Akhlak tasawuf (staipana)

19
AKHLAK TASAWUF Oleh: Dra. Hj. Ninik Masruroh, M.Pd.I. 1

Transcript of Akhlak tasawuf (staipana)

Page 1: Akhlak tasawuf (staipana)

1

AKHLAK TASAWUF

Oleh:Dra. Hj. Ninik Masruroh, M.Pd.I.

Page 2: Akhlak tasawuf (staipana)

2

A. KONSEP DASAR TASAWUF

1. Al-Ghazali di dalam kitabnya, al-Munqidz min ad-Dhalal, menulis bahwa para sufi adalah mereka yang menempuh (suluk) jalan Allah, yang berakhlak tinggi nan bersih, bahkan juga berjiwa cemerlang lagi bijaksana.

2. Radim bin Ahmad al-Baghdadi berpendapat, tasawuf memiliki tiga elemen penting, yaitu faqr, rela berkorban, dan meninggalkan kebatilan (ghurur).

3. Al-Junaid mendefinisikan bahwa tasawuf sebagai “an-Takuna ma’a Allah bi-la ‘alaqah”, hendaknya engkau bersama-sama dengan Allah tanpa adanya hijab.

4. Samnun berpendirian bahwa tasawuf adalah an-tamlika syaian wa la yamlikuka syaiun, hendaknya engkau merasa tidak memiliki sesuatu dan sesuatu itu pun tidak menguasaimu.

5. Ma’ruf al-Kharkhi, mengemukakan tasawuf dengan kalimat “mengambil yang hakikat dengan mengabaikan segala kenyataan yang ada pada selain Allah, dan barang siapa yang belum mampu merealisasikan hidup miskin maka ia belum mampu dalam bertasawuf.

Definisi-definisi tasawuf yang dituturkan oleh para sufi ataupun pakar tasawuf adalah sebagai berikut:

Page 3: Akhlak tasawuf (staipana)

3

LANJUTAN SLIDE 26. Amin al-Kurdi, mengatakan bahwa tasawuf adalah suatu ilmu yang

mempelajari tentang kebaikan dan keburukan jiwa, bagaimana cara membersihkan sifat-sifat buruk dan menggantinya dengan sifat-sifat terpuji, serta bagaimana jalan menuju keridhaan Allah.

7. Dzun Nun al-Misri berpendapat bahwa sufi adalah orang yang di dalam hidupnya tidak disusahkan dengan permintaan dan tidak pula dicemaskan dengan terampasnya barang. Selanjutnya, al-Misri juga mengatakan bahwa mereka itu merupakan komunitas yang mendahulukan Allah di atas segalanya, sehingga Allah pun mendahulukan mereka diatas segalanya.

8. Abu Yazid al-Bustami menjelaskan tasawuf dengan perumpamaan suatu kondisi dimana seseorang mengencangkan ikat pinggangnya (karena menahan lapar) dan pengekangan terhadap syahwat duniawi sesaat. Al-Bustami juga menambahkan, yaitu ungkapan “melemparkan kepentingan pribadi kepada Allah dengan mencurahkan secara totalitas kepada-Nya”.

9. Ibnu Jala’ berpandangan bahwa tasawuf adalah apa yang menjadi esensi, dan tidak ada suatu formalitas apapun baginya.

Page 4: Akhlak tasawuf (staipana)

4

LANJUTAN SLIDE 310.Abu al-Wafa’ at Taftazani menjelaskan definisi tasawuf secara

substansi, yakni tasawuf adalah sebuah pandangan filosofis kehidupan yang bertujuan mengembangkan moralitas jiwa manusia yang dapat direalisasikan melalui latihan-latihan praktis tertentu yang mengakibatkan larutnya perasaan dalam hakikat transidental. Pendekatan yang digunakan adalah dzauq (intuisi) yang menghasilkan kebahagiaan spiritual. Pengalaman yang tak kuasa diekspresikan melalui bahasa biasa karena bersifat emosional dan individual.

