Akke 6
-
Upload
gregoriocortez -
Category
Documents
-
view
1.112 -
download
6
Transcript of Akke 6
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini mesin diesel banyak digunakan dalam berbagai hal. Mulai dari
transportasi, industri, hingga ke dunia pertanian. Mesin diesel mempunyai
beberapa keunggulan yang tidak dimiliki oleh motor otto. Keunggulan tersebut
antara lain tenaga yang dihasilkan lebih besar, bahan bakar lebih hemat karena
mempunyai efisiensi panas yang tinggi, bahan bakar (solar) lebih murah, cocok
digunakan pada kendaraan dan alat berat, dan perawatan mesin diesel lebih murah
dibandingkan dengan mesin otto.
Dalam praktikum acara IV, praktikan akan menganalisis daya motor
listrik. Dengan melakukan pengujian terhadap kinerja motor diesel, diharapkan
praktikan mampu menilai dan memutuskan apakah suatu mesin diesel layak untuk
beroperasi atau tidak. Dalam praktikum ini, praktikan juga akan diperkenalkan
dengan governor kemudian mempelajari bagaimana cara kerja serta fungsi dari
alat tersebut pada motor diesel.
B. Tujuan
1. Mempengaruhi pengaruh beban torsi pada suatu setelan governor terhadap
RPM, daya, pemakaian udara dan bahan bakar serta efisiensi motor.
2. Mengetahui fungsi kerja governor.
C. Manfaat
Dari praktikum kali ini , diharapkan praktikan dapat mengetahui dan
menganalisis daya pada suatu motor diesel agar dapat mengetahui apakah suatu
motor diesel dapat bekerja dengan baik dan layak digunakan. Selain itu, praktikan
juga diharapkan mampu mengetahui mekanisme kerja dan fungsi dari governor
pada suatu mesin diesel.
BAB II
DASAR TEORI
Motor diesel adalah salah satu dari tipe internal combustion engine (motor
dengan pembakaran didalam silinder), disini energi kimia langsung diubah
menjadi tenaga kerja motor. Dalam motor pembakaran kompresi (Diesel), hanya
udara yang diinduksikan dan dikompresikan kedalam silinder. Saat torak
mendekati titik mati atas bahan bakar (solar) diinjeksikan kedalam silinder
melalui semburan nozzle sehingga terjadi pembakaran. Pembakaran berakhir saat
memulai langkah ekspansi isentropik. (Hardjosentono. 1996)
Motor Diesel biasanya disebut juga Motor Penyalaan Kompresi
(Compression Ignition Engine ) oleh karena cara penyalaan bahan bakarnya
dilakukan dengan menyemprotkan bahan bakarnya ke dalam udara yang telah
bertekanan dan bertemperatur tinggi sebagai akibat dari proses kompresi.
Persyaratan ini dapat dipenuhi apabila digunakan perbandingan kompresi yang
cukup tinggi antara 12 sampai 25 (Arismunandar, 1973).
Motor diesel dipakai sebagai sumber tenaga bagi kapal, kendaraan
bermotor, lokomotif, dan kjuga motor stasioner. Ciri khas dari motor Diesel : (
L.A Bruijn dan L. Muilwijk,1979 )
1. Yang dikompresikan dan diisap hanya udara.
2. Bahan bakar di semprotkan dalam ruang bakar dalam keadaan kabut
3. Tidak memerlukan alat perantara dalam pembakaran.
Baik motor sistem karburasi maupun motor diesel masing-masing dapat
menggunakan sistem 2 tak atau 4 tak. Perbedaan motor sistem karburasi dengan
motor diesel diantaranya :
1. tekanan kompresi pada motor diesel lebih besar daripada motor sistem
karburasi.
2. gerakan pemasukan dan pemampatan pada motor diesel hanya udara saja,
sedangkan pada motor sistem karburasi berupa campuran udara dan bahan
bakar.
3. terjadinya pembakaran pada motor diesel dengan cara menyemprotkan
bahan bakar pada udara panas hasil pemampatan, sedangkan pada motor
sistem karburasi dengan loncatan bunga api listrik. (Daywin, 1978)
Kelebihan mesin diesel dibandingkan dengan mesin lain adalah mampu
bekerja berat dengan suhu yang tinggi dikarenakan tidak digunakannya system
pengapian seperti pada motor bensin. Kerja yang berat ini meliputi kerja mesin
yang tahan terhadap poros dan mempunyai tenaga yang cukup besar. Jika kerja
tersebut dilakukan oleh motor bensin maka sistem pengapian motor bensin tidak
tahan terhadap penerimaan poros yang tinggi dalam jangka waktu yang sama
(Boentarto, 1996).
Governor adalah suatu mekanisme tertentu pada motor untuk
mempertahankan perputaran yang tetap setiap saat. Sebabnya oleh torsinya motor
selalu makin cepat berputar pada penyetelan tertentu. Kepeluannya terutama
untuk operasi motor yang kerjanya stationer. Dengan demikian diharapkan dengan
distel tertentu, perputarannya konstan. Mekanisme dasarnya adalah pemberat yang
tergantung bebas pada sumbu yang berputar. Sumbu ini dapat merupakan
crankshaft langsung, atau sumbu lain yang yang diputar oleh crankshaft. Makin
cepat sumbu tersebut berputar, oleh gaya sentrifugalnya, pemberat yang
tergantung bebas tadi, makin besar sudut terlemparnya terhadap sumbu tadi. Ini
menimbulkan gerakan mekanis yang digunakan mengatur mekanisme lain dalam
sistem governor tadi. (Daywin, 1978)
Governor memiliki fungsi diantaranya untuk mengatur secara otomatis
pengiriman bahan bakar sesuai dengan putaran dan beban mesin, menjamin
putaran idle sehingga mesin tidak mati, serta untuk mencegah putaran mesin yang
melebihi limit maksimum yang diijinkan. Governor dibedakan menjadi 3 yakni
Pneumatic Governor (bekerjanya berdasarkan kevacuman), Centrifugal Governor
(bekerjanya berdasarkan adanya gaya sentifugal), serta Combinated Governor
(kombinasi Pneumatic dan Sentrifugal Governor) (Daryanto, 1984).
