Alternatif Teknik Konservasi Tanah untuk Pertanaman Kubis...

14
427 Alternatif Teknik Konservasi Tanah untuk Pertanaman Kubis Di Dataran Tinggi Kerinci Umi Haryati, Dedy Erfandi, dan Yoyo Soelaeman Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16114 Abstrak. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang penting bagi pertumbuhan ekonomi dan sebagai salah satu sumber pendapatan petani untuk mendukung ketahanan pangan. Usahatani kubis banyak dilakukan di lahan kering dataran tinggi. Pengolahan tanah di lahan berlereng di dataran tinggi di daerah aliran sungai bagian hulu tanpa menerapkan teknik konservasi tanah yang tepat menyebabkan berbagai risiko yang membahayakan agroeupun off-site. Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi dan tanah KTA-4 memberikan perkembangan diameter tanaman terbaik. Teknik konservasi TKA-3 memberikan hasil tanaman tertinggi (32 t ha -1 ) diikuti oleh TKA-1 (31 t ha -1 ), TKA-2 (29 t.ha -1 ) dan TKA-4 memberikan hasil yang paling rendah (26 t ha -1 ). Semua teknik konservasi tanah yang diintroduksikan (KTA-2, KTA-3 dan KTA-4) telah dapat menurunkan erosi sampai erosi yang dapat diperbolehkan ( tolerable soil loss) yaitu 13,46 t/ha/th. Teknik petani (KTA-1) masih menimbulkan erosi diatas laju erosi yang dapat diperbolehkan. Teknik konservasi KTA-2, KTA-3 dan KTA-4 dapat dijadikan alternatif teknik konservasi tanah untuk pertanaman kubis di dataran tinggi. Kata kunci: Teknik konservasi tanah, kubis, hasil tanaman, erosi PENDAHULUAN Kawasan hortikultura di dataran tinggi umumnya terletak di bagian hulu daerah aliran sungai (DAS). Sekitar 46% wilayahnya berbukit hingga bergunung dengan lereng lebih dari 15% yang sangat rentan terhadap bahaya erosi. Lahan dengan lereng demikian umumnya tersebar di dataran tinggi dengan ketinggian 700 m di atas permukaan laut (dpl) (Hidayat dan Mulyani, 2005). Lahan di kawasan ini sangat penting sebagai penghasil berbagai komoditas pertanian terutama sayur-sayuran dan lain-lain, selain berfungsi juga sebagai kawasan lindung. Kawasan hortikultura di dataran tinggi umumnya didominasi oleh tanah Andisols yang peka terhadap erosi. Meskipun demikian, sebagian besar petani sayuran belum menerapkan teknologi konservasi tanah. Rendahnya adopsi teknologi konservasi tanah pada usahatani sayuran dataran tinggi disebabkan oleh berbagai alasan, seperti kekhawatiran akan terganggunya drainase tanah, karena tanah selalu lembab yang akan mengganggu pertumbuhan tanaman (Suganda et al. 1999), pengerjaannya sangat berat dan memerlukan waktu lama (Undang Kurnia, 2000), serta mengurangi populasi tanaman (Haryati et al. 2000). Salah satu bukti bahwa petani sayuran di dataran tinggi belum menerapkan teknik konservasi tanah dengan baik dan menyebabkan kerusakan lahan 38

Transcript of Alternatif Teknik Konservasi Tanah untuk Pertanaman Kubis...

427

Alternatif Teknik Konservasi Tanah untuk Pertanaman Kubis Di Dataran Tinggi Kerinci

Umi Haryati, Dedy Erfandi, dan Yoyo Soelaeman

Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16114

Abstrak. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang penting bagi pertumbuhan

ekonomi dan sebagai salah satu sumber pendapatan petani untuk mendukung ketahanan

pangan. Usahatani kubis banyak dilakukan di lahan kering dataran tinggi. Pengolahan

tanah di lahan berlereng di dataran tinggi di daerah aliran sungai bagian hulu tanpa

menerapkan teknik konservasi tanah yang tepat menyebabkan berbagai risiko yang

membahayakan agroeupun off-site. Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi dan tanah

KTA-4 memberikan perkembangan diameter tanaman terbaik. Teknik konservasi TKA-3

memberikan hasil tanaman tertinggi (32 t ha-1

) diikuti oleh TKA-1 (31 t ha-1

), TKA-2 (29

t.ha-1

) dan TKA-4 memberikan hasil yang paling rendah (26 t ha-1

). Semua teknik

konservasi tanah yang diintroduksikan (KTA-2, KTA-3 dan KTA-4) telah dapat

menurunkan erosi sampai erosi yang dapat diperbolehkan (tolerable soil loss) yaitu 13,46

t/ha/th. Teknik petani (KTA-1) masih menimbulkan erosi diatas laju erosi yang dapat

diperbolehkan. Teknik konservasi KTA-2, KTA-3 dan KTA-4 dapat dijadikan alternatif

teknik konservasi tanah untuk pertanaman kubis di dataran tinggi.

Kata kunci: Teknik konservasi tanah, kubis, hasil tanaman, erosi

PENDAHULUAN

Kawasan hortikultura di dataran tinggi umumnya terletak di bagian hulu daerah aliran

sungai (DAS). Sekitar 46% wilayahnya berbukit hingga bergunung dengan lereng lebih

dari 15% yang sangat rentan terhadap bahaya erosi. Lahan dengan lereng demikian

umumnya tersebar di dataran tinggi dengan ketinggian 700 m di atas permukaan laut

(dpl) (Hidayat dan Mulyani, 2005). Lahan di kawasan ini sangat penting sebagai

penghasil berbagai komoditas pertanian terutama sayur-sayuran dan lain-lain, selain

berfungsi juga sebagai kawasan lindung.

