AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN TABIR SURYA … ekstrak dari sokletasi dengan kepolaran pelarut bertingkat...
Transcript of AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN TABIR SURYA … ekstrak dari sokletasi dengan kepolaran pelarut bertingkat...
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN TABIR SURYA
EKSTRAK DAUN Aquilaria malaccensis DAN Gyrinops versteegii
MAEDA WAHYUNINGRUM
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas Antioksidan
dan Tabir Surya Ekstrak Daun Aquilaria malaccensis dan Gyrinops versteegii adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2017
Maeda Wahyuningrum
NIM E24130033
ABSTRAK
MAEDA WAHYUNINGRUM. Aktivitas Antioksidan dan Tabir Surya Ekstrak Daun
Aquilaria malaccensis dan Gyrinops versteegii. Dibimbing oleh RITA KARTIKA SARI
dan MOHAMAD RAFI.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan rendemen dan fitokimia, aktivitas
antioksidan, serta tabir surya ekstrak daun Aquilaria malaccensis (AM) dan Gyrinops
versteegii (GV). Ekstraksi simplisia daun menggunakan metode sokletasi dengan pelarut
yang memiliki kepolaran bertingkat (n-heksana, etil asetat, dan metanol). Analisis fitokimia
ekstrak dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Pengujian aktivitas antioksidan
dilakukan secara in vitro melalui konsentrasi efektif (EC50) ekstrak dalam menangkap
radikal DPPH. Aktivitas tabir surya dilakukan melalui pengujian sun protection factor
(SPF). Hasil penelitian menunjukkan rendemen ekstrak n-heksana, etil asetat, dan metanol
daun AM berturut-turut adalah 7.25%, 5.48%, 6.77%, dan GV berturut turut adalah 7.83%,
5.46%, dan 6.77%. Analisis fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat dan metanol
terdeteksi kuat mengandung senyawa antioksidan seperti p-hidrokinon, flavonoid, dan
tanin dengan total fenol ekstrak etil asetat, dan metanol daun AM berturut-turut 3.66% dan
3.40%, GV berturut-turut 3.40% dan 4.27%. Ekstrak n-heksana terdeteksi lemah
mengandung senyawa antioksidan dengan total fenol 0.32% (AM) dan 0.45% (GV).
Ekstrak metanol GV tergolong memiliki aktivitas antioksidan tertinggi dan tergolong
sangat kuat (EC50 14.46 µg/ml). Ekstrak metanol AM dan GV memiliki aktivitas tabir surya
yang tergolong ultra (nilai SPF>15).
kata kunci : A. malaccensis, antioksidan, G. versteegii, tabir surya
ABSTRACT
MAEDA WAHYUNINGRUM. Antioxydant Activity and Sunscreen of Aquilaria
malaccensis and Gyrinops versteegii Extract. Supervised by RITA KARTIKA
SARI and MOHAMAD RAFI.
The aim of this study was to determine the rendement and phytochemicals,
antioxidant activity, and sunscreen extract of stratified extraction with socletation method
of Aquilaria malaccensis (AM) and Gyrinops versteegii (GV). Leaf simplicia extraction
using socletation method which has multilevel polarities (n-hexane, ethyl acetate and
metanol). The analysis of phytochemical extracts has been carried out qualitatively and
quantitatively. Antioxidant activity testing was performed in vitro through the effective
concentration (EC50) extract in capturing DPPH radicals. Sunscreen activity has been done
through testing sun protection factor (SPF). The result of socletation of AM and GV leaf
with different solvent polarities showed that extraction with varying yields. The result
showed that yield of n-hexane extract, ethyl acetate, methanol GV leaf were 7.25%, 5.48%,
6.77%, and GV were 7.83%, 5.46%, and 6.77% respectively. The phytochemical analysis
showed that ethyl acetate and methanol extracts were strongly detected containing
antioxidant compounds such as p-hydroquinone, flavonoid, and tannins with total phenol
ethyl acetate and methanol extract of AM were 3.66% and 3.40%, GV were 3.40% and
4.27% respectively. The weakly detected n-hexane extract contains antioxidant compounds
with total phenol 0.32% (AM) and 0.45% (GV). Methanol extract of AM belongs to the
highest antioxidant activity and it is very strong (EC50 14.46 μg/ml). Methanol extract
of AM and GV have ultra sunscreen activity (SPF>15).
keywords: A. malaccensis, antioxidant, G. versteegii, sunscreen
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN TABIR SURYA EKSTRAK
DAUN Aquilaria malaccensis DAN Gyrinops versteegii
MAEDA WAHYUNINGRUM
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
Judul Skripsi : Aktivitas Antioksidan dan Tabir Surya Ekstrak Daun Aquilaria
malaccensis dan Gyrinops versteegii
Nama : Maeda Wahyuningrum
NIM : E24130033
Disetujui oleh
Dr Ir Rita Kartika Sari, M.Si
Pembimbing I
Dr Mohamad Rafi, S.Si, M.Si
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga laporan hasil penelitian yang berjudul Aktivitas
Antioksidan dan Tabir Surya Ekstrak Daun Aquilaria malaccensis dan Gyrinops
versteegii sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen
Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr Ir Rita Kartika Sari, M.Si dan Bapak
Dr Mohamad Rafi S.Si M.Si selaku pembimbing, yang telah memberikan
bimbingan dan dukungan kepada penulis. Terimakasih kepada pihak CV Aromindo
khususnya Bapak Ir Ramzi Salim yang telah memberikan bantuan biaya penelitian
sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan lancar. Selain itu penulis juga
menyampaikan terimakasih kepada laboran yaitu Pak Junawan (Laboratorium
Kimia Hasil Hutan), Mbak Hana (Laboratorium PSB IPB), dan Bu Nunung
(Laboratorium Kimia Analitik) yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.
