alergi makanan

36
1 Pendahuluan Angka kejadian alergi terhadap makanan tampaknya semakin meningkat. Alergi makanan dapat mengakibatkan terganggunya kualitas hidup dari penderita maupun keluarganya. Alergi makanan juga sering menyebabkan dokter anak kesulitan dalam menentukan diagnosis dan memberi penanganan. [1] Insidensi reaksi merugikan terhadap makanan belum diketahui dan tidak dapat disangsikan bervariasi pada berbagai belahan dunia. Diet orang Amerika Serikat rata- rata berisi banyak antigen makanan, aditif kimia makanan, antibiotika, dan bahan- bahan lain; karenanya tidak heran kalau frekuensi reaksi merugikan terhadap makanan bermakna. Reaksi makanan yang disebabkan oleh mekanisme alergi diperkirakan terjadi pada 0,3-0,7% orang, tetapi prevalensi alergi makanan merupakan subjek yang mengundang banyak pertentangan. Kebanyakan reaksi merugikan terhadap makanan tidak mempunyai dasar imunologis. Pada kasus ini penggunaan metode diagnosis imunologis (uji kulit atau uji provokatif) tidak tepat. Sama halnya pengobatan yang didasarkan pada prinsip-prinsip imunologis tidak berdasar. [2,3] Enam hingga delapan persen anak berusia kurang dari 3 tahun pernah mengalami alergi makanan. Beberapa penelitian di masyarakat menunjukkan bahwa prevalensi alergi susu sapi terjadi pada 1,9-3,9% anak kecil, alergi telur terjadi pada 2,6% hingga anak berusia 2,5 tahun., kacang-kacangan pada 0,4%-0,6% pada anak usia kurang dari 18 tahun. [1] 1. Definisi Alergi makanan didefinisikan sebagai suatu reaksi terhadap protein makanan yang merugikan, yang disebabkan oleh suatu hipersensitivitas imun, yaitu suatu interaksi antara sedikitnya satu protein makanan dengan satu atau lebih mekanisme imun, tidak terbatas hanya pada IgE. [1]

description

pediatri

Transcript of alergi makanan

Page 1: alergi makanan

1

Pendahuluan

Angka kejadian alergi terhadap makanan tampaknya semakin meningkat.

Alergi makanan dapat mengakibatkan terganggunya kualitas hidup dari penderita

maupun keluarganya. Alergi makanan juga sering menyebabkan dokter anak kesulitan

dalam menentukan diagnosis dan memberi penanganan.[1]

Insidensi reaksi merugikan terhadap makanan belum diketahui dan tidak dapat

disangsikan bervariasi pada berbagai belahan dunia. Diet orang Amerika Serikat rata-

rata berisi banyak antigen makanan, aditif kimia makanan, antibiotika, dan bahan-

bahan lain; karenanya tidak heran kalau frekuensi reaksi merugikan terhadap makanan

bermakna. Reaksi makanan yang disebabkan oleh mekanisme alergi diperkirakan

terjadi pada 0,3-0,7% orang, tetapi prevalensi alergi makanan merupakan subjek yang

mengundang banyak pertentangan. Kebanyakan reaksi merugikan terhadap makanan

tidak mempunyai dasar imunologis. Pada kasus ini penggunaan metode diagnosis

imunologis (uji kulit atau uji provokatif) tidak tepat. Sama halnya pengobatan yang

didasarkan pada prinsip-prinsip imunologis tidak berdasar. [2,3]

Enam hingga delapan persen anak berusia kurang dari 3 tahun pernah

mengalami alergi makanan. Beberapa penelitian di masyarakat menunjukkan bahwa

prevalensi alergi susu sapi terjadi pada 1,9-3,9% anak kecil, alergi telur terjadi pada

2,6% hingga anak berusia 2,5 tahun., kacang-kacangan pada 0,4%-0,6% pada anak usia

kurang dari 18 tahun. [1]

1. Definisi

Alergi makanan didefinisikan sebagai suatu reaksi terhadap protein makanan

yang merugikan, yang disebabkan oleh suatu hipersensitivitas imun, yaitu suatu

interaksi antara sedikitnya satu protein makanan dengan satu atau lebih mekanisme

imun, tidak terbatas hanya pada IgE. [1]

Page 2: alergi makanan

2

Sebenarnya reaksi merugikan terhadap makanan merupakan suatu istilah umum

yang dipakai untuk menggambarkan suatu respons klinis abnormal sesudah makan

makanan atau bahan-bahan tambahannya. Dengan demikian reaksi merugikan terhadap

makanan dapat ditimbulkan dari suatu alergi atau idiosinkrasi atau suatu respons

metabolik, farmakologis atau toksik terhadap protein makanan, bahan tambahannya

atau kontaminasi makanan. [1]

2. Etiologi

Mekanisme reaksi merugikan terhadap makanan mungkin tidak hanya

mencakup alergi tetapi juga defisiensi enzim dan reaksi imunologis terhadap tiramin,

nitrit, dan monosodium glutamate. Ada sedikit keraguan bahwa molekul makro yang

utuh dapat lewat melalui epitel saluran gastrointestinal dan memperoleh jalan masuk

ke sirkulasi sistemik, terutama selama usia beberapa bulan pertama. Imunoglobulin (Ig)

A sekretorik membatasi penyerapan makromolekul utuh. Anak dengan defisiensi IgA

mempunyai kadar antibodi terhadap protein susu sapi dan kompleks imun yang

mengandung antigen susu lebih tinggi daripada kontrol (anak) normal. Reaksi yang

diperantarai-IgE ditandai khas dengan mulainya yang cepat dan dapat tampak sebagai

angioedema bibir, mulut, uvula atau glottis; sebagai urtikaria menyeluruh; sebagai

asma; atau kadang-kadang sebagai syok. [2]

Individu dengan reaksi makanan diperantarai-IgE secara tetap menunjukkan uji

kulit positif pada makanan yang dicurigai. Sebenarnya uji kulit sendiri, terutama jika

dilakukan dengan teknik intrakutan, dapat mempercepat reaksi klinik pada individu

dengan alergi anafilaktik pada makanan. Makanan yang memiliki kemungkinan

tertinggi menyebabkan sensitivitas diperantarai-IgE adalah ikan, kerang, kacang tanah

(suatu tumbuhan polong), berbagai kacang-kacangan dan biji-bijian, telur, susu sapi,

kedelai, gandum, dan jagung. [2,4,5,6]

Yang lebih sukar didiagnosis adalah reaksi yang mulainya beberapa jam sampai

24 jam sesudah penelanan makanan yang mengganggu. Reaksi demikian dikaitkan

Page 3: alergi makanan

3

tanpa bukti yang sangat meyakinkan akan adanya alergi terhadap produk digestif

makanan seperti protease atau polipeptida. Peran kompleks antigen-antibodi dan

imunitas seluler (hipersensitivitas tipe lambat) dalam patogenesis reaksi yang terjadi

lambat ini belum diketahui. [2]

Sejumlah enteropati dengan berbagai kombinasi malabsorbsi, steatorea,

hipoalbuminemia dan kehilangan darah melalui tinja telah dilaporkan sebagai akibat

intoleransi susu sapi atau gandum.Walaupun ada hubungan yang erat antara gejala atau

tanda dengan pemberian makan makanan ini, mekanisme jejas imunologis yang tepat

belum diketahui. Belum diketahui apakah individu sensitive-gandum yang menderita

gejala yang merugikan dari fraksi zat perekat (gluten) gandum yang bereaksi dengan

α-gliadin sebagai toksin atau sebagai antigen pada suatu jejas tipe kompleks-imun. [2]

Reaksi merugikan nonimunologik lainnya, terhadap makanan, terutama pada

orang dewasa adalah nyeri kepala sesudah penelanan anggur dan keju (tiramin), daging

yang diawetkan atau nyeri kepala “hot dog” (natrium nitrit), atau sindrom restoran Cina

