Aria a New Classification of Allergic Rhinitis and Nasal Responsiveness
Allergic Bronchopulmonary Aspergillosis (ABPA)
description
Transcript of Allergic Bronchopulmonary Aspergillosis (ABPA)
KKS Stase Paru RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan 10
Januari 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya
senantiasa kita umat-Nya dalam keadaan sehat, sehingga kami dapat menyelesaikan
paper yang berjudul “Allergic Bronchopulmonary Aspergillosis (ABPA)”.
Terima kasih kami haturkan kepada dr. Amiruddin, Sp.P atas bimbingannya
sehingga kami dapat menyelesaikan paper ini tepat pada waktunya, dan kepada semua
pihak yang ikut serta dalam penyelesaian paper ini yang tidak dapat kami sebutkan satu
persatu.
Adapun tujuan pembuatan paper ini adalah untuk memenuhi persyaratan
Kepanitraan Klinik Senior (KKS) pada Stase Paru di RSUD Pirngadi Kota Medan.
Kami sadar paper ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami
menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi kemajuan kita bersama, kami
berharap paper ini dapat menjadi tambahan ilmu bagi pihak-pihak yang
menggunakannya.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penyelesaian proposal penelitian ini, lebih dan kurang kami mohon maaf.
Medan, Januari 2012
Penulis
KKS Stase Paru RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan 10
Januari 2012
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................... 1
DAFTAR ISI.............................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 3
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................
BAB II
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perhatian terhadap penyakit yang disebakan oleh infeksi jamur makin hari makin
meningkat. kasus-kasus infeksi jamur juga makin banyak ditemukan. Hal ini disebabkan
karena perhatian dan teknik pemeriksaan laboratorium yang makin maju. Penyakit paru
karena jamur (mikosis paru) termasuk kedalam mikosis sitemik. kekerapan dan masalah
yang ditimbulkan mikosis paru ini juga meningkat.
Di medan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ternyata dijumpai 3,35 %
mikosis paru pada pasien dengan gejala batuk kronik dan berdahak. Penyebab terbanyak
adalah Candida albicans 36,67 %, kemudian Aspergillus fumigatus 27,33 %, Candida
sp. dan A. flavus masing-masing 11,6 %, Rhizopus sp. 5,56 %, A.niger 3.70 %, Mukor
sp. 1,85 % dan Nocardia sp. 1.85 %. (1)
KKS Stase Paru RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan 10
Januari 2012
Aspergillus dapat menyebabkan berbagai penyakit pada manusia, antara lain reaksi
hipersensitivitas tipe I dan III. Pada paru, Aspergillus dapat menyebabkan 4 sindrom
utama yaitu Allergic Bronchopulmonary Aspergillosis (ABPA), Chronic Necrotizing
Pulmonary Aspergillosis (CNPA), Aspergilloma, dan Invasive Aspergillosis.
1.2 Rumusan Masalah
Untuk mengetahui penyakit Allergic Bronchopulmonary Aspergillosis (ABPA)
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan pembaca tentang Allergic
Bronchopulmonary Aspergillosis (ABPA)
BAB II
ALLERGIC BRONCHOPULMONARY ASPERGILLOSIS
2.1 Definisi
Allergic Bronchopulmonary Aspergillosis (ABPA) merupakan suatu rekasi
hipersentivitas terhadap kolonisasi Aspergillus fumigates pada bagian trakeobronkial
dimana pada umumnya terjadi pada pasien dengan riwayat penyakit asma maupun
fibrosis kistik.(4)
2.2 Etiologi
KKS Stase Paru RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan 10
Januari 2012
Jamur Aspergillus fumigatus.