Ucapan terimakasih tak terhingga penulis sampaikan pada orang tua, Bapak
Suparman dan Ibu Karyasih, Adik Titin dan Melynda, teman terbaik Kelik, atas
dukungan moril serta doa yang tiada henti. Di samping itu, terimakasih penulis
sampaikan kepada teman-teman DHH (Departemen Hasil Hutan) angkatan 50, JJR
(Jawa Jawa Rancak), dan teman satu bimbingan skripsi yang selalu memberikan
semangat selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Bogor, Juli 2017
Maeda Wahyuningrum
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 2
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE 2
Bahan 2
Alat 3
Metode Penelitian 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Rendemen 5
Analisis Fitokimia 5
Aktivitas Antioksidan secara In vitro 7
Tabir Surya 8
SIMPULAN DAN SARAN 9
Simpulan 9
Saran 10
DAFTAR PUSTAKA 10
RIWAYAT HIDUP 13
DAFTAR TABEL
1 Rendemen hasil ekstraksi n-heksana, etil asetat, dan metanol daun A.
malaccensis dan G. versteegii 5 2 Sifat fitokimia kualitatif dan kuantitatif ekstrak n-heksana, etil asetat, dan
metanol daun A. malaccensis dan G. versteegii 6 3 Nilai EC50 dan aktivitas antioksidan ekstrak n-heksana, etil asetat, dan
metanol daun A. malaccensis dan G. versteegii 7
4 Nilai SPF ekstrak n-heksana, etil asetat, dan metanol daun A.
malaccensis dan G. versteegii 8
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gaharu tergolong ke dalam hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang sangat
potensial dikembangkan di Indonesia. Gaharu merupakan komoditas HHBK yang
sangat mahal. Harga gaharu ekspor dengan mutu super pada bulan Juni mencapai
Rp 28 000 000/kg (Kemendag 2016). Selain itu, Indonesia merupakan eksportir
gaharu terbesar di pasar dunia dan berkontribusi terhadap peningkatan devisa
negara. Hal ini terbukti dari ekspor gaharu pada bulan Februari 2015 mencapai
US$ 1 045 139 dengan volume 590.71 ton (BPS 2015a). Ekspor gaharu meningkat
pada bulan Maret 2015 mencapai nilai US$ 2 442 756 dengan volume kumulatif
969.39 ton (BPS 2015b). Nilai ekspor gaharu semakin meningkat pada bulan April
2015 hingga mencapai nilai US$ 3 005 388 dengan volume 1 295 996 ton (BPS
2015c). Saat ini permintaan dunia yang tinggi tidak dapat dipenuhi karena pasokan
yang sedikit. Pasokan yang sedikit ini disebabkan masyarakat mengambil gaharu
langsung dari hutan alam, yang ketersediaannya semakin menurun. Selain itu,
pasokan gaharu yang menurun juga dipengaruhi oleh adanya convention on
international trade of species (CITES) yang memutuskan bahwa pohon penghasil
gaharu dimasukkan dalam appendix II yang berarti penebangan dan ekspornya
harus dibatasi dalam kuota dan berlaku pada semua negara dimana suatu jenis
tanaman ini ditemukan (Barden et al. 2000). Untuk mengatasi hal tersebut, maka
Indonesia mengembangkan pembudidayaan pohon penghasil gaharu.
Saat ini, pohon penghasil gaharu banyak dibudidayakan di Indonesia. Santoso
et al. (2014) menyatakan bahwa jumlah pohon penghasil gaharu yang
dibudidayakan di 29 provinsi di Indonesia berjumlah 3 249 959 pohon. Menurut
Suryana (2012), beberapa jenis pohon penghasil gaharu yang prospektif
dibudidayakan adalah genus Aquilaria spp. dan genus Gyrinops. Genus Aquilaria
spp. meliputi jenis A. malaccensis, A. microcarpa, A. fillaria, A. beccariana,
sedangkan jenis dari genus Gyrinops meliputi G. versteegii, G. rosbergii, dan G.
moluccana. Jenis-jenis pohon gaharu tersebut dipilih karena memiliki nilai
komersial dan kualitas serta nilai pasar yang tinggi.
Nilai tambah pohon penghasil gaharu dapat ditingkatkan dengan cara
memanfaatkan bagian lain dari pohon yang salah satunya adalah daun pohon
penghasil gaharu. Daun A. malaccensis dan G. versteegii potensial sebagai sumber
senyawa antioksidan. Isromarina (2013) menyatakan bahwa ekstrak metanol daun
A. malaccensis tua memiliki aktivitas antioksidan lebih tinggi karena daun tua
memiliki kandungan flavonoid total yang lebih tinggi dibandingkan dengan daun
muda. Selain itu, daun G. versteegii telah dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan
dan mengandung senyawa fenolik dan flavonoid (Mega dan Swastini 2010).
Menurut Winarsi (2007), antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat
reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif,
sehingga kerusakan sel dapat dihambat sehingga tubuh dapat terlindung dari
berbagai macam penyakit degeneratif. Menurut Bonina et al. (1996), antioksidan
pada sediaan tabir surya dapat meningkatkan efektivitas fotoprotektif zat-zat yang
bersifat antioksidan dan mencegah berbagai penyakit yang ditimbulkan oleh radiasi
UV. Berdasarkan kandungan senyawa tersebut maka ekstrak daun A. malaccensis
2
dapat digunakan sebagai bahan aktif sediaan krim yang dapat melindungi kulit dari
paparan sinar matahari.