(monosodium glutamat). Orang yang terkena tampaknya menderita reaksi idiosinkrasi,

tetapi bukan alergi, terhadap bahan kimia sederhana ini. Pada kasus lain reaksi

merugikan yang nonimunologik dapat disebabkan aditif makanan, termasuk zat

pewarna yang digunakan dalam makanan dan obat-obatan. Laporan dari National

Advisory Committee on Hiperkinesis and Food Additives menyimpulkan bahwa tidak

ada hubungan penyebab langsung antara zat pewarna dan zat aroma dengan

hiperaktivitas pada anak. [2]

3. Epidemiologi

Akhir-akhir ini survei epidemiologi menunjukkan kenyataan adanya kenaikan

fenomena alergi yang cepat. Di Negara berkembang, fenomena ini merupakan penyakit

kronis yang paling sering dijumpai dan mencapai sekitar 15% dan 30% dari seluruh

populasi. Pada bayi dan anak kecil, prevalensi alergi makanan diperkirakan terjadi

sekitar 2%-3%. Faktor-faktor yang mempengaruhi prevalensi alergi makanan pada

Page 4: alergi makanan

4

berbagai populasi memberikan perhatian mengenai dasar genetik dan lingkungan dari

kenaikan penyakit atopik pada anak. Di Asia Tenggara terdapat variasi yang sangat

tinggi mengenai budaya, ras, dan makanan yang mungkin dapat berpengaruh terhadap

prevalensi alergi makanan. Di Australia, telur (3,2%), susu sapi (2%) dan kacang tanah

(1,9%) merupakan alergen makanan yang paling sering dijumpai pada anak hingga

berusia 2 tahun. Di Asia, prevalensi alergi makanan tidak banyak diketahui. Terdapat

pandangan umum bahwa alergi nasi tidak umum dijumpai, sebaliknya alergi terhadap

kerang-kerangan lebih sering dijumpai di Filipina dan Singapura yang merupakan

bagian dari makanan sejak bayi usia dini. Berbeda dengan insidensi hipersensitivitas

terhadap kacang tanah di Malaysia, Jepang dan Filipina yang rendah, di Indonesia dan

Australia insidensi alergi terhadap bahan makanan tersebut relatif tinggi. Di Amerika

Serikat, hingga sepertiga rumah tangga menyatakan bahwa salah satu keluarganya

pernah mengalami reaksi makanan yang merugikan, tetapi prevalensinya pada anak-

anak hanya 6%-8%. [1,4,7]

Berdasarkan jenis kelamin, pada anak-anak, laki-laki lebih banyak terkena;

pada orang dewasa, perempuan lebih sering terkena. Prevalensi alergi makanan telah

diperkirakan hingga 8% pada bayi dan anak-anak dan 3,7% pada orang dewasa. [3]

Studi di Amerika Serikat dan Inggris menunjukkan kenaikan alergi kacang pada

anak muda dalam dekade terakhir. Satu studi menunjukkan peningkatan alergi kacang

pada anak-anak dari 0,4% pada tahun 1997 menjadi 0,8% pada tahun 2002. Studi dari

Kanada dan Inggris menunjukkan tingkat alergi terhadap kacang lebih dari 1% pada

anak-anak. [3]

Sebuah laporan dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC)

menunjukkan bahwa di antara anak-anak berusia 0-17 tahun, prevalensi alergi makanan

meningkat dari 3,4% pada 1997-1999 menjadi 5,1% pada 2009-2011, kenaikan 50%.

Berdasarkan studi yang tersedia, estimasi tingkat alergi makanan pada anak-anak telah

Page 5: alergi makanan

5

diringkas sebagai berikut untuk alergen makanan umum [36]: Sapi susu - 2,5%,telur -

1,3%, kacang - 0,8%, gandum - 0,4%, kedelai - 0,4%. [3]

Sejumlah gangguan hipersensitivitas pada anak telah dikemukakan, termasuk

sindrom alergi oral, anafilaksis gastrointestinal (dengan perantara IgE), enterokolitis

karena protein makanan, sindroma malabsorpsi (termasuk penyakit celiac, enteropati

sensitive terhadap protein susu sapi), gastro-enteropati eosinofilik alergik, kolik,

refluks gastroesofageal. Di Skandinavia dengan kriteria ketat didapatkan prevalensi

alergi susu sapi sebesar 1,9%, sedangkan Hill (1999) melaporkan adanya insidens

alergi susu sapi sebesar 2-7,5% pada kurun usia bayi sampai 1 tahun. Di Surabaya

kejadian enteropati sensitif protein susu sapi (cow’s milk protein sensitive

enteropathy=CMPSE) pada penderita yang menunjukkan diare kronik dilaporkan

sebesar 72,9%. Diagnosa CMPSE di Surabaya dilakukan dengan tantangan susu (milk

challenge) dan ditegakkan dengan biopsi usus. [1]

Perjalanan Alami

Perjalanan alami dari alergi makanan pada anak kecil baik yang diperantarai

IgE maupun yang tanpa diperantarai IgE menunjukkan adanya toleransi yang timbul

sejalan dengan perjalanan waktu. [1]

Kebanyakan anak akan terbebas dari alergi terhadap susu, telur, terigu dan

kedelai dan hal ini biasanya berhubungan dengan resolusi atau kemajuan dari

penyakitnya. Sekitar 1-3 tahun dengan diet eliminasi yang ketat diperkirakan dapat

memperpendek waktu kesembuhan. Namun, pasien-pasien yang alergi terhadap

kacang tanah, kacang pohon, ikan dan kerang memiliki kemungkinan yang lebih

banyak untuk tidak dapat terbebas dari reaktivitas klinis dan sensitivitas hingga usia

dewasa. Peningkatan kadar IgE spesifik makanan dapat merupakan suatu indikasi

berkurangnya kemungkinan terjadi toleransi dalam tahun-tahun berikutnya dari usia

anak. [1]

Page 6: alergi makanan

6

4. Klinis

Pada bayi-bayi muda, kulit dan saluran gastrointestinal merupakan organ target

yang paling umum terkena, sedangkan gejala-gejala respiratorik sangat jarang tampak.

Spektrum hipersensitivitas makanan:

1. Gejala-gejala kulit meliputi: [1,5,6]

- Pruritus

- Urtikaria

-Eksema

2. Gejala-gejala gastrointestinal meliputi: [1,5,6]

- Sindrom alergi oral

- Anafilaksis gastrointestinal (dengan perantara IgE)

- Enterokolitis karena protein makanan

- Kolitis karena makanan

- Sindrom malabsorpsi (termasuk penyakit celiac, enteropati sensitif protein

susu sapi)

- Gastroenteropati eosinofilik alergik

- Kolik pada bayi

- Refluks gastroesofageal

3. Gejala-gejala respiratorik [2,5,6]

4. Asma

Page 7: alergi makanan

7

5. Rhinitis alergika

Sicherer (1999) membagi penyakit alergi makanan dalam gangguan yang

diperantarai IgE dan yang tidak diperantarai IgE sebagai berikut: [1]

Tabel 1. Alergi makanan: Organ target dan gangguannya[1]

Organ Target Dengan perantara IgE Tanpa perantara IgE

Kulit Urtikaria dan angioedema

Dermatitis atopik

Dermatitis atopik

Dermatitis herpetiformis

Gastrointestinal Sindrom alergi oral

“Anafilaksis”

gastrointestinal

Gastroenteritis eosinofilik

alergik

Proktokolitis

Enterokolitis

Gastroenteritis eosinofilik

alergik

Sindrom enteropatia

Penyakit celiac

Respiratorik Asma

Rinitis alergik

Sindrom Heiner

Multisistem Anafilaksis yang dipicu

makanan

Anafilaksis yang

berhubungan dengan

makanan, anafilaksis yang

dipicu “exercise”

Page 8: alergi makanan

8

Pembagian sindrom utama alergi susu sapi menurut Hill (1996) antara lain: [1]

1. Penderita-penderita dengan kemungkinan besar menderita alergi susu sapi (cow’s

milk allergy : CMA).

a. Reaksi tipe anafilaktik

b. Reaksi tipe gastrointestinal akut

2. Penderita-penderita dengan kemungkinan sedang (moderat) menderita CMA:

a. Ekzema kronik pada bayi

b. Kolik infantile

c. Diare kronik (Enteropati sensitif terhadap protein susu sapi = cow’s milk

protein sensitive enteropathy: CMPSE)

d. Sembab (gastroenteropati eosinofilik)

e. Diare berdarah (kolitis karena makanan = food induced colitis)

3. Penderita-penderita dengan kemungkinan kecil menderita CMA

a. Rinitis kronik

b. Otitis media berulang

c. Batuk berulang termasuk asma

Kompleksnya sistem imun gastrointestinal dan adanya fakta bahwa saluran

gastrointestinal merupakan tempat pertama yang menghadapi sejumlah besar alergen

makanan, sehingga tidaklah mengherankan apabila berbagai ragam gangguan

hipersensitivitas gastrointestinal dapat timbul. [1]

Page 9: alergi makanan

9

Atas dasar ini Workshop on the Classification of Gastrointestinal Disease of

Infants and Children Nopember 1988 membagi hipersensitivitas gastrointestinal

menjadi: [1]

a. Eksklusif dengan perantara IgE

b. Sebagian dengan perantara IgE

c. Eksklusif dengan perantara sel

Tanpa memandang mekanisme imunologis yang terkait, gejala hipersensitivitas

GI biasanya mirip sifatnya satu dengan yang lainnya, akan tetapi berbeda dalam waktu

awal penyakit, berat serta persistensinya.

