Akibat dari Talak

4
 Akibat dari Talak Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Daud " Perkara yang Halal tapi dibenci oleh Allah adalah Talak". Terlepas hadits tersebut dipertentangkan atau tidak, tetapi memang akibat dari Talak tersebut menimbulkan dampak yang tidak nyaman bagi kedua belah pihak. Ketidak nyamanan tersebut .diantaranya : 1. Berkurangnya keharmonisan antara keluarga besar kedua belah pihak Anak menjadi tersiksa lahir dan batin Terkadang hubungan keduanya semakin menjadi sinis sete lah bercerai, dan sebagainya. 2. Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas isterinya baik berupa uang, benda kecuali bekas isteri tersebut qabla al dukhul. 3. Memberikan nafkah, maskawin dan kiswah kepada bekas isteri selama dalam masa iddah, kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak bain atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil. 4. Melunasi mahar yang masih terutang seluruhnya, dan separoh apabila qabla al-dukhul. Menurut pasal 156 Kompilasi Hukum Islam, akibat hukum putusnya perkawinan karena perceraian adalah 1. Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya. Kecuali bila ibunya meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh: Wanita-wanita dalam garis lurus dari Ibu, Ayah, Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah, Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan, Wanita-wanita kerabt sedarah menurut garis samping dari Ibu, atau Wanita- wanita kerabat sedarah menu rut garis samping dari ay ah secara berturut-turut. 2. Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah dari ayah dan ibunya 3. Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula. 4. Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurus dirinya sendiri (21 tahun).[3] Ruang Lingkup Harta Bersama Apa saja yang dibeli selama perkawinan berlangsung otomatis menjadi harta bersama. Tidak menjadi soal siapa diantara suami isteri yang membelinya. Juga tidak menjadi masalah atas nama isteri atau suami harta itu terdaftar. Juga tidak peduli apakah harta itu terletak dimanapun. Yang penting, apakah harta itu dibeli selama perkawinan, dengan sendirinya menurut hukum harta tersebut menjadi obyek harta bersama. Penegasan ketentuan yang demikian telah dianut secara permanen oleh yurisprudensi. Salah satu di antaranya, dapat dikemukakan putusan Mahkamah Agung tanggal 5 Mei 1971 No. 803 K/SIP/1970.[7] Dalam putusan ini dijelaskan harta yang dibeli oleh suami atau isteri di tempat yang jauh

Transcript of Akibat dari Talak

5/17/2018 Akibat dari Talak - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/akibat-dari-talak 1/4

 

Akibat dari Talak

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Daud " Perkara yang Halal tapi dibenci oleh Allah adalah

Talak". Terlepas hadits tersebut dipertentangkan atau tidak, tetapi memang akibat dari Talak tersebutmenimbulkan dampak yang tidak nyaman bagi kedua belah pihak. Ketidak nyamanan tersebut

.diantaranya :

1.  Berkurangnya keharmonisan antara keluarga besar kedua belah pihak

Anak menjadi tersiksa lahir dan batin

Terkadang hubungan keduanya semakin menjadi sinis setelah bercerai, dan sebagainya.

2.  Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas isterinya baik berupa uang, benda kecuali

bekas isteri tersebut qabla al dukhul. 

3.  Memberikan nafkah, maskawin dan kiswah kepada bekas isteri selama dalam masa iddah,

kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak bain atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil.4.  Melunasi mahar yang masih terutang seluruhnya, dan separoh apabila qabla al-dukhul. 

Menurut pasal 156 Kompilasi Hukum Islam, akibat hukum putusnya perkawinan karena perceraian

adalah

1.  Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya. Kecuali bila ibunya

meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh: Wanita-wanita dalam garis lurus dari

Ibu, Ayah, Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah, Saudara perempuan dari anak

yang bersangkutan, Wanita-wanita kerabt sedarah menurut garis samping dari Ibu, atau Wanita-

wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah secara berturut-turut.

2.  Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah dari ayah dan ibunya

3.  Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani

anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang

bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang

mempunyai hak hadhanah pula.

4.  Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut kemampuannya,

sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurus dirinya sendiri (21

tahun).[3] 

Ruang Lingkup Harta Bersama

Apa saja yang dibeli selama perkawinan berlangsung otomatis menjadi harta bersama. Tidak menjadisoal siapa diantara suami isteri yang membelinya. Juga tidak menjadi masalah atas nama isteri atau

suami harta itu terdaftar. Juga tidak peduli apakah harta itu terletak dimanapun. Yang penting, apakah

harta itu dibeli selama perkawinan, dengan sendirinya menurut hukum harta tersebut menjadi obyek

harta bersama. Penegasan ketentuan yang demikian telah dianut secara permanen oleh yurisprudensi.