Semua governor dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu direct-action
governor, dan relay-type governor. Keutungan dari direct – action governor
dibandingkan dengan relay–type adalah : a) lebih sederhana, b) ukuran yang lebih
kecil, dan c) memakan biasaya yang lebih kecil sedangkan kekurangannya adalah
ketidakmampuannya untuk memelihara regulasi kecepatan tertutup, khususnya
kecepatan konstan dari mesin, serta dayanya yang sangat terbatas. (Maleev, 1945).
Adapun karakteristik governor adalah (Maleev, 1945) :
a) kedekatan regulasi.
b) sensitivitas
c) stabilitas
d) daya
Cara kerja governor menurut Daryatno (1984) yakni :
1. Pada saat pedal gas diinjak, throttle pada ventury dibuka sehingga vacuum
berkurang maka diafragma akan terdorong oleh mainspring kearah kanan.
2. Pada saat pedal gas dilepas injakannya, throttle pada ventury menutup
sehingga kevacuman menjadi besar maka diafragma akan terisap dan sanggup
melawan pegas utama (mainspring) sehingga control rack bergerak kearah
governor maka bahan bakar yang disemprotkan berkurang.
3. Pada saat pedal gas tidak diinjak (idling), kevacuman yang terjadi adalah
besar sekali maka diafragma kan sangat terisap sehingga mainspring tidak
mampu untuk menahannya, oleh karena itu ditambahkan idle spring yang
berfungsi untuk menahan diafragma pada posisi tertentu dimana mesin masih
bias hidup (idle).
BAB III
METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
1. Motor diesel 4 tak
2. Dinamometer model DY – 7DE lengkap dengan pengukur debit bahan
bakar dan pengukur debit udara
B. Cara Kerja
1. Digambar dan diamati sistem pendinginan yang ada serta dibandingkan.
2. Digambar dan diamati sistem pelumasan yang ada serta dibandingkan.
3. Pengujian viskositas beberapa jenis pelumas:
a. Motor dihubungkan ke dinamometer (baca Go-Power, section 5.0)
b. Alat pengukur aliran udara dihubungkan dengan nozzle ¾ inchi(ibid,
section 5.5)
c. Dihubungkan sistem pengukuran aliran bahan bakar yang sudah
dikaliberasi ke dalam ke inlet bahan bakar motor.
Catatan : Tempat bahan bakar (solar ) harus dinaikkan diatas motor
agar bahan bakar mengalir ke bawah ke dalam pompa injeksi.
d. Manometer pada drum pengukur udara dan nolkan ( ibid, section 3,7)
didatarkan.
e. Tombol dinamoneter disetel pada nol.
f. Motor dihidupkan dan dibiarkan motor jadi cukup panas.
g. Berangsur – angsur ditambahkan kecepatan putar motor sampai
kecepatan tertentu (tanyakan pada asisten).
h. Dengan mempertahankan kecepatannya, diberi variasi beban torsi
(mulai dari nol dan naikkan setiap 0,05 kg.m) sampai RPM
menunjukkan penurunan yang berarti dan diimbangi dengan
pengaturan posisi plunyer. Kemudian dicatat bacaan torsi, RPM,
aliran udara dan aliran bahan bakar.
i. Diulangi untuk kecepatan putar yang lebih besar atau yang lebih kecil
dan dicatat semua besaran.
j. Suhu udara, tekanan udara dan kelembaban udara.
k. Grafik hubungan antara semua besaran terhadap torsi dan terhadap
RPM.
C. Analisis Data
1. Menghitung Aliran Udara (AF)
a. Ukur skala pada manometer dalam satuan in air, kemudian tentukan
laju alirannya dengan grafik 3.13
b. Konversikan ke satuan kg/jam dan liter/jam
c. Tentukan factor koreksinya (fk) = Ct x Cp x CRH , Ct dan Cp dihitung
dengan ngrafik 3.14 dan CRH dengan grafik 3.15
d. Hitung AF terkoreksi dengan rumus AFc = AF(terukur) x FK
2. Aliran Bahan Bakar (FF)
Baca skala rotameter pada saat motor diuji, kemudian tentukan laju
alirannya dengan grafik sesuai dengan bahan bakar yang digunakan
3. Daya Poros (BHP)
a. Dihitung berdasarkan kecepatan putar dan torsinya
2716,
RPMTBHP
(dalam satuan HPm)
b. Tentukan factor koreksinya FK = Ct x Cp x CRH
c. Hitung BHP terkoreksi dengan rumus BHPc = BHP(terukur) x FK
4. Perbandingan Udara-Bahan Bakar (AFR) dihitung dengan rumus :
)/(
)/(
jkgFF
jkgAFAFR c
5. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC) dihitung dengan rumus
BHP
jkgFFSFC
)/(
6. Tekanan Efektif Rata-rata (BMEP) dihitung dengan rumus :