• Aspergillus fumigates (90%)
• Aspergillus flavus (10%)
• Aspergillus niger (2%)
• Aspergillus clavatus (<1 %)
Aspergillus bisa tumbuh di daun-daun yang telah mati, gandum yang disimpan,
kotoran burung, tumpukan pupuk dan tumbuhan yang membusuk lainnya. Infeksi akibat
aspergillus (misalnya pneumonia atau aspergiloma) jarang terjadi. Tetapi beberapa
orang menunjukkan suatu reaksi alergi (hipersensitivitas) terhadap jamur ini (disebut
allergic bronchopulmonary aspergillosis), yang ditandai dengan adanya peradangan
pada saluran pernafasan (bronkus) atau kantong udara (alveolus). Penyakit ini bisa
menyerupai asma atau pneumonia, dan pada kenyataanya, sebagian besar penderita
ABPA juga menderita asma. Resiko tinggi terjadinya ABPA ditemukan pada penderita
asma atau fibrosis kistik.(2)
2.3 Epidemiologi
Penyakit ini dijumpai pada 8% pasien asma dan sampai 20% pasien asma kronik
yang masuk rumah sakit di Inggris. Kasus pertama ABPA dilaporkan pada tahun 1952
KKS Stase Paru RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan 10
Januari 2012
oleh Hinston di Inggris, sedangkan dari Amerika baru dilaporkan 1965. Mulanya
penyakit ini jarang terjadi di Amerika, tetapi sejak 15 tahun kasus semakin meningkat
baik pada orang dewasa maupun anak-anak. Di Medan (Indonesia) APBA ini juga
dijumpai dan pertama kali dilaporkan oleh Tanjung A pada tahun 1987, kemudian
dilaporkan beberapa kasus lagi. Patogenesis penyakit ini belum sepenuhnya dimengerti.
Mungkin reaksi imunologis tipe I dan III mempunyai peran.(1)
2.4 Patofisiologi
Faktor-faktor yang mendasari pengembangan ABPA tetap tidak jelas. Peran
faktor genetik, kualitas lendir, preactivation sel epitel dan sejauh mana, aktivasi ini
memfasilitasi pengembangan Aspergillus spora ke dalam hifa, penetrasi bronkial
Aspergillus, respon imun dan bronkus / bronkiolus inflamasi, mation dan kehancuran
belum sepenuhnya dipahami.
Memang, mekanisme yang terlibat dalam pengembangan ABPA adalah
kompleks (Gambar 1). Pepys menunjukkan bahwa ABPA merupakan hasil jenis I dan
tanggapan imunologi III, diklasifikasikan menurut Gell dan Coombs. Namun,
klasifikasi memberikan pandangan terbatas patogenesis ABPA.
KKS Stase Paru RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan 10
Januari 2012
Faktor Genetik
CD4+ limfosit Th2 dari pasien ABPA yang dibatasi sampai enam MHC kelas II
HLD-R subtipe. Genetik menunjukkan bahwa molekul HLA-DR (DR2, DR5, dan
mungkin, DR4 atau DR7) berhubungan dengan kerentanan untuk ABPA, sedangkan
molekul HLA-DQ2 terkait dengan resistensi. Dengan demikian, kombinasi dari genetik
elemen dapat menentukan hasil dari ABPA pada pasien dengan fibrosis kistik dan asma
(12, 13).
Marchand et al. Marchand dkk. menemukan bahwa frekuensi cystic fibrosis
trans- membran konduktor regulator (CFTR) gen mutasi tinggi pada pasien dengan
ABPA dibandingkan dengan mereka yang alergi asma, meski kedua kelompok
menunjukkan yang normal konsentrasi klorida keringat.
Hal ini menunjukkan bahwa CFTR mutasi gen yang terlibat dalam
pengembangan ABPA. Selain itu, Saxena et al diidentifikasi asosiasi antara
polimorfisme di wilayah kolagen dari Pulmonary surfaktan protein A2 dan
kecenderungan untuk ABPA dan tingkat keparahan penyakit. Kondisi di mana A.
fumigatus berkolonisasi yang saluran pernafasan pada pasien mengembangkan ABPA
lain. faktor yang terkait dengan patofisiologi penyakit. Spora Aspergillus yang dihirup
KKS Stase Paru RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan 10
Januari 2012
dan menembus lendir lapisan. Kombinasi faktor dapat menyebabkan lebih bronkial
kepatuhan Aspergillus dan tingkat tinggi Aspergillus antigen penyerapan pada pasien
berkembang.(4)
2.5 Gejala Klinis
Manifestasi klinis ABPA sangat bervariasi, berupa badan tidak enak, demam,
sesak, sakit dada, wheezing, dahak yang purulen, dan batuk darah. Berdasarkan
pemeriksaan klinis, laboratories, dan serologis sudah dikenal 5 macam staging ABPA,
yaitu :
1. staging akut
pasien memberikan gejala demam, batuk, sesak, dan sulit mengeluarkan dahak.