Tabel 2. Gangguan hipersensitivitas GI[1]

IgE Non-IgE

Hipersensitivitas GI

Seketika

Sindrom alergi oral

Esofagitis eosinofilik

Gastritis eosinofilik alergik

Gastroenteritis eosinofilik

alergik

Enterokolitis protein

makanan alergik

Proktitis protein makanan

Enteropati protein makanan

1. Dengan perantara IgE

Reaksi tipe anafilaktik

Anafilaksis merujuk pada reaksi multi organ yang dramatik yang berhubungan

dengan hipersensitivitas yang diperantarai IgE. Makanan yang utama penyebab

anafilaksis adalah kacang tanah, kacang pohon (mente) dan kerang-kerangan. [1]

Page 10: alergi makanan

10

Anafilakasis akibat makanan yang dipicu latihan (exercise) timbul dalam dua

bentuk: (1) anafilaksis timbul bila latihan dilakukan menyusul pemberian makanan

tertentu yang sensitivitasnya diketahui diperantarai IgE atau (2) yang lebih jarang

adalah yang terjadi sesudah makan sembarang makanan. Makanan-makanan yang

terlibat bersama dengan latihan atau latihan tanpa makanan-makanan tidak

menimbulkan gejala. [1]

Reaksi timbul cepat dalam hitungan menit namun dapat juga terjadi hingga 1

jam setelah meminum susu. Gejala syok anafilaktik dapat timbul apabila jumlah susu

yang diminum besar, sedangkan susu dalam jumlah kecil memberikan gejala urtikaria

perioral, urtikaria umum, angioedema, eksem berulang, rinore, nafas bunyi, stridor,

batuk dan muntah. Kebanyakan penderita menunjukkan hasil tes tusuk kulit (skinprick

test) yang positif kuat terhadap ekstrak susu sapi. [1]

Sindrom alergi oral (oral allergy syndrome : OAS)

Dalam dekade terakhir prevalensi dari OAS makin meningkat, hal ini mungkin

disebabkan karena bertambahnya kewaspadaan akan adanya penyakit ini. OAS

merupakan bentuk alergi kontak, alergi yang terbatas pada orofarings dan jarang

mengenai organ target lainnya. Aktivasi dari sel mast yang diperantarai IgE lokal

memicu permulaan yang cepat dari pruritus, rasa pedih dan angioedema dari bibir, lidah

dan tenggorok, terkadang muncul rasa gatal di telinga, tenggorok sehingga seakan

tercekik atau keduanya. Gejala tersebut biasanya bersifat sementara dan pada

umumnya berhubungan dengan memakan berbagai buah segar dan sayur-sayuran.

Pasien alergi terhadap “Ragweed” (sejenis buah) dapat mengalami OAS sesudah

kontak dengan berbagai jenis semangka segar dan pisang. [1]

2. Dengan perantara campuran IgE dan non IgE

Yang termasuk dalam kelompok ini adalah:

- Esofagitis eosinofilik

Page 11: alergi makanan

11

- Gastritis eosinofilik

- Gastroenteritis eosinofilik

Gambaran hipersensitivitas ini ditandai dengan infiltrasi eosinofilik dari

dinding esophagus, lambung, usus dengan eosinofil, hyperplasia zona basal,

perpanjangan papiler, tidak adanya vaskulitis dan eosinofilia perifer pada 50% dari

pasien. [1]

Infiltrasi eosinofil dapat mengenai lapisan mukosa, otot dan serosa dari

lambung dan usus kecil. Gejala klinis berkorelasi dengan luasnya infiltrasi dinding

usus. Infiltrasi eosinofilik dari lapisan otot dapat menyebabkan penebalan dan

kekakuan dinding usus yang memicu gejala obstruksi, sedangkan infiltrasi daerah

serosa menyebabkan asites yang mengandung eosinofil. Walaupun demikian

imunopatogenesis yang mendasari penyakit ini tetap tidak diketahui dengan jelas. [1]

Esofagitis eosinofilik alergik

Esofagitis eosinofilik alergi didapatkan paling sering selama masa bayi hingga

masa remaja dalam bentuk refluks kronik (refluks gastroesofageal), emesis intermiten,

penolakan makanan, nyeri abdomen, disfagia, iritabilitas, gangguan tidur dan tidak

responsif terhadap pengobatan refluks konvensional. Formula susu terutama soya dan

juga susu sapi dikatakan banyak terlibat dalam kejadian refluks gastrointestinal. [1,3]

Refluks gastroesofageal (gastro esophageal reflux: GER) menggambarkan

keluarnya secara involunter isi gaster diatas sfingter esophagus bawah. Refluks

gastroesofageal merupakan keadaan yang biasa pada usia bayi dan dikatakan patologis

apabila hal tersebut menyebabkan esofigitis, gagal tumbuh atau gejala respiratori

(GERD: gastroesophageal reflux disease). Kebanyakan gejala akan menghilang pada

saat usia bayi 12-18 bulan. Tangisan yang tidak henti-hentinya pada bayi sering terjadi

dan karena banyaknya prevalensi regurgitasi pada bayi-bayi muda, sering dihubungkan

dengan GER dan esofagitis. Namun hal ini kemudian ternyata lebih merupakan asosiasi

Page 12: alergi makanan

12

dari pada hubungan kausal antara tangisan persisten (distress yang persisten) dan GER.

GER secara tradisional dipandang sebagai gangguan motilitas primer. Namun, akhir-

akhir ini, suatu bentuk sekuder karena intoleransi terhadap protein makanan telah pula

dikemukakan kedua bentuk ini seringkali sulit dibedakan pada anak kecil karena

tumpang tindih secara klinis. [1,3,7]

Esofagitis secara histologi ditandai oleh hyperplasia basal, perpanjangan dari

papilla dan terdapatnya suatu campuran infiltrat keradangan dari neutrofil dan

eosinofil. Umumnya diperkirakan bahwa esofagitis merupakan efek langsung dari jejas

peptik karena paparan asam yang berkepanjangan pada esophagus distal. Eosinofil

esophageal telah digunakan sebagai tanda spesifik dari esofagitis refluks. [1,3]

Kolik infantil terdiri dari paroksisma tangisan atau ketewelan tanpa sebab yang

jelas yang terjadi pada 15-40% bayi berusia 4 bulan pertama.

Kolik yang berhubungan dengan muntah dikatakan mempunyai kaitan dengan

refluks gastroesofageal (GER). Hal ini diperkirakan primer penyebabnya karena suatu

gangguan motilitas, namun akhir-akhir ini dikemukakan suatu bentuk sekunder yang

disebabkan karena intoleransi protein makanan. Periode dari intoleransi protein

makanan merupakan suatu bagian dari perkembangan normal sistem imun karena pada

periode ini bayi dan anak kecil banyak menghadapi protein makanan yang umum

dikonsumsi bayi dan anak kecil. [1]

Terdapat pendapat bahwa kolik infantile berhubungan baik dengan interaksi

(perilaku) orang tua-anak yang terganggu maupun dengan reaksi hipersensitivitas

protein makanan (alergi) dengan kemungkinan salah satu atau keduanya dapat menifes

pada seseorang anak yang mempunyai predisposisi gangguan motilitas usus.

