Latar Belakang Seminar Sesuai dengan TOR yang disampaikan Panitia

Ketika Amanat Agung bertemu dengan keberagaman keyakinan dan tuntutan hukum untuk saling menghormati, bagaimana kekristenan menempatkan diri dan mampu bersaksi dalam kehidupan di masyarakat? Dapatkah injil disampaikan secara efektif tanpa melanggar rambu-rambu yang dipasang untuk melindungi keyakinan seseorang atas pengaruh keyakinan lain?

TUJUAN SEMINAR :

• Memahami Hukum yang berkaitan dengan hidup dalam kebhinekaan.

• Menghadirkan Kerajaan Allah dalam masyarakat dengan keyakinan yang heterogen.

• Menolong jemaat untuk mampu berinteraksi dengan masyarakat yang beragam.

Amanat Agung Gereja adalah tubuh Kristus yang mendapat amanat

agung dalam Matius 28:18-20 yang bunyinya:

“Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semuabangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam namaBapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah imerekamelakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkankepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertaikamu jsenantiasa sampai kepada akhir zaman."

Aplikasi Amanat Agung

Realitas Kontemporer Wahid Foundation:

Jaminan Hak atas kemerdekaan beragama atauberkeyakinan (selanjutnya disingkat KBB) di Indonesia masih menghadapi setidaknya, 3 level tantangan: konseptual, sosial dan hukum.

Di level konseptual, konsep ini dianggap sebagai kebebasan tanpabatas yang justru bertentangan dengan nilai-nilai lokal.

Pada level sosial, sebagian masyarakat seakan tidak siap menerimadan berinteraksi dengan perbedaan agama dan keyakinan.

Ini terbukti dengan masih terjadinya tindakan intoleransi danpelanggaran KBB seperti penutupan rumah ibadah, penyerangankelompok keagamaan tertentu, penyesatan hingga penyebarankebencian atas nama agama: dialami komunitas Ahmadiah danSyiah, Eks Gafatar. Dampaknya: kelompok2 minoritas agama tidakbisa menjalankan kemerdekaan beragama mereka secara aman.Bahkan tidak sedikit lahir korban jiwa akibat tindakan pelanggaranKBB dan intoleransi tersebut.

Apakah Benar Penyiaran Agama adalah Hak, berdasarkan

Hak Asasi Manusia dan Hukum di Indonesia dan Bagaimana

Pelaksanaannya ? Penyiaran agama Disatu sisi adalah Hak

Memanisfestasikan Agama yang pelaksanaanya diatur dalam

berbagai instrumen Hak Asasi Manusia dan Hukum nasional

dan internasional namun disisi lain lebih berat menekankan

pada pembatasan (limitasi) kemerdekaan beragama

Pontifical council for Interreligious Dialogue, PCID (Dewan Kepausan untukDialog Antar Agama), World Council of Churches, WCC (Dewan Gereja se-Dunia) dan, berdasarkan undangan WCC, World Evangelical Alliance, WEA (Aliansi Injilse-Dunia)

Pada awalnya, ada dua konsultasi yang diadakan: Pertama, di Lariano, Italia pada tahun 2006, dengan judul “Menilai Realitas” dimana wakil dari pelbagai Agama yang berbeda berbagaipandangan-pandangan dan pengalaman-pengalaman merekamengenai masalah peralihan agama (conversion). Sebagianpernyataan dari konsultasi berbunyi: “Kami menegaskan bahwa, setiap orang memiliki hak untuk mengundang orang lain untuk memahami iman mereka. Namun hal itu tidak bolehdilakukan dengan melanggar hak-hak orang lain untukmemahami iman mereka. Namun hal itu tidak boleh dilakukandengan melanggar hak-hak orang lain maupun tanpa kepekaanagama. Kebebasan beragama menuntut kepada kita semuatanggungjawab yang sama yang tidak bisa ditawar tawar yaitumenghormati agama-agama lain selain agama kita sendiri, dan jangan pernah merendahkan, menjelek-jelekkanmereka untuk tujuan menunjukkan keuggulan iman kita.

Pandangan Gereja Katolik Indonesia Terhadap HAM: di Indonesia hak-hak asasi diakui secara

teoritis, diperjuangkan oleh lembaga-lembaga, oleh Persdan tokoh-tokoh pejuang HAM, namun seringkalidiacuhkan dalam kenyataannya (justru) oleh alat-alatnegara. Misalnya Rezim Orde lama berdalih bahwa hak-hak itu bersifat individualistis dan Orde baru mencapnyasebagai “bercorak barat”. Pada masa reformasi perjuangandemi dihormatinya hak asasi masih berjalan terus(misalnya: Penegakan hak-hak perempuan, peradilan ataspelanggaran militer di Timtim, Aceh, Papua), kebebasanmemilih sendiri pelajaran agama di sekolah (yang digagalkan oleh UU Sisdiknas 2003) dll

Terhadap Hukum: Produk rumusan hukum di Indonesia sudah sangat (terlalu) banyak,

namun dalam prakteknya hukum belum menjadipanglima.

