Aik
-
Upload
cynthiaanggipradita -
Category
Documents
-
view
225 -
download
7
description
Transcript of Aik
![Page 1: Aik](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062400/577c7f861a28abe054a4efc7/html5/thumbnails/1.jpg)
MAKALAH AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN IV
Disusun Oleh :
KELOMPOK 2
Yasintha Fadiah (201310410311022)
Cynthia Anggi Pradita (201310410311040)
Novia Rizki Nurlaili (201310410311049)
Rahma Rosalina W. (201310410311050)
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2014
![Page 2: Aik](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062400/577c7f861a28abe054a4efc7/html5/thumbnails/2.jpg)
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan taufik serta
hidayah-Nya kepada kita semua sehingga penulisan makalah Al Islam dan
Kemuhammadiyahan ini dapat terselesaikan.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak dosen yang
telah memberikan dorongan moril untuk melakukan penulisan makalah. Selain itu,
terimakasih juga untuk kedua orang tua penyusun yang telah memberikan dorongan moril
dan material. Dan untuk semua pihak yang telah memberi semangat penyusun dalam
menyelesaikan makalah ini yang tidak dapat penyusun sebutkan satu-persatu.
Penyusun menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penyusun bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca guna perbaikan
penulisan makalah untuk di masa yang akan datang.
Malang, Maret 2015
Penyusun
i
![Page 3: Aik](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062400/577c7f861a28abe054a4efc7/html5/thumbnails/3.jpg)
Daftar Isi
Kata Pengantar............................................................................................................................i
Daftar Isi....................................................................................................................................ii
Latar Belakang...........................................................................................................................1
PEMBAHASAN........................................................................................................................2
1.1 Pengertian Keluarga.........................................................................................................2
1.2 Pengertian Pernikahan......................................................................................................2
1.3 Tujuan dari Pernikahan.....................................................................................................3
1.4 Hukum-hukum Pernikahan...............................................................................................3
1.5 Syarat-syarat pernikahan..................................................................................................4
1.5.1 Syarat mempelai laki laki..........................................................................................4
1.5.2 Syarat mempelai perempuan......................................................................................4
1.5.3 Syarat wali.................................................................................................................4
1.5.4 Jenis – jenis perwalian:..............................................................................................5
1.5.5 Syarat saksi................................................................................................................5
1.5.6 Syarat ijab..................................................................................................................5
1.5.7 Syarat qobul...............................................................................................................6
1.5.8 Mahar.........................................................................................................................6
1.6 Penyebab Haramnya suatu pernikahan.............................................................................6
1.7 Memilih calon pendamping..............................................................................................7
1.8 Konsep Tata Cara Ataupun Proses Sebuah Pernikahan...................................................8
1.9 Menciptakan keluarga sakinah..................................................................................12
1.9.1 Pengertian keluarga sakinah....................................................................................12
1.9.2 Hak dan kewajiban...................................................................................................12
ii
![Page 4: Aik](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062400/577c7f861a28abe054a4efc7/html5/thumbnails/4.jpg)
iii
![Page 5: Aik](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062400/577c7f861a28abe054a4efc7/html5/thumbnails/5.jpg)
Latar Belakang
Proses mencari jodoh dalam Islam bukanlah “membeli kucing dalam karung”
sebagaimana sering dituduhkan. Namun justru diliputi oleh perkara yang penuh adab.
Bukan “Coba dulu baru beli” kemudian “habis manis sepah dibuang”, sebagaimana
pacaran kawula muda di masa sekarang. Islam telah memberikan konsep yang jelas
tentang tatacara ataupun proses sebuah pernikahan yang berlandaskan Al-Qur`an dan As-
Sunnah yang shahih.
Memiliki keluarga yang sakinah atau harmonis merupakan dambaan setiap pasangan
suami istri, akan tetapi untuk mewujudkannya bukanlah hal yang mudah. Di tengah arus
kehidupan seperti sekarang ini, jangankan untuk membangun rumah tangga yang sakinah,
untuk dapat mempertahankan keutuhan rumah tangga saja sudah merupakan sebuah
prestasi. Sudah saatnya bagi kita semua untuk merenunginya, melakukan refleksi diri,
apakah kita sudah berjalan pada koridor yang diinginkan oleh Allah dalam menjalakan
kehidupan berumah tangga ataukah belum.
Agama Islam senantiasa mengajarkan kepada umatnya agar keluarga dijadikan
sebagai institusi yang aman, nyaman, bahagia dan kukuh bagi setiap ahli keluarga. Al
Quran dan Hadist merupakan landasan bagi terbentuknya sebuah keluarga yang sakinah
termasuk dalam hal mengatasi setiap permasalahan yang timbul.
Menciptakan keluarga yang bahagia sakinah mawaddah warahmah dan keluarga yang
islami adalah merupakan bagian dari salah satu tujuan pernikahan di dalam islam itu
sendiri.Tujuan manfaat pernikahan dalam Islam adalah merupakan bagian dari mengikuti
sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang merupakan panutan kita dalam
kehidupan dunia maupun akhirat. Karena dalam ajaran Islam dan Sunnah Nabi banyak
terkandung hikmah dan manfaat yang banyak sekali.
A. Tujuan
Untuk mengetahui pengertian dari keluarga dan pernikahan
Untuk mengetahui hukum dan syarat dari pernikahan
Untuk mengetahui bagaimana memilih pasangan hidup yang baik
Untuk mengetahui proses-proses pernikahan
1
![Page 6: Aik](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062400/577c7f861a28abe054a4efc7/html5/thumbnails/6.jpg)
Untuk mengetahui cara atau tips membangun keluarga yang bahagia dari
sebuah pernikahan
B. Manfaat
Dapat mengetahui pengertian dari keluarga dan pernikahan
Dapat mengetahui hukum dan syarat dari pernikahan
Dapat mengetahui bagaimana memilih pasangan hidup yang baik
Dapat mengetahui proses-proses pernikahan
Dapat mengetahui cara atau tips membangun keluarga yang bahagia dari
sebuah pernikahan
2
![Page 7: Aik](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062400/577c7f861a28abe054a4efc7/html5/thumbnails/7.jpg)
PEMBAHASAN
1.1 Pengertian Keluarga
Keluarga adalah lingkungan dimana beberapa orang yang masih memiliki hubungan
darah dan bersatu. Keluarga didefinisikan sebagai sekumpulan orang yang tinggal dalam
satu rumah yang masih mempunyai hubungan kekerabatan/hubungan darah karena
perkawinan, kelahiran, adopsi dan lain sebagainya. Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu
dan anak-anak yang belum menikah disebut keluarga batih.
Keluarga adalah komunitas kecil dalam masyarakat. Setiap muslim diwajibkan untuk
hidup berkeluarga demi menjalankan tuntutan ajaran islam. Fungsi keluarga sangat
berarti dalam membentuk karakter dan kepribadian seseorang . Keluarga merupakan unit
(satuan) terpenting bagi proses pembangunan umat. Kepribadian yang baik terbentuk
dari sebuah keluarga yang menanamkan budi pekerti yang baik.