Untuk motor 4 tak NVd
BHPBMEP
).( 100
26075(kg/cm
2)
7. Efisiensi Volumetris (v)
Untuk motor 4 tak v = %/)(
/)/(100
2
601000
RPMccVd
jltAF
8. Efisiensi thermal (t)
t = %)/()/(
1004182
360075
kgKcalNBjkgFF
BHP
NB adalah nilai kalor bahan bakar = 19200 BTU/lb = 10674.199 Kcal/kg
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN ANALISIS DATA
A. Spesifikasi Mesin
Nama motor : Engine Analisis Dynamometer
Model : Dy-7D
Type : AA1
No. seri : 70372AA1
Bore : 2,75 inchi (69,45 mm)
Stroke : 2,25 inchi (57,15 mm)
Vol displacement : 218,89 cm3
Compression ratio : 17 : 1
Tekanan kompresi : 60 lb/in2
Tekanan minyak pelumas : -
Fuel Injection release pressure : 2350/2650 lb/in2 (1652/186,3 kg/cm
2)
Fuel Injection Timing : 27 sebelum TMA/TDC
Tipe Bahan Bakar : solar
Berat Jenis : 0,849 kg/lit
Tipe Oli : SAE 20 – 30
Suhu udara : 28,50 C
Tekanan Barometik :945mb
Suhu bola basah :270 C
Faktor koreksi untuk horse power : suhu bola kering oC
Spesifikasi no. : 2869 : 1967 class A1 or A2
B. Hasil Pengamatan
RPM:2500 T
FF(mm) AF(mm) N (RPM) x 100
1 2 rerata 1 2 rerata 1 2 rerata
0 6,75 6,5 6,625 43 42 42,5 2500 2500 2500
0,1 7,25 6,75 7 44 42,5 43,25 2500 2500 2500
0,2 7,5 6,75 7,125 44 42,5 43,25 2500 2500 2500
0,3 7,5 7 7,25 44 43 43,5 2450 2450 2450
0,4 7,5 7,75 7,625 44 43,5 43,75 2400 2450 2425
0,5 8,25 8,25 8,25 44 43,5 43,75 2400 2400 2400
0,6 8,75 8,75 8,75 44 44 44 2350 2350 2350
RPM 3000 T
FF(mm) AF(mm) N(RPM) x 100
1 2 rerata 1 2 rerata 1 2 rerata
0 5,5 5,5 5,5 41 41 41 3000 3000 3000
0,1 6 6 6 41 41 41 3000 2950 2975
0,2 6,5 6,75 6,625 42 41 41,5 2950 2950 2950
0,3 7 7 7 42 41 41,5 2900 2900 2900
0,4 7,5 7,25 7,375 42 40,5 41,25 2900 2900 2900
0,5 8 8 8 41 40,5 40,75 2850 2850 2850
0,6 8,25 8,25 8,25 41 40 40,5 2800 2800 2800
Tkering = 28,5 oC = 83,3
0F
Tbasah = 27 oC = 80,6
0F
P = 945 mmbar = 27,90 mmHg
C. Perhitungan
Untuk RPM 2500 Pada Torsi = 0,3
1. Faktor Koreksi
FK = CT x Cp x CR = 0,962 x 0,988 x 0,978 = 0,929546
AFc = AF(terukur) x FK = 30,1 x 0,929546 = 27,97933364 lbs/hr
2. Aliran Bahan Bakar (FF)
Aliran bahan bakar (FF) dari grafik diperoleh 0,475 kg/jam
3. Daya Poros (BHP)
2,716
RPMTBHP
(dalam satuan HPm) =
2,716
24503,0 = 0,102625 HPm
Factor Koreksi FK = Ct x Cp x CR = 0,962 x 0,988 x 0,978 = 0,929546
BHPc = BHP(terukur) x FK = 0,102625x 0,929546= 0,953946
4. Perbandingan Udara-Bahan Bakar (AFR)
)/(
)/(
jamkgFF
jamkgAFAFR c =
0,475
12,6912019= 26,71832
5. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC) dihitung dengan rumus
cBHP
jamkgFFSFC
)/( =
0,953946
0,475= 0,497932
6. Tekanan Efektif Rata-rata (BMEP) dihitung dengan rumus :
Untuk motor 4 tak NVd
BHPBMEP c
)100/(
26075(kg/cm
2)
= 2450)100218,8864(
260750,95394626
xx
xxx = 0,00016010
7. Efisiensi Volumetris (v)
Untuk motor 4 tak v = %1002/)(
60/1000)/(
RPMccVd
jamLAF
= 64,1344721 %
8. Efisiensi thermal (t)
Th = %1004182)/()/(
360075
kgKcalNBjamkgFF
BHPC
= 1,215308 %
D.Tabel Perhitungan
1. Aliran Udara (AF)
RPM 2500 AF
(mmair)
AF
(inAir) AF(lbs/hr) FK AF c(lbs/hr) AF c(kg/jam) AF c(L/jam)
42,5 1,67322 30,05 0,929546 27,93285634 12,67012017 10300,91071
43,25 1,70275 30,09 0,929546 27,97003818 12,68698556 10314,6224
43,25 1,702756 30,09 0,929546 27,97003818 12,68698556 10314,6224
43,5 1,712598 30,1 0,929546 27,97933364 12,6912019 10318,05033
43,75 1,722441 30,15 0,929546 28,02581094 12,71228363 10335,18995
43,75 1,722441 30,15 0,929546 28,02581094 12,71228363 10335,18995
44 1,732283 30,25 0,929546 28,11876553 12,7544471 10369,46918
RPM 3000 AF
(mmair)
AF
(inAir)
AF
(lbs/jam) FK AF c(lbs/hr) AF c(kg/jam) AF c(L/jam)
41 1,614173 29,5 0,929546 27,42160606 12,43822113 10112,3749
41 1,614173 29,5 0,929546 27,42160606 12,43822113 10112,3749
41,5 1,633858 30 0,929546 27,88637904 12,64903844 10283,7711
41,5 1,633858 30 0,929546 27,88637904 12,64903844 10283,7711
41,25 1,624016 29,95 0,929546 27,83990174 12,62795671 10266,6315
40,75 1,604331 29,49 0,929546 27,4123106 12,43400479 10108,947
40,5 1,594488 29,48 0,929546 27,40301514 12,42978844 10105,5191