Dikemukakan hipotesa bahwa pada bayi dengan kolik terdapat intoleransi terhadap

protein makanan yang transien yang mempunyai asosiasi dengan gangguan motilitas

usus primer pada minggu-minggu pertama usia bayi dan hal ini dapat menimbulkan

Page 13: alergi makanan

13

distress yang kemudian menetap, suatu hasil dari pola perilaku dan gangguan sekunder

dalam interaksi orangtua-bayi. [1]

Gastritis eosinofilik alergik

Gastritis eosinofilik alergik terdapat juga lebih banyak sepanjang masa bayi

sampai remaja. Biasanya menunjukkan gejala-gejala muntah sesudah makan, nyeri

abdomen, anoreksia, perut rasa penuh, hematemesis, gagal tumbuh dan obstruksi jalan

keluar lambung (jarang stenosis pilorik). [1]

Gastroenteritis eosinofilik alergik

Gastroenteritis eosinofilik alergik dapat terjadi pada setiap usia dan muncul

dengan gejala sama seperti esophagitis, gastritis atau keduanya. Gejala yang paling

mencolok adalah berkurangnya berat badan dan gagal tumbuh. Hingga 50% dari pasien

adalah atopic dan pada sebagian kecil pasien diperkirakan karena reaksi yang

diperantarai IgE yang dipicu makanan. Yang mencolok pada penyakit ini adalah gejala

enteropati dengan kehilangan protein (protein losing enteropathy) terlihat dengan

adanya sembab perifer, asites, malabsorpsi dan anemia kekurangan besi karena

kehilangan darah melalui usus dan terkadang hanya disertai gejala gastrointestinal yang

minimal (muntah, diare). Timbulnya penyakit ini biasanya lambat, biasanya terdapat

riwayat atopi dalam keluarga dan tidak responsif (multiple allergens) termasuk

inhalans berperan dalam gangguan ini. [1,3]

3. Gangguan hipersensitivitas dengan perantara non-IgE

Enterokolitis protein makanan

Page 14: alergi makanan

14

Merupakan gangguan hipersensitivitas yang paling sering terjadi pada bayi usia

beberapa bulan dengan gejala yang berupa iritabilitas, muntah yang masif serta diare

yang tak jarang menyebabkan dehidrasi. Muntah biasanya terjadi 1-3 jam sesudah

makan. Pada paparan yang terus menerus dapat menyebabkan diare berdarah, anemia,

distensi abdomen dan gagal tumbuh.[1,3]

Rektosigmoidoskopi pada kolitis menunjukkan eritema dan aftae pada mukosa

sedang secara histologis tampak adanya infiltrasi eosinofilik dan ulserasi fokal.

Kebanyakan dari gangguan ini disebabkan karena susu sapi (milk induced colitis),

sebagian kecil mungkin oleh antigen yang terkandung ASI (breast milk induced benign

proctitis) ataupun oleh protein soya. Tinja sering mengandung darah yang samar,

neutrofil polimorfonuklear dan eosinofil serta Kristal charcot-Leyden. Uji tusuk kulit

(skin prick test) biasanya negatif. Spesimen biopsy jejunum menunjukkan vili yang

datar, sembab dan peningkatan limfosit, eosinofil dan sel mast. Sel-sel mast yang

mengandung IgM dan IgA didapatkan dalam jumlah yang meningkat. Walaupun

mekanisme imunopatogenik masih perlu diteliti, studi terbaru menunjukkan adanya

sekresi dari TNF-α dan sel-sel mononuklear lokal yang berperan dalam diare sekretori

dan hipotensi. [1]

Proktitis protein makanan

Gangguan ini khas terlihat pada beberapa bulan setelah kelahiran berupa tinja

dengan bercak darah pada bayi-bayi yang tampak sehat. Sekitar 60% dari kasus adalah

bayi yang mendapatkan ASI, sedangkan selebihnya adalah bayi yang mendapatkan

susu sapi atau formula soya. Kehilangan darah bersifat sedang akan tetapi kadang dapat

menimbulkan anemi. Hipoalbuminemia dan eosinofilia perifer jarang terjadi. [1]

Enteropati protein makanan

Gangguan ini sering terlihat pada bayi usia beberapa bulan setelah lahir dengan

gejala diare (tidak jarang steatorea), kenaikan berat badan yang kurang memuaskan,

Page 15: alergi makanan

15

distensi abdomen dan malabsorpsi, terkadang juga ditemukan anemia, sembab dan

hipoproteinemia. Enteropati sensitive protein susu sapi merupakan penyebab utama

sindroma ini, walaupun terdapat pula asosiasi dengan soya, telor, gandum, nasi, ayam

dan ikan pada anak yang lebih besar. Pada biopsi usus tampak atrofi vilus yang tidak

merata disertai infiltrat seluler yang khas untuk gangguan ini. Pada enteropati susu sapi,

didapatkan IgA dan IgG serum yang meningkat. [1]

Prototipe dari intoleransi makanan yang bersifat sementara adalah enteropati

sensitif terhadap protein susu sapi (cow’s milk sensitive enteropathy =CMPSE, cow’s

milk induced enteropathy) yang biasanya menghilang sesudah anak berusia 2-3 tahun.

Reaksi ini biasanya tidak bersifat seketika. Terdapat pula kasus-kasus alergi susu sapi

dengan disertai malabsorpsi tetapi tanpa adanya enteropati. Hal ini menyebabkan

bahwa diagnosa dengan cara biopsy saja tidaklah cukup. Didapatkannya enteropati

yang tidak merata pada biopsi usus belumlah merupakan tanda patognomonik untuk

menjelaskan etiologinya. Peran gastroenteritis akut sebagai predisposisi terjadinya

alergi susu sapi belum jelas. Defisiensi disakaridase sekunder pada alergi susu sapi

dapat disebabkan karena kerusakan vilimikro pada permukaan enterosit. Enteropati

yang terjadi pada alergi susu sapi bersifat transien dan reversible sesudah eliminasi

susu sapi. [1]

Tabel 3. CMPSE di Surabaya[1]

Usia (bulan) 0-6 7-12 ≥13 Jumlah

CMPSE (-)

CMPSE (+)

5

13

3

13

2

1

10

27

(72,9%)

Penyakit celiac

Page 16: alergi makanan

16

Merupakan enteropati protein makanan dengan cirri khas lebih luasnya

kerusakan vili absorptive dan hiperplasia kripta yang menimbulkan malabsorpsi, diare

kronik, steatore, distensi abdomen, flatulens dan penurunan berat badan atau kegagalan

tumbuh. Tidak jarang dapat juga diketemukan ulserasi oral dan gejala ekstrapiramidal

lain sekunder karena malabsorpsi. Pasien dengan penyakit celiac sensitif terhadap

gliadin, suatu bagian yang larut alcohol dari gluten yang didapatkan a.l pada gandum.

