albuminaemia

15
HIPOALBUMINEMIA A. Definisi Albumin Albumin merupakan protein plasma yang paling banyak dalam tubuh manusia, yaitu sekitar 55-60% dari protein serum yang terukur. Albumin terdiri dari rantai polipeptida tunggal dengan berat molekul 66,4 kDa dan terdiri dari 585 asam amino. Pada molekul albumin terdapat 17 ikatan disulfida yang menghubungkan asam-asam amino yang mengandung sulfur. Molekul albumin berbentuk elips sehingga bentuk molekul seperti itu tidak akan meningkatkan viskositas plasma dan terlarut sempurna. Kadar albumin serum ditentukan oleh fungsi laju sintesis, laju degradasi dan distribusi antara kompartemen intravaskular dan ektravaskular. Cadangan total albumin sehat 70 kg) dimana 42% berada di kompartemen plasma dan sisanya dalam kompartemen ektravaskular. Nilai serum berkisar 3,5-4,5 g / dL, dengan kandungan tubuh total 300-500 g. Sintesis albumin hanya terjadi di hepar dengan kecepatan pembentukan 12-25 gram/hari. Pada keadaan normal hanya 20-30% hepatosit yang memproduksi albumin. Akan tetapi laju produksi ini bervariasi tergantung keadaan penyakit dan laju nutrisi karena albumin hanya dibentuk pada lingkungan osmotik, hormonal dan nutrisional yang cocok. Tekanan osmotic koloid cairan interstisial yang membasahi hepatosit merupakan regulator sintesis albumin yang penting. 1

description

hipo

Transcript of albuminaemia

Page 1: albuminaemia

HIPOALBUMINEMIA

A. Definisi Albumin

Albumin merupakan protein plasma yang paling banyak dalam tubuh manusia, yaitu

sekitar 55-60% dari protein serum yang terukur. Albumin terdiri dari rantai polipeptida tunggal

dengan berat molekul 66,4 kDa dan terdiri dari 585 asam amino.

Pada molekul albumin terdapat 17 ikatan disulfida yang menghubungkan asam-asam

amino yang mengandung sulfur. Molekul albumin berbentuk elips sehingga bentuk molekul

seperti itu tidak akan meningkatkan viskositas plasma dan terlarut sempurna. Kadar albumin

serum ditentukan oleh fungsi laju sintesis, laju degradasi dan distribusi antara kompartemen

intravaskular dan ektravaskular. Cadangan total albumin sehat 70 kg) dimana 42% berada di

kompartemen plasma dan sisanya dalam kompartemen ektravaskular.

Nilai serum berkisar 3,5-4,5 g / dL, dengan kandungan tubuh total 300-500 g. Sintesis

albumin hanya terjadi di hepar dengan kecepatan pembentukan 12-25 gram/hari. Pada keadaan

normal hanya 20-30% hepatosit yang memproduksi albumin. Akan tetapi laju produksi ini

bervariasi tergantung keadaan penyakit dan laju nutrisi karena albumin hanya dibentuk pada

lingkungan osmotik, hormonal dan nutrisional yang cocok. Tekanan osmotic koloid cairan

interstisial yang membasahi hepatosit merupakan regulator sintesis albumin yang penting.

Degradasi albumin total pada dewasa dengan berat 70 kg adalah sekitar 14 gram/hari atau

5% dari pertukaran protein seluruh tubuh per hari. Albumin dipecah di otot dan kulit sebesar 40-

60%, di hati 15%, ginjal sekitar 10% dan 10% sisanya merembes ke dalam saluran cerna lewat

dinding lambung. Produk degradasi akhir berupa asam amino bebas. Pada orang sehat

kehilangan albumin lewat urine biasanya minimal tidak melebihi 10-20 mg/hari karena hampir

semua yang melewati membrane glomerolus akan diserap kembali.

1

Page 2: albuminaemia

Gambar 1. Rantai Albumin

B. Patofisiologi

Tingkat albumin serum tergantung pada laju sintesis, jumlah dikeluarkan dari sel hati,

distribusi dalam cairan tubuh, dan tingkat degradasi. Hipoalbuminemia hasil dari gabungan

dalam satu atau lebih dari proses-proses.