Tak dapat dipungkiri bahwa al-quran sangat memperhatikan masalah kehidupan
keluarga ( istilah arabnya “al usr yang bermakna “kelencangan dan kekuatan“). Menurut
Sayyid Qutub dalam fi zilal al-quran, keluarga merupakan mesin incubator (alat atau
tempat yang mendukung pertumbuhan sesuatu) bersifat alamiah yang berfungsi
melindungi, memelihara, dan mengembangkan jasmani serta akal anak-anak yang sedang
tumbuh. Dibawah naungan keluarga, rasa cinta, kasih sayang dan solidaritas saling
berpadu. Dalam keluargalah individu manusia akan membangun perwatakanya yang
has seumur hidup.
Harus diakui bahwa kondisi kehidupan keluarga sebelum kedatangan islam penuh
dengan noda penyimpangan. Saat itu, kaum wanita sama sekali tidak dihargai orang tua
tidak diperlakukan sebagai mana mestinya, dan anak-anak tidak mendapat perhatian,
apalagi pendidikan yang layak dimlikinya, penguasaan (dominasi) kewenang-wenangan
dan kewenang-wenangan kaum laki-laki (yang rata-rata bermental bejat dikarenakan
kebiasaan buruknya seperti: berzina, bermain judi, mengubur hidup-hidup anak
perempuan, merapok, berhubungan intim dengan ibu kandung, dan sebagainya).
Lalu datanglah islam dengan membawa prinsip-prinsip yang luhur dan nasihat-nasihat
yang baik. Islam akhirnya menyelamatkan kehidupan keluarga, melambungkanya
3
![Page 8: Aik](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062400/577c7f861a28abe054a4efc7/html5/thumbnails/8.jpg)
kepuncak kemulyaan, dan mengembalikan segenap hak yang telah dicabut kepada para
pemiliknya . Seraya itu pula islam menempatkan lembaga pada posisi yang sebenarnya
dalam kehidupan ini.
1.2 Pengertian Pernikahan
Nikah sebagai kata serapan dari bahasa Arab bila ditinjau dari sisi bahasa maknanya
menghimpun atau mengumpulkan. Kata ini bisa dimutlakkan pada dua perkara yaitu akad
dan jima’ (hubungan suami istri).
Adapun pengertian nikah secara syar’i adalah seorang pria mengadakan akad dengan
seorang wanita dengan tujuan agar ia dapat istimta’ (bernikmat-nikmat) dengan si wanita,
dapat memperoleh keturunan, dan tujuan lain yang merupakan maslahat nikah. Akad
nikah merupakan mitsaq (perjanjian) di antara sepasang suami istri.
�� ر ب�ي خ� � بي خ� خ� خ ٱل � خ ب�� � م ك� ى� خ� م� ��خ ب� خ ٱل �خ ب�ن م ك� خ� خ� م ��خ � خ ب�� � ا� و" ك$ خ% خ'ا خ) بل خ( ب* وا خ� خ+ خ, .-ا ر ك'" ك/ م ك� ىخن م خ' خ0 خ, ى1 خ2 ك��ن خ, �4 ر خ خ6 م�ن ك� ىخن م� خ خ� نا خ ب�� ك9 نا خ ٱل خ:ا ; ك خ�ا ىخ; و
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi
Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.” [QS. Al Hujuraat (49):13].
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa setiap manusia telah diciptakan untuk
berpasang-pasangan, sehingga nantinya kita akan menjadi orang-orang yang bertaqwa.
Ada tiga golongan yang pasti akan ditolong oleh Allah SWT. Yaitu:
1. Orang yang menikah karena menjaga kehormatannya
2. Budak yang mengadakan perjanjian dengan tuannya untuk memerdekakan dirinya
dengan bayaran tebusan tertentu
3. Orang yang berperang dijalan Allah.
Sudah jelas tentunya bahwa pernikahan adalah hal yang disayang dan dicintai Allah
dan Rosulnya.
1.3 Tujuan dari Pernikahan
4
![Page 9: Aik](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062400/577c7f861a28abe054a4efc7/html5/thumbnails/9.jpg)
Mengenai tujuan sebuah pernikahan dalam agama Islam adalah terdapat dalam dalil Al-
Qur'an mengenai keutamaan menikah yaitu firman Allah Ta'ala yang artinya : "Dan di antara
tanda-tanda kebesaran-Nya ialah ia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu
sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di
antaramu rasa kasih (mawaddah) dan sayang (rahmah). Sungguh pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kamu yang berfikir." (QS Ar Rum :
30: 21).
Dalam Islam tujuan pernikahan itu antara lain adalah sebagai berikut :
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi.
2. Untuk Membentengi Akhlaq Yang Mulia.
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami.
4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah.
5. Untuk Memperoleh Keturunan Yang Shalih Shalihah
1.4 Hukum-hukum Pernikahan
Jaiz, artinya boleh kawin dan boleh juga tidak, jaiz ini merupakan hukum dasar dari
pernikahan. Perbedaan situasi dan kondisi serta motif yang mendorong terjadinya
pernikahan menyebabkan adanya hukum-hukum nikah berikut.
Sunat, yaitu apabila seseorang telah berkeinginan untuk menikah serta memiliki
kemampuan untuk memberikan nafkah lahir maupun batin.
Wajib, yaitu bagi yang memiliki kemampuan memberikan nafkah dan ada
kekhawatiran akan terjerumus kepada perbuatan zina bila tidak segera melangsungkan
perkawinan. Atau juga bagi seseorang yang telah memiliki keinginan yang sangat
serta dikhawatirkan akan terjerumus ke dalam perzinahan apabila tidak segera
menikah.
Makruh, yaitu bagi yang tidak mampu memberikan nafkah.
Haram, yaitu apabila motivasi untuk menikah karena ada niatan jahat, seperti untuk
menyakiti istrinya, keluarganya serta niat-niat jelek lainnya.
1.5 Syarat-syarat pernikahan
Adanya mempelai laki-laki dan perempuan
Adanya wali bagi perempuan
5
![Page 10: Aik](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062400/577c7f861a28abe054a4efc7/html5/thumbnails/10.jpg)
Adanya dua orang saksi lak-laki yang adil
Ijab dan qabul
Adanya mahar
1.5.1 Syarat mempelai laki laki
Islam
Laki-laki yang tertentu
Bukan lelaki mahram dengan calon istri
Mengetahui wali yang sebenarnya bagi akad nikah tersebut
Bukan dalam ihram haji atau umroh
Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
Tidak mempunyai empat orang istri yang sah dalam suatu waktu
Mengetahui bahwa perempuan yang hendak dinikahi adalah sah
dijadikan istri
1.5.2 Syarat mempelai perempuan
Islam
Perempuan yang tertentu
Bukan perempuan mahram dengan calon suami
Bukan seorang banci
Akil baligh (telah pubertas)
Bukan dalam berihram haji atau umroh
Tidak dalam iddah
Bukan istri orang
1.5.3 Syarat wali
Islam, bukan kafir dan murtad
Lelaki dan bukannya perempuan
Telah pubertas
Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
Bukan dalam ihram haji atau umroh
Tidak fasik
6
![Page 11: Aik](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062400/577c7f861a28abe054a4efc7/html5/thumbnails/11.jpg)
Tidak cacat akal pikiran, gila, terlalu tua dan sebagainya
Merdeka
1.5.4 Jenis – jenis perwalian:
Wali mujbir: Wali dari bapaknya sendiri atau kakek dari bapa yang mempunyai hak
mewalikan pernikahan anak perempuannya atau cucu perempuannya dengan
persetujuannya (sebaiknya perlu mendapatkan kerelaan calon istri yang hendak
dinikahkan)
Wali aqrab: Wali terdekat yang telah memenuhi syarat yang layak dan berhak menjadi
wali
Wali ab’ad: Wali yang sedikit mengikuti susunan yang layak menjadi wali, jikalau wali
aqrab berkenaan tidak ada. Wali ab’ad ini akan digantikan oleh wali ab’ad lain dan
begitulah seterusnya mengikut susunan tersebut jika tidak ada yang terdekat lagi.
