JURNAL PELARUT PROF ITS.pdf

15
1 SOLUBILITAS EMPAT MACAM PELARUT ORGANIK MASING- MASING DALAM EMPAT POLIMER MENGGUNAKAN METODE PIEZO-ELECTRIC QUARTZ CRYSTAL MICROBALANCE Fetra Esatika. 2306 100 074, Harsyatria Fitrio. 2306 100 101 Prof. Dr. Ir. Gede Wibawa, M. Eng LaboratoriumThermodinamika Teknik Kimia FTI-ITS Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data solubilitas dari empat pelarut organic (n-hexane, n-heptane, Benzyl alcohol dan Amyl alcohol) dalam polimer non-polar [polyisobutylene (PIB), dan cis-1,4-polyisoprene (PI)], dan polimer polar [poly(n-butyl methacrylate) (PBMA), dan poly(vinyl acetate) (PVAc)] dengan menggunakan metode Piezo-electric Quartz Crystal Microbalance (QCM) pada temperatur 293,15 K, 313,15 K,dan 333,15 K. Peralatan utama Quartz Crystal Microbalance (QCM) yang digunakan terdiri dari empat bagian yaitu sorption cell, solvent tank, pompa vakum dan frequency counter. Kristal yang digunakan memiliki spesifikasi AT-Cut 5 Mhz, dengan diameter 5,5 mm dan ketebalan 0,3 mm. Fraksi massa pelarut dalam polimer dapat ditentukan dengan mengukur perubahan frekuensi kristal. Data solubilitas yang diperoleh dinyatakan dengan hubungan aktifitas pelarut dengan fraksi massa pelarut dalam larutan polimer pada range suhu eksperimen. Dari semua sistem yang dipelajari, kelarutan pelarut dalam polimer semakin meningkat dengan semakin naiknya temperatur. Data eksperimen yang didapatkan kemudian dikorelasikan dengan persamaan Flory-Huggins, dan diperoleh overall Average Absolute Deviation (AAD) untuk dependent interaction parameters sebesar 1,1 %, dan AAD untuk independent interaction parameters sebesar 10,7%. PENDAHULUAN Polimer merupakan senyawa makromolekul yang terbentuk dari susunan berulang molekul-molekul kecil (monomer) yang saling berikatan. Nama polimer diambil dari bahasa Yunani ― polyyang berarti ― banyak‖, dan ―mer‖ yang berarti ― bagian‖. Proses polimerisasi pada umumnya melibatkan pelarut yang mempunyai berat molekul rendah dan bersifat mudah menguap, sehingga mudah dihilangkan dari produk akhir agar memenuhi spesifikasi yang diinginkan. Dalam mendesain proses dan kondisi operasi dalam Polimer plant, diperlukan pengetahuan vapor-liquid equilibrium (VLE) sistem pelarut-polimer. Untuk mendapatkan data ini, terdapat dua metode pengukuran yang biasa digunakan, yaitu metode gravimetri seperti electromicrobalance, quartz spring microbalance (Lieu et al., 1999), quartz crystal microbalance (Masuoka et al., 1984), dan metode Inverse Gas-Liquid Chromatography (IGC) (Kikic et al., 2000). Data VLE sistem pelarut-polimer telah dipublikasikan pada berbagai literatur, salah satunya pada “Polimer Data Collection” oleh Wen et al. (a&b, 1992), namun data yang ada ini masih sangat terbatas baik dalam jumlah maupun kondisi eksperimen jika dibandingkan dengan data yang tersedia untuk sistem non- polimer. Sehingga data VLE sistem pelarut-polimer perlu terus dikembangkan, baik dari metode penelitian, jumlah sistem maupun kondisinya untuk menghasilkan data yang tepat dan akurat, yang berguna dalam pengembangan solution teory (Elbro et al., 1990. Linvig et al., 2002.Wibawa et al., 2002, 2003. Wibawa & Amelia, 2009).

description

JURNAL PELARUT PROF ITS.pdf

Transcript of JURNAL PELARUT PROF ITS.pdf

Page 1: JURNAL PELARUT PROF ITS.pdf

1

SOLUBILITAS EMPAT MACAM PELARUT ORGANIK MASING-

MASING DALAM EMPAT POLIMER MENGGUNAKAN METODE PIEZO-ELECTRIC QUARTZ CRYSTAL MICROBALANCE

Fetra Esatika. 2306 100 074, Harsyatria Fitrio. 2306 100 101

Prof. Dr. Ir. Gede Wibawa, M. Eng LaboratoriumThermodinamika Teknik Kimia FTI-ITS

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data solubilitas dari empat pelarut organic

(n-hexane, n-heptane, Benzyl alcohol dan Amyl alcohol) dalam polimer non-polar [polyisobutylene (PIB), dan cis-1,4-polyisoprene (PI)], dan polimer polar [poly(n-butyl methacrylate) (PBMA), dan poly(vinyl acetate) (PVAc)] dengan menggunakan metode Piezo-electric Quartz Crystal Microbalance (QCM) pada temperatur 293,15 K, 313,15 K,dan 333,15 K. Peralatan utama Quartz Crystal Microbalance (QCM) yang digunakan terdiri dari empat bagian yaitu sorption cell, solvent tank, pompa vakum dan frequency counter. Kristal yang digunakan memiliki spesifikasi AT-Cut 5 Mhz, dengan diameter 5,5 mm dan ketebalan 0,3 mm. Fraksi massa pelarut dalam polimer dapat ditentukan dengan mengukur perubahan frekuensi kristal. Data solubilitas yang diperoleh dinyatakan dengan hubungan aktifitas pelarut dengan fraksi massa pelarut dalam larutan polimer pada range suhu eksperimen. Dari semua sistem yang dipelajari, kelarutan pelarut dalam polimer semakin meningkat dengan semakin naiknya temperatur. Data eksperimen yang didapatkan kemudian dikorelasikan dengan persamaan Flory-Huggins, dan diperoleh overall Average Absolute Deviation (AAD) untuk dependent interaction parameters sebesar 1,1 %, dan AAD untuk independent interaction parameters sebesar 10,7%.