Page 5: Akhlak tasawuf (staipana)

5

B. ASAL-USUL KATA TASAWUF1. Shafa berarti suci2. Ahl ash-Shuffah, yaitu para sahabat yang ikut hijrah bersama

Rasulullah SAW. ke Madinah dengan meninggalkan seluruh kekayaannya di Makkah.

3. Shaf artinya baris.4. Theosophy (Theo=Tuhan, Shopos=hikmah), berasal dari bahasa

Yunani yang masuk ke dalam terma filsafat Islam.5. Shuf (kain yang terbuat dari wol).6. Shafwah (yang terpilih atau yang terbaik).

Page 6: Akhlak tasawuf (staipana)

6

C. MAQAMAT DAN AHWAL

a. TaubatPengertian taubat bagi kalangan sufi adalah memohon ampun atas segala dosa yang disertai dengan penyesalan dan berjanji dengan sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut dan dibarengi dengan melakukan kebajikan yang dianjurkan oleh Allah.

b. ZuhudMenurut pandangan para sufi, zuhud secara umum diartikan sebagai suatu sikap melepaskan diri dari rasa ketergantungan terhadap kehidupan duniawi dengan mengutamakan kehidupan ukhrawi.

c. SabarSabar adalah suatu keadaan jiwa yang kokoh, stabil, dan konsekwen dalam pendirian.

1. Pengertian MaqamatMaqamat berarti jalan panjang atau fase-fase yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk berada sedekat mungkin dengan Allah. Maqam dilalui oleh seorang hamba melalui usaha yang sungguh-sunggguh dalam melakukan sejumlah kewajiban yang harus ditempuh dalam jangka waktu tertentu. Seorang hamba tidak akan mencapai maqam berikutnya sebelum menyempurnakan maqam sebelumnya. Penejelasan semua tingkatan tersebut adalah sebagai berikut:

Page 7: Akhlak tasawuf (staipana)

7

LANJUTAN SLIDE 6

d. Wara’Wara’ dalam pandangan sufi adalah meninggalkan segala sesuatu yang tidak jelas hukumnya, baik yang menyangkut makanan, pakaian, maupun persoalan lainnya.

e. FaqrDalam pandangan para sufi, faqr diartikan tidak menuntut lebih banyak dari apa yang telah dimiliki dan merasa puas dengan apa yang dimiliki sehingga tidak meminta sesuatu yang lain.

f. TawakkalPengertian umumnya adalah pasrah dan menyerahkan semuanya kepada Allah setelah melakukan suatu rencana atau usaha.

g. RidhaPengertiannya secara umum adalah tidak menentang qadha dan qadar Allah, menerima qadha dan qadar dengan hati senang. Mengeluarkan perasaan benci dari hati sehingga yang tinggal di dalamnya hanya perasaan senang dan gembira. Merasa senang menerima malapetaka sebagaimana merasa senang menerima nikmat. Tidak meminta surga dari Allah dan tidak meminta dijauhkan dari neraka.

Page 8: Akhlak tasawuf (staipana)

8

LANJUTAN SLIDE 7

h. MahabbahMahabbah pada tingkatan selanjutnya dapat diartikan suatu usaha sungguh-sungguh dari seseorang untuk mencapai tingkat rohaniah tertinggi dengan terwujudnya kecintaan mendalam kepada Allah.

i. Ma’rifatMa’rifat berasal dari kata ‘arafa-ya’rifu-irfan-ma’rifat yang berarti pengetahuan atau pengalaman. Ma’rifat dapat pula berarti pengetahuan rahasia hakikat agama, yaitu ilmu yang lebih tinggi daripada ilmu yang didapat pada umumnya, dan merupakan pengetahuan yang obyeknya bukan hal-hal yang bersifat zhahir tetapi bersifat batin, yaitu pengetahuan mengenai rahasia-rahasia Tuhan melalui pancaran cahaya Ilahi.

Page 9: Akhlak tasawuf (staipana)

9

LANJUTAN SLIDE 8

a. Al-MuraqabahMuraqabah adalah kesadaran diri bahwa kita selalu berhadapan dengan Allah dalam keadaan apa pun dan Dialah yang selalu mengawasi segala apa pun yang kita lakukan.

b. Al-KhaufKhauf adalah suatu sikap mental yang merasa takut kepada Allah karena kurang sempurna pengabdiannya.

