AKHLAK DALAM KELUARGA

24
AKHLAK DALAM KELUARGA A. Pendahuluan. Kata akhlak berasal dari bahasa Arab yang sudah di- Indonesiakan; yang juga diartikan dengan istilah perangai atau kesopanan. Kata akhlak adalah jamak taksir dari kata khuluqun. 1 Dan secara istilah akhlak adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh sebagian manusia terhadap yang lain. 2 dan ada juga yang mengatakan pengertian akhlak secara istilah adalah perbuatan yang mempunyai sangkut paut dengan kholiq. 3 Akhlak ini ada juga yang mengartikan dengan pengetahun yang menjelaskan tentang baik dan buruk, mengatur pergaulan manusia, dan menentukan tujuan akhir dari usaha dan pekerjaannya. 4 Dari penjelasan dari beberapa pengertian akhlak di atas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa akhlak adalah ilmu atau pengetahuan yang menjelaskan arti baik dan buruk dalam tingkah laku manusia ketika 1 Mahyuddin, Kuliah Akhlaq Tasawuf, (Jakarta: Kalam Mulia, 1999), hlm. 2. 2 Mahrus As’ad dan A. Wahid Sy, Pelajaran Aqidah Akhlak, (Bandung: Armico, 1997), hlm. 9-10. 3 Nurwadjah Ahmad, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), hlm. 15. 4 Damanhuri Basyir, Ilmu Tasawuf, (Banda Aceh: Yayasan Pena, 2005), hlm. 155. 1

Transcript of AKHLAK DALAM KELUARGA

AKHLAK DALAM KELUARGA

AKHLAK DALAM KELUARGAA. Pendahuluan.

Kata akhlak berasal dari bahasa Arab yang sudah di-Indonesiakan; yang juga diartikan dengan istilah perangai atau kesopanan. Kata akhlak adalah jamak taksir dari kata khuluqun. Dan secara istilah akhlak adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh sebagian manusia terhadap yang lain.dan ada juga yang mengatakan pengertian akhlak secara istilah adalah perbuatan yang mempunyai sangkut paut dengan kholiq.Akhlak ini ada juga yang mengartikan dengan pengetahun yang menjelaskan tentang baik dan buruk, mengatur pergaulan manusia, dan menentukan tujuan akhir dari usaha dan pekerjaannya.

Dari penjelasan dari beberapa pengertian akhlak di atas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa akhlak adalah ilmu atau pengetahuan yang menjelaskan arti baik dan buruk dalam tingkah laku manusia ketika berhubungan dengan sesama manusia atau makhluk hidup kepada sanga kholiq (pencipta), seperti halnya dengan Akhlak Dalam Keluarga yang berikut akan dijelaskan dalam makalah yang sederhana ini.

B. Akhlak Orangtua Terhadap Anak.

Anak adalah amanah sebagaimana firman Allah SWT:( (((( (((( (((((((((((( ((( ((((((((( (((((((((((( (((((( ((((((((( ((((((( ((((((((( (((((( (((((((( ((( ((((((((((( (((((((((((( ( (((( (((( ((((((( ((((((((( (((((( ( (((( (((( ((((( (((((((( (((((((( ((((

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat. (Q.S. 4: 58).

Secara umum kewajiban menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, jika dihubungkan dengan kewajiban orangtua kepada anaknya ialah memelihara anak agar selamat di dunia dari kesesatan terpenuhinya kebutuhan fisik anak, sedangkan keselamatan di akhirat mengacu kepada pemenuhan kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak. Rasulullah saw telah menyampaikan peringatan kepada umatnya, bahwa sesat tidaknya seseorang anak sangat tergantung kepada peran orangtuanya dalam membina perkembangan fisik dan mental si anak.

Agar kesucian jiwa mereka tidak dikotori oleh warna kesesatan yang berdampak kepada prilaku yang menyesatkan dirinya dan orang lain dan supaya mereka menjadi anak yang shaleh yang berguna bagi masyarakat, maka kepada orangtua dipikulkan kewajiban. Kewajiban dimaksud antara lain ialah:

a. Mengisi Akidah Ilahiyah Ke-Dalam Jiwa Si Anak.