PENDAHULUAN Polimer merupakan senyawa makromolekul yang terbentuk dari susunan berulang molekul-molekul kecil (monomer) yang saling berikatan. Nama polimer diambil dari bahasa Yunani ―poly‖ yang berarti ―banyak‖, dan ―mer‖ yang berarti ―bagian‖. Proses polimerisasi pada umumnya melibatkan pelarut yang mempunyai berat molekul rendah dan bersifat mudah menguap, sehingga mudah dihilangkan dari produk akhir agar memenuhi spesifikasi yang diinginkan. Dalam mendesain proses dan kondisi operasi dalam Polimer plant, diperlukan pengetahuan vapor-liquid equilibrium (VLE) sistem pelarut-polimer. Untuk mendapatkan data ini, terdapat dua metode pengukuran yang biasa digunakan, yaitu metode gravimetri seperti electromicrobalance, quartz spring microbalance (Lieu et al., 1999), quartz crystal microbalance (Masuoka et al., 1984), dan metode Inverse Gas-Liquid Chromatography (IGC) (Kikic et al., 2000). Data VLE sistem pelarut-polimer telah dipublikasikan pada berbagai literatur, salah satunya pada “Polimer Data Collection” oleh Wen et al. (a&b, 1992), namun data yang ada ini masih sangat terbatas baik dalam jumlah maupun kondisi eksperimen jika dibandingkan dengan data yang tersedia untuk sistem non-polimer. Sehingga data VLE sistem pelarut-polimer perlu terus dikembangkan, baik dari metode penelitian, jumlah sistem maupun kondisinya untuk menghasilkan data yang tepat dan akurat, yang berguna dalam pengembangan solution teory (Elbro et al., 1990. Linvig et al., 2002.Wibawa et al., 2002, 2003. Wibawa & Amelia, 2009).

Page 2: JURNAL PELARUT PROF ITS.pdf

2

METODOLOGI -Bahan Pelarut yang digunakan dalam eksperimen ini adalah n-hexane, amyl alcohol, benzyl

alcohol, dan n-heptane, sedangkan untuk polimer yang digunakan adalah poly(n-butyl methacrylate) (PBMA), polyisobutylene (PIB), poly(vinyl acetate) (PVAc) dan cis-1,4-polyisoprene (PI) .

-Peralatan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah Piezo-Electric Quartz Crystal

Microbalance yang ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema peralatan Piezo-electric quartz crystal microbalance

Peralatan Piezo-Electric Quartz Crystal Microbalance ini terdiri dari 4 bagian utama

yaitu : sorption cell, tangki pelarut, frequency measuring section, dan pompa vakum. Temperatur sorption cell dikontrol dengan waterbath dan diukur dengan four-wire platinum resistance temperature detectors, kemudian dicatat oleh digital temperatur indikator (YOKOGAWA 7563) dengan ketelitian ±0,03 K. Temperatur pelarut tank dikontrol dengan block heater (untuk temperatur diatas 298,15 K) dan termos es (untuk temperatur dibawah 298,15 K) yang dihubungkan dengan pengatur temperatur (Shimaden CO., LTD Japan). Untuk menghindari terjadinya kondensasi uap pelarut, temperatur pada saluran dari tangki pelarut menuju ke sorption cell diset 5-10 K lebih tinggi dari temperatur cell dengan memasang tape heater sepanjang aliran tersebut. Kristal yang digunakan untuk coating adalah AT-Cut 5 Mhz, diameter 5,5 mm dan ketebalan 0,3 mm.

Page 3: JURNAL PELARUT PROF ITS.pdf

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 2. Aktifitas toluene, a1 dalam PVAc pada fraksi massa, w1

dibandingkan dengan literatur

Pengukuran akurasi peralatan quartz crystal microbalance yang digunakan dalam eksperimen ini dilakukan dengan mengukur kelarutan pelarut toluen dalam polimer poly(vinyl acetate) kemudian membandingkannya dengan literatur (Hou., 1986; Wibawa et al., 2002). Dari hasil pengukuran didapatkan hasil yang sesuai dengan literatur seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Tabel 1. Aktifitas (a1) dan Fraksi Massa (w1) pelarut n-hexane pada setiap polimer

PBMA PIB PVAc PI

a1 w1 a1 w1 a1 w1 a1 w1

(T=293,15 K) (T=293,15 K) (T=313,15 K) (T=293,15 K)

0.401 0.033 0.401 0.036 0.301 0.020 0.401 0.037

0.506 0.042 0.506 0.043 0.405 0.030 0.506 0.048

0.600 0.054 0.600 0.057 0.503 0.041 0.600 0.066

0.706 0.076 0.706 0.08 0.603 0.052 0.706 0.087

0.804 0.100 0.804 0.115 0.705 0.075 0.804 0.118

(T=313,15 K) (T=313,15 K) (T=333,15 K) (T=313,15 K)

0.301 0.027 0.301 0.027 0.301 0.027 0.301 0.031

0.405 0.035 0.405 0.043 0.401 0.034 0.405 0.043

0.503 0.048 0.503 0.056 0.500 0.048 0.503 0.059

0.705 0.080 0.603 0.082 0.602 0.066 0.603 0.079

0.801 0.107 0.705 0.101 0.700 0.088 0.705 0.107

0.801 0.130 0.801 0.149

(T=333,15 K) (T=333,15 K) (T=333,15 K)

