Aksi Puasa Pembangunan 2016

2
Hidup pantang menyerah untuk mengusahakan kese- jahteraan menjadi ungkapan perwujudan tanggung jawab manusia kepada Allah atas hidup yang sudah dianugerahkan-Nya. Hidup pantang menyerah meru- pakan sikap hidup yang ditunjukkan dengan tidak mudah patah semangat dalam menghadapi berbagai rintangan kehidupan, selalu bekerja keras untuk mewujudkan tujuan hidup, dan menganggap bahwa rintangan atau hambatan yang akan selalu ada dalam setiap langkah untuk mencapai tujuan hidup itu harus dihadapi sebagai pembelajaran hidup dari Allah. Kesejahteraan hidup yang merupakan gambaran keseluruhan kondisi-kondisi hidup yang memungkinkan manusia secara lebih penuh dan lancar mencapai ke- sempurnaan hidup, dan kesempurnaan hidup itu digam- barkan dengan kecukupan hidup lahir dan batin seturut dimensi sosial–ekonomi (bdk. Gaudium et Spes art. 26). Oleh karena itu, manusia harus memperjuangkannya dan mengusahakannya terus menerus untuk mencapai kesejahteraan hidup yang dicita-citakan. Bekerja dan mengusahakannya dengan pantang menyerah menjadi ungkapan dan perwujudan tanggung jawab manusia atas hidup yang sudah dianugerahkan oleh Allah. Kisah hidup Sukardi, “Di Atas Kursi Roda, Sukardi Merengkuh Ganasnya Jalanan Ibu Kota” jelas menggambarkan hidup pantang menyerah: memperjuangkan kesejahteraan yang tiada berkesudahan. Keberlanjutan dan Kemandirian Kesejahteraan Hidup Kesejahteraan hidup manusia tergambar dalam sua- sana hidup sejahtera dan hidup damai. Makna hidup sejahtera yang sebenarnya ketika manusia mengalami perkembangan hidup secara mental, spiritual, inte- lektual, sosial dan material. Atau dengan kata lain, hidup sejahtera berarti manusia hidup dalam kese- imbangan hidup kognitif dan hidup afektif, serta ke- seimbangan dalam hidup beriman; pengungkapan iman dan perwujudan iman berjalan beriringan. Oleh kare- na itu, hidup sejahtera akan beriringan dengan hidup damai. Hal ini menjadi tujuan dari seluruh hidup manusia yang akan selalu diperjuangkan terus menerus sepanjang hidup manusia. Proses penciptaan keberlanjutan dalam mencapai kesejahteraan hidup atas dasar hidup pantang menyerah (tekun, ulet, sabar) akan mengarah pada pertumbuhan kemandirian. Di dalam kemandirian, seorang pribadi akan mampu memilih dan memutuskan apa yang baik bagi dirinya maupun kepentingan pihak lain dan lingkungan lebih luas, mengingat ada keterkaitan kepentingan bersama. Oleh karena itu, tahapan untuk pencapaian keberlanjutan dan kemandirian kesejahteraan hidup dimulai dengan penyadaraan mengenai panggilan hidup manusia dan tanggung jawab atas hidup yang telah dianugerahkan oleh Allah (Gerakan APP 2012). Manusia dipanggil untuk terlibat aktif untuk bekerja bersama Allah dalam mengelola dan memelihara seluruh ciptaan demi kesejahteraan hidup bersama dan keberlanjutan hidup bagi seluruh ciptaan (Gerakan APP 2013). Keber- hasilan manusia dalam mencapai kepenuhan hidup sejahtera (lahir dan batin) ditandai dengan proses pembelajaran terus menerus (Gerakan APP 2014). Belajar untuk selalu mengolah dan mengelola hidup sebagai karunia Allah yang sangat bernilai dan pantas untuk selalu diperjuangkan terus menerus. Pembelajaran hidup pantang menyerah: tekun, ulet dan sabar harus sudah diajarkan sejak dini dalam kelu- arga. Gambaran seorang bapak “Bapak Sukardi” yang menghidupi nilai-nilai hidup yang terkandung dalam hidup pantang menyerah dalam menghadapi tantangan dan hambatan hidup bisa dijadikan inspirasi hidup bagi anak-anak untuk menghargai hidup yang sudah dianugerahkan Allah. Menghargai hidup bisa dimulai dengan mengisi kehidupan sehari-hari; dari waktu ke waktu dengan penuh tanggung jawab. Ketekunan, keuletan dan kesabaran dalam menghadapi hambatan dan menjalankan proses belajar, baik di sekolah maupun di rumah yang dibuat dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab bisa menjadi awal yang baik dalam membangun kemandirian hidup dan menjalani hidup dengan pantang menyerah. Penutup Tantangan dan hambatan hidup yang terus menerus dihadapi dalam mengusahakan dan memperjuangkan kesejahteraan hidup akan membuat ketekunan, keu- letan dan kesabaran menjadi nyata dan hidup dalam diri manusia, dan menjadikannya sebagai daya hidup yang membuat manusia mampu bertahan dalam jepitan ketegangan antara realitas hidup dan harapan hidup. Daya hidup inilah yang menumbuhkan kemampuan manusia untuk mempunyai daya hidup pantang menyerah dalam mewujudkan cita-cita hidup; kemandirian dan kesejahteraan hidup lahir dan batin. Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi Konferensi Waligereja Indonesia (PSE-KWI) Jl. Cut Mutiah 10 Jakarta 10340, Telp/Fax: 021-319 23 527 email: [email protected]; [email protected]; [email protected]