Akidah yang benar dan kuat adalah yang menyelamatkan mereka dari kesesatan di dunia dan di akhirat, mengajari mereka untuk memahami makna akidah atau iman secara benar yang diaplikasikan dalam bentuk ibadah sebagai upaya memperdekatkan dirinya dengan Allah. Pembinaan akidah anak dapat dirujuk kepada cara hukum mendidik akidah anaknya.(((((( ((((( ((((((((( ((((((((( (((((( ((((((((( ((((((((( (( (((((((( (((((( ( (((( (((((((((( (((((((( ((((((( ((((

Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (Q.S. 31: 137).Pembinaan dapat dimulai dari mulai sejak bayi lahir ke bumi ini dengan cara membacakan kaliman azan ke telinganya jika bayi itu laki-laki, dan kalimat iqamat jika dia perempuan atau kedua-duanya dengan kalimat azan di telinga kanan dan iqamat di telinga kirinya.b. Memberi Nama Yang Baik.Pemberian nama merupakan cermin kepribadian dan kedalaman pendidikan pemberinya dan anama adalah gambaran singkat bagi pemiliknya, oleh karena itu pemberian nama bagi seorang anak sebagai hamba Allah adalah suatu yang pentinga.

Dan yang lebih berhak memberi namanya adalah bapak karena kepadanya nasab disandarkan. Rasul SAW bersabda:

Seseorang datang kepada Rasul saw dengan bertanya, Ya Rasulullah apa hak anakku ini? Rasul menjawab: Yaitu memberinya nama yang baik, mendidiknya adab yang baik, dan memberinya kedudukan yang baik. (HR. at-Thusi).

Rasul saw, menyukai nama-nama yang mengandung arti yang baik, seperti Abdullah, Abdurrahman, dan lain-lain. Nama yang bermakna tidak baik dibenci oleh Rasul seperti nama Dzalimah, Syaiah, Uzza, Lata, dan sebagainya. Islam mengajarkan dengan tidak memberi nama anak dengan nama orang-orang yang terkenal zalim seperti nama Firaun, Qorun, Hamam, dan lain-lain nama orang-orang yang tidak memiliki sifat terpuji.c. Mengkhitan Anak.Khitan diartikan dengan sunat atau menyunat. Yaitu memotong bagian tertentu dari ujung alat vital laki-laki dan perempuan. Hal ini disyariatkan dalam Islam sebagai kelanjutan sunah Nabi Ibrahim as. Khitan adalah suatu fitrah manusia sebagai perwujudan dari kemuliaannya di sisi Allah dan membedakannya dengan makhluk-makhluk lain seperti dipahami dari hadits berikut:

Rasul bersabda: Ada lima yang menjadi fitrah manusia yaitu berkhitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.Rasul meletakkan khitan sebagai puncak perilaku fitrah. Maksudnya adalah perilaku mensucikan badan. Orangtua yang memiliki tanggung jawab membina anak sesuai dengan yang diamanatkan Allah, memiliki kewajiban menciptakan tubuh dan jiwa anak yang suci. Salah satu upaya untuk itu adalah dengan melaksanakan khitan terhadap anaknya.d. Membekali Anak Dengan Ilmu Pengetahuan.Kesalahan besar yang dilakukan oleh orangtua adalah meninggalkan anaknya dalam keadaan melarat, miskin, dan hidup meminta-minta.Kesalahan ini menjadi salah satu sikap dan perbuatan yang dibenci oleh Allah, karena dipandang tidak memperdulikan amanat Allah yang dititipkan kepadanya.

