AKTIVITAS_ANTIBAKTERI_DARI_EKSTRAK_ETANOL_DAUN_ASAM_JAWA.doc

127
AKTIVITAS ANTIBAKTERI DARI EKSTRAK ETANOL DAUN ASAM JAWA (Tamarindus indica Linn.) TERHADAP KULTUR AKTIF Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli Skrip si Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi Oleh : Sri Widya Kurniawati NIM: 104102003264 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H / 2008 M

Transcript of AKTIVITAS_ANTIBAKTERI_DARI_EKSTRAK_ETANOL_DAUN_ASAM_JAWA.doc

AKTIVITAS ANTIBAKTERI DARI EKSTRAK ETANOL DAUN ASAM JAWA (Tamarindus indica Linn.) TERHADAP KULTUR AKTIFStaphylococcus aureus DAN Escherichia coliSkripsiDiajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

Oleh:Sri Widya KurniawatiNIM: 104102003264PROGRAM STUDI FARMASIFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA1429 H / 2008 MLEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI1

2

NAMA: SRI WIDYA KURNIAWATINIM: 104102003264JUDUL: AKTIVITAS ANTIBAKTERI DARI EKSTRAK ETANOL DAUN ASAM JAWA (Tamarindus indica Linn.) TERHADAP KULTUR AKTIF Staphylococcus aureus DAN Escherichia coliDisetujui oleh :Pembimbing IPembimbing IINurmeilis, M.Si, AptMegga Ratnasari Pikoli,M.SiNIP. 150370225NIP. 150321587Mengetahui,Ketua Program Studi FarmasiUIN Syarif Hidayatullah JakartaDrs. M. Yanis Musdja, M. Sc, AptNIP. 3300031393

LEMBAR PERNYATAANDENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAHDIAJUKANSEBAGAISKRIPSIATAUKARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA PENDIDIKAN MANAPUN.Penulis4

KATA PENGANTARAlhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini dengan judul Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak Etanol Daun Asam Jawa (Tamarindus indica Linn.) terhadap Kultur Aktif Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan tingkat sarjana Strata 1 (S1) pada Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Ibu Nurmeilis, M.Si, Apt. dan Ibu Megga Ratnasari Pikoli, M.Si, sebagai pembimbing yang sangat baik dan dengan sabar telah memberikan pengarahan, bimbingan, nasehat, dan petunjuk selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr (hc). Dr, M. K Tadjudin, Sp. And, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

3. Bapak Drs. M. Yanis Musdja M. Sc, Apt sebagai Ketua Jurusan Farmasi serta karyawan Jurusan Farmasi UIN yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

4. Dosen-dosen UIN yang telah sabar mendidik dan membantu penulis sejak awal sampai penulis menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Dr. Eko Baroto Walujo, APU sebagai kepala bidang botani dari Herbarium

Bogoriense LIPI Cibinong yang telah membantu mengidentifikasi sample.

6. Ibu Sinta dari dari Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.

7. Mbak Dian, Mbak Puji, Mbak Ida dan Kak Bahri dari Laboratorium Biologi Pusat

Laboratorium Terpadu, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5

8. Ayah, Mama, Via, Yoga dan Naya yang selalu memberikan doa, dukungan, perhatian, semangat, cinta dan kasih sayang kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

9. Ipeh, Yuni, Egi, Dwi, dan Dian yang selalu menemaniku dalam berbagai situasi dan kondisi serta memberikan perhatian lebih, bantuan, doa kepada penulis agar tetap sabar menyelesaikan skripsi ini.

10. Semua teman-teman Farmasi UIN angkatan04 dan adik-adik kelas yang telah memberikan dorongan kepada penulis, terutama Nenda, Hariri, Lili, Syahadah, Ayie, Vana dan Putri di Surabaya yang memberikan dukungan, bantuan, semangat serta doa hingga akhir penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan kesehatan masyarakat.

Jakarta, Desember 2008

Penulis

6

ABSTRAKJUDUL:AKTIVITASANTIBAKTERIDARIEKSTRAK ETANOL DAUN ASAM JAWA (Tamarindus indica Linn.) TERHADAP KULTUR AKTIF Staphylococcus aureus DAN Escherichia coliNAMA: SRI WIDYA KURNIAWATIFAKULTAS:KEDOKTERANDANILMUKESEHATAN PROGRAM STUDY FARMASITelah

dilakukan

penelitian tentangaktivitasantibakteridengan menggunakan ekstrak etanol daun asam jawa (Tamarindus indica Linn.) terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus pada kultur aktif. Berdasarkan literatur dan pengalaman masyarakat (empiris) daun asam jawa dapat digunakan sebagai obat tradisional, yaitu untuk obat luar seperti bisul dan obat dalam seperti sariawan,demamdanbatuk.Pengujianaktivitasantibakteri,penentuan Konsentrasi Hambat Minimun (KHM) dan penetapan potensi dilakukan dengan menggunakan metode hitungan cawan. Potensi antibakteri ditentukan dengan menggunakanamoksisilin sebagaiantibakteripembanding.Berdasarkan penelitian ini dapat diketahui bahwa kedua bakteri berada dalam masa paling aktif pada jam ke-2,25, karena pada titik waktu ini nilai yaitu, 0,037 pada E. coli dan

0,028 pada S. aureus. Nilai KHM yang diperoleh untuk bakteri E. coli adalah 80 mg/ml (80.000 ppm) dan untuk bakteri S. aureus adalah 28 mg/ml (28.000 ppm). Potensi ekstrak etanol daun asam jawa yang didapat adalah 80 mg/ml (80.000 ppm) ekstrak etanol daun asam jawa setara dengan 0,04 mg/ml (40 ppm) amoksisilin terhadap bakteri S. aureus dan 28 mg/ml (28.000 ppm) ekstrak etanol daun asam jawa setara dengan 0,04 mg/ml (40 ppm) amoksisilin terhadap bakteri

E. coli. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun asam jawa

(Tamarindus indica Linn.) memiliki daya hambat terhadap bakteri E. coli dan S.

aureus walaupun potensinya relatif lebih kecil dibandingkan amoksisilin.

Kata kunci : Tamarindus indica Linn., Escherichia coli, Staphylococcus aureus, antibakteri

7

ABSTRACTTITLE: ANTIBACTERIAL ACTIVITY TAMARIND LEAVES ETHANOL EXTRACT(TamarindusindicaLinn.)AGAINSTACTIVECULTUREOFStaphylococcus aureus AND Escherichia coliNAME : SRI WIDYA KURNIAWATIFACULTY: MEDICAL AND SANITARY SCIENCE MAJORING IN PHARMACHYA research about antibacterial activity assessment by using tamarind leafs

ethanolextract(TamarindusindicaLinn.)againstactivecultureof

Staphylococcus aureus and Escherichia coli has been done. Based on literature

and experience of public (empiric) tamarind leafs serve the purpose of traditional

medicine, for external drug like abscess and internal medicine like sprue, fever

and cough. Examination of antibacterial activity, determination of Minimum

Inhibitory Concentration (MIC) and determination of its potency were done by

using total plate count method. Antibacterial potency was determined by using

amoxicillin as antibacterial comparator. Both of bacteria stayed during most active

at the time of 2.25 hour, because at the point the assessed (specific growth

constant) was 0.028 per hour for S. aureus and 0.037 per hour for E. coli. MIC value obtained for S. aureus was 28 mg/ml (28000 ppm) and E. coli was 80 mg/ml (80000 ppm). Tamarind leafs ethanol extract potency against S. aureus was 80 mg/ml (80000 ppm) which was equivalent with 0.04 mg/ml (40 ppm) amoxicillin and against E. coli was 28 mg/ml (28000 ppm) which was equivalent with 0.04 mg/ml (40 ppm) amoxicillin. Those results showed that tamarind leafs ethanol extract (Tamarindus indica Linn.) had inhibition against the active culture

of S. aureus and E. coli although the potency was relative smaller than amoxicillin did.

Key word : Tamarindus indica Linn., Escherichia coli, Staphylococcus aureus, antibacteria

8

DAFTAR ISIHalamanKATA PENGANTARi

ABSTRAKiii

ABSTRACTiv

DAFTAR ISIv DAFTAR TABELviii DAFTAR GAMBARix DAFTAR LAMPIRANx

BAB I PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang1

1.2. Perumusan Masalah2

1.3. Hipotesis2

1.4. Tujuan Penelitian3

1.5. Manfaat Penelitian3

9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1. Tumbuhan Asam Jawa (Tamarindus indica Linn.)4

2.1.1. Klasifikasi4

2.1.2. Morfologi5

2.1.3. Habitat8

2.1.4. Budidaya9

2.1.5. Penggunaan9

2.1.6. Kandungan Kimia9

2.1.7. Kegunaan102.2. Metode Ekstraksi102.3. Metode Pengujian Antibakteri142.3.1. Metode Difusi142.3.2. Metode Dilusi162.3.3. Metode Hitungan Cawan182.4. Tinjauan Tentang Bakteri192.4.1. Karakter Bakteri192.4.2. Pertumbuhan Bakteri202.4.3. Bakteri Yang Digunakan2410

2.5. Infeksi Bakteri Pada Manusia272.6. Tinjauan Tentang Antibakteri292.6.1. Aktivitas Antibakteri292.6.2. Mekanisme Kerja Antibakteri322.6.3. Antibakteri Pembanding Yang Digunakan322.7. Macam-macam Medium33BAB III KERANGKA KONSEP35BAB IV METODOLOGI PENELITIAN4.1. Waktu dan Tempat Penelitian374.2. Alat dan Bahan374.3. Metode Penelitian384.3.1. Persiapan Bahan, Media dan Alat384.3.2. Pembuatan Kurva Tumbuh Bakteri404.3.3. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Asam Jawa414.4. Analisa Data43BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN5.1. Hasil445.2. Pembahasan4711

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN6.1. Kesimpulan536.2. Saran53DAFTAR PUSTAKA54LAMPIRAN56DAFTAR TABELHalaman

1.Penggolongan bakteri menurut suhu23

2.Hasil perhitungan jumlah koloni bakteri yang dihambat dengan45

ekstrak etanol daun asam jawa.

3.Hasil perhitungan jumlah bakteri yang mempunyai daya hambat46

minimum ekstrak etanol daun asam jawa.

4.Hasil perbandingan ekstrak etanol daun asam jawa dengan antibiotik47

pembanding (amoksisilin)

5.Pengukuran absorbansi pada bakteri Escherichia coli60

6.Pengukuran absorbansi pada bakteri Staphylococcus aureus60

7.Log jumlah sel bakteri Escherichia coli61

8.Log jumlah sel bakteri Staphylococcus aureus61

9.Penetapan jumlah pada bakteri Escherichia coli63

10. Penetapan jumlah pada bakteri Staphylococcus aureus6411. Perhitungan jumlah koloni bakteri dengan adanya ekstrak etanol66daun asam jawa

12. Perhitungan jumlah koloni bakteri yang mempunyai daya hambat66Minimum ekstrak etanol daun asam jawa

12

13. Perhitungan jumlah koloni bakteri dengan adanya antibiotik67Pembanding (amoksisilin)

DAFTAR GAMBARHalaman

1.Gambar kurva pertumbuhan22

2.Skema alur penelitian36

3.Kurva tumbuh bakteri Escherichia coli dalam medium NB44

4.Kurva tumbuh Staphylococcus aureus dalam medium NB45

5.Skema pembuatan ekstrak etanol daun asam jawa56

(Tamarindus indica Linn.)