Problema hukum di Indonesia ini terutama ada tiga, yaitukesadaran hukum yang minim, pelaksanaan ataupenerapan hukum yang tidak konsisten danpenciptaan/pembuatan perundang-undangan yang selaras dengan hukum dasar, sungguh adil danmembangun persatuan bangsa

Pentingnya Kesadaran hukum sebab dapat membantupeningkatan mutu/kualitas hidup bersama sebagai satubangsa dalam suatu negara. Bukan hanya rakyat, tetapiaparat pemerintah juga memerlukan penyadaran hukumini, agar mereka mampu melihat hukum sebagaiperlindungan bagi rakyat kebanyakan bukan untukkepentingan mereka semata.

Indonesia kita adalah negara yang sedang mengalami krisishukum, bukan karena kekurangan aturan/hukum (bahkanterlalu berlebih) tapi karena hilangnya SENSE OF JUSTICE yang mengundang LAWLESSNESS umum.

Penyiaran agama Merupakan Hak Memanisfestasikan

Agama yang ada dalam berbagai instrumen Hak Asasi

Manusia internasional sebagai berikut:

1.Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia/Universal

Declaration of Human Rights (1948)

2.Pasal 18 ayat (1) Konvensi Hak Sipil dan Politik

(International Covenant on Civil and Political Right 1966);

3.Deklarasi tentang Penghapusan Semua Bentuk Intoleransi

dan Diskriminasi Berdasarkan Agama atau Kepercayaan

(1981) Pasal 6 (d) dan (e)

Indonesia juga telah meratifikasi beberapa instrumen Internasional:1. The International Covenant on Civil and Political Rights melalui UU

Nomor 12 Tahun 2005;2. The International Covenant on Economical, Social and Cultural Rights

melalui UU Nomor 11 Tahun 2005;3. The International Convention on Elimination of All Discrimination

Againts Women/ CEDAW telah diratifikasi melalui UU Nomor 7 Tahun1984;

4. The The International Convention on the Rights of the Child/CRCdiratifikasi melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990;

5. The International Convention against Torture and OtherCruel,Inhuman;Degrading Treatment or Punishment/CAT diratifikasimelalui UU Nomor 5 Tahun 1998;

6. The International Convention on the Elimination of All Forms of RacialDiscrimination/ICERD diratifikasi melalui UU No. 29 of 1999.

7. UU Nomor 9 tahun 1998 tentang Kebebasan Berekspresi di MukaUmum;

8. UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;9. UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam

Rumah Tangga;

10. UU Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Penyiaran agama Merupakan Hak Memanisfestasikan Agama

yang juga ada dalam berbagai instrumen nasional sebagai

berikut:

1. Jaminan Perlindungan HAM dalam Bab XA tentang HAM,

Pasal 28E, 28I dan 29 ayat 2 UUD 1945 (Amandmen II Tahun

2002)

2.UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM di Pasal 22 ayat (1)

dan (2).

3. UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM

4.Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri

Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Tatacara

Pelaksanaan Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri Kepada

Lembaga Keagamaan di Indonesia (selanjutnya disebut SKB

Penyiaran Agama).

Penyiaran Agama adalah segala kegiatan yang bentuk, sifat dan

tujuannya untuk menyebarluaskan ajaran sesuatu agama.

Lembaga Keagamaan, adalah organisasi, perkumpulan, yayasan dan

lain-lain bentuk kelembagaan lainnya termasuk perorangan yang

usahanya bertujuan membina, mengembangkan dan atau menyiarkan

agama yang dan segi pelaksanaan Kebijaksanaan Pemerintah termasuk

dalam ruang lingkup tugas dan wewenang Departemen Agama.

Pelaksanaan penyiaran agama dilakukan dengan semangat kerukunan,

tenggang rasa, saling menghargai dan saling menghormati antara

sesama umat beragama serta dengan dilandaskan pada penghormatan

terhadap hak dan kemerdekaan seseorang untuk memeluk/menganut

dengan melakukan ibadat menurut agamanya.

Tujuan SKB Penyiaran Agama untuk :

a. Memberikan pengaturan dan pengarahan

sehingga dapat berlangsung dengan tertib dan serasi.

b. Mengokohkan dan mengembangkan kerukunan hidup diantara

sesama umat beragama diIndonesia serta memantapkan stabilitas

nasional bagi kelangsungan

dan berhasilnya pembangunan nasional.

SKB Penyiaran Agama Inilah peraturan yang secara khusus mengatur

penyiaran agama dan digunakan dalam merespons dan mengatasi

kasus-kasus penyiaran agama. SKB menegaskan penyiaran agama

dilarang dilakukan terhadap mereka yang sudah beragama. Logika

kebalikannya berarti boleh ditujukan kepada mereka yang dianggap

“belum beragama”.