0.200 0.025 0.401 0.051 0.301 0.037

0.301 0.036 0.500 0.060 0.401 0.048

0.401 0.047 0.602 0.100 0.500 0.068

0.500 0.064 0.700 0.120 0.602 0.100

0.602 0.086 0.801 0.180 0.700 0.127

0.700 0.109 0.801 0.166

Literature work (Wibawa et al, 2002)

Toluene [1] - PVAc [2]T = 333.15 K

Literature work (Hou, 1986)Present workFlory Huggins eq.

a1

w10 0.1 0.2 0.3

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

Page 4: JURNAL PELARUT PROF ITS.pdf

4

Tabel 2. Aktifitas (a1) dan Fraksi Massa (w1) pelarut n-heptane pada setiap polimer

PBMA PIB PVAc PI

a1 w1 a1 w1 a1 w1 a1 w1

(T=293,15 K) (T=293,15 K) (T=313,15 K) (T=293,15K)

0.402 0.035 0.402 0.035 0.205 0.015 0.402 0.033

0.501 0.044 0.501 0.043 0.305 0.022 0.501 0.045

0.603 0.060 0.603 0.062 0.506 0.048 0.603 0.067

0.707 0.084 0.707 0.080 0.602 0.063 0.707 0.089

0.904 0.162 0.803 0.115 0.708 0.081 0.904 0.156

0.803 0.116 (T=313,15 K) (T=313,15 K) (T=333,15 K) (T=313,15 K)

0.305 0.031 0.205 0.018 0.209 0.018 0.305 0.032

0.506 0.054 0.305 0.028 0.403 0.042 0.506 0.063

0.602 0.073 0.406 0.042 0.504 0.058 0.602 0.078

0.708 0.097 0.506 0.058 0.601 0.079 0.708 0.114

0.903 0.200 0.602 0.079 0.703 0.100 0.803 0.159

0.803 0.139 0.802 0.153 0.903 0.220

(T=333,15 K) (T=333,15 K) (T=333,15 K)

0.209 0.021 0.306 0.035 0.306 0.036

0.306 0.036 0.504 0.072 0.403 0.050

0.403 0.052 0.601 0.101 0.504 0.069

0.504 0.063 0.703 0.129 0.601 0.099

0.601 0.089 0.802 0.185 0.703 0.141

0.802 0.163 0.905 0.244 0.802 0.180

Tabel 3. Aktifitas (a1) dan Fraksi Massa (w1) pelarut Benzyl alcohol pada setiap polimer

PBMA PIB PVAc PI

a1 w1 a1 w1 a1 w1 a1 w1

(T=293,15 K) (T=293,15 K) (T=313,15 K) (T=293,15 K)

0.215 0.023 0.215 0.020 0.325 0.041 0.215 0.019

0.306 0.034 0.306 0.029 0.423 0.062 0.306 0.026

0.414 0.047 0.414 0.042 0.522 0.080 0.414 0.036

0.514 0.064 0.514 0.056 0.624 0.105 0.514 0.048

0.606 0.078 0.606 0.071 0.718 0.134 0.606 0.060

(T=313,15 K) (T=313,15 K) (T=333,15 K) (T=313,15 K)

0.325 0.039 0.325 0.037 0.249 0.029 0.325 0.036

0.423 0.059 0.423 0.056 0.445 0.074 0.423 0.052

0.522 0.077 0.522 0.071 0.549 0.110 0.522 0.067

0.624 0.098 0.624 0.089 0.644 0.144 0.624 0.084

0.718 0.123 0.718 0.110 0.734 0.186 0.718 0.102

0.826 0.231

Page 5: JURNAL PELARUT PROF ITS.pdf

5

(T=333,15 K) (T=333,15 K) (T=333,15 K)

0.352 0.048 0.352 0.045 0.249 0.025

0.445 0.070 0.445 0.067 0.352 0.041

0.549 0.095 0.549 0.091 0.445 0.057

0.644 0.129 0.644 0.124 0.549 0.080

0.734 0.169 0.734 0.154 0.644 0.116

Tabel 4. Aktifitas (a1) dan Fraksi Massa (w1) pelarut Amyl alcohol pada setiap polimer

PBMA PIB PVAc PI

a1 w1 a1 w1 a1 w1 a1 w1

(T=293,15 K) (T=293,15 K) (T=313,15 K) (T=293,15K)

0.202 0.020 0.303 0.027 0.208 0.025 0.202 0.013

0.303 0.029 0.407 0.034 0.302 0.032 0.303 0.021

0.407 0.038 0.506 0.049 0.402 0.043 0.407 0.029 0.506 0.052 0.606 0.064 0.502 0.058 0.506 0.040 0.606 0.070 0.706 0.085 0.603 0.076 0.606 0.054 0.706 0.087 0.803 0.103 0.703 0.102 0.706 0.077

(T=313,15 K) (T=313,15 K) (T=333,15 K) (T=313,15K)

0.208 0.021 0.208 0.019 0.203 0.028 0.208 0.016

0.302 0.029 0.302 0.026 0.410 0.061 0.302 0.022

0.402 0.040 0.402 0.035 0.505 0.080 0.402 0.031

0.502 0.055 0.502 0.049 0.608 0.102 0.502 0.044

0.703 0.096 0.703 0.086 0.707 0.127 0.703 0.082

0.805 0.125 0.805 0.109 0.810 0.164 0.805 0.106

(T=333,15 K) (T=333,15 K) (T=333,15K)

0.203 0.024 0.203 0.023 0.203 0.021

0.300 0.040 0.300 0.039 0.300 0.036

0.505 0.071 0.505 0.067 0.505 0.062

0.608 0.089 0.608 0.082 0.608 0.078

0.707 0.113 0.707 0.107 0.707 0.100

0.810 0.146 0.810 0.133 0.810 0.123

Data eksperimen untuk semua sistem ditunjukkan pada Tabel 1, Tabel 2, Tabel 3 dan Tabel 4. Untuk sistem yang terdapat polimer poly(vinyl acetate) (PVAc), pengukuran kelarutan pada suhu 293,15 K tidak dilakukan karena temperatur kesetimbangan berada dibawah temperatur gelas dari PVAc.