2. Pengertian AhwalSecara bahasa, ahwal merupakan jamak dari kata tunggal hal yang berarti keadaan sesuatu (keadaan rohani). Menurut al-Ghozali, hal adalah kedudukan atau situasi kejiwaan yang dianugrahkan Allah kepada seseorang hamba pada suatu waktu, baik sebagai buah dari amal saleh yang mensucikan jiwa atau sebagai pemberian semata.

Dalam penentuan hal juga terdapat perbedaan pendapat di kalangan sufi. Adapun al-hal yang paling banyak disepakati adalah al-muraqabah, al-khauf, ar-raja’, ath-thuma’ninah, al-musyahadah, dan al-yaqin. Penejelasan tentang ahwal tersebut adalah sebagai berikut:

Page 10: Akhlak tasawuf (staipana)

10

LANJUTAN SLIDE 9c. Raja’

Raja’ adalah berharap atau perasaan hati yang senang karena menanti sesuatu yang diinginkan atau disenangi, sebagaimana al-Ghazali mendefinisikannya dengan suatu keadaan dimana hati merasa nyaman karena menanti sesuatu yang dicintai atau didambakan.

d. Thuma’ninahThuma’ninah adalah rasa tenang, tidak ada rasa was-was atau khawatir, tak ada yang dapat mengganggu perasaan dan pikiran, karena ia telah mencapai tingkat kebersihan jiwa yang paling tinggi.

e. Al-UnsUns (suka cita) dalam pandangan sufi adalah sifat merasa selalu berteman, tak pernah merasa sepi.

f. MusyahadahMusyahadah secara harfiah adalah menyaksikan dengan mata kepala. Secara terminologi, musyahadah adalah menyaksikan secara jelas dan sadar apa yang dicarinya (Allah) atau penyaksian terhadap kekuasaan dan keagungan Allah.

Page 11: Akhlak tasawuf (staipana)

11

D. SYARI’AH, THARIQAH, HAQIQAH DAN MA’RIFAH

1. Syari’ah

Secara istilah, syari’ah (شريعة) adalah undang-undang yang dibuat oleh Tuhan Allah SWT. yang tegak di atas dasar iman dan Islam, berupa seperangkat hukum tentang perbuatan zhahir/formal manusia yang diatur berdasarkan wahyu Al-Qur’an dan hadits/as-Sunnah.

2. Thariqaha. Amin al-Kurdi mendefinisikan bahwa:

الطريقة هي العمل باالشريعة واالخذ بعزائمها و البعد عن التساهل فيما ال ينبغي التساهل فيه.

Artinya: “Thariqah adalah pengamalan syari’ah dan secara serius mengamalkan ketentuan-ketentuannya, menjauhkan diri dari sikap mempermudah yang memang seharusnya tidak diperbolehkan mempermudahkannya.”

b. Secara operasional, thariqah berarti:

اجتناب المنهيات ظاهرا وباطنا و امتثال االوامر االلهية بقدر الطاقة.Artinya: “Menjauhi cegahan-cegahan agama secara zhahir dan batin, serta melaksanakan perintah-perintah Tuhan sekuat tenaga”.

Page 12: Akhlak tasawuf (staipana)

12

LANJUTAN SLIDE 11

c. Lebih lengkap lagi, dijelaskan, bahwa thariqah adalah

اجتناب المحرمات و المكروهات وفضول المباحات و اداء الفرائض فما استطاع من النوافل تحت رعاية

عارف من اهل النهاية.Artinya: “Menjauhkan diri dari perbuatan haram dan makruh serta hal-hal mubah yang berlebihan; menunaikan kewajiban/faraidh hingga membiasakan melakukan hal-hal sunnah semampunya di bawah pengawasan/bimbingan seorang guru sufi berpengalaman (berilmu mendalam) dari kalangan pakar yang ahli di bidangnya.”