1. Sintesis

Sintesis Albumin dimulai pada inti sel, di mana gen ditranskripsi menjadi asam

ribonukleat messenger (mRNA).. mRNA ini dikeluarkan ke dalam sitoplasma, di mana ia terikat

untuk ribosom, membentuk polysomes yang mensintesis preproalbumin. Preproalbumin adalah

molekul albumin dengan ekstensi 24 asam amino pada ujung N. Perpanjangan asam amino

memberikan sinyal penyisipan preproalbumin ke dalam membran retikulum endoplasma. Setelah

di dalam lumen retikulum endoplasma, 18 terkemuka asam amino ekstensi ini dibelah,

meninggalkan proalbumin (albumin dengan ekstensi sisa 6 asam amino). Proalbumin adalah

bentuk intraselular utama albumin. Proalbumin diekspor ke aparatus Golgi, dimana perpanjangan

6 asam amino akan dihapus sebelum sekresi albumin oleh hepatosit tersebut. Setelah disintesis,

albumin segera dikeluarkan, tetapi tidak disimpan dalam hati.

2. Distribusi

Tracer studi dengan iodinasi albumin menunjukkan albumin intravaskuler yang

didistribusikan ke dalam ruang ekstravaskuler dari semua jaringan, dengan mayoritas yang

didistribusikan di kulit. Sekitar 30-40% (210 g) albumin dalam tubuh ditemukan dalam

kompartemen vaskular dari otot, kulit, hati, usus, dan jaringan lain. Albumin memasuki ruang

intravaskuler melalui 2 jalur. Pertama, albumin memasuki ruang ini dengan memasuki sistem

limfatik hati dan pindah ke saluran toraks. Kedua, albumin lewat langsung dari hepatosit ke

sinusoid setelah melintasi Ruang Disse.

2

Page 3: albuminaemia

Setelah 2 jam, 90% dari albumin dikeluarkan masih dalam ruang intravaskuler. Waktu

paruh albumin intravaskuler adalah 16 jam. Kehilangan harian albumin dari ruang intravaskuler

adalah sekitar 10%. Kondisi patologis tertentu, seperti nephrosis, ascites, lymphedema,

lymphangiectasia usus, dan edema, dapat meningkatkan hilangnya albumin harian dari plasma.

Albumin didistribusikan ke volume interstisial hati, dan konsentrasi koloid dalam volume

kecil yang diyakini sebagai regulator osmotik untuk sintesis albumin. Ini adalah pengatur utama

dari sintesis albumin selama periode normal tanpa stres.

3. Degredasi

Degradasi albumin kurang dipahami. Setelah sekresi ke plasma, molekul albumin masuk

ke dalam ruang jaringan dan kembali ke plasma melalui saluran toraks. Tagged studi

menunjukkan albumin mungkin terdegradasi dalam endotelium dari kapiler, sumsum tulang, dan

sinus hati. Molekul Albumin tampaknya turun secara acak, dengan tidak ada perbedaan antara

molekul lama dan baru.

C. Epidemiologi

1. Frekuensi

Hipoalbuminemia lebih sering pada pasien yang lebih tua, pasien yang dirawat di rumah

sakit dengan penyakit stadium lanjut (misalnya, kanker terminal), dan kekurangan gizi anak-

anak.

2. Mortalitas / Morbiditas

Serum albumin yang rendah merupakan prediktor penting dari morbiditas dan mortalitas.

Sebuah meta-analisis studi kohort menemukan bahwa, dengan setiap g 10 / L penurunan di

albumin serum, mortalitas mengalami peningkatan sebesar 137% dan morbiditas meningkat

sebesar 89%. Pasien dengan kadar albumin serum kurang dari 35 pada 3 bulan setelah pulang

dari rumah sakit memiliki 2,6 kali lebih besar kematian 5 tahun dibandingkan dengan serum

albumin lebih besar dari 40.

Hipoalbuminemia juga telah dipelajari sebagai faktor prognostik penting di antara subset

dari pasien, seperti pasien dengan berat sepsis , luka bakar, dan enteritis regional ( penyakit

Crohn ).

3

Page 4: albuminaemia

Ada atau tidak hipoalbuminemia hanyalah penanda kekurangan protein yang parah, yang

itu sendiri merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan kematian atau faktor risiko

independen untuk kematian, dan masih tidak jelas.