6.Skema pembuatan kurva tumbuh bakteri57

7.Skema pembuatan suspensi bakteri58

8.Kurva standar Staphylococcus aureus62

9.Kurva standar Escherichia coli62

10. Gambar daun asam jawa (Tamarindus indica Linn.)6811. Gambar pertumbuhan koloni bakteri Escherichia coli70terhadap aquadest steril

12.Gambar pertumbuhan koloni bakteri Staphylococcus aureus70terhadap aquadest steril

13. Gambar pertumbuhan koloni bakteri Escherichia coli terhadap ekstrak71etanol daun asam jawa

14. Gambar pertumbuhan koloni bakteri Staphylococcus aureus71terhadap ekstrak etanol daun asam jawa

15. Gambar pertumbuhan koloni bakteri Escherichia coli terhadap72amoksisilin

16. Gambar pertumbuhan koloni bakteri Staphylococcus aureus7213

terhadap amoksisilin16. Gambar alat-alat yang digunakan73DAFTAR LAMPIRANHalaman1. Skema kerja562. Perhitungan jumlah sel593. Pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 600 nm604. Log jumlah sel bakteri615. Kurva standar bakteri uji626. Penetapan jumlah 637. Pengenceran suspensi bakteri658. Perhitungan jumlah koloni bakteri668. Sampel daun asam jawa (Tamarindus indica Linn.)689. Hasil determinasi daun asam jawa6910. Gambar pertumbuhan koloni bakteri terhadap aquadest steril (kontrol)7011. Gambar pertumbuhan koloni bakteri uji7112. Gambar pertumbuhan koloni bakteri uji terhadap antibakteri pembanding 7213. Gambar alat-alat yang digunakan7314

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangBerbagai penelitian menunjukkan banyaknya kejadian resistensi terhadap antibiotika mikrobial sehingga pencarian obat alternatif untuk mengobati penyakit infeksi menjadi tantangan saat ini. Upaya lain dalam mengatasi penyakit infeksi adalah mencari senyawa-senyawa aktif yang berasal dari tumbuhan. Tumbuhan mampu memproduksi metabolit sekunder yang berpotensi sebagai zat aktif yang berkhasiat sebagai obat diantaranya sebagai antibakteri (Pelczar dan Chan, 1998). Salah satu tumbuhan yang dapat dimanfaatkan adalah asam jawa

(Tamarindus indica Linn.). Asam jawa dapat dikembangkan karena diduga memiliki komponen bioaktif yang dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri. Berdasarkan literatur dan pengalaman masyarakat (empiris) daun asam jawa dapat digunakan sebagai obat tradisional, yaitu untuk obat luar seperti bisul dan obat dalam seperti sariawan, demam dan batuk. Luka, sariawan, dan bisul merupakan gejala terjadinya serangan bakteri (Soesilo dkk, 1989).

Di daerah tropis seperti Indonesia, penyakit yang disebabkan oleh bakteri patogen memiliki peringkat yang cukup tinggi dalam urutan penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat. Salah satu diantaranya adalah bakteri Staphylococcus aureus yang dapat menyebabkan penyakit bisul, infeksi luka, dan infeksi dalam. Beberapa strain Escherichia coli mempunyai kemampuan menyebabkan penyakit pada saluran pencernaan, perkencingan, atau sistem syaraf pusat pada manusia.

15

Kedua bakteri tersebut merupakan jenis-jenis yang sering menimbulkan infeksi pada manusia (Warsa dkk., 1993).

Penelitian ini bertujuan membuktikan aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun asam jawa dan mengetahui Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) yamg dilakukan dengan perhitungan jumlah sel bakteri yang dipengaruhinya melalui metode pour plate. Selain itu, penelitian ini juga menguji potensi daun asam jawa dengan membandingkannya dengan amoksisilin. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi mengenai antibakteri alternatif yang relatif aman dengan memanfaatkan daun asam jawa.

1.2. Perumusan MasalahDalam penelitian ini yang menjadi perumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Apakahekstraketanoldaunasamjawamempunyaiaktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan S. aureus dan E. coli pada kultur aktif ?

2. Berapa besar potensi ekstrak etanol daun asam jawa terhadap S. aureusdan E. coli dibandingkan dengan amoksisilin ?

1.3.Hipotesis1. Ekstrak etanol daun asam jawa mempunyai aktifitas antibakteri terhadap pertumbuhan S. aureus dan E. coli pada kultur aktif.

2.

Ekstrak etanol daun asam jawa mempunyai potensi yang sama sebagai antibakteri seperti amoksisilin.

1.4. Tujuan PenelitianTujuan dari penelitian ini adalah :

16

1. Mengetahui pengaruh aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun asam jawa terhadap pertumbuhan S. aureus dan E. coli pada kultur aktif.

2. Mengetahui potensi antibakteri ekstrak etanol daun asam jawa terhadap antibiotik pembanding (amoksisilin)

1.5. Manfaat Penelitiandiharapkan memberikan informasi tambahan bagi

terutama para peneliti di bidang farmasi, tentang

khasiat daun asam jawa (Tamarindus indica Linn.) sebagai antibakteri

2. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan obat alternatif kepada masyarakat disamping obat modern yang telah ada.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Asam Jawa (Tamarindus indica, Linn.)Asamjawa(Tamarindusindica,Linn.)familianyaFabaceae merupakan sebuah kultivar daerah tropis dan termasuk tumbuhan berbuah polong. Biasanya tumbuh di Afrika yang kering dari Sahara sebelah selatan sampai di India. Tanaman diperbanyak dengan biji dan secara vegetatif. Biji untuk benih diambil dari buah yang telah masak dan dapat ditanam langsung atau disemaikan dahulu. Jika ditanam pada daerah yang banyak hujan, tanamannya kurang menghasilkan buah. daun asam jawa bertangkai panjang, sekitar 17 cm dan bersirip genap. Bunganya kuning kemerahan, buah polongnya berwarna coklat dengan rasa khas asam. Didalam buah polong selain terdapat kulit yang membungkus daging buah, juga terdapat biji berjumlah 2-5, berbentuk pipih, warna coklat agak kehitaman (Soesilo dkk,

1989).

2.1.1. KlasifikasiDivisi: Magnoliophyta Kelas: Magnoliopsida Ordo: Fabales

Famili: Fabaceae

Spesies: Tamarindus indica17

18

2.1.2. Morfologi1. DaunDaun pada tanaman asam jawa ini termasuk ke dalam daun majemuk, yang lebih spesifik lagi merupakan daun majemuk menyirip genap karena saling berhadapan. Duduk daun bergantian, daun majemuk dengan 8-18 pasang anak daun, panjang anak daun

1-3,5 cm.

Dalam tanaman asam jawa ini termasuk ke dalam daun bertangkai yang memiliki bagian tangkai dan helaian daun saja, yaitu (Osman, 1998) :

a. Tangkai daun

Tangkai daun asam jawa memiliki penampang melintang yang bulat dan kecil. Tangkainya juga memiliki panjang 0,2 cm dan berwarna hijau.

b. Helaian daun

1. Bangun daun

Memiliki bagian daun terlebar di tengah-tengah helaian daun, yaitu bangun memanjang. T. indica memiliki panjang daun sampai 15 cm, lebarnya 0,5-1 cm.

2. Ujung daun

Memiliki ujung daun yang tumpul.

3. Pangkal daun

Termasuk ke dalam jenis pangkal daun membulat.

19

4. Susunan tulang-tulang daun

Memiliki susunan pertulangan daun yang menyirip, jadi biasanya disebut daun majemuk menyirip.

5. Tepi daun

Termasuk ke dalam tepi daun yang rata.

6. Daging daun

Memiliki daging daun yang tipis lunak.

7. Warna daun : Hijau

8. Permukaan daun : Halus

2. BatangAsam jawa merupakan tanaman yang berbatang jelas, dengan batang yang biasanya keras dan kuat yang disebut dengan batang berkayu. Bentuk batang bulat, dengan pohon yang selalu tegak. Pohonnya selalu hijau, tinggi sampai 30 m dengan lebat dan menyebar, serta memiliki cabang yang pendek (Osman, 1998).

3. AkarAkar dari tanaman asam jawa ini termasuk ke dalam golongan akar tunggang (radix primaria) yang menembus ke dalam tanah. Biasanya pada akar terdapat bagian-bagian seperti : leher akar

(collum), ujung akar (apex radicis), batang akar (corpus rasicis), cabang-cabangakar(radixlateralis),serabutakar(fibrilla radicalis), rambut-rambut akar atau bulu-bulu akar (pilus radicalis), dan tudung akar (calyptra) (Osman, 1998).

20

4. BungaTermasuk ke dalam bunga majemuk yang terdiri atas bagian- bagian sebagai berikut :

a. Bagian-bagian yang bersifat seperti batang atau cabang, yaitu :

ibu tangkai bunga, tangkai bunga, dan dasar bunga.

b. Bagian-bagian yang bersifat seperti daun, yaitu : daun-daun kelopak, daun-daun mahkota, benang sari, dan daun-daun buah penyusun putik.

Bunga asam jawa ini berukuran kecil. Selain itu bersimetri

banyak (polysimetris), memiliki kelopak yang termasuk ke dalam polysepalus atau antara kelopak yang satu dengan yang lainnya saling lepas. Pada mahkotanya saling lepas atau disebut polypetalus dengan warna kekuning-kuningan dancoretan merah muda, berjumlah 5-10 dalam tangkai sepanjang 3-5 cm dengan umumnya bermahkota kecil. Benang sarinya duduk di atas kelopak yang dinamakan Calyciflorae. Putiknya termasuk putik tunggal (simplex)(Osman, 1998).

5. BuahTermasuk ke dalam buah sejati tunggal (buah sungguh) dan kering. Dimana mengandung banyak atau lebih dari satu biji dan jika masak dapat pecah menjadi beberapa bagian buah (mericarpia). Lebihspesifiklagiasamjawatermasukbuahkotakyang digolongkan ke buah polong (legumen), yang mempunyai daging dan jika masak juga tidak pecah. Buahnya yang berbentuk seperti

21

polong itu tidak merekah dan ketika kering akan rapuh, panjangnya mencapai 5-15 cm dengan tebal 2,5 cm, agak melengkung dan membungkus biji. Kulit cangkang luar lunak dan daging buahnya asam. Daging buahnya asam sedap dan kulit buahnya coklat. Terdapat 1-10 biji setiap polong, dibungkus oleh daging buah yang lengket. Waktu muda daging buahnya berwarna putih kehijauan dan sesudah tua menjadi coklat (Osman, 1998).

6. BijiDalam satu kilogram terdapat 1.800-2.600 benih. Dimana memiliki panjang sampai 18 mm, bentuk tidak teratur, warna : kemerah-merahan, coklat tua atau hitam mengkilat (Osman, 1998).

