknuut du"rah terhadap pentingnya kehadiran negara, bukantafsir yang berangkat dari atas ke bawah.

4. Amandemen Konstitusi

Muara dari perjuangan DPD adalah memperjuangkan secara

teknis untuk melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Langkahkeempat ini akan menjadi sebuah langkah yang mudah, merubah kata

dan kalimat dalam pasal, menambahi dan mengurangi pasal dalamUUD bukan hal yang sulit ketika substansi sudah terjalankan.Kehadiran DPD dan fungsi-fungsiryu menjadi sangat strategis, dimanamampu mengisi ruang kosong yang selama ini tidak terwakili oleh fungsipartai (DPR). Sekali lagt, jika persoalan yang selama ini diperdebatkanhanya berkutat tentang kata demi kata dalam amandemen pasal UUDdan melalaikan substansi, maka justru DPD tidak pernah bisamembuktikan relevansi kehadirannya. Justru yang terpenting adalahproses politik untuk penguatan kelembagaan dalam menjalankanfungsinya yang menjadi pembicaraan serius, dan justifikasiamandemen akan menyempurnakan tugas yang diembannya.

D. Penutup

Apa yang diresahkan oleh DPD terkait kewenangannya, tidakcukup hanya diselesaikan dengan membuat payung konstitusi. Adaproses-proses politik yang harus dilewati untuk mematangkan DPDsebagai lembaga tings negara yang menjadi representasi kepentingan

4tt

Page 22: Amandemen Konstitusi untuk Mengelola Kebhinnekaan

lurnal llmu Sosial & Ilmu Politik,Vol IL,No.3, Maret 2007

daerah. Keterbatasan yang diberikan dalam amandemen UUD l94Smembutuhkan pembuktian terbalik, bukan sekedar tuntutanperubahan pasal untuk menciptakan strong bicameralism dalam sistemkenegaraan kita. Pengakuan konstitusi karena dibutuhkan kehadiranyamenjadi lebih relevan daripada kehadiran dimunculkan karenatercantum dalam konstifusi. Dengan kata lain, substansi yang menjadidasar capaian lebih penting daripada proses proseduralnya.

ladi, jika kita sepakat untuk menjadikan DpD sebagai forumkoordinasi antar daerah unfuk tetap menjadi Indonesia, maka prosespenguatan kompetensi kedalam dan keluar yang diiringi denganPenanaman nalar Bhineka Tunggal lka mutlak diperlukan. KesadaranDPD untuk meletakkan dirinya sebagai ruang konsolidasi kepentinganantar daerah mengharuskan lembaga ini uirtuk siap menlaai t.rir,gProses politik untuk menjadi pijakan kebijakan Nasional. Jikalau mimpi-mimpi itu ingin tercapai, tidak ada kata lain selain memberikankewenangan yang lebih besar terhadap DPD. Yang artinya tidak adakeraguan lagi terhadap kehadiran lembaga ini dalam mencapai fungsidan tujuan yang dibebankan kepadanya., sehingga yang perludilakukan adalah amandemen terhadap UUD 1945 terkait denganfungsi dan kewenangan DPD. :t**'t*

Daftar Pustaka

Bordieu, Pierre. (1987). outline of a Theory of Practice. New York: Cam-bridge University Press.

Gie, The Liang. (1,994). Pertumbuhan pemerintahan daerah di negaraRepublik Indonesia. Yogyakarta: Liberty.

March. ]ames G. & Johan P. Olsen (1989). Rediscoaering Institutions, theorganizational basis of politics. New York: The Free Press.

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Perubahan KesatuUndang-Undang Dasar 1945, sumber http:/ /www.kpid-j abar. go .id / amandemen4_uud4S. p df

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Lrdonesia, Perubahan KeduaUndang-Undang Dasar L945, sumber http: / /www.kpid-j abar. go.id / amandemen4_uud4S.pdf

4t2

Page 23: Amandemen Konstitusi untuk Mengelola Kebhinnekaan

Puntto santoso,AmandemenKonstihrsiuntukMengelolaKebhinnekaanlndonesia

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, perubahan KetigaUndang-Ilndang Dasir lg[5, sumber http,i i***.kpid-jabar. go .id / amandemen4_uud4S. pdfMajelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indones ia, perubahan

Keempat Llndang-IJndang oaiar 1_g4s, sumber http: / /w w w. kp i d -j a b a r . go .id / a'na nd e m en4_u u da 5 . p d fDPD dan Presiden 2004, Jurusan IlmuIlmu Sosial dan politik, UGM.

Pratikno, (2009). Sistem pemilihanPemerintahan, FakultasYogyakarta.

413

Page 24: Amandemen Konstitusi untuk Mengelola Kebhinnekaan

lurnal llmu Sosial fi llmu Politik, Vol.IL,No. J, Maret 2007

4t4