Pasal 4

Pelaksanaan penyiaran agama tidak dibenarkan untuk ditujukan terhadap

orang atau kelompok orang yang telah memeluk/menganut agama lain

dengan cara:

a. Menggunakan bujukan dengan atau tanpa pemberian barang, uang,

pakaian, makanan dan atau

minuman, pengobatan, obat-obatan dan bentu-bentuk pemberian apapun

lainnya agar orang atau kelompok orang yang telah memeluk/menganut

agama yang lain berpindah dan memeluk/menganut agama yang

disiarkan tersebut.

b. Menyebarkan pamflet, majalah, bulletin, buku-buku, dan bentuk-bentuk

barang penerbitan cetakan lainnya kepada orang atau kelompok orang

yang telah memeluk/menganut agama yang lain.

c.Melakukan kunjungan dan rumah ke rumah umat yang telah

memeluk/menganut agama yang lain.

Segala bentuk usaha untuk memperoleh dan atau penerimaanbantuan luar negeri kepada lembaga keagamaan, dilaksanakandan melalui persetujuan Panitia Koordinasi Kerjasama TeknikLuar Negeri (PKKTLN) setelah mendapat rekomendasidariDepartemen Agama.

Penggunaan tenaga rokhaniawan asing dan atau tenaga ahliasing lainnya atau penerimaan segala bentuk bantuan lainnyadalam rangka bantuan luar negeri dilaksanakan denganmemperhatikan ketentuan peraturan perundang-undanganyang berlaku.

Disisi lain ada peraturan perundang-undangan yang lebih berat

menekankan pada pembatasan (limitasi) kemerdekaan

beragama, seperti:

- Undang-undang No. 1 PNPS 1965 tentang Pencegahan

Penyalahgunaan/Penodaan Agama;

- SKB 3 Menteri Tahun 2008 tentang Ahmadiyah;

- PBM 2 Menteri Tahun 2006 tentang Rumah Ibadah dan

keberadaan berbagai peraturan didaerah seperti SK Gubernur

/Bupati, Perda atau SKB yang membatasi kemerdekaan

beragama kelompok minoritas. Berbagai peraturan tersebut

dalam banyak laporan telah terbukti gagal menjamin hak atas

kemerdekaan beragama.

Realitas Kontemporer The Indonesia Legal Resources Center (ILRC): Hampir setiap tahun terjadi kasus-kasus penodaan agama, dan juga ujaran yang berupa

hasutan untuk terjadinya kekerasan, diskriminasi dan permusuhan. Ada dua hal yang paradoks dalam penegakan kasus-kasus tersebut, penegak hukum

lebih aktif melakukan penegakan hukum kasus- kasus penodaan agama. Di lain sisi, penegak hukum masih toleran terhadap kasus-kasus ujaran berupa hasutan

yang menimbulkan dis- kriminasi, kekerasan dan permusuhan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut yaitu pertama, penegak hukum belum bisa memahami hak untuk menjalankan ekspresi keagamaan

termasuk hak untuk melakukan penafsiran keagamaan dan mengkritik ajaran internal agama ataupun antar agama.

Kemudian juga masih adanya aturan-aturan hukum yang mendorong kriminalisasi ataspenodaan agama seperti UU Anti Penodaan Agama.

Kedua, aturan hukum yang ada belum mampu menjerat kasus-kasus ujaran berupahasutan untuk terjadinya diskriminasi, kekerasan dan permusuhan. Juga, penegakhukum belum memahami perkembangan Hak-Hak Azasi Manusia (HAM) yang mengatur soal-soal kebebasan beragama.

Bagaimana kekristenan menempatkan diri dan mampu bersaksi dalam

kehidupan di masyarakat? Dapatkah injil disampaikan secara efektif

tanpa melanggar rambu-rambu yang dipasang untuk melindungi

keyakinan seseorang atas pengaruh keyakinan lain?

Dalam hal ini umat kristiani harus bertindak secarabijaksana seperti yang diajarkan Tuhan Yesus dalamMatius 10:16:

"Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdikseperti ular dan tulus seperti merpati."