Salah satu di antaranya, dapat dikemukakan putusan Mahkamah Agung tanggal 5 Mei 1971 No. 803

K/SIP/1970.[7] Dalam putusan ini dijelaskan harta yang dibeli oleh suami atau isteri di tempat yang jauh

5/17/2018 Akibat dari Talak - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/akibat-dari-talak 2/4

 

dari tempat tinggal mereka adalah termasuk harta bersama suami isteri jika pembelian dilakukan selama

perkawinan.

Lain halnya jika uang pembelian barang berasal dari harta pribadi suami atau isteri. Jika uang pembeli

barang secara murni berasal dari harta pribadi, barang yang dibeli tidak termasuk obyek harta bersama.

Harta yang seperti ini tetap menjadi milik pribadi suami atau isteri. Hal itu dapat dilihat dalam kaidah

yang tertuang dalam putusan Mahkamah Agung tanggal 16 Desember 1975 No. 151K/Sip/1974.[8] 

dalam putusan ini ternyata harta yang dibeli berasal dari harta pribadi isteri, maka Mahkamah Agung

menegaskan “Barang-barang yang dituntut bukanlah barang gono gini antara Abdullah (Suami) dan

Fatimah (isteri), karena barang-barang tersebut dibeli dari harta bawaan (harta asal) milik Fatimah”.

Sewaktu perkawinan masih berlangsung isteri (Fatimah) menjual harta pribadinya. Dari hasil penjualan

harta pribadi (harta bawaan), isteri telah membeli berbagai jenis barang, maka menurut hukum, oleh

karena barang-barang yang dibeli berasal dari harta pribadi isteri, harta-harta itu tetap menjadi milik

pribadi, sekalipun pembeliannya terjadi selama perkawinan. Dalam kasus yang demikian tetap berlaku

asas: Harta isteri tetap menjadi hak milik isteri dan dikuasai penuh olehnya, demikian juga harta suami

tetap menjadi hak suami dan dikuasai penuh olehnya. Asas ini dalam kompilasi hukum Islam dirumuskan

dalam pasal 86 ayat (2).

Harta yang dibeli dan dibangun sesudah perceraian yang dibiayai dari harta bersama 

Patokan berikut untuk menentukan suatu barang termasuk obyek harta bersama, ditentukan oleh asal-

usul uang biaya pembelian atau pembangunan barang yang bersangkutan, meskipun barang itu dibeli

atau dibangun sesudah terjadi perceraian. Misalnya suami isteri selama perkawinan berlangsung

mempunyai harta dan uang simpanan dikuasi oleh suami, dan belum dilakukan pembagian. Dari uang

simpanan tersebut suami membeli atau membangun rumah.

Dalam kasus seperti ini, rumah yang dibeli atau dibangun suami sesudah terjadi perceraian, namun jika

uang pembeli atau biaya pembangunan yang demikian tetap termasuk ke dalam obyek harta bersama.

Praktek dan penerapan yang demikian sejalan dengan jiwa putusan Mahkamah Agung tanggal 5 Mei1970 No. 803K/Sip/ 1970. Yakni apa saja yang dibeli, jika uang pembeliannya berasal dari harta bersama.

Penerapan yang seperti ini harus dipegang secara teguh untuk menghindari manipulasi dan i’tikad buruk

suami atau isteri. Karena penerapan yang seperti ini, hukum tetap dapat menjangkau harta bersama

sekalipun harta itu telah berubah menjadi barang lain. Sekalipun harta bersama yang semula berupa

tanah atau kebun telah diubah dan ditukar suami atau isteri menjadi gedung atau uang, maka barang

tersebut tetap melekat secara mutlak wujud harta bersama.

Sekiranya hukum tidak mampu menjangkau hal yang seperti itu, akan banyak terjadi manipulasi harta

bersama, sesaat sesudah terjadinya perceraian, dengan pengharapan agar dia dapat menguasai seluruh

harta bersama. Tindakan dan i’tikad yang seperti ini bertentangan dengan hukum dan kepatutan. Maka

untuk mengatasinya, asas kemutlakan harta bersama harus tetap melekat pada setiap barang dalam jenis dan bentuk apapun asal barang itu berasal dari harta bersama walaupun wujud barang yang baru

itu diperoleh atau dibeli sesudah perceraian terjadi.

Harta yang dapat dibuktikan diperoleh selama perkawinan

Patokan ini sejalan dengan kaidah hukum harta bersama, yakni semua harta yang diperoleh selama

perkawinan dengan sendirinya menjadi harta bersama. Namun kita sadar, dalam suatu sengketa perkara

5/17/2018 Akibat dari Talak - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/akibat-dari-talak 3/4

 

harta bersama, tentu tidak semulus dan sesederhana itu. Pada umumnya, pada setiap perkara harta

bersama, pihak yang digugat selalu akan mengajukan bantahan bahwa harta yang digugat bukan harta

bersama, adalah milik pribadi tergugat. Hak pemilikan tergugat bisa dialihkannya berdasar atas hak

pembelian, warisan atau hibah. Apabila tergugat mengajukan dalih yang seperti itu, patokan untuk

menentukan apakah sesuatu barang termasuk obyek harta bersama atau tidak, ditentukan oleh

kemampuan dan keberhasilan penggugat membuktikan, bahwa harta-harta yang digugat benar-benar

diperoleh selama perkawinan berlangsung, dan uang pembeliannya tidak berasal dari uang pribadi.