Kawasan hortikultura di dataran tinggi umumnya didominasi oleh tanah Andisols

yang peka terhadap erosi. Meskipun demikian, sebagian besar petani sayuran belum

menerapkan teknologi konservasi tanah. Rendahnya adopsi teknologi konservasi tanah

pada usahatani sayuran dataran tinggi disebabkan oleh berbagai alasan, seperti

kekhawatiran akan terganggunya drainase tanah, karena tanah selalu lembab yang akan

mengganggu pertumbuhan tanaman (Suganda et al. 1999), pengerjaannya sangat berat

dan memerlukan waktu lama (Undang Kurnia, 2000), serta mengurangi populasi tanaman

(Haryati et al. 2000). Salah satu bukti bahwa petani sayuran di dataran tinggi belum

menerapkan teknik konservasi tanah dengan baik dan menyebabkan kerusakan lahan

38

Umi Haryati et al.

428

adalah tingginya kandungan lumpur pada beberapa anak sungai di DAS Serayu hulu

(Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengairan, 1995).

Penerapan teknologi budidaya hortikultura sangat intensif dan bervariasi. Pupuk

dan pestisida diberikan dalam dosis tinggi, tanpa disertai penerapan teknologi konservasi

tanah yang memadai. Praktek pemupukan di tingkat petani sayuran sangat bervariasi,

mulai dari input rendah sampai input sangat tinggi. Untuk sistem dengan input tinggi,

pupuk N diberikan sampai lebih dari 500 kg urea ha-1

. Pupuk kandang adalah sumber lain

dari unsur N dan unsur lainnya yang diberikan dalam jumlah tinggi, bisa lebih dari 50 t ha-

1. Seringkali suatu jenis unsur hara diberikan secara berlebihan, namun unsur lainnya

diberikan kurang dari yang semestinya, sehingga efisiensi penggunaanya menjadi rendah.

Praktek budidaya seperti ini dapat menurunkan produktivitas tanah karena banyak unsur

hara dan bahan organik tanah hilang melalui sedimen yang terangkut aliran permukaan,

pencemaran tanah, air dan lingkungan dan banjir akibat meningkatnya volume aliran

permukaan di dalam badan air/sungai di bagian hilir.

Selain itu, kadar C-organik tanah pada sebagian besar kawasan hortikultura

tergolong rendah, sehingga dengan terjadinya erosi, kadar C-organik tanah menjadi

semakin rendah menyebabkan kualitas tanah dan efisiensi pemupukan menurun. Hal ini

disebabkan karena belum cukup tersedianya sistem pengelolaan lahan yang dapat

mengendalikan kehilangan tanah dan hara. Dengan demikian, pengendalian erosi dalam

sistem usahatani konservasi berbasis sayuran di dataran tinggi sangat diperlukan.

Teknologi konservasi tanah, selain mampu mencegah tanah yang tererosi dan hara yang

hilang, diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pemupukan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan mencari alternatif teknik

konservasi tanah dalam pengendalian erosi dan hara yang hilang dalam sedimen untuk

pertanaman kubis pada budidaya sayuran dataran tinggi.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan pada lahan petani di Desa Talun Berasap, Kecamatan Gunung

Tujuh, Kabupaten Kerinci, Jambi pada musim tanam (MT) 2011. Penelitian menggunakan

rancangan acak kelompok (RAK), 3 ulangan dengan perlakuan sebagai berikut: (1)

kontrol, yaitu praktek budidaya yang umum dilakukan petani di daerah setempat yaitu

bedengan atau barisan tanaman searah lereng (KTA-1), (2) bedengan searah lereng, setiap

5 meter dipotong teras gulud (KTA-2), (3) bedengan searah lereng, setiap 5 meter

dipotong teras gulud + rorak yang dibuat pada saluran pembuang air (SPA) di samping

teras gulud, (KTA-3) dan (4) bedengan searah kontur (KTA-4). Lahan mempunyai

kemiringan 15, 18 dan 27% masing –masing pada ulangan I, II dan III.

Alternatif Teknik Konservasi Tanah untuk Pertanaman Kubis

429

Plot percobaan berukuran lebar 3 m dan panjang 20 m dengan tanaman indikator

kubis varietas Green Master Pada setiap perlakuan dibuat lubang tanam dengan jarak

50x60 cm dengan kedalaman 5 cm. Lubang tanam pada perlakuan KTA-1 dan KTA-2

dibuat searah lereng tetapi setiap 5 m panjang barisan tanaman/panjang lereng pada

perlakuan KTA-2 dibuat teras gulud yang memotong lereng dengan tinggi guludan 20–30

cm, lebar guludan 20-30 cm. Lubang tanam pada perlakuan KTA-3 dan KTA-4 dibuat

memotong lereng/searah kontur.

Pupuk kandang yang sudah masak dengan dosis 10 t ha-1

diberikan dan diletakkan

pada lubang tanaman dan dicampur merata menggunakan cangkul. Pupuk kandang pada

lubang tanaman diinkubasikan di lapangan minimal 1 minggu sebelum tanam. Benih

kubis pada perlakuan KTA-1 dan KTA-2 ditanam searah lereng dengan jarak tanam

50x60 cm, barisan tanaman pada perlakuan KTA-3 dan KTA-4 disusun memotong

lereng/searah kontur. Guludan pada perlakuan KTA-2 dan KTA-3 ditanami dengan

kacang merah atau tanaman lain yang tersedia di lokasi setempat.