2.1.3 HabitatAsalnya tidak pasti, mungkin jenis asli savana kering Afrika tropis. Jenis ini dahulu diintroduksi ke Asia yang menjadi tempat tumbuh sekarang, dan belum lama diintroduksi ke tropis di belahan barat. Tumbuh baik di daerah semi kering dan iklim muson basah, dapat tumbuh di kisaran tipe tanah yang luas. Dapat hidup di tempat bersuhu sampai 47C, tapi sangat sensitif terhadap es. Umumnya tumbuh di daerah bercurah hujan 500-1.500 mm/tahun, bahkan tetap hidup pada curah hujan 350 mm jika diberi irigasi saat penanaman. Di daerah tropika basah bercurah hujan lebih dari 4.000 mm, pembungaan dan pembuahan dengan jelas. Jenis ini menghasilkan benih lebih banyak jika hidup di tempat dengan periode kering yang panjang, berapa pun curah hujan tahunannya (Joker, 2002).

22

BudidayaTipe perkecambahannya epigeal (keping biji terangkat ke atas).

Perkecambahan dimulai 7-10 hari setelah penaburan dan biasanya membutuhkan setidaknya satu bulan. Kecambah harus dihindarkan dari matahari. Saat tinggi 30 cm, semai siap ditanam di lapangan. Jika pertumbuhannya merana, semai dapat tetap dipersemaian sampai tahun berikutnya, tetapi akar semai hendaknya dipotong dan harus diperlakukan hati-hatiselamapemindahan.Dimungkinkanmelakukanpembiakan vegetatif yaitu stek cabang tempelan dan sambungan (Joker, 2002). PenggunaanAsam biasanya ditanam sebagai penghasil buah, tapi juga penghasil

kayu yang bernilai. Daging buah yang tinggi vitamin B dapat dimakan mentah atau dibuat selai, sirup atau permen. Bunga, daun dan biji juga dapatdimakandandigunakandalamberbagaimasakan.Kayunya digunakan sebagai bahan mebel, kayu bakar dan arang. Daunnya mempunyai nilai yang tinggi sebagai makanan ternak. Akarnya yang dalam membuat jenis ini sangat tahan terhadap badai dan cocok sebagai penghalang angin (Joker, 2002).

2.1.6. Kandungan KimiaDari literatur yang ada diketahui bahwa tumbuhan asam jawa mengandung senyawa utama yang terdapat di setiap bagian tumbuhan asam jawa. Untuk buah polong asam jawa mengandung senyawa kimia antara lain asam apel, asam sitrat, asam anggur, asam tartrat, asam suksinat, pectin dan gula invert. Buah asam jawa yang masak di pohon mengandung kalori antara

23

lain protein, lemak, hidrat arang, kalsium, fosfor, zat besi, Vit A, Vit B1, dan Vit C. Kulit bijinya mengandung phlobatannin dan bijinya mengandung albumnoid serta pati. Dan daunnya mengandung Vit B (Soesilo, 1995). Serta daunnya juga berkhasiat memperlancar buang air besar dan menghilangkan rasa sakit, karena mengandung flavonoid, juga bersifat antiradang dan juga membantu mengeluarkan keringat (Yuniarti, 2008).

2.1.7. KegunaanTumbuhan asam jawa secara tradisional telah digunakan sebagai obat luar dan obat dalam. Manfaat untuk obat luar yaitu dengan cara menumbuknya sampai halus lalu ditempelkan pada bagian yang sakit. Sedangkan manfaat untuk obat dalam yaitu dengan cara meminum rebusan daun asam jawa tersebut yang berguna untuk penyakit sariawan, demam, dan batuk (Soesilo,

1989).

2.2. Metode EkstraksiEkstraksi merupakan salah satu cara pemisahan senyawa organik dari tumbuhan atau mikroorganisme. Simplisia yang di ekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk senyawa aktif yang terkandung dalam simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak seperti atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain.

Pengertian ekstrak itu sendiri yang tercantum dalam buku Farmakope Indonesia Edisi 4 adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut di uapkan

24

dan massa atau serbuk yang tersisa di perlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Sebagian besar ekstrak di buat dengan mengekstraksi bahan baku obat secara perkolasi (Sampurno, 2000).

Ada beberapa metode ekstraksi yang umum dan biasa digunakan yaitu :

a. Ekstraksi Dengan Menggunakan PelarutA. Cara Dingin1.MaserasiAdalah proses pengekstraksian sederhana dengan cara merendam sampel dalam pelarut selama waktu tertentu yang dilakukan pada suhu kamar, sehingga sampel menjadi lunak dan larut. Jumlah pelarut yang dipakai tergantung pada banyaknya sampel. Cara ini dapat menarik zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan.

2. PerkolasiAdalah proses pengekstraksian dengan melewatkan pelarut yang sesuai secara lambat pada sampel dalam suatu perkolator. Cara ini lebih sempurna dari maserasi. Zat berkhasiat yang rusak atau tidak rusak dengan pemanasan dapat tertarik seluruhnya, tetapi dibutuhkan pelarut yang lebih banyak.

B. Cara Panas1. SokletasiAdalah proses pengekstraksian dengan memakai pelarut organikdenganmenggunakanalatsoklet.Pengekstraksian

25

dilakukan berulang-ulang sehingga lebih sempurna dan pelarut yang digunakan relatif sedikit.

2. DigestasiAdalah proses pengekstraksian yang hampir sama dengan maserasi tapi dengan menggunakan pemanasan pada suhu 30-

40C. Cara ini digunakan untuk sampel pada suhu biasa tidak tersari dengan baik. Jika pelarut yang digunakan mudah larut pada suhu kamar maka dapat digunakan alat pendingin tegak.

3. Dekoktasi dan InfusAdalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90C selama 15-20 menit untuk infus sedangkan dekoktasi 30 menit dengan suhu 30C dan temperaturnya sampai titik didih.

4. RefluksAdalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatifkonstandenganadanyapendinginbalik.Biasanya dilakaukan pengulangan sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

b. Destilasi UapAdalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri) dari bahan (simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari kental secara

26

kontinu sampai sempurna dan di akhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian.

c. Cara Ekstraksi Lainnya :1. Ekstraksi BerkesinambunganAdalah proses yang dilakukan berulangkali dengan pelarut yang berbeda atau resirkulasi cairan pelarut dan prosesnya tersusun berturutan beberapa kali.

2. Superkritikal KarbondioksidaPenggunaan prinsip superkritik untuk ekstraksi serbuk simplisia, dan umumnya digunakan gas karbondioksida.

3. Ekstraksi UltrasonikGetaran ultrasonik (>20.000 Hz) memberikan efek pada proses ekstrak dengan prinsip meningkatkan permeabilitas dinding sel, menimbulkan gelembung spontan (cavitation) sebagai stres dinamik serta menimbulkan fraksi interfase.

4. Ekstraksi Energi ListrikEnergi listrik digunakan dalam bentuk medan listrik, medan magnet serta electric-discharges yang dapat mempercepat proses dan meningkatkan hasil dengan prinsip menimbulkan gelembung spontandanmenyebarkangelombangtekananberkecepatan ultrasonik.

27

2.3. Metode Pengujian Antibakteri2.3.1. Metode DifusiMetode ini merupakan metode umum di gunakan di laboratorium.Ketepatanyanglebihtinggi danpemisahan komponen di dalam campuran antigen dan antibodi dapat diperoleh dengancaramembiarkanreaktan-reaktantersebut

berdifusi bersama-sama di dalam suatu gel agar. Metode ini mempunyai prinsip penetapannyayaitu mengukur luas

diameter daerah hambatan pertumbuhan mikroba. Metode ini dibedakan menjadi 2 yaitu :

a. Metode Difusi TunggalMetode difusi tunggal dirancang oleh Oudin. Metode ini dilakukan dengan cara antigen ditaruh diatas gel agar yang mengandung antiserum di dalam suatu tabung reaksi bermulut sempit. Lalu dibiarkan selama beberapa jam atau beberapa hari, antigen itu merembes ke dalam gel membentuk pita-pita endapan. Faktor-faktor yang menentukan terjadinya reaksi ini adalah ukuran molekul.

b. Metode Difusi GandaMetodeOudindimodifikasiolehC.L.Oakleydan A.J.Fulthorpe dengan cara menaruh antiserum di dalam agar di dasar tabung reaksi dan melapisinya dengan gel agar, lalu

28

diatasnya ditaruh larutan antigen. Kedua reaktan itu berdifusi ke arah masing-masing di dalam agar, dan presipitasi terjadi pada titik terdapatnya konsentrasi optimum. Ini dinamakan difusi ganda satu dimensi.

Metode difusi ganda dua dimensi yang di rancang oleh O.Ouchterlony mempunyai keuntungan di bandingkan dengan metode-metode yang di sebut di atas, yaitu bahwa berbagai antigen dan antiserum dapat di bandingkan secara langsung. Di dalam uji ini, reaktan merembes dari sumur-sumur yang di buat pada agar di dalam suatu cawan petri yang datar. Pita-pita endapan terbentuk di daerah antara sumur-sumur yang berisi antiserum dan antigen homolog dalam konsentrasi optimum (Pelczar dkk, 1998).

Selain kedua metode diatas ada juga beberapa pencadang

uji larutan yaitu :

1. Silinder Gelas atau LogamSilinder yang dipakai terbuat dari gelas atau logam tahan karat dengan diameter 6-8 milimeter. Keuntungannya jumlah larutan uji dalam silinder dapat di perbanyak untuk menjamin ketersediaan larutan uji dalam cadangan selama waktu inkubasi. Kerugiannya adalah sukar mengatur kedalaman silinder secara manual, sehingga difusi yang terjadi ada kemungkinan tidak homogen yang ditujukan oleh diameter hambatan yang tidak merupakan lingkaran.

2. Cakram Kertas (Paper Disc)29

Dengan menggunakan cakram kertas ini, jumlah larutan uji yang di serap dapat di atur homogen sesuai dengan kapasitas dan daya serap kertas yang tergantung pada diameter dan ketebalan cakram tersebut.

3. Cetak LobangDapat dilakukan dengan melobangi medium agar dengan alat penghisap agar atau pelobang gabus. Keuntungannya yaitu jumlah larutan yang berdifusi dapat terukur jumlahnya dan medium yang digunakan tidak terlalu tebal, namun bila mencetak lubang kurang sempurna akan mempengaruhi difusi zat uji (Katz dkk, 1974).