Dalam eksperimen ini, digunakan sistem VLE dimana pada fase uap dalam sistem hanya terdiri dari pelarut organik saja, yang disebabkan karena sifat polimer yang tidak mudah menguap. Sedangkan pada fase liquid, pada sistem terdapat campuran antara polimer dan pelarut organik, dimana fraksi massa dari polimer lebih besar dibandingkan dengan fraksi massa pelarut sehingga pelarut organik yang digunakan terlarut dalam polimer yang memiliki fraksi massa lebih besar.

Page 6: JURNAL PELARUT PROF ITS.pdf

6

w1

a1

293.15 K313.15 K333.15 K

n-hexane [1] - PIB [2]

Flory Huggins eq.

0 0.1 0.2 0.3

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

293.15 K313.15 K333.15 K

w1

a1n-heptane [1] - PI [2]

Flory Huggins eq.

0 0.1 0.2 0.3

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

Dari semua data eksperimen yang didapat, solubilitas pelarut dalam polimer semakin meningkat seiring dengan kenaikkan suhu. Kenaikan nilai kelarutan dapat dilihat pada a1 yang sama (konstan) pada berbagai suhu, nilai w1 semakin meningkat, yang berarti bahwa nilai solubilitas pelarut semakin bertambah. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 3 untuk sistem pelarut n-hexane untuk polimer PIB, Gambar 4 untuk sistem pelarut n-heptane dalam polimer PI, Gambar 5 untuk sistem pelarut Amyl alcohol dalam polimer PBMA dan Gambar 6 untuk sistem pelarut Benzyl alcohol dalam polimer PVAc.

w1

a1 Amyl alcohol [1] - PBMA [2]

293.15 K313.15 K333.15 K

Flory Huggins eq.

0 0.1 0.2 0.3

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

313.15 K333.15 K

w1

a1Benzyl alcohol [1] - PVAc [2]

Flory Huggins eq.

0 0.1 0.2 0.3

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

Gambar 3. Aktifitas n-hexane, a1 dalam PIB pada fraksi massa w1

Gambar 4. Aktifitas n-heptane, a1 dalam PI pada fraksi massa w1

Gambar 6. Aktifitas Benzyl alcohol, a1 dalam PVAc pada fraksi massa w1

Gambar 5. Aktifitas Amyl alcohol, a1 dalam PBMA pada fraksi massa w1

Page 7: JURNAL PELARUT PROF ITS.pdf

7

Pada eksperimen ini pelarut yang digunakan adalah pelarut yang bersifat polar dan non-polar. Pelarut yang bersifat polar yaitu Amyl alcohol dan Benzyl alcohol, sedangkan n-hexane dan n-heptane bersifat non-polar. Sifat polar dan non polar dari pelarut organik yang digunakan dapat dilihat dari bentuk struktur kimia dari pelarut oragnik tersebut, dimana pelarut yang besifat polar berbentuk asimetris, sedangkan pelarut non-polar berbentuk simetris. Selain itu juga dapat dilihat dari rumus bangun dari setiap pelarut, dimana pelarut polar memiliki formula ROH (memiliki gugus OH dan C=O).

Dari hasil eksperimen diketahui bahwa pelarut n-hexane dan n-heptane yang bersifat non-polar memiliki kelarutan yang rendah pada polimer PVAc dan PBMA yang bersifat polar. Sedangkan pada polimer non-polar (PI dan PIB), pelarut non-polar memiliki kelarutan yang lebih besar. Kelarutan n-hexane dan n-heptane dalam PI lebih besar dibandingkan dalam PIB.

PIPIBPBMAPVAc

w1

a1

n-hexane [313.15 K]

Flory Huggins eq.

0 0.1 0.2 0.3

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

PIPIBPBMAPVAc

w1

a1 n-heptane [313.15 K]

Flory Huggins eq.

0 0.1 0.2 0.3

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

w1

a1 Benzyl alcohol [313.15 K]PVAcPBMAPIBPI

Flory Huggins eq.

0 0.1 0.2 0.3

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

w1

a1

PBMA

PIPIB

PVAc

Amyl alcohol [313.15 K]

Flory Huggins eq.

0 0.1 0.2 0.3

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

Gambar 7. Aktifitas n-hexane , a1 dalam berbagai polimer pada fraksi massa w1

pada T = 313,15 K

Gambar 8. Aktifitas n-heptane , a1 dalam berbagai polimer pada fraksi

massa w1 pada T = 313,15 K

Gambar 9. Aktifitas Benzyl alcohol , a1 dalam berbagai polimer pada fraksi

massa w1 pada T = 313,15 K

Gambar 10. Aktifitas Amyl alcohol , a1 dalam berbagai polimer pada fraksi

massa w1 pada T = 313,15 K

Page 8: JURNAL PELARUT PROF ITS.pdf

8

Hal ini disebabkan polimer PI memiliki polaritas yang lebih kecil daripada PIB seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7 dan 8.