Pemupukan tanaman kubis pada semua perlakuan (termasuk kontrol= budidaya

petani) menggunakan dosis 180 kg N ha-1

, 105 kg P2O5 ha-1

dan 60 kg K2O ha-1

(teknologi

Introduksi) yang setara dengan 200 kg urea ha-1

, 150 kg SP-36 ha-1

dan 100 kg KCl ha-1

.

Petak perlakuan dilengkapi dengan bak penampung aliran permukaan dan erosi.

Penelitian dilengkapi dengan sebuah alat penakar curah hujan yang dipasang di bagian

bawah areal percobaan. Variabel yang diamati adalah sifat fisik (BD, RPT, distribusi

ruang pori, PD, permeabilitas, tekstur, stabilitas agregat dan perkolasi) dan kimia tanah

(pH, bahan organik, P2O5 dan K2O, KTK, basa-basa dapat ditukar, KB, Al-dd dan H-dd)

sebelum dan sesudah percobaan; jumlah tanah yang tererosi; volume aliran permukaan;

serta pertumbuhan dan hasil tanaman. Pengamatan dilakukan secara kumulatif untuk

setiap musim tanam.

Data hasil pengamatan dianalisis ANOVA sesuai dengan rancangan percobaan

yang digunakan untuk masing-masing kegiatan dengan taraf kepercayaan 95% dan 99%

atau taraf nyata 1% dan 5%. Selain itu dilakukan uji lanjut dengan Duncan Multiple

Range Test ( DMRT) pada taraf 1% dan 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat fisik dan kimia tanah awal

Hasil analisis sifat fisik memperlihatkan bahwa tanah mempunyai BD rendah (< 0,70

g/cm3), partikel density (PD) 2,04–2,10 g/cm

3, ruang pori total (RPT) tinggi, pori drainase

cepat (PDC) dan pori air tersedia (AT) yang tinggi baik pada lapisan 0-20 cm maupun

pada 20-40 cm dari permukaan tanah. Selain itu mempunyai pori drainase lambat (PDL)

Umi Haryati et al.

430

rendah, permeabilitas agak cepat, indeks stabilitas sangat baik pada lapisan atas (0-20 cm)

maupun pada lapisan bawah (20-40 cm). Tanah mempunyai laju perkolasi yang sangat

cepat baik pada lapisan atas maupun pada lapisan bawah. Tanah bertekstur lempung baik

pada lapisan atas maupun pada lapisan bawah (Tabel 1).

Tabel 1. Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

Tujuh, Kab. Kerinci, Provinsi Jambi

Sifat fisik tanah Kedalaman tanah/Kategori

(0-20)cm Kategori (20-40)cm Kategori

Kadar air (% vol) 49,40 52,51

BD (g/cm3) 0,64 rendah 0,63 rendah

PD (g/cm3) 2,04 2,10

Ruang pori total (RPT) (% vol) 68,70 tinggi 71,40 tinggi

Pori drainase (% vol)

Cepat (PDC) 19,88 tinggi 20,91 tinggi

Lambat (PCL) 5,76 rendah 5,62 rendah

Pori air tersedia (% vol) 24,15 sangat tinggi 24,75 sangat tinggi

Permeabilitas (cm/jam) 5,22 sedang 6,43 sedang

Tekstur

Pasir (%) 47,11

lempung

49,30

lempung

Debu (%) 44,33 43,57

Liat (%) 8,57 7,11

Kestabilan Agregat

% Agregat 46,47 47,72

Indeks (IKA) 96,60 sangat baik 85,18 sangat baik

Perkolasi (cm/jam) 63,80 sangat cepat 75,24 sangat cepat

Secara umum, tanah di lokasi penelitian mempunyai sifat fisik tanah yang cukup

bagus dalam menunjang pertumbuhan tanaman. Tanah mempunyai BD < 0,80 g/cm3 (0,64

g/cm3) yang mengindikasikan bahwa tanah di lokasi penelitian mempunyai sifat andik,

sehingga tanah kemungkinan besar termasuk Ordo Andisols. Hal ini juga dibuktikan

dengan nilai partikel density < 2,6 g/cm3 (nilai yang biasa dipunyai oleh tanah mineral).

Fakta tersebut mengindikasikan bahwa tanah ini juga mempunyai kerapatan jenis jarah

yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah mineral pada umumnya.

BD yang rendah mengakibatkan RPT yang tinggi (68 s/d 71% vol) dengan PDC

yang tinggi (20% vol.) dan PDL yang rendah (6% vol.). Selain mempunyai RPT yang

tinggi, tanah ini juga mempunyai pori air tersedia (AT) sangat tinggi (24% vol.). Dengan

demikian, pori air tersedia menempati kurang lebih dari 30% RPT. Hal ini bagus untuk

mendukung pertumbuhan tanaman sehingga tanaman tidak kekurangan air dan atau

oksigen karena distribusi ruang pori lebih banyak didominasi oleh ukuran pori yang

menguntungkan bagi tanaman (pori air tersedia).

Stabilitas agregat tanah berkontribusi terhadap distribusi ruang pori yang seimbang

dalam tanah. Tingginya RPT, PDC dan AT mengindikasikan adanya agregasi yang baik

Alternatif Teknik Konservasi Tanah untuk Pertanaman Kubis

431

dalam tanah. Dan hal ini dicerminkan oleh adanya persentase agregat dan nilai indeks

stabilitas agregat yang tergolong sangat stabil. Tanah di lokasi penelitian mempunyai

tekstur lempung yang berarti terdapat susunan yang relatif seimbang diantara partikel-

partikel tanah primer. Hal ini juga menguntungkan tanaman, sehingga akar tanaman dapat

lebih penetrasi ke lapisan tanah yang lebih dalam yang selanjutnya akar tanaman lebih

mudah mengekstrak air dan atau unsur hara dari dalam tanah untuk mendukung

pertumbuhannya.