3. Ras

Tidak ada predileksi ras

4. Seks

Tidak ada predileksi seks

5. Umur

Hipoalbuminemia mempengaruhi orang dari semua kelompok usia, tergantung pada

penyebab yang mendasarinya.

D. Fungsi Albumin

Albumin merupakan protein plasma yang berfungsi sebagai berikut:

1. Mempertahankan tekanan onkotik plasma agar tidak terjadi asites

2. Membantu metabolisme dan tranportasi berbagai obat-obatan dan senyawa endogen dalam

tubuh terutama substansi lipofilik (fungsi metabolit, pengikatan zat dan transport carrier)

3. Anti-inflamasi

4. Membantu keseimbangan asam basa karena banyak memiliki anoda bermuatan listrik

5. Antioksidan dengan cara menghambat produksi radikal bebas eksogen oleh leukosit

polimorfonuklear

6. Mempertahankan integritas mikrovaskuler sehingga dapat mencegah masuknya kuman-

kuman usus ke dalam pembuluh darah, agar tidak terjadi peritonitis bakterialis spontan

7. Memiliki efek antikoagulan dalam kapasitas kecil melalui banyak gugus bermuatan negatif

yang dapat mengikat gugus bermuatan positif pada antitrombin III (heparin like effect). Hal

ini terlihat pada korelasi negatif antara kadar albumin dan kebutuhan heparin pada pasien

heemodialisis.

8. Inhibisi agregrasi trombosit

E. Kebutuhan akan Albumin

Pada kondisi-kondisi berikut kebutuhan albumin akan meningkat, diantaranya :

1. Sintesis yang tidak adekuat (Inadequate Synthesis)

4

Page 5: albuminaemia

- Penyakit hati kronis (Chronic Liver Disease)

- Sirosis (Cirrhosis)

2. Absorbsi Protein yang tidak adekuat (Inadequate Protein Absorbtion)

- Protein malabsorbtion Syndromes – protein losing enterophaty and others

- Inadequate protein intake

3. Kehilangan protein pada kondisi Enteropati (Protein Losing enterophaty)

- Inflamatory bowel disease – chron’s disease and ulcerative colitis

- Chronic infectious diarrhea

- Chronic severe diarrhea of idiophatic cause – systemic sclerosis, polyarteritis nodosa

- Lymphatic obstruction – lymphoma, infection

- Allergic gastroenterophaty

- Jejuna diverticulosis

- Tuberculosis of the bowel

- Amyloidosis

- Congestive heart failure – with intestinal edema

- Common variable immunodeficiency (cvid)

4. Gangguan Sistem Urinarius (Urinnary losses)

- Nefrotic syndrome

- Diabetes mellitus

- Sickle cell anemia

- Inflammatory disease

a. Systemic lupus erytematus

b. Systemic sclerosis (schleroderma)

c. Vaskulitis

F. Farmakologi dari Albumin

1. Indikasi

Ekspansi volume plasma dan rumatan curah jantung dalam keadaan yang berhubungan

dengan defisit volume cairan termasuk syok, perdarahan, dan luka bakar. Penggantian sementara

albumin pada penyakit yang berhubungan dengan protein plasma yang rendah seperti sindroma

5

Page 6: albuminaemia

nefrotik atau penyakit hati tahap akhir yang dapat mengurangi atau menurunkan edema yang

terjadi.

2. Kerja obat

Memberikan tekanan onkotik koloid, yang memobilisasi cairan dari jaringan

ekstravaskuler kembali ke ruang intravaskuler. Efek terapeutik: mobilisasi cairan dari jaringan

ekstravaskuler ke ruang intravaskuler.

3. Farmakokinetik

Absorbsi: setelah pemberian iv absorbsinya sempurna

Distribusi: terbatas pada ruang intravaskuuler, kecuali bila ada peningkatan permeabilitas

kapiler.

Metabolisme dan ekskresi: didegradasi oleh hati

Waktu paruh: tidak diketahui

4. Kontraindikasi

Dikontraindikasikan pada reaksi alergi terhadap albumin, anemia berat, gagal jantung

kongestif, volume intravaskuler normal atau meningkat.

Gunakan secara hati-hati pada: penyakit hati atau ginjal, dehidrasi (perlu mendapatkan tambahan

cairan).