2.3.2. Metode DilusiMetode ini menggunakan medium cair dan hambatan pertumbuhanmikrobaujiyangdiukur

dengan menentukan kekeruhanlarutansecaravisual ataudenganalatseperti spektofotometer. Cara metode ini terbagi atas:

a. Pengenceran Secara SeriMetode ini menggunakan sejumlah tabung reaksi yang mempunyaiukuranyangsama.Tiaptabungnyadiisizat bermacam-macam konsentrasi dalam medium cair. Kemudian tambahkan mikroba uji dengan kekeruhan tertentu. Kemudian tambahkan suspensi mikroba uji dengan kekeruhan tertentu. Sebagai kontrol di pakai satu tabung reaksi berisi medium cair

30

ditambah zat tanpa mikroba dan tabung reaksi lain berisi medium cair di tambah mikroba uji tanpa zat dalam jumlah yang sama. Setelah inkubasi selama waktu tertentu diamati pertumbuhan mikroba secara visual.

b. TurbidimetriMetode ini dilakukan dengan suatu turunan protein yang di murnikan dan di bakukan dalam satuan tuberkulin. Reaksi pada metode ini ialah mengerasnya jaringan yang dengan mudah dapat dirasakan, dengan garis tengah 10 mm atau lebih yang terjadi dalam waktu 48-72 jam setelah penyuntikan di dalam kulit. Uji ini diukurdenganspektofotometerUV-VISdenganpanjang gelombang 530 nm (Pelczar dkk, 1998).

c. Pengenceran pada Lempeng AgarDisediakan sederetan sampel dengan konsentrasi bervariasi, lalu di siapkan lempengan agar dengan mencampur 18 ml medium padat yang masih mencair dengan 2 ml larutan sampel, kemudian dibiarkan mediumnya membeku. Selanjutnya suspensi mikroba uji bibiakan pada permukaan lempeng medium tersebut dan diinkubasi pada waktu dan suhu tertentu. Pengamatan daerah hambat diamati secara visual.

2.3.3. Metode Hitungan CawanPrinsip dari metode hitungan cawan adalah jika sel mikroba yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar maka sel mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni

31

yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop (Fardiaz dkk, 1989).

Metode hitungan cawan dapat dibedakan atas :

1.Metode Tuang (Pour Plate)

Pada metode tuang (pour plate) digunakan media agar cair yaitu dengan cara mengambil sampel yang ingin diuji sebanyak 1 ml dengan menggunakan pipet 1 ml. Kemudian dimasukkan kedalam cawan petri yang sudah terisi agar cair lalu cawan petri tersebut digerakkan di atas meja secara hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata yaitu dengan gerakan melingkar atau gerakan seperti angka delapan. Setelah memadat,cawan-cawantersebutdiinkubasikandidalam inkubator dengan posisi terbalik. Inkubasi dilakukan pada suhu dan waktu tertentu sesuai dengan jenis mikrobanya. Setelah akhir masa inkubasi, koloni yang terbentuk dihitung.

2.Metode Permukaan (Spread Plate)

Pada metode ini langkah pertama yang dilakukan adalah dengan menuangkan agar steril kedalam cawan petri dan didiamkansampaimembeku.Setelahmembekudengan sempurna, kemudian diambil sampel sebanyak 0,1 ml dengan menggunakan pipet dan dimasukkan kedalam cawan petri yang berisi agar yang telah membeku tersebut. Lalu ratakan dengan menggunakan batang L. Selanjutnya inkubasi dan dihitung koloninya.

32

2.4. Tinjauan Tentang Bakteri2.4.1. Karakter BakteriBakteri adalah sel prokariotik yang khas; uniselular dan tidak mengandung struktur yang terbatasi membran di dalam sitoplasmanya. Bakteri dapat dibedakan dari ukuran, susunan, dan responnya terhadap antibiotik. Bentuk sel bakteri meliputi (Pelczar dkk, 1998) :

a. Kokus (bulat)

b. basil (batang)

c. spirilum (spiral)

d.filamen

Bentuk sel menunjukkan karakteristik spesies bakteri tersebut, tetapi dapat bervariasi tergantung kondisi pertumbuhannya. Ukuran bakteri sangat kecil berkisar antara 0,5-5 m. Bakteri dibagi menjadi beberapa struktur, yaitu :

1. Struktur permukaan bakteri yang meliputi :

a. Flagelum

Rambut yang teramat tipis mencuat menembus dinding sel dan bermula dari tubuh dasar, suatu struktur granular tepat di bawah membran sel di dalam sitoplasma. Flagel digunakan bakteri sebagai alat gerak.

b. Pili

Pili berukuran lebih kecil, lebih pendek dari flagel. Pili hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron. Pili tidak berfungsi untuk alat gerak tetapi sebagai alat untuk melekat pada berbagai permukaan.

c. Kapsul

33

Kapsul penting artinya buat bakteri maupun organisme lainnya. Bagi bakteri, kapsul merupakan penutup, pelindung dan juga berfungsi sebagai gudang makanan cadangan.

2.4.2. Pertumbuhan BakteriPertumbuhan mikroba adalah peningkatan semua komponen sel, sehingga menghasilkan peningkatan ukuran sel dan jumlah sel (kecuali mikroba yang berbentuk filamen) akan menyebabkan peningkatan jumlah individu didalam populasi. Inokulum hampir selalu mengandung ribuan organisme, pertumbuhan menyatakan pertambahan jumlahatau massa melebihi yang ada di dalam inokulum asalnya (Pelczar dkk, 1998).

2.4.2.1. Kurva PertumbuhanBakteri mempunyai fase pertumbuhan secara bertahap sejak awal hingga berhenti dan dapat digambarkan dalam bentuk kurva pertumbuhan.

Kurva pertumbuhan tersebut dapat dibagi menjadi beberapa fase, yaitu (Jawetz dkk, 1996) :

1. Fase Lag (penyesuaian)

Pada fase ini sel-sel yang kekurangan metabolit dan enzim sebagai akibat keadaan yang tidak menguntungkan dalampembiakanterdahulu,menyesuaikandiridengan lingkungan yang baru. Disini dapat terlihat mulai bertambah besarnya ukuran sel.

2. Fase eksponensial (Logaritmik)

34

Pada fase ini sel-sel mulai mengadakan perubahan bentuk dan meningkat jumlahnya sehingga kurva meningkat dengan tajam. Kegiatan metabolismenya tinggi dan lebih peka terhadap antibiotik. Fase ini dipengaruhi beberapa faktor yaitu bentuk dan sifat mikroba terhadap lingkungannya, kandungan nutrien dalam medium, temperatur, kadar oksigen, cahaya dan lain-lain.

3. Fase Stationer

Berkurangnya zat-zat makanan dalam perbenihan atau penumpukanhasilmetabolisme beracunmenyebabkan pertumbuhanterhenti,sehinggagambaran

grafikakan mendatar.

4. Fase Kematian

Merupakan akhir dari suatu kurva, dimana jumlah individu secara tajam menurun. Matinya sel-sel mikroba ini disebabkan habisnya zat makanan dan menumpuknya zat beracun.

Gambar 1. Kurva pertumbuhan bakteri

35

2.4.2.2. Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Pertumbuhana. Suplai Nutrisi (Suharto dkk, 1993)

Mikroba sama dengan makhluk hidup lainnya,memerlukan suplai nutrisi sebagai sumber energi dan pertumbuhan selnya. Unsur-unsur dasar tersebut adalah : karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, zat besi dan sejumlah kecil logam lainnya. Ketiadaan atau kekurangan sumber-sumber nutrisi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba hingga pada akhirnya dapat menyebabkan kematian.

b. Suhu

Suhumerupakansalahsatufaktorpentingdalam mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Suhu yang berkaitan dengan pertumbuhan mikroorganisme digolongkan menjadi tiga, yaitu :

1. Suhu minimum yaitu suhu yang apabila berada di bawahnya maka pertumbuhan terhenti.

2. Suhu optimum yaitu suhu dimana pertumbuhan berlangsung paling cepat dan optimum (Disebut juga suhu inkubasi)

3.Suhu maksimum yaitu suhu yang apabila berada di atasnya maka pertumbuhan tidak terjadi. Sehubungan denganpenggolongansuhudiatas,makamikroba digolongkan menjadi.

36

Tabel 1 : Penggolongan bakteri menurut suhu

KelompokSuhu MinimumSuhu OptimumSuhu Maksimum

Psikrofil- 15o C10o C20o C

Psikrotrof- 1o C25o C35o C

Mesofil5 10o C30 37o C40o C

Thermofil40o C45 55o C60 80o C

Thermotrof15o C42 46o C50o C

c. Keasaman atau Kebasaan (pH)

Setiap organisme memiliki kisaran pH masing-masing dan memilikipHoptimumyangberbeda-beda.Kebanyakan mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran pH 8,0-8,0 dan nilai pH di luar kisaran 2,0 sampai 10,0 biasanya bersifat merusak.

d. Ketersediaan Oksigen

Mikroorganisme memiliki karakteristik sendiri-sendiri di dalam kebutuhannya akan oksigen. Mikroorganisme dalam hal ini digolongkan menjadi :

1. Aerobik : hanya dapat tumbuh apabila ada oksigen bebas.

2. Anaerob:hanya dapat tumbuh apabila tidak ada oksigen bebas.

3. Anaerob fakultatif : dapat tumbuh baik dengan atau tanpa oksigen bebas.

4. Mikroaerofilik : dapat tumbuh apabila ada oksigen dalam jumlah kecil.

37

2.4.3. Bakteri Yang DigunakanDalam penelitian ini, bakteri yang digunakan adalah S. aureus dan

E. coli, karena kedua bakteri tersebut termasuk bakteri yang paling banayak menyebabkan penyakit atau infeksi pada manusia (Warsa,1993).

1. Staphylococcus aureusKlasifikasi taksonomi : Kingdom: monera Divisio: Protophyta

Kelas: Schizomycetes

Ordo: Eubacteriales

Familia: Micrococcaceae

Spesies: Staphylococcus aureusStaphylococcus adalah sel-sel bulat yang terdapat sendiri-sendiri atau bulat-bulat atau kadang-kadang berpasangan tetapi lebih sering kelompok- kelompok yang tidak beraturan (Volk dkk, 1990). Staphylococcusjuga termasuk dalam bakteri gram-positif, dan tidak bergerak (Bonang, 2007). Mikroba ini bersifat aerob atau anaerob fakultatif, katalase positif, oksidasenegatif,familynonmotil,tidakmembentukspora dan fermentative.

S. aureus bakteri ini bervariasi dalam pembentukan pigmennya. Pigmen dapat berwarna putih, kuning atau kuning-orange. Bakterinya bersifat patogen yang banyak terdapat pada kulit dan lapisan lendir. Pada dasarnya kebanyakan penyakit lebih banyak disebabkan oleh bakteri S. aureus karena kemampuan organisme ini untuk menimbulkan penyakit

38

bergantung pada kemampuannya melawan fagositosis dan efek beberapa diantara toksin dan enzim yang disekresi oleh sel (Hastowo dkk, 1992).

Batas suhu untuk pertumbuhan S. aureus adalah 15C dan 40C mempunyai suhu optimum yaitu sebesar 35C-40C dengan pH 7,4. Bakteri dapat tumbuh pada medium dengan kadar garam 7,5-10% dan dapat tumbuh baik dalam kaldu biasa pada suhu 37C. Pada lempeng agar, koloninya berbentuk bulat, diameter 1-2 mm, cembung, buram, mengkilat dan konsistensinya lunak (Nurhayati, 2004).