Sifat fisik tanah di lokasi penelitian yang harus diwaspadai adalah laju perkolasi

atau kemampuan melalukan air ke lapisan yang lebih dalam di dalam profil tanah yang

sangat cepat dan tinggi, sehingga akan terjadi pencucian hara apabila air di dalam tanah

melebihi kapasitas lapang.

Tanah mempunyai pH masam, kandungan bahan organik yang sangat tinggi, C/N

ratio rendah, kandungan P2O5 (ekstrak HCl 25%) sangat tinggi dan K2O (ekstrak HCl

25%) rendah sampai sangat rendah, P tersedia sedang pada lapisan atas dan sangat rendah

pada lapisan bawah, KTK dan KB tergolong sedang baik pada lapisan atas maupun pada

lapisan bawah, serta Al-dd yang sangat rendah (Tabel 2).

Tabel 2. Sifat kimia tanah awal lokasi penelitian di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

Tujuh, Kab. Kerinci, Provinsi Jambi

Sifat kimia (0-20) cm Kriteria (20-40) cm Kriteria

pH

H2O 5,14 masam 5,49 agak masam

KCl 4,83 5,14

Bahan Organik

C (%) 5,12 sangat tinggi 3,50 tinggi

N (%) 0,69 tinggi 0,47 sedang

C/N 7,54 rendah 7,75 rendah

Ekst. HCl 25 %

P2O5 (mg kg-1) 1501,77 sangat tinggi 494,99 sangat tinggi

K2O (mg kg-1) 101,65 rendah 85,22 sangat rendah

Bray 1

P2O5 (mg kg-1) 9,49 sedang 3,19 sangat rendah

Basa2-dd

Ca-dd (cmol+ kg-1) 0,17 sangat rendah 0,13 sangat rendah

Mg-dd cmol+ kg-1) 6,57 tinggi 5,06 tinggi

K-dd (cmol+ kg-1) 0,53 sedang 0,44 sedang

Na-dd (cmol+ kg-1) 0,05 sangat rendah 0,13 rendah

Jumlah 7,33 5,77

KTK (cmol+ kg-1) 21,90 sedang 19,31 sedang

KB (%) 33,15 sedang 29,88 sedang

Ekst. HCl 1 M

Ad-dd (cmol+ kg-1) 0,16 sangat rendah 0,03 sangat rendah

H-dd(cmol+ kg-1) 0,11 0,09

Umi Haryati et al.

432

Tanah mempunyai sifat kimia yang cukup baik dalam menunjang pertumbuhan

tanaman karena mempunyai kandungan bahan organik yang sangat tinggi serta KTK yang

cukup baik. Adanya ketersediaan P yang sangat rendah sampai sedang dan P potensial

yang sangat tinggi, menyebabkan tanaman kurang dapat mengekstrak unsur P dari tanah.

Hal ini karena tanah andisol banyak mengandung unsur amorf (allofan) sehingga P terikat

pada allofan dan menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Untuk itu diperlukan teknologi

yang dapat merubah P potensial menjadi P tersedia bagi tanaman.

Pengaruh teknik konservasi tanah terhadap sifat fisik dan kimia tanah

Teknik konservasi tanah tidak berpengaruh terhadap hampir seluruh sifat fisik

tanah yang dianalisis kecuali indeks kemantapan agregat. Teknik konservasi tanah yang

diintroduksikan (KTA-2, KTA-3, KTA-4) memberikan indeks kemantapan agregat yang

lebih baik dibandingkan kontrol (praktek petani=KTA-1). KTA-2 memberikan indeks

kemantapan agregat yang paling baik diikuti oleh KTA-3 dan kemudian KTA-4. Praktek

petani (KTA-1) memberikan indeks kemantapan agregat yang paling rendah (Tabel 3).

Namun demikian, semua perlakuan mempunyai nilai indeks kemantapan agregat yang

termasuk kategori sangat stabil. Ini berarti ketiga teknik konservasi introduksi dapat

dijadikan alternatif teknik konservasi tanah dalam hubungannya dengan kemantapan

agregat. Pemilihan teknik konservasi selanjutnya tergantung dari preferensi petani

terhadap teknik konservasi tersebut.

Tabel 3. Pengaruh teknik konservasi tanah terhadap sifat fisik tanah pada pertanaman

kubis di di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung Tujuh, Kab. Kerinci, Jambi

Sifat fisik tanah Teknik konservasi tanah

KTA-1 KTA-2 KTA-3 KTA-4

BD (g cm-3) 0,6 a 0,7 a 0,6 a 0,7 a

PD (g cm-3) 1,8 a 1,9 a 1,8 a 1,9 a

Ruang pori total (% vol) 65,6 a 65,4 a 64,9 a 65,1 a

Kadar air

(% vol)

pF1 53,4 a 53,5 a 57,9 a 53,7 a

pF 2 43,5 a 45,5 a 44,2 a 44,1 a

pF2.54 38,4 a 39,8 a 38,7 a 38,7 a

pF 4.2 17,7 a

17,8 a

18,8 a

19,5 a

Pori Drainase (%

vol)

Cepat 22,1 a 19,9 a 20,7 a 21,1 a

Lambat 5,1 a 5,7 a 5,5 a 5,4 a

Air tersedia (% vol) 20,7 a 22,0 a 19,9 a 19,2 a

Permeabilitas (cm jam-1) 19,7 a 20,6 a 19,1 a 14,9 a

Agregat (%) 49,5 a 46,9 a 46,1 a 47,2 a

Indeks Kemantapan Agregat 84,8 d 106,8 b 112,6 a 94,0 c

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT, KTA-1 = kontrol (praktek petani); KTA-2 = kontrol diperbaiki, dipotong gulud setiap 5m; KTA-3 = KTA-2 ditambah rorak, KTA-4 = tanaman/bedengan searah kontur

Alternatif Teknik Konservasi Tanah untuk Pertanaman Kubis

433

Pengaruh teknik konservasi tanah terhadap sifat kimia tanah terlihat berbeda.