Pada pelarut Amyl alcohol dan Benzyl alcohol yang bersifat polar memiliki kelarutan yang rendah pada polimer PI dan PIB. Sebaliknya pada polimer PVAc dan PBMA pelarut tersebut memiliki kelarutan yang lebih besar. Kelarutan Amyl alcohol dan Benzyl alcohol dalam PVAc lebih besar dibandingkan dalam PBMA karena polimer PVAc memiliki polaritas yang lebih besar bila dibandingkan PBMA seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9 dan 10. Dari hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa kelarutan pelarut yang besifat polar akan lebih besar dalam polimer yang bersifat polar dibandingkan dalam polimer yang bersifat non-polar. Begitu juga sebaliknya, pelarut yang bersifat non-polar memiliki kelarutan yang lebih besar dalam polimer non-polar dibandingkan dalam polimer bersifat polar.

w1

a1

Amyl alcohol Benzyl alcohol

n-heptane n-hexane

Polimer : PBMAT : 313.15 K

Flory Huggins eq.

0 0.1 0.2 0.3

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

w1

a1

Amyl alcohol

Benzyl alcohol n-heptane n-hexane

Polimer : PIBT : 313.15 K

Flory Huggins eq.

0 0.1 0.2 0.3

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

w1

a1

Amyl alcohol Benzyl alcohol

n-heptane n-hexane

Polimer : PVAc T : 313.15 K

Flory Huggins eq.

0 0.1 0.2 0.3

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

Amyl alcohol Benzyl alcohol

n-heptane n-hexane

w1

a1Polimer : PIT : 313.15 K

Flory Huggins eq.

0 0.1 0.2 0.3

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

Gambar 11. Aktifitas tiap pelarut, a1 dalam polimer PBMA pada fraksi

massa w1

Gambar 12. Aktifitas tiap pelarut, a1 dalam polimer PIB pada fraksi massa

w1

Gambar 13. Aktifitas tiap pelarut, a1 dalam polimer PVAc pada fraksi massa

w1

Gambar 14. Aktifitas tiap pelarut, a1 dalam polimer PI pada fraksi massa w1

Page 9: JURNAL PELARUT PROF ITS.pdf

9

Dari semua sistem yang dipelajari, pada polimer PBMA dan PVAc, pelarut Benzyl alcohol memiliki kelarutan yang paling tinggi dibandingkan dengan pelarut lainnya. Kelarutan Benzyl alcohol yang tinggi pada polimer PBMA dan PVAc disebabkan karena Benzyl alcohol yang bersifat polar dan polimer PBMA dan PVAc juga bersifat polar. Sementara itu pada sistem polimer PI dan PIB, kelarutan benzyl menurun, namun tidak terlalu signifikan karena polimer PI dan PIB yang bersifat non-polar. Ini dapat dilihat pada Gambar 11 sampai Gambar 14.

Hasil eksperimen yang diperoleh pada penelitian ini dikorelasikan dengan persamaan Flory-Huggins . Selain itu, dari Gambar 16 didapatkan hubungan antara 12 dengan T (K). Sehingga didapatkan koefisien yang menyatakan hubungan antara 12 dengan T (K) pada tiap-tiap suhu seperti yang disajikan pada Tabel 6. Persamaan yang merepresentasikan hubungan antara 12 dengan T (K) adalah sebagai berikut :

bTa 12 (4.1) Pada Tabel 5 ditampilkan Average Absolute Deviation (%AAD) antara aktifitas

pelarut eksperimen dan hasil perhitungan dengan Flory Huggins. Overall % AAD untuk dependent parameter interaksi diperoleh sebesar 1,1 % dan overall % AAD* untuk independent parameter interaksi sebesar 10,7 %. Parameter interaksi yang diperoleh dari penelitian ini dapat digunakan untuk menentukan aktivitas pelarut dalam polimer dalam berbagai aplikasi teknik.

Pengaruh 12 terhadap solubilitas ditunjukkan pada Gambar 15, bahwa semakin tinggi 12 , solubilitas pelarut dalam polimer semakin berkurang. Dapat dilihat juga pada Gambar 4.15 (tanda dalam gambar) nilai 12 bergerak ke arah kanan maka nilai 12 semakin kecil ini berpengaruh terhadap solubilitas yang semakain besar. Pada Gambar 16 dimana pengaruh suhu terhadap 12 pada sistem Amyl alcohol - PBMA juga menunjukkan peningkatan suhu menyebabkan nilai 12 semakin rendah.

w1

a1Benzyl alcohol [1] - PBMA [2]T = 313.15 K

Present work

0 0.1 0.2 0.3

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

T

Amyl alcohol-PBMA

eq. 4.1

300 310 320 3300

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

Gambar 15. Pengaruh 12 terhadap kelarutan

Gambar 16. Hubungan antara 12 terhadap T pada sistem Amyl alcohol – PBMA

Page 10: JURNAL PELARUT PROF ITS.pdf

10

Tabel 5. Parameter interaksi persamaan Flory Huggins dan % Average Absolut

Deviation (%AAD) antara aktifitas pelarut eksperimen dan perhitungan Pelarut Polimer Suhu (K) χ % AAD % AAD*