Agar masa depan anak tidak terlunta-lunta melainkan hidup layak sejahtera, maka salah satu upaya orangtua adalah membekali anaknya dengan ilmu pengetahuan, karena semua mengakui bahwa ilmu adalah modal bagi seseorang untuk hidup selamat, tidak hanya di dunia tetapi juga untuk kehidupannya kelak di akhirat. Mengenai ini dijelaskan oleh Rasul pada sabdanya:

Rasul saw, bersabda: Siapa yang ingin kesejahteraan di dunia adalah dengan ilmu, ingin kebahagiaan di akhirat adalah dengan ilmu dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat adalah dengan ilmu.(HR. Muslim).e. Mendidiknya Menjadi Anak Yang Berakhlak.Setiap orangtua mengharapkan anaknya menjadi anak yang saleh yang mendoakannya, disayangi dan disenangi oleh semua orang. Karakter anak seperti itu memberi kebanggaan dan kebahagiaan tersendiri bagi orangtua. Salah satu karakteristik anak yang saleh adalah memiliki budi pekerti, sopan dan santu atau disebut juga berakhlak mulia.Oleh sebab itu, menjadi kewajiban orangtua memberikan dan mendidik anak-anaknya menjadi manusia yang bermoral baik, dan ini menjadi hak setiap anak. Dalam melaksanakan tugas orangtua sebagai pemimpin dalam keluarga membentuk kepribadian anak saleh dapat dilakukan melalui:1) Keteladanan.Membentuk kepribadian anak berlangsung pada masa yang panjang, sejak bayi dalam kandungan sampai ia dewasa. Secara umum pakar kejiwaan berpendapat bahwa masa-masa usia awal seorang anak cenderung meniru dan mencontoh apa yang ditangkap oleh indera jasmaninya. Orangtua, sebagai lingkungan pertama menjadi sumber rujukan seorang anak dalam bertindak. Anak banyak meniru apa yang ia tangkap dari perilaku orangtua. Oleh sebab itu orangtua harus memperagakan perbuatan, perkataan maupun sikap yang baik di depan anaknya. Rasul bersabda:

Rasul saw. bersabda: Tidak ada pemberian orangtua yang paling berharga kepada anak, selain budi pekerti yang baik. (HR. at-Tirmidzi)

2) Pembisaan.Untuk mendidik anak menjadi berakhlak harus dilakukan oleh orangtua melalui pembiasaan yang berkesinambungan dan secara serius. Apa yang sudah menjadi kebiasaan itulah yang disebut akhlak. Akhlak anak yang baik adalah kebiasaannya yang baik menurut ukuran ajaran Islam. Mendidik kebiasaan ketika kecil lebih jauh lebih mudah dari mendidiknya setelah besar, seperti kata peribahasa: Mendidik ketika kecil bagaikan melukis di atas batu, mendidiknya setelah dewasa bagaikan melukis di atas air.

3) Bersikap Adil Kepada Anak-Anak.4) Mengajari dan Menyuruh Anak Beribadah.

5) Memperhatikan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak.

C. Akhlak Anak Terhadap Orangtua yang Masih Hidup.a. Tidak mengucapkan perkataan ah kepada keduanya.

Seorang anak harus mematuhi orangtuanya. Jika keduanya menyuruh mengerjakan sesuatu, si anak tidak boleh mengucapkan kata-kata ah. Kata ini merupakan lambang dari kejengkelan dan keengganan si anak melaksanakan perintah orangtua. Kepatuhan anak dituntut selama orangtua itu tidak memerintahkan berbuat maksiat. Meskipun perintah ini tidak boleh diikuti, karena bertentangan dengan perintah Allah, namun si anak tetap menempatkannya sebagai ibu yang wajib ia hormati, dan dicintai.

b. Seorang anak tidak membentak atau memarahi orangtua.

Sesuatu perbuatan yang dilakukan orangtua, dan si anak membenci perbuatan itu, tidak boleh mengeluarkan kata-kata kasar yang membuat mereka sakit hati, termasuk ke dalam kategori ini perbuatan anak memaki-maki orangtuanya dengan kata-kata penghinaan langsung kepada keduanya.

c. Mengucapkan kata-kata yang mengangkat kemuliaan dan kehormatan orangtua.Jika berbincang-bincang dengan orangtua, si anak harus hati-hati memilih kata-kata yang tidak merendahkan kehormatan atau harga diri mereka. Menghormati orangtua baik melalui perbuatan maupun ucapan adalah kewajiban setiap anak.