RUU Perlindungan Umat Beragama (Versi Awal Kemenag) Pasal 1 butir 1:Perlindungan Umat Beragama adalah penyelenggaraankewajiban negara, terutama tanggungjawab pemerintah untukmengatur, membina dan mengawasi pelaksanaan kehidupanberagama dalam rangka menjamin kemerdekaan tiap-tiappenduduk untuk memeluk agamanya masing-masing danuntuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu

Pasal 22Pelaksanaan penyiaran agama sebagaimana dimaksud dalamPasal 21 memperhatikan prinsip toleransi, prinsip non provokatif, prinsip non fanatisme dan prinsip kemanusiaan;Pemerintah menyusun pedoman pelaksanaan penyiaran agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang ditetapkan denganperaturan Menteri

RUU Perlindungan Umat Beragama (Versi Awal Kemenag) Pasal 1 butir 1:Perlindungan Umat Beragama adalah penyelenggaraankewajiban negara, terutama tanggungjawab pemerintah untukmengatur, membina dan mengawasi pelaksanaan kehidupanberagama dalam rangka menjamin kemerdekaan tiap-tiappenduduk untuk memeluk agamanya masing-masing danuntuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu

Pasal 22Pelaksanaan penyiaran agama sebagaimana dimaksud dalamPasal 21 memperhatikan prinsip toleransi, prinsip non provokatif, prinsip non fanatisme dan prinsip kemanusiaan;Pemerintah menyusun pedoman pelaksanaan penyiaran agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang ditetapkan denganperaturan Menteri

Berbagai peraturan tersebut dalam banyak laporan telahterbukti gagal menjamin hak atas kemedekaan beragama. Sejumlah isu penting tentang keagamaan juga muncul dalampro kontra RUU PUB yang diusulkan Kementerian Agama mewakili pemerintah

Kesimpulan

1.Sangat mudah untuk memikirkan perlindungan hak asasi

manusia, termasuk kebebasan berpikir, hati nurani, dan

beragama dan berkeyakinan, sebagai abstraksi umum;

2.Namun Terdapat juga kewajiban yang mengikat secara

hukum dalam bentuk Konsitusi, ketentuan hukum sesuai tata

urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia dan

hukum dilingkungan kota, seperti halnya peraturan zonasi

lingkungan dan perjanjian;

3.Pelaksanaan norma-norma hak asasi manusia tidak selalu

terjadi melalui sistem hukum formal;

4.Pada akhirnya hak asasi manusia sangat mungkin untuk

diakui dan dihormati, bukan karena dari hasil pelaksanaan

hukum, tetapi melalui upaya pengajaran dan pendidikan. Jika

nilai-nilai hak asasi manusian sudah terinternalisasi dalam

hati dan pikiran manusia maka pengakuan universal dan

ketaan yang efektif baru bisa terwujud dengan sendirinya.

Bagaimana Melangkah dengan bijaksana ?1. Rambu-rambu yang harus dipatuhi ketika berinteraksi

dengan masyarakat2. Mitigasi resiko yang mungkin timbul3. Tantangan persekusi dan bagaimana menghadapinya.

Peranan Organisasi Non Pemerintah dalam Mempromosikan Kebebasan

Beragama dan Berkeyakinan:

1. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Termasuk Advokasi Kebebasan

Beragama,PPHKI, ELHAM,OPEN DOORS

2. Komunitas berbasis agama

3. Kelompok Agama/Lembaga Keagamaan, seperti Dewan Gereja Dunia atau

Dewan Gereja Eropa atau di Indonesia: Bala Keselamatan, GAHK, PGI,

PGLII,PGPI,PBI,GOI,KWI

Beberapa Strategi Mempromosikan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan:

a) Menggabungkan upaya Organisasi Non Pemerintah dan membentuk koalisi

yang lebih luas;

b) Memberikan beasiswa;

c) Menggunakan berbagai metode untuk memperluas kebebasan beragama.

Termasuk:

1. Pengaturan standar;

2. Pelaporan pelanggaran;

3. Memberikan saran teknis;

4. Melobi dan pengaturan agenda;

5. Resolusi konflik;

6. Jaringan;

7. Memfasilitasi kerjasama antar agama, dan

8. Pendidikan

Aras Gereja Nasional: Bala Keselamatan, PGPI, PGI, GOI,

KWI,GAHK,PBI

PGI PGLIIPGPIBALA KES GOI GAHK BAPTISKWI

PGMI

OIKUMENE GEREJA

KEESAAN GEREJA

GARUDA PANCASILAMENCENGKERAM KUAT BHINEKA TUNGGAL IKA.

SELURUH GEREJA ARAS NASIONAL

DINAFASI BHINEKA

TUNGGAL IKA. BERAGAM

NAMUN ESA.

PGTI

PERISTIWA PELANGGARAN KEBEBASAN

BERAGAMA DAN BERKEYAKINAN

Berdasarkan hasil kajian beberapa laporan baik yang di publikasikan oleh

Lembaga Negara resmi seperti KOMNAS HAM RI maupun beberapa

LSM pemerhati HAM di Indonesia,

1.Tahun 2014, berdasarkan Laporan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)

Pelapor Khusus Maina Kiai menyatakan bahwa kondisi Indonesia masih

buruk dalam menjamin kebebasan berkumpul dan berserikat terutama

yang dialami kelompok minoritas agama di Indonesia. 4 2.Bahkan

menurut catatan KOMNAS HAM, permasalahan KBB mengalami

pengulangan dan peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 76

laporan (2014), 87 laporan (2015) menjadi 97 laporan (2016).