Laboratorium menunjukkan peninggian serum IgE dan eosinofilia. Secara radiologi
dapat dijumpai infiltrat di paru. Pada keadaan akut ini diberikan kortikosteroid
sampai timbul remisi.
2. staging remisi
pasien tidak memberikan gejala sedangkan secara laboratorium menunjukkan
penurunan IgE dan eosinofil darah. Pemeriksaan radiologis menunjukkan resolusi
infiltrat di paru. Tidak diperlukan kortikosteroid pemeliharaan.
3. staging eksaserbasi berulang
pasien dapat memberikan gejala asma yang memerlukan kortikosteroid jangka
panjang. Laboratorium menunjukkan peningkatan IgE sedangkan gambaran
radiologis berubah-ubah.
4. staging asma dependen terhadap kortikosteroid
5. staging fibrosis paru
pasien memberikan gejala sesak nafas dan manifestasi fibrosis paru. Faal paru
menunjukkan adanya obstruksi dan atau restrikti yang reversible. Peninggian IgE
menunjukkan aktivitas penyakit masih berlanjut. Pemeriksaan radiologis
menunjukkan adanya fibrosis paru. Pada staging ini diperlukan kortikosteroid
jangka panjang.(1)
KKS Stase Paru RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan 10
Januari 2012
2.6 Diagnosis
Aspergillosis Bronchopulmonary Aspergillosis (ABPA) ditegakkan berdasarkan
kriteria yang terdiri atas :
1. asma
2. eosinofilia (>1000/ mm3)
3. tes kulit positif terhadap A.fumigatus
4. presipitin antibody terhadap Aspergillus
5. radiologis adanya infiltrate
6. serum IgE total meninggi
7. bronkiektasis proksimal
8. IgE dan IgG spesifik meninggi terhadap A.fumigatus
Gambaran lain termasuk hasil kultur positif terhadap Aspergillus fumigatus dan
reaksi tes kulit tipe lambat positif.(1)
Jika pasien memiliki semua delapan dari atas, diagnosis pasti. Jika pasien
memiliki tujuh, diagnosis untuk ABPA adalah sangat mungkin. Jika pasien memiliki
asma, eosinofilia dan sejarah infiltrat maka ABPA harus dianggap sebagai mungkin dan
tes lainnya dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi. Jika pasien memiliki kurang dari
tujuh dari diagnosis di atas menjadi kurang yakin. Jika jawaban yang diperlukan cepat
dan jika kesehatan pasien memungkinkan maka biopsi adalah cara yang sangat baik
untuk memutuskan diagnosis.(6)
2.7 Pemeriksaan Penunjang
ABPA harus dipertimbangkan pada penderita asma dengan hasil foto toraks
abnormal serta jumlah eosinofil yang tinggi.
1. tes kulit : hasil tes kulit terhadap Aspergillus spp. harus positif (atau kenaikan
IgE spesifik dalam serum) untuk menegakkan diagnosis.
KKS Stase Paru RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan 10
Januari 2012
2. tes darah : jumlah eosinofil meningkat, terutama pada episode akut. IgE serum
total sangat meningkat. Antibodi pemicu (IgE) dijumpai pada 70%.
3. pemeriksaan sputum : hifa jamur bisa dijumpai dalam sputum.
4. foto toraks : infiltrat perihilar transien (‘berganti-ganti’) dijumpai selama
serangan akut. Bisa terjadi kolaps lobus atau segmental akibat sumbatan
bronkus. Pada penyakit kronis bisa terjadi kontraksi lobus atas, fibrosis, dan
bronkiektasis.(5)
2.8 Diagnosis Banding
1. Aspergiloma
2. Aspergilosis kronik nekrotizing (1)
2.9 Pengobatan
Pengobatan dengan diberikan kortikosteroid oral (glukokortikoid jangka pendek)
dan hendaknya dilanjutkan untuk beberapa bulan, serta diberikan profilaksis
itrakonazol. Dengan profilaksis itrakonazol oral 2 kali 200 mg sehari dapat mengurangi
pemakaian glukokortikoid dan eksaserbasi berkurang.(1)
KKS Stase Paru RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan 10
Januari 2012
Oral glucocorticoids
- 0.5 mg/kg/d for 1-2 wk then on alternate days for 6-8 wk. Then taper by 5-10 mg/2wk
- 0,5 mg / kg / hari selama 1-2 minggu kemudian pada hari alternatif selama 6-8 minggu.