2. Escherichia coliMenurut Krieg dan Holt (1984) dalam buku Bergeys Manual of

Systematic Bacteriology klasifikasi E. coli sebagai berikut(Krieg dkk,

1984) :

Kingdom: Procaryotee Divisio: Gracilicutes Kelas: Scotobacteria Ordo: Eubacteriales

Familia: Enterobacteriaceae

Genus: EscherichiaSpesies: Escherichia coliBakteri E. coli sering ditularkan melalui makanan, air, dan orang

ke orang. E. coli merupakan bakteri nonpatogenik fakultatif anaerobik utama pada usus manusia. Sifatnya unik karena dapat menyebabkan infeksi primer pada usus misalnya diare pada anak dan travelers diarrhea,

39

seperti juga kemampuannya menimbulkan infeksi pada jaringan tubuh lain

di luar usus (Warsa dkk, 1993).

Bentuk dari bakteri ini adalah batang pendek (kokobasil), termasuk bakteri Gram negatif. Ukuran bakteri ini 0,4-0,7 m, sebagian besar gerak positif dan beberapa stain mempunyai kapsul. E. coli tumbuh baik di semua medium dan bersifat mikroaerofilik (Nurhayati. 2004). E. coli cepat tumbuh dalam media yang diinkubasikan selama 24 jam dalam media umum dengan temperatur 20-40C. Dalam media agar, koloni muncul dalam waktu 24 jam (Kurniaesnaeni, 1999).

Untuk mendeteksi bakteri E. coli patogen memerlukan metode khusus untuk mengidentifikasi toksin yang dihasilkan. Sampai saat ini metode yang masih memerlukan tes dengan binatang percobaan dan kultur jaringan yang cukup mahal dan kurang praktis. Bakteri E. coli yang diisolasi dari infeksi didalam masyarakat, biasanya sensitif terhadap obat- obatan antimikroba yang digunakan untuk organisme Gram negatif, meskipun terdapat juga stain-stain resisten, terutama pada pasien dengan riwayat pengobatan antimikroba sebelumnya. Pada pasien diare, perlu dijaga keseimbangan cairan dan elektrolitnya (Warsa dkk, 1993).

2.5. Infeksi Bakteri Pada ManusiaDiantara semua kuman atau bakteri yang paling kuat daya tahannya adalahS. aureus. Karena kuman ini dapat menyebabkan infeksi dan berpotensi untuk menimbulkan penyakit pada manusia. Setiap jaringan ataupun alat tubuh dapat diinfeksi olehnya dan menyebabkan timbulnya penyakit dengan tanda-tanda yang khas, yaitu peradangan, nekrosis dan

40

pembentukan abses. Infeksinya dapat berupa furunkel yang ringan pada kulit sampai berupa suatu piemia yang fatal. Kecuali impetigo, umumnya kuman ini bersifat sporadik bukan epidemik (Warsa dkk, 1993).

Infeksi S. aureus di pengaruhi oleh (Hastowo dkk, 1992) :

1. Resistensi terhadap fagositosis; resistensi ini tergantung pada protein dan bahan kapsul.

2. Kemampuan mengatasi sifat antibakterial dalam sel fagosit (intracelluler survival). S. aureus mempunyai kemampuan antibakterial intraselular.

3. Resisten terhadap faktor antibakterial dalam serum yang ditengahi oleh

koagulasi.

4. Penyebaran infeksi dipermudah dengan adanya enzim hialuronidase.

Dan ditaksir bahwa 15-35% populasi umum membawa S. aureus koagulasi positif dalam hidung dan tenggorokannya. Orang-orang yang rentan terhadap bakteri S. aureus adalah pasien bedah dan luka bakar, orang-orang yang menerima obat immunosupresif atau mereka yang terkena penyakit defisiensi kekebalan, orang-orang yang terkena infeksi saluran pernapasan bagian bawah seperti influenza atau gabag serta penyakit gula. Infeksi kantong rambut yang mengakibatkan terjadinya abses permukaan yang terlokalisasi atau bisul juga tidak diragukan lagi merupakan manifestasi penyakit S. aureus. Sedangakan pada bakteri E. coli dapat menyebabkan penyakit diare

pada bayi tetapi selain itu ada penyakit-penyakit lain yang disebabkan oleh E. coli yaitu (Warsa dkk, 1993) :

1. Infeksi saluran kemih mulai dari sistitis sampai pielonefritis, E. colimerupakan penyebab dari lebih 85% kasus.

41

2. Pneumonia ; di Rumah Sakit E. coli menyebabkan 50% dari PrimaryNosocomia Pneumonia.

3. Meningitis pada bayi baru lahir.

4. Infeksi luka terutama luka di dalam abdomen.

2.6 Tinjauan Tentang Antibakteri2.6.1 Aktivitas AntibakteriAntimikroba adalah senyawa kimia yang dapat membunuh atau menghambat

pertumbuhanmikroorganisme.Berdasarkanjenis mikroorganisme

yang

dimatikanataudihambatpertumbuhannya, antimikrobaterbagimenjadi

antibakteri,antifungi,antivirus dan antiprotozoa.

Antibakteri adalah zat yang membunuh bakteri atau menekan pertumbuhan dan reproduksi mereka. Sampai saat ini, antibakteri masih merupakan salah satu obat yang paling sering digunakan (Volk dkk, 1990). Obat untuk membasmi bakteri penyebab infeksi pada manusia harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk bakteri, tetapi relatif tidak toksik untuk hopes (Ganiswarna dkk, 1995)

Aktivitas suatu zat yang bersifat antibakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor penting seperti konsentrasi bahan, pH, komposisi medium, suhu, jenis bakteri penguji dan kemampuan antibakteri untuk mengurangi dalam medium. Dan berdasarkan jenis daya tahan kerjanya terhadap bakteri, zat antibakteri dibagi dalam 2 kelompok yaitu bakteriostatik dan bakterisidal. Zat bakterisidal adalah zat-zat yang dapat membunuh bakteri

42

karena daya kerjanya yang cepat dan mematikan. Sedangkan zat yang hanya menghambat pertumbuhan bakteri disebut bakteriostatik (Irianto,

2006).

2.6.2. Mekanisme Kerja AntibakteriSecara umum mekanisme kerja antibakteri dapat dibagi atas

(Hastowo dkk, 1992) :

1. Penghambatan Pertumbuhan oleh Analog

Dalam kelompok ini termasuk sulfonamida. Pada umumnya bakteri memerlukan para-aminobenzoat (PABA) untuk sintesis asam folat, yang diperlukan dalam sintesis purin. Sulfonamida memilikistruktursepertiPABA,sehinggapenggunaan sulfonamida menghasilkan asam folat yang tidak berfungsi.

2. Penghambatan Sintesis Dinding Sel

Perbedaanstrukturselantara

bakteridaneukariot menguntungkan bagi penggunaan bahan antimikroba. Penicillin dan Cephalosporin merupakan contoh klasik. Kedua antibiotik ini menyebabkan penghambatan pada pembentukan ikatan sebrang silang.Padakonsentrasi

rendah,penicillin

menghambat pembentukan ikatan glikosida, sehingga pembentukan dinding sel baru akan terganggu dapat dilihat dari bakteri dengan bentuk sel yang panjang tanpa dinding sekat. Pada konsentrasi tinggi, ikatan sebrang silang terganggu dan pembentukan dinding sel terhenti. Kepekaan bakteri tehadap penicillin tergantung pada kemampuan

43

mikroorganisme menghasilkan enzim beta-laktamase enzim ini dapat merusak daya kerja penicillin.

3. Penghambatan Fungsi Membran Sel

Membran sel bakteri dan fungi dapat dirusak oleh beberapa bahan tertentu tanpa merusak sel inang. Polymixin berdaya kerja terhadap bakteri Gram-negatif, sedangkan antibiotik polyene terhadap fungi.

Polymixin dihasilkan oleh Bacillus polymyxa. Daya kerja polymixin merusak membran sel, sehingga isi sel akan keluar. Antibakteri ini berdaya kerja terhadap sel baik yang sedang tumbuh maupun yang tidak tumbuh.

4. Penghambatan Sintesis Protein

Beberapa antibiotik menghambat sintesis protein pada bakteri.Sebagaicontohkhloramphenicol,tetracycline,dan erythomycine. Puromycin merupakan penghambat sintesis protein pada manusia. Bakteri memiliki ribosom dengan 70S, sedangkan manusia 80S. Unit ribosom pada bakteri adalah 50S dan 30S. Chloramphenicol mengikat ribosom 50S, sehingga tidak dapat berfungsi. Antibiotik ini bersifat bakteriostatik, pertumbuhan bakteri dimulai kembali bila tidak ada antibakteri ini.

2.6.3 Antibakteri Pembanding Yang DigunakanAmoksisilinyangdigunakansebagaipembandingmemiliki karakteristik sebagai berikut (Depkes RI, 1995) :

44

~ Rumus bangun :

~ Pemerian: Serbuk hablur, putih; praktis tidak berbau

~ Kelarutan: Sukar larut dalam air dan metanol; tidak larut dalam benzena, dalam karbon tetraklorida dan dalam kloroform.

~Penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat, dengan suhu kamar

terkendali

Amoksisilin adalah penisilin semisintetik berspektrum luas yang spektrum aktivitasnya serupa dengan ampisilin. Bersifat stabil asam sehingga dapat diberikan secara oral. (Diyah dkk, 2005).

Untuk Penentuan KHM menggunakan bahan uji pembanding Amoksisilin. Amoksisilin yang aktif untuk bakteri kedua bakteri tersebut yaitu pada konsentrasi 1 mg atau 1000 g (Agustini dkk, 2006).

2.7. Macam-macam MediumMedium yang baik untuk bakteri adalah medium yang mengandung zat-zat organik seperti rebusan daging, sayur-sayuran, sisa makanan, atau ramuan-ramuan yang dibuat oleh manusia. Medium yang dibuat oleh manusia adalah sebagai berikut (Dwidjoseputro, 1994) :

45

1. Medium CairMedium cair yang biasa di gunakan adalah kaldu. Pembuatan medium ini yaitu dengan cara air murni di tambahkan dengan kaldu daging lembu dan pepton. Pepton adalah protein yang terdapat pada daging, pada air susu, pada kedelai dan pada putih telur. Medium yang telah siap tersebut ditentukan pHnya 6,8-7, jadi sedikit asam atau netral. pH tersebut adalah pH yang sesuai bagi kebanyakan bakteri. Setelah di ukur pHnya kaldu tersebut di saring menggunakan kertas saring lalu di masukkan ke dalam tabung reaksi dan disumbat dengan kapas, barulah dapat di masukkan ke dalam autoklaf.

2. Medium PadatDulu medium padat masih banyak menggunakan kentang yang di potong-potong. Kentang tersebut di potong-potong dengan menggunakan pipa besi lalu di masukkan ke dalam tabung reaksi kemudian di sumbat dengan kapas dan setelah itu di sterilkan di dalam autoklaf. Setelah dingin kentang dapat ditanami bakteri.

Lalu muncul penemuan baru dengan menggunakan kaldu yang di campur dengan sedikit agar-agar. Baru dapat di peroleh medium padat setelah di sterilkan. Agar-agar tersebut baru mencair pada suhu 95C. Agar-agar ialah sekedar zat pengental, dan bukan zat makanan bagi bakteri.

