Akar Kontlik Agraria -...

2
o Selasa o Rabu o Kamis 0 Jumat 0 Sabtu o Minggu 45 20 6 7 21 22 8 9 10 11 @ 13 23 24 25 26 27 28 14 15 16 29 30 31 Mar OApr OMei o Jun 0 Jul 0 Ags 0 Sep 0 Okt o Nav o Des:;,;Jt Akar Kontlik Agraria BERNHARD LIMBONG M encermati instruksi Presiden SBY dalam acara silaturahmi dengan wartawan di Istana Negara, Jakar- ta (13/2), ada dua hal penting terkait konflik sosial yang merebak di sejumlah daerah be- lakangan ini. Intinya, seluruh jajaran peme- rintah dari pusat hingga daerah harus meres- pons secara cepat dan tepat setiap masalah dan aspirasi yang berkembang dalam masya- 'rakat, Instruksi Presiden tersebut sangat rele- van dan tepat ketika dihadapkan dengan si- tuasi dan kondisi saat ini. Harus diakui bah- wa instruksi tersebut memiliki tingkat kesu- litan yang tinggi untuk diterapkan dan dija- lankan dalam praktek sesungguhnya di la- pangan. Misalnya, terkait berbagai konflik yang bersumber dari masalah pertanahan. Penanganan dan penyelesaian konflilo agra-. ria sangat tidak mudah karena merupakan . puncak 'gunung es' dari setumpuk persoalan pertanahan di negeri ini. Karena itu, dalam rangka mengimple- mentasikan instruksi presiden tersebut, lang- kah pertama dan paling utama yang harus di- lakukan adalah menemukan dan mengkaji secara mendalam apa saja yang menjadi akar konflik agraria. Berdasarkan hasil kajian itu, dirumuskan strategi penanganan dan penye- lesaian konflik sampai tuntas dengan meng- gunakan metode penanganan yang tepat dan strategi penyelesaian konflik secara kompre- hensll .. ~~~ ~~~ __ --~~ Mengapa konflik agraria semakin sema- rak belakangan ini dan kemungkinan akan terus meningkat di masa datang. Masalah Pertama, konflik agraria berakar pada seja- rah yang panjang. Di era kolonial Belanda, banyak tanah (ulayat) milik rakyat yang ti- , dak memiliki bukti kepernilikan sah diambil dan dijadikan peskebunan Belanda. Proses nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belan- da pada era Orde Lama menempatkan tanah- tanah itu menjadi rnilik. Tanah rakyat sema- kin banyak dikuasai dan dirniliki negara pa- da Era Orde Baru untuk kebutuhan perke- bunan, pertambangari, daerah tujuan trans- migrasi, pembangunan infrastruktur, dan fa- silitas umum. Di era demokrasi dan keterbukaan dewa- sa ini, rakyat menggugat kembali tanah (ula- yat) mereka yang diambil oleh negara di ma- sa lalu sehingga terjadi sengketa atau kon- flik. Ketika posisi secara hukum lemah, rak- yat memakai jalan pintas berupa demonstra- si, pemblokiran, penyerobotan, atau pendu- dukan lahan yang disengketakan. Dalam se- jumlah kasus, rakyat tidak bisa serta-rnerta disalahkan dengan dalih menyerobot tanah setelah perusahaan datang membuka bisnis di lahan yang terlantar. Tanah terlantar bu- kan berarti tanpa pernilik. Masalah Kedua, pengaturan tata ruang wilayah dan administrasi pertanahan yang belum tuntas. Hingga kini, sertifikasi tanah rakyat maupun pemerintah baru mencapai Kllping Humas (lnpad 2012..

Transcript of Akar Kontlik Agraria -...

o Selasa o Rabu o Kamis 0 Jumat 0 Sabtu o Minggu

4 520

6 721 22

8 9 10 11 @ 1323 24 25 26 27 28

14 15 1629 30 31

• Mar OApr OMei oJun 0Jul 0 Ags 0Sep 0Okt oNav oDes:;,;Jt

Akar Kontlik AgrariaBERNHARDLIMBONG

M encermati instruksi Presiden SBYdalam acara silaturahmi denganwartawan di Istana Negara, Jakar-

ta (13/2), ada dua hal penting terkait konfliksosial yang merebak di sejumlah daerah be-lakangan ini. Intinya, seluruh jajaran peme-rintah dari pusat hingga daerah harus meres-pons secara cepat dan tepat setiap masalahdan aspirasi yang berkembang dalam masya-'rakat,

Instruksi Presiden tersebut sangat rele-van dan tepat ketika dihadapkan dengan si-tuasi dan kondisi saat ini. Harus diakui bah-wa instruksi tersebut memiliki tingkat kesu-litan yang tinggi untuk diterapkan dan dija-lankan dalam praktek sesungguhnya di la-pangan. Misalnya, terkait berbagai konflikyang bersumber dari masalah pertanahan.Penanganan dan penyelesaian konflilo agra-.ria sangat tidak mudah karena merupakan. puncak 'gunung es' dari setumpuk persoalanpertanahan di negeri ini.