Amyl alcohol

PBMA

293,15 0.52303 0.9 17.5

313,15 0.47261 0.8 9.0

333,15 0.25776 3.2 11.4

PI

293,15 0.85570 1.1 19.3

313,15 0.81499 1.7 10.9

333,15 0.50923 3.1 15.6

PIB

293,15 0.71687 0.5 13.8

313,15 0.69139 0.2 5.7

333,15 0.41658 3.2 10.8

PVAc 313.15 0.28490 0.1 13.9

333.15 0.01250 3.2 7.7

Rata-rata 1.6 12.3

Benzyl alcohol

PBMA

293,15 0.50493 0.9 15.4

313,15 0.38589 0.6 11.5

333,15 0.24114 0.5 11.9

PI

293,15 0.87790 1.3 0.7

313,15 0.62398 1.7 4.7

333,15 0.55455 1.2 0.9

PIB

293,15 0.70913 0.9 23.6

313,15 0.54599 1.6 21.4

333,15 0.39123 0.5 21.1

PVAc 313.15 0.20771 0.8 0.0

333.15 0.04684 0.1 0.8

Rata-rata 0.9 10.2

Untuk pelarut n-hexane dan n-heptane :

Pelarut Polimer Suhu (K) χ % AAD % AAD*

N-Hexane

PBMA

293,15 0.53703 0.6 16.0

313,15 0.39776 3.0 6.5

333,15 0.10930 0.3 17.4

PI

293,15 0.53662 0.7 8.6

313,15 0.35377 0.5 9.3

333,15 0.19931 0.4 8.3

PIB

293,15 0.59210 1.1 15.6

313,15 0.37809 1.2 17.1

333,15 0.16325 1.4 11.4

PVAc 313.15 0.43049 1.1 5.6

333.15 0.28369 0.6 7.3

Page 11: JURNAL PELARUT PROF ITS.pdf

11

Rata-rata 1.0 11.2

N-Heptane

PBMA

293,15 0.48266 0.8 9.3

313,15 0.30339 0.1 7.4

333,15 0.10335 0.5 9.2

PI

293,15 0.59190 1.1 13.5

313,15 0.31769 0.9 13.0

333,15 0.16259 0.6 11.9

PIB

293,15 0.56532 1.0 4.1

313,15 0.36297 0.5 5.4

333,15 0.15346 0.8 3.6

PVAc 313.15 0.32653 1.1 12.1

333.15 0.13280 0.5 12.1

Rata-rata 0.7 9.2

Overall AAD (%) 1.1 10.7

Tabel 6. Parameter persamaan hubungan antara χ12 dengan T untuk setiap sistem pelarut polimer

Pelarut Polimer a b

Amyl alcohol

PBMA 2.494 -0.006 PVAc 4.55 -0.013 PIB 2.959 -0.007 PI 3.439 -0.008

Benzyl alcohol

PBMA 2.442 -0.006 PVAc 2.726 -0.008 PIB 3.037 -0.007 PI 3.216 -0.008

N-Hexane

PBMA 3.696 -0.01 PVAc 2.729 -0.007 PIB 3.735 -0.01 PI 3.003 -0.008

N-Heptane

PBMA 3.265 -0.009 PVAc 3.359 -0.009 PIB 3.584 -0.01 PI 3.718 -0.01

* Hasil perhitungan %AAD dengan menggunakan persamaan bTa 12 , dimana

harga a dan b dapat dilihat pada Tabel 6 dan T dalam Kelvin.

Dapat dilihat pada Tabel 5 yang memperlihatkan interaksi 12 persamaan flory huggins yang nilainya semakin rendah seiring dengan kenaikan suhu. Dengan nilai 12 yang semakin rendah akan menghasilkan mH yang nilainya menurun seiring dengan kenaikan

Page 12: JURNAL PELARUT PROF ITS.pdf

12

suhu, mG juga akan semakin rendah. Sehingga kelarutannya meningkat seiring dengan kenaikan suhu.

Hal ini dapat dijelaskan menurut teori energi bebas Gibbs untuk pencampuran. Jadi berdasarkan persamaan energi bebas Gibbs untuk pencampuran dari larutan polimer :

mmm STHG

Dimana, mG adalah energi bebas Gibbs untuk pencampuran, mH adalah entalpi

pencampuran dan mS adalah perubahan entropi dikarenakan pencampuran. Ekspresi mS yang diperoleh Flory dan Huggins dituliskan sebagai berikut,

)lnln( 2211 nnkSm dimana, k adalah konstanta Boltzmann, sehingga nilai mS ini akan selalu bernilai positif. Ekspresi mH yang diperoleh Flory dan Huggins dituliskan sebagai berikut,

1221 znHm (1) dimana 12 : perubahan internal energi untuk formasi pelarut polimer.

22111212 21

(2)

ij adalah energi interaksi dari kontak i-j.

kTzr 121

12

(3)

Dengan mensubtitusi persamaan (1) dalam persamaan (3), didapatkan 2112 nkTHm (4)

Persyaratan agar suatu sistem saling larut adalah mG < 0 harus terpenuhi, oleh karena itu maka nilai mH haruslah ≤ mST . KESIMPULAN Dari hasil eksperimen dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa :

1. Akurasi peralatan Quarzt Crystal Microbalance yang digunakan pada eksperimen ini telah diuji dengan membandingkan data eksperimen dengan literatur data untuk sistem toluen-PVAc pada suhu 333,15 K dan memberikan magnitude error dibawah 1%.

2. Kelarutan empat pelarut organik (n-hexane , n-heptane , Benzyl alcohol, dan Amyl alcohol ) dalam 4 polimer cis-1,4-polyisoprene (PI), polyisobutylene (PIB), poly(n-butyl methacrylate) (PBMA), dan poly(vinyl acetate) (PVAc) diukur pada temperatur 293,15; 313,15; dan 333,15 K dengan menggunakan metode piezo-electric quartz crystal microbalance. Data kelarutan yang diperoleh direpresentasikan sebagai hubungan aktifitas pelarut, a1 dan fraksi massa pelarut, w1.

3. Pada semua sistem yang dipelajari pada eksperimen ini semakin tinggi suhu maka solubilitas pelarut terhadap polimer juga semakin meningkat.

