Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk ... · PDF fileAlokasi Optimum...

23
Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu : Sumberdaya Ikan Demersal YUDI WAHYUDIN 1 , TRIDOYO KUSUMASTANTO 2 , dan MOCH. PRIHATNA SOBARI 3 1. Divisi Kebijakan Pembangunan dan Ekonomi PKSPL-IPB 2. Ketua Program Studi ESK-IPB, Kepala PKSPL-IPB, Guru Besar FPIK-IPB 3. Staf Pengajar FPIK-IPB Abstrak. Pada paper ini, fungsi pertumbuhan surplus produksi dan Pontryagin Maximum Principles digunakan sebagai pendekatan penilaian alokasi optimum. Model ini menggunakan komponen harga dan biaya input riil yang didekati dengan indeks harga konsumen. Parameter biologi, seperti r, q, dan K diestimasi dengan menggunakan model estimasi Walters-Hilbron (WH: 1976) dan CYP (1992). Model estimasi WH (1976) berbasis fungsi pertumbuhan Logistik, sedangkan CYP (1992) berbasis fungsi pertumbuhan Gompertz. Pemecahan analitik melalui program MAPLE 9.5 terhadap sumberdaya ikan demersal di sekitar Perairan Teluk Palabuhanratu dengan δ =4,04% menghasilkan nilai optimal biomass (x * ) sebesar 7.211,35 ton, optimal yield (h * ) sebesar 2.758,30 ton dan optimal effort (E * ) sebanyak 11.250 trip setingkat alat tangkap pancing. Nilai rente sumberdaya ikan demersal mencapai Rp 1.264,05 juta, sedangkan nilai rente over time-nya mencapai Rp 31.288,36 juta. Hasil perhitungan alokasi optimum sumberdaya ikan di perairan teluk ini menghasilkan banyaknya tangkapan optimal (quota) per trip yang dapat ditangkap oleh nelayan di sekitar perairan Teluk Palabuhanratu. Tangkapan optimal per trip setingkat pancing untuk menangkap ikan demersal pada tingkat diskon 4,04% adalah sebanyak 245,18 kilogram. Jumlah alat tangkap optimal berdasarkan analisis dinamik adalah sebanyak 38 unit alat setingkat pancing untuk menangkap ikan demersal. Konsekuensinya, diharapkan jumlah nelayan pancing optimal sebanyak 113 orang. Kata Kunci: Teluk Palabuhanratu, perikanan, tangkapan optimal, upaya optimal, tingkat diskon kontinyu tahunan, nilai rente, alokasi sumberdaya, alat tangkap optimal, nelayan optimal Abstact. In this paper, production surplus function and Pontryagin Maximum Principles were used as the approach for optimum allocation. Production surplus function and Pontryagin Maximum Principles were used as the approach for optimum allocation. Biological parameter, such as r, q, and K estimated with Walters-Hilbron (WH: 1976) and CYP (1992) estimator models. WH (1976) was basically using Logistic growth function, while CYP (1992) was basically using Gompertz growth function. Based on the analytical solution using MAPLE 9.5 for demersal at Palabuhanratu Bay with annual continues discount rate ( δ )=4,04%, per year optimal biomass (x * ) = 7.211,35 tonnes, optimal yield (h * ) = 2.758,30 tonnes and optimal effort (E * ) = 11.250 trip in hand line standard level. The demersal resources rent is estimated Rp 1.264,05 million, while its over time rent = Rp 31.288,36 million. Using annual continues discount rate of 4,04%, optimal harvest per trip as hand line standard level of effort is 245,18 kg. The number of optimal fishing gears based on the dynamic analytical model is arround 38 unit as hand line standard level. Consenquently, optimal number of hand line fishermen can be calculated to be 113 people, respectively. Key Words: Palabuhanratu Bay, fisheries, optimal harvest, optimal effort, annual continues discount rate, economic rent, resources allocation, optimal fishing gear, optimal fishermen 1. PENDAHULUAN Sukabumi merupakan kabupaten terluas yang ada di Pulau Jawa dengan panjang garis pantai mencapai 117 kilometer, memanjang dari Kecamatan Cisolok sampai Kecamatan Tegal Buleud. Wilayah Kabupaten Sukabumi secara astronomis berada pada posisi 6 0 57’–7 0 25’ Lintang Selatan dan 106 0 49’–107 0 00’ Bujur Timur, dengan batas-batas wilayah secara administratif di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor, Samudera Hindia di sebelah Selatan, Kabupaten Cianjur di sebelah Timur,

Transcript of Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk ... · PDF fileAlokasi Optimum...

Page 1: Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk ... · PDF fileAlokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu : Sumberdaya Ikan Demersal YUDI WAHYUDIN

Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu : Sumberdaya Ikan Demersal

YUDI WAHYUDIN 1, TRIDOYO KUSUMASTANTO 2, dan MOCH. PRIHATNA SOBARI 3

1. Divisi Kebijakan Pembangunan dan Ekonomi PKSPL-IPB 2. Ketua Program Studi ESK-IPB, Kepala PKSPL-IPB, Guru Besar FPIK-IPB 3. Staf Pengajar FPIK-IPB

Abstrak. Pada paper ini, fungsi pertumbuhan surplus produksi dan Pontryagin Maximum Principles digunakan sebagai pendekatan penilaian alokasi optimum. Model ini menggunakan komponen harga dan biaya input riil yang didekati dengan indeks harga konsumen. Parameter biologi, seperti r, q, dan K diestimasi dengan menggunakan model estimasi Walters-Hilbron (WH: 1976) dan CYP (1992). Model estimasi WH (1976) berbasis fungsi pertumbuhan Logistik, sedangkan CYP (1992) berbasis fungsi pertumbuhan Gompertz. Pemecahan analitik melalui program MAPLE 9.5 terhadap sumberdaya ikan demersal di sekitar Perairan Teluk Palabuhanratu dengan δ =4,04% menghasilkan nilai optimal biomass (x*) sebesar 7.211,35 ton, optimal yield (h*) sebesar 2.758,30 ton dan optimal effort (E*) sebanyak 11.250 trip setingkat alat tangkap pancing. Nilai rente sumberdaya ikan demersal mencapai Rp 1.264,05 juta, sedangkan nilai rente over time-nya mencapai Rp 31.288,36 juta. Hasil perhitungan alokasi optimum sumberdaya ikan di perairan teluk ini menghasilkan banyaknya tangkapan optimal (quota) per trip yang dapat ditangkap oleh nelayan di sekitar perairan Teluk Palabuhanratu. Tangkapan optimal per trip setingkat pancing untuk menangkap ikan demersal pada tingkat diskon 4,04% adalah sebanyak 245,18 kilogram. Jumlah alat tangkap optimal berdasarkan analisis dinamik adalah sebanyak 38 unit alat setingkat pancing untuk menangkap ikan demersal. Konsekuensinya, diharapkan jumlah nelayan pancing optimal sebanyak 113 orang.

Kata Kunci: Teluk Palabuhanratu, perikanan, tangkapan optimal, upaya optimal, tingkat diskon kontinyu tahunan, nilai rente, alokasi sumberdaya, alat tangkap optimal, nelayan optimal

Abstact. In this paper, production surplus function and Pontryagin Maximum Principles were used as the approach for optimum allocation. Production surplus function and Pontryagin Maximum Principles were used as the approach for optimum allocation. Biological parameter, such as r, q, and K estimated with Walters-Hilbron (WH: 1976) and CYP (1992) estimator models. WH (1976) was basically using Logistic growth function, while CYP (1992) was basically using Gompertz growth function. Based on the analytical solution using MAPLE 9.5 for demersal at Palabuhanratu Bay with annual continues discount rate (δ )=4,04%, per year optimal biomass (x*) = 7.211,35 tonnes, optimal yield (h*) = 2.758,30 tonnes and optimal effort (E*) = 11.250 trip in hand line standard level. The demersal resources rent is estimated Rp 1.264,05 million, while its over time rent = Rp 31.288,36 million. Using annual continues discount rate of 4,04%, optimal harvest per trip as hand line standard level of effort is 245,18 kg. The number of optimal fishing gears based on the dynamic analytical model is arround 38 unit as hand line standard level. Consenquently, optimal number of hand line fishermen can be calculated to be 113 people, respectively.

Key Words: Palabuhanratu Bay, fisheries, optimal harvest, optimal effort, annual continues discount rate, economic rent, resources allocation, optimal fishing gear, optimal fishermen

1. PENDAHULUAN

Sukabumi merupakan kabupaten terluas yang ada di Pulau Jawa dengan panjang garis pantai mencapai 117 kilometer, memanjang dari Kecamatan Cisolok sampai Kecamatan Tegal Buleud. Wilayah Kabupaten Sukabumi secara astronomis berada pada posisi 6057’–7025’ Lintang Selatan dan 106049’–107000’ Bujur Timur, dengan batas-batas wilayah secara administratif di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor, Samudera Hindia di sebelah Selatan, Kabupaten Cianjur di sebelah Timur,

Page 2: Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk ... · PDF fileAlokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu : Sumberdaya Ikan Demersal YUDI WAHYUDIN

sedangkan di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak dan Samudera Hindia. Secara administrasi, di wilayah pesisir Kabupaten Sukabumi terdapat 9 (sembilan) kecamatan yang merupakan kecamatan pesisir, yaitu Kecamatan Cisolok, Cikakak, Palabuhanratu, Simpenan, Ciemas, Ciracap, Surade, Cibitung dan Tegal Buleud. Teluk Palabuhanratu sendiri merupakan salah satu potensi wilayah pesisir dan laut yang dimiliki oleh kabupaten ini. Di kawasan Teluk Palabuhanratu ini terdapat 4 (empat) kecamatan yang secara administrasi berbatasan dengan Teluk Palabuhanratu, diantaranya Kecamatan Cisolok, Cikakak, Palabuhanratu dan Simpenan.