Karena itu, dalam rangka mengimple-mentasikan instruksi presiden tersebut, lang-kah pertama dan paling utama yang harus di-lakukan adalah menemukan dan mengkajisecara mendalam apa saja yang menjadi akarkonflik agraria. Berdasarkan hasil kajian itu,dirumuskan strategi penanganan dan penye-lesaian konflik sampai tuntas dengan meng-gunakan metode penanganan yang tepat danstrategi penyelesaian konflik secara kompre-hensll .. ~~~ ~~~ __ --~~

Mengapa konflik agraria semakin sema-rak belakangan ini dan kemungkinan akanterus meningkat di masa datang. MasalahPertama, konflik agraria berakar pada seja-rah yang panjang. Di era kolonial Belanda,banyak tanah (ulayat) milik rakyat yang ti-, dak memiliki bukti kepernilikan sah diambildan dijadikan peskebunan Belanda. Prosesnasionalisasi perusahaan-perusahaan Belan-da pada era Orde Lama menempatkan tanah-tanah itu menjadi rnilik. Tanah rakyat sema-kin banyak dikuasai dan dirniliki negara pa-da Era Orde Baru untuk kebutuhan perke-bunan, pertambangari, daerah tujuan trans-migrasi, pembangunan infrastruktur, dan fa-silitas umum.

Di era demokrasi dan keterbukaan dewa-sa ini, rakyat menggugat kembali tanah (ula-yat) mereka yang diambil oleh negara di ma-sa lalu sehingga terjadi sengketa atau kon-flik. Ketika posisi secara hukum lemah, rak-yat memakai jalan pintas berupa demonstra-si, pemblokiran, penyerobotan, atau pendu-dukan lahan yang disengketakan. Dalam se-jumlah kasus, rakyat tidak bisa serta-rnertadisalahkan dengan dalih menyerobot tanahsetelah perusahaan datang membuka bisnisdi lahan yang terlantar. Tanah terlantar bu-kan berarti tanpa pernilik.

Masalah Kedua, pengaturan tata ruangwilayah dan administrasi pertanahan yangbelum tuntas. Hingga kini, sertifikasi tanahrakyat maupun pemerintah baru mencapai

Kllping Humas (lnpad 2012..

30 persen. Sertifikat yang ada pun banyakyang berstatus ganda. Penggunaan dan pe-manfaatan tanah juga banyak yang tumpang-tindih. Tanpa sertifikat, posisi rakyat di de-pan hukum sangat lemah sehingga menghin-dari penyelesaian konflik agraria melalui ja-lur hukum. Mereka lebih memilih jalur me-diasi dan negoisasi arena itu, rencana tata ru-ang wilayah dan sertifikasi tanah harus men-jadi program strategis utama BPN dalamrangka mencegah sekaligus menyelesaikansengketa dan konflik agraria.

Masalah Ketiga, regulasi yang lemahdan tumpang-tindih. Undang-undang sekto-ral terkait pertanahan yang mempermudahpengambilan tanah rakyat harus direvisi.Prinsip efisiensi harus dikedepankan dalamproses pengadaan tanah untuk pembangun-an. Namun, dalam banyak kasus, rakyat u-dak memiliki 'kekuatan' hukum maupun po-litik ketika berhadapan dengan pengusahaatau investor. Dalam ketidakberdayaan itu,rakyat bersatu melawan perusahaan, peme-rintah, dan aparat negara

Menghadapi kondisi demikian, tindakankuratif (politis maupun keamanan) sepertiyang terjadi di Mesuji (Lampung) dan Bima(NTB), menjadi kurang efektif. Langkahstrategis yang harus dilakukan adalah meng-urai dan menyelesaikan akar konflik, mulaidari sejarah dan status kepemilikan lahan,proses ijin atau perpanjangan ijin usaha(HGU atau IUP), aspek analisis dampaklingkungan, program corporate social res-ponsibility (CSR), sosialisasi dengan masya-rakat setempat secara transparan dan adil,serta kompensasi yang didapat masyarakatsekitar areal perkebunan, hutan, atau pertam-bangan.

Masalah Keempat, ketimpangan pengua-saan dan kepemilikan tanah yang ditunjuk-kan dengan meningkatnya jumlah petanimiskin, petani penggarap, dan buruh tani.Ketika tanah rnilik kelompok petani miskinini diambil oleh perusahaan atau negara un-tuk kepentingan umum, maka mereka bang-kit me1awan habis-habisan karena tanah me-rupakan satu-satunya aset dan modal procduksi untuk menghidupi keluarga dan masadepan anak -cucu mereka.