Efektivitas ekstrak sebagai sediaan krim tabir surya kulit dinyatakan dengan
sun protection factor (SPF). Menurut Wood dan Murphy (2000), SPF merupakan
jumlah energi UV yang dibutuhkan untuk mencapai minimal erythema dose (MED)
pada kulit yang dilindungi sediaan tabir surya, dibagi dengan jumlah energi UV
yang dibutuhkan untuk mencapai MED kulit yang tidak diberi perlindungan. Dutra
(2004) menyatakan pengukuran nilai SPF dapat dilakukan melalui dua metode yaitu
in vivo dan in vitro. Metode in vivo dilakukan menggunakan manusia sebagai
relawan. Metode ini dapat memberikan hasil yang sangat efektif dan tepat, namun
membutuhkan waktu yang lama, lebih sulit dan kompleks, serta lebih mahal.
Metode in vitro didasarkan pada nilai absorbsi yang ditetapkan secara
spektrofotometri. Hasil penelusuran pustakan belum menemukan laporan penelitian
mengenai potensi SPF ekstrak daun dari pohon penghasil gaharu dari jenis A.
malaccensis dan G. versteegii.
Perumusan Masalah
Permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini diantaranya berapakah
rendemen ekstrak dari sokletasi dengan kepolaran pelarut bertingkat (pelarut n-
heksana, etil asetat, dan metanol) daun A. malaccensis dan G. versteegii,
bagaimana karakteristik fitokimia ekstrak daun tersebut?, dan bagaimana aktivitas
antioksidan dan tabir surya ekstrak daun tersebut yang ditunjukkan dari nilai SPF?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah menentukan yaitu menentukan rendemen, fitokimia,
aktivitas antioksidan, dan tabir surya (nilai SPF) ekstrak n-heksana, etil asetat, dan
metanol daun A. malaccensis serta G. versteegii.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
karakteristik fitokimia, aktivitas antioksidan, dan tabir surya ekstrak daun A.
malaccensis dan G. versteegii. Manfaat lainnya adalah meningkatkan nilai tambah
hasil hutan melalui pemanfaatan bagian daun pohon penghasil gaharu sebagai
bahan baku senyawa aktif alami pada produk kosmetika.
METODE
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun gaharu tua
(bukan pucuk daun) jenis A. malaccensis dan G. versteegii yang dibudidayakan di
Cilodong, Depok, Jawa Barat. Pelarut yang digunakan yaitu n-heksana, etil asetat,
dan metanol. Bahan kimia lain yang digunakan adalah 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil
(DPPH), KLT silika gel G60F254, n-heksana, etil asetat, asam askorbat, natrium
3
karbonat, kloroform, H2SO4, reagen Meyer, reagen Wagner, reagen Dragendorf,
serbuk Mg, HCl, dan FeCl3.
Alat
Alat–alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah willey mill, mesh
screen berukuran 40-60 mesh, timbangan digital, sudip, corong, allumunium foil ,
toples, oven, evaporator putar, cawan alumunium, tabung reaksi, labu ukur, cawan
petri, botol vial, mikropipet, pH universal, vortex, mortar porselen, inkubator,
spektrofotometer UV-Vis, dan microplate reader 96 well plate.
Metode Penelitian
Persiapan Bahan Baku
Daun yang dipetik dari pohon penghasil gaharu (A. malaccensis dan G.
versteegii) hasil budidaya dikeringkan dengan cara dijemur. Daun kering digiling
dan diayak menjadi ukuran 40-60 mesh. Kadar air serbuk diukur dengan
mengambil sampel ± 2 g dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 103±2 ºC hingga
mencapai bobot kering tanur (BKT) yang konstan.
Ekstraksi
Serbuk daun gaharu yang telah diketahui kadar airnya masing-masing
ditimbang 200 g untuk 3 ulangan dan dibungkus dengan kertas saring. Metode
ekstraksi yang digunakan adalah sokletasi yang menggunakan pelarut organik
dengan kepolaran bertingkat (n-heksana, etil asetat, dan metanol). Ekstraksi
dilakukan hingga filtrat di dalam sokhlet yang berisi timbel tidak berwarna.
Dalam penelitian ini, ekstraksi dilakukan selama 24 jam pada pelarut n-heksana, 15
jam pada pelarut etil asetat, dan 14 jam pada pelarut metanol pada suhu 70 ºC. Filtrat
hasil sokletasi dievaporasi volumenya menjadi ± 100 ml. Sebanyak 15 ml ekstrak
digunakan untuk pengukuran rendemen, dan sisanya dipekatkan dengan evaporator
putar dan dikeringkan pada suhu 40 ºC.
Analisis Fitokimia
Analisis fitokimia dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis
fitokimia kualitatif mengacu pada Harbone (1996). Kelompok senyawa yang
dideteksi yaitu alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, triterpenoid, dan steroid. Analisis
fitokimia kuantitaif dalam penelitian ini adalah kadar fenol total ekstrak. Analisis
kadar fenol total mengacu pada Indrayani et al. (2006). Sampel sebanyak 0.1 g
dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 0.1 larutan Folin
Ciocalteu reagen 50% dan 2 ml larutan natrium karbonat (Na2CO3) 2% lalu
diinkubasi selama 30 menit. Absorbansi larutan ekstrak ditentukan pada panjang
gelombang 725 nm dengan spektrofotometer UV-Vis. Kurva standar fenol dibuat
menggunakan standar asam galat (konsentrasi 0, 10, 20, 30, 40, 50, dan 60 ppm).
4
Kadar fenol total dinyatakan sebagai mg asam galat ekuivalen dalam g ekstrak
(mg/g AGE).
Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Secara in vitro
Uji aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH secara in vitro.