Pada Tahun 2016, permasalahan KBB yang paling menonjol adalah

masalah pembatasan pendirian rumah ibadah, pelarangan kegiatan

keagamaan, dan pengrusakan tempat ibadah, ancaman atau intimidasi

terhadap pengikut agama tertentu.

Tragedi Tolikara 17 Juli 2015: Sumber Dokumen PGLII

Peristiwa Tolikara 17 Juli 2015

SURAT 11 JULI 2015 YANG MENGHEBOHKAN dianggap sbg pemicu

Kkr & seminar itl 3000 pemuda gidi 13 – 19 Juli 2015

Suasana Ibadah idulfitri 17 juli 2015 di tolikara (mjlh tempo 24/7)

Contoh Ki0s-kios sebelum Terbakar

Pagi jam 8.15. Kios mulai dibakar di tolikara 17 Juli 2015

Api dan desingan peluru selama 2 jam 8 - 10

Wapres jusup kala : bermula dari soal speaker (17-7-2015)

tiba DI wamena 21 Juli 2015

Korban Penembakan Tolikara di RSUD Jayapura Dok 2,

tanggal 20 Juli 2015

Menjenguk 6 Pemuda dari 11jemaat GIDI dirawat di RSUD dok 2 Jayapura

30/7, BERSAMA IBU Odita Hutabaratdirjen bimas kristen kemenag ri

Kesaksian Kristiani dalam Dunia Yang Beragam

Sumber:Pontifical council for Interreligious Dialogue, PCID (Dewan Kepausan untuk Dialog Antar Agama), World Council of Churches, WCC (Dewan Gereja se-Dunia) dan, berdasarkanundangan WCC, World Evangelical Alliance, WEA (Aliansi Injilse-Dunia),

Tujuan dari dokumen ini adalah untuk mendorong gereja-gereja, dewan gereja dan lembaga-lembaga misi untukmerefleksikan praktik-praktik mereka saat ini,, danmenggunakan rekomendasi dalam dokumen ini di mana perlu, untuk mempersiapkan pedoman kesaksian dan misi mereka di antara saudara-saudara yang berbeda agama, maupun di antaramereka yang tidak menganut agama tertentu.

Diharapkan bahwa orang Kristen diseluruh dunia mempelajaridokumen ini dalam hubungan dengan praktik-praktik merekadalam menyaksikan iman mereka kepada Kristus, melalui kata maupun perbuatan.

Prinsip-prinsip

Orang Kristen dipanggil untuk mematuhi prinsip-prinsipberikut ini ketika mereka berupaya memenuhi penugasanKristus dengan cara yang tepat, khususnya dalam kontekslintas agama.1. Bertindak dalam kasih Allah; Orang Kristen percaya bahwa

Allah adalah sumber segala cinta kasih dan karena itudalam kesaksiannya, mereka dipanggil untuk menghidupikehidupan cinta kasih dan mengasihi sesame seperti dirimereka sendiri (Band. Matius 22:34-40, Yoh 14:15)

2. Meneladani Yesus Kristus. Dalam seluruh aspek kehidupan, terutama dalam kesaksian mereka, orang Kristen dipanggiluntuk mengikuti teladan dan ajaran-ajaran Yesus Kristus, membagikan cinta kasihNya, yang membawa hormat dankemuliaan bagi Allah Bapa dalam kuasa Roh Kudus (band. Yoh 20:21-23)

3. Kebajikan Kristen. Orang Kristen dipanggil untukmemperlihatkan integritas diri, belas kasihan, kemurahanhati, serta kerendahan hati, dan mengatasi arogansi, kesombongan serta tidak meremehkan orang lain. (band Gal 5:22)

4. Tindakan pelayanan dan keadilan. Orang Kristen dipanggiluntuk bertindak adil dan mengasihi dengan lembut (band. Mika 6:8). Selanjutnya mereka dipanggil untuk melayanisesama dan dengan demikian mengenal Kristus melaluisaudara-saudara mereka yang berkekuarangan(band.Matius 25:45)

Tindakan-tindakan pelayanan, misalnya penyediaanpendidikan, pelayanan kesehatan, bantuan kemanusiaan dantindakan-tindakan yang mencerminkan keadilan sertamelakukan advokasi atau pendampingan dalam upaya mencarikeadilan, adalah merupakan bagian integral dari menyaksikaninjil. Eksploitasi terhadap situasi kemiskinan dan kekurangan, tidak boleh terjadi dalam pelayanan kristiani. Dalam pelayananmereka, orang Kristen harus menolak dan menjauhkan diridari cara-cara yang tercela, termasuk memberi suap, insentifuang atau hadiah.