Teknik konservasi tanah tidak berpengaruh terhadap pH, bahan organik (C, N, C/N), P2O5

(ekstrak HCl 25 %) dan K-dd. Teknik konservasi tanah berpengaruh terhadap Ca-dd, Mg-

dd, Na-dd, KTK dan KB. Namun pengaruh teknik konservasi tanah terhadap Ca-dd, Mg-

dd, Na-dd, KTK dan KB tersebut terlihat tidak konsisten. Teknik konservasi tanah (KTA-

2 dan KTA-4) meningkatkan Ca-dd, Mg-dd, KTK dan KB, sedangkan pada perlakuan

KTA-3, nilai-nilai tersebut tidak berbeda dengan kontrol (KTA-1). Teknik konservasi

tanah menurunkan P2O5 (Bray I) dan Na-dd (Tabel 4).

Tabel 4. Pengaruh teknik konservasi tanah terhadap sifat kimia tanah pada pertanaman

kubis di di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung Tujuh, Kab. Kerinci, Jambi

Sifat kimia tanah Teknik konservasi tanah

KTA-1 KTA-2 KTA-3 KTA-4

pH

H2O 4,77 a 4,77 a 4,80 a 4,93 a

KCl 4,66 a 4,71 a 4,69 a 4,75 a

Bahan Organik

C (%) 5,94 a 5,89 a 6,11 a 5,91 a

N (%) 0,73 a 0,76 a 0,74 a 0,75 a

C/N 8,33 a 7,67 a 8,00 a 8,00 a

Bray I (P2O5) (mg kg-1) 29,27 a 24,65 b 21,02 c 22,39 bc

Eks HCl 25 % (mg/100 g)

P2O5 207,67 a 203,67 a 214,00 a 219,67 a

K2O 17,67 a 19,67a 22,33 a 21,33 a

Eks Am. asetat

K (cmol+ kg-1) 0,21 a 0,27 a 0,30 a 0,24 a

Ca (cmol+ kg-1) 6,30 b 8,78 a 7,12 b 8,99 a

Mg (cmol+ kg-1) 0,74 b 0,95 a 0,70 b 0,93 a

Na (cmol+ kg-1) 0,33 a 0,19 b 0,15 b 0,12 b

Jumlah (cmol+ kg-1) 7,58 b 10,19 a 8,28 b 10,29 a

KTK (cmol+ kg-1) 23,31b 26,02 a 24,17 ab 25,23 a

KB (%) 32,67 b 39,00 a 34,00 b 40,67 a

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada

taraf 0,05 DMRT, KTA-1 = kontrol (praktek petani); KTA-2 = kontrol diperbaiki,

dipotong gulud setiap 5m; KTA-3 = KTA-2 ditambah rorak, KTA-4 =

tanaman/bedengan searah kontur

Erosi dan aliran permukaan

Desa Talun Berasap, Kecamatan Gunung Tujuh, Kabupaten Kerinci terletak pada

ketinggian 1.400-1.500 m dpl. Kondisi lahan berbukit sampai bergunung, curah hujan

tinggi (> 2.500 mm/tahun) dan lereng curam (> 25%) sehingga sangat peka terhadap

bahaya erosi. Berdasarkan data hujan selama 11 tahun (1999-2009) menunjukkan bahwa

rata-rata curah hujan di Kabupaten Kerinci sebesar 157,22 mm bulan-1

dengan 13,16 hari

hujan dan rata-rata kelembaban udara sebesar 82,57 (Hartatik et al. 2010). Hasil analisis

Umi Haryati et al.

434

data curah hujan selama 11 tahun terakhir ini menunjukkan bahwa distribusi curah hujan

di di dataran tinggi Kabupaten Kerinci memiliki 2 puncak curah hujan (Bimodal), yaitu

pada bulan April (181,550 mm) dan bulan Desember (318,100 mm) dengan hari hujan

antara 9-17 hari/bulan.

Distribusi curah hujan sangat berhubungan erat dengan kejadian erosi dan aliran

permukaan. Besarnya erosi potensial dan aktual berpengaruh terhadap rancangan teknik

konservasi tanah yang harus diimplementasikan di suatu lokasi. Teknik konservasi tanah

yang diuji pada penelitian ini berpengaruh terhadap besarnya erosi dan aliran permukaan

yang terjadi (Tabel 5).

Tabel 5. Pengaruh teknik konservasi tanah terhadap erosi dan aliran permukaan (run-

off) di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung Tujuh, Kab. Kerinci, Jambi

Teknik konservasi Erosi (t ha-1) Run-off (m3/ha) Run-off (% CH)

KTA-1 14,7 a 1518,6 a 9,5 a

KTA-2 11,3 c 1219,6 c 7,7 b

KTA-3 10,9 c 1176,7 c 7,4 b

KTA-4 12,7 b 1411,1 b 8,9 a

Curah hujan (mm) 1591

Hari hujan (hari) 64

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada

taraf 0,05 DMRT; KTA-1 = kontrol (praktek petani), KTA-2 = kontrol diperbaiki,

dipotong gulud setiap 5m, KTA-3 = KTA-2 ditambah rorak, KTA-4 =

tanaman/bedengan searah kontur; pengukuran November 2011 s/d Maret 2012, TSL

metoda Thompson (1975 dalam Arsyad, 2000) = 13,46 t ha th-1.