Sektor kelautan dan perikanan di Kabupaten Sukabumi saat ini menjadi salah satu prioritas pembangunan daerah yang diharapkan dapat menjadi prime mover pertumbuhan ekonomi kabupaten ini. Beberapa program pengembangan perikanan tangkap telah diupayakan, diantaranya melalui program motorisasi, pemberdayaan nelayan, pelatihan dan penyuluhan perikanan. Program-program tersebut memang didesain untuk lebih mendongkrak pertumbuhan sektor ini.

Program pengembangan perikanan yang diterapkan di kabupaten ini seyogyanya memerlukan suatu kebijakan pengelolaan yang tepat dan sesuai dengan karakteristik daerah penangkapan, jenis sumberdaya ikan serta keragaman pelaku bisnis perikanan dan armada penangkapan ikan di wilayah Kabupaten Sukabumi. Perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu merupakan titik sentra pengembangan yang diharapkan memberikan kontribusi lebih besar terhadap kemajuan ekonomi daerah kabupaten ini.

Aktivitas penangkapan ikan di Perairan Teluk Palabuhanratu terus meningkat dan dikhawatirkan dapat membahayakan kelestarian sumberdaya, sehingga penetapan dan penerapan kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan laut berkelanjutan mutlak harus dilakukan. Kebijakan pengelolaan seharusnya ditujukan untuk mendapatkan manfaat maksimum dalam jangka panjang yang mencakup upaya menghindari tangkap lebih (over fishing) secara ekonomi maupun biologi serta upaya untuk mencegah kerusakan lingkungan perairan laut dan konflik sosial. Upaya untuk mencapai manfaat maksimum jangka panjang dapat dilakukan apabila sumberdaya perikanan dapat dialokasikan secara optimal. Optimalisasi penangkapan ikan di Perairan Teluk Palabuhanratu ini dapat dilakukan bilamana nelayan dan armada penangkapan di wilayah perairan ini juga dalam jumlah yang optimal.

Selama ini pemanfaatan sumberdaya ikan yang dilakukan oleh sebagian besar nelayan lebih ditekankan pada kepentingan jangka pendek dengan besaran manfaat yang tidak terlalu besar dibandingkan dengan nilai jangka panjang. Umumnya nelayan berlomba-lomba untuk dapat menangkap ikan lebih banyak (high volume) agar dapat memperoleh manfaat yang lebih besar, sehingga menstimulasi adanya upaya peningkatan teknologi penangkapan. Di sisi lain, nelayan yang menangkap ikan semakin bertambah jumlahnya, sehingga semakin menstimulasi munculnya persaingan dalam mendapatkan hasil tangkapan. Dampaknya tekanan terhadap sumberdaya ikan semakin besar, sehingga menimbulkan degradasi sumberdaya ikan secara besar-besaran. Fenomena ini terjadi di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) Perairan Laut Jawa dan Perairan Selat Malaka. Di kedua wilayah perairan ini diduga telah mengalami lebih tangkap (over fishing) yang salah satunya diduga akibat semakin banyaknya nelayan yang memanfaatkan ikan di perairan ini.

Dugaan tersebut masih perlu dikaji lebih jauh agar upaya pengelolaan sumberdaya ikan di masing-masing wilayah pengelolaan perikanan tidak bias dan salah sasaran. Demikian halnya dengan perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu, di wilayah perairan ini diduga telah mengalami tekanan sumberdaya akibat banyaknya kepentingan

Page 3: Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk ... · PDF fileAlokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu : Sumberdaya Ikan Demersal YUDI WAHYUDIN

yang memanfaatkan perairan ini. Dugaan ini memang masih memerlukan pembuktian secara ilmiah dan komprehensif yang mencerminkan kondisi aktual karakteristik sumberdaya perikanan di perairan ini.

Berdasarkan latar belakang inilah paper tentang alokasi optimum sumberdaya perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu ini dilakukan dalam rangka upaya untuk memaksimumkan kesejahteraan nelayan (maximizing social well being). Perhitungan alokasi optimum dilakukan dengan memanfaatkan fungsi surplus produksi dan menggunakan analitik dinamis model Clark and Munro (1975). Pendekatan ini disajikan pada bab berikutnya. Pada bab 3 disajikan aplikasi dari pendekatan terhadap sumberdaya ikan demersal di Perairan Teluk Palabuhanratu. Kesimpulan akan disajikan pada bab 4.

2. PENDEKATAN

Pengelolaan sumberdaya ikan pada awalnya hanya didasarkan pada kajian pengelolaan yang lebih fokus pada faktor biologi saja terutama dengan pendekatan yang disebut Maximum Sustainable Yield (MSY) atau tangkapan maksimum lestari. Inti dari pendekatan MSY adalah bahwa setiap spesies mempunyai pertumbuhan maksimal yang pada saat mencapai satu titik tertentu sudah tidak lagi tumbuh. Artinya bahwa pada tingkat pertumbuhan maksimal ikan inilah merupakan stock size ikan yang layak ditangkap secara ekonomi, sehingga tidak akan menurunkan kualitas tangkapan di masa yang akan datang. Gambaran lainnya adalah bahwa setiap spesies ikan memiliki kemampuan untuk berproduksi yang melebihi kapasitas produksi (surplus), sehingga apabila surplus ini dipanen (tidak lebih dan tidak kurang), maka stok akan mampu bertahan secara berkesinambungan (sustainable) (Anna 2003).

Fauzi (2001) menyebutkan bahwa pendekatan biologi dengan menggunakan kerangka surplus produksi ini sendiri merupakan salah satu pendekatan dari tiga pendekatan umum yang biasa dipakai, khususnya untuk perikanan multi spesies. Dua pendekatan lainnya, seperti Total Biomass Schaefer Model (disingkat TBSM) yang dikembangkan oleh Brown et al (1976), Pope (1979), Pauly (1979) dan Panayotou (1985) serta pendekatan independent single species yang dikembangkan oleh Anderson dan Ursin (1977) dan May et al (1979) memerlukan data dan perhitungan yang intensif, sehingga sulit diterapkan pada wilayah yang memiliki multi spesies. Salah satu tipe surplus produksi yang biasa digunakan adalah yang dikembangkan oleh Schaefer (1954) berdasarkan model yang dikembangkan sebelumnya oleh Graham (1935).

Pada Model Schaefer digambarkan bahwa jika x dimisalkan sebagai biomas dari stok yang diukur dalam berat; sedangkan r dan K masing-masing digambarkan laju pertumbuhan alami dari populasi (intrinsict growth rate) dan daya dukung maksimum dari lingkungan (environmental carrying capacity) atau keseimbangan alamiah dari ukuran biomas, maka dalam kondisi tidak ada aktivitas penangkapan (non-harvesting/non-fishing), laju pertumbuhan sepanjang waktu digambarkan sebagai berikut:

( )xftx=

∂∂ ........................................................................................................... (1)

dimana f(x) adalah fungsi pertumbuhan. Salah satu fungsi pertumbuhan yang umum digunakan adalah fungsi pertumbuhan logistik. Fungsi pertumbuhan logisitik ini

Page 4: Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk ... · PDF fileAlokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu : Sumberdaya Ikan Demersal YUDI WAHYUDIN

merupakan basis model yang digunakan oleh Scheafer (1957) dan Walters dan Hillborn (WH: 1976). Fungsi pertumbuhan ini dinotasikan melalui persamaan sebagai berikut:

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −=

∂∂

Kxrx

tx 1 .................................................................................................... (2a)

Selain model pertumbuhan logistik, terdapat juga fungsi pertumbuhan bentuk eksponensial atau Gompertz. Fungsi pertumbuhan eksponensial (Gompertz) ini merupakan basis model yang digunakan oleh Fox (1970), Schnute (1977) dan Clarke, Yoshimoto dan Pooley (CYP: 1992). Dalam disertasinya, Anna (2003) juga menggunakan model pertumbuhan stok dalam bentuk Gompertz ini yang dinotasikan sebagai berikut :

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛=

∂∂

xKrx

tx ln .................................................................................................. (2b)

Bilamana terjadi aktivitas penangkapan (harvesting) yang menggambarkan adanya aktivitas upaya atau effort (E) untuk menangkap ikan (x), maka pemanfaatan ikan dapat dinotasikan sebagai berikut:

( ) ( ) ( )[ txtEgth ,= ] .......................................................................................... (3)

Aktivitas penangkapan dilakukan dengan menggunakan alat tangkap, dimana alat tangkap ini juga mempunyai koefisien alat tangkap (q), maka secara umum aktivitas penangkapan dapat dinotasikan sebagai berikut:

( ) βα xqEth = .................................................................................................. (4a)

Pada penelitian ini, diasumsikan bahwa α = β = 1 atau pemanfaatannya bersifat constant return to scale, sehingga persamaan (4a) dapat disederhanakan menjadi persamaan berikut:

( ) qExth = .................................................................................................... (2-4a)

Untuk menggambarkan adanya aktivitas penangkapan dalam model dengan asumsi bahwa penangkapan (h) berkolerasi linear terhadap biomas (x) dan input produksi atau effort (E), maka laju pertumbuhan biomas dapat dinotasikan seperti:

( ) ( )thxftx

−=∂∂ ................................................................................................. (5)

atau secara lengkap, dengan menggabungkan persamaan (2a) dan (4), maka laju pertumbuhan biomas dengan menggunakan fungsi logistik dapat dinotasikan sebagai berikut:

qExKxrx

tx

−⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −=

∂∂ 1 ........................................................................................ (5a)

Page 5: Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk ... · PDF fileAlokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu : Sumberdaya Ikan Demersal YUDI WAHYUDIN

sedangkan dengan menggunakan fungsi pertumbuhan Gompertz (penggabungan persamaan 2b dan 4) persamaannya menjadi:

qExxKrx

tx

−⎟⎠⎞

⎜⎝⎛=

∂∂ ln ........................................................................................ (5b)

Pada tataran ini terlihat bahwa aspek biologi sangat kental terlihat dalam model, sementara faktor ekonomi yang menjadi salah satu penentu pengalokasian sumberdaya belum banyak disentuh. Gordon (1954) membahas sebabnya mengapa para ahli biologi ketika itu menyadari bahwa sebenarnya masalah pengelolaan sumberdaya ikan bukan hanya semata masalah ikan itu sendiri saja, melainkan terdapat permasalahan lain yang sangat menentukan, yaitu adanya kepentingan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya ikan baik untuk keperluan hidup sehari-hari maupun untuk keperluan ekonomi ke depan. Lebih lanjut Gordon (1954) menyebutkan bahwa ketika model tersebut dibangun, para ahli biologi kesulitan menemukan hasil-hasil penelitian ekonomi teoritis yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya ikan, hanya Gerhardsen (1952) seorang yang pernah menulis tentang “Production Economics in Fisheries”.