5. Perenungan dalam pelayanan penyembuhan. Sebagaibagian integral dari kesaksian mereka terhadap injil, orang Kristen melakukan pelayanan penyembuhan. Dalammelakukan pelayanan ini mereka terpanggil untukmelakukan perenungan, menghormati martabat manusiasepenuhnya, dan menjaminan bahwa kerentanan dankebutuhan mereka akan penyembuhan tidak dieksploitasi.

6. Menolak Kekerasan. Orang Kristen dipanggil untukmenolak segala bentuk kekerasan secara psikologis atausosialm termasuk penyalahgunaan kuasa dalamkesaksiannya. Mereka juga menolak kekerasan, diskriminasi yang tidak adil atau penindasan atas dasarotoritas agama atau lembaga sekuler, termasukpengrusakan tempat-tempat ibadah, symbol-simbol ataukitab suci.

7. Kebebasan beragama dan berkeyakinan. Kebebasanberagama termasuk hak untuk secara terbuka mengaku, mempraktikkan menyebarkan agamanya bahkan beralihagama. Hal ini adalah bagian dari martabat manusia yang berdasar pada penciptaan semua manusia menurut gambardan rupa Allah (band. Kej. 1:26). Jadi , semua manusiamemiliki hak dan tanggungjawab yang sama. ApabilaAgama diperalat untuk kepentingan politik, atau dimanaterjadi penganiayaan berdasarkan agama, orang Kristen dipanggil untuk menyuarakan suara kenabian denganmengecam tindakan-tindakan seperti itu.

8. Saling menghormati dan solidaritas. Orang Kristen dipanggil untuk memberi diri bekerja dengan semua orang dengan saling menghormati, bersama-samamengembangkan keadilan, perdamaian dan kesejahteraanuntuk semua. Kerjasama lintas agama merupakan dimensipenting dari komitmen tersebut.

9. Rasa hormat bagi semua orang. Orang Kristen mengakubahwa injil sekaligus menantang dan memperkaya budaya. Walau injil menantang aspek-aspek tertentu dari berbagaibudaya, orang Kristen dipanggil untuk tetap menghormatisemua orang. Orang Kristen juga dipanggl untuk mengenaliunsur-unsur dalam budaya-budaya mereka sendiri yang ditantang oleh Injil.

10. Memberikan kesaksian palsu. Orang Kristen semestinyaberbicara secara tulus dan penuh hormat. Mereka harusmendengar supaya mereka dapat belajar dan memahamikeyakinan orang lain serta praktik-praktik yang dilakukan, dan didorong untuk mengakui dan menghargai hal-halyang benar dan baik. Setiap tanggapan atau pendeaktankritis harus dilakukan dalam semangat salingmenghormati, dengan suatu itikad untuk tidak membuatkesaksian palsu menyangkut agama-agama lain.

11. Memastikan perenungan pribadi. Orang Kristen harusmenyadari bahwa perubahan agma sesorang adalah sebuahlangkah yang menentukan, yang perlu dibarengi denganwaktu yang cukup untuk berefleksi dan mengadakanpersiapan yang matang, melalui suatu proses dimanakebebasan pribadi dijamin secara utuh.

12. Membangun hubungan antar agama. Orang Kristen harusterus membangun hubungan yang saling menghormati dansaling percaya dengan penganut agama lain. Hal ini akanmemfasilitasi usaha saling memahami lebih dalam, sertaupaya-upaya perdamaian dan kerjasama untuk kebaikanbersama.

RekomendasiKonsultasi ketiga yang diselenggarakan oleh WCC dan PCID bekerjasama dengan World Evangelical Alliance denganpartisipasi keluarga umat kristiani yang lebih luas (Katolik, Ortodoks, Protestan, Injili dan Pantekosta) telah berlangsungdalam semangat kerjasama Oikumenis. Konsultasi inimempersiapkan dokumen ini, untuk dipertimbangkan olehgereja-gereja, badan-badan gereja aras nasional dan regional serta organisasi-organisasi misi, khususnya mereka yang berkerja dalam konteks lintas agama, dan merekomendasikanuntuk:

1. Mengadakan studi mengenai isu yang dibahas dalam dokumen ini, danjika dianggap perlu, merumuskan pedoman pelaksanaan kesaksiankristiani yang sesuai dengan konteks khusus mereka. Jikamemungkinkan perumusan ini dilakukan secara oikumenis, dan dalamkonsultasi dengan wakil dari agama-agama lain.