Wali raja/hakim: Wali yang diberi hak atau ditunjuk oleh pemerintah atau pihak
berkuasa pada negeri tersebut oleh orang yang telah dilantik menjalankan tugas ini
dengan sebab-sebab tertentu
1.5.5 Syarat saksi
Sekurang-kurangya dua orang
Islam
Berakal
Telah pubertas
Laki-laki
Memahami isi lafal ijab dan qobul
Dapat mendengar, melihat dan berbicara
Adil
Merdeka
1.5.6 Syarat ijab
Pernikahan nikah ini hendaklah tepat
Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
Diucapkan oleh wali atau wakilnya
7
![Page 12: Aik](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062400/577c7f861a28abe054a4efc7/html5/thumbnails/12.jpg)
Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mut'ah (nikah kontrak atau
pernikahan (ikatan suami istri) yang sah dalam tempo tertentu seperti
yang dijanjikan dalam persetujuan nikah muat'ah)
Tidak secara taklik (tidak ada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafalkan)
Contoh bacaan Ijab: Wali/wakil wali berkata kepada calon suami: "Saya nikahkan
anda dengan Nisa binti Abdullah dengan mas kawin berupa cincin emas dibayar
tunai".
1.5.7 Syarat qobul
Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab
Tidak ada perkataan sindiran
Dilafalkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)
Tidak secara taklik(tidak ada sebutan prasyarat sewaktu qobul dilafalkan)
Menyebut nama calon istri
Tidak ditambahkan dengan perkataan lain
Contoh sebutan qabul (akan dilafazkan oleh bakal suami):"Saya terima nikahnya dengan
Nisa binti Abdullah dengan mas kawin berupa seperangkap alat salat dibayar tunai" atau
"Saya terima Nisa binti Abdullah sebagai istri saya".
1.5.8 Mahar
Adalah hak istri. Sebaik-baik wanita adalah yang paling mudah maharnya
tidak ada batasan besar kecilnya sesuai kerelaan istri.
harus disebutkan dalam aqad
berfungsi sebagai lambang tanggung jawab suami
adanya dukhul (hubungan suami istri) jadi syarat wajib dibayarkannya mahar
rasulullah memberi mahar istri-istri beliau sebesar dua belas setengah uqiyah ( 1
Uqiyah = 40 dirham. 12 uqiyah = 480 dirham)
1.6 Penyebab Haramnya suatu pernikahan
Dalam Al-Qur’an disebutkan:
8
![Page 13: Aik](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062400/577c7f861a28abe054a4efc7/html5/thumbnails/13.jpg)
خن ب� م ك� ك� خ"� خ� ��خ خ, م ك� خن م' خ> م% ��خ ب�ي �للا ك ك� ك� خ:ا � خ ��ك خ, ب@ م� A� �ل Cك خنا خ- خ, Dب A� �ل Cك خنا خ- خ, م ك� ك� Aخ�ال خ, م ك� ك� خ Eا خ� خ, م ك� ك� خ"� خ� ��خ خ, م ك� ك� خنا خ- خ, م ك� ك� خ:ا � خ ��ك م ك� مي خ خ� م@ خ� م� Fك م ك� مي خ خ� Gخ خنا ك0 خ$لا خ ن ب: ب- م ك) م خ� Hخ كن"� ك�" خ� م خل م� ب�ا خ$ خ ن ب: ب- م ك) م خ� Hخ ب�ي �للا ك ك� ب* خIا بن من ب� م ك ب% "Jك Fك ب$ي ب�ي �للا ك ك� ك� ب* خ-ا خ% خ, م ك� ب* خIا بن Cك خ:ا � خ ��ك خ, Kب خ� خ>ا � خ �ل
.Eا بFي خ% �%. "Lك Mخ خ� خ ا خ� خ �ل � خ ب�� Nخ خ Oخ �م خ+ خ�ا Aب��ل بن مي خ) م� A� �ل خن مي خ- ك'"� Eخ Jم خ� م� ��خ خ, م ك� ب- مPلا ��خ من ب� خن ;Qب ل خ � ك ك� ب* خنا م- ��خ ك( ب* خFلا خ,
Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-
saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara
ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki,
anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui
kamu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak
perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu
campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan),
maka tidak berdosa kamu menikahinya, (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu
(menantu), dan diharamkan mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang
bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (an-nisa’ ayat 23).
Jadi, haramnya suatu pernikahan jika :
yang dinikahkan adalah Ibunya sendiri
Nenek dari ibu maupun bapak
Anak perempuan & keturunannya
Saudara perempuan segaris atau satu bapak atau satu ibu
Anak perempuan kepada saudara lelaki mahupun perempuan, yaitu semua anak
saudara perempuan
Perempuan yang diharamkan menikah oleh laki-laki disebabkan oleh sesusuan ialah:
Ibu sesusuan
Nenek dari saudara ibu sesusuan
Saudara perempuan sesusuan
Anak perempuan kepada saudara sesusuan laki-laki atau perempuan
Sepupu dari ibu sesusuan atau bapak sesusuan
Perempuan mahram bagi laki-laki karena persemendaan ialah:
Ibu mertua
9
![Page 14: Aik](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062400/577c7f861a28abe054a4efc7/html5/thumbnails/14.jpg)
Ibu tiri
Nenek tiri
Menantu perempuan
Anak tiri perempuan dan keturunannya
Adik ipar perempuan dan keturunannya
Sepupu dari saudara istri
Anak saudara perempuan dari istri dan keturunannya
1.7 Memilih Calon Pendamping Menurut Sunnah Rasulullah
Terikatnya jalinan cinta dua orang insan dalam sebuah pernikahan adalah perkara yang sangat diperhatikan dalam syariat Islam yang mulia ini. Bahkan kita dianjurkan untuk serius dalam permasalahan ini dan dilarang menjadikan hal ini sebagai bahan candaan atau main-main.
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
: والرجعة والطالق النكاح جد وهزلهن جد جدهن ثالث
“Tiga hal yang seriusnya dianggap benar-benar serius dan bercandanya dianggap serius: nikah, cerai dan ruju.’” (Diriwayatkan oleh Al Arba’ah kecuali An Nasa’i. Dihasankan oleh Al Albani dalam Ash Shahihah)
Salah satunya dikarenakan menikah berarti mengikat seseorang untuk menjadi teman hidup tidak hanya untuk satu-dua hari saja bahkan seumur hidup, insya Allah. Jika demikian, merupakan salah satu kemuliaan syariat Islam bahwa orang yang hendak menikah diperintahkan untuk berhati-hati, teliti dan penuh pertimbangan dalam memilih pasangan hidup.