Patokan yang semacam itu tertuang secara jelas dalam putusan Pengadilan Tinggi Medan tanggal 20

November 1975.[9] Pelawan tidak membuktikan bahwa rumah dan tanah terperkara diperoleh sebelum

perkawinannya dengan suaminya dan juga malah terbukti bahwa sesuai dengan tanggal izin bangunan,

rumah tersebut dibangun di masa perkawinan dengan suaminya, dengan demikian dapat disimpulkan

rumah dan tanah terperkara adalah harta bersama antara suami dan isteri sekalipun tanah dan rumah

terdaftar atas nama isteri”. 

Putusan ini dalam tingkah Kasasi dikuatkan oleh Mahkamah Agung (30 Juli 1974 No. 808.K/Sip/1974).

Dalam putusan ini telah ditentukan oleh masalah atas nama siapa harta terdaftar bukan faktor yang

menggugurkan keabsahan suatu harta menjadi obyek harta bersama. Asal harta yang bersangkutan

dapat dibuktikan diperoleh selama perkawinan serta pembiayaannya berasal dari harta bersama, makaharta tersebut termasuk obyek harta bersama. Malahan bukan hanya apabila suatu harta terdaftar atas

nama isteri atau suami, tetapi suatu harta yang didaftar atas nama adik suami atau isteri, tetap dianggap

sebagai harta bersama asal dapat dibuktikan bahwa harta itu diperoleh selama perkawinan. Hal ini

dapat diambil dalam putusan Pengadilan Tinggi Medan tanggal 30 Desember 1971 No.389/1971,

putusan mana dikuatkan Mahkamah Agung dalam tingkat Kasasi tanggal 23 Mei 1973 No.

1031.K/Sip/1972. Dalam putusan ini Pengadilan Tinggi Medan mempertimbangkan “sekalipun toko dan

barang-barang yang ada di dalamnya telah diusahai dan dialihnamakan atas nama adik suami, tetapi

akan terbukti bahwa toko tersebut dibeli sewaktu perkawinan dengan isteri, maka harta tersebut

sekalipun sudah dipindahkan kepada orang lain harus dinyatakan harta bersama yang diperhitungkan

pembagiannya di antara suami isteri dengan adanya perceraian di antara mereka”. 

Penghasilan Harta Bersama dan Harta Bawaan

Penghasilan yang tumbuh dari harta bersama, sudah logis akan jatuh menambah jumlah harta bersama.

Tumbuhnya pun berasal dari harta bersama, sudah semestinya hasil tersebut menjadi harta bersama.

Akan tetapi bukan hanya yang tumbuh dari harta bersama yang jatuh menjadi obyek harta bersama di

antara suami isteri, juga termasuk penghasilan yang tumbuh dari harta pribadi suami isteri, akan jatuh

menjadi obyek harta bersama. Dengan demikian fungsi harta pribadi dalam perkawinan, ikut menopang

dan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Sekalipun hak dan pemilikan harta pribadi mutlak berada di

bawah kekuasaan pemiliknya. Namun harta pribadi tidak terlepas fungsinya dari kepentingan keluarga.

Barang pokoknya memang tidak boleh diganggu gugat, tetapi hasil yang tumbuh daripadanya, jatuh

menjadi obyek harta bersama. Ketentuan ini berlaku sepanjang suami isteri tidak menentukan laindalam perjanjian perkawinan. Jika dalam perjanjian perkawinan tidak diatur mengenai hasil yang timbul

dari harta pribadi, maka seluruh hasil yang diperoleh dari harta pribadi suami isteri jatuh menjadi obyek

harta bersama. Misalnya rumah yang dibeli dari hasil harta pribadi bukan jatuh menjadi harta pribadi

tapi jatuh menjadi harta bersama. Oleh karena itu, harus dibedakan harta yang dibeli dari hasil

penjualan harta pribadi dengan harta yang diperoleh dari hasil yang timbul dari harta pribadi. Dalam hal

harta dibeli dari hasil penjualan harta pribadi tetapi secara mutlak menjadi harta pribadi. Untuk itu, lihat

kembali penegasan Putusan Mahkamah Agung tanggal 16 Desember 1975 No. 151K/Sip/1974 (Barang

yang dituntut bukanlah gono-gini antara Abdullah dan Fatimah karena barang-barang tersebut dibeli

5/17/2018 Akibat dari Talak - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/akibat-dari-talak 4/4

 

dari harta-harta bawaan milik Fatimah). Begitupun milik pribadi yang ditukar dengan barang lain tetap

mutlak jatuh menjadi milik pribari, namun hasil yang timbul dari harta pribadi jatuh menjadi harta

bersama.[10]