description

Tidak lama lagi umat beriman Katolik akan memasuki masa Puasa di masa Pra Paskah 2016. Apa tema permenungan dan pendalaman iman bagi umat? Tema umum dari Komisi PSE KWI adalah Hidup Pantang Menyerah. suatu tema yang bagus dan menarik. Hidup kita penuh tantangan dan masalah, maka perlu ketahanan dan kekuatan mental, dengan kata pantang menyerah diharapkan keluarga Katolik mampu mengatasi persoalan hidup yang berat. Tema khusus di keuskupan Denpasar adalah Hidup Pantang Menyerah Mewujudkan Gereja Rumah Tangga yang Sejahtera. Apa yang hendak kita lakukan sebagai orang katolik selama 6 pekan menjelang Paskah? Berdoa, Bertobat, Beramal, Berbelaskasih kepada sesama. Hidup harus diperjuangkan dengan Ulet tekun dan sabar. Ulet segala hal harus dijalani dengan akal yang banyak tidak kalah dg persoalan, Tekun adalah kemampuan untuk menjalani dengan semangat ugahari sederhana dan teliti, Sabar adalah kekuatan akhir untuk selalu percaya bahwa Tuhan akan memberi kekuatan melebihi kemampuan manusia. Semoga masa APP 2016 umat paroki Gianyar senantiasa mendapat berkat melimpah karena keuletan, ketekunan dan kesabaran dlm memperjuangkan kesejahteraan dalam keluarga.(dok. paroki Gianyar 2016)

Transcript of Aksi Puasa Pembangunan 2016

Hidup pantang menyerah untuk me ngusahakan kese­jah teraan menjadi ungkapan perwujudan tanggung jawab manusia kepada Allah atas hidup yang sudah dianugerahkan­Nya. Hidup pantang menyerah meru­pakan sikap hidup yang ditun jukkan dengan tidak mudah patah semangat dalam menghadapi berbagai rintangan kehidupan, selalu bekerja keras untuk mewujudkan tujuan hidup, dan menganggap bahwa rintangan atau hambatan yang akan selalu ada dalam setiap langkah untuk mencapai tujuan hidup itu harus dihadapi sebagai pembelajaran hidup dari Allah.