Sungguh sayang, anjuran ini sudah semakin diabaikan oleh kebanyakan kaum muslimin. Sebagian mereka terjerumus dalam perbuatan maksiat seperti pacaran dan semacamnya, sehingga mereka pun akhirnya menikah dengan kekasih mereka tanpa memperhatikan bagaimana keadaan agamanya. Sebagian lagi memilih pasangannya hanya dengan pertimbangan fisik. Mereka berlomba mencari wanita cantik untuk dipinang tanpa peduli bagaimana kondisi agamanya. Sebagian lagi menikah untuk menumpuk kekayaan. Mereka pun meminang lelaki atau wanita yang kaya raya untuk mendapatkan hartanya. Yang terbaik tentu adalah apa yang dianjurkan oleh syariat, yaitu berhati-hati, teliti dan penuh pertimbangan dalam memilih pasangan hidup serta menimbang anjuran-anjuran agama dalam memilih pasangan.
Setiap muslim yang ingin beruntung dunia akhirat hendaknya mengidam-idamkan sosok suami dan istri dengan kriteria sebagai berikut:
1. Taat kepada Allah dan Rasul-Nya
Ini adalah kriteria yang paling utama dari kriteria yang lain. Maka dalam memilih calon pasangan hidup, minimal harus terdapat satu syarat ini. Karena Allah Ta’ala berfirman,
10
![Page 15: Aik](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062400/577c7f861a28abe054a4efc7/html5/thumbnails/15.jpg)
م ك خ�ا م� ��خ ب� خ �ل �خ ب�ن م ك� خ� خ� م ��خ � خ ب��
“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertaqwa.” (QS. Al Hujurat: 13)
Sedangkan taqwa adalah menjaga diri dari adzab Allah Ta’ala dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Maka hendaknya seorang muslim berjuang untuk mendapatkan calon pasangan yang paling mulia di sisi Allah, yaitu seorang yang taat kepada aturan agama. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pun menganjurkan memilih istri yang baik agamanya,
: ��ك ; @-�� �ل�;ن C�Q- �Lاظ$ ,ل�;ن:ا، ,E0ال:ا ,لح�I:ا لEال:ا �A%-ع ل ��ة �Eل� �ن�ح
“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari-Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
,$IاH �ي� �A%ض �ل $ي Kن($ ��ن "ه'L� Aل�� $ز,0"ه ���, H;ن� �"<�� �ن 0اء �6��
“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. Tirmidzi. Al Albani berkata dalam Adh Dho’ifah bahwa hadits ini hasan lighoirihi)
Jika demikian, maka ilmu agama adalah poin penting yang menjadi perhatian dalam memilih pasangan. Karena bagaimana mungkin seseorang dapat menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, padahal dia tidak tahu apa saja yang diperintahkan oleh Allah dan apa saja yang dilarang oleh-Nya? Dan disinilah diperlukan ilmu agama untuk mengetahuinya.
Maka pilihlah calon pasangan hidup yang memiliki pemahaman yang baik tentang agama. Karena salah satu tanda orang yang diberi kebaikan oleh Allah adalah memiliki pemahaman agama yang baik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
�ل�;ن $ي �:�L; �ي�� �- ��ل H�; �ن
“Orang yang dikehendaki oleh Allah untuk mendapat kebaikan akan dipahamkan terhadap ilmu agama.” (HR. Bukhari-Muslim)
2. Al Kafa’ah (Sekufu)
Yang dimaksud dengan sekufu atau al kafa’ah -secara bahasa- adalah sebanding dalam hal kedudukan, agama, nasab, rumah dan selainnya (Lisaanul Arab, Ibnu Manzhur). Al Kafa’ah secara syariat menurut mayoritas ulama adalah sebanding dalam agama, nasab (keturunan), kemerdekaan dan pekerjaan. (Dinukil dari Panduan Lengkap Nikah, hal. 175). Atau dengan kata lain kesetaraan dalam agama dan status sosial. Banyak dalil yang menunjukkan anjuran ini. Di antaranya firman Allah Ta’ala,
11
![Page 16: Aik](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062400/577c7f861a28abe054a4efc7/html5/thumbnails/16.jpg)
Cب خ�ا مي ] خ بل خ� ك�" مي ] خ خ,�ل خن ب�ي مي ] خ بل Cك خ�ا مي ] خ خ,�ل Cب خ2ا ب�ي خ م بل خ� ك2" ب�ي خ مل خ,� خن ب2ي ب�ي خ م بل Cك خ2ا ب�ي خ مل �
“Wanita-wanita yang keji untuk laki-laki yang keji. Dan laki-laki yang keji untuk wanita-wanita yang keji pula. Wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik. Dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik pula.” (QS. An Nur: 26)
Al Bukhari pun dalam kitab shahihnya membuat Bab Al Akfaa fid Diin (Sekufu dalam agama) kemudian di dalamnya terdapat hadits,
: ��ك ; @-�� �ل�;ن C�Q- �Lاظ$ ,ل�;ن:ا، ,E0ال:ا ,لح�I:ا لEال:ا �A%-ع ل ��ة �Eل� �ن�ح
“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih karena agamanya (keislamannya), sebab kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari-Muslim)
Salah satu hikmah dari anjuran ini adalah kesetaraan dalam agama dan kedudukan sosial dapat menjadi faktor kelanggengan rumah tangga. Hal ini diisyaratkan oleh kisah Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu, seorang sahabat yang paling dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dinikahkan dengan Zainab binti Jahsy radhiyallahu ‘anha. Zainab adalah wanita terpandang dan cantik, sedangkan Zaid adalah lelaki biasa yang tidak tampan. Walhasil, pernikahan mereka pun tidak berlangsung lama. Jika kasus seperti ini terjadi pada sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apalagi kita?
3. Menyenangkan jika dipandang
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang telah disebutkan, membolehkan kita untuk menjadikan faktor fisik sebagai salah satu kriteria memilih calon pasangan. Karena paras yang cantik atau tampan, juga keadaan fisik yang menarik lainnya dari calon pasangan hidup kita adalah salah satu faktor penunjang keharmonisan rumah tangga. Maka mempertimbangkan hal tersebut sejalan dengan tujuan dari pernikahan, yaitu untuk menciptakan ketentraman dalam hati.