Berawal dari kenyataan inilah Gordon (1954) memberikan kritisi dan karyanya tentang pentingnya ekonomi perikanan dalam pengelolaan sumberdaya ikan. Dalam bukunya berjudul “The Theory Economy of Common Proverty Resources: the Fishery”, Gordon (1954) diacu dalam Anna (2003) mengungkapkan bahwa tingkat optimum pemanfaatan setiap daerah perikanan dilakukan untuk memaksimumkan pendapatan ekonomi bersih (net rent), yaitu perbedaan antara biaya total (TC) dan penerimaan total (TR). Biaya total (TC) dan total penerimaan (TR) masing-masing dinyatakan sebagai suatu fungsi tingkat intensitas penangkapan ikan atau dalam istilah biologi dikenal sebagai upaya penangkapan (fishing effort), sehingga pemecahan maksimisasi yang sederhana menjadi mungkin untuk dilakukan.

Gordon (1954) kemudian menghubungkan pendekatan ekonomi tersebut dengan model yang dibangun Schaefer (1954) untuk membangun paradigma baru tentang Teori Optimasi Statik Pengelolaan Sumberdaya Perikanan, model yang dibangun Gordon (1954) dengan kerangka dasar biologi Schaefer (1954) tersebut kemudian dikenal sebagai Model Perikanan Statik Gordon-Schaefer (1954). Dengan memasukkan parameter ekonomi, yaitu harga dari output (harga ikan per satuan berat) dan biaya dari input produksi (cost per unit effort), Gordon (1954) mentranformasikan kurva yield-effort dari Schaefer menjadi kurva yang menggambarkan manfaat bersih (net benefit = total revenue – total cost) dari sumberdaya perikanan dengan input produksi (effort) yang digunakan sebagaimana terlihat pada Gambar 1.

Clark (1985) mengakui jika Gordon (1954) memang berargumentasi bahwa baik nelayan maupun kesejahteraan sosial umumnya terukur pada level E* yang mana rente ekonomi (perbedaan antara TR dan TC) dalam kondisi maksimal. Clark (1985) menyebutkan bahwa berdasarkan beberapa literatur E* sering direferensi sebagai dalam keadaan maksimum lestari secara ekonomi (maximum economic yield, MEY).

Page 6: Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk ... · PDF fileAlokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu : Sumberdaya Ikan Demersal YUDI WAHYUDIN

TC

, TR

Gambar 1. Keseimbangan Statik Model Gordon-Schaefer (Clark 1985)

Fauzi (2004) menyatakan bahwa mempelajari model sumberdaya ikan dalam kerangka statik sangat berguna dalam mempelajari teori dasar pengelolaan ekonomi sumberdaya ikan. Menurutnya pendekatan ini cukup sederhana dan menarik serta telah banyak digunakan untuk memahami sumberdaya ikan dalam kurun waktu yang cukup lama. Fauzi (2004) menegaskan bahwa pendekatan statik memiliki beberapa kelemahan yang mendasar. Lebih lanjut Fauzi (2004) menegaskan pernyataan Clark (1985) bahwa pendekatan statik memiliki kelemahan serius dan dapat menyebabkan kesalahan dalam pemahaman realitas dan dinamika sumberdaya ikan.

Cunningham (1981) diacu dalam Fauzi (2004) menyatakan bahwa faktor mendasar dari kelemahan pendekatan statik adalah karena sifat statik itu sendiri dan pendekatan ini tidak memasukkan faktor waktu dalam analisisnya. Lebih lanjut Cunningham (1981) diacu dalam Fauzi (2004) menyebutkan bahwa tidak dimasukkannya faktor waktu dalam analisis sumberdaya terbarukan seperti ikan dapat menyebabkan akibat yang cukup serius dalam pengelolaan sumberdaya ikan. Seperti diketahui bahwa sumberdaya ikan memerlukan waktu untuk memulihkan diri dan tumbuh dalam kondisi perairan tertentu maupun terhadap kondisi eksternal yang terjadi di sekitarnya.

Fauzi (2004) menyebutkan bahwa pengembangan model dinamis dari pengelolaan sumberdaya ikan sudah dimulai sejak awal tahun 1970-an. Pendekatan dinamis dalam pengelolaan sumberdaya ikan menurut Fauzi (2004) mulai berkembang dan banyak digunakan sebagai analisis setelah publikasi artikel Clark dan Munro (1975). Clark dan Munro (1975) diacu dalam Fauzi (2004) menggunakan pendekatan kapital untuk memahami aspek intertemporal dari pengelolaan sumberdaya ikan, dimana sumberdaya ikan dianggap sebagai stok ikan dapat tumbuh melalui proses reproduksi alamiah.

Pada pendekatan kapital menurut Anna (2003) biaya korbanan (opportunity cost) untuk mengeksloitasi sumberdaya pada saat ini diperhitungkan melalui rente ekonomi optimal (optimal rent) yang seharusnya didapat dari sumberdaya perikanan, jika

Upaya (E)

TCOA

TR

EMSY

max=π

0=π

EOAESO

Page 7: Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk ... · PDF fileAlokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu : Sumberdaya Ikan Demersal YUDI WAHYUDIN

sumberdaya tersebut dikelola secara optimal. Nilai uang (investasi) menurut Clark (1985) diacu dalam Adrianto (1992) pada masa datang dapat diukur dengan nilai sekarang (present value) dengan persamaan:

( )tt

iP

P+

=10

dimana P0 adalah nilai uang pada masa sekarang, Pt adalah nilai uang pada masa datang, i adalah tingkat bunga aktual dan t adalah waktu (tahun). Faktor (1+i)t adalah discount factor yang dapat dituliskan dalam bentuk eksponensial :

( ) tt ei δ−=+1 atau ( )i+= 1lnδ

dimana δ adalah tingkat diskon sumberdaya over time (annual continues discount rate), sedangkan i adalah tingkat bunga aktual yang diperoleh dari hasil pengurangan tingkat bunga nominal dikurangi laju inflasi per tahun. Oleh karena itu nilai uang secara matematis dapat dituliskan kembali sebagai:

tt PeP δ−=0

Dalam penelitian ini, pengelolaan sumberdaya yang optimal didekati dengan menggunakan pendekatan teori kapital seperti yang dikembangkan oleh Clark dan Munro (1975), dimana manfaat dari eksploitasi sumberdaya perikanan sepanjang waktu ditulis sebagai:

( ) ( )( )∫∞

=

0

,maxt

t dtetxthV δπ ; dengan kendala:

( ) ( )

max

.

0

,

hh

ExhxFxtx

≤≤

−==∂∂

Penyelesaian persamaan tersebut di atas dapat dilakukan dengan menggunakan solusi Hamiltonian (Clark (1976;1985) diacu dalam Adrianto (1992)). Bentuk persamaan Hamiltonian adalah sebagai berikut:

( ) ( )( ) ( ) ( )( )ExhxFtxthH t ,, −+= µπ ................................................................... (6)

Persamaan (6) kemudian diberlakukan Pontryagins Maximum Principles sebagai berikut:

( ) ( )( ) 0,=−

∂∂

=∂∂

thtxth

hH µπ ............................................................................ (6a)

( ) ( ) ( )( ) ( ) ( )tt

tttt

tt

tt

xhxFxF

xxH

t ∂∂

−∂∂

−=−∂∂

−=∂∂

−==∂∂ ..''.. ππδµπδµδµµµ

..... (6b)

( ) ttt hxFxtx

−==∂∂ .

........................................................................................... (6c)

Page 8: Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk ... · PDF fileAlokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu : Sumberdaya Ikan Demersal YUDI WAHYUDIN

Dalam kondisi stabil (steady state) , maka persamaan (6) dapat menjadi: 0..== xµ

( )( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )tt

tttt

t xhxF

hxhxF

∂∂

=∂∂

−∂∂

⇒=∂∂

−∂∂

−..'.0..' πππδππδ .......................... (7)

Dari persamaan (7) tersebut kemudian diperoleh Modified Golden Rule sebagai berikut:

( )( ) δπ

π=

∂∂

∂∂

+∂∂

hhx

xhx

xF

,

, ............................................................................................ (8)

dimana adalah pertumbuhan alami dari stok ikan, )(xF ( )x

hx∂

∂ ,π adalah rente

marjinal akibat perubahan biomass, ( )h∂

hx∂ ,π adalah rente marjinal akibat perubahan

produksi. Parameter ekonomi dan biologi ditentukan oleh besaran c (biaya per unit effort), p (harga ikan), δ (discount rate) dan q yang merupakan koefisien penangkapan.

)(' xFx

=∂

)(xF∂ adalah produktivitas marjinal dari biomass yang merupakan turunan

pertama dari F(x) terhadap x. Tingkat biomass (x) yang optimal dapat dihasilkan melalui persamaan di atas.