“oat”, “rye” dan “barley”. Penyakit celiac berhubungan dengan HLA-DQ2 (dan DQ8)

haplotype dan sekitar 90% dari pasien yang mengingesti gliadin mempunyai antibodi

IgA anti gliadin dan antiendomisium. Pada biopsi terlihat adanya atrofi vilus total dan

infiltrat seluler yang ekstensif. Prevalensi dan penyakit celiac diperkirakan antara

1:3700 dan 1:300. Di Indonesia kejadian penyakit celiac belum pernah dilaporkan. [1,3]

Akhir-akhir ini dikemukakan bahwa penyakit celiac dapat beragam mulai dari

sindrom malabsorpsi yang berat sampai yang tidak tampak (subklinis). Ingesti biji-

bijian yang mengandung gluten secara terus menerus mempunyai hubungan dengan

peningkatan risiko terjadinya keganasan, terutama limfoma sel T. Studi histopatologi

menunjukkan bahwa limfosit-limfosit, sebagian besar CD8+ fenotipe

sitotoksik/supresor banyak berada dalam ruang intra epithelial, dan sel-sel Tγ/α

meningkat dalam mukosa jejunum dan darah perifer. Penemuan terakhir lain

mengemukakan bahwa penyakit celiac berhubungan dengan kenaikan aktivitas

mucosal dari transglutaminase jaringan (tTGase) terhadap protein spesifik yang terikat

glutamine. [1,3]

Konstipasi kronis

Konstipasi kronis terdapat pada 68% dari penderita anak yang mengalami

hipersensitivitas terhadap susu sapi. Konstipasi kronik merupakan suatu gejala yang

diberi batasan dari segi kesulitan selama defekasi, interval-interval yang panjang antar

buang air besar (BAB), penampang dan kekerasan tinja. Gejala ditandai dengan

Page 17: alergi makanan

17

gerakan BAB yang nyeri atau mengejan saat BAB, tinja yang keras, frekuensi BAB

kurang dari 3x/minggu selama paling kurang 30 hari, dengan atau tanpa “soiling”. [1]

Konstipasi adalah salah satu gejala dari intoleransi susu sapi. Uji-uji

imunologik menunjukkan bahwa konstipasi merupakan manifestasi dari alergi susu

sapi yang sering terjadi dengan perantara IgE. Selain itu karena tingginya frekuensi

fisura berat pada anak yang timbul kembali setelah pemberian susu sapi dan sebelum

permulaan konstipasi, maka hipotesisnya adalah bahwa nyeri selama BAB dapat

menyebabkan retensi tinja di dalam rektum sehingga memperberat konstipasi. [1]

Penyakit usus beradang (Inflammatory bowel disease=IBD)

Peran hipersensitivitas terhadap makanan dalam IBD (penyakit Crohn dan

colitis ulserosa) tetap spekulatif, walaupun diet elemental menunjukkan kemajuan

dalam resolusi dari gejala yang ada. [1]

Reaksi tipe gastrointestinal akut

Gejala-gejala meliputi pucat, kolik, nyeri abdomen dan muntah disusul dengan

diare serta terkadang kolaps yang terjadi beberapa jam sesudah minum susu sapi dalam

jumlah yang cukup besar (30-240 ml). Gejala muntah didahului oleh tingkah anak yang

rewel dan mudah terangsang. Gejala timbul dengan lambat, diare berlangsung beberapa

jam tanpa muntah. Pada bayi-bayi muda, muntah tidak selalu terjadi segera, dan pada

beberapa bayi diantaranya, muntah pada awalnya berupa muntah yang intermiten serta

disertai gejala kegagalan pertumbuhan. Pada anak-anak dengan dermatitis atopic dan

alergi makanan, ingesti alergen makanan memicu desensitisasi parsial dari sel-sel mast,

menimbulkan reaksi subklinis. Pada umumnya anak-anak ini pertama kali terlihat

mempunyai keluhan anoreksi. Kenaikan berat badan yang kurang ideal dan nyeri

abdomen yang berulang, namun integritas dinding usus menunjukkan adanya

malabsorpsi. Kebanyakan penderita menunjukkan uji kulit negatif terhadap ekstrak

susu dan secara serologis tidak menunjukkan hipersensitivitas IgE terhadap susu sapi.

Page 18: alergi makanan

18

Penderita-penderita dengan gejala yang timbul lambat biasanya pada pemberian susu

yang berulang-ulang akan menimbulkan episode-episode gastroenteritis atau

intoleransi laktosa yang berulang. [1]

5. Diagnosis

Diagnosis alergi makanan berdasarkan: [1]

- Riwayat medis

- Pemeriksaan fisik

- Pemeriksaan laboratorium

- Eliminasi diet

- Tantangan makanan oral

- Uji diagnostik lain

Evaluasi awal dimulai dengan anamnesis riwayat medis dan pemeriksaan fisis

yang mendalam, pertimbangan diagnosis banding, termasuk gangguan metabolik,

abnormalitas anatomik, keganasan, insufisiensi pankreatik, reaksi merugikan terhadap

makanan yang non-imunologik dan gangguan-gangguan lainnya yang dapat

memberikan gejala yang serupa. Reaksi alergik terhadap bahan-bahan selain makanan

(missal bulu bintang, jamur, debu) harus pula dipertimbangkan. [1]

1. Riwayat medis

Riwayat medis dari alergi makanan kebanyakan adalah bertumpu pada daya

ingat pasien mengenai peristiwa-peristiwa disekitar timbulnya gejala dan pada

Page 19: alergi makanan

19

umumnya sangat subyektif. Hanya sekitar 40% dari riwayat medis yang didapatkan

dari pasien /orangtua pasien dapat diklarifikasi. Konsekuensinya adalah bahwa dokter

harus membedakan antara gangguan yang disebabkan hipersensitivitas makanan

dengan etiologi lain seperti tertera pada table. [1]

Tabel 4. Bahan-bahan/keadaan yang dapat memberikan gejala mirip gangguan

hipersensitivitas makanan [1]

1. Gastrointestinal : muntah dan atau diare

- Abnormalitas struktural (misal: Hernia heatal, stenosis pilorik)

- Defisiensi enzim: primer vs sekunder (misal lactase, galaktosemia)

- Keganasan

- Lain-lain (misal fibrosis kistik, tukak peptic)

2. Kontaminasi dan bahan tambahan

- Bahan penyedap dan pengawet

- Bahan warna

- Toksin

- Bahan yang berhubungan dengan ikan laut

- Organisme infeksi

- Antigen jamur

- Kontaminan asidental (logam berat, pestisida, antibiotik)

3. Bahan-bahan farmakologik

- Kafein (kopi, “soft drink”)

Page 20: alergi makanan

20

- Theobromin (coklat, teh)

- Histamin (ikan)

- Triptamina (format)

- Serotonin (tomat, banana)

- Tiramin (keju)

- Alkaloid glikosidal (kentang)

- Alkohol

4. Reaksi psikologik

Dapat dikatakan bahwa setiap protein makanan mampu menyebabkan suatu

reaksi; namun, hanya sejumlah kecil dari makanan terkait dengan 90% lebih reaksi

makanan yang merugikan, serta sebagian besar pasien sensitif terhadap kurang dari 3

makanan. Pada anak-anak, makanan yang paling banyak menyebabkan reaksi adalah

telor, susu, kacang tanah, soya, terigu , kacang-kacangan pohon, ikan dan kerang. [1]

Tanda dan gejala dari reaksi alergik makanan yang berhubungan dengan

berbagai organ target dapat dilihat dalam Tabel 5. [1]

Tabel 5. Tanda & gejala reaksi alergik makanan dalam berbagai organ target [1,3]

Kulit

- Urtikaria/angioedema

- Kemerahan

Page 21: alergi makanan

21

- Bercak pruritus eritematus

- Dermatitis atopi

Gastrointestinal

- Pruritus dengan/atau pembengakakan bibir, lidah atau mukosa oral

- Mual

- Nyeri abdomen atau kolik

- Muntah atau refluks

- Diare

Respiratorik

- Hidung tersumbat

- Rinore

- Bersin

- Sembab larings, disfonia

- Nafas bunyi/batuk beruntun

Kardiovaskuler

- Hipotensi/renjatan

- Pusing

Lain-lain :

- Nyeri punggung

Page 22: alergi makanan

22

Hal yang perlu diperhatikan adalah: [1]

Saat terjadi reaksi

Makanan yang dicurigai sebagai penyebab reaksi

- Jenis makanan

- Kurun waktu antara makan makanan yang dicurigai dan timbulnya gejala

- Apakah makan makanan yang dicurigai memberikan gejala yang sama pada

waktu lain.

- Apakah faktor-faktor lain (latihan, alkohol) diperlukan dalam mencetuskan

gejala

- Lama waktu sejak terjadinya reaksi terakhir terhadap makanan

Pada gangguan yang kronik yang dipicu alergi makanan, riwayat medis

mempunyai ketepatan prediksi yang lemah, berbeda dengan gangguan yang bersifat

akut.