Kesejahteraan hidup yang merupakan gambaran kese luruhan kondisi­kondisi hidup yang memungkinkan manusia secara lebih penuh dan lancar mencapai ke­sempurnaan hidup, dan kesempurnaan hidup itu di gam­barkan dengan kecukupan hidup lahir dan batin setu rut dimensi sosial–ekonomi (bdk. Gaudium et Spes art. 26). Oleh karena itu, manusia harus memperjuangkannya dan mengusaha kannya terus menerus untuk menca pai kesejahteraan hidup yang dicita­citakan. Bekerja dan mengusahakannya dengan pantang menyerah menjadi ungkapan dan per wu judan tanggung jawab manusia atas hidup yang sudah dianugerahkan oleh Allah. Kisah hidup Sukardi, “Di Atas Kursi Roda, Sukardi Merengkuh Ganasnya Jala nan Ibu Kota” jelas menggambarkan hidup pantang me nye rah: memperjuangkan kesejahteraan yang tiada berkesudahan.

Keberlanjutan dan Kemandirian Kesejahteraan Hidup

Kesejahteraan hidup manusia tergambar dalam sua­sana hidup sejahtera dan hidup damai. Makna hidup sejahtera yang sebenarnya ketika manusia mengalami perkembangan hidup secara mental, spiritual, inte­lektual, sosial dan material. Atau dengan kata lain, hidup sejahtera berarti manusia hidup dalam kese­imbangan hidup kognitif dan hidup afektif, serta ke­se imbangan dalam hidup beriman; pengungkapan iman dan perwujudan iman berjalan ber iringan. Oleh kare­na itu, hidup sejahtera akan beriringan dengan hidup damai. Hal ini menjadi tujuan dari seluruh hidup manusia yang akan selalu diperjuangkan terus menerus sepanjang hidup manusia.

Proses penciptaan keberlanjutan dalam mencapai kese jahteraan hidup atas dasar hidup pantang menyerah (te kun, ulet, sabar) akan mengarah pada pertumbuhan ke man dirian. Di dalam kemandirian, seorang pribadi akan mampu memilih dan memutuskan apa yang baik bagi

dirinya maupun kepentingan pihak lain dan lingkungan lebih luas, mengingat ada keterkaitan kepentingan bersama. Oleh karena itu, tahapan untuk pencapaian keberlanjutan dan kemandirian kesejahteraan hidup dimulai dengan penya daraan mengenai panggilan hidup manusia dan tanggung jawab atas hidup yang telah dianugerahkan oleh Allah (Gerakan APP 2012). Manusia dipanggil untuk terlibat aktif untuk bekerja bersama Allah dalam mengelola dan meme lihara seluruh ciptaan demi kesejahteraan hidup bersama dan keberlanjutan hidup bagi seluruh ciptaan (Gerakan APP 2013). Keber­hasilan manusia dalam mencapai kepenuhan hidup sejahtera (lahir dan batin) ditandai dengan proses pembelajaran terus menerus (Gerakan APP 2014). Belajar untuk selalu mengolah dan mengelola hidup sebagai karunia Allah yang sangat bernilai dan pantas untuk selalu diperjuangkan terus menerus.

Pembelajaran hidup pantang menyerah: tekun, ulet dan sabar harus sudah diajarkan sejak dini dalam kelu­arga. Gambaran seorang bapak “Bapak Sukardi” yang meng hidupi nilai­nilai hidup yang terkandung dalam hidup pan tang menyerah dalam menghadapi tantangan dan ham batan hidup bisa dijadikan inspirasi hidup bagi anak­anak untuk menghargai hidup yang sudah dianugerahkan Allah. Menghargai hidup bisa dimulai dengan mengisi kehi dupan sehari­hari; dari waktu ke waktu dengan penuh tanggung jawab. Ketekunan, keuletan dan kesabaran dalam meng hadapi hambatan dan menjalankan proses belajar, baik di sekolah maupun di rumah yang dibuat dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab bisa menjadi awal yang baik dalam membangun kemandirian hidup dan menjalani hidup dengan pantang menyerah.

PenutupTantangan dan hambatan hidup yang terus menerus

di ha dapi dalam mengusahakan dan memperjuangkan kese jahteraan hidup akan membuat ketekunan, keu­letan dan kesabaran menjadi nyata dan hidup dalam diri manusia, dan menjadikannya sebagai daya hidup yang membuat manusia mampu bertahan dalam jepitan ketegangan antara realitas hidup dan harapan hidup. Daya hidup inilah yang menumbuhkan kemampuan manusia untuk mempunyai daya hidup pantang menyerah dalam mewujudkan cita­cita hidup; kemandirian dan kesejahteraan hidup lahir dan batin.

Komisi Pengembangan Sosial EkonomiKonferensi Waligereja Indonesia (PSE-KWI)Jl. Cut Mutiah 10 Jakarta 10340, Telp/Fax: 021­319 23 527email: [email protected]; rini­[email protected]; [email protected]

Pengantar“Mewujudkan Hidup Sejahtera” menjadi garapan te­

ma Gerakan APP tahun 2012 – 2016. Hidup sejahtera ber­arti hidup dalam kebenaran, damai dan sukacita. Ketiga dimensi ini dilihat sebagai nilai fundamental Kerajaan Allah yang bukan hanya berkait dengan bidang spiri­tual, melainkan realitas yang harus diimplementasikan dalam kegiatan hidup manusia seturut dimensi sosial–ekonomi. Gerakan APP Tahun 2012 “Panggilan Hidup dan Tanggung Jawab” sudah merefleksikan mengenai hal itu. APP Tahun 2013 “Menghargai Kerja: Kerja Itu Suci” menjadi pengungkapan panggilan hidup dan tanggung jawab sebagai umat beriman untuk bekerja “mengusahakan dan memelihara” (Kejadian 2,15) har­ta benda yang telah dianugerahkan Allah bagi kese­jahteraan dan keberlanjutan hidup manusia. Kerja menjadi sarana yang efektif untuk melawan kemiskinan dan menuju kesejahteraan hidup (bdk. Amsal 10,4), serta mempraktekkan suatu solidaritas yang dapat diwujudkan dengan berbagi hasil kerja dengan mereka yang berkekurangan (bdk. Efesus 4,28).

Oleh karena itu, setiap umat beriman perlu menyadari bah wa seluruh per jalanan hidupnya merupa kan proses pem be la ja ran untuk men ca pai kepenuhan hidup, kese ­jah te ra an lahir dan ba tin (Gerakan APP Tahun 2014 “Belajar Sepanjang Hi dup”). Belajar se pan jang hi dup untuk menca pai kepe nu han kesejahteraan hidup di­ba ngun dengan me ngolah dan mengelola hidup se ba gai karu nia dan rah mat Allah, dan hal ini su dah dire fleksi­kan dalam gera kan APP Tahun 2015 “Po la Hidup Sehat dan Ber ke cu kupan”. Mengo lah dan mengelola hi dup akan melahirkan daya hidup sebagai da ya juang untuk hidup pan tang menye rah. Da ya hidup yang di mak ­sud adalah ke te ku nan, keu letan dan ke sa­baran yang akan men­dasari dalam pro ses mewujudkan ke man ­dirian dan keber lan­jutan kese jahte raan hi dup, dan hal ini akan men ja di olahan refleksi

bertemu lobang, sigap ia berbelok, menghindarkan roda­roda kursinya agar tidak terjebak lubang di jalan. Beban Sukardi bukan hanya berhenti saat mampu melewati rintangan­rintangan di jalan. Namun, setiap hari, ia membawa 5–10 miniatur kapal pinisi, perahu tradisional khas Sulawesi Selatan. Miniatur kapal yang dibawanya cukup besar. Satu kapal kecil berukuran panjang sekitar 50 cm dengan tinggi 30 cm. Adapun yang berukuran besar mencapai 70 cm. Berjualan miniatur perahu telah dilakoni Sukardi sejak tahun 1980, empat tahun setelah kedua kakinya lumpuh.

Sukardi, di umur yang tidak lagi muda, masih menjadi tumpuan bagi keluarganya. Selain untuk mencari biaya kontrakan rumahnya di daerah Rawa Buaya, ia juga bertugas mencari lauk bagi delapan orang yang tinggal bersamanya. Satu anak perempuan, lima cucu dan dua cicit adalah keluarga yang ditanggungnya. Meskipun demikian, Sukardi tidak ingin menyerah mengarungi belantara jalanan kota. Cita­citanya sederhana, “Semo­ga bisa menabung untuk membeli kursi roda baru. Supaya bisa agak cepat di jalanan”.

Hidup Pantang Menyerah:Memperjuangan Kesejahteraan yang Tiada Berkesudahan

Dalam Kisah Penciptaan, “Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup” (Kej 2,7). Hidup manusia berasal dan bersumber dari Allah. Oleh karena itu, manusia mampu mengenal dan mengasihi Allah pencipta­Nya dan oleh Allah manusia ditetapkan sebagai tuan atas semua makhluk di dunia ini, untuk menguasainya dan menggunakannya sambil meluhurkan Allah (bdk. Gau­dium et Spes art. 12). Rencana dan rancangan Allah dalam mencipta alam semesta dan isinya diproyeksikan bagi kebutuhan dan keberlangsungan hidup manusia, “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan­ikan di laut dan burung­burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.” (Kejadian 1, 26).

Manusia diberi tanggung jawab atas bumi dan segala makhluk yang diciptakan oleh Allah (Bdk. Kej 1,26). Tanggung jawab untuk mengolah dan mengelola segala sesuatu yang sudah dianugerahkan oleh Allah dipergunakan untuk membangun kesejahteraan hidup.

dalam gerakan APP 2016“ Hidup Pantang Menyerah: Tekun, Ulet dan Sabar”.

Gerakan APP 2016 “Hidup Pantang Menyerah: Tekun, Ulet dan Sabar” mempunyai sasaran dan tujuan untuk membangun dan mewujudkan perubahan dan pembaha­ruan iman umat dalam :

1. Menghargai dan menghormati hidup sebagai anuge rah yang berasal dan bersumber dari kasih Allah melalui ketekunan, keuletan dan kesa­baran dalam menghadapi tantangan hidup.

2. Menggali dan menemukan daya kehidupan yang bersumber dari kekuatan Allah untuk menjadi landa san hidup dalam mencapai kesejahteraan hidup lahir dan batin.

Daya Hidup: Tekun, Ulet, SabarKemampuan manusia mempertahan kan hidup dan

kehi dupan yang dianugerahkan Allah sebagai yang bernilai dan berharga akan melahirkan daya­daya hidup. Tegangan yang terus menerus antara realitas hidup yang dijumpai dengan harapan hidup menjadikan daya hi dup tumbuh dan terasah dengan baik. Ketekunan, keuletan dan kesabaran men jadi nyata dan hidup dalam diri ma­nusia, serta menjadikanya se ba gai daya hidup yang membuat manusia mampu bertahan dalam jepitan ketegangan antara rea litas hidup dan harapan hidup. Di Atas Kur si Roda, Sukardi Merengkuh Ga nas nya Ja lanan Ibu Kota, sebu ah na rasi hidup yang bisa di pa kai untuk

memahami mak na daya hidup, yang mem buat manusia mem pu nyai kemam puan un tuk

bertahan hidup dan pantang menyerah da lam kondisi yang serba sulit untuk

mencapai kesejahteraan hidup yang dicita­citakan (Kompas, Se nin 2 Maret 2015).

Selalu ada jalan bagi mereka yang mau berusaha. Prinsip itu dipegang Sukardi (69 tahun), pedagang miniatur kapal keliling. Lumpuh pada kakinya akibat kecelakaan kerja pada tahun 1976 tidak membuatnya kehilangan semangat untuk hidup. Tangannya yang telah keriput seiring usia perlahan

mendorong dua roda dari kursi rodanya. Kursi roda yang telah

dipakainya hampir 40 tahun. Saat