46

3. Medium yang DiperkayaBakteri patogen memerlukan makanan tambahan berupa serum atau darah yang tidak mengandung fibrinogen. Fibrinogen adalah zat yang menyebabkan darah menjadi kental, apabila keluar di luka. Serum dan darah di campurkan ke dalam medium yang sudah di sterilkan. Pencampuranini dilakukan sebelum sterilisasi, maka serum atau darah tersebut akan mengental akibat pemanasan.

4. Medium Yang KeringMedium ini berupa serbuk kering yang di larutkan dalam air lalu di sterilkan. Pada medium ini tidak perlu dilakukan pemeriksaan pH karena sudah dilakukan lebih dahulu pada waktu pembuatan serbuk.

5. Medium Yang SintetikMedium ini berupa ramuan-ramuan zat anorganik tertentu yang mengandung zat karbon dan nitrogen. Bakteri autotrof dapat hidup dalam medium ini. Medium ini di buat secara eksperimental. Medium ini tidak menimbulkan zat-zat penolak, apabila masuk ke dalam tubuh hewan atau manusia.

BAB III KERANGKA KONSEPBahan alam banyak sekali digunakan oleh masyarakat indonesia sebagai obat

tradisional yang berdasarkan pada pengalaman dan tradisi turun temurun sedangkan khasiatnya masih perlu diuji secara ilmiah. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengujikebenarankhasiatobattradisionaltersebutagarpemakaiannyadapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Penelitian kali ini bahan yang digunakan adalah daun asam jawa. Berdasarkan literatur dan pengalaman masyarakat (empiris) daun asam jawa dapat digunakan sebagai obat tradisional, yaitu untuk obat luar seperti bisul dan obat dalam seperti sariawan, demam dan batuk (Soesilo, 1989). Maka dari itu penelitian tentang aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun asam jawa ini dilakukan untuk membuktikan khasiat yang terkandung didalamnya.

Dalam hal ini, bakteri yang digunakan adalah Staphylococcus aureus (bakteri Gram positif) dan Escherichia coli (bakteri Gram negatif) sebagai bakteri uji, karena kedua bakteri tersebut lebih sering menimbulkan infeksi pada manusia (Warsa dkk,1993). Penelitian ini juga menentukan KHM ekstrak etanol daun asam jawa dan kesetaran potensinya dengan menggunakan antibiotik pembanding yaitu amoksisilin. Metode yang digunakan baik dalam pengujian aktivitas antibakteri, penentuan KHM maupun penetapan potensi yaitu metode pour plate.

Untuk menentukan KHM yaitu dengan cara menghitung jumlah bakteri dengan berbagai konsentrasi ekstrak, konsentrasi yang sedikit yang dapat memberikan hambatan disebut KHM (Amalia dkk, 1995). Penetapan potensi dilakukan dengan membandingkan konsentrasi sampel ekstrak etanol daun asam jawa dengan konsentrasi antibakteri

47

pembanding amoksisilin yang memberikan daya hambat dan daya bunuh yang sama yang dapat dilihat dari jumlah bakteri yang tumbuh dari setiap konsentrasi (Harmita dkk, 2005).

Alur penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Pengumpulan daun asam jawaDeterminasi tanamanHerbarium Bogoriensis, LIPI PuslitBiologi

Ekstraksi tanaman dengan caraPembuatan ekstrak kental daunasam jawa dengan menggunakan vakum evaporator

Sterilisasi alatPembuatan mediumPembuatan kultur kerja bakteriPembuatan suspensi bakteriPengujian aktivitas antibakteriekstrak etanol daun asam jawa

Penentuan KHM ekstrak etanol

Penetapan potensiGambar 2. Alur penelitian

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN4.1. Waktu Dan Tempat PenelitianPenelitian ini mulai dilakukan dari bulan Juni sampai dengan September

2008 di Laboratorium Mikrobiologi, Pusat Laboratorium Terpadu Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4.2. Alat Dan Bahan4.2.1. AlatAlat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain erlenmeyer, gelas ukur, cawan petri, jarum ose, tabung reaksi, rak tabung reaksi, hot plate, vortex, autoklaf, inkubator, lampu spiritus, timbangan analitik, LAF

(Laminar Air Flow), oven, Lemari Pendingin, kapas steril, spatula, mikropipet, shaker inkubator, batang L, spektrofotometer UV-VIS, kertas saring dan vakum rotavapor.

4.2.2BahanBahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel ekstrak etanol daun asam jawa (Tamarindus indica Linn.), antibakteri pembanding amoksisilin, aquadest steril, larutan NaCl fisiologis, etanol 70 %, bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli, medium NA (Nutrient Agar), dan medium NB (Nutrient Broth).

4.3. Metode Penelitian4.3.1. Persiapan Bahan, Media, Dan Alata. Persiapan Bahan Uji

Sampel daun asam jawa diperoleh dari daerah Rawa Lumbu Utara, Bekasi, dan telah diidentifikasi di Herbarium Bogoriensis, LIPI Puslit Biologi, Cibinong, Jawa Barat dan diketahui nama spesies daun asam jawa tersebut adalah Tamarindus indica Linn.

Simplisia

yangberupadaunasam jawayangsegar dikumpulkan lalu dicuci supaya bersih agar kotoran yang melekat pada daun hilang. Setelah proses pencucian, selanjutnya proses pengeringan. Proses ini memakan waktu selama 3 - 1 minggu dengancaradiangin-anginkan.Setelahkering

kemudian diserbukkan dan diayak lalu ditampung dengan wadah.

Ekstrak kental daun asam jawa diperoleh dari 11 Liter etanol

70 %, yaitu dengan cara maserasi, merendam sampel dalam pelarut

(etanol 70 %) selama 1 - 2 hari pada suhu kamar lalu sampel daun asam jawa di vakum rotavapor sampai menjadi ekstrak kental lalu diuapkan kembali didesikator untuk mendapatkan ekstrak kering.

b. Sterilisasi Alat Dan Bahan

Sterilisasi dapat dibedakan menjadi beberapa cara yaitu sebagai berikut :

1. Sterilisasi dengan pemijaran, yaitu pembakaran alat alat diatas

lampu spiritus sampai pijar seperti ose, batang L, dan mulut tabung biakan.

2. Sterilisasi dengan uap yang bertekanan (autoklaf), yaitu sterilisasi dengan menggunakan suhu 121C selama 15 menit. Biasanya media yang disterilkan dengan autoklaf dan juga alat-alat gelas.

3. Pasterurisasi, cara ini digunakan untuk larutan larutan yang mudah rusak apabila terkena panas yang terlalu tinggi. Pasteurisasi dilakukan dengan cara memanaskan bahan pada suhu 63C selama

30 menit.

c. Pembuatan Medium

1. Nutrien Agar (NA)

Biasanya medium yang digunakan untuk membiakkan bakteri uji adalah medium NA. Serbuk NA sebanyak 24 gram dilarutkan dalam 1 liter aquadest dan dipanaskan sampai mendidih sehingga larut. Lalu disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121C selama 15 menit. Setelah agak dingin NA dapat disimpan dalam lemari pendingin dan dapat digunakan bila diperlukan dengan memanaskannya kembali dengan hot plate.

2. Nutrien Broth (NB)

Medium ini biasa digunakan untuk membuat suspensi bakteri. Serbuk NB sebanyak 8 gram dilarutkan dalam 1 liter aquadest dan dipanaskan sampai mendidih sehingga larut. Lalu disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121C selama 15 menit. Setelah agak dingin NB dapat disimpan dalam lemari pendingin.

d. Pembuatan Kultur Kerja

Disiapkan agar miring NA steril, lalu diambil stok bakteri Gram positif (Staphylococcus aureus) dan Gram negatif (Escherichia coli)dengan menggunakan ose steril yang telah dipijarkan lalu ditanam pada

permukaan agar miring dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 30C.

e. Pembuatan Suspensi Bakteri

Bakteri Gram positif dan Gram negatif yang telah diremajakan pada umur 24 jam diambil 3 ose dan dimasukkan dalam 30 ml NB (inokulum) lalu dikocok menggunakan shaker inkubator selama 24 jam pada suhu 30C.

4.3.2.Pembuatan Kurva Tumbuh BakteriKurva pertumbuhan dibuat untuk menentukan fase log dari bakteri uji, yaitu pada saat bakteri memulai pembiakan, sel jasad renik membelah dengan cepat, membuat pertambahan jumlah pada bakteri tersebut (Warsa dkk, 1993). Kurva pertumbuhan ini dibuat dengan cara perhitungan absorbansi menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 600 nm dan perhitungan jumlah populasi bakteri dengan metode plat count atau metode sebar.

Setelah absorbansi awal pada jam ke-0 ditentukan lalu hitung jumlah bakteri yaitu dengan cara memasukkan biakan bakteri 1 ml kedalam 9 ml NaCl steril dalam tabung reaksi lalu kocok dengan menggunakan vortex, suspensi ini disebut pengenceran 1:10 atau 10-1, kemudian dari pengenceran 10-1 diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan kedalam 9 ml NaCl, kocok dengan menggunakan vortex suspensi ini disebut pengenceran 10-2. Pengenceran selanjutnya dilakukan

hingga 10-6 atau 10-8 karena belum dapat dipastikan pada pengenceran berapa

bakteri masih tumbuh. Dari pengenceran tersebut ambil pengenceran terakhir lalu diambil 0,1 ml dengan pipet steril dan dinokulasikan pada 3 plat agar NA yang berbeda. Disebarkan inokulum suspensi itu pada permukaan plat agar dengan menggunakan batang gelas L sampai merata kemudian diinkubasi pada suhu

kamar selama 24 jam. Lalu bakteri yang tumbuh pada metode sebar dihitung dengan menggunakan rumus jumlah koloni yang dapat dilihat pada Lampiran 3.

Jumlah koloni yang dapat dihitung adalah 30-300 koloni. Jika 300 berarti pengenceran terlalukecil(suspensikurangencer).Sedangkanperhitungandengan spktrofotometer pada panjang gelombang 600 nm yaitu dengan cara suspensi bakteri dikocok dengan menggunakan shaker inkubator dengan kecepatan 120 rpm pada suhu kamar, dan setiap interval 30 menit dilakukan penentuan absorbansi dan pengerjaan plat count kembali seperti yang telah dilakukan pada jam ke-0.

Kemudian dibuat kurva standar antara absorbansi dengan log jumlah sel/ml sesuai dengan waktu inkubasi. Setelah didapat fase eksponensial, kemudian dilakukan pengenceran dengan menggunakan NB hingga 1x106 sel bakteri/ml, yang digunakan sebagai bakteri uji (Cappucino dkk ,1986).

4.3.3. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Asam JawaEkstrak etanol daun asam jawa dibuat dengan konsentrasi 1000 mg/ml,

100 mg/ml, 10 mg/ml, dan 1 mg/ml. Caranya dengan menimbang 1000 mg ekstrak etanol daun asam jawa dan dilarutkan dalam aquades steril sebanyak 1 ml hingga diperoleh konsentrasi 1000 mg/ml. Lalu diambil 0,1 ml dari larutan

1000 mg/ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan diencerkan sampai 1 ml hingga diperoleh konsentrasi 100 mg/ml. Pengenceran dilakukan hingga diperoleh konsentrasi terkecil (1 mg/ml).