2. Pemeriksaan Fisik

Selama pemeriksaan fisik perhatian diarahkan ke sistem kulit, gastrointestinal

dan respiratorik dan ke arah deteksi adanya gambaran atopi yang umum didapatkan

pada pasien yang mengalami reaksi-reaksi yang diperantarai IgE. Status gizi umum

dari pasien dan setiap tanda fisik dari gangguan non alergik yang mendasarinya perlu

dicatat. [1]

3. Pemeriksaan Laboratorium

Selama riwayat medis dan pemeriksaan fisik, perlu ditentukan apakah temuan-

temuan pada pasien merupakan implikasi alergi makanan. Apakah mekanisme yang

diperantarai IgE ataukah yang tidak diperantarai IgE yang paling mungkin terlibat.

Sejumlah penelitian laboratorium mungkin berguna dalam menentukan makanan

Page 23: alergi makanan

23

spesifik yang terkait dengan reaksi yang diperantarai IgE akan tetapi terbatas nilainya

dalam reaksi yang tidak diperantarai IgE. [1]

Uji kulit (skin test)

Apabila dicurigai adanya reaksi dengan perantara IgE, maka uji tusuk kulit

(prick/puncture skin test = PST) dan RAST merupakan metode yang berguna untuk

menetapkan apakah pasien mempunyai antibodi IgE terhadap sesuatu makanan yang

spesifik. Uji-uji ini dapat menunjukkan adanya IgE allergen-spesifik, tetapi tidak dapat

menetapkan diagnosis dari alergi makanan klinis. Skin-prick test memberikan hasil

dalam waktu sekitar 20 menit. [1,6]

Uji serologi

Karena kebanyakan mekanisme imun yang terlibat dalam patogenesis alergi,

berbagai uji imunologis yang berbeda sering digunakan dalam mengidentifikasi reaksi

alergi walaupun hanya sebagian kecil saja dari uji ini yang benar-benar dapat dipakai

dalam menunjang diagnosis alergi. [1,6]

Uji RAST

RAST dan esai in vivo yang serupa, termasuk ELISA untuk mendeteksi

antibodi IgE spesifik makanan dapat dipakai pula untuk menapis (screen) pasien-pasien

yang dicurigai menderita alergi makanan dengan perantara IgE. Uji-uji ini pada

umumnya dianggap kurang sensitif dibandingkan uji klinis, tetapi suatu studi

menunjukkan bahwa RAST mempunyai kesamaan sensitivitas dan spesivisitas dengan

uji kulit apabila mencapai skor 3 atau lebih. [1,2]

Dalam penapisan awal untuk alergi makanan yagn diperantarai IgE, sering

dilakukan penapisan (skrining) sensitivitas makanan yang dicurigai dan kemudian

diperoleh tingkat IgE spesifik makanan untuk menentukan kecenderungan reaktivitas

Page 24: alergi makanan

24

kliniknya. Tingginya antibodi IgE awal dapat dipakai sebagai angka rujukan untuk

memonitor sensitivitas spesifiknya. [1]

Korelasi antara riwayat klinis, uji tusukan kulit, dan RAST sangat baik untuk

minyak ikan, putih telur, kacang-kacangan, kacang tanah dan kacang polong. RAST

dan uji kulit positif pada biji-bijian kurang berkorelasi dengan hasil tantangan biji-

bijian. RAST untuk kedelai dan kacang putih tidak dapat dipercaya, tampaknya karena

pengikatan IgE nonspesifik pada lempeng RAST. [1]

RIFT (Red Cell Immunosorbent Fluorescent Technique)

Antibodi IgG serum spesifik terhadap suatu antigen makanan yang sering

ditemukan lebih merupakan indikasi dari adanya suatu paparan dibandingkan

sensitisasi. Dengan cara semikuantitatif untuk IgG susu sapi (ELISA atau RIFT dapat

dibedakan antara penderita-penderita dengan CMA dengan yang sehat). Uji ini

terutama berguna bagi reaksi alergi pertengahan (intermediate) dan lambat (late

reactors) dan tidak berguna bagi reaksi cepat (immediate reaction). Pada penderita-

penderita ini terdapat kecenderungan untuk terjadinya reaksi gastrointestinal. [1]

Pemeriksaan kompleks imun dalam sirkulasi (Circulating immune

complex), pengikatan Clq (Clq binding).

Kompleks imun yang mengandung antigen makanan dan antibody yang beredar

dalam serum telah diteliti dalam penggunaannya untuk diagnosis alergi makanan.

Walaupun terdapat berbagai macam cara pemeriksaan (RIA dengan dimodifikasi, Clq

binding), namun hasil yang didapatkan cukup memberi harapan terutama dalam

mengidentifikasi mekanisme hipersensitivitas tipe III. Akan tetapi masih diperlukan

data-data dari berbagai penelitian untuk menetapkan cara pemeriksaan tersebut dalam

diagnosis alergi makanan. [1]

Page 25: alergi makanan

25

Uji histamine plasma, uji pelepasan histamine basofil

Pemeriksaan histamin plasma dan pemeriksaan histamin sesudah inkubasi

leukosit basofil dengan antigen yang merupakan mediator yang dikeluarkan pada

reaksi cepat (immediate reactors) dipakai pula dalam upaya diagnostik alergi makanan.

Teknik yang digunakan banyak menyita waktu dan biaya. Akhir-akhir ini didapatkan

cara/uji degranulasi basofil yang lebih sederhana, namun masih memerlukan

konfirmasi lebih lanjut. Uji pelepasan histamine basofil (basophil histamine

release=BHR) dan uji pelepasan histamin sel mast pada umumnya hanya dilakukan

untuk tujuan penelitian. [1]

Uji inhibisi migrasi leukosit (Leucocyte Migration Inhibition test=LIF test)

Mekanisme imun dengan perantara sel (cell mediated immune mechanism)

dengan pengeluaran limfosit yang tersensitisasi antigen makanan yang spesifik, yaitu

faktor inhibisi migrasi leukosit (leucocyte migration inhibiting factor=LIF) telah

dicoba untuk dipakai sebagai cara diagnostik alergi makanan. Disamping hasil-hasil

yang dikatakan menggembirakan, terdapat banyak pula hasil-hasil yang positif palsu

karena masalah-masalah teknis, selain itu harganyapun mahal. [1]

4. Diet eliminasi allergen diagnostik

Begitu sesuatu makanan tertentu dicurigai sebagai penyebab alergi makanan,

dimulailah suatu diet eliminasi dalam upaya mendukung diagnosis. Keberhasilan

dengan cara ini membutuhkan eksklusi dari alergen atau alergen-alergen dalam diet

eliminasi, kemampuan pasien untuk menjaga dietnya bebas dari segala bentuk alergen

yang dituju dan tidak adanya faktor-faktor yang mungkin akan memperberat gejala

selama masa penelitian. Apabila semua faktor pengganggu disingkirkan, tidak adanya

suatu penyebab dari gangguan alergi. Namun, pada beberapa alergi makanan

gastrointestinal (misal esofagitis eosinofilik alergik dan gastroenteritis) penyebab yang

dimungkinkan adalah alergi makanan multipel sehingga suatu diet elemental mungkin

Page 26: alergi makanan

26

diperlukan dalam menegakkan diagnosis. Apabila gejala penyakit menghilang dengan

diet eliminasi, dalam memastikan diagnosis perlu dilakukan, uji tantangan makanan

(food challenge). Pada alergi makanan gastrointestinal, diagnosis akan menjadi pasti

apabila endoskopi dan biopsy menunjukkan perbaikan patologis sesudah 6-8 minggu

dengan diet eliminasi. [1]

5. Uji tantangan makanan oral (food challenge)

Uji tantangan makanan oral dapat dilakukan apabila terdapat kecurigaan

terhadap sesuatu jenis makanan yang menyebabkan gejala alergi makanan. Uji

tantangan juga diperlukan dalam menilai kesembuhan alergi. Uji tantangan makanan

seyogyanya tidak dilakukan apabila terdapat riwayat reaksi alergi makanan berat yang

jelas dalam kaitannya dengan adanya antbodi terhadap makanan yang dicurigai. Uji

tantangan makanan dapat dilakukan secara terbuka (pasien dan dokter mengetahui isi

makanan yang diujikan), secara pembutaan tunggal (single blind, pasien tidak

mengetahui, tetapi dokter mengetahui isi makanan tantangan). Atau secara pembutaan

ganda dengan kontrol plasebo (“double-blind and placebo controlled” atau DBPCFC,

baik pasien maupun dokter tidak mengetahui isi makanan tantangan). DBPCFC

dianggap sebagai “baku emas” dalam diagnosis dari alergi makanan. Sicherer (1999),

melakukan dua kali tantangan setiap hari , satu kali berisikan antigen makanan yang

diuji dan yang satu lagi berisikan plasebo. Setiap tantangan dievaluasi dan diskor

dengan menggunakan lembar gejala yang baku. Tantangan yang negatif selalu perlu

dipastikan dengan pemberian secara terbuka makanan yang lebih besar porsinya.