2. Aliran Bahan Bakar (FF)
RPM 2500 RPM 3000
FF(mm) FF(inchi) FF(kg/jam) FF(L/hr)
6,625 0,260827 0,4 0,471143
7 0,275591 0,45 0,530035
7,125 0,280512 0,466 0,548881
7,25 0,285433 0,475 0,559482
7,625 0,300197 0,525 0,618375
8,25 0,324803 0,6125 0,721437
8,75 0,344488 0,6833 0,804829
3. Daya Poros (BHP)
RPM 2500
RPM BHP FK BHP c (HP)
2500 0 0,929546 0
2500 0,349065 0,929546 0,324472
2500 0,698129 0,929546 0,648943
2450 1,02625 0,929546 0,953946
2425 1,35437 0,929546 1,258949
2400 1,67551 0,929546 1,557463
2350 1,968724 0,929546 1,830019
RPM 3000
RPM BHP FK BHP c (HP)
3000 0 0,929546 0
2975 0,415387 0,929546 0,386121
2950 0,823792 0,929546 0,765753
2900 1,214744 0,929546 1,129161
2900 1,619659 0,929546 1,505548
2850 1,989668 0,929546 1,849488
2800 2,345713 0,929546 2,180449
FF(mm) FF(inchi) FF(kg/jam) FF(L/hr)
5,5 0,216535 0,275 0,32391
6 0,23622 0,333 0,392226
6,625 0,260827 0,4 0,471143
7 0,275591 0,45 0,530035
7,375 0,290354 0,475 0,559482
8 0,314961 0,575 0,677267
8,25 0,324803 0,6125 0,721437
4. Perbandingan Udara Bahan Bakar (AFR)
RPM 3000 RPM 2500
Afc (kg/jam) FF(kg/jam) AFR
12,43822 0,275 45,2299
12,43822 0,333 37,35202
12,64904 0,4 31,6226
12,64904 0,45 28,10897
12,62796 0,475 26,58517
12,434 0,575 21,62436
12,42979 0,6125 20,29353
5. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC)
RPM 2500
FF(kg/jam) BHPc(HP) SFC
0,4 0
0,45 0,324472 1,386871
0,466 0,648943 0,718091
0,475 0,953946 0,497932
0,525 1,258949 0,417014
0,6125 1,557463 0,393268
0,6833 1,830019 0,373384
5. Tekanan Efektif Rata-Rata (BMEP)
RPM 2500
BHPc RPM Vd BMEP
0 2500 218,8864 0,00000000
0,32447152 2500 218,8864 0,00005337
0,64894303 2500 218,8864 0,00010673
0,95394626 2450 218,8864 0,00016010
1,25894948 2425 218,8864 0,00021346
1,55746328 2400 218,8864 0,00026683
1,83001935 2350 218,8864 0,00032019
Afc(kg/jam) FF(kg/jam) AFR
12,6701202 0,4 31,6753
12,6869856 0,45 28,1933
12,6869856 0,466 27,22529
12,6912019 0,475 26,71832
12,7122836 0,525 24,21387
12,7122836 0,6125 20,75475
12,7544471 0,6833 18,66596
FF(kg/jam) BHPc SFC
0,275 0
0,333 0,386121 0,862424
0,4 0,765753 0,522362
0,45 1,129161 0,398526
0,475 1,505548 0,3155
0,575 1,849488 0,310897
0,6125 2,180449 0,280905
RPM 3000
RPM 3000
BHPc RPM VD BMEP
0 3000 218,8864 0,000000000
0,386121 2975 218,8864 0,000053365
0,765753 2950 218,8864 0,000106731
1,129161 2900 218,8864 0,000160096
1,505548 2900 218,8864 0,000213462
1,849488 2850 218,8864 0,000266827
2,180449 2800 218,8864 0,000320193
7. Efisiensi Volumetris (V)
RPM 2500
Afc(L/jam) Vd(cc) RPM (v) 4 tak
10300,9107 218,8864 2500 62,7473777
10314,6224 218,8864 2500 62,8309017
10314,6224 218,8864 2500 62,8309017
10318,0503 218,8864 2450 64,1344721
10335,1899 218,8864 2425 64,9032862
10335,1899 218,8864 2400 65,5793621
10369,4692 218,8864 2350 67,1968059
RPM 3000
Afc(l/Jam) VD RPM (v) 4 tak
10112,37 218,8864 3000 51,33243599
10112,37 218,8864 2975 51,763801
10283,77 218,8864 2950 53,08726503
10283,77 218,8864 2900 54,0025627
10266,63 218,8864 2900 53,91255843
10108,95 218,8864 2850 54,01582649
10105,52 218,8864 2800 54,96175108
8. Efisiensi Thermal (th)
RPM 2500
BHPc FF(kg/jam NB(Btu/lb) NB(kcal/kg) (t)%
0 0,4 19200 10669 0
0,32447152 0,45 19200 10669 0,436335
0,64894303 0,466 19200 10669 0,842707
0,95394626 0,475 19200 10669 1,215308
1,25894948 0,525 19200 10669 1,451126
1,55746328 0,6125 19200 10669 1,538749
1,83001935 0,6833 19200 10669 1,620691
RPM 3000
BHPc FF(kg/jam NB(Btu/lb) NB(kcal/kg) (t)%
0 0,4 19200 10669 0
0,386121 0,45 19200 10669 0,519239
0,765753 0,466 19200 10669 0,994394
1,129161 0,475 19200 10669 1,438528
1,505548 0,525 19200 10669 1,735367
1,849488 0,6125 19200 10669 1,827264
2,180449 0,6833 19200 10669 1,931036
E. Grafik
10050
10100
10150
10200
10250
10300
10350
10400
0 0,2 0,4 0,6 0,8
Afc
Torsi
Torsi VS Afc
Afc 2500 RPM
Afc 3000 RPM
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
0 0,2 0,4 0,6 0,8
FF
Torsi
Torsi VS FF
FF 2500 RPM
FF 3000 RPM
0
0,5