Kemudian lancip oleh mg/2wk 5-10
- Repeat total IgE and radiography in 6 to 8 wk
- Ulangi IgE total dan radiografi dalam 6 sampai 8 minggu
- 35% decline in IgE level signifies response
- Penurunan 35% di tingkat IgE menandakan respon
Oral Itraconazole
- 200 mg bid for 16 wk then once a day for 16 wk
- First relapse ABPA or glucocorticoid-dependent ABPA
- Inhibits the metabolism methylprednisolone
- 200 mg tawaran untuk 16 minggu dari sekali sehari selama 16 minggu
- Pertama kambuh ABPA atau glukokortikoid bergantung ABPA
- Menghambat metabolisme metilprednisolon
Inhaled Corticosteroids
No superiority over placebo.
Tidak ada superioritas atas plasebo.
2.10 Pencegahan
KKS Stase Paru RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan 10
Januari 2012
Orang-orang dengan faktor predisposisi (asma, fibrosis kistik, dll), sebaiknya menghindari
lingkungan dimana jamur aspergillus ditemukan.(2)
2.11 Komplikasi
2.12 Prognosis
ABPA biasanya berlanjut menjadi bronkiektasis.(5)
There is no current cure for ABPA, but management of the inflammation and scarring
using itraconazole and steroids usually succeeds in stabilising the symptoms for many
years.ABPA can very rarely progress to CCPA.
Tidak ada obat saat ini ABPA, tetapi manajemen peradangan dan jaringan parut menggunakan
itrakonazol dan steroid biasanya berhasil dalam menstabilkan gejala-gejala selama bertahun-
tahun. ABPA sangat jarang berkembang menjadi CCPA.(6)
PENUTUP
ABPA is a common manifestation in chronic allergic asthma and cystic
fibrosis patients. Despite the high frequency of the disease among the sepatients,
diagnoses are not generally made until a long time after the initiation of the
asthmatic disease. When the clinical, radiological and biological criteria for ABPA
appear in combination and the diagnosis is made, a treatment that includes both
corticosteroids and the antifungal agent, itraconazole, needs to be administered.
However, the treatment regimes for this antifungal therapy have yet to be definitely
established.
ABPA merupakan manifestasi umum pada asma alergi kronis dan pasien cystic fibrosis.
Meskipun frekuensi tinggi penyakit antara sepatients, diagnosis umumnya tidak dibuat sampai
waktu yang lama setelah mulai dari penyakit asma. Ketika, klinis radiologis dan kriteria biologis
untuk ABPA muncul dalam kombinasi dan diagnosis dibuat, pengobatan yang meliputi
kortikosteroid dan agen antijamur, itrakonazol, perlu diberikan. Namun, rezim pengobatan
untuk terapi antijamur belum ditetapkan secara pasti. (4)
KKS Stase Paru RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan 10
Januari 2012
RUJUKAN
1. Tanjung A, Keliat EN. Penyakit Paru Karena Jamur. Dalam: Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid II. Edisi
IV. IPD FKUI. Jakarta : 2006. 1016-1018.
2. http://medicastore.com/penyakit/
433Aspergilosis_Bronkopulmoner_Alergika_ABPA.html
3. http://emedicine.medscape.com/article/296052-overview
4. Tillie-Leblond*, A.-B. Tonnel.Department of Pulmonology and Immuno-
Allergology, University Hospital of Lille, Lille, France
5. Davey, Patrick. At a Glance Medicine. Erlangga. Jakarta : 2002. 196-197.
6. http://www.aspergillus.org.uk/newpatients/ABPA.php
7.