3.Haqiqaha. Zainuddin bin ‘Ali al-Ma’bary al-Malaybary menjelaskan sebagai

berikut:

هللالحقيقة هي وصول السالك للمقصود وهو معرفة سبحانه وتعالى ومشاهدة نور التجلي, وعند

القشيري هي مشاهدة الربوبية اي رؤيته اياها بقلبه.Artinya: “Haqiqah adalah sampainya seorang sufi yang menempuh (jalan spiritual) tarekat pada tujuannya, yaitu mengenal Allah SWT. dan menyaksikan cahaya penampakan Allah, yang mana menurut al-Qusyairy adalah menyelami hadirat suci ke-Tuhanan, yakni bahwa seseorang melihat dan menyaksikan kebesaran Tuhan dengan hatinya”.

Page 13: Akhlak tasawuf (staipana)

13

LANJUTAN SLIDE 12

b. Sedangkan menurut asy-Syadzili adalah sebagai berikut:

الحقيقة هي ما يستقر في قلبك انه ال ضار وال نافعا وال معطي وال هللامانع اال ثم ال تضطرب وال تسكن

وال تنسب الى الخلق شيئا ولو قرضت بالمقارض و نشرت بالمناشر.Artinya: “Haqiqah adalah pemahaman yang menetap di hatimu bahwa tiada yang dapat membahayakan, tiada yang berguna, tiada yang memberi anugrah, dan tiada yang mencegah anugrah melainkan Allah SWT.. Setelah itu, kamu tidak ragu-ragu lagi dan tidak merasa tenang dan tergantung pada selain-Nya (yakni kepada makhluk) sekalipun kamu digergaji dengan gergaji dan digunting”.

c. Hakikat merupakan pengetahuan tentang tujuan sesuatu, inti sesuatu, realitas yang sebenarnya, serta menyatakan bahwa hakikat dalam pembahasan ini terarah pada makna pengetahuan batin, kesadaran hati, dan juga pengetahuan mendalam tentang sesuatu.

Page 14: Akhlak tasawuf (staipana)

14

LANJUTAN SLIDE 13

4.Ma’rifata. Secara istilah, sebagaimana pakar ilmu haqiqah, dikatakan sebagai

berikut:

هللالمعرفة هي العلم باسماء ا تعالى وصفاته مع الصدق ا تعالى في هللامعاملته وجميع احواله ودوام مناجاته

في السر والرجوع اليه في كل شيئ والطهر من االخالق واالوصاف الرديئة.

Artinya: “Ma’rifat adalah mengerti dan memahami nama-nama Allah SWT. dan sifat-sifat-Nya secara jujur dan tulus untuk berinteraksi dengan-Nya dan serius dalam segala kondisinya, dan senantiasa berkoneksi dengan-Nya dalam kondisi suasana sirri, serta berupaya kembali kepada-Nya dalam segala sesuatunya dengan membersihkan dirinya dari sifat-sifat rendah dan tercela”.

b. Selanjutnya, terdapat uraian tentang ma’rifat, yaitu:

المعرفة هي جزم القلب بوجود الواجب الوجود متصفا بسائر الكماالت.

Artinya: “Ma’rifat adalah kemantapan (ketetapan) hati untuk mempercayai Dzat yang wajib wujudnya yang bersifat dengan segala kesempurnaan”.

c. Dalam ungkapan lain dinyatakan sebagai berikut:

المعرفة هي شهوده في الحيرة وفناءه في هيبته.Artinya: “Ma’rifat adalah kehadiran seorang hamba dalam ketercengangan (ketidaksadaran diri), dan sirnanya dalam sifat agungnya Allah”.