Jika anak tidak menghormati dan memuliakan orangtuanya, tentu orang lainpun tidak akan memuliakan mereka.

d. Merendah diri di hadapan orangtua.Orangtua, dalam keadaan bagaimanapun tetap sebagai ayah dan ibu dari anak ayah dan ibu merupakan pangkat dan jabatan yang tertinggi dalam kehidupan rumah tangga.

Seorang anak yang sudah merasa lebih besar dari ibu dan bapaknya, harus selalu memposisikan dirinya lebih kecil di hadapan orangtuanya. Jika sudah meraih pangkat dan jabatan tinggi, harus menempatkan dirinya sebagai bawahan di hadapan orangtuanya, karena semua yang mereka peroleh merupakan buah peran dari ibu dan bapaknya. Rasul saw pernah bersabda kepada seorang laki-laki yang meraa lebih kaya dari orangtuanya sehingga hartanya mulai berkurang kepada kedua orangtuanya.

D. Akhlak Terhadap Orangtua yang Sudah Meninggal.

Seperti yang telah disebut sebelumnya, orangtua tetap sebagai orangtua meskipun mereka sudah wafat. Oleh sebab itu kewajiban anak kepada mereka berlanjut sampai mereka wafat.Ada lima hal yang menjadi kewajiban seorang anak terhadap orangtuanya yang sudah wafat. Pada uraian berikut ini, penulis akan mencoba menguraikan hal-hal yang wajib bagi anak terhadap orangtuanya.

a. Mendoakan mereka yang sudah wafat.

Orangtua yang sudah meninggal dunia tidak lagi dapat menerima apa-apa selain apa yang mereka lakukan selama di dunia, kecuali jika mereka memiliki tiga hal yang mensubsidi bekal berupa pahala untuk mereka di akhirat sebagai tambahan dari apa yang mereka bawa dari dunia, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang diajarkan, dan anak saleh yang mendoakannya.

Dari Abu Hurairah dari Rasul saw. bersabda apabila manusia itu wafat maka terputuslah amal ibadahnya, kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang diajarkan dan anak yang saleh yang mendoakannya.(HR. Muslim).Menurut keterangan hadits ini, seorang ayah atau ibu yang sudah meninggal dunia masih memiliki hak mendapatkan limpahan pahala dari yang disampaikan anaknya.b. Meminta kepada Allah ampunan untuk mereka.Jika doa mengandung makna yang lebih luas, termasuk semua permintaan kepada Allah yang sifatnya menguntungkan di dunia dan di akhirat, maka meminta ampunan untuk orangtua lebih dikhususkan kepada penghapusan kesalahan dan dosa yang mereka lakukan.

Permintaan ampun untuk kedua orangtua itu, diajarkan Allah dalam ayat berikut:

((((( (((((((( ((( ((((((((((((( ((((((( (((((( (((((((( ((((((((( ((((((((((((((((( ((((((((((((((((( (((( (((((( ((((((((((((( (((( (((((((( ((((

Ya Tuhanku! ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahKu dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan". (Q.S. Nuh: 28).

Suatu keharusan seorang anak untuk tetap berbuat baik kepada orangtuanya yang sudah wafat dengan cara memohonkan kepada Allah agar dosa-dosa orangtuanya diampuni dan diberikan kehidupan yang baik di alam akhirat.

c. Mengingat dan melaksanakan nasehat.Surga itu di bawah telapak kaki ibu adalah peringatan sebuah hadits agar anak menyadari bahwa dengan mengikuti jejak-jejak yang ditinggalkan oleh ibunya dapat membawanya ke surga. Telapak kaki dalam hadits ini mengandung arti yang cukup luas yaitu semua uswah, pengajaran, nasehat dan pesan-pesannya. Disebut dengan surga di bawah telapak kakinya, karena pada dasarnya semua uswah, pengajaran, nasehat dan bimbingannya adalah membawa kebaikan anak di dunia dan di akhirat.d. Menjalin persahabatan dengan sahabat mereka ketika hidup.Seorang anak yang ingin berbakti kepada ibunya yang sudah wafat, dapat melakukannya kepada eteknya atau adik kandung ibunya, demikian juga terhadap bapak dapat dilakukan kebaktian itu kepada paman atau setelah ayah atau ibu wafat, maka yang langsung merasa bertanggung jawab terhadap anak yang mereka tinggalkan adalah paman atau eteknya.

e. Menziarahi kuburan mereka.