2. Membangun hubungan yang saling menghormati dan saling percayadengan umat dari semua agama, khususnya pada tingkat kelembagaanantara gereja dan komunitas-komunitas agama lain, serta terlibat dalamdialog antar agama yang sedang berlangsung sebagai bagian darikomitmen kristiani. Dalam konteks tertentu, dimana ketegangan dankonflik menahun telah menyebabkan kecurigaan yang mendalam danmerosotnya kepercayaan dalam sebuah komunitas maupun antarkomunitas, maka dialog lintas agama dapat membuka kemungkinan-kemungkinan baru untuk menyelesaikan konflik, memulihkankeadilan, menyembuhkan kesan-kesan yang buruk, mendorongrekonsiliasi dan pembangunan perdamaian.

3. Mendorong orang Kristen untuk memperkuat identitas dan imanmereka sendiri sambal memperdalam pengetahuan dan pemahamanmereka tentang agmaa-agama lain. Dalam hal ini, perspektif daripenganut agama-agama yang bersangkutan perlu dipertimbangkan. Orang Kristen harus menghindari pemahaman yang keliru tentangkeyakinan-keyakinan dan praktik-praktik pemeluk agama-agama lain.

4. Bekerjasama dengan komunitas-komunitas agama lain dalam advokasilintas iman menuju keadilan dan kebaikan bersama, dan dimanamungkin, berdiri bersama dalam solidaritas dengan orang-orang yang berada dalam situasi-situasi konflik.

5. Mendesak pemerintah mereka masing-masing untuk memastikanbahwa kebebasan beragama dihormati secara benar dan menyeluruh, dalam kesadaran bahwa di banyak negara lembaga-lembaga keagamaandan umat dihambat untuk melaksanakan misi mereka.

6. Berdoa bagi sesama dan kesejahteraan mereka, dalam keyakinan bahwadoa merupakan bagian tak terpisahkan dari siapa kita, apa yang kitalakukan serta misi kristus.

Appendix: Latar belakang dokumen

1. Dalam dunia kita sekarang ini terjadi peningkatan kerjasama diantaraumat Kristen maupun diantara umat Kristen dengan penganut agama-agama lain. Dewan Kepausan untuk Dialog Antara agama (PCID) danProgram Dialog dan Kerjasama antar Agama (WCC-IRDC) memilikisejarah kerjasama seperti itu. Contoh tema tema yang telah dibahasdalam kerjasama PCID dan WCC-IRDC adalah: Pernikahan AntarAgama (1994-1997), Doa Antar Agama (1997-1998), dan KeberagamaAfrika (2000-2004). Dokumen ini adalah hasil dari kerjasama mereka.

2. Terjadi peningkatan ketegangan-ketegangan antara agama didunia saatini, termasuk kekerasan yang menyebabkan korban manusia. Politik, ekonomi, dan factor-faktor lainnya memainkan peran dalamketegangan-ketegangan tersebut. Umat Kristen juga kadang-kadangterlibat dalam konflik-konflik ini apakah secara sukarela atau terpaksa, baik sebagai orang yang teraniaya atau mereka yang terlibat dalamkekerasan. Menanggapi keadaan ini PCID dan WCC-IRDC memutuskanuntuk membicarakan hal-hal terkait dalam suatu proses untukmenghasilkan rekomendasi-rekomendasi bersama berkaitan denganpelaksanaan kesaksian kristiani. WCC-IRDC mengundang Aliansi InjiliDunia (WEA) untuk berpartisipasi dalam proses ini yang mereka proses dengan senang hati.

3. Pada awalnya, ada dua konsultasi yang diadakan: Pertama, di Lariano, Italia pada tahun 2006, dengan judul “Menilai Realitas” dimana wakil dari pelbagai Agama yang berbeda berbagaipandangan-pandangan dan pengalaman-pengalaman merekamengenai masalah peralihan agama (conversion). Sebagianpernyataan dari konsultasi berbunyi: “Kami menegaskan bahwa, setiap orang memiliki hak untuk mengundang orang lain untukmemahami iman mereka. Namun hal itu tidak boleh dilakukandengan melanggar hak-hak orang lain untuk memahami imanmereka. Namun hal itu tidak boleh dilakukan dengan melanggarhak-hak orang lain maupun tanpa kepekaan agama. Kebebasanberagama menuntut kepada kita semua tanggungjawab yang sama yang tidak bisa ditawar tawar yaitu menghormati agama-agama lain selain agmaa kita sendiri, dan jangan pernahmerendahkan, menjelek-jelekkan mereka untuk tujuanmenunjukkan keuggulan iman kita.

4. Kedua, sebuah konsultasi antar denominasi Kristen yang diselenggarakan di Toulouse, Perancis, pada bulan Agustus207, untuk merefleksikan isu-isu yang sama. Masalah-masalah keluarga dan masyarakat; Penghargaan terhadapsesame;Ekonomi, pemasaran dan persaingan; sertakekerasan dan Politik dibahas secara mendalam. Isu-isupastoral dan missioner disekitar topik-topik ini menjadilatar belakang refleksi teologis dan prinsip-prinsip yang dikembangkan dalam dokumen ini. Setiap masalah adalahpenting dan layak mendapat perhatian lebih dapat dimuatdalam rekomendasi ini.