4. Hasil eksperimen yang diperoleh pada penelitian ini dikorelasikan dengan persamaan Flory-Huggins. Dari persamaan Flory-Huggins didapatkan dua macam parameter interaksi yaitu dependent parameter interaksi dengan overall %AAD sebesar 1,1 % dan independent parameter interaksi menggunakan persamaan bTa 12 dengan overall %AAD sebesar 10,7%.

Page 13: JURNAL PELARUT PROF ITS.pdf

13

DAFTAR PUSTAKA Anderson,T.F; Prausnitz, J.M. Application of the UNIQUAC equation to calculation of multi

component equilibria. 1. vapor-liquid equilibria, Ind. Eng. Chem. Process. Des. Dev. 17 (1978) 552

Aubert, J. H., ―Solubility of carbondioxide in polymers by the quartz crystal microbalance technique‖, Journal of Supercritical Fluids, 11 (1998) 163-172.

Abraham, D. S., Prausnitz, J. M., AIChE J.,21 (1975) 116-128 Bonner, D.C., ―A New Method for Determination of Equilibrium Sorption of Gases by

Polymers at Elevated Temperature and Pressure‖, J. Polym. Sci. : Lett Ed, 13 (2) (1975) 2497.

Castro, E.F.; Gonzo, E.E.; Gottifredi, J.C., ―The analysis of sorption data of organic vapors in polymeric membranes through novel theories‖, Journal of Membrane Science., 113 (1996) 57-64.

Chapman, R.J., ―Introduction to Polymers‖, 1987, ISBN 0-412-22170-5. Elbro, H. S., Fredenslund , Aa; and Rasmussen, P., ―A new simple equation for the

predictions of solven activities in polimer solutions‖, Macromolecules, 23 (1990) 4707-4717.

Flory P. L., ―Principles of Polymer Chemistry‖, J. Chem. Phys., 10 (1945) 51 Fredenslund, Aa.; Jones , R. L.; and Prausnitz, J. M., ―Group Contribution : Estimation of

Activity Coefficients in Nonideal Liquid Mixtures‖, AIChE J., 21 (1975) 1086-1099. French, R.; Koplos, G, ―Activity coefficients of solvents in elastomers measured with a

quartz crystal microbalance‖, Fluid Phase Equilib., 158-160(1999) 879-892. Goydan, R.; Reid, R.C.; Tseng, H.S., ―Estimation of the solubilities of organic compounds in

polymers by group-contribution methods‖, Ind. Eng. Chem. Res., 28 (1989), 445–454 Guigard, E.Selma, Hayward, G.L., Zytner, R. G. and Stiver, W.H., Measurement of

solubilities in supercritical fluids using a piezoelectric quartz crystal. Fluid Phase Equilib. 187—188.( 2001) 233—246.

Kikic I.; Alessi P.; Cortesi A., ―Activity coefficients in Polycarbonate by Gas Chromatography‖, Fluid Phase Equilib., 169 (2000) 117-125.

King, W.H., ―Using quartz crystal as sorption detectors part 2‖. Res./Dev. May, 28 (1969). Kim, J.; joung, K.C.; Yoo, K.; ― Measurement and correlation of vapor sorption equilibria of

polymer solutions‖, Fluid Phase Equilib., 150-151 (1998) 679-686. Kontogeorgis, G.; Fredenslund, A, ―Simple Activity Coefficients Model for the Prediction of

Solvent Activities in Polymer Solutions‖, Ind. Eng. Chem. Res., 32 (1993) 373-385. Koshets, I.A., Kazantseva, Z. I., Shirshov, ―Polymer films as sensitive coatings for quartz

crystal microbalance sensors array‖, 2003. Lieu, J.G.; Prausnitz, J.M.; Gauthier, M, ―Vapor-liquid equilibria for binary solutions of

arborescent and linear polystyrenes‖, Polymer 41., (1999) 219-224. Masuoka H.; Murashige N.; Yorizane M., ‖Measurements of Solubility of Organic Solvents

in Polyisobutylene using the Piezoelectric-quartz Sorption Method‖, Fluid Phase Equilib., 18 (1984) 155-169.

Mikkilinemi, S.; Tree, A.; High, M., ― Thermophysical Properties of Penetrants in Polymers via a Piezoelectric Quartz Crystal Microbalance‖, J. Chem. Eng. Data., (1995) 750-755.

Oishi, T. and Prausnitz, J . M., ―Estimation of Solvent Activities in Polymer Solutions using a Group Contributions Method‖, Ind .Eng.Chem. Process Des .Dev., 17 (1978) 333-339.

Page 14: JURNAL PELARUT PROF ITS.pdf

14

Oliveira, N. S.; Oliveira, J.; Gomes, T.; Ferreira,A.; Dorgan, J.; Marrucho,: Gas sorption in poly(lactic acid) and packaging materials. I. M. Fluid Phase Equilib 222/223 (2004) 317.

Oliveira, N. S.; Oliveira, J.; Gomes, T.; Ferreira,A.; Dorgan, J.; Marrucho. Journal of Polymer science : part B: Polymer physics. 44 (2006) 1010—1019.

Park, K., Koh M., Yoon C., Kim Hakwon, Kim Hongdoo.: The behavior of quartz crystal microbalancein high pressure CO2. Journal of: supercritical Fluids 29 (2004) 203—212.

Price, G.J., Haddon D. A., Bainbridge A, Buley, J. M.: Vapour sorption studies of polymer-solution thermodynamics using a piezoelectric quartz crystal microbalance. Polymer International, 55 issue 7 ( 2006) 816—824.