Ziarah kubur disyariatkan untuk mengingatkan kepada hari kematian dan pertanggung jawaban di akhirat.

Larangan menziarahi kubur bagi orang yang tidak memiliki mental dan iman yang kuat karena dikhawatirkan di atas kubur ia melakukan hal-hal yang bertentangan dengan akidah, seperti meratap, taassul, menyebut-nyebut masa lalu mayit tersebut dan sebagainya. Oleh karena itu, ziarah yang disyariatkan oleh Nabi itu adalah ziarah yang membawa seseorang semakin sadar akan hari kematian, dan menyadari bahwa hubungan orang yang hidup dengan yang sudah mati tetap berlanjut, apalagi hubungan anak dengan orangtuanya.

Orang yang meninggalkan dunia ini dengan sedikit amal ibadah dan kejahatan yang bertumpuk, akan menangis menyesali kelalaiannya memanfaatkan dunia sebagai sarana amal ibadah. Setelah menyaksikan penderitaan orang-orang yang berdosa di akhirat, mereka meminta kepada Allah agar diberi kesempatan satu kali lagi hidup di dunia untuk mengerjakan amal kebajikan sebanyak-banyaknya. Tapi apa hendak dikata manusia hanya diberi kesempatan sekali hidup di dunia.

E. Akhlak Suami Terhadap Istri.

Akhlak seorang suami terhadap seorang istri adalah sebagai berikut:a. Kewajiban material.

1. Membayar mahar.

Mahar adalah pemberian seorang suami kepada istrinya, yang wajib diserahkan sesuai dengan yang disebutkan pada waktu akad.

2. Memenuhi kebutuhan pangan istri.

Kewaiban suami ini ditegaskan dalam ayat berikut:

( ((((((( ((((((((((((( ((((( (((((((((( (((((((((((((( ((((((((((((((( ( (( (((((((( (((((( (((( (((((((((

Dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. (Q.S. al-Baqarah: 233).Salah satu konsekuensi dari perkawinan ialah timbulnya kewajiban suami memenuhi nafkah isteri sesuai dengan kemampuannya. Suami yang melaksanakan dan memberikan kewajiban kepada istrinya adalah cerminan dari akhlak terpuji dan perwujudan dari kebesaran dan kemuliaan jenisnya. Suami yang seperti itu termasuk yang berakhlak dan bermoral yang bertanggung jawab. Sebaliknya jika ia tidak melaksanakannya padahal ia mampu, maka suami seperti ini adalah jahat dan tidak bermoral serta tidak bertanggung jawab kepada istrinya. 3. Memenuhi kebutuhan sandang dan papan istri.Sandang yang dibutuhkan oleh istri adalah pakaian yang wajar dan layak menutup aurat dan melindungi tubuhnya dari hal-hal yang merusak kesehatannya. Sedangkan papan yang dibutuhkannya adalah rumah tempat tinggal yang wajar sebagai tempat beristirahat dan berlindung bersama anak-anaknya.Seorang suami wajib berupaya memenuhi kebutuhan pokok sandang dan papan untuk istrinya sebagai konsekuensi dari statusnya sebagai pemimpin dalam rumah tangga. Pelaksanaan tanggung jawab ini merupakan cerminan dari akhlak dan moral yang terpuji serta sikap bertanggung jawab terhadap istri.