Hasil solusi Clark (1985) menunjukkan bahwa tingkat biomass optimal (x*) dengan menggunakan fungsi pertumbuhan Logistik secara matematis dapat dinotasikan sebagai berikut:

⎪⎭

⎪⎬

⎪⎩

⎪⎨

⎧+⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −++⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛ −+=

rxK

rKx

rKxx δδδ

_2__ 81141* ........................................ (9a)

Tingkat x* ini dapat digunakan untuk menghitung tingkat pemanfaatan optimal (h*) dan tingkat upaya optimal (E*), yaitu sebagai berikut:

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −=

Kxrxh *1** ............................................................................................. (9b)

***

qxhE = ........................................................................................................... (9c)

Setelah tingkat biomass, produksi dan upaya optimal diperoleh, maka nilai manfaat atau rente sumberdaya perikanan yang optimal dapat diperoleh melalui persamaan berikut:

( ) **** cEhhp −=π .......................................................................................... (10)

Page 9: Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk ... · PDF fileAlokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu : Sumberdaya Ikan Demersal YUDI WAHYUDIN

3. PENGGUNAAN MODEL DALAM PENILAIAN ALOKASI OPTIMUM SUMBERDAYA PERIKANAN

Penilaian alokasi optimum sumberdaya perikanan merupakan salah satu alat bantu kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya berkelanjutan. Penggunaan model pendekatan fungsi surplus produksi dan analisis dinamik sumberdaya dalam hal ini menjadi basis penentuan alokasi optimum sumberdaya. Wahyudin (2005) menunjukkan kendati dari tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil dan demersal masih di bawah produksi lestari, akan tetapi jumlah effort yang dilakukan untuk menangkap kedua sumberdaya ikan tersebut cukup tinggi, bahkan secara rata-rata melebihi tingkat effort pada kondisi open access. Artinya bahwa upaya penangkapan ikan demersal di Perairan Teluk Palabuhanratu tidak optimal, karena rente ekonomi yang diperoleh tidak sebanding dengan biaya yang harus dikeluarkan. Paper ini hanya akan difokuskan pada salah satu hasil penelitian Wahyudin (2005), yaitu hanya tentang alokasi optimum sumberdaya ikan demersal di Perairan Teluk Palabuhanratu.

3.1. Estimasi Produksi Lestari Sumberdaya Ikan Demersal di Perairan Teluk Palabuhanratu

Estimasi Parameter Biologi

Parameter biologi dapat diestimasi dengan menggunakan beberapa model estimasi yang dikembangkan oleh Walter-Hilborn (1976), Schnute (1977), dan Clarke, Yoshimoto dan Pooley (1992). Ketiga model estimator parameter tersebut lebih banyak digunakan pada perikanan yang sumber data dan informasinya sangat lengkap dan akurat, terutama yang berhubungan dengan jenis ikan dan tingkat upaya yang dilakukan berdasarkan masing-masing alat tangkap. Penggunaan model-model estimator biologi untuk menduga stok ikan di Indonesia sangat memerlukan pendekatan yang lebih adaptif, karena karakteristik perikanan Indonesia lebih bersifat multi-species dan multi-gears. Demikian halnya dengan perikanan Teluk Palabuhanratu, dimana spesies ikan yang dapat ditangkap sangat banyak dan satu alat tangkap dapat menangkap beberapa spesies ikan. Oleh karena itu, perlu kiranya dilakukan modifikasi pendekatan agar permasalahan data yang dihadapi dapat dijustifikasi secara benar dan dapat diandalkan. Menurut Smith (1996) diacu dalam Fauzi (1998), aggregasi effort merupakan satu-satunya cara pengukuran effort yang dapat diandalkan pada perikanan multi-spesies.

Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan demersal di Perairan Teluk Palabuhanratu adalah pancing (hand in line). Alat tangkap lainnya seperti rampus juga merupakan alat tangkap yang digunakan oleh sebagian kecil nelayan pesisir teluk ini. Alat tangkap rampus ini tidak jarang menangkap ikan di luar perairan teluk, walaupun sebagian diantaranya lebih banyak beroperasi di perairan ini. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi biasnya data produksi, maka alat tangkap ini hanya dijadikan sebagai alat tangkap tambahan bagi perhitungan effort. Parameter biologi diestimasi dengan menggunakan model estimator CYP (persamaan 5b) yang dikembangkan oleh Clarke, Yoshimoto dan Pooley (1992). Adapun parameter yang diestimasi dalam hal ini meliputi : tingkat pertumbuhan intrinsik (r), daya dukung lingkungan perairan (K) dan koefisien daya tangkap (q). Hasil estimasi ketiga parameter biologi ini akan sangat berguna dalam menentukan tingkat produksi lestari, seperti maximum sustainable yield (MSY) dan maximum

Page 10: Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk ... · PDF fileAlokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu : Sumberdaya Ikan Demersal YUDI WAHYUDIN

sustainable yield (MEY). Tabel 1 menyajikan keluaran variabel regresi untuk mengestimasi parameter biologi dengan menggunakan model estimator CYP.

Tabel 1. Keluaran Regresi Model CYP Parameter

Regresi Coef. St. Err. t Stat F R2 R2 Adj.

β0 2,020652 1,292373 1,5635205β1 0,691471 0,226817 3,0485755β2 -0,000014 0,000013 -1,1320068

5,2242118 0,598818 0,484194

Sumber : Wahyudin (2005).

Model OLS (ordinary least squares) dari hasil estimasi seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1 untuk sumberdaya ikan demersal adalah sebagai berikut:

Yt = 2,020652 + 0,691471 Ut - 0,000014 Et (1,292373) (0,226817) (0,000013) ; R2 0,598818

dimana, Yt = , ( )1ln +tU = produksi per unit upaya (catch per unit effort, CPUE) pada waktu t+1, 1+tU = produksi per unit upaya pada waktu t, tU = tingkat upaya pada waktu t tE

Data-data pada Tabel 1 kemudian diolah untuk mengestimasi parameter biologi sumberdaya ikan demersal. Tabel 2 menunjukkan hasil estimasi parameter biologi bagi sumberdaya ikan demersal berdasarkan model estimator CYP (1992).

Tabel 2. Hasil Estimasi Parameter Biologi. Parameter Biologi Hasil Estimasi CYP (1992)

r 0,364806 q 0,000034

K (kg) 20.364.967,42 Sumber : Wahyudin (2005).

Estimasi Parameter Ekonomi

Data yang berkenaan dengan struktur biaya dan harga dalam penelitian ini merupakan data cross section dan series yang diperoleh melalui wawancara di lapangan dan data sekunder dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sukabumi. Data harga nominal merupakan nilai rataan dari segenap spesies berdasarkan kelompok sumberdaya ikan demersal. Harga-harga tersebut kemudian dijustifikasi dengan menggunakan indeks harga konsumen (IHK) untuk mendapatkan harga riil. Tabel 3 menyajikan harga nominal rata-rata dan harga riil sumberdaya ikan demersal di sekitar pesisir Teluk Palabuhanratu Tahun 1993-2003.

Page 11: Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk ... · PDF fileAlokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu : Sumberdaya Ikan Demersal YUDI WAHYUDIN

Tabel 3. Harga Nominal Rata-Rata dan Harga Riil Ikan Demersal di Perairan Teluk Palabuhanratu Tahun 1993-2003 (Tahun dasar 2002).

Tahun Harga Nominal (Rp per Ton) Harga Riil (Rp per Ton) 1993 710.058,64 488.886,42 1994 634.126,71 421.318,66 1995 787.382,89 476.335,69 1996 787.837,24 423.181,63 1997 589.894,92 287.207,22 1998 1.146.184,93 656.087,54 1999 1.466.689,42 601.052,95 2000 587.140,52 244.194,19 2001 1.613.506,41 638.127,91 2002 1.419.751,55 502.940,79 2003 1.776.073,96 600.979,24

Rata-rata 1.047.149,74 485.482,93 Sumber: Wahyudin (2005).

Hasil perhitungan biaya per unit standardized effort tahun 1993-2003 untuk sumberdaya ikan demersal ini selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Biaya per Unit Standardized Effort dan Total Biaya Penangkapan Ikan Demersal Tahun 1993-2003.

Biaya Riil (Rp) Total Biaya (Rp) Tahun Pelagis Demersal Pelagis Demersal 1993 15.684,58 4.550,47 337.221.869,08 207.133.928,68 1994 16.253,69 4.715,59 74.283.506,43 213.315.531,00 1995 17.850,88 5.178,97 80.600.528,99 246.113.254,82 1996 20.104,64 5.832,84 1.045.109.592,86 277.926.391,85 1997 22.180,23 6.435,02 725.075.554,39 284.859.866,86 1998 18.865,99 5.473,48 615.107.704,04 175.668.978,33 1999 26.351,91 7.645,32 903.774.666,11 470.462.898,86 2000 25.965,30 7.533,16 835.873.992,81 386.145.666,80 2001 27.305,47 7.921,97 1.399.344.124,34 418.132.012,90 2002 30.484,72 8.844,35 1.196.851.822,17 456.217.160,86 2003 31.914,52 9.259,17 1.159.614.062,81 393.674.137,27

Rata-rata 22.996,54 6.671,85 Sumber: (Wahyudin 2005).

Discount rate dalam penilaian ekonomi-ekologi sumberdaya alam akan sangat berbeda dengan discount rate yang biasa digunakan dalam analisis finansial. Dalam hal ini, discount rate yang digunakan terdiri atas dua nilai, yaitu nilai discount rate berbasis pasar (market discount rate) dan nilai discount rate berbasis pendekatan Ramsey.

Market discount rate yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan nilai tengah discount rate yang umum digunakan untuk sumberdaya alam, yaitu sebesar 15%. Teknik ini merupakan teknik penentuan tingkat diskon yang sama telah digunakan oleh Fauzi (1998) dan Resosudarma (1995) serta Anna (2003) dan Buchary (1999).