Teknik konservasi tanah yang diuji nyata menurunkan erosi dan aliran permukaan.

Teknik konservasi KTA-3 menyebabkan erosi paling rendah dibandingkan teknik

konservasi lainnya. Hal ini disebabkan karena pada KTA-3 selain terdapat guludan, juga

dilengkapi dengan rorak yang dibuat sebelum guludan. Hal ini menyebabkan tanah

beserta aliran permukaan tertampung terlebih dahulu pada rorak, sehingga erosi dan aliran

permukaan lebih terkendali dibandingkan perlakuan lainya. Teknik konservasi KTA-2

nyata menurunkan erosi dibandingkan kontrol dan tidak berbeda dengan KTA-3. Teknik

konservasi KTA-2 merupakan praktek petani yang diperbaiki dengan menambahkan

gulud setiap 5m panjang lereng, sedangkan KTA-3 adalah KTA-2 ditambah rorak,

sehingga diperlukan waktu dan tenaga lebih banyak, namun menyebabkan erosi dan aliran

permukaan yang tidak berbeda secara statistik. Teknik konservasi KTA-4 nyata

menurunkan erosi dan aliran permukaan dibandingkan kontrol (KTA-1), namun

memberikan erosi dan aliran permukaan yang lebih tinggi dibandingkan KTA-2 dan

KTA-3. Persentase aliran permukaan terhadap hujan yang terjadi pada perlakuan KTA-4

tidak berbeda dibandingkan dengan kontrol (Tabel 5). Hal ini karena tanah mempunyai

Alternatif Teknik Konservasi Tanah untuk Pertanaman Kubis

435

sifat melalukan air (drainase cepat, permeabilitas dan perkolasi) yang tinggi sehingga

meskipun pada perlakuan KTA-4 barisan tanaman sejajar kontur, tidak berbeda dengan

kontrol dimana tanaman sejajar lereng.

Semua teknik konservasi yang diintroduksikan (KTA-2, KTA-3 dan KTA-4) telah

dapat menurunkan erosi dibawah batas erosi yang diperbolehkan (tolerable soil loss =

TSL). Selanjutnya dapat dilihat bahwa praktek petani (KTA-1) masih memberikan erosi

diatas TSL (Tabel 5). Hal ini mengindikasikan bahwa teknik konservasi KTA-2, KTA-3

dan KTA-4 dapat dijadikan alternatif teknik konservasi yang aman, sehingga usahatani

dengan menerapkan teknik tersebut lebih berkelanjuttan ditinjau dari segi kelestarian

lingkungan.

Undang Kurnia dan Suganda (1999) melaporkan bahwa pada umumnya petani

sayuran melakukan usahataninya pada bedengan atau guludan searah lereng, atau

bedengan/guludan tersebut dibuat pada bidang-bidang teras bangku yang telah lama ada

dengan arah searah lereng, pengolahan tanahnya pun dilakukan searah lereng. Penerapan

teknologi bedengan/guludan searah lereng mengakibatkan erosi yang terjadi masih cukup

tinggi, seperti pada Andisol Cipanas mencapai 61,3-65,1 t ha-1

(Suganda et al. 1999) dan

pada Inceptisol Campaka sebesar 32,9-43,4 t ha-1

(Erfandi et al. 2002).

Penelitian konservasi tanah pada usahatani sayuran di dataran tinggi masih sangat

terbatas. Hasil penelitian tersebut menunjukkan, bahwa teknik konservasi tanah untuk

menanggulangi erosi cukup positif. Suganda et al. (1997) dan Suganda et al. (1999)

membuktikan bahwa jumlah erosi pada bedengan searah kontur paling rendah, yaitu 10,7-

40,5 t ha-1

.tahun-1

pada Andisols dan 91,1 t ha-1

.tahun-1

pada Inceptisols. Pada Inceptisol

Campaka, besarnya erosi pada bedengan searah kontur sebesar 2,3-2,4 t ha-1

, jauh lebih

kecil dibandingkan dengan erosi pada bedengan searah lereng sepanjang 5 meter dipotong

teras gulud mencapai 10,6-15,0 t ha-1

(Erfandi et al. 2002). Sutapraja dan Asandhi (1998)

mendapatkan bahwa jumlah tanah tererosi pada guludan searah kontur adalah 32,06 t.ha-

1.tahun

-1, dua kali lebih kecil dibandingkan dengan guludan arah diagonal terhadap kontur

yaitu 68,63 t ha-1

.tahun-1

. Teknik bedengan searah kontur yang diperkuat dengan Vetiveria

zizanoides, Paspalum notatum atau Flemingia congesta pada Andisols Dieng dapat

menekan laju erosi dibandingkan dengan bedengan searah lereng atau bedengan 45o

terhadap kontur (Haryati et al. 2000), selain itu, bedengan searah lereng yang panjangnya

tidak lebih dari 4,5 m dan dilengkapi dengan teras gulud pada ujung bagian bawah

bedengan mampu menghambat aliran permukaan dan erosi. Penerapan teknologi

konservasi tanah telah terbukti mampu mengurangi jumlah erosi, sehingga mampu

menekan jumlah hara yang hilang (Suwardjo, 1981; Sinukaban, 1990; Undang Kurnia,

1996).

Umi Haryati et al.