1
1,5
2
2,5
0 0,2 0,4 0,6 0,8
BHPc
Torsi
Torsi VS BHPc
BHPc 2500 RPM
BHPc 3000 RPM
05
101520253035404550
0 0,2 0,4 0,6 0,8
AFR
Torsi
Torsi VS AFR
AFR 2500 RPM
AFR 3000 RPM
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
0 0,2 0,4 0,6 0,8
SFc
Torsi
Torsi VS SFc
SFc 2500 RPM
SFc 3000 RPM
0,00000000
0,00005000
0,00010000
0,00015000
0,00020000
0,00025000
0,00030000
0,00035000
0 0,2 0,4 0,6 0,8
BMEP
Torsi
Torsi VS BMEP
BMEP 2500 RPM
BMEP 3000 RPM
0
0,5
1
1,5
2
2,5
0 0,2 0,4 0,6 0,8
Eff.Termal
Torsi
Torsi VS Eff.Termal
Eff.Termal 2500 RPM
Eff.Termal 3000 RPM
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 0,2 0,4 0,6 0,8
Eff.Volumetris
Torsi
Torsi VS Eff.Volumetris
Eff.Volumetris 2500 RPM
Eff.Volumetris 3000 RPM
BAB V
PEMBAHASAN
Pada grafik Torsi VS Afc, kita dapat mengetahui bahwa besarnya
kecepatan putaran mesin (RPM) mempengaruhi jumlah pasokan udara yang
mengalir ke mesin. Pada saat 2500 RPM, jumlah aliran udara yang masuk ke
mesin cenderung mengalami peningkatan, seiring dengan bertambahnya nilai
beban (torsi). Namun, pada saat putaran mesin 3000 RPM terjadi peningkatan
jumlah aliran udara yang signifikan yaitu pada interval torsi 0,1 hingga 0,2,
kemudian aliran udara cenderung stabil hingga torsi 0,3 lalu mulai turun pada saat
torsi 0,4 , kemudian saat interval torsi 0,4 hingga 0,5 terjadi penurunan jumlah
aliran udara yang cukup drastis, kemudian sedikit menurun hingga interval 0,6.
Dari hal tersebut kita dapat mengetahui bahwa pada putaran mesin yang lebih
kecil, jumlah aliran udara yang masuk ke mesin cenderung meningkat dan teratur.
Pada grafik Torsi VS FF, dapat diketahui bahwa jumlah aliran bahan bakar
meningkat seiring dengan meningkatnya nilai beban (torsi). Jumlah bahan bakar
pada putaran mesin 2500 RPM lebih tinggi dibandingkan dengan pada saat
putaran mesin 3000 RPM. Ini menunjukkan bahwa, semakin tinggi putaran mesin
maka jumlah bahan bakar setiap mengalirnya lebih sedikit, sehingga pada saat
putaran tinggi pemakaian bahan bakar lebih efisien.
Pada grafik Torsi VS BHPc, dapat dilihat bahwa semakin besar nilai torsi
maka daya poros yang dihasilkan oleh mesin akan semakin besar. Besarnya RPM
juga mempengaruhi besarnya daya poros yang dihasilkan. Ini dapat dilihat dari
grafik, besarnya daya poros pada putaran 3000 RPM lebih besar jika
dibandingkan dengan pada saat putaran mesin 2500 RPM. Semakin besar nilai
torsi maka besarnya daya poros akan semakin besar. Besarnya daya poros juga
dipengaruhi oleh besarnya putaran mesin (RPM).
Dari grafik Torsi VS AFR, dapat diketahui bahwa besarnya perbandingan
udara-bahan bakar (AFR) akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya
besar beban ( torsi) yang diberikan. Besarnya putaran mesin (RPM) juga
mempengaruhi besarnya nilai AFR. Pada saat putaran mesin di 3000, dengan
beban yang sama, nilai AFR yang diperoleh lebih besar jika dibandingkan dengan
nilai AFR pada saat putaran mesin 2500 RPM, dengan besar beban yang diberikan
sama. Semakin besar beban (torsi) yang diberikan, maka besarnya nilai AFR akan
semakin menurun. Semakin tinggi nilai putaran mesin (RPM), maka semakin
besar pula nilai AFR.
Dari grafik Torsi VS SFc, dapat diketahui bahwa konsumsi bahan bakar
spesific akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya nilai beban (torsi)
yang diberikan kepada mesin. Besarnya putaran mesin (RPM) juga mempengaruhi
besarnya konumsi bahan bakar spesific. Pada grafik, terlihat saat putaran mesin
2500 RPM, asupan bahan bakar spesific lebih besar jika dibandingkan dengan
pada saat putaran mesin di 3000 RPM. Semakin besar nilai torsi, maka nilai dari
SFc akan semakin kecil. Semakin kecil nilai RPM, maka semakin besar nilai SFc.
Pada grafik Torsi VS BMEP, diperoleh grafik yang linear. Ini
menunjukkan bahwa semakin besar nilai torsi, maka nilai BMEP juga akan
semakin besar. Variasi putaran mesin tidak ada pengaruhnya terhadap BMEP. Ini
ditunjukkan dengan berimpitnya grafik antar 2500 RPM dengan 3000 RPM.