Dan kewajiban suami menyediakan rumah tempat tinggal istrinya dinyatakan pada ayat:((((((((((((( (((( (((((( (((((((( (((( ((((((((((

Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu.b. Kewajiban non materiil terhadap istri.Sesuai dengan hadits Nabi yang memerintahkan setiap pemuda yang sudah memiliki kemampuan untuk melakukan pernikahan (HR. Bukhari), maka disimpulkan ada dua kemampuan yang dimaksud, yaitu kemampuan secara fisik dan kemampuan secara moril. Kemampuan secara fisik adalah kemampuan secara moril ialah sikap dan perlakuan seorang suami terhadap istrinya secara wajar dan manusiawi sesuai dengan tuntutan agama, yaitu:

1) Bergaul dan berteman dengannya secara maruf.

Ketentuan ini diajarkan oleh Allah dalam firmannya berikut:

(((((((((((((( ((((((((((((((( ( ((((( ((((((((((((((( (((((((( ((( ((((((((((( ((((((( (((((((((( (((( ((((( ((((((( (((((((( ((((

Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.(Q.S. an-Nisa: 19).Bukan hal yang aneh bila pada pasangan suami isteri itu terjadi ketidaksepahaman yang mengakibatkan pertengkaran. Hal itu sudah dianggap sebagai seni kehidupan berumah tangga.2) Memelihara dan membimbing isteri.Apabila suami melihat gejala-gejala pembangkangan dari pihak isteri, seperti tidak mau mengikuti nasehat-nasehat dan ajaran-ajarannya dan melakukan perbuatan yang menyakiti hatinya, maka ia (suami) harus dengan bijaksana mengajari dan menasehatinya secara baik. Bila nasehat-nasehat suami tidak juga didengar dan diindahkan oleh isterinya, suami boleh memisahkan tempat tidur mereka untuk memberi pelajaran, dengan tujuan ia menyadari kesalahannya. Jika cara ini tidak juga bermanfaat, maka suami boleh memberikan pukulan yang tidak meninggalkan bekas dan dilakukan di dalam rumah. Bila mereka 9isteri-isteri) itu sudah sadar dan kembali mentaati suaminya, suami tidak lagi boleh marah dan dendam serta mencari-cari alasan untuk memarahi isteri. Suami harus mempergauli mereka dengan cara yang baik dan penuh rasa cinta, kasih sayang.

c. Memenuhi kebutuhan seksual isteri (al-jima).Mempergauli istri tidak dapat dilakukan berdasarkan kemauan hawa nafsu, melainkan harus berdasarkan ibadah kepada Allah.

d. Menjalin hubungan kekerabatan pada keluarga pihak istri.

e. Menceraikan istri secara maruf.

F. Akhlak Istri Terhadap Suami.

Akhlak seorang isteri terhadap suami adalah sebagai berikut:a. Wajib mentaati suami, selama bukan untuk bermaksiat kepada Allah SWT.

b. Menjaga kehormatan dan harta suami.

c. Menjaga kemuliaan dan perasaan suami. Yaitu, berpenampilan di rumah dengan penampilan yang memikat suami, berbicara dengan tutur kata yang ramah yang selalu membuat perasaan suami dan bahagia.d. Melaksanakan hak suami, mengatur suami, dan mendidik anak.

Pekerjaan ini adalah tugas yang sesuai dengan fitrah, bahkan merupakan tugas pokok yang wajib dilaksanakan dan diupayakan dalam rangka membentuk usrah (keluarga) bahagian dan mempersiapkan generasi yang baik.

e. Tidak boleh seorang isteri menerima tamu yang tidak disenangi suaminya.

f. Seorang isteri tidak boleh melawan suaminya, baik dengan kata-kata kasar, membentak, maupun dengan sikap sombong

g. Tidak boleh membanggakan tentang sesuatu tentang diri dan keluarganya di hadapan suami, baik kekayaan, keturunan ataupun kecantikannya.

h. Tidak boleh menilai dan mengaggap bodoh terhadap suaminya.i. Tidak boleh menuduh kesalahan atau mendakwah suaminya, tanpa bukti dan saksi-saksi.