Allah Ta’ala berfirman,
خ:ا مي خل ب�� كن"� ك� Iم خ) مل .ا خ,�0 م_ ��خ م ك� Iب Lك خ��ن من م� ك� خل خ خ خ� م� ��خ ب� ب� خ;ا و� من ب� خ,
“Dan di antara tanda kekuasaan Allah ialah Ia menciptakan bagimu istri-istri dari jenismu sendiri agar kamu merasa tenteram denganya.” (QS. Ar Ruum: 21)
Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyebutkan 4 ciri wanita sholihah yang salah satunya,
���O ��لي:ا نظ� ��,
“Jika memandangnya, membuat suami senang.” (HR. Abu Dawud. Al Hakim berkata bahwa sanad hadits ini shahih)
Oleh karena itu, Islam menetapkan adanya nazhor, yaitu melihat wanita yang yang hendak dilamar. Sehingga sang lelaki dapat mempertimbangkan wanita yang yang hendak
12
![Page 17: Aik](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062400/577c7f861a28abe054a4efc7/html5/thumbnails/17.jpg)
dilamarnya dari segi fisik. Sebagaimana ketika ada seorang sahabat mengabarkan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ia akan melamar seorang wanita Anshar. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
/يئا �Aنصا% �ل ���ين $ي �ا� $ ��لي:ا $انظ� $ا6هب +ال Aل +ال ��لي:ا Cنظ���
“Sudahkah engkau melihatnya?” Sahabat tersebut berkata, “Belum.” Beliau lalu bersabda, “Pergilah kepadanya dan lihatlah ia, sebab pada mata orang-orang Anshar terdapat sesuatu.” (HR. Muslim)
4. Subur (mampu menghasilkan keturunan)
Di antara hikmah dari pernikahan adalah untuk meneruskan keturunan dan memperbanyak jumlah kaum muslimin dan memperkuat izzah (kemuliaan) kaum muslimin. Karena dari pernikahan diharapkan lahirlah anak-anak kaum muslimin yang nantinya menjadi orang-orang yang shalih yang mendakwahkan Islam. Oleh karena itulah, Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih calon istri yang subur,
�A� �ل �- ��اث� $اني H"ل"ل� H,H"ل� �ز,0"�
“Nikahilah wanita yang penyayang dan subur! Karena aku berbangga dengan banyaknya ummatku.” (HR. An Nasa’I, Abu Dawud. Dihasankan oleh Al Albani dalam Misykatul Mashabih)
Karena alasan ini juga sebagian fuqoha (para pakar fiqih) berpendapat bolehnya fas-khu an nikah (membatalkan pernikahan) karena diketahui suami memiliki impotensi yang parah. As Sa’di berkata: “Jika seorang istri setelah pernikahan mendapati suaminya ternyata impoten, maka diberi waktu selama 1 tahun, jika masih dalam keadaan demikian, maka pernikahan dibatalkan (oleh penguasa)” (Lihat Manhajus Salikin, Bab ‘Uyub fin Nikah hal. 202)
Kriteria Khusus untuk Memilih Calon Suami
Khusus bagi seorang muslimah yang hendak memilih calon pendamping, ada satu kriteria yang penting untuk diperhatikan. Yaitu calon suami memiliki kemampuan untuk memberi nafkah. Karena memberi nafkah merupakan kewajiban seorang suami. Islam telah menjadikan sikap menyia-nyiakan hak istri, anak-anak serta kedua orang tua dalam nafkah termasuk dalam kategori dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
C"�; �ن ;ضيع ��� ��ثEا -ال�Eء 1L
“Cukuplah seseorang itu berdosa bila ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud. Al Hakim berkata bahwa sanad hadits ini shahih).
Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun membolehkan bahkan menganjurkan menimbang faktor kemampuan memberi nafkah dalam memilih suami. Seperti kisah pelamaran Fathimah binti Qais radhiyallahu ‘anha:
: : ي� � ��ل 1P ��ل %O"ل $�ال �[�اني؟ K;,ا'�, :Jل� ��-ا ��� @�$ ،O, ي�� ��ل 1P �لن�ي ���ي@ +ال@ �ن:ا ��ل %>ي +يس -ن@ KEاط$ �ن�ا���:” �ن �ل'صا ;ضع $لا ،:Jل�"-�� ���ا , ، ل� �ال Aل $ص'"ك ،K;,ا'� ���ا O,
13
![Page 18: Aik](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062400/577c7f861a28abe054a4efc7/html5/thumbnails/18.jpg)
“Dari Fathimah binti Qais radhiyallahu ‘anha, ia berkata: ‘Aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu aku berkata, “Sesungguhnya Abul Jahm dan Mu’awiyah telah melamarku”. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Adapun Mu’awiyah adalah orang fakir, ia tidak mempunyai harta. Adapun Abul Jahm, ia tidak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya”.” (HR. Bukhari-Muslim)
Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak merekomendasikan Muawiyah radhiyallahu ‘anhu karena miskin. Maka ini menunjukkan bahwa masalah kemampuan memberi nafkah perlu diperhatikan.
Namun kebutuhan akan nafkah ini jangan sampai dijadikan kriteria dan tujuan utama. Jika sang calon suami dapat memberi nafkah yang dapat menegakkan tulang punggungnya dan keluarganya kelak itu sudah mencukupi. Karena Allah dan Rasul-Nya mengajarkan akhlak zuhud (sederhana) dan qana’ah (menyukuri apa yang dikarunai Allah) serta mencela penghamba dan pengumpul harta. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يرض لم يعط لم وإن رضي، أعطي إن والخميصة، والقطيفة، والدرهم، الدينار، تعسعبد
“Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khamishah dan celakalah hamba khamilah. Jika diberi ia senang, tetapi jika tidak diberi ia marah.” (HR. Bukhari).
Selain itu, bukan juga berarti calon suami harus kaya raya. Karena Allah pun menjanjikan kepada para lelaki yang miskin yang ingin menjaga kehormatannya dengan menikah untuk diberi rizki.
ب� ب مض خ$ ب�ن ك� خ �ل ك ب: بن lم ك; خ��ء خ� ك$ كن"� ك�" خ; ب��� م ك� ب* خ�ا ب�� خ, م ك Hب خ�ا ب� من ب� خن بحي بل خ صا خ,�ل م ك� ب�ن خ�1 خ;ا A�خ مل � كح"� ب� خ��ن خ,
“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kalian. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya.” (QS. An Nur: 32)
Kriteria Khusus untuk Memilih Istri
Salah satu bukti bahwa wanita memiliki kedudukan yang mulia dalam Islam adalah bahwa terdapat anjuran untuk memilih calon istri dengan lebih selektif. Yaitu dengan adanya beberapa kriteria khusus untuk memilih calon istri. Di antara kriteria tersebut adalah:
1. Bersedia taat kepada suami
Seorang suami adalah pemimpin dalam rumah tangga. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
ساء الن على قوامون جال الر
“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita.” (QS. An Nisa: 34)
Sudah sepatutnya seorang pemimpin untuk ditaati. Ketika ketaatan ditinggalkan maka hancurlah ‘organisasi’ rumah tangga yang dijalankan. Oleh karena itulah, Allah dan Rasul-Nya dalam banyak dalil memerintahkan seorang istri untuk taat kepada suaminya, kecuali
14
![Page 19: Aik](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062400/577c7f861a28abe054a4efc7/html5/thumbnails/19.jpg)
dalam perkara yang diharamkan. Meninggalkan ketaatan kepada suami merupakan dosa besar, sebaliknya ketaatan kepadanya diganjar dengan pahala yang sangat besar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Cم خء خ/ا Kب ن خ Jخ مل � mب خ"� م- ��خ nم ��خ من ب� م@ خ خ� Hخ خ:ا، خ م' خ- م@ خ� خطا ��خ خ, خ:ا، خ0 م� خ$ م@ خن خص Fخ خ, خها، خ� م: خ/ م@ خ� خPا خ, خ:ا، Iخ Eم خ� كة ��خ م� Eخ مل � ب@ خ Pخ خ�6 ب��
“Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktunya, mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan.” (HR. Ibnu Hibban. Dishahihkan oleh Al Albani)
Maka seorang muslim hendaknya memilih wanita calon pasangan hidupnya yang telah menyadari akan kewajiban ini.