436

Pertumbuhan tanaman

Keragaan pertumbuhan tanaman dalam hal tinggi tanaman secara statistik tidak

berbeda antar perlakuan teknik konservasi (Gambar 1). Perlakuan teknik konservasi

memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan diameter kanopi tanaman

(Gambar 2). Perlakuan KTA-4 (barisan/bedengan tanaman searah kontur) memberikan

pengaruh yang terbaik terhadap perkembangan diameter tanaman pada umur 10 dan 12

minggu setelah tanam. Pengaruh ini tidak berbeda dengan perlakuan KTA-3 (barisan

tanaman searah lereng, setiap 5 m panjang lereng dibuat gulud + rorak), tetapi berbeda

dengan perlakuan KTA-2 (barisan/bedengan tanaman searah lereng, dipotong gulud setiap

5 m panjang lereng) dan KTA-1 (cara petani, barisan tanaman searah lereng) (Gambar 2).

Gambar 1. Pengaruh teknik konservasi tanah

terhadap tinggi tanaman kubis di

Desa Talun Berasap, Kec. Gunung

Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

Gambar 2. Pengaruh teknik konservasi

tanah terhadap diameter kanopi

kubis di Desa Talun Berasap,

Kec. Gunung Tujuh, Kab

Kerinci, Jambi

Pada TKA-4, dimana kubis ditanam searah kontur, tanah dan kelembaban tanah,

serta input pertanian berupa pupuk lebih terkonservasi dan lebih dapat dimanfaatkan oleh

tanaman dibandingkan pada perlakuan TKA-1, dimana kubis ditanam searah lereng,

sehingga tanah dan pupuk akan mudah terbawa erosi dan aliran permukaan apabila terjadi

hujan. Hal ini menyebabkan tanaman kurang mendapat kesempatan untuk mengambil air

dan nutrisi yang diperlukannya. Ini mengakibatkan pertumbuhan tanaman yang paling

rendah dibandingkan perlakuan yang lain (Gambar 2).

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

2 4 6

Umur tanaman (MST)

Tin

gg

i ta

nam

an

(cm

)

KTA-1

KTA-2

KTA-3

KTA-4

a a a

a

a

aa

aa a

aa

13,5

14,0

14,5

15,0

15,5

16,0

16,5

17,0

17,5

8 10 12

umur tanaman (minggu)

dia

mete

r kan

op

i (c

m)

KTA-1

KTA-2

KTA-3

KTA-4a

bb

b

aba

a

bb

ab

bb

Alternatif Teknik Konservasi Tanah untuk Pertanaman Kubis

437

Hasil tanaman

Teknik konservasi tanah secara statistik tidak berpengaruh nyata terhadap populasi

tanaman saat panen, namun memberikan pengaruh yang berbeda terhadap hasil tanaman

(berat segar crop). Perlakuan KTA-3 memberikan hasil yang tertinggi, diikuti oleh KTA-

1, kemudian KTA-2 dan KTA-4 memberikan hasil tanaman yang paling rendah (Tabel 6).

Tabel 6. Pengaruh teknik konservasi terhadap populasi tanaman saat panen dan berat

segar crop kubis di Desa Talun Berasap, Kec. Gunung Tujuh, Kab Kerinci,

Jambi

Teknik

konservasi

Jumlah tanaman saat panen Berat crop Berat crop

(t plot-1) (t ha-1) (kg plot-1) (t ha-1)

KTA-1 88 14611 a 186,2 31,028 b

KTA-2 88 14722 a 174,8 29,139 c

KTA-3 87 14556 a 196,8 32,806 a

KTA-4 89 14778 a 156.3 26.056 d

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda untuk taraf 5 %

DMRT, KTA-1 = teknik konservasi petani, penanaman searah lereng, KTA-2 = teknik

petani, dipotong guludan setiap 5 m, KTA-3 = teknik petani, setiap 5 m dipotong

gulud dan rorak, KTA-4 = penanaman searah kontur, ukuran plot = 60 m2

Teknik konservasi tidak berpengaruh secara nyata terhadap populasi tanaman saat

panen, namun berpengaruh nyata terhadap hasil tanaman kubis (Tabel 6). Teknik

konservasi KTA-3 memberikan hasil tanaman yang paling tinggi dibandingkan perlakuan

lainnya, diikuti oleh perlakuan TKA-1, kemudian TKA-2 dan akhirnya TKA-4

memberikan hasil tanaman yang paling rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh adanya

penurunan populasi akibat perlakuan TKA-4 apabila diperhitungkan ke dalam satu ha.

Secara normal, populasi tanaman kubis pada perlakuan TKA-1 sampai dengan TKA-4

berturut-turut adalah 33333, 25000, 24000 dan 24000 tanaman/ha. Populasi tanaman pada

perlakuan KTA-3 dalam keadaan normal lebih rendah dari KTA-1 namun KTA-3

memberikan hasil tanaman yang paling tinggi. Ini berarti kualitas hasil tanaman pada

perlakuan KTA-3 paling bagus diantara perlakuan lainnya.

Penelitian lain menunjukkan bahwa hasil kubis dari bedengan searah kontur dan

bedengan 450 terhadap kontur yang diperkuat Vetivera zizanoides, Paspalum notatum atau

Flemingia congesta sebagai tanaman penguat teras tidak berbeda dengan hasil kubis dari

bedengan searah lereng (Haryati et al. 2000). Demikian juga penerapan bedengan searah

kontur atau bedengan searah lereng yang dilengkapi dengan guludan setiap 5 m tidak

menurunkan hasil sayuran kacang tanah, buncis dan kubis dibandingkan dengan praktek

Umi Haryati et al.

438

petani berupa bedengan searah lereng tanpa guludan di Cempaka, Cianjur (Erfandi et al.

2002).

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Tanah di Desa Talun Berasap, Kecamatan Gunung Tujuh, Kabupaten Kerinci,

Provinsi Jambi mempunyai tekstur lempung dan sifat fisik tanah yang cukup bagus

dalam menunjang pertumbuhan tanaman terlihat dari BD yang rendah 0,65 g/cm3,

RPT tinggi (67–72% vol.), PDC tinggi ( 20–21% vol.) dan PDL yang rendah (6%

vol.), pori air tersedia yang tinggi (24–25 % vol.) dan agregasi yang sangat baik.