Page 12: Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk ... · PDF fileAlokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu : Sumberdaya Ikan Demersal YUDI WAHYUDIN

Penentuan discount rate dengan pendekatan Ramsey didekati dengan teknik yang digunakan Anna (2003) yang mengadopsi teknik yang dikembangkan oleh Kula (1984). Kula (1984) dalam hal ini menurut Anna (2003) pada dasarnya sebenarnya menggunakan formula yang sama dengan formula Ramsey dimana dalam Kula (1984) real discount rate (r) didefinisikan sebagai:

gr γρ −=

dimana ρ menggambarkan pure time preference, γ adalah elastisitas pendapatan terhadap konsumsi sumberdaya alam dan g adalah pertumbuhan ekonomi (Newel and Pizer, 2001). Kula (1984) yang diacu dalam Anna (2003) mengestimasi laju pertumbuhan dengan meregresikan:

tCt lnln 10 αα −=

dimana t adalah periode waktu dan Ct adalah konsumsi per kapita pada periode t. Hasil regresi ini menurut Anna (2003) akan menghasilkan formula elastisitas dimana:

tCt

lnln

1 ∂∂

persamaan di atas secara matematis dapat disederhanakan sebagai berikut:

tt

CC

gt

=

Hasil perhitungan real discount rate dengan teknik Kula ini diperoleh laju pertumbuhan dari PDRB Teluk Palabuhanratu yang diwakili oleh empat kecamatan pesisir (Simpenan, Palabuhanratu, Cikakak dan Cisolok) adalah sebagai g=0,108763137 atau 10,88 persen (Wahyudin 2005). Standar elastisitas pendapatan terhadap konsumsi sumberdaya alam ditentukan berdasarkan pendekatan Brent (1990) diacu dalam Anna (2003) sebesar 1, dan ρ diasumsikan sama dengan nilai nominal saat ini (current nominal discount rate) dari Ramsey sebesar 15%, maka dapat diperoleh nilai real discount rate (r) sebesar 4,12%.

Tingkat diskon sebesar 4,12 persen yang didapat dari hasil perhitungan dengan pendekatan Kula (1984) tersebut kemudian dijustifikasi untuk menghasilkan real discount rate dalam bentuk annual continues discount rate melalui ( r+= 1ln )δ , yaitu sebesar 4,04 persen. Tingkat diskon sebesar 4,04 persen ini kemudian digunakan sebagai discount rate pada perhitungan optimal sustainable yield.

Estimasi Produksi Lestari

Produksi lestari dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu produksi lestari maksimum (MSY) dan produksi lestari secara ekonomi yang maksimum (MEY). Pada analisis estimasi MSY, variabel yang digunakan berupa parameter biologi saja, sedangkan pada analisis MEY, variabel yang digunakan bukan hanya parameter biologi

Page 13: Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk ... · PDF fileAlokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu : Sumberdaya Ikan Demersal YUDI WAHYUDIN

saja, melainkan juga harus menggunakan beberapa parameter ekonomi. Parameter biologi yang digunakan penghitungan MSY diantaranya paramer r, q, dan K, sedangkan parameter yang digunakan untuk menghitung MEY diantaranya ditambahkan parameter ekonomi seperti c (cost per unit effort), harga riil (real p), dan annual continues discount rate (δ ). Tabel 5 menunjukkan hasil estimasi MSY sumberdaya ikan demersal.

Tabel 5. Hasil Estimasi MSY bagi Sumberdaya Ikan Demersal. Parameter Hasil Estimasi

E* (tingkat upaya optimal pada saat MSY) 10.742 x* (biomass optimal pada saat MSY) 7.570,40 MSY (maximum sustainable yield ) 2.761,73

Sumber : Hasil Analisis dengan MS Excel.

Tabel 6 menyajikan perbandingan tingkat produksi aktual dengan tingkat produksi lestari sumberdaya ikan demersal.

Tabel 6. Perbandingan Produksi Aktual Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil dan Demersal Berdasarkan Fungsi Pertumbuhannya.

Tahun Effort Aktual Produksi Aktual Sustainable Yield 1993 45.519 185 502 1994 45.236 131 503 1995 47.522 219 497 1996 47.649 474 497 1997 44.267 578 504 1998 32.095 519 477 1999 61.536 697 399 2000 51.259 389 482 2001 52.781 434 473 2002 51.583 326 480 2003 42.517 232 505

Sumber : Wahyudin (2005).

Visualisasi perbandingan produksi aktual terhadap tingkat upaya aktual dan produksi lestari terhadap upaya aktual secara grafik dapat dilihat pada Gambar 2. Hasil estimasi parameter biologi dengan menggunakan model estimasi CYP untuk fungsi pertumbuhan Gomperzt serta hasil estimasi parameter ekonomi berdasarkan data olahan dari data cross section secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Ringkasan Hasil Estimasi Parameter Biologi dan Ekonomi Parameter Hasil Estimasi

r 0,364806 q 0,000034

K (ton) 20.576,35 p (Rp/ton) 485.482,93 c (Rp/trip) 6.671,85 δ (%) 4,04

Sumber : Wahyudin (2005).

Page 14: Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk ... · PDF fileAlokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu : Sumberdaya Ikan Demersal YUDI WAHYUDIN

Perbandingan Produksi Lestari dan Produksi Aktual

Trend Produksi Lestari Gompertzy = 1E-06x 2 - 0,1265x + 4154,4

R2 = 0,9987

Trend Produksi Aktualy = 1E-06x 2 - 0,1241x + 3058,7

R2 = 0,4912

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

- 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000

Effort

Yield

Produksi Aktual Produksi Lestari-Gompertz

MSY-Gomperzt Poly . (Produksi Lestari-Gompertz)

Poly . (Produksi Aktual)

Gambar 2. Grafik Perbandingan Produksi Aktual dan Sustainable Yield Sumberdaya

Ikan Demersal terhadap Effort Aktual di Perairan Teluk Palabuhanratu.

Berdasarkan sediaan data seperti yang terdapat pada Tabel 7, maka estimasi beberapa kondisi sustainable yield, seperti pada kondisi MSY, pada kondisi akses terbuka (open access) dan pada kondisi pemilik tunggal (sole owners) dapat ditentukan. Hasil perhitungan dari masing-masing kondisi secara ringkas tersaji pada Tabel 8, sedangkan Gambar 3 menunjukkan visualisasi hasil Maple 9.5 untuk masing-masing kondisi sustaibale yield terhadap effort.

Tabel 8. Ringkasan Hasil Estimasi Sustainable Yield

Variabel Kendali Satuan Maximum

Sustainable Yield (MSY)

Bionomic Open

Access

Bionomic Sole Owner (Maximum Economic

Yield, MEY) Tingkat Biomass (x) Ton 7.570,40 404,20 7.963,73 Tangkapan (h) Ton 2.761,73 579,49 2.757,76

Tingkat Upaya (E) Trip setingkat

pancing 10.730 42.167 10.185

Sumber : Wahyudin (2005).

Berdasarkan data Tabel 7 dan Tabel 8, maka dapat diketahui gambaran dari besarnya manfaat ekonomi (nilai rente) yang dapat digali dari potensi sumberdaya ikan di Perairan Teluk Palabuhanratu. Perhitungan nilai rente sumberdaya ikan demersal selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 9.

Page 15: Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk ... · PDF fileAlokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu : Sumberdaya Ikan Demersal YUDI WAHYUDIN

Tingkat harvest saat MSY

Gambar 3. Hubungan antara Sustainable Yield Sumberdaya Ikan Demersal terhadap Effort dengan Maple 9.5.

Tabel 9. Nilai Manfaat (Rente) Sumberdaya Ikan Demersal di Perairan Teluk Palabuhanratu

Kondisi Nilai Rente (Rp.Juta)

Rente Over Time (Rp.Juta)

Maximum Sustainable Yield (MSY) 1.269,18 31.415,44 Bionomic Open Access 0 0 Bionomic Sole Owner (Maximum Economic Yield, MEY) 1.270,89 31.457,74

Sumber : Hasil Analisis.

Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai rente sumberdaya ikan demersal pada kondisi open access adalah sama dengan nol. Artinya jika sumberdaya ikan di Perairan Teluk Palabuhanratu dibiarkan terbuka untuk setiap orang, maka persaingan usaha pada kondisi ini menjadi tidak terbatas dan dampaknya tingkat resiko yang harus ditanggung nelayan menjadi lebih besar karena persaingan untuk mendapatkan hasil tangkapan menjadi semakin ketat. Pada kondisi inilah dapat dikatakan bahwa keuntungan atau nilai rente yang dapat diterima sama dengan nol. Pada kondisi sole owner tingkat keuntungan (nilai rente) yang diperoleh merupakan yang tertinggi atau nilai rente sole owner berada dalam kondisi maksimum. Nilai rente pada kondisi sole owner lebih tinggi daripada nilai rente pada kondisi MSY dan open access. Tabel 9 juga menunjukkan bahwa tingkat rente over time sumberdaya ikan demersal pada masing-

Tingkat harvest saat open access

Tingkat harvest saat MEY

Page 16: Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk ... · PDF fileAlokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu : Sumberdaya Ikan Demersal YUDI WAHYUDIN

masing kondisi terhitung jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai rente saat ini. Nilai rente over time merupakan nilai rente yang telah memperhitungkan tingkat diskon over time tahunan (annual continues discount rate).

3.2. Alokasi Optimum Sumberdaya Ikan Demersal di Perairan Teluk Palabuhanratu

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa hasil estimasi parameter biologi dengan model estimasi CYP untuk sumberdaya ikan demersal. Hasil-hasil estimasi parameter biologi dan ekonomi seperti yang dapat dilihat pada Tabel 7 digunakan untuk menganalisis dinamika sumberdaya ikan ikan demersal.