Page 15: Akhlak tasawuf (staipana)

15

E. DOKTRIN TASAWUF TENTANG FANA’, BAQA’, ITTIHAD, DAN WIHDAT AL-WUJUD

1. Pengertian Fana’ a. Dalam istilah tasawuf, fana’ adakalanya diartikan sebagai keadaan

moral yang luhur. Menurut Abu Bakar al-Kalabadzi, fana’ adalah hilangnya semua keinginan hawa nafsu seseorang, tidak ada pamrih dari segala perbuatan manusia, sehingga kehilangan segala perasaan dan dapat membedakan sesuatu secara sadar, dan telah menghilangkan semua kepentingan ketika berbuat sesuatu.

b. Al-Qusyairi mendefinisikan fana’ menjadi tiga tingkatan maknanya. Pertama, yaitu terlepasnya manusia dari jiwa dan sifat-sifatnya dengan kekalnya dirinya dengan sifat-sifat al-Haqq. Kedua, terlepasnya diri dari sfat-sifat al-Haqq (Allah) dengan menyaksikan al-Haqq. Ketiga, adalah terlepasnya diri dari menyaksikan al-Haqq dengan tenggelam dalam wujud al-Haqq.

Page 16: Akhlak tasawuf (staipana)

16

LANJUTAN SLIDE 15c. Ibn Arabi yang mengartikan fana’ dengan dua pengertian. Pertama,

fana’ dalam pengertian mistis, yaitu lenyapnya ketidaktahuan dan hanya tinggallah pengetahuan sejati yang dihasilkan melalui intuisi tentang kesatuan esensial keseluruhan. Seorang sufi tidak melenyapkan keberadaan dirinya, tetapi ia menyadari non-eksistensi esensial sebagai bentuk. Kedua, fana’ dalam pengertian metafisika, yang berarti, hilangnya bentuk-bentuk dunia fonomena dan berlangsungnya substansi universal yang satu. Jadi, menurutnya, fana’ yang benar adalah hilangnya diri dalam keadaan pengetahuan intuitif dimana kesatuan esensial dari keseluruhan itu diungkapkan.

2.Pengertian Baqa’Berkenaan dengan keterkaitan antara fana’ dan baqa’, al-Qusyairy menyatakan dalam kitabnya sebagai berikut: “Barang siapa meninggalkan perbuatan-perbuatan tercela, maka ia sedang fana’ dari syahwatnya. Tatkala fana’ dari syahwatnya, ia baqa’ dalam niat dan keikhlasan ibadah. Barang siapa yang hatinya zuhud dari keduniaan, maka ia sedang fana’ dari keinginannya yang berarti pula sedang baqa’ dalam ketulusan inabah (kembali) kepada Allah.

Page 17: Akhlak tasawuf (staipana)

17

LANJUTAN SLIDE 163.Pengertian Ittihad

Ittihad adalah salah satu tingkatan dimana seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Allah, salah satu tingkatan dimana yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu.

4. Pengertian Wihdat al-WujudWihdat al-Wujud adalah ungkapan yang terdiri dari dua kata, yaitu wihdat dan al-wujud. Wihdat artinya sendiri, tunggal atau kesatuan, sedangkan al-wujud artinya ada. Dengan demikian Wihdat al-Wujud adalah berarti kesatuan wujud. Kata wihdah selanjutnya digunakan untuk arti yang bermacam-macam. Di kalangan ulama klasik ada yang mengartikan wihdah sebagai sesuatu yang zatnya tidak dapat dibagi-bagi pada bagian yang lebih kecil. Selain itu, kata al-wihdah digunakan pula oleh para ahli filsafat dan sufisme sebagai satu kesatuan antara materi dan roh, substansi (hakikat) dan forma (bentuk), antara yang tampak (lahir) dan batin, antara alam dan Allah, karena alam dari segi hakikatnya itu qadim dan berasal dari Tuhan.

Page 18: Akhlak tasawuf (staipana)

18

LANJUTAN SLIDE 17Harun Nasution lebih lanjut menjelaskan paham ini dengan mengatakan, bahwa dalam paham Wihdat al-Wujud, nasut (sifat kemanusiaan) yang ada diubah menjadi khalk (makhluk), dan lahut menjadi haqq (Tuhan). Khalq dan haqq adalah dua aspek bagian sesuatu. Aspek yang sebelah luar disebut khalq dan aspek sebelah dalam disebut haqq. Kata-kata khalq dan haqq ini merupakan padanan kata al-’arad (accident) dan al-jauhar (subtance) dan az-zahir (lahir-tampak-luar) dan al-batin (dalam).

Page 19: Akhlak tasawuf (staipana)

19

TaMAt