Pada grafik Torsi VS Effisiensi Volumetris, dapat diketahui semakin besar
nilai beban (torsi) yang diberikan, maka nilai dari effisiensi volumetris akan
semakin besar, walaupun perubahannya tidak signifikan. Besarnya putaran mesin
juga mempengaruhi besarnya nilai effisiensi volumetris. Pada saat putaran 2500
RPM, nilai effisiensi volumetris yang diperoleh lebih besar jika dibandingkan
dengan mesin pada saat putaran mesin 3000 RPM. Maka, semakin besar nilai
putaran mesin (RPM) maka nilai effisiensi volumetris akan semakin kecil.
Semakin besar nilai torsi yang diberikan pada mesin, maka nilai effisiensi
volumetris dari mesin akan semakin besar.
Pada grafik Torsi VS effisiensi Termal, dapat diketahui besarnya nilai
effisiensi termal sangat dipengaruhi oleh nilai torsi yang diberikan. Semakin besar
nilai torsi maka nilai dari effisiensi termal akan semakin besar. Ini berlaku untuk
putaran mesin 2500 dan 3000 RPM. Namun, nilai RPM juga mempengaruhi
besarnya nilai effisiensi termal. Hal ini dapat dilihat dari grafik, pada saat mesin
di putaran 3000 RPM nilai effisiensi termal yang diperoleh lebih besar jika
dibandingkan dengan pada saat mesin di putaran 2500 RPM. Semakin besar nilai
RPM, maka nilai effisiensi termal akan semakin besar. Semakin besar nilai torsi
yang diberikan pada mesin, maka effisiensi termal yang dihasilkan akan semakin
besar.
Governor merupakan alat pendukung yang terdapat pada perangkat motor
diesel. Fungsi dari governor adalah mengatur suplai bahan bakar ke ruang
pembakaran agar aliran bahan bakar tetap stabil walaupun motor diesel diberi
beban atau bekerja pada beban yang bervariasi, baik ringan maupun berat
sekalipun.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Besarnya nilai torsi dan RPM sangat berpengaruh terhadap kinerja dari
suatu mesin diesel.
2. Semakin tinggi nilai torsi, maka jumlah aliran udara (Afc) akan semakin
besar. Pada putaran mesin (RPM) yang rendah, nilai Afc lebih besar.
3. Nilai FF(aliran bahan bakar) akan semakin meningkat jika nilai torsi besar
dan pada RPM yang rendah, aliran bahn bakar akan lebih besar.
4. Mesin diesel membutuhkan suatu alat yang disebut governor yang fungsinya
adalah mengatur suplai bahan bakar ke ruang pembakaran agar aliran bahan
bakar tetap stabil walaupun motor diesel diberi beban atau bekerja pada
beban yang bervariasi, baik ringan maupun berat sekalipun.
5. Variasi putaran mesin (RPM) tidak mempengaruhi nilai BMEP (tekanan
efektif rata – rata ).
6. Semakin besar nilai torsi dan RPM, maka nilai daya poros (BHPc) akan
semakin besar.
7. Semakin bear nilai torsi maka nilai AFR(perbandingan udara-bahan bakar)
akan semakin kecil dan pada RPM yang lebih tinggi diperoleh harga AFR
yang lebih besar.
8. Semakin besar nilai torsi, maka nilai konsumsi bahan bakar spesifik (Sfc)
akan semakin kecil dan pada RPM yang lebih rendah diperoleh harga Sfc
yang lebih besar.
9. Semakin besar nilai RPM dan torsi, maka nilai dari efisiensi termal akan
semakin besar.
10. Semakin besar nilai torsi maka nilai efisiensi volumetris akan semakin besar
dan pada RPM yang lebih rendah diperoleh harga efisiensi volumetris yang
lebih besar.
B. Saran
Fasilitas yang ada di laboratorium sebaiknya diperbaiki serta ditambah
jumlahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arismunandar,Wiranto, 1973, Motor bakar torak, ITB Bandung.
Boentartao. 1996. Mesin Diesel. Rineka Cipta: Jakarta.
Bruijn, L A de dan L Muilwijk. 1979. Motor Bakar (judul asli
Verbrundingsmotoren). Penerjemah Matondang. Penerbit Bhratara
Karya Aksara Jakarta.
Daryatno,.Drs. 1984. Ikhtisar Praktis Teknik Motor Diesel. Tarsito. Bandung.
Daywin, Frans Jusuf, dkk. 1978. Motor Bakar Dan Traktor Pertanian. Departemen
mekanisasi pertanian FETAMETA IPB. Bogor .
Hardjosentono. M, Wijanto, Rachman. E, Badra. I. W, Tarmana. R. D. 1996.
Mesin-Mesin Pertanian. CV. Yasaguna. Jakarta.
Maleev, V.L.. 1945. Internal – Combustion Engines, 2nd Edition. McGraw-Hill
Kogakusha, LTP., Tokyo .