2. Menjaga auratnya dan tidak memamerkan kecantikannya kecuali kepada suaminya
Berbusana muslimah yang benar dan syar’i adalah kewajiban setiap muslimah. Seorang muslimah yang shalihah tentunya tidak akan melanggar ketentuan ini. Allah Ta’ala berfirman,
.ا EيFب % خ �. %"Lك Mخ ك� خ �ل خ� خ ا خ, خن م; خ6 oم ك; خلا خ$ خن م$ خ� م' ك; ���خ خن1 Hم ��خ pخ بل خ6 خ ن ب: ب� ب-ي خلا خ0 ب�ن خ ن ب: مي خ خ� خن بني �م ك; خن بني ب� oم Eك مل � خIاء بن خ, pخ ب� خنا خ- خ, pخ ب0 خ,� م_ A�خ مل ك+( ك ي ب� ن خ �ل خ:ا ; ك ��خ خ;ا
“Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’” (QS. Al Ahzab: 59)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengabarkan dua kaum yang kepedihan siksaannya belum pernah beliau lihat, salah satunya adalah wanita yang memamerkan auratnya dan tidak berbusana yang syar’i. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
�Q , �Q ي�ةI� �ن �لي"0 %;ح:ا ��� , %;ح:ا ��J; Aل, KنJل� ن��; Aل K�لEا* �ل�^@ KنOا� %ؤO:ن Cا*لا� CيلاE� Cا%;ا� CياOاء اIن
“Wanita yang berpakaian namun (pada hakikatnya) telanjang yang berjalan melenggang, kepala mereka bergoyang bak punuk unta. Mereka tidak akan masuk surga dan bahkan mencium wanginya pun tidak. Padahal wanginya surga dapat tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim)
Berdasarkan dalil-dalil yang ada, para ulama merumuskan syarat-syarat busana muslimah yang syar’i di antaranya: menutup aurat dengan sempurna, tidak ketat, tidak transparan, bukan untuk memamerkan kecantikan di depan lelaki non-mahram, tidak meniru ciri khas busana non-muslim, tidak meniru ciri khas busana laki-laki, dll.
Maka pilihlah calon istri yang menyadari dan memahami hal ini, yaitu para muslimah yang berbusana muslimah yang syar’i.
3. Gadis lebih diutamakan dari janda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan agar menikahi wanita yang masih gadis. Karena secara umum wanita yang masih gadis memiliki kelebihan dalam hal kemesraan dan dalam hal pemenuhan kebutuhan biologis. Sehingga sejalan dengan salah satu
15
![Page 20: Aik](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062400/577c7f861a28abe054a4efc7/html5/thumbnails/20.jpg)
tujuan menikah, yaitu menjaga dari penyaluran syahawat kepada yang haram. Wanita yang masih gadis juga biasanya lebih nrimo jika sang suami berpenghasilan sedikit. Hal ini semua dapat menambah kebahagiaan dalam pernikahan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
-اليIي� 1<%�� , ��%Fا�ا ��ن)` , ��$"�ها mQ��� �ان:ن $ ، �A-�ا% -ال ي��
“Menikahlah dengan gadis, sebab mulut mereka lebih jernih, rahimnya lebih cepat hamil, dan lebih rela pada pemberian yang sedikit.” (HR. Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Al Albani)
Namun tidak mengapa menikah dengan seorang janda jika melihat maslahat yang besar. Seperti sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu yang menikah dengan janda karena ia memiliki 8 orang adik yang masih kecil sehingga membutuhkan istri yang pandai merawat anak kecil, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menyetujuinya (HR. Bukhari-Muslim)
4. Nasab-nya baik
Dianjurkan kepada seseorang yang hendak meminang seorang wanita untuk mencari tahu tentang nasab (silsilah keturunan)-nya.
Alasan pertama, keluarga memiliki peran besar dalam mempengaruhi ilmu, akhlak dan keimanan seseorang. Seorang wanita yang tumbuh dalam keluarga yang baik lagi Islami biasanya menjadi seorang wanita yang shalihah.
Alasan kedua, di masyarakat kita yang masih awam terdapat permasalahan pelik berkaitan dengan status anak zina. Mereka menganggap bahwa jika dua orang berzina, cukup dengan menikahkan keduanya maka selesailah permasalahan. Padahal tidak demikian. Karena dalam ketentuan Islam, anak yang dilahirkan dari hasil zina tidak di-nasab-kan kepada si lelaki pezina, namun di-nasab-kan kepada ibunya. Berdasarkan hadits,
ك� Jم خح مل � ب� به خ'ا م بل خ, ، rب خ�� Lب م بل �ك خل خ" �ل
“Anak yang lahir adalah milik pemilik kasur (suami) dan pezinanya dihukum.” (HR. Bukhari)
Dalam hadits yang mulia ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya menetapkan anak tersebut di-nasab-kan kepada orang yang berstatus suami dari si wanita. Me-nasab-kan anak zina tersebut kepada lelaki pezina menyelisihi tuntutan hadits ini.
Konsekuensinya, anak yang lahir dari hasil zina, apabila ia perempuan maka suami dari ibunya tidak boleh menjadi wali dalam pernikahannya. Jika ia menjadi wali maka pernikahannya tidak sah, jika pernikahan tidak sah lalu berhubungan intim, maka sama dengan perzinaan. Iyyadzan billah, kita berlindung kepada Allah dari kejadian ini.
Oleh karena itulah, seorang lelaki yang hendak meminang wanita terkadang perlu untuk mengecek nasab dari calon pasangan.
Selain melakukan usaha untuk memilih pasangan, jangan lupa bahwa hasil akhir dari segala usaha ada di tangan Allah ‘Azza Wa Jalla. Maka sepatutnya jangan meninggalkan doa kepada
16
![Page 21: Aik](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062400/577c7f861a28abe054a4efc7/html5/thumbnails/21.jpg)
Allah Ta’ala agar dipilihkan calon pasangan yang baik. Salah satu doa yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan shalat Istikharah. Sebagaimana hadits dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
لي�( ث % ')ين م( يص$ �ا�� - �F�� ه �6�� ” :pE'- ��O)^ي�ك ��ني :�ل …”
“Jika kalian merasa gelisah terhadap suatu perkara, maka shalatlah dua raka’at kemudian berdoalah: ‘Ya Allah, aku beristikharah kepadamu dengan ilmu-Mu’… (dst)” (HR. Bukhari)
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush shaalihat. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.
1.8 Konsep Tata Cara Ataupun Proses Sebuah Pernikahan
1. Mengenal calon pasangan hidup
Sebelum seorang lelaki memutuskan untuk menikahi seorang wanita, tentunya ia
harus mengenal terlebih dahulu siapa wanita yang hendak dinikahinya, begitu pula sebaliknya
si wanita tahu siapa lelaki yang berhasrat menikahinya. Tentunya proses kenal-mengenal ini
tidak seperti yang dijalani orang-orang yang tidak paham agama, sehingga mereka
menghalalkan pacaran atau pertunangan dalam rangka penjajakan calon pasangan hidup, kata
mereka. Pacaran dan pertunangan haram hukumnya tanpa kita sangsikan.
Adapun mengenali calon pasangan hidup di sini maksudnya adalah mengetahui siapa
namanya, asalnya, keturunannya, keluarganya, akhlaknya, agamanya dan informasi lain yang
memang dibutuhkan. Ini bisa ditempuh dengan mencari informasi dari pihak ketiga, baik dari
kerabat si lelaki atau si wanita ataupun dari orang lain yang mengenali si lelaki/si wanita.