j. Tidak boleh menjelek-jelekkan keluarga suami.

k. Tidak boleh menunjukkan pertentangan di hadapan anak-anak.

l. Agar perempuan (isteri) itu menjaga iddahnya, bila ditalak atau ditinggal mati oleh suaminya, demi kesucian ikatan perkawinannya.

m. Apabila melepas suami pergi bekerja, lepaslah suami dengan sikap kasih dan apabila menerima suami pulang bekerja, sambutlah kedatangannya dengan muka manis, pakain bersih dan berhias.

n. Setiap wanita (isteri) harus dapat mempersiapkan keperluan makan, minum, dan pakaian suaminya.

o. Seorang isteri harus pandai mengatur dan mengerjakan tugas-tugas rumah tangganya.

G. Kesimpulan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapatlah penulis menarik beberapa kesimpulan yaitu: Kewajiban orangtua terhadap anak adalah:

1. Mengisi Akidah Ilahiyah Ke-Dalam Jiwa Si Anak.

2. Memberi Nama Yang Baik.

3. Mengkhitan Anak.

4. Membekali Anak Dengan Ilmu Pengetahuan.

5. Mendidiknya Menjadi Anak Yang Berakhlak.

Dalam melaksanakan tugas orangtua sebagai pemimpin dalam keluarga membentuk kepribadian anak saleh dapat dilakukan melalui:

Keteladanan.

Pembisaan.

Bersikap Adil Kepada Anak-Anak.

Mengajari dan Menyuruh Anak Beribadah.

Memperhatikan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak.

Ada lima hal yang menjadi kewajiban seorang anak terhadap orangtuanya yang sudah wafat:

1. Mendoakan mereka yang sudah wafat.

2. Meminta kepada Allah ampunan untuk mereka.

3. Mengingat dan melaksanakan nasehat.

4. Menjalin persahabatan dengan sahabat mereka ketika hidup.

5. Menziarahi kuburan mereka.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abdullah, B. Yatimin. Studi Akhlak Dalam Persfektif Alquran, Jakarta: Amzah, 2007.Ahmad, Nurwadjah. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, Jakarta: Bulan Bintang, 2003.Al-Barik, Haya binti Mubarok. Ensiklopedi Wanita Muslimah , Jakarta: Darul falah, 1424 H.Asad, Mahrus dan Sy, A. Wahid. Pelajaran Aqidah Akhlak, Bandung: Armico, 1997. Basyir, Damanhuri. Ilmu Tasawuf, Banda Aceh: Yayasan Pena, 2005.Mahyuddin. Kuliah Akhlaq Tasawuf, Jakarta: Kalam Mulia, 1999. Mustafa, A. Akhlak Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 1999. Ritonga, Rahman. Akhlak Merakit Hubungan Dengan Sesama Manusia, Surabaya: Amelia, 2005. Ritonga, Rahman. Akhlak Merakit Hubungan dengan Sesama Manusia, Surabaya: Amelia, 2005.

Mahyuddin, Kuliah Akhlaq Tasawuf, (Jakarta: Kalam Mulia, 1999), hlm. 2.

Mahrus Asad dan A. Wahid Sy, Pelajaran Aqidah Akhlak, (Bandung: Armico, 1997), hlm. 9-10.

Nurwadjah Ahmad, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), hlm. 15.

Damanhuri Basyir, Ilmu Tasawuf, (Banda Aceh: Yayasan Pena, 2005), hlm. 155.

Rahman Ritonga, Akhlak Merakit Hubungan Dengan Sesama Manusia, (Surabaya: Amelia, 2005), hlm. 33-35.

A. Mustafa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm. 164.

B. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak Dalam Persfektif Alquran, (Jakarta: Amzah, 2007), hlm. 213-217.

Rahman Ritonga, Op.Cit., hlm. 59.

Haya binti Mubarok al-Barik, Ensiklopedi Wanita Muslimah ,(Jakarta: Darul falah, 1424 H), hlm. 131-132.

Ibid, hlm. 184-189.

PAGE 17