Pengujian aktivitas antioksidan ini mengacu pada Batubara et al. (2010). Larutan
dibuat dengan berbagai macam konsentrasi menggunakan pelarut etanol. Larutan
ekstrak sebanyak 100 ml dan 100 ml larutan DPPH (4 mg DPPH dalam 100 ml
etanol) ditambahkan ke dalam masing-masing plate 96 well. Setelah 30 menit,
absorbansi diukur pada panjang gelombang 514 nm menggunakan
spektrofotometer. Kontrol positif yang digunakan adalah asam askorbat sedangkan
etanol digunakan sebagai blangko. Presentase inhibisi terhadap DPPH diukur
sebagai kapasitas penangkapan radikal bebas (presentase “scavenging effect”)
dengan rumus sebagai berikut (Ghosal dan Mandal 2012):
% 𝑃𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑘𝑎𝑙 =𝐴 − 𝐵
𝐴 × 100
Keterangan: A: serapan kontrol negatif (DPPH + etanol)
B: serapan ekstrak uji (DPPH + etanol + ekstrak uji)
Korelasi antara persen penangkapan radikal dan konsentrasi ekstrak akan
menghasilkan nilai EC50 yang dihitung melalui persamaan regresi hasil
interpolasinya. EC50 adalah konsentrasi efektif ekstrak yang mampu menurunkan
konsentrasi radikal bebas DPPH sebesar 50%. Suatu senyawa dinyatakan sangat
aktif sebagai antioksidan apabila nilai EC50 yang dimiliki kurang dari 100 µg/ml,
dinyatakan berpotensi sedang apabila nilai EC50 yang dimiliki antara 100-200
µg/ml, dan senyawa yang tidak memiliki aktivitas antioksidan apabila nilai EC50
yang dimiliki lebih dari 200 µg/ml (Lisdawati dan Kardono 2006).
Uji Tabir Surya
Efikasi tabir surya dinyatakan dengan nilai SPF. Penilaian SPF mengacu pada
food and drug administration (FDA) yang mengelompokkan keefektifan sediaan
tabir surya berdasarkan SPF. Tabir surya memiliki kategori ultra apabila nilai SPF
≥ 15, tergolong maksimal apabila nilai SPF 8-15, termasuk kategori ekstra apabila
nilai SPF 6-8, kategori sedang apabila nilai SPF 4-6, dan memiliki proteksi minimal
apabila nilai SPF 2-4 (Wilkinson dan Moore 1982).
Penentuan nilai SPF mengacu pada Kawira (2005). Pengukuran dilakukan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 290-360 nm dan
etanol sebagai blanko. Data serapan dibaca dengan interval 2.5 nm. Serapan larutan
uji rata-rata dihitung dengan kadar baku 125 mg/l (As) dengan rumus :
𝐴𝑆 =125
𝑚 × 𝐴𝑟
Kemudian nilai SPF dihitung menggunakan rumus :
𝑆𝑃𝐹 = 𝑎𝑛𝑡𝑖𝑙𝑜𝑔 (2 × 𝐴𝑠)
5
Penetapan serapan Ar dihitung menggunakan rumus :
𝐴𝑟 =[1.25(𝐴290 + 𝐴360) + 2.5(𝐴292.5 + 𝐴295 + ⋯ + 𝐴357.5]
70
Keterangan
Ar : penetapan serapan rata-rata
As : serapan rata-rata larutan uji
m : bobot dalam mg bahan uji yang ditimbang
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendeman Ekstrak
Ekstrak yang dihasilkan dari proses sokletasi menggunakan pelarut n-
heksana, etil asetat, dan metanol menghasilkan rendemen yang beragam. Tabel 1
menunjukkan ekstrak n-heksana memiliki rendemen yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ekstrak etil asetat dan metanol baik pada A. malaccensis
maupun G. versteegii. Hal ini disebabkan jenis dan komposisi zat ekstraktif yang
terkandung dalam daun memiliki sifat dan kepolaran yang berbeda. Pelarut yang
berbeda akan melarutkan senyawa yang berbeda sesuai dengan tingkat
kepolarannya dan ketersediaannya dalam bahan yang diekstrak (Salamah et al.
2008). Untuk itu, rendemen ekstrak n-heksana tertinggi karena daun mengandung
banyak klorofil dan pelarut n-heksana diketahui mudah melarutkan klorofil
(Ramadhan dan Phaza 2010).
Tabel 1 Rendemen hasil ekstraksi n-heksana, etil asetat, dan metanol daun A.
malaccensis dan G. versteegii
Jenis Ekstrak Rendemen (%)1)
A. malaccensis n-heksana 7.25± 0.42
A. malaccensis etil asetat 5.48± 0.10
A. malaccensis metanol 6.77± 0.49
G. versteegii n-heksana 7.83± 0.44
G. versteegii etil asetat 5.46± 0.23
G. versteegii metanol 6.77± 0.28
Keterangan: 1) rerata dari 3 ulangan
Analisis Fitokimia
Tabel 2 menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana A. malaccensis dan G.
versteegii terdeteksi kuat mengandung senyawa non polar tetapi mengandung
senyawa antioksidan seperti senyawa fenolik yang rendah. Hasil analisis kualitatif
membuktikan ekstrak n-heksana A. malaccensis sangat kuat mengandung steroid
dan terdeteksi kuat mengandung triterpen, akan tetapi, ekstrak tersebut
6
mengandung total fenol yang rendah. Hal ini diperkuat oleh hasil analisis fitokimia
kualitatif yang menunjukkan ekstrak tersebut terdeteksi lemah mengandung fenol
hidrokuinon dan bahkan tidak terdeteksi mengandung tanin. Ekstrak n-heksana
daun kedua jenis daun terdeteksi sedang mengandung flavonoid, karena pelarut n-
heksana memiliki kemampuan untuk melarutkan senyawa flavonoid yang bersifat
non polar. Ekstrak n-heksana G. versteegii terdeteksi sangat kuat dan kuat
mengandung senyawa non polar seperti steroid dan triterpenoid. Kandungan total
fenol ekstrak n-heksana juga rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ramadhan
dan Phaza (2010) bahwa n-heksana dapat melarutkan resin (triterpenoid), steroid,
lemak, minyak, dan asam lemak.