Dalam kasus seperti itu, politik agraria be-rupa Reforma Agraria (landreform) dan VUDesa menjadi jawaban. Dalam rangka pelak-saan Tap MPR No. 9 tahun 2001 ten tangPembaruan Agraria dan Pengelolaan SumberDaya Alam (SDA), Pemerintah melalui BPNsudah mengumumkan lahan seluas 7 juta hek-tar siap diredistribusikan untuk petani miskin,petani penggarap, dan buruh tani. .

PengaIihan Fungsi LahanMasalah Kelima, politik ekonomi kita

yang berorientasi pada pembangunan indus-tri ekstraktif telah dan akan semakin mendo-rong pengambilan tanah rakyat dan peng-alihan fungsi lahan untuk perkebunan, hutantanaman industri, pertambangan, dan peru-mahan. Data Konsorsium Pembaruan Agra-ria (KPA) menyebutkan, sekitar 64,2 jutahektar tanah atau 33,7 persen daratan diIndonesia telah diberikan kepada perusahaanpertarnbangan gas, mineral, dan batubara be-rupa izin konsesi. Juga disebutkan, 5.000 da-ri sekitar 10.000 izin usaha pertambanganyang dikeluarkan pemerintah adalah ilegal.

Di sektor kehutanan, luas kawasan hutanmencapai 136,94 juta hektar atau 69 persen

dari totalluas wilayah Indonesia. Namun, 88persen dari total hutan tersebut belum ditatabatas-batasnya secara baik dan akurat se-hingga sekitar 19.000 desa masuk ke dalamkawasan hutan yang menyebabkan masyara-kat kehilangan hak-hak konstitusional se-perti pelayanan sertifikat tanah dan pengem-bangan ekonomi melalui infrastruktur jalan,listrik, pendidikan, dan kesehatan.

Di satu sisi, kebutuhan lahan untuk pem-bangunan di sektor perkebunan, kehutanan,pertambangan, perumahan, dan infrastrukturadalah sebuah keniscayaan. Namun di sisilain, pengambilan tanah rakyat atau pembe-rian/perpanjangan ijin usaha harus meng-ikuti prosedur dan ketentuan perundang-undangan dengan sistem pengawasan yangsangat ketat dan sanksi yang tegas. .

Kebutuhan tanah untuk pembangunandan penghormatan pada rule of law danHAM bermuara pada titik yang sama: ke-adilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.Jika kedua hal tersebut dikelola secara se-imbang dan bijaksana, diyakini sengketa dankonflik agraria tidak akan menjadi persoalanserius seperti yang terjadi belakangan ini.

Pada tataran implementatif, persoalan-nya sang at kompleks. Perusahaan-perusaha-an umumnya memiliki jaringan 'kaki ta-ngan' yang kuat, mulai di pusat hingga dae-rah, untuk mendapat izin pengusahaan hu-tan, perkebunan, atau pertambangan. Polaserupa juga kerap terjadi dalam hal pengada-an tanah untuk pembangunan kepentinganumum. Biaya operasionalnya tentu saja be-sar karena melibatkan jasa banyak orang un-

o tuk merangkul banyak pihak, di pusat mau-pun di daerah

Berkat keterbukaan informasi dan du-kungan tokoh masyarakat dan LSM, rakyattersadarkan dan bangkit melawan operasi-opera si bisnis seperti itu. Eskalasi konflikberpotensi meluas karena dalam beberapakasus pihak perusahaan memakai politik'pecah-belah' atau 'adu domba', antara ma-syarakat (adat) setempat dengan masyarakatpendatang. Rakyat yang merasa tanah mere-ka terancam diambil, tentu saja semakin sen-sitif melihat kehadiran dan gelagat 'orang-o-rang asing' di daerah mereka. Dalam situasiyang demikian, konflik horizontal menjadisangat gampang meledak. Ketika konflikmeledak, aparat keamanan negara menjadiserba salah.

Pokok-pokok pemikiran di atas menyi-ratkan satu hal bahwa konflik agraria meru-pakan persoalan serius, mulai dari hulu (re-gulasi dan kebijakan) hingga hilir (tataranimplementasi di lapangan). Karena itu,usaha-usaha pencegahan, penanganan, danpenye1esaiannya harus menye1uruh dan me-nukik hingga ke akar-akarnya. .

Untuk itu, perlu disusun sebuah konsepbesar (grand design) dengan melibatkan ber-bagai pihak terkait mulai dari DPR, BPN,kementerian terkait, kepolisian, organisasipetani dan nelayan, serta pemerintah daerahdan tokoh masyarakat adat sebagai ujungtombak di lapangan. Hanya dengan begitu,instruksi Presiden SBY bisa dilaksanakansecara efektif, terpadu, dan terukur. Jika ti-dak, konflik agraria akan terus terjadi, yanghanya akan merugikan negara dan bangsasecara keseluruhan.

PENULIS ADALAH DOKTOR ILMU HUKUM

(PERTANAHAN), UNPAD, BANDUNG