Selanjutnya dilakukan pengujian aktivitas antibakteri dengan cara :

bakteri yang telah disuspensikan dengan menggunakan NB hingga 1x106 sel/ml

diambil sebanyak 0,1 ml dan ditambahkan NB 0,5 ml dengan mikropipet ke dalam erlenmeyer 25 ml, kemudian ditambahkan 0,5 ml ekstrak etanol daun asam jawa yang telah dibuat dan didiamkan selama 30 menit. Setelah 30 menit campuran tersebut dimasukkan ke dalam cawan petri. Kemudian ke dalam cawan dimasukkan agar cair steril yang bertemperatur 47-50 C sebanyak 10-15 ml. Segera setelah agar dituang, cawan petri digerakan di atas permukaan meja datar secara hati-hati sehingga suspensi bakteri tersebar secara merata, yaitu dengan gerakkan seperti angka delapan. Lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 30C. Setelah diinkubasi dihitung jumlah koloni bakterinya.

Dari prosedur tersebut dapat dilihat nilai KHM ekstrak etanol daun asam jawa. Nilai KHM dinyatakan dengan konsentrasi ekstrak etanol daun asam jawa yang terkecil dari beberapa konsentrasi yang diuji. Apabila konsentrasi yang diuji tersebut masih menumbuhkan bakteri maka konsentrasi bisa dipersempit. Prosedur tersebut juga digunakan untuk bakteri pada pembanding amoksisilin.

Hasil perhitungan jumlah koloni bakteri yang diperoleh dari ekstrak etanol daun asam jawa dibandingkan dengan jumlah pertumbuhan koloni bakteri yang digunakan pada amoksisilin. Penetapan kesetaraan potensi ekstrak etanol daun asam jawa (Tamarindus indica Linn.) dengan amoksisilin dilakukan dengan membuat variasi konsentrasi amoksisilin terlebih dahulu, yaitu dengan konsentrasi amoksisilin 0,04 mg/ml, 0,03 mg/ml, 0,02 mg/ml dan 0,01 mg/ml. Pengenceran dilakukan dengan pelarut aquades steril.

4.4. Analisa data1. Kurva pertumbuhan ditentukan dengan cara perhitungan absorbansi dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS untuk mendapatkan fase log yang diharapkan memiliki jumlah bakteri 1x106 sel/ml.

2. Pada penentuan KHM ekstrak etanol daun asam jawa, nilai KHM ditetapkan berdasarkan konsentrasi terkecil yang menyebabkan tidak terdapat pertumbuhan bakteri. (Rahmayanti, 2000)

3. Penetapan potensi dilakukan dengan membandingkan konsentrasi sampel ekstrak etanol daun asam jawa dengan konsentrasi antibakteri pembanding amoksisilin yang memberikan daya hambat yang sama, dapat dilihat dari jumlah bakteri yang tumbuh dari setiap konsentrasi. (Harmita dkk, 2005).

BAB VHASIL DAN PEMBAHASAN5.1. Hasil1. Dari hasil identifikasi sampel daun asam jawa yang dilakukan Herbarium Bogoriensis, LIPI Puslit Biologi, menunjukkan bahwa yang digunakan adalah Tamarindus indica Linn. Dapat dilihat pada Lampiran 9.

3. Pembuatan kurva tumbuh untuk mendapatkan fase log dengan melihat absorbansi menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm. Jumlah sel/ml yang terlihat pada gambar 3 dan gambar 4 diperoleh dari kurva standar pada Lampiran 5.

11.411.21110.810.610.410.2109.89.69.49.2

0123456Waktu (jam)Gambar 3. Kurva tumbuh bakteri Escherichia coli dalam medium NB

9.598.587.576.565.55

012345678W a ktu (ja m)Gambar 4. Kurva tumbuh Staphylococcus aureus dalam medium NB

4. Pada uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun asam jawa dengan konsentrasi 1 mg/ml, dan 10 mg/ml terlihat bahwa konsentrasi tersebut tidak memberikan aktivitas antibakteri pada kedua bakteri uji sedangkan untuk konsentrasi 100 mg/ml, dan 1000 mg/ml dapat dilihat pula bahwa konsentrasi tersebut memberikan aktivitas antibakteri seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil perhitungan jumlah koloni bakteri yang dihambat dengan ekstrak etanol daun asam jawa

Bakteri ujiKonsentrasi ekstrak

etanol daun asam jawa

(mg/ml)Jumlah rata-rata koloni

bakteri

Staphylococcus aureus0>300

1> 300

10> 300

1000

10000

Escherichia coli0>300

1> 300

10>300

1000

10000

4. Untuk penentuan KHM ekstrak etanol daun asam jawa terhadap kedua

jenis bakteri uji diperoleh nilai KHM yang berbeda beda pada setiap bakteri uji seperti yang terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil perhitungan jumlah bakteri yang mempunyai daya hambat minimum ekstrak etanol daun asam jawa

Bakteri ujiKonsentrasi

ekstrak etanol daun asam jawa

(mg/ml)Jumlah rata-rata

koloni bakteriNilai KHM

(Konsentasi Hambat Minimum)

Staphylococcus aureus80080 mg/ml

608

4030

20>300

0>300

Escherichia coli28028 mg/ml

263

24>300

22>300

0>300

5.Penetapan potensi dilakukan dengan membandingkan konsentrasi

sampel ekstrak etanol daun asam jawa dengan konsentrasi antibakteri pembanding amoksisilin yang memberikan daya hambat yang sama, dapat dilihat pula dari jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada setiap konsentrasinya, seperti yang terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil perbandingan ekstrak etanol daun asam jawa dengan antibiotik pembanding (amoksisilin)

Bakteri UjiPengujian Dengan Ekstrak etanol

daun asam jawaPengujian Dengan Antibiotik

Pembanding (Amoksisilin)

Konsentrasi

Ekstrak (mg/ml)Jumlah rata-

rata koloni

BakteriKonsentrasi

Amoksisilin

(mg/ml)Jumlah rata-

rat koloni

Bakteri

Staphylococcus aureus8000,040

6080,03>300

40300,02>300

20>3000,01>300

Konsentrasi ekstrak etanol daun asam jawa 80 mg/ml sebanding dengan konsentrasi

amoksisilin 0,04 mg/ml terhadap bakteri S. aureus

Escherichia coli2800,040

2630,034

24>3000,02>300

22>3000,01>300

Konsentrasi ekstrak etanol daun asam jawa 28 mg/ml sebanding dengan konsentrasi

amoksisilin 0,0,4 mg/ml terhadap bakteri E. Coli

5.2. PembahasanBerdasarkan literatur dan pengalaman masyarakat (empiris) daun asam jawa dapat digunakan sebagai obat tradisional, yaitu untuk obat luar seperti bisul dan obat dalam seperti sariawan, demam dan batuk (Soesilo,

1989). Oleh sebab itu penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan obat

antibakteri alternatif yang relatif aman dengan memanfaatkan daun asam jawa (Tamarindus indica Linn.) dan untuk menguji aktivitas antibakteri. Dalam hal ini, bakteri uji yang digunakan adalah S. aureus dan E. coli, karena

kedua bakteri tersebut lebih sering menimbulkan infeksi pada manusia

(Warsa dkk, 1993).

Pada penelitian ini digunakan daun asam jawa yang diperoleh dari daerah Rawa Lumbu Utara, Bekasi dan sudah diteliti kebenarannya di Laboratorium Herbarium Bogoriense, LIPI seperti yang terlihat pada Lampiran 10. Untuk melakukan pengujian aktivitas antibakteri digunakan ekstrak etanol daun asam jawa yang diperoleh dari 1 kg daun asam jawa yang direndam dengan etanol selama 1 malam proses ini dinamakan maserasi. Pelarut yang digunakan adalah etanol karena etanol merupakan pelarut yang bersifat polar, universal dan mudah didapat. Zat aktif antibakteri daun asam jawa yang bersifat polar adalah flavonoid. Ekstrak dipisahkan dari pelarutnya dengan menggunakan vakum evaporator untuk mendapatkan ekstrak kental lalu dimasukkan kedalam desikator untuk mendapatkan ekstrak kering kemudian dilakukan pengujian aktivitas antibakteri.

Sebelum melakukan pengujian kurva pertumbuhan bakteri harus ditentukan terlebih dahulu untuk mendapatkan fase log dimana pada fase ini bakteri sedang berada pada puncak pembelahan (Waluyo, 2007). Pada awal inkubasijumlahsel bakteriE.coliadalah2,9x109 sel/ml.Setelah menyesuaikan pada lingkungannya meningkat jumlah populasinya sehingga kurva meningkat tajam; tahap ini disebut juga fase log. Pada kurva pertumbuhan bakteri yang telah dicantumkan pada Gambar 3 dapat diketahui bahwa fase log terjadi antara jam ke-2 sampai jam ke-4. Jumlah sel bakteri

pada jam ke-2 meningkat menjadi 1,18x1010 sel/ml dan jam ke-4 jumlah sel

bakterinya menjadi 1,11x1011 sel/ml. Setelah melihat fase log pada kurva

pertumbuhan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa bakteri berada dalam masa paling aktif pada jam ke-2,25, karena pada titik waktu ini nilai adalah

0,037 per jam yang dapat dilihat pada Lampiran 6 . Setelah itu bakteri mengalamikemunduranatauberkurangnyazat-zatmakananyang mengakibatkan bakteri mulai ada yang mati dan pembelahannya terlambat tahap ini disebut juga fase stationer, fase ini berlangsung pada jam ke-5 sampai jam ke-6.

Bakteri S. aureus memasuki awal inkubasi dengan jumlah bakteri

9,48x105 sel/ml. Fase log diketahui terjadi antara jam ke-2 sampai jam ke-5. Jumlah sel bakteri pada jam ke-2 meningkat menjadi 3,99x106 sel/ml dan jumlah sel bakteri pada jam ke-5 adalah 1,77x108 sel/ml. Setelah melihat fase log pada kurva pertumbuhan dapat diambil kesimpulan bahwa bakteri berada

dalam masa paling aktif pada jam ke-2,25 karena pada waktu ini nilai adalah 0,028 per jam yang dapat dilihat pada Lampiran 6. Fase stationer untuk bakteri S. aureus yaitu pada jam ke-6 sampai dengan jam ke-8.

Bakteri yang telah ditentukan masa paling aktifnya tersebut akan digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun asam jawa. Ekstrak etanol daun asam jawa yang digunakan harus disterilisasi terlebih dahulu untuk mencegah supaya ekstrak tidak terkontaminasi. Sterilisasi yang digunakan adalah pasteurisasi, yaitu dengan memanaskan larutan sampel pada suhu 63C selama 30 menit. Proses ini yang dipilih karena dengan menggunakan suhu yang lebih tinggi ditakutkan akan merusak kandungan yang ada didalam ekstrak etanol daun asam jawa dan ekstrak akan terdenaturisasi.