Pasien juga diamati kemungkinan terjadinya reaksi lambat. Apabila dicurigai hanya

beberapa makanan saja, tantangan dengan pembutaan tunggal atau tantangan terbuka

dapat dilakukan untuk menapis (screen) reaktivitasnya. [1]

Uji tantangan dilakukan pada bayi dalam keadaan puasa, dimulai dengan dosis

yang sekiranya tidak memicu gejala (25-500 mg dalam makanan yang diliofili =

lyophilized food). Pada reaksi yang dicurigai dengan perantara IgE, dosis pada

Page 27: alergi makanan

27

umumnya dapat digandakan setiap 15-60 menit. Namun apabila pasien menunjukkan

reaksi yang lebih lambat, diperlukan waktu interval yang lebih lama. Begitu pasien

dapat mentoleransi 10 gram “lyophilized food” yang dibutakan dalam kapsul atau

cairan (ekuivalen dengan putih telor satu butir telor atau satu gelas susu dari 4-oz),

maka reaktivitas klinik pada umumnya dapat disingkirkan. [1]

Pasien dengan tingkat IgE spesifik-alergen makanan dalam serum yang

melebihi 95% dari nilai prediksi dapat dianggap reaktif dan tantangan makanan oral

tidak diperlukan. Pasien dengan tingkat IgE kurang dari 95% nilai prediktif mungkin

reaktif tetapi memerlukan suatu uji tantangan makanan untuk memastikan diagnosis.

Terkait dengan hal tersebut, data-data terakhir menunjukkan bahwa pemantauan nilai

IgE spesifik alergen mungkin berguna dalam prediksi apabila tantangan-tantangan

selanjutnya (follow up) cenderung menjadi negatif (apabila pasien “outgrow” alergi

makanannya). Penapisan awal alergi makanan dengan perantara IgE seringkali

merupakan penapisan bagi sensitivitas makanan untuk kemudian ditentukan tingkat

IgE spesifik makanan untuk menentukan reaktivitas kliniknya. Tingkat awal antibodi

IgE dapat dipakai sebagai titik rujukan dalam memantau sensitivitas spesifik. [1]

6. Uji diagnostik lain

Pada gangguan alergi makanan tanpa perantara IgE, walaupun hasil-hasil dari

sejumlah uji laboratory non-spesifik mungkin abnormal, tidak ada uji laboratorium

yang menunjukkan yang menunjukkan identitas makanan penyebabnya. Eosinofilia

darah perifer dapat ditemukan pada 50% dari pasien dengan gastroenteritis eosinofilik

atau suatu peningkatan dari jumlah neutrofil dengan “left shift” sering dijumpai pada

pasien enterokolitis yang dipicu makanan yang baru mengalami reaksi alergik.

Eosinofil dapat ditemukan dalam tinja pasien dengan enterokolitis dan proktokolitis

eosinofilik yang dipicu protein makanan. Antibodi IgG spesifik-antigen makanan pada

umumnya meningkat pada pasien dengan alergi makanan yang mengenai usus, tetapi

spesifisitasnya secara khas mencerminkan jenis makanan yang dimakan tidak indikatif

Page 28: alergi makanan

28

untuk patogenesis yang spesifik dari makanan yang terkait. Untuk kebanyakan dari

alergi gastrointestinal, histology dari bahan biopsy sering memperkuat diagnosis tetapi

tidak menunjukkan makanan mana yang merupakan penyebab dari reaksi. [1]

Tabel 6. Elemen-elemen yang menunjukkan adanya alergi makanan sebagai

penyebab penyakit gastrointestinal[1]

1. Riwayat reaksi alergik atau serupa alergi terhadap makanan

2. Eksklusi dari penyebab-penyebab anatomis, metabolik atau infeksi

3. Penemuan patologik konsisten dengan penyebab alergik (biasanya eosinofilia)

4. Konfirmasi adanya hubungan ingesti dari protein makanan spesifik dan gejala

melalui tantangan-tantangan atau paparan berulang

5. Bukti adanya antibodi spesifik dalam tatanan penyakit-penyakit

6. Kegagalan dalam merespons pengobatan, metabolik atau infeksius

7. Perbaikan dalam gejala-gejala dengan eliminasi diet penyebab gangguan

(protein makanan)

8. Respons klinis terhadap pengobatan dari keradangan inflamasi

(kortikosteroid)

9. Kesamaan sindrom klinis baik yang terbukti ataupun diperkirakan karena

mekanisme imunologik

10. Tidak adanya penjelasan untuk reaksi yang menyerupai alergi secara klinis

Tabel 7. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan alergi makanan sebagai

kausa penyakit gastrointestinal. [1]

Usia pasien muda (< 3 tahun)

Page 29: alergi makanan

29

Riwayat reaksi akut yang diperkirakan karena makanan tertentu

Penyakit atopik yang menyertai

- Dermatitis atopic (lezema)

- Reaksi alergi makanan akut

- Asma

- Riwayat keluarga dengan penyakit atopic

Tabel 8. Jenis diet eliminasi[1]

A. Eliminasi dari salah satu atau beberapa makanan yang berhubungan dengan

gejala

- Berguna untuk reaksi akut, makanan positif IgE atau makanan dengan

kecurigaan tinggi

B. Diet oligoantigenik-makanan yang terspesifikasi yang diperkenankan dalam

diet yang diseleksi bagi yang umumnya mengandung risiko rendah

- Berguna bila sejumlah besar makanan ada hubungannya dengan gejala

- Dapat menghasilkan hasil yang negatif semu apabila makanan yang

sebenarnya tidak dieliminasi

C. Diet elemental-formula hipoalergenik (yaitu formula berdasar asam amino)

digunakan sebagai nutrisi total, dapat berisikan beberapa bahan padat yang

“aman”

- Berguna apabila sejumlah besar makanan dicurigai

Page 30: alergi makanan

30

- Kepatuhan yang rendah dari bayi

Tabel 9. Modalitas untuk tantangan makanan oral[1]

a. Jenis tantangan

- Tantangan terbuka (protein makanan diberikan dalam bentuk sebenarnya)

berguna untuk skrining reaktivitas, mempunyai tingkat tertinggi dari bias

(positif semu).

- Pembutaan tunggal (bahan makanan di sembunyikan dalam kapsul atau

makanan lain) berguna untuk skrining reaktivitas, kurang biasnya, lebih

memerlukan banyak tenaga.

- Pembutaan ganda, plasebo terkontrol (DBPCFC) – menghasilkan bias, paling

menyita tenaga, penting bagi penelitian.

b. Pemberian tantangan

- Saat tantangan berdasar perorangan, tergantung dari riwayat (akut/subakut

atau kronik)

- Pembagian dosis - kuantitas secara perorangan berdasar riwayat sebelumnya.

- Pasien positif IgE : 8-10 gram secara bertahap dinaikkan dan dibagi dalam

dosis selama lebih dari 90 menit, disusul dengan porsi yang lebih besar

seperti halnya makan biasa 3 jam kemudian.

c. Pengawasan/Pengobatan

- Memonitor gejala gastrointestinal (juga pernafasan, kulit dalam beberapa

kasus).

Page 31: alergi makanan

31

- Analisis tinja seperti yang diindikasikan.

- Biopsi pada beberapa kasus (enteropati, eosinofilia).

- Pengobatan darurat seperti yang ditentukan (epinefrin, antihistamin, cairan

intravena, kortikosteroid dsb)

- Persediaan khusus dalam hal sindrom enterokolitis.