LAMPIRAN
Governor merupakan komponen penting dalam sistem distribusi bahanbakar diesel, variabel kecepatan dan variable kebutuhan daya menyebabkan proses pembakaran memerlukan pula variabel kebutuhan jumlah bahan bakar. Dengan demikian, diperlukan sistem distribusi bahan
bakar yang dapat bekerja secara otomatis, sistem bahan bakar ini yang dikenal dengan governor. Governor pada sistem bahan-bakar diesel ini terdapat dapat dalam 3 macam sistem kerja a) mechanical governor atau sentrifugal governor, yaitu governor yang
bekerja dengan menggunakan gaya sentrifugal melalui kecepatan putaran dari motor itu sendiri. governor jenis ini pada umumnya digunakan pada motor-motor diesel serbaguna dimana kebutuhan.
b) dayanya dapat terjadi secara tiba-tiba dan berubah secara variabel, seperti motor-motor diesel yang digunakan dalam penggerak generator pembangkit tenaga listrik, rice-mill, kompresor dan sebagainya.
c) Pneumatic governor, yaitu governor yang bekerja secara pneumatis dari udara yang diisap kedalam silinder melalui intake manifold, dengan demikian pula variable kecepatan atau daya juga variabel volume bahan bakar juga variabel volume udara yang masuk ke dalam silinder. Governor dari jenis ini umunya digunakan pada motor diesel yang dioperasikan secara manual seperti diesel engine pada kendaraan.
d) Hydraulic governor merupakan sistem penggerak batang pengatur bahan bakar, dimana energi hidrauliknya diperoleh dari tekanan fluida melalui sistem pelumas mesin atau pompa bahan bakar (feed pump).
Governor merupakan bagian dari pompa tekanan tinggi (injection pump) dari sistem bahan bakar diesel yang mengatur saluran bahan bakar ke plunger dari pompa bahan bakar tersebut. Gambar 2.9 Mechanical/Centryfugal Governor Model Bosch
GOVERNOR
Cara kerja Mechanical/Centryfugal Governor Ketika motor dalam keadaan berhenti pegas governor menahan batang penghubung dan batang penontrol bahan bakar pada posisi bahan-bakar penuh dan pada saat motor berputar maka gaya sentrifugal akan bekerja pada beban governor melalui yoke dengan gaya melawan pegas governor yang bertekanan rendah dan menekan batang pengatur bahan bakar pada arah membuka saluran bahan bakar yang lebih sedikit (Idle) sehingga mesin bekerja pada putaran rendah. Ketika terjadi peningkatan tekanan pada trotle maka tekanan pada pegas governor juga akan meningkat. Gerakan ini akanditeruskan ke batang pengatur bahan–bakar untuk kembali pada posisi dengan saluran bahan bakar terbuka penuh untuk meningkatkan kecepatan putaran motor hingga batas gerakan dari gaya sentrifugal dan gaya sentrifugal akankembali mengurangi penyaluran bakar dan demikian pula pada putaran motor, dengan gerqakan kerja secara kontinyu maka akan kecepatan putaran motor akan stabil. Tekanan pegas governor dirancang agar cukup untuk menahan yoke terhadap gaya sentrifugal dengan posisi bahan bakar penuh.
Gambar 2.10 Mechanical Governor/Centryfugal Governor Model Deckel Pneumatic Governor
Gambar 2.11 Pneumatic Governor
Cara Kerja Pneumatic Governor Pada saat motor dalam keadaan mati pegas balik dari diafragma akan menekan diafragma yang membawa batang gigi rack sebagai pengatur bahan bakar mundur dan memutar tabung plunger ke kiri pada posisi bahan bakar penuh. Apabila motor berputar maka pengisapan dari venturi pada inlet manifold yang besarnya tergantung pada posisi trotle valve dan apabila trotle valve dibuka pengisapan akan menurun sehingga diafragma akan kembali menekan batang gigi rack untuk memutar tabung plunger ke
kiri karena tekanan pegas balik. Dengan demikian, maka bahan bakar akan mengalir lebih banyak dengan kecepatan putaran motor meningkat.
Gambar 2. 12 Bagan Sistem Hydraulic Governor Cara kerja Hydraulic Governor Bahan bakar diesel mengalir dari tangki ke injection pump melalui feed pump dengan tekanan rendah. Pompa itu secara mekanik mendapat gerakan dari putaran motor sehingga apabila putaran motor meningkat maka tekanan pun akan meningkat pula. Akan tetapi, tekanan itu dikendalikan oleh regulator dibagian lain dari pompa sehingga tekanan bahan bakar menjadi proporsional terhadap putaran motor. Pada saat motor berhenti tidak akan terjadi tekanan pada bahan-bakar tersebut. Takaman bahan bakar inilah yang dijadikan sebagai hydraulic power pada Hydraulic Governor, yang pada saat motor berhenti dan tidak terdapat tekanan bahan bakar pegas governor mendesak batang pengontrol bahan bakar ke arah posisi bahan bakar penuh dan pada saat motor berputar dengan trotle idle tekanan hidraulis dari feed pump juga rendah yang mengakibatkan tekanan pada piston governor dan menekan pegas governor yang kepegasannya relatif kecil piston yang membawa batang pengontrol bahan bakar pada posisi bahan bakar yang lebih kecil. Ketika trotle dinaikan hingga posisi medium tekanan pegas governor diperbesar oleh tuas pengontrol. Tekanan pegas mengalahkan kekuatan tekanan gaya hydraulis sehingga batang penmgontrol akan bergerak keposisi suplai bahan bakar yang lebih besar dengan putran motor yang lebih tinggi.
Governor
Governor adalah komponen pada motor bakar yang berfungsi untuk mengontrol kecepatan enjin dengan cara mengendalikan jumlah bahan bakar yang diberikan sehingga kecepatan enjin dapat dipertahankan tetap stabil tanpa tergantung kondisi pembebanan. Contoh klasik dari mekanisme governor adalah governor sentrifugal atau dikenal sebagai Watt governor atau Fly-ball governor, ditunjukkan pada Gambar 7.1. Governor jenis ini menggunakan badul yang yang dipasang pada lengan yang berpegas.