Aktivitas antibakteri dilakukan dengan pour plate (metode tuang). Dasar pemilihan metode ini karena pengerjaannya yang mudah, dan relatif murah. Dikatakan mudah, dan relatif murah karena sel mikroba yang ditanam pada medium agar dapat dilihat secara langsung perkembangbiakannya dan pembentukan koloninya dengan mata tanpa menggunakan mikroskop

(Fardiaz dkk, 1989). Waktu inkubasi yang menunjukkan pertumbuhan optimum bakteri yaitu selama 24 jam, karena dalam media agar koloni muncul dalam waktu 24 jam (Kurniaisnaeni, 1999).

Pada uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun asam jawa dengan

konsentrasi 1 mg/ml, dan 10 mg/ml terlihat bahwa konsentrasi tersebut tidak memberikan aktivitas antibakteri pada kedua bakteri uji sedangkan untuk konsentrasi 100 mg/ml, dan 1000 mg/ml dapat dilihat pula bahwa konsentrasi tersebut memberikan aktivitas antibakteri seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Hasil ini menunjukkan bahwa konsentrasi dari ekstrak etanol daun

asam jawa dapat memberikan aktivitas antibakteri dengan jumlah bakteri yang sebanding dengan konsentrasi ekstrak etanol daun asam jawa, yaitu semakin besar konsentrasi ekstrak etanol daun asam jawa semakin besar pula bakteri yang terbunuh. Daun asam jawa mempunyai kandungan flavonoid

(Yuniarti, 2008). Menurut Mill dan Bone flavonoid mempunyai aktivitas antibakteri sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri.

Pada penentuan KHM ekstrak etanol daun asam jawa digunakan konsentrasi yang bervariasi, yaitu 20, 40, 60, dan 80 mg/ml untuk bakteri S. aureus sedangkan konsentrasi ekstrak etanol daun asam jawa E. coli, adalah

22, 24, 26 dan 28 mg/ml. Dari variasi konsentrasi tersebut diperoleh nilai

KHMnya, yaitu 80 mg/ml untuk S. aureus dan 28 mg/ml untuk E. coli. Pada konsentrasi tersebut bakteri sudah tidak mengalami pertumbuhan lagi atau bisa dikatakan bahwa ekstrak etanol daun asam jawa mempunyai daya hambat, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2. Dalam hal ini, ekstrak etanol daunasamjawamempunyaisifatbakterisidal,yaitubahanyang berkemampuan untuk membunuh atau memusnahkan bakteri (Waluyo,

2007).

Penetapan potensi dilakukan dengan membandingkan konsentrasi sampel ekstrak etanol daun asam jawa dengan konsentrasi antibakteripembanding amoksisilin yang memberikan daya hambat yang sama, dapat dilihat pula dari jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada setiap konsentrasinya, seperti yang terlihat pada Tabel 3.

Dalam hal ini, untuk penetapan potensi digunakan amoksisilin sebagai antibakteri pembanding. Amoksisilin merupakan salah satu jenis obat yang fungsinya membunuh bakteri atau memperlambat pertumbuhan bakteri. Kedua bakteri yang digunakan pada penelitian ini sangat sensitif terhadap amoksisilin

(Diyah dkk, 2005)

Ekstrak etanol daun asam jawa dan antibakteri pembanding (amoksisilin) dilarutkan dengan pelarut aquadest steril. Variasi konsentrasi amoksisilin yang digunakan pada antibakteri pembanding adalah 0,01, 0,02, 0,03, dan 0,04 mg/ml. Konsentrasi tersebut yang digunakan untuk kedua bakteri. Dari data tersebut konsentrasi pada amoksisilin dapat dibandingkan dengan konsentrasi pada ekstrak etanol daun asam jawa. Menurut farmakope Indonesia Edisi 3 tahun 1979 potensi ditetapkan dengan membandingkan dosis sediaan uji (ekstrak daun asam jawa)

terhadap dosis larutan pembanding yang dalam hal ini adalah amoksisilin yang masing-masing menghasilkan derajad hambatan pertumbuhan yang sama pada biakan jasad renik yang peka dan sesuai. Dari variasi konsentrasi amoksisilin tersebut diketahui bahwa pada konsentrasi 0,04 mg/ml (40 ppm) amoksisilin pembanding sudah mempunyai daya hambat terhadap kedua bakteri, dalam hal ini bakteri yang digunakan adalah S. aureus dan E. coli. Dari hasil tersebut maka dapat dibandingkan bahwa dengan konsentrasi amoksisilin yang didapat yaitu

0,04 mg/ml (40 ppm) sebanding dengan 80 mg/ml (80000 ppm) ekstrak etanol daun asam jawa untuk bakteri S. aureus, sedangkan untuk bakteri E. coli dengan konsentrasi 28 mg/ml (28000 ppm) sebanding dengan 0,04 mg/ml (40 ppm). Dari perbandingan konsentrasi tersebut terlihat bahwa ekstrak etanol daun asam jawa mempunyai aktivitas antibakteri terhadap kedua bakteri uji.

Pada penelitian tentang aktivitas antibakteri telah diketahui bahwa ekstrak etanol daun asam jawa dapat menghambat bakteri baik Gram positif maupun Gram negatif. Tetapi potensi ekstrak etanol daun asam jawa terhadap kedua jenis bakteri uji masih sangat kecil dibandingkan dengan amoksisilin sebagai antibakteri pembanding. Hal ini disebabkan karena ekstrak etanol daun asam jawa yang digunakan bukan merupakan senyawa murni, sedangkan amoksisilin merupakan zat aktif antibakteri yang relatif murni.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN6.1. KesimpulanDari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Ekstrak etanol daun asam jawa (Tamarindus indica Linn) memiliki aktivitas antibakteri yang bersifat bakterisidal terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcusaureus.KonsentrasiHambatMinimum(KHM)bakteri Staphylococcus aureus adalah 80 mg/ml dan bakteri Escherichia coli adalah 28 mg/ml.

2. Potensi ekstrak etanol daun asam jawa yang didapat adalah 80 mg/ml (80.000 ppm) yangsetaradengan0,04mg/ml(40ppm)amoksisilinterhadapbakteri Staphylococcus aureus dan 28 mg/ml (28.000 ppm) ekstrak etanol daun asam jawa setara juga dengan 0,04 mg/ml (40 ppm) amoksisilin terhadap bakteri Escherichia coli.

6.2. SaranMengingat dalam penelitian ini percobaan yang dilakukan masih sangat terbatas maka, dapat disarankan untuk mencari zat aktif selain flavonoid dari daun asam jawa

(Tamarindus indica Linn.) yang berfungsi sebagai antibakteri.

65

DAFTAR PUSTAKAAgustini, D. D. Profil Daya Hambat Dari Kombinasi Antibiotik Terhadap BakteriEscherichia coli. Diakses dari http://www.majalah-farmacia.com pada

tanggal 1 Juni 2008

Amalia. L, Asep G. S., dan Elin, Y. S.Uji Aktivitas Antibakteri dan Antifungi Minyak Atsiri Beberapa Tanaman Suku Piperaceae. Skripsi Jurusan Farmasi ITB. Diakses dari http://bahan-alam.fa.itb.ac.id pada tanggal 14

Oktober 2008

Bonang, G. dan E.S. Koeswardono. 1982. Mikrobiologi Kedokteran UntukLaboratorium dan Klinik. PT Gramedia. Jakarta. Hal 190

Cappucino, J.G. and N. Sherman. 1986. Microbiology : A Laboratory Manual. The

Benjamin/Cummings Publishing Company. INC

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.Hal 95-96

Diyah dan N. Wahyuning. Penggunaan Metode Spektrofotometer dengan Pereaksi Cu Untuk Penetapan Kadar Senyawa Aktif Amoksisilin. Diakses dari www.unair.ac.id pada tanggal 1 Juni 2008

Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Hal 37-40

Fardiaz, S.1989. Penuntun Praktek Mikrobiologi Pangan. IPB-Press: Bogor. Hal 49-

51

Ganiswara, S.G., R.Setiabudy, F.D.Suyatna, Purwantyastuti dan Nafrialdi. 1995.

Farmakologi dan Terapi Edisi keempat. UI-Press. Jakarta.Hal 560-570

Harmita dan Maksum. 2005. Buku Ajar Analisis Hayati Edisi 2. Departemen Farmasi

FMIPA UI. Jakarta.Hal 1-46

Hastowo. Sugyo. 1992. Mikrobiologi. Rajawali Pers. Jakarta

Irianto, K. 2006. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid 1. Yrama widya: Bandung

Jawetz, M. and Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 20. EGC. Jakarta.

Joker, D. Tamarindus indica Linn. Diakses dari [email protected] pada tanggal

14 Oktober 2008

Katz, F.W. 1974. Microbiological Diffusion Assay, Operation Studied with CooperEquation. J. Pharm. Sci.

Krieg, N.R. and Holt. J. G. 1984. Bergeys Manual of Systematic Bacteriology, Vol 1. Baltimore. USA

Kurniaisnaeni, E. 1999. Konsentrasi Hambat Minimal Beberapa Antibiotika Terhadap Escherichia coli yang Diisolasi dari Feses Sapi. Skripsi. Universitas Pancasila. Jakarta

Mills, S. and Bone, K. 2000.Principles and Practise of Phytotheraphy. ModernHerbal Medicine. Churchill Livingstone. London

Nurhayati. 2004. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kapang Laut Terhadap

Staphylococcus aureus. Skripsi. Universitas Negeri Jakarta. Jakarta

Osman, A. 1998. Asam Jawa. Jabatan Sains Makanan. UPM

Pelczar. M.J. dan E.C.S. Chan. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid 1. UI Press. Jakarta.Hal 106-113

Pelczar. M.J. dan E.C.S. Chan. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid 2. UI Press. Jakarta. Hal 49-51

Primaharinastiti, R. 2004. Bioakumulasi Logam Berat Cu Oleh Bacillus sp. PenelitianHayati. Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.

Rahmayanti. 2000. Uji Efek Antibakteri dan Antijamur Ekstrak Etanol (70%) Campuran Rimpang Lengkuas (Alpinia galanga Sw.), Daun Ketepeng Cina (Cassia alata Linn) dan Daun Pare (Momordica charantia Linn) Terhadap Beberapa Bakteri dan Jamur Penyebab Penyakit Kulit. Skripsi. FMIPA-UI. Jakarta

Sampurno. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Departemen Kesehatan

Soesilo, S. D,Hargono dan S, Nurhayati. 1989. Vademekum Bahan Obat Alam.Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Hal 14-16

Soesilo, S. D,Hargono dan S, Nurhayati. 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid VI.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

Suharto dan A. Chatim. 1993. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta. Hal 18-22

Volk, W.A dan Wheeler, M.F. 1990. Mikrobiologi Dasar. Penerbit Erlangga. Jakarta. Hal 148-154

Waluyo, L. 2007. Mikrobiologi Umum. UMM Press: Malang

Warsa, U.C. Karsinah. L.H. Muharyo, Suharto dan Mardiastuti. 1993. MikrobiologiKedokteran. Jakarta. Hal 103-154

Yuniarti, T. 2008. Ensiklopedia Tanaman Obat Tradisional. Medpress. Yogyakarta

1.Penelitianini

masyrakat

luas