Tabel 2 Sifat fitokimia kualitatif dan kuantitatif ekstrak n-heksana, etil asetat, dan
metanol daun A. malaccensis dan G. versteegii
Senyawa
aktif
Uji Fitokimia
A. malaccensis G. versteegii
n-heksana etil asetat metanol n-heksana etil asetat metanol
Alkaloid +++ - +++ - ++ +
Flavonoid ++ +++ +++ ++ +++ +++
Fenol
hidrokuinon
+ ++ ++ + ++ +++
Steroid ++++ ++++ ++ ++++ ++++ ++
Triterpenoid +++ +++ ++ +++ +++ +
Tanin - ++ +++ - + ++++
Saponin - + + - - ++++
Kadar fenol
total (%)
0.32 3.66 0.75 0.45 3.40 4.27
Ket : - : tidak terdeteksi +:terdeteksi lemah ++:terdeteksi sedang
+++ : terdeteksi kuat ++++: terdeteksi sangat kuat
Ekstrak etil asetat terdeteksi mengandung senyawa antioksidan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan ekstrak n-heksana (Tabel 2). Ekstrak etil asetat A.
malaccensis terdeteksi kuat mengandung flavonoid, terdeteksi sedang mengandung
tanin dan fenol hidrokuinon, terdeteksi lemah mengandung saponin. Sama halnya
dengan ekstrak etil asetat A. malaccensis, ekstrak etil asetat G. versteegii
mengandung senyawa polar namun memiliki kadar fenol total yang lebih rendah
dibandingkan dengan ekstrak etil asetat A. malaccensis. Hal ini diperkuat dengan
hasil analisis kualitatif, yang menunjukkan ekstrak etil asetat G. versteegii
terdeteksi mengandung flavonoid yang kuat, fenol hidrokuinon yang terdeteksi
sedang, tanin yang terdeteksi lemah, dan tidak terdeteksi adanya saponin.
Ekstrak metanol G. versteegii terdeteksi mengandung senyawa polar dan
memiliki nilai kadar fenol total paling tinggi dibandingkan dengan ekstrak lainnya.
Hasil analisis kualitatif membuktikan bahwa ekstrak metanol G. versteegii
terdeteksi sangat kuat mengandung tanin dan saponin, terdeteksi kuat mengandung
flavonoid dan fenol hidroqinon, dan terdeteksi lemah mengandung senyawa non
polar yaitu triterpenoid. Ekstrak metanol daun A. malaccensis terdeteksi
mengandung senyawa polar namun memiliki kadar fenol total yang rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa senyawa fenolik lebih banyak terekstrak pada pelarut etil
7
asetat. Menurut Deore et al. (2009) kadar fenolik total sangat bergantung pada
struktur kimianya, senyawa fenolik yang memiliki gugus fungsi hidroksil yang
banyak atau dalam kondisi bebas (aglikon) akan menghasilkan kandungan fenolik
total yang tinggi. Selain itu, ekstrak metanol A. malaccensis dan G. versteegii
terdeteksi kuat mengandung alkaloid. Hal ini disebabkan senyawa alkaloid
tergolong ke dalam senyawa yang bersifat polar (Salamah et al. 2008) sehingga
dapat terlarut kedalam pelarut polar.
Aktivitas Antiosidan Ekstrak secara In-vitro
Tabel 3 menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana daun A. malaccensis dan G.
versteegii tidak memiliki aktivitas antioksidan. Hal ini disebabkan kandungan
senyawa fenolik dalam ekstrak n-heksana kedua jenis daun yang rendah (Tabel 3).
Hasil ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Huda et al. (2009) yang
menunjukan ekstrak n-heksana daun A. malaccensis (EC50 800 µg/ml) tergolong
tidak memiliki aktivitas antioksidan. Hal ini mengindikasikan bahwa eksrak n-
heksana kedua jenis daun tidak berpotensi sebagai antioksidan.
Tabel 3 Nilai EC50 dan aktivitas antioksidan ekstrak n-heksana, etil asetat, dan
metanol daun A. malaccensis dan G. versteegii
Jenis Ekstrak EC50 (µg/ml)1) Aktivitas antioksidan2)
A. malaccensis n-heksana 1487.89±45.33 Tidak ada
A. malaccensis etil asetat 139.69±2.32 Sedang
A. malaccensis metanol 129.56±12.56 Sedang
G. versteegii n-heksan 486.24±0.49 Tidak ada
G. versteegii etil asetat 121.26±6.60 Sedang
G. versteegii metanol 14.46±0.33 Sangat Kuat
Vitamin C (kontrol positif) 4.75±0.01 Sangat Kuat
Keterangan : 1) rerata dari 2 ulangan
2) klasifikasi aktivitas antioksidan (Blois dalam Ukhty 2011).
Ekstrak metanol daun G. versteegii memiliki aktivitas antioksidan tertinggi
(Tabel 3). Hal ini disebabkan kandungan senyawa fenolik yang lebih tinggi dalam
ekstrak metanol daun G. versteegii dibandingkan dengan ekstrak etil asetat dan n-
heksana kedua jenis daun. Kadar fenol total dapat menjadi indikator keefektifan
sebagai penangkap radikal bebas. Hal ini disebabkan flavonoid dari kelompok
senyawa fenolik dapat menghasilkan radikal fenoksil yang terstabilkan oleh efek
resonansi dari cincin aromatis (Yu et al. 2009). Selain itu menurut Hamzah et al.