5. Efek samping:

SSP: sakit kepala

Kardiovaskuler: hipertensi, hipotensi, kelebihan cairan, edema pulmoner, takikardia

GI: mual, muntah, peningkatan salivasi

Derm: urtikaria, ruam

MS: nyeri punggung

Lain-lain: demam, menggigil, wajah kemerahan

6. Interaksi:

Tidak ada obat yang signifikan

captopril

enalapril

fosinopril

imidapril

lisinopril

6

Page 7: albuminaemia

moexipril

perindopril

quinapril

ramipril

benazepril

trandolapril

Tidak ada mekanisme interaksi yang spesifik dan signifikan, namun berhubungan dengan

vasodilatasi.

7. Rute dan dosis

Dosis sangat individual dan tergantung kondisi yang ditangani

IV (dewasa): 25 g, dapat diulang dalam 15 – 30 menit, tidak boleh lebih dari 125 g dalam

24 jam atau 250 g dalam 48 jam.

IV (anak-anak): 25 g atau 25 – 50% dari dosis dewasa

IV (bayi prematur): 1 g/kg sebagai larutan 25% yang diberikan sebelum transfusi yang

diperlukan.

7

Page 8: albuminaemia

8. Sedian

Tabel 1. Sediaan Albumin

9. Waktu/profil kerja obat (efek onkotik)

Intravena

Awitan: 15 – 30 menit

Puncak: tidak diketahui

Durasi: tidak diketahui 10

10. Monitoring

Pantau tanda-tanda vital dan CVP. Bila terjadi demam, takikardia, atau hipotensi,

hentikan infus. Antihistamin mungkin diperlukan untuk menekan respon hipersensitivitas.

Hipotensi juga terjadi akibat pemberian infus yang terlalu cepat.

Monitor adanya tanda-tanda kelebihan beban vaskuler (peningkatan CVP, ronkhi, dispnea,

hipertensi, distensi vena jugularis) selama dan setelah pemberian.

8

NO NAMACAIRAN ALBUMIN SEDIAAN1. ALBAPURE 20 Infus 20 gram x 100 ml.2. HUMAN ALBUMIN 20 % BEHRING Infus 20 % x 50 mL.3. HUMAN ALBUMIN 20 % BEHRING Infus 20 % x 100 mL.4. PLASBUMIN-25 (HUMAN VENOUS PLASMA

ALBUMIN)Infus 25 % x 20 mL.

5. PLASBUMIN-25 (HUMAN VENOUS PLASMA ALBUMIN)

Infus 25 % x 50 mL.

6. PLASBUMIN-25 (HUMAN VENOUS PLASMA ALBUMIN)

Infus 25 % x 100 mL.

7. FIMALBUMIN Vial 20% x 50 mL8. PLASBUMIN-5 Larutan Infus 5% x 250mL9. PLASBUMIN-20 Larutan Infus 20% x 50mL10. PLASBUMIN-20 Larutan Infus 20% x 100 mL11. ROBUMIN 20 % Vial 50 ml12. ROBUMIN 20 % Vial 100 ml13. ROBUMIN 25 % Vial 50 ml14. AMINORAL Kaplet salut selaput 100 biji.15. ALBUMIN-HUMAN 20% Injeksi 200 gram/liter x 50 ml.16. ALBURAAS Infus 20% x 100 ml.17. ALBUMIN-HUMAN 20% Injeksi 200 gram/liter x 100

ml.18. CEALB Vial 95% x 50 mL19. CEALB Vial 95% x 100 mL

Page 9: albuminaemia

Pasien bedah: monitor peningkatan perdarahan setelah pemberian akibat peningkatan

tekanan darah dan volume darah yang bersirkulasi. Albumin tidak mengandung faktor

pembekuan.

Pertimbangan tes lab:

Kadar protein serum harus meningkat setelah terapi albumin

Monitor natrium serum karena dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi

Pemberian infus albumin serum normal dapat menyebabkan peningkatan palsu kadar

alkali fosfatase

Monitor kadar hemoglobin dan hematokrit. Kadarnya dapat menurun akibat hemodilusi

11. Cara Pemberian Albumin

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pemberian albumin adalah:

a. Kecepatan infus

1) Pada infus albumin 20% kecepatan maksimal adalah 1 ml/menit

2) Pada infus albumin 5% kecepatan maksimal adalah 2-4 ml/menit

b. Pada tindakan parasentesis volume besar (>5 liter)

1) Dosis albumin yang diberikan adalah 6-8 gram per 1 liter cairan asites yang dikeluarkan.