Nilai optimal sumberdaya ikan demersal yang menggunakan fungsi pertumbuhan gompertz dapat diperoleh melalui persamaan berikut:

( ) 0ln

ln =−−

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛

+−⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ δ

cpqxxKcr

rxKr

Nilai optimal sumberdaya ikan demersal dapat diperoleh dengan menggunakan alat pemecahan analitik melalui program MAPLE 9.5. Pemecahan analitik sumberdaya ini dilakukan berdasarkan tiga sumber nilai discount rate, yaitu dengan menggunakan market discount rate sebesar 15 persen, real discount rate berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan pendekatan Kula (1984) sebesar 4,12 persen dan annual continues discount rate seperti dikembangkan Clark (1985) sebesar 4,04 persen. Hasil pemecahan analitik melalui program MAPLE terhadap sumberdaya ikan demersal di Perairan Teluk Palabuhanratu dengan tiga nilai δ tersebut selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Pemecahan Analitik Melalui Program MAPLE 9.5 untuk Nilai Optimal Sumberdaya Ikan Demersal di Perairan Teluk Palabuhanratu

Discount Rate(%) Nilai Optimal 15 4,04 Tingkat Biomass (x*) (ton) 5.559,78 7.211,35 Tingkat Produksi (h*) (ton) 2.654,12 2.758,30 Tingkat Upaya (E*) (trip) 14.041 11.250 Sumber : Wahyudin (2005).

Tabel 10 menunjukkan bahwa jumlah input produksi yang dilakukan untuk menghasilkan optimal yield pada discount rate lebih rendah relatif lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah input produksi pada discount rate yang lebih tinggi. Artinya bahwa semakin rendah discount rate akan mengurangi jumlah input produksi dan hal ini secara alami diharapkan dapat meningkatkan tingkat optimal yield dari suatu sumberdaya.

Secara umum discount rate yang lebih rendah (konservatif) dapat menghasilkan optimal yield dan optimal biomass yang lebih tinggi dibandingkan jika menggunakan discount rate yang lebih tinggi (ekstraktif). Artinya bahwa semakin tinggi discount rate akan menstimulans perburuan sumberdaya lebih ekstraktif dan dampaknya akan mempertinggi tekanan terhadap sumberdaya, sehingga menyebabkan terjadinya

Page 17: Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk ... · PDF fileAlokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu : Sumberdaya Ikan Demersal YUDI WAHYUDIN

degradasi dan pada akhirnya akan berdampak pada kepunahan sumberdaya dimaksud. Hal ini sesuai dengan pernyataan Clark (1971) diacu dalam Hanesson (1987), Clark (1990) dan Anna (2003) bahwa nilai discount rate yang lebih tinggi akan meningkatkan laju optimal dari eksploitasi pada sumberdaya terbaharukan dan mendorongnya pada kemungkinan terjadinya kepunahan.

Hasil penelitian yang ditunjukkan oleh sumberdaya ikan demersal di Perairan Teluk Palabuhanratu ini memberikan gambaran bahwa laju optimal eksploitasi seperti dimaksud oleh Clark (1971) diperlihatkan oleh perbedaan jumlah input optimal pada discount rate 4,04% yang relatif lebih sedikit dari jumlah input optimal pada discount rate 15%.

Nilai manfaat ekstrasi sumberdaya perikanan dapat ditunjukkan dari besarnya nilai rente yang dihitung melalui persamaan . Tabel 11 menunjukkan nilai rente sumberdaya ikan demersal berdasarkan masing-masing tingkat diskon.

*** cEph −=π

Tabel 11. Hasil Pemecahan Analitik Melalui Program MAPLE 9.5 untuk Nilai Rente Optimal Sumberdaya Ikan Demersal di Perairan Teluk Palabuhanratu.

Discount Rate(%) Nilai Rente Optimal 15 4,04 Current Rent (Vt) (Rp Juta) 1.194,85 1.264,05 Over Time Rent (VT) (Rp Juta) 7.965,70 31.288,36

Sumber : Wahyudin (2005).

Tabel 11 menunjukkan bahwa nilai rente sumberdaya ikan yang dapat diperoleh pada tingkat diskon yang lebih rendah (konservatif) ternyata relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai rente sumberdaya yang diperoleh pada tingkat diskon yang lebih tinggi. Kesimpulan ini dapat lebih menguatkan pernyataan sebelum seperti yang tersaji pada Tabel 10 bahwa tingkat input produksi yang lebih kecil dapat meningkatkan tingkat produksi optimal yang dihasilkan, dimana keduanya diperoleh dari hasil analitik model dinamik dengan memasukkan variabel tingkat diskon ke dalam model optimasi.

4. KESIMPULAN

Pengelolaan perikanan umumnya dilakukan untuk menjaga pemanfaatan sumberdaya ikan secara berkelanjutan. Artinya bahwa pemanfaatan dilakukan secara optimal pada masa sekarang agar generasi di masa datang dapat memperoleh manfaat yang sama dari sumberdaya perikanan yang ada. Pengelolaan perikanan secara optimal dan berkelanjutan diharapkan dapat juga diterapkan di Perairan Teluk Palabuhanratu.

Pengelolaan perikanan secara optimal dan berkelanjutan di Perairan Teluk Palabuhanratu diharapkan dapat didekati melalui hasil penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat alokasi optimal sumberdaya perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu mampu memberikan manfaat yang lebih besar daripada kondisi aktual yang terjadi saat ini.

Tabel 12 menyajikan hasil perhitungan tingkat produksi optimal dan optimal effort untuk SDI demersal pada masing-masing tingkat diskon. Clark (1985) mensyaratkan bahwa tingkat diskon yang digunakan dalam model dinamik harus merupakan tingkat diskon tahunan yang bersifat kontinyu (annual continues discount rate), maka yang digunakan untuk menghitung tingkat alokasi optimum adalah tingkat diskon sebesar

Page 18: Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk ... · PDF fileAlokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu : Sumberdaya Ikan Demersal YUDI WAHYUDIN

4,04. Tabel 12 menunjukkan tingkat alokasi optimal sumberdaya ikan demersal di perairan teluk ini.

Tabel 12. Alokasi Optimal Sumberdaya Ikan Demersal di Perairan Teluk Palabuhanratu

Alokasi Optimal Satuan Aktual Optimal*

Yield Ton per tahun 380 2.758,30 Effort Trip per tahun 47.451 11.250

Tangkapan per Trip Kg per trip 8,02 245,18 Rente Total Rp per tahun (dalam juta) -131,95 1.264,05 Alat tangkap Unit 187 38

Nelayan Orang 561 113 Rente Nelayan Rp per orang per trip -695,16 28.090,00

Pendapatan Rp per orang per bulan 17.379,08 702.250,00 Sumber : Wahyudin (2005). Keterangan: Unit trip untuk pelagis adalah setingkat bagan, sedangkan untuk demersal setingkat pancing. Rata-rata

1 bulan = 25 trip, 1 tahun = 300 trip. 1 unit bagan = 2 orang, 1 unit pancing = 3 orang. Bagi hasil keuntungan 50:50 (pemilik : nelayan). * = Tingkat diskon yang digunakan sebesar 4,04.

Tabel 12 menunjukkan bahwa berdasarkan tingkat diskon 4,04 persen, produksi optimal sumberdaya ikan demersal adalah sebanyak 2.758,30 ton per tahun dengan tingkat upaya sebanyak 11.250 trip setingkat alat tangkap pancing. Berdasarkan data tangkapan dan input optimal tersebut dapat ditentukan proporsi optimal per trip penangkapan ikan demersal sebanyak 245,18 kg. Banyaknya jumlah trip optimal yang diperoleh kemudian digunakan untuk menghitung jumlah alat tangkap optimal di Perairan Teluk Palabuhanratu, yaitu sebanyak 43 unit alat tangkap setingkat pancing. Jumlah trip sebanyak 11.250 trip ini jika dikonversi kembali menjadi alat tangkap aktual, maka dapat diperoleh banyaknya alat tangkap pancing sekitar 37 unit dan alat tangkap rampus sebanyak 1 unit.

Pada tahun 2003 terhitung tingkat upaya penangkapan ikan demersal terhitung sebanyak 42.517 trip setingkat pancing. Besarnya jumlah rata-rata input produksi (upaya) aktual tersebut jauh lebih banyak dibandingkan effort optimal yang diperkenankan. Hal ini berarti bahwa tingkat upaya pemanfaatan ikan demersal di sekitar perairan Teluk Palabuhanratu sangat tidak optimal karena jauh melebihi batas optimal upaya yang diperkenankan.

Rata-rata produksi per trip penangkapan ikan demersal dengan menggunakan alat tangkap setingkat pancing terhitung sebanyak 8,02 kilogram. Nilai ini merupakan hasil pembagian dari hasil tangkapan aktual rata-rata sumberdaya ikan demersal dengan tingkat upaya aktual rata-rata setingkat alat tangkap pancing. Artinya bahwa ke depan Pemkab Sukabumi melalui Diskankel seyogyanya tidak menambah unit alat tangkap baru untuk dioperasikan di sekitar perairan Teluk Palabuhanratu. Bahkan ke depan, Diskankel diharapkan dapat menurunkan secara berkala jumlah alat untuk menangkap sumberdaya ikan demersal yang dioperasikan di Perairan Teluk Palabuhanratu. Hal ini dilakukan untuk menghindari ketidakoptimalan hasil penangkapan nelayan teluk itu sendiri yang konsekuensinya dapat berdampak pada overfishing, penurunan produktivitas dan pendapatan usaha dari nelayan tersebut.

Pemkab Sukabumi melalui Diskankel-nya ke depan diharapkan dapat membuat kebijakan atau ketentuan agar perairan Teluk Palabuhanratu dapat dikelola dengan optimal, yaitu diantaranya dengan menentukan peruntukan aktivitas penangkapan di

Page 19: Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk ... · PDF fileAlokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu : Sumberdaya Ikan Demersal YUDI WAHYUDIN

sekitar perairan teluk tersebut. Kebijakan yang diambil diantaranya menetapkan status pemanfaatan Perairan Teluk Palabuhanratu dikhususkan untuk nelayan perahu motor tempel saja, sedangkan untuk nelayan kapal motor diharapkan dapat menangkap ikan di luar Perairan Teluk Palabuhanratu. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi tekanan yang berlebihan terhadap daya dukung perairan teluk, terutama akibat aktivitas penangkapan berskala relatif besar.