(2014), flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang menghambat banyak reaksi
oksidasi. Ekstrak metanol daun A. malaccensis memiliki aktivitas antioksidan yang
tergolong sedang (EC50 129.56 µg/ml) meskipun dengan kadar fenol total yang
rendah dibandingkan ekstrak etil asetat kedua jenis daun dan ekstrak metanol G.
versteegii. Hal ini dikarenakan aktivitas antioksidan dapat dipengaruhi oleh adanya
senyawa fitokimia lain seperti asam askorbat, tokoferol, dan pigmen yang
memberikan efek sinergis (Ukieyanna 2012).
Aktivitas antioksidan ekstrak etil asetat daun A. malaccensis dari hasil
penelitian ini memiliki aktivitas yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh
8
Huda et al. (2009) yang menunjukkan ekstrak etil asetat memiliki aktivitas
antioksidan sedang (EC50 140 µg/ml). Selain itu, aktivitas antioksidan G. versteegii
ekstrak etil asetat dan metanol pada penelitian ini berbeda apabila dibandingkan
dengan aktivitas ekstrak etil asetat (EC50 19.20 µg/ml) dan metanol (EC50 24.04
µg/ml) hasil penelitian Parwata et al. (2016). Hal ini dapat dikarenakan perbedaan
tempat tumbuh yang menyebabkan perbedaan senyawa yang terkandung. Menurut
Indriani (2006), tempat tumbuh yang dipengaruhi oleh jenis tanah, curah hujan,
iklim, intensitas cahaya matahari, dan ketinggian dapat mempengaruhi kandungan
senyawa yang berbeda pada tanaman. Selain itu, perbedaan nilai EC50 yang
dihasilkan dapat dipengaruhi oleh teknik ekstraksi. Penelitian ini menggunakan
metode ekstraksi sokletasi dengan pelarut bertingkat, sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Parwata et al. (2016) menggunakan metode maserasi. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni dan Widjanarko (2015), perbedaan
teknik ekstraksi dapat menghasilkan ekstrak dengan aktivitas antioksidan.
Aktivitas antioksidan pada vitamin C tergolong sangat kuat (EC50
4.75µg/ml) karena vitamin C merupakan senyawa murni sehingga dapat mengikat
radikal DPPH secara efektif. Apabila dibandingkan dengan ekstrak n-heksana, etil
asetat, dan metanol kedua jenis daun, ekstrak tersebut masih tergolong ekstrak kasar
sehingga diduga masih terdapat senyawa pengganggu seperti protein dan senyawa
lain yang menghalangi proses penangkapan radikal bebas. Kemurnian suatu sampel
saat proses ekstraksi mempengaruhi aktivitas antioksidan sampel tersebut
(Ukieyanna 2012). Menurut Pine (1998) adanya protein dan lemak pada ekstrak
dapat mengganggu proses penangkapan radikal bebas oleh senyawa fenolik atau
flavonoid karena protein atau lemak pada tumbuhan dapat memberikan atom
hidrogen yang dimilikinya sehingga akan berikatan dengan radikal hidroksil pada
DPPH.
Tabir Surya
Ekstrak n-heksana, etil asetat, dan metanol dari dua jenis daun
menghasilkan nilai SPF yang bervariasi. Tabel 3 menunjukkan ekstrak metanol
pada A. malaccensis dan G. versteegii memiliki aktivitas tabir surya yang tergolong
ultra (nilai SPF > 15) dan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai ekstrak yang
lainnya. Hal ini disebabkan sifat pelarut polar yang dapat menarik senyawa polar
metabolit sekunder seperti flavonoid, isoflavonoid, dan tannin yang dapat menyerap
sinar UV (Susanti et al. 2012). Ekstrak n-heksana memiliki nilai SPF yang lebih
rendah dibandingkan dengan ekstrak yang lain. Hal ini sesuai dengan hasil analisis
fitokimia secara kualitatif, ekstrak n-heksana tidak terdeteksi adanya tannin dan
terdeteksi sedang mengandung flavonoid (Tabel 2).
Tabel 4 menunjukkan bahwa ekstrak metanol potensial untuk
dijadikan sebagai bahan aktif tabir surya. Hasil perhitungan SPF menunjukkan
ekstrak metanol A. malaccensis dan ekstra metanol G. versteegii tergolong ke dalam
kategori proteksi ultra. Menurut Wilkinson dan Moore (1982) syarat bahan aktif
dapat digunakan sebagai tabir surya adalah efektif dalam menyerap sinar
eritmogenik pada rentang panjang gelombang 290-320 nm dan tidak menimbulkan
toksik. Selain itu, bahan aktif harus memberikan transmisi penuh pada rentang
panjang gelombang 300-400 nm untuk memberikan efek tanning maksimum.
9
Tabel 4 Nilai SPF ekstrak n-heksana, etil asetat, dan metanol daun A. malaccensis
dan G. versteegii.
Jenis Daun
Jenis
Ekstrak Nilai SPF
Kategori Tabir Surya1)
A. malaccensis n-heksana 5.50±0.01 Sedang
etil asetat 8.07±0.01 Maksimal
metanol 19.89±0.06 Ultra
G. versteegii n-heksana 4.72±0.01 Sedang
etil asetat 14.13±0.20 Maksimal
metanol 16.28±0.02 Ultra
Keterangan: 1) Klasifikasi tabir surya (Wilkinson dan Moore 1982)
Hasil penelitian ini menunjukkan indikasi korelasi positif antara kandungan
senyawa flavonoid dengan nilai SPF ekstrak, ekstrak yang terdeteksi mengandung
senyawa flavonoid yang semakin kuat, maka nilai SPF akan semakin meningkat.