5. Para Peserta Konsultasi ketiga (Antar Kristen) bertemu di Bangkok, Thailand, 25-28 Januari 2011 untukmerampungkan dokumen ini.

Terjemahan kedalam Bahasa Indonesia, PGI: 170810

Mitigasi resiko Hukum yang mungkin timbul-Penyiaran Agama kemudian dilaporkan kepada PihakKepolisian berdasarkan pasal 156a dan UU 1/PNPS/1965

Kasus-kasus Penodaan Agama:

1.Kasus dr Rebeka di Indramayu

2.Kasus Basuki Tjahaja Purnama

1. Tantangan persekusi dan bagaimana menghadapinya.

Pengertian Persekusi Definisi Persekusi menurut menurut Pranala (link):

https://kbbi.web.id/persekusi

Persekusi v pemburuan sewenang-wenang terhadapseorang atau sejumlah warga dan disakiti, dipersusah, atau ditumpas;

memersekusi/me·mer·se·ku·si/ v menyiksa, menganiaya: tanpa memikirkan lagi keadilan ataukemanusiaan, mereka ~ lawan politiknya bagai iblis

Misalnya beredar Video remaja bernama Putra Mario Alfian ditampar oleh sejumlah orang yang mengakuFront Pembela Islam dan diminta tandatangan suratbermaterai permintaan maaf banyak disebarkanmelalui media sosial.

Salah seorang di video itu mengatakan, "Besok lutemen-teman lu yang sama etnis kayak lu juga lunasehati...ini udah kejadian di gua, supaya nasibnyagak sama kaya lu. Ini mending lu gak diapa-apain, Di Jakarta Barat udah gak berbentuk...kalau FPI begini --kita pake proseduran, cuma masyarakat yang gak bisanahan karena kenapa, Habib Rizieq Shihab bukanhanya milik FPI, punya umat Islam."

Apabila ada yang menjadi Korban Persekusi, Bagaimana Sikap Umat Kristiani?

Apabila Korban setelah berkonsultasi denganPenasehat Hukum melakukan Laporan Polisi ? Apakah yang perlu diketahui.

Tahap Penyelidikan Proses Tahapan ada beberapa cara : I. PENYELIDIKAN DI MEDIA ONLINE (INTERNET) a. Target pelaku mengunggah/posting di Media Sosial seperti : 1) Faccebook; 2) Twitter; 3) Instagram; 4) Youtube; 5) Berita Online.

b. langkah selanjutnya yaitu jika menemukan akun Media Social yang dianggap melakukan Hate speech untuk dilakukan pengamanan barang bukti dengan cara “capture”.

Capture dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu secara manual dan mempergunakan tools salahsatu contohnya yaitu aplikasi Snagit.

c. langkah berikutnya yaitu melakukan Profiling secara lengkap jika akun media social tersebutterbuka identitasnya dan mengijinkan untuk pertemanan;

d. Jika target pelaku sudah didapat secara lengkap, dengan cara pengumpulan data, maka dibuatkanLaporan Informasi (L.I), dimana L.I tersebut mencantumkan beberapa informasi diantaranya yaitu :

1) Data E-ktp; 2) Data Perbankan;

3). Data Imigrasi;

4) Data Registrasi kendaraan;

5) Data Selluler;

6) Data KPU;

7) Data Mahasiswa;

8) Dan data pendukung lainya.

e. Didalam Laporan Informasi juga dimasukan hasil Koordinasidengan Ahli Bahasa guna menjelaskan secara singkat apakahkonten atau Bahasa yang di Posting pada akun media social olehpelaku termasuk pada unsur Pencemaran Nama Baik, Penghinaan dan Fitnah atau terdapat unsur SARA, gunamenentukan langkah Penyidikan selanjutnya;

f. setelah melakukan proses Lidik lapangan serta target Pelaku A1 dan Jelas maka perlu dipersiapkan untuk naik ke Proses Penyidikan.

II. TAHAP PENYIDIKAN a. Setelah mendapatkan masukan dalam Gelar awal

tentang hasil penyelidikan di lapangan maka penyidikdapat menaikan ke tahap Penyidikan denganmempertimbangkan konten yang dianggap melakukantindak pidana, dapat dikenakan Pasal yang sesuai yaitu :

1) Penghinaan /Pencemaran Nama Baik atau Fitnah terhadap Individu/Pribadi dapat dikenakan Pasal 45 ayat(3) Jo Pasal 27 ayat (3) UU No. 19 Tahun 2016 tentangPerubahan atas UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasidan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau Pasal 310 KUHP dan atau pasal 311 KUHP;

2) Penghinaan terhadap penguasa atau badan umum dapatdikenakan Pasal 207 KUHP dana tau Pasal 208 ayat