Yang perlu menjadi perhatian, hendaknya hal-hal yang bisa menjatuhkan kepada
fitnah (godaan setan) dihindari kedua belah pihak seperti bermudah-mudahan melakukan
hubungan telepon, sms, surat-menyurat, dengan alasan ingin ta’aruf (kenal-mengenal) dengan
calon suami/istri. Jangankan baru ta’aruf, yang sudah resmi meminang pun harus menjaga
dirinya dari fitnah. Adapun pembicaraan yang biasa dilakukan laki-laki dengan wanita, antara
pemuda dan pemudi, padahal belum berlangsung pelamaran di antara mereka, namun
tujuannya untuk saling mengenal, sebagaimana yang mereka istilahkan, maka ini mungkar,
haram, bisa mengarah kepada fitnah serta menjerumuskan kepada perbuatan keji. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
.$ا ك�, م' خ� A. م"ل خ+ خن م ك+ خ, �ض خ� خ� ب� ب� م خ+ ب$ي nQب ل خ � خع Eخ م[ خي خ$ بل م" خ� مل ب-ا خن م' خض م خ� خا خ$ل
17
![Page 22: Aik](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062400/577c7f861a28abe054a4efc7/html5/thumbnails/22.jpg)
“Maka janganlah kalian tunduk (lembut mendayu-dayu) dalam berbicara sehingga
berkeinginan jeleklah orang yang di hatinya ada penyakit dan ucapkanlah ucapan yang
ma’ruf.” (Al-Ahzab: 32)
2. Nazhar (Melihat calon pasangan hidup)
Bila seorang lelaki ingin menikahi seorang wanita maka dituntunkan baginya untuk
terlebih dahulu melihat calonnya tersebut dan mengamatinya. (Al-Minhaj Syarhu Shahih
Muslim, 9/215-216)
Al-Imam Al-Baghawi rahimahullahu berkata, “Dalam sabda Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam kepada Al-Mughirah radhiyallahu ‘anhu: “Apakah engkau telah melihat
wanita yang kau pinang tersebut?” ada dalil bahwa sunnah hukumnya ia melihat si wanita
sebelum khitbah (pelamaran), sehingga tidak memberatkan si wanita bila ternyata ia
membatalkan khitbahnya karena setelah nazhar ternyata ia tidak menyenangi si wanita.”
(Syarhus Sunnah 9/18)
Bila nazhar dilakukan setelah khitbah, bisa jadi dengan khitbah tersebut si wanita
merasa si lelaki pasti akan menikahinya. Padahal mungkin ketika si lelaki melihatnya
ternyata tidak menarik hatinya lalu membatalkan lamarannya, hingga akhirnya si wanita
kecewa dan sakit hati. (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 9/214)
Sahabat Muhammad bin Maslamah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku meminang
seorang wanita, maka aku bersembunyi untuk mengintainya hingga aku dapat melihatnya di
sebuah pohon kurmanya.” Maka ada yang bertanya kepada Muhammad, “Apakah engkau
melakukan hal seperti ini padahal engkau adalah sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam?” Kata Muhammad, “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
Haramnya berduaan dan bersepi-sepi tanpa mahram ketika nazhar (melihat calon)
Sebagai catatan yang harus menjadi perhatian bahwa ketika nazhar tidak boleh lelaki tersebut
berduaan saja dan bersepi-sepi tanpa mahram (berkhalwat) dengan si wanita. Karena
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sekali-kali tidak boleh seorang laki-laki bersepi-sepi dengan seorang wanita kecuali wanita
itu bersama mahramnya.” (HR. Al-Bukhari no. 1862 dan Muslim no. 3259)
18
![Page 23: Aik](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062400/577c7f861a28abe054a4efc7/html5/thumbnails/23.jpg)
Karenanya si wanita harus ditemani oleh salah seorang mahramnya, baik saudara laki-laki
atau ayahnya. (Fiqhun Nisa` fil Khithbah waz Zawaj, hal. 28)
3. Khithbah (peminangan)
Seorang lelaki yang telah berketetapan hati untuk menikahi seorang wanita,
hendaknya meminang wanita tersebut kepada walinya. Apabila seorang lelaki mengetahui
wanita yang hendak dipinangnya telah terlebih dahulu dipinang oleh lelaki lain dan pinangan
itu diterima, maka haram baginya meminang wanita tersebut. Karena Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
“Tidak boleh seseorang meminang wanita yang telah dipinang oleh saudaranya hingga
saudaranya itu menikahi si wanita atau meninggalkannya (membatalkan pinangannya).” (HR.
Al-Bukhari no. 5144)
4. Akad nikah
Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang
melangsungkan pernikahan dalam bentuk ijab dan qabul. Ijab adalah penyerahan dari pihak
pertama, sedangkan qabul adalah penerimaan dari pihak kedua. Ijab dari pihak wali si
perempuan dengan ucapannya, misalnya: “Saya nikahkan anak saya yang bernama si A
kepadamu dengan mahar sebuah kitab Riyadhus Shalihin.”
Qabul adalah penerimaan dari pihak suami dengan ucapannya, misalnya: “Saya
terima nikahnya anak Bapak yang bernama si A dengan mahar sebuah kitab Riyadhus
Shalihin.”
5. Walimatul ‘urs
Melangsungkan walimah ‘urs hukumnya sunnah menurut sebagian besar ahlul ilmi,
menyelisihi pendapat sebagian mereka yang mengatakan wajib, karena adanya perintah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu
ketika mengabarkan kepada beliau bahwa dirinya telah menikah: “Selenggarakanlah walimah
walaupun dengan hanya menyembelih seekor kambing4.” (HR. Al-Bukhari no. 5167 dan
Muslim no. 3475)
6. Setelah akad
19
![Page 24: Aik](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062400/577c7f861a28abe054a4efc7/html5/thumbnails/24.jpg)
Ketika mempelai lelaki telah resmi menjadi suami mempelai wanita, lalu ia ingin
masuk menemui istrinya maka disenangi baginya untuk melakukan beberapa perkara berikut
ini:
Pertama: Bersiwak terlebih dahulu untuk membersihkan mulutnya karena
dikhawatirkan tercium aroma yang tidak sedap dari mulutnya. Demikian pula si istri,
hendaknya melakukan yang sama. Hal ini lebih mendorong kepada kelanggengan hubungan
dan kedekatan di antara keduanya. Didapatkan dari perbuatan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam, beliau bersiwak bila hendak masuk rumah menemui istrinya, sebagaimana berita
dari Aisyah radhiyallahu ‘anha (HR. Muslim no. 590).