Hal ini dipertegas oleh Wolf et al. (2001) yang menyatakan bahwa senyawa
flavonoid mempunyai potensi sebagai tabir surya yang tinggi karena adanya gugus
kromofor (ikatan rangkap tunggal terkonjugasi) yang mampu menyerap sinar UV
sehingga mengurangi intensitasnya pada kulit. Hogade (2010) melaporkan bahwa
beberapa golongan senyawa aktif antioksidan seperti flavonoid, tanin, antraqinon,
dan sinamat memiliki kemampuan sebagai pelindung terhadap sinar UV. Untuk itu,
ekstrak yang mengandung senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan tinggi
dapat digunakan sebagai senyawa aktif dalam sediaan tabir surya karena menurut
Bonina et al. (1996) penggunaan antioksidan pada sediaan tabir surya dapat
meningkatkan aktivitas fotoprotektif karena antioksidan dapat mencegah berbagai
penyakit yang ditimbulkan oleh sinar UV.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Sokletasi daun A. malaccensis dan G. versteegii yang menggunakan pelarut
dengan kepolaran bertingkat menghasilakan ekstrak dengan rendemen yang
bervariasi. Rendemen ekstrak n-heksana, etil asetat, dan metanol daun A.
malaccensis berturut-turut adalah 7.25%, 5.48%, 6.77%, dan G. verstergii berturut
turut adalah 7.83%, 5.46%, dan 6.77%.
Hasil analisis fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat dan metanol
terdeteksi kuat mengandung senyawa antioksidan seperti p-hidrokinon, flavonoid,
dan tanin dengan total fenol ekstrak etil asetat, dan metanol daun A. malaccensis
berturut-turut 3.66% dan 0.75%, dan G. versteegii berturut-turut 3.40% dan 4.27%.
Ekstrak n-heksana terdeteksi lemah mengandung senyawa antioksidan.
Aktivitas antioksidan ekstrak daun A. malaccensis dan G. versteegii
bervariasi. Ekstrak metanol G. versteegii tergolong memiliki aktivitas antioksidan
tertinggi dan tergolong sangat kuat (EC50 14.46 µg/ml). Aktivitas antioksidan
ekstrak etil asetat G. versteegii (EC50 121.26 µg/ml) dan ekstrak etil asetat serta
10
metanol A. malaccensis tergolong sedang (EC50 139.69 µg/ml dan 129.59 µg/ml),
sedangkan ekstrak n-heksana A. malaccensis dan G. versteegii tidak memiliki
aktivitas antioksidan (EC50 486.24 µg/ml dan 1487.89 µg/ml).
Aktivitas tabir surya ekstrak daun A. malaccensis dan G. versteegii bervariasi.
Ekstrak metanol A. malaccensis dan G. versteegii memiliki aktivitas tabir surya
yang tergolong ultra (nilai SPF > 15), sedangkan ekstrak etil asetat A. malaccensis
dan G. versteegii memiliki aktivitas tabir surya yang tergolong maksimal (SPF
antara 8-15), dan ekstrak n-heksana A. malaccensis dan G. versteegii memiliki
aktivitas tabir surya yang tergolong sedang (SPF 4-6).
Saran
Penelitian ini perlu dilanjutkan dengan identifikasi senyawa aktif yang
bersifat antioksidan serta tabir surya dan pengujian aktivitas antioksidan secara in
vivo terhadap ekstrak teraktif (ekstrak metanol G. versteegii). Selain itu, pengujian
potensi antioksidan dan tabir surya terhadap jenis pohon penghasil gaharu lainnya
perlu dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Barden A, Anak NA, Mulliken T, Song M. 2000. Heart of the Matter: Agarwood
Use and Trade and Cites Implementation for Aquilaria malaccensis.
Cambridge (UK): Traffic Network Report.
Batubara I, Darusman LK, Mitsunaga T, Rahminiwati M, Djauhari E. 2010.
Potency of Indonesian medicinal plants as tyrosinase inhibitor and antioxidant
agent. J Biol Sci. 10: 138-144.
Bonina F, Lanza M, Montenegro L, Puglisi C, Tomaino A, Trombetta D, Castelli
F, Saija A. 1996. Flavonoids as potential protective agents against photo-
oxidative skin damage. Int J Pharm. 145: 87 – 94.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015a. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri
Ekspor Menurut Harmonized System Februari 2015. Jakarta (ID): CV Sari
Intan Perdana.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015b. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri
Ekspor Menurut Harmonized System Maret 2015. Jakarta (ID): CV Sari Intan
Perdana.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015c. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri
Ekspor Menurut Harmonized System April 2015. Jakarta (ID): CV Sari Intan
Perdana.
Deore SL, Khadabadi SS, Baviskar BA, Khangenbam RA, Koli US, Daga NP,
Gadbail PA, Jain PA. 2009. In vitro antioxidant activity and phenolic content
of Croton caudatum. J Chem Tech Resc. 1(2): 174-176.
Dutra A. 2004. Determination of sun protection factor (SPF) of sunscreen by
ultraviolet spectrophotometry. Braz J Pharm Sci. 40: 381-384.
Ghosal M, Mandal P. 2012. Phytochemical screening and antioxidant activities of
two selected ‘Bihi’ fruits used as vegetables in Darjeeling Himalaya. J Food
Phar Sci. 4(2): 0975-1491.