Reid, R. C.; Prausnitz, J. M.; Poling, B. E. ―The Properties of Gases and Liquids‖, Fourth edition, McGraw-Hill International Editon : Singapore , 1998.

Renee L. Bundea, R. L.; Jarvi, E. J.; Rosentreter, J., ―Piezoelectric quartz crystal biosensors‖, Talanta, 46 (1998) 1223–1236.

Rodgers, P.A. Journal of Applied Polymer Science 48 (1993) 1061-1080. Sanchez, I.C. and Lacombe, R.H., J.Phys.Chem. 80 (1978)1145. Saure, R.; Schhtnder, E.U, ―Sorption isotherms for methanol, benzene and ethanol on

poly(vinyl acetate) (PVAc)‖ ,Chemical Engineering and Processing., 34 (1995) 305-316

Sauerbrey,Z.Phys.,155(1959) 206-222 Smith, A., ―Handbook of Thermal Analysis and Calorimetry-The Quartz Crystal

Microbalance‖, Elsevier, 2006. Sperling, L.H., ―Introduction to Physical Polymer Science‖,Fourth edition, John Willey and

sons, Inc. : New Jersey, 2006. Strong, A., "Plastics: Materials and Processing". Pearson Prentice Hall : 2006, ISBN 0-13-

114558-4. Taith P.G, ―Physics and Chemistry of the Voyage of HMS Challenger‖, London, 1888. Thomson, G. H., K. R. Brobst, and R. W. Hankinson: AIChE J., 28 (1982) 671. Tsonopoulos, ―An empirical correlation of second virial coefficients‖, AIChE Journal, 1974. T.Lindvig,M.L.Michelsen,G.M.Kontogeorgis, ―A flory-huggins model based on the Hansen

solubility parameter‖ ,Fluid Phase equilib.203(2002) 247-260. Wang, N.; Takashima S.; and Masuoka H., Solubility measurements of benzene and

cyclohexane in molten polyisobutylene by the piezoelectric-quartz sorption method and its correlation by modified dual sorption method‖, Kagaku Kogaku Ronbunshu, 15 (1989) 313-321.

Wang, N.; Takashima S.; and Masuoka H., Solubility measurements of gas in polymer by the piezoelectric-quartz sorption method and its correlation‖, Kagaku Kogaku Ronbunshu, 16 (1990) 931-938.

Wen, H.; Elbro, H. S; Alessi, P., ―Polymer Solution Data Collection Part 1. DECHEMA Chemistry Data Series‖, DECHMA : Frakfurt am Main , Germany, 1992b.

Wen, H.; Elbro, H. S; Alessi, P., ―Polymer Solution Data Collection Part 2-3. DECHEMA Chemistry Data Series‖, DECHMA : Frakfurt amMain , Germany, 1992a.

Wibawa, G.; Sato,Y.; Takashima S.; and Masuoka H., ―Solubility of Seven Non-Polar Organic Solvent in Four Polymers using the Piezoelectric Quartz Sorption Method‖, J. Chem .Eng .Data, 47 (2002) 518-524.

Wibawa, G.; Hatano, R; Sato,Y.; Takashima S.; and Masuoka H., ―Solubility of 11 Polar Organic Solvent in Four Polymers using the Piezoelectric Quartz Sorption Method‖, J. Chem .Eng .Data, 47 (2002) 1022-1029.

Page 15: JURNAL PELARUT PROF ITS.pdf

15

Wibawa, G.; Sato,Y.; Takashima , S.; and Masouka H., ―Revision of UNIFAC Group Interaction Parameters of Group Contribution Models to Improve Prediction Result of Vapor Liquid Equilibria for Solvent-Polymer Systems‖, Fluid Phase Equilib., 205 (2003) 353

Wibawa, G.; Khoiroh, I.; Afrizal, D.; and Suki, G.,―Solubilities of Dichloromethane, Diethyl Ether, Ethyl Acetate, and Nitrobenzene in Three Polymers Using the Piezoelectric Quartz Sorption Method‖ . J. Chem. Eng. Data., 55 (2010) 5581-5586.

Wibawa, G.; Nuryadi,; Hapsari, T.; Winarsih.; and Kuswandi., ―Measurement of Vapor-Liquid Equilibria for System Containing Polymer Using Quartz Crystal Microbalance Method‖, ISFAChE (2010).

Wibawa, G.; Takishima, S.; Sato, Y.; and Masuoka, H., ―A Generalized Correlation for Henry’s Law Constant of non-polar Solute in Four Polymers‖. Fuid Phase Equilib., 211 (2003) 241-256.

Wibawa, G. and Widyastuti, A., ―Improvement of an Entropic-FV Model Based on Solubility Parameter for Prediction of Vapor-liquid Equilibria of Solvent-polymer System‖. Fluid Phase Equilib. 285 (2009) 105-111.

Wong, H.; Campbell, S.; Bhethanabotla., ― Sorption of benzene, toluene, and chloroform by poly(styrene) at 298.15 K and 323.15 K using a qurtz crystal balance‖, Fluid Phase Equilib., 139 (1997) 371-389.

Wypych, G., ―Handbook of Solvents‖, Chem-Tec Publishing, New York, 2001. Yamaguchi, T., Y. Miyazaki, S. Nakao, T. Tsuru, S Kimura, Membrane design for

pervaporation or vapor permeation separation using a filling-type membrane concept, Ind. Eng. Chem. Res. 37 (1998) 177.

Zhong, C.; Sato, Y.; Masuoka, H.; and X. Chen, ‖Improvement of Predictive Accuracy of the UNIFAC Model for Vapor - Liquid Equilibria of Polymer Solutions‖, Fluid Phase Equilib., 123 (1996) 91 –106.