Kedua: Disenangi baginya untuk menyerahkan mahar bagi istrinya sebagaimana akan
disebutkan dalam masalah mahar dari hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Ketiga: Berlaku lemah lembut kepada istrinya, dengan semisal memberinya segelas
minuman ataupun yang semisalnya berdasarkan hadits Asma` bintu Yazid bin As-Sakan
radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Aku mendandani Aisyah radhiyallahu ‘anha untuk
dipertemukan dengan suaminya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah selesai aku
memanggil Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melihat Aisyah. Beliau pun datang
dan duduk di samping Aisyah. Lalu didatangkan kepada beliau segelas susu. Beliau minum
darinya kemudian memberikannya kepada Aisyah yang menunduk malu.” Asma` pun
menegur Aisyah, “Ambillah gelas itu dari tangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Aisyah pun mengambilnya dan meminum sedikit dari susu tersebut.” (HR. Ahmad, 6/438,
452, 458 secara panjang dan secara ringkas dengan dua sanad yang saling menguatkan, lihat
Adabuz Zafaf, hal. 20)
Keempat: Meletakkan tangannya di atas bagian depan kepala istrinya (ubun-ubunnya)
sembari mendoakannya, dengan dalil sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Apabila salah seorang dari kalian menikahi seorang wanita atau membeli seorang budak
maka hendaklah ia memegang ubun-ubunnya, menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta’ala,
mendoakan keberkahan dan mengatakan: ‘Ya Allah, aku meminta kepada-Mu dari
kebaikannya dan kebaikan apa yang Engkau ciptakan/tabiatkan dia di atasnya dan aku
berlindung kepada-Mu dari kejelekannya dan kejelekan apa yang Engkau ciptakan/tabiatkan
dia di atasnya’.” (HR. Abu Dawud no. 2160, dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu
dalam Shahih Sunan Abi Dawud)
20
![Page 25: Aik](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062400/577c7f861a28abe054a4efc7/html5/thumbnails/25.jpg)
Kelima: Ahlul ‘ilmi ada yang memandang setelah dia bertemu dan mendoakan
istrinya disenangi baginya untuk shalat dua rakaat bersamanya. Hal ini dinukilkan dari atsar
Abu Sa’id maula Abu Usaid Malik bin Rabi’ah Al-Anshari. Ia berkata: “Aku menikah dalam
keadaan aku berstatus budak. Aku mengundang sejumlah sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, di antara mereka ada Ibnu Mas’ud, Abu Dzar, dan Hudzaifah radhiyallahu ‘anhum.
Lalu ditegakkan shalat, majulah Abu Dzar untuk mengimami. Namun orang-orang
menyuruhku agar aku yang maju. Ketika aku menanyakan mengapa demikian, mereka
menjawab memang seharusnya demikian. Aku pun maju mengimami mereka dalam keadaan
aku berstatus budak. Mereka mengajariku dan mengatakan, “Bila engkau masuk menemui
istrimu, shalatlah dua rakaat. Kemudian mintalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari
kebaikannya dan berlindunglah dari kejelekannya. Seterusnya, urusanmu dengan istrimu.”
(Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, demikian pula Abdurrazzaq. Al-
Imam Al-Albani rahimahullahu berkata dalam Adabuz Zafaf hal. 23, “Sanadnya shahih
sampai ke Abu Sa’id”).
1.9 Menciptakan keluarga sakinah
1.9.1 Pengertian keluarga sakinah
Memiliki keluarga yang sakinah atau harmonis merupakan dambaan setiap
pasangan suami istri, akan tetapi untuk mewujudkannya bukanlah hal yang mudah.
Di tengah arus kehidupan seperti sekarang ini, jangankan untuk membangun rumah
tangga yang sakinah, untuk dapat mempertahankan keutuhan rumah tangga saja
sudah merupakan sebuah prestasi. Sudah saatnya bagi kita semua untuk
merenunginya, melakukan refleksi diri, apakah kita sudah berjalan pada koridor yang
diinginkan oleh Allah dalam menjalakan kehidupan berumah tangga ataukah belum.
keluarga sakinah merupakan konsep berkeluarga ideal umat Islam.
sekelompok orang yang terdiri atas Ibu,bapak beserta anak-anaknya, yang berupaya
untuk mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga dengan diliputi perasaan tenang,
tentram, bahagia dan tidak gelisah berdasar atas tuntunan agama.
خ خ خ� م� ��خ ب� ب� خ;ا و� من ب� م خ, ك� خن مي خ- خ( خ' خ0 خ, خ:ا مي خل ب�� كن"� ك� Iم خ) بل .0ا خ,� م_ ��خ م ك� Iب Lك من ��خ من ب� م ك� خ� خل ك�, � خ Lخ خ) خ; s4 م" خ� بل C4 خ;ا Aو ل pخ بل خ6 ب$ي � خ ب�� K. Eخ Fم خ% خ, .ة H خ خ" خ�
Artinya : “Dan di antara ayat-ayat-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-
istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa nyaman kepadanya, dan dijadikan-Nya
21
![Page 26: Aik](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062400/577c7f861a28abe054a4efc7/html5/thumbnails/26.jpg)
di antaramu mawadah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” [Ar-Rum 21].
Membangun rumah tangga yang sakiinah yaitu yang damai, tentram, penuh
keharmonisan dan kebahagiaan bagi semua pihak.
1.9.2 Hak dan kewajiban
1. Hak dan kewajiban istri: Berhak mendapat nafkah lahir batin, wajib taat suami
dalam kebaikan, melayani suami.
2. Hak dan kewajiban suami: Wajib memberi nafkah lahir batin, membimbing dan
mendidik istri, menjadi pimpinan yang bijak, berhak ditaati dan dilayani istri.
3. Hak dan kewajiban bersama, meliputi:
Hak dan kewajiban dalam hubungan biologis. Hadits-hadits tentang
berhubungan: jangan mendatangi istri seperti binatang, jangan cepat-cepat
meninggalkan istri.
Hak dan kewajiban dalam menentukan keinginan memiliki anak.
Hak dan kewajiban dalam mendidik anak dan mendapat kepatuhan ketaatan
anak.
Agama Islam senantiasa mengajarkan kepada umatnya agar keluarga dijadikan
sebagai institusi yang aman, nyaman, bahagia dan kukuh bagi setiap ahli keluarga. Al Quran
dan Hadist merupakan landasan bagi terbentuknya sebuah keluarga yang sakinah termasuk
dalam hal mengatasi setiap permasalahan yang timbul. Berdasarkan hadist nabi, ada 5 pilar
utama untuk dapat mewujudkan sebuah keluarga yang sakinah, diantaranya adalah:
- Memiliki kecenderungan terhadap agama
- Saling menghormati dan menyayangi
- Sederhana dalam berbelanja
- Santun dalam bergaul
- Selalu instropeksi diri
Lalu bagaimana cara atau tips membangun keluarga sakinah? Berikut diantaranya:
22
![Page 27: Aik](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062400/577c7f861a28abe054a4efc7/html5/thumbnails/27.jpg)
Memilih suami atau istri dengan kriteria yang tepat. Dalam memilih pasangan kriteria
yang tepat sangatlah penting, misalnya beragama Islam, shaleh atau shalehah, berasal
dari keturunan baik-baik, berakhlak mulia dsb.
Memenuhi syarat utama dalam keluarga yaitu ‘mawaddah’ (cinta yang membara dan
menggebu) dan ‘rahmah’ (Kasih sayang yang lembut, siap berkorban dan melindungi
kepada yang dikasihi).
Saling mengerti atau memahami antara suami dan istri. Saling mengerti dan
memahami serta menghindari aksi egoisme sangat penting dalam membina sebuah
keluarga.
Saling menerima kelebihan serta kekurangan masing-masing. Anda tentu tahu bahwa
tidak ada manusia yang sempurna, demikian pula dengan pasangan Anda. Ketika
Anda dan pasangan telah berkomitmen untuk membangun hubungan, maka Anda dan
pasangan harus siap menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Saling menghargai satu sama lain, penghargaan terhadap pasangan adalah hal yang
penting, karena setiap manusia itu pasti memiliki kelebihan.
Saling mempercayai antara suami dan istri, kepercayaan merupakan salah satu faktor
yang memberikan ketenangan terhadap satu sama lain.
Mengerti dan dengan sukarela menjalankan kewajiban masing-masing.
Hubungan harus didasari dengan perasaan saling membutuhkan. Tidak ada manusia
yang bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, karena Allah menciptakan manusia
sebagai makhluk sosial.
23