Hamzah N, Isriany I, Andi DAS. 2014. Pengaruh emulgator terhadap aktivitas
antioksidan krim ekstrak etanol kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa
Linn). J Kesehatan. 7(2): 55-62.
11
Harbone JB. 1996. Metode Fitokimia. Terbitan ke-2. Padmawinata K, penerjemah.
Bandung (ID): ITB. Terjemahan dari Phytochemical Methods.
Hogade MG, Basawaraj SP, Dhumal P. 2010. Comparative sun protection factor
determination of fresh fruits extract of cucumber vs marketed cosmetic
formulation. Res J Pharm Biol Chem Sci. 1(1): 55-59.
Huda AWN, Munira MAS, Fitrya SD, Salmah M. 2009. Antioxidant activity of
Aquilaria malaccensis (Thymelaeaceae) leaves. Pharmacog Res. 1: 270-273.
Indrayani L, Soetjipto H, Sihasale L. 2006. Skrining fitokimia dan uji toksisitas
ekstrak daun pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl) terhadap larva
udang Artemia salina Leach. Hayati. 12: 57-6.
Indriani S. 2006. Aktivitas antioksidan ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava
L.). J Pert Indon. 11(1): 13-17.
Isromarina. 2013. Skrining fitokimia dan uji aktivitas antioksidan ekstrak metanol
daun gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) [skripsi]. Medan (ID). USU Press.
[Kemendag] Kementrian Perdagangan. 2016. Berita Perdagangan. Jakarta (ID):
Indonesian Trade Promotion Center.
Kawira JA. 2005. Prosedur Laboratorium untuk Penentuan Sun Protection Factor.
Depok (ID): Universitas Indonesia.
Lisdawati V, Kardono LBS. 2006. Aktivitas antioksidan dari berbagai fraksi ekstrak
daging buah dan kulit biji mahkota dewa (Phaleria macrocarpa). Med Lit Kes.
16(4): 1-7.
Mega IM, Swastini DA. 2010. Skrining fitokimia dan aktivitas antiradikal bebas
ekstrak metanol daun gaharu (Gyrinops versteegii). J Kimia. 4(2):187-192.
Parwata A, Manuaba P, Yasa S, Bidura IGNG. 2016. Characteristic and antioxidant
activities of gaharu (Gyrinops versteegii) leaves. J Biol Chem Res. 33(1): 294-
301.
Pine HS. 1988. Radikal Bebas. Kosasih P, penerjemah. Bandung (ID): ITB Press.
Terjemahan dari: Organic Chemistry 2
Ramadhan AE, Phaza HA. 2010. Pengaruh konsentrasi etanol, suhu, dan jumlah
stage pada ekstraksi oleoresin jahe (Zingiber officinale Rosc) [skripsi].
Semarang (ID): Undip Press.
Salamah E, Ayuningrat E, Purwaningsih S. 2008. Penapisan awal komponen
bioaktif dari kijing taiwan (Anadonta woodiana Lea.) sebagai senyawa
antioksidan. Bul Teknol Has Perik. 11(2): 119-132. Santoso E, Turjaman R, Irianto I, Sitepu S, Santoso, Najmulah, Aryanto AY. 2014.
Produksi Gaharu. Bogor (ID): P3H & KA.
Suryana Y. 2012. Budidaya Gaharu. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Susanti M, Dachriyanus, Putra PD. 2012. Aktivitas perlindungan sinar uv kulit buah
Garcinia mangostana Linn secara in vitro. Pharmacon. 13(2): 61-64.
Ukieyanna E. 2012. Aktivitas antioksidan, kadar fenolik, dan flavonoid total
tumbuhan suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth) [skripsi]. Bogor (ID):
IPB Press.
Ukhty N. 2011. Kandungan senyawa fitokimia, total fenol, dan aktivitas
antioksidan lamun Syringodium isoetifolium [skripsi]. Bogor (ID): IPB Press
Wahyuni DT, Widjanarko SB. 2015. Pengaruh jenis pelarut dan lama ekstraksi
terhadap ekstrak karotenoid labu kuning dengan metode gelombang ultrasonik.
J Pang Agro. 3(2): 390-401.
12
Wilkinson JB, Moore RJ. 1982. Harry’s Cosmeticology (7’th edition). New York
(US): Chemical Publishing Company.
Winarsi H. 2007. Antioksidan Alami & Radikal Bebas: Potensi dan Aplikasinya
dalam Kesehatan. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Wolf R, Wolf D, Morganti P, Ruocco V. 2001. Sunscreen. Clin Derm. 19: 252-
459.
Wood C, Murphy E. 2000. Sunscreens efficacy. Glob Cosmet Ind Duluth. 167:
38-44.
Yu Lin, Kuo H, Lin YH, Chiang W. 2009. Antioxidative effect and active
components from leaves of lotus (Nelumbo nucifera). J Agric Food Chem.
5(7): 6623–6629.
13
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Purworejo pada tanggal 7 September 1996 dari ayah
Suparman dan ibu Karyasih. Penulis adalah putri pertama dari tiga bersaudara.
Tahun 2010 penulis lulus dari SMP Negeri 8 Purworejo. Tahun 2013 penulis lulus
dari SMA Negeri 3 Purworejo dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi
masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri dan diterima di Departemen Hasil Hutan, Fakultas
Kehutanan. Selama perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota divisi keilmuan
Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (Himasiltan) periode 2015/2016, dan sebagai
sekertaris umum Himasiltan periode 2016/2017. Penulis pernah menerima
beasiswa Bidikmisi dari tahun 2013 sampai 2017 dan beasiswa Tanabe periode
2016/2017. Selain itu, penulis pernah menjuarai perlombaan Business plan yang
diselenggarakan oleh Vokasi UI pada tahun 2015.