2) Cara pemberian adalah 50% albumin diberikan dalam 1 jam pertama (maksimum 170 ml/jam)

dan sisanya diberikan dalam waktu 6 jam berikutnya.

c. Sindroma hepatorenal tipe 1

1) Pada keadaan ini albumin diberikan bersama-sama dengan obat-obat vasoaktif seperti

noradrenalin, oktreotid, terlipressin atau ornipressin.

2) Cara pemberiannya adalah: Hari pertama: 1 gram albumin/kg BB. Hari kedua dan seterusnya:

20-40 gram/hari kemudian dihentikan bila CVP (Central Venous Pressure) >18 cm H2O.

d. Peritonitis bakterialis spontan

1) Pada keadaan ini, infus albumin diberikan pada dosis 1,5 g/kgBB dengan disertai pemberian

antibiotik yang sesuai.

2) Cara pemberian: infus albumin diberikan pada saat diagnosis PBS dibuat dan diberikan dalam

waktu 6 jam. Pada hari ke-3 infus albumin diberikan dengan dosis 1 gram/kgBB.

12. Implementasi

Larutan harus kuning jernih, jangan diberikan larutan yang keruh atau yang mengandung

endapan.

9

Page 10: albuminaemia

Tidak ada bahaya infeksi hepatitis serum atau HIV dari albumin serum normal. Tidak

perlu dilakukan pencocokan silang.

25 g albumin serum normal secara osmotik sama dengan 2 unit plasma beku segar,; 100

ml albumin serum normal 25% mengandung protein plasma sama dengan 500 ml plasma

atau 2 kantong darah lengkap. Albumin serum 5% bersifat isotonis dan secara osmotik

sama dengan plasma dengan jumlah sama. Larutan albumin 25% sama dengan 5 kali nilai

osmotik plasma. Tiap liter albumin serum normal mengandung 130 – 160 mEq natrium.

Pemberian albumin serum normal dalam jumlah besar perlu disertai pemberian darah

lengkap untuk mencegah anemia. Jika lebih dari 1000 ml 5% albumin serum normal yang

diberikan atau bila telah terjadi perdarahan, maka perlu diberikan darah lengkap atau

PRC. Status hidrasi harus dimonitor dan dipertahankan dengan cairan tambahan.

Berikan albumin serum normal 5% tanpa diencerkan. Albumin serum 25% dapat

diberikan tanpa diencerkan atau diencerkan dengan NaCl 0,9% atau D5. Infus harus

selesai dalam 4 jam.

Kecepatan pemberian ditentukan berdasarkan konsentrasi larutan, volume darah, indikasi,

dan respon pasien. Pada pasien dengan volume darah normal, albumin serum normal 5%

sebaiknya diberikan 2 – 4 ml/menit dan albumin serum normal 25% dengan kecepata 1 ml/menit.

Kecepatan anak-anak biasanya ¼ - ½ kecepatan dewasa.

Syok dengan hipovolemi: albumin serum normal 5% atau 25% dapat diberikan sesuai

toleransi dan diulang dalam 15 – 30 menit bila perlu.

Luka bakar: kecepatan setelah 24 jam pertama harus ditetapkan kembali untuk

mempertahankan kadar albumin plasma 2,5 g/100 ml atau kadar protein serum total 5,2

g/100 ml.

Hipoproteinemia: albumin serum normal 25% adalah larutan terpilih karena konsentrasi

protein yang tinggi. Kecepatannya tidak boleh lebih dari 3 ml/menit untuk larutan 25%

atau 5 – 10 ml/menit untuk larutan 5% guna mencegah kelebihan beban sirkulasi dan

edema pulmoner. Terapi ini menghasilkan peningkatan sementara protein plasma sampai

hipoproteinemia kembali normal.

10

Page 11: albuminaemia

13. Evaluasi

Efektivitas terapi ditunjukkan dengan:

Peningkatan tekanan darah dan volume darah bila digunakan untuk menangani syok dan

luka bakar.

Peningkatan pengeluaran urine yang mencerminkan mobilisasi cairan dari jaringan

ekstravaskuler.

Peningkatan protein plasma serum pada pasien-pasien dengan hipoproteinemia.

11