Perhitungan indeks musim penangkapan (IMP) yang dilakukan Wahyudin (2005) menunjukkan bahwa IMP sumberdaya ikan demersal berada pada bulan Juli – Oktober 2005. Pada bulan-bulan tersebut produksi ikan demersal dinilai paling banyak setiap tahunnya. Artinya bahwa ketersediaan stok kedua jenis sumberdaya ikan tersebut cukup melimpah, sehingga perlu kiranya dipikirkan oleh Diskankel Kabupaten Sukabumi agar tidak kecolongan akan tingkat produksi aktual yang akan dihasilkan oleh nelayan pesisir Teluk Palabuhanratu. Biasanya pada musim-musim penangkapan ini terjadi peningkatan aktivitas nelayan yang ditandai oleh semakin tingginya jumlah trip yang dilakukan nelayan pesisir teluk ini.

Diskankel diharapkan dapat menerapkan sistem monitoring dan pendataan yang baik dan sistematis untuk mengantisipasi tidak tercatatnya produksi, baik produksi yang bernilai jual, konsumsi maunpun yang terbuang. Hal ini penting untuk dilakukan dikarenakan melalui sistem monitoring dan pendataan yang baik, maka justifikasi kebijakan yang diterapkan diharapkan tepat sasaran dan tidak bias serta sesuai dengan kondisi aktual yang terjadi di Perairan Teluk Palabuhanratu.

Tujuan pengelolaan suatu sumberdaya salah satunya adalah meningkatkan kesejahteraan dari para pelaku ekonomi yang memanfaatkan sumberdaya yang dikelola. Tingkat kesejahteraan dalam hal ini dapat dicerminkan oleh tingkat produktivitas dan pendapatan yang diperoleh para pelaku ekonomi dimaksud. Dalam konteks rekomendasi hasil penelitian ini, penulis menyarankan agar peningkatan kesejahteraan nelayan di pesisir Teluk Palabuhanratu tidak sekedar dijadikan sebagai fungsi tujuan pengelolaan perikanan belaka, akan tetapi lebih ditekankan sebagai target pengelolaan perikanan. Artinya bahwa Pemkab Sukabumi melalui Diskankel-nya seyogyanya menjadikan peningkatan kesejahteraan nelayan teluk (social well being) sebagai fungsi tujuan pengelolaan perikanan Teluk Palabuhanratu. Sebagai konsekuensinya, maka Diskankel seyogyanya memilih skenario pengelolaan seperti yang ditawarkan peneliti, yaitu skenario berbasis pemanfaatan sumberdaya perikanan secara optimal dan berkelanjutan.

Skenario seperti diuraikan di muka merupakan hasil analisis dinamis optimasi sumberdaya ikan demersal di daerah teluk, sehingga nilai-nilai parameter yang dihasilkan merupakan nilai optimal yang dapat diperoleh nelayan, termasuk pendapatannya. Artinya bahwa jika skenario tersebut diimplementasikan, maka nelayan Teluk Palabuhanratu mempunyai kesempatan untuk mendapatkan hasil usaha yang optimal, sehingga kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraannya menjadi lebih optimal dibandingkan jika tetap membiarkan status pemanfaatan sumberdaya perikanan seperti yang terjadi pada saat ini. Ilustrasi perbandingan manfaat untuk menerapkan kebijakan berdasarkan skenario yang ditawarkan telah dijelaskan secara lebih ringkas pada Tabel 12.

Berdasarkan Tabel 12 tersebut, maka skenario pengelolaan yang penulis tawarkan adalah:

Page 20: Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk ... · PDF fileAlokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu : Sumberdaya Ikan Demersal YUDI WAHYUDIN

(1) Membuat kebijakan untuk menjaga tingkat upaya penangkapan sumberdaya ikan demersal berada pada level optimal sebanyak 11.250 trip atau sebanyak 38 unit alat tangkap setingkat pancing pada tingkat diskon 4,04%.

(2) Kebijakan yang dapat diambil diantaranya : (i) menghentikan secara sementara penerbitan izin penambahan armada penangkapan ikan demersal dengan alat tangkap setingkat pancing, (ii) mendorong investasi pada industri perikanan skala menengah ke atas agar dapat mengoperasikan armada penangkapan ikan ke luar wilayah Perairan Teluk Palabuhanratu, dan (iii) melakukan upaya penangkapan di perairan teluk secara proporsional dengan menerapkan open season dan closed season.

(3) Melakukan kontrol agar produksi aktual yang dihitung berdasarkan total hasil penangkapan ikan dari perairan Teluk Palabuhanratu tidak melebihi tingkat produksi optimal dari kedua sumberdaya ikan tersebut, yaitu sebanyak 2.758,30 ton per tahun untuk SDI demersal. Kebijakan ini diantaranya dilakukan dengan cara membatasi hasil tangkapan ikan demersal per trip yang diperbolehkan, yaitu sebanyak sebanyak 245,18 kg. Penerapan ini harus dibarengi dengan pembatasan tingkat upaya pada level optimal.

UCAPAN TERIMA KASIH

Saya ucapkan terima kasih kepada para reviewers for their constructive comments. Kepada Sekolah Pascasarjana IPB, khususnya para pengajar di lingkungan Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika, atas kesediaan menerima dan mendidik penulis. Prof.Dr.Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS., Ir. Moch. Prihatna Sobari, MS., dan Dr.Ir. Luky Adrianto, M.Sc., atas arahan dan bimbingannya. Kepala Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB atas kesempatan dan beasiswa sekolah yang diberikan, serta Pemda Kabupaten Sukabumi, khususnya Badan Lingkungan Hidup (BLH), Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskankel), PPN Palabuhanratu, dan PPI Cisolok atas bantuan, data dan informasi yang diberikan.

CATATAN-CATATAN: 1. Alat tangkap yang digunakan di sekitar perairan Teluk Palabuhanratu cukup beragam, sehingga

diperlukan suatu pendekatan kesetaraan dalam mengukur tingkat upaya yang dilakukan di sekitar perairan teluk ini. Teknik standarisasi ini didekati dengan formula:

ititit DE ϕ= , dimana std

itit U

U=ϕ

dimana, Eit adalah tingkat upaya (effort) dari alat tangkap i pada waktu t yang distandarisasi, Dit adalah jumlah hari melaut (fishing days) dari alat tangkap i pada waktu t, φit adalah nilai kekuatan menangkap (fishing power) dari alat tangkap i pada waktu t, Uit adalah jumlah produksi per alat tangkap (catch per unit effort, CPUE) dari alat tangkap i pada waktu t, dan Ustd adalah jumlah produksi per alat tangkap (catch per unit effort, CPUE) dari alat tangkap yang dijadikan sebagai basis standarisasi.

2. Standarisasi biaya per unit upaya (unit standardized effort) dalam penelitian ini mengikuti pola standarisasi (Anna, 2003):

( )⎥⎥⎥

⎢⎢⎢

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

+= ∑ ∏ ∑∑=

=

= 1001

1

11

1

tn

i

tn

t ji

it

i

iet

CPIhh

hE

TCn

C

dimana, Cet adalah biaya per unit standardized effort pada periode t, TCi adalah biaya total untuk alat tangkap i untuk i = 1, 2, Ei adalah total standardized effort untuk alat tangkap i, hit adalah produksi alat tangkap i pada waktu t, ∑ (hi+hj) adalah total produksi ikan untuk seluruh alat tangkap, n adalah jumlah alat tangkap, dan CPIt adalah indeks harga konsumen pada periode t.

Page 21: Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk ... · PDF fileAlokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu : Sumberdaya Ikan Demersal YUDI WAHYUDIN

3. Estimasi parameter r, q, dan K dilakukan dengan menggunakan teknik weighted least square (WLS), yaitu dengan membagi fungsi h(q, K, E) dengan E (Ut = ht / Et), sehingga persamaan produksi lestari dapat ditransformasikan menjadi persamaan linear dan metode regresi biasa (ordinary least square, OLS) dapat digunakan untuk mengestimasi parameter biologi tersebut.

Gompertz: ⎥⎦⎤

⎢⎣⎡ −

= rqE

t

t qKeEh ,

tt EU 10ln ββ −= , dimana t

tt E

hU = ; qKln0 =β ; rq

=1β.

4. Estimasi parameter biologi dalam perhitungan MSY dilakukan dengan menggunakan model estimasi parameter yang dikembangkan oleh Clarke, Yoshimoto dan Pooley (1992) atau sering dikenal sebagai Metode CYP.

( ) ( ) ( )12101 lnln ++ +−+= tttt EEUU βββ Dari hasil regresi akan diperoleh nilai β1 yang akan menjustifikasi nilai parameter r. Selain itu, dari hasil regresi akan diperoleh nilai β2 yang nilainya akan dijadikan sebagai dasar justifikasi nilai parameter q. Setelah nilai parameter r dan q diperoleh, maka nilai parameter K dapat dijustifikasi.

⎟⎠

⎞⎜⎝

+−

=1

1

122ββ

r ; ( )rq += 22β ;( )

qeK

rr

220 +

=

β

Nilai parameter r, q, dan K kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan Gompertz untuk memperoleh tingkat pemanfaatan lestari antar waktu. Tingkat upaya maksimum lestari (EMSY) dan tingkat produksi maksimum lestari (hMSY) akan diperoleh melalui persamaan :

qrEMSY = dan

erKhMSY =

5. MSY seperti disebutkan di atas barulah merupakan penggambaran suatu keseimbangan berdasarkan faktor biologi saja, padahal sistem perikanan mengenal adanya faktor ekonomi. Oleh karena itu, Gordon (1954) kemudian mengintroduksi parameter ekonomi seperti harga dari output (p) per satuan berat dan biaya dari input (c) ke dalam model Schaefer untuk menghasilkan keseimbangan bio-ekonomi. Keseimbangan bio-ekonomi ini dikenal dengan keseimbangan statik Gordon-Schaefer. Pada dasarnya keseimbangan bio-ekonomi terjadi pada saat TR=TC, yaitu pada saat tingkat upaya berada pada level upaya open access. Pada saat TR=TC, maka keuntungan sama dengan nol π=0.