2. Laju perkolasi atau kemampuan melalukan air yang sangat cepat dan tinggi di lokasi

(Desa Talun Berasap, Kecamatan Gunung Tujuh, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi

) perlu diwaspadai karena berpotensi untuk terjadi pencucian hara apabila air di

dalam tanah melebihi kapasitas lapang.

3. Tanah di lokasi penelitian (Desa Talun Berasap, Kecamatan Gunung Tujuh,

Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi) mempunyai pH masam, P potensial sangat tinggi

tetapi P tersedia rendah, K2O sangat rendah, KTK dan KB sedang serta Al-dd sangat

rendah sehingga diperlukan teknologi untuk merubah P potensial menjadi tersedia

bagi tanaman.

4. Teknik konservasi tanah berpengaruh terhadap indeks stabilitas agregat dan beberapa

sifat kimia tanah yaitu P potensial, basa-basa dapat ditukar, KTK serta KB.

5. Teknik konservasi tanah nyata menurunkan erosi dan aliran permukaan dibandingkan

kontrol (TKA-1= praktek petani) dan mampu menurunkan erosi sampai dibawah

erosi yang diperbolehkan (TSL= 13.46 t/ha/th).

6. Teknik konservasi TKA-3 memberikan hasil tanaman kubis tertinggi (32 t.ha-1

)

diikuti oleh TKA-1 (31 t.ha-1

), TKA-2 (29 t.ha-1

) dan TKA-4 memberikan hasil yang

paling rendah (26 t.ha-1

).

7. Teknik konservasi TKA-2 (barisan tanaman/bedengan searah lereng dipotong gulud

setiap 5 m panjang lereng), TKA-3 (TKA-2 ditambah rorak) dan TKA-4 (barisan

tanaman/bedengan searak kontur) dapat dijadikan alternatif teknik konservasi untuk

petanaman kubis di dataran tinggi.

Alternatif Teknik Konservasi Tanah untuk Pertanaman Kubis

439

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press.

Erfandi, D., Undang Kurnia dan O. Sopandi. 2002. Pengendalian erosi dan perubahan

sifat fisik tanah pada lahan sayuran berlereng. Hal. 277-286 dalam Prosiding

Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Pupuk. Buku II. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor, 2002.

Haryati, U., N. L. Nurida, H. Suganda dan Undang Kurnia. 2000. Pengaruh arah bedengan

dan tanaman penguat teras terhadap erosi dan hasil kubis (Brassica oleracea) di

dataran tinggi. Hal. 411-424 dalam Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya

Tanah, Iklim dan Pupuk. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Hartatik, W., Y. Soelaeman, M. D. Erfandi, E. Santosa, Irawan. 2010. Penelitian dan

Pengembangan Pengelolaan Lahan dan Pemupukan untuk Meningkatkan

Produktivitas Hortikultura > 20% Mendukung Pengembangan Kawasan

Hortikultura. Laporan Tahunan 2010. Balai Penelitian Tanah. Badan Litbang

Pertanian.

Hidayat, A dan A. Mulyani. 2005. Lahan Kering untuk Pertanian dalam Adimihardja dan

Mappaona (Eds). Teknologi Pengelolaan Lahan Kering. Menuju Pertanian

Produktif dan Ramah Lingkungan. Edisi Kedua. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengairan. 1995. Data Tahunan Debit Sungai

Wilayah Tengah (Jawa, Bali, Kalimantan). Buku II/Hi-1/1995. Departemen

Pekerjaan Umum, Jakarta.

Sinukaban, N. 1990. Pengaruh pengolahan tanah konservasi dan pemberian mulsa jerami

terhadap produksi tanaman pangan dan erosi hara. Pemberitaan Penelitian Tanah

dan Pupuk, (9): 32-38.

Suganda, H., M. S. Djunaedi, D. Santoso dan S. Sukmana. 1997. Pengaruh cara

pengendalian erosi terhadap aliran permukaan, tanah tererosi dan produksi sayuran

pada Andisols. Jurnal Tanah dan Iklim. (15):38-50.

Suganda, H., H. Kusnadi dan Undang Kurnia. 1999. Pengaruh arah barisan tanaman dan

bedengan dalam pengendalian erosi pada budidaya sayuran dataran tinggi. Jurnal

Tanah dan Iklim, (17):55-64.

Sutapraja, H. dan Asandhi. 1998. Pengaruh arah guludan, mulsa dan tumpangsari terhadap

pertumbuhan dan hasil kentang serta erosi di dataran tinggi Batur, Jurnal

Hortikultura, 8 (1):1.006-1.013

Suwardjo. 1981. Peranan Sisa-sisa Tanaman dalam Konservasi Tanah dan Air pada

Usahatani Tanaman Semusim. Disertasi Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian

Bogor.

Umi Haryati et al.

440

Undang Kurnia. 1996. Kajian Metode Rehabilitasi Lahan untuk Meningkatkan dan

Melestarikan Produktivitas Tanah. Disertasi Doktor Program Pascasarjana, Institut

Pertanian Bogor.

Undang Kurnia dan H. Suganda. 1999. Konservasi tanah dan air pada budidaya sayuran

dataran tinggi. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 18 (2): 68-74.

Undang Kurnia. 2000. Penerapan teknik konservasi tanah pada lahan usahatani dataran

tinggi. Hal 47-57 dalam A. Abdurachman et al. (eds.). Prosiding Lokakarya

Nasional Pembahasan Hasil Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Bogor,

2-3 September 1999. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.