Tabel 10. Bagaimana hidup dengan alergi makanan[1]

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Hindari makanan penyebab alergi

Pantang/eliminasi 1-2 tahun kadang membaik

Eliminasi challenge, hati-hati

Beberapa alergi kacang tanah, kacang pohon (mente, koro), ikan, kerang-

kerangan, dapat berlangsung lama sekali

Penyandang harus sangat berhati-hati dalam memakan makanan yang tidak

dikenal (bahan dan bumbu-bumbunya)

Untuk yang bereaksi hebat (anaphylactic shock) perlu dibawa obat-obat untuk

pertolongan keadaan yang mengancam jiwa (epinephire dan carticolesterol).

Pemakaian gelang atau kalung pemberitahuan keadaan dan pertolongan perlu

dianjurkan.

Tidak ada obat yang dapat menyembuhkan/mengobati alergi makanan

Page 32: alergi makanan

32

6. Pengobatan

1. Eliminasi Protein Makanan

Begitu diagnosis dari hipersensitivitas makanan ditegakkan, terapi yang

terbukti paling baik adalah eliminasi dengan ketat dari alergen yagn dicurigai. Dalam

memberikan diet eliminasi terapeutik perlu pertimbangan-pertimbangan yang sama

seperti halnya dengan obat, keduanya dapat menyebabkan efek-efek samping. Diet

eliminasi dapat menyebabkan malnutrisi dan/atau gangguan-gangguan makan,

terutama bila menyangkut sejumlah besar makanan dan/atau digunakan untuk waktu

yang lama. [1,2]

Reaktivitas klinik terhadap alergen makanan pada umumnya adalah sangat

spesifik, dan pasien jarang bereaksi dengan lebih dari 1 family botanis atau spesies

binatang. Dengan demikian, eliminasi diet terapeutik janganlah didasarkan pada

eksklusi dari family makanan (food families) tetapi hendaknya berdasar pada makanan

individual yang terbukti menginduksi gejala alergik. Pada pasien-pasien yang

teridentifikasi alergi terhadap makanan multipel, harus mendapatkan penanganan dari

ahli diet yang mengetahui dengan benar mengenai eksklusi makanan serta harus

berpengalaman menangani pasien-pasien yang alergi terhadap makanan. [1]

Eliminasi protein makanan merupakan pekerjaan yang sulit dilaksanakan.

Pasien dan orangtua pasien harus menyadari bahwa protein makanan, berbeda dengan

gula atau lemak, merupakan bahan yang dihilangkan. Bahan protein yang tersembunyi

dapat pula menimbulkan masalah. [1]

Anak-anak kecil akan terbebas dari sensitivitasnya terhadap makanan alergenik

yang umum (telur, gandum, soya) dalam beberapa tahun, terutama dengan menghindari

makanan yang potensial memberikan reaksi alergi makanan. [1,2]

Tantangan makanan untuk diagnostik secara serial dapat membantu dalam

penanganan anak yang alergi terhadap makanan. Dilain pihak, sensitivitas terhadap

Page 33: alergi makanan

33

beberapa makanan tertentu seperti kacang tanah, kacang pohon, ikan dan kerang-

kerangan, jarang yang menghilang, dan sensitivitasnya dapat bertahan hingga usia

dewasa. Upaya memasukkan kembali makanan yang mengganggu secara periodic

dengan hati-hati adalah tepat. [1,2]

2. Imunoterapi

Imunoterapi telah dicoba dalam pengobatan gangguan-gangguan alergi yang

dipicu makanan. Dua pendekatan yang sedang ditelusuri yaitu pendekatan menyangkut

mutasi dari epitope yang mengikat IgE pada protein kacang dan yang melibatkan

penggunaan DNA protein kacang yang dikodekan dalam vector plasmid. Pendekatan

ini diharapkan berhasil dalam upaya “desensitisasi” pada pasien dengan alergi

makanan. [1]

Imunoterapi dengan pemberian ekstrak makanan yang mengganggu secara

suntikan atau sublingual ataupun oral, tidak manjur. [2]

3. Humanized anti IgE antibody therapy

Strategi yang lebih global yang mungkin berguna dalam pengobatan alergi

makanan yang diperantarai IgE adalah penggunaan terapi antibody anti IgE. Bentuk

pengobatan ini mempunyai keuntungan dalam mengobati sensitivitas terhadap protein

makanan multipel tanpa memandang spesifisitas alergennya. [1]

4. Probiotik

Pada saat ini probiotik, LGG terbukti merupakan organism yang sangat

bermanfaat untuk alergi makanan maupun pencegahannya. Bakteri probiotik tertentu

dapat menguragi produksi pro inflammatory cytokines, sehingga probiotik bermanfaat

Page 34: alergi makanan

34

tidak hanya untuk food (gut) allergy saja, namun berguna juga untuk inflammatory

bowel disease, seperti ulcerative colitis dan corhn disease. Penelitian untuk probiotik

jenis lain masih sedang dilakukan. [1]

7. Prognosis

Secara umum, sebagian besar bayi dan anak-anak menjadi tolerans secara klinis

terhadap hipersensitivitas makanan mereka. Secara khusus, yang paling banyak teratasi

adalah alergi terhadap susu, telur, kedelai dan gandum. Alergi terhadap kacang, kacang

pohon, ikan, dan kerang lebih menetap. [3,7]

Studi berbasis populasi umum menunjukkan bahwa 85% dari anak-anak hilang alergi

mereka terhadap susu atau telur pada usia 3-5 tahun. Namun, penelitian melaporkan dari

pusat rujukan menunjukkan lebih menetap alergi terhadap telur, susu, dan kedelai, dengan

hanya sekitar 50% dari pasien kehilangan alergi ini pada usia 8-12 tahun. Anak-anak terus

kehilangan alergi pada saat remaja. Sekitar 20% dari bayi dan anak kecil mengalami resolusi

alergi kacang mereka pada saat mereka mencapai usia sekolah. [3,7]

Anak-anak dengan alergi makanan non-IgE-mediated, seperti proctocolitis dan

enterocolitis, biasanya teratasi alergi makanan di tahun-tahun pertama kehidupan.

Eosinophilic esophagitis alergi tampaknya menjadi gangguan terus-menerus. [3]

Morbiditas dan mortalitas

Reaksi anafilaksis parah, termasuk kematian, dapat terjadi setelah menelan makanan.

Kematian akibat dari edema berat laring, bronkospasme ireversibel, hipotensi refrakter, atau

kombinasi keduanya. Kacang tanah, kacang pohon, ikan, dan kerang adalah makanan yang

paling sering terlibat dalam reaksi anafilaksis makanan yang parah, meskipun reaksi

anafilaksis untuk berbagai macam makanan telah dilaporkan. [3]

Page 35: alergi makanan

35

DAFTAR PUSTAKA

Page 36: alergi makanan

36

1. Juffrie M, Sri Supar YS, dkk. Alergi Makanan. Dalam: Buku Ajar

Gastroenterologi-hepatologi. Jilid 1. Jakarta; UKK-Gastroenterologi-

hepatologi IDAI,2011;p 179-99

2. Behrman RE, Robert MK, Arvin AM. Ilmu Kesehatan Anak. Ed. 15. Vol.

1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1999. hal 808-10

3. Sicherer SH. Food allergies, Medscape: [Online]. 7 juli 2015 [cited 20

Agustus 2015]. Available from: URL:

http://emedicine.medscape.com/article/135959-overview

4. WebMD. Food allergies and food intolerance: [Online]. 2015 [cited 18

Agustus 2015]. Available from: URL:

http://www.webmd.com/allergies/guide/food-allergy-intolerances

5. Stewart SM, MPH. Food Allergies: [Online]. November 2011 [cited 18

Agustus 2015]. Available from: URL:

http://kidshealth.org/teen/food_fitness/nutrition/food_allergies.html

6. American college of allergy, asthma & immunology. Types of allergies,

Food allergy: [Online]. 2014 [cited 18 Agustus 2015]. Available from:

URL: http://acaai.org/allergies/types/food-allergies

7. Waserman Susan, Wade Watson. Food allergy. Allergy, asthma & clinical

immunology: [Online]. 2011 [cited 18 Agustus 2015]. Available from:

URL: http://www.aacijournal.com/content/7/S1/S7