( )EcpqcEpqExcEphTCTR −=−=−=−=π , sehingga pqcxOA =

Pada kondisi open access, dengan mengsubstitusi persamaan xOA ke dalam persamaan fungsi pertumbuhan Logistik, maka dapat tingkat produksi dan tingkat upaya akses terbuka dapat diketahui sebagai berikut:

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡−=

pqKc

pqrc

h OA 1 dan ⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡−=

pqKc

qr

E OA 1

6. MEY dan upaya pada kondisi MEY dapat diketahui dengan beberapa penyederhanaan matematis sebagai berikut:

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−=

pqKcKxSO 1

2, ⎥

⎤⎢⎣

⎡−⎥

⎤⎢⎣

⎡+=

pqKc

pqKcrKh SO 11

4dan

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡−=

pqKc

qrE SO 1

2

7. Analisis dinamik sumberdaya ikan juga dianalisis berdasarkan formula sebagai berikut (Fauzi 2004) :

( ) ⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −−−=

Kxrcpqxx

ch 211* δ ;

⎥⎥

⎢⎢

⎡⎟⎠⎞

⎜⎝⎛+⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −++⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −+=

rKx

rKx

rKxx OA

OAOAδδδ 811

41

2* dan

*

**

qxhE =

8. Harga ikan nominal adalah harga rata-rata tahunan dari beberapa jenis ikan yang termasuk pada masing-masing sumberdaya ikan (pelagis kecil dan demersal) dari tahun 1993-2003.

9. Biaya penangkapan ikan (cost per unit effort) adalah biaya total yang dikeluarkan untuk melakukan penangkapan ikan per tahun per unit effort (setingkat bagan dan setingkat pancing).

10. Tingkat upaya penangkapan adalah banyaknya fishing days penangkapan ikan per tahun yang dalam hal ini sebanding dengan jumlah trip total per tahun pada masing-masing alat tangkap yang

Page 22: Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk ... · PDF fileAlokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu : Sumberdaya Ikan Demersal YUDI WAHYUDIN

telah distandarisasi. Penggunaan trip dilakukan karena nelayan Teluk Palabuhanratu melakukan penangkapan ikan secara one day fishing.

11. Tingkat diskon (discount rate) adalah tingkat suku bunga riil yang dihitung berdasarkan market base discount rate dan perhitungan tingkat bunga yang dikembangkan Ramsey diacu dalam Kula (1984) diacu dalam Anna (2003) dan telah dijustifikasi dengan menggunakan persamaan

, dimana δ adalah real discount rate yang merupakan annual (continuous) discount rate menurut Clark (1985).

( r+= 1lnδ )

12. Perikanan open access adalah kondisi dimana setiap nelayan dapat ikut terlibat dalam memanfaatkan atau melakukan perburuan ikan atau mengeksploitasi ikan tanpa adanya kontrol atau pembatasan.

13. Pemanfaatan sumberdaya ikan berlebih (over fishing) secara biologi adalah kondisi dimana pemanfaatan sumberdaya ikan telah melebihi atau melampaui potensi maksimum lestari (maximum sustainable yiled, MSY) dari sumberdaya ikan di suatu perairan, sehingga penambahan hasil tangkap ikan akan mengalami penurunan.

14. Pemanfaatan sumberdaya ikan berlebih secara ekonomi adalah kondisi dimana penerimaan total yang diperoleh dari hasil penangkapan ikan sama dengan biaya total penangkapan, sehingga keuntungan yang diperoleh akan sama dengan nol ( 0=π ).

15. Nilai rente adalah selisih antara total penerimaan dikurangi dengan total biaya pemanfaatan sumberdaya ikan yang dalam hal ini dinotasikan sebagai cEpqExcEphTCTR −=−=−=π . Sedangkan nilai rente sepanjang waktu dihitung nilai rente dibagi dengan tingkat diskon riil (

δπ=V ).

16. Alokasi optimal adalah kondisi dimana sumberdaya perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu dapat dialokasi pada tingkat produksi yang optimal (h*), tingkat upaya yang optimal (E*), jumlah alat tangkap yang optimal (FG*) dan jumlah nelayan yang optimal (N*), sehingga pada gilirannya rente optimal (π*) pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan ini dapat teralokasi secara optimal per nelayan.

*** E

hU = , dimana U* adalah tingkat produksi optimal per unit upaya; _

**FGE

EFG =,

dimana adalah jumlah trip per tahun dari alat tangkap yang dihitung; _

FGE FGnFGN ** = , dimana

adalah rata-rata jumlah nelayan per alat tangkap; dan

FGn

BHnE FG

nFG *

** ππ = , dimana BH adalah prosentase

bagi hasil antara nelayan dan pemilik. 17. Asumsi-asumsi: asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti asumsi-asumsi

yang dikembangkan Clark (1976) dan Clark (1985) yang juga telah diacu dalam Adrianto (1992): (i) populasi ikan menyebar secara merata, (ii) stok ikan menghadapi kendala yang sama dari daya dukung lingkungan perairan di Teluk Palabuhanratu, (iii) tidak ada kejenuhan penggunaan unit upaya penangkapan di wilayah Perairan Teluk Palabuhanratu, (iv) unit penangkapan bagan untuk menangkap ikan pelagis kecil adalah homogen, (v) unit penangkapan pancing untuk menangkap ikan demersal adalah homogen, (vi) biaya penangkapan per unit upaya penangkapan ikan adalah konstan dan proporsional terhadap upaya, dan (vii) harga ikan per satuan hasil tangkap adalah konstan. Semua asumsi di atas berlaku apabila model dasar yang digunakan adalah model Gordon-Schaefer (1954) dan telah disesuaikan dengan kondisi lapangan pada waktu penelitian ini berlangsung.

REFERENSI

Adrianto L. 1992. Studi Penggunaan Model Bioekonomi Linier Dinamik dalam Pengelolaan Sumberdaya Kakap Merah (Lutjanus spp) di Perairan Sekitar Juwana, Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah. [Skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan, Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan.

Andersen K and Ursin E. 1977. A Multispecies Extension to the Beverton and Holt Theory of Fishing, with Account of Phosphorous Circulation and Primary Production. The Danish Institute of Fisheries and Marine Research.

Page 23: Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk ... · PDF fileAlokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu : Sumberdaya Ikan Demersal YUDI WAHYUDIN

Anna S. 2003. Model Embedded Dinamik Ekonomi Interaksi Perikanan-Pencemaran. [Disertasi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Program Pasca Sarjana. 371 hal.

Buchary EA. 1999. Evaluating the Effect of the 1980 Trawl Ban in the Java Sea, Indonesia: An Ecosystem-Based Approach. Master Thesis, University of British Columbia.

Clarke RP, Yoshimoto SS, dan Pooley SG. 1992. A Bionomic Analysis of the North-Western Hawaiian Island Lobster Fishery. Marine Resource Economics 7(2):65-82.

Clark CW. 1985. Bionomic Modelling and Fisheries Management. Canada : Vancouver. John Wiley & Sons, Inc. 291 p.

Fauzi A. 1998. The Management of Competing Multi Species Fisheries : A Case of A Small Pelagic Fishery on the North Coast of Central Java. Thesis. Department of Economics, Simon Fraser University, Vancouver, Canada.

. 2001a. An Econometric Analysis of the Surplus Production Function : An Application for Indonesian Small Pelagic Fishery. Paper Presented at the National Seminar Organized by Persada (Japanese Alumni Association). Bogor, January 20, 2001.

. 2001b. Teknik Pengambilan Contoh Penelitian Sosial Ekonomi: Panduan Singkat. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan. 16 hal.

. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama. 259 hal.

Fox WM. 1970. An Exponential Surplus Yield Model for Optimizing Exploited Fish Populations. Trans.Amer.Fish.Soc. 99 : 80-88.

Gordon HS. 1954. The Economic Theory of the Common Property Resource : the Fishery. Journal of Political Economy 62 :124-142.

Graham M. 1935. Modern Theory of Exploiting a Fishery and Application to the North Sea Trawling. J.Cons.Int.Explor.Mer 10 :264-274.

King M. 1985. Fisheries Biology, Assessment, and Management. Fishing News Books. Great Britanian.

Kula E. 1984. Derivation of Social Time Preference Rates for the U.S and Canada. Quarterly Journal of Economics, 99: 873-882.

Resosudarma, B. 1995. The construction of a Bioeconomics Model of the Indonesia Flying Fishery. Marine Resource Economics 10:357-372.

Schaefer MB. 1954. Some Aspect of the Dynamics of Populations Important to the Management of Commercial Marine Fisheries. Bull. Inter-Am. Trop. Tuna. Comm 1 :27-56.

. 1957. Some considerations of Population Dynamics and Economics Relation to the Management of Marine Fisheries. Canada : Journal of the Fisheries Research Board, 14 : 669-681.

Schnute J. 1977. Improved Estimates from the Schaefer Production Model : Theoretical Considerations. Canada : Journal of the Fisheries Research Board, 34 : 583-603.

Seijo JC, Defeo O, and Salas S. 1998. Fisheries Bioeconomics: Theory, Modeling and Management. FAO Fisheries Technical Paper, No. 368. Rome, FAO. 108p.

Wahyudin Y. 2005. Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Palabuhanratu. [Tesis]. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Sekolah Pascasarjana, Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika. 168 hal.