Pada saat putaran tinggi (over speed) maka gaya sentrifugal ( ) akan bekerja pada bandul bola sehingga lengan dalam posisi lebih membuka. Posisi gerakan lengan ini dihubungkan dengan mekanisme yang dapat menyebabkan berkurangnya supply bahan bakar. Mekanisme kontrol secara mekanis ini termasuk dalam kategori “proportional control”. Sejarahnya mekanisme ini pertama kali dibuat oleh insinyur Inggris Thomas Savery pada tahun 1698. Pada tahun 1769 insinyur Perancis Nicholas Cugnot menggunakannya dalam mesin uap untuk otomotif roda tiga. Antara tahun 1755 – 1800 insinyur Scotlandia James Watt bekerja sama dengan industrialis Matthew Boulton memproduksi jenis governor ini untuk 500 enjin.
Gambar 7.1. Governor sentrifugal
http://en.wikipedia.org/wiki/Centrifugal_governor
Sistem pengendalian dengan governor digunakan baik pada mesin stasioner maupun mesin otomotif seperti pada mobil dan traktor. Pada enjin modern seperti saat ini mekanisme governor umumnya menggunakan mekanisme mekanik-hidrolik (Woodward Governor), walaupun terdapat juga versi governor elektrik. Gambar 7.2 menunjukkan cara kerja governor yang menggunakan mekanisme mekanik-hidrolis dalam pengendalian kecepatan enjin yang berlebihan pada motor diesel. Dalam hal ini, governor mengendalikan posisi tuas pengontrol bahan bakar yang dikombinasikan dengan aksi dari piston hidrolik dan gerakan bandul berputar. Posisi dari bandul ditentukan oleh kecepatan putaran dari enjin, jika kecepatan enjin naik atau turun maka bandul berputar mekar atau menguncup. Gerakan dari bandul ini, karena perubahan kecepatan enjin, akan menggerakkan piston kecil (pilot valve) pada sistem hidroliknya. Gerakan ini mengatur aliran cairan hidrolis ke piston hidrolis (piston motor servo). Piston motor servo dihubungkan dengan tuas pengatur bahan bakar (fuel rack) dan gerakannya akan menyebabkan penambahan atau pengurangan jatah bahan bakar yang disuply.
Ada empat tipe pengontrolan enjin menggunakan governor. Pertama jika hanya satu kecepatan yang dikontrol maka digunakan tipe governor kecepatan tetap atau constant-speed type governor. Kedua, jika kecepatan enjin dapat di kendalikan beberapa tingkat secara manual pada melalui pengaturan menggunakan alat bantu, maka disebut tipe governor kecepatan variabel atau variable-speed type governor. Tipe ketiga ini adalah pengontrolan agar kecepatan enjin dapat dipertahankan diatas batas minimum atau di bawah batas maksimum, dan disebut governor pembatas kecepatan atau speed limiting type governor. Tipe pengontrolan keempat adalah tipe governor yang digunakan untuk membatasi beban enjin, dan disebut tipe governor pembatas beban atau load-limiting type governor. Harap diingat bahwa beberapa sistem governor, sekaligus mempunyai 4 fungsi pengendalian ini.
Gambar 7.2. Skema Kerja Governor Mekanis-Hidraulis
http://www.tpub.com/content/doe/h1018v1/css/h1018v1_56.htm
Secara detil operasi mekanis-hidrolis dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada saat enjin beroperasi, oli dari sistem pelumasan disuply ke pompa gearseperti pada Gambar 7.3. Pompa gear menyebabkan tekanan oli meningkat sampai pada nilai yang ditentukan oleh pegas pada klep pelepasan(spring relief valve). Tekanan oli dipertahankan pada ruangan berbentuk cincin (annular space) pada bkatup pilot bagian plunjer (pilot valve plunger) dan lubang dalam bushing katup pilot. Pada suatu seting kecepatan yang ditentukan, pegas melepaskan gaya yang melawan gaya sentrifugal dari putaran bandul. Pada saat kedua gaya ini setimbang maka punjer katup pilot menutup lubang (port) bagian bawah dapa bushing katup pilot. Jika beban enjin meningkat, putaran enjin menurun. Penurunan putaran enjin ini akan menyebabkan posisi dari bandul menguncup. Oli yang tertekan akan diterima piston sevo motor dan menyebabkannya muncul. Gerakan keatas dari piston servo motor ini akam ditransimiskan melalui lengan ke tuas pengatur bahan bakar, sehingga menaikkan jumlah bahan bakar yang diinjeksikan ke enjin. Oli yang menekan piston servo motor keatas juga akan memaksa piston buffer bergerak keatas karena tekanan oli pada kedua sisi tidak sama. Gerakan keatas dari piston ini akan menekan pegas buffer bagian atas dan melepaskan tekanan pada pegas buffer bagian bawah. Gerakan ini menyebabkan tekanan setimbang sehingga piston servo motor berhenti bergerak keatas dan mengentikan koreksi supply bahan bakar sebelum kecepatan enjin naik terlalu tinggi melewati setting enjin semula.
Demikian mekanisme ini berulang terus sehingga kecepatan enjin yang stabil dapat dipertahankan walaupun beban yang bervariasi.
Sistem governor seperti ini tidak saja diaplikasikan untuk pengontrolan enjin saja, namun juga digunakan untuk mengontrol kecepatan lain seperti mengontrol kecepatan putaran suatu rotor pada turbin, kincir angin atau pada baling-baling pesawat terbang. Fungsi utama pengaturan putaran ini adalah untuk menjaga kestabilan sistem secara keseluruhan terhadap adanya variasi beban atau gangguan pada sistem.
Gambar 7.3. Sistem Pengendalian Governor Tipe Mekanis Hidrolis (Woodward Governor)
http://www.tpub.com/content/doe/h1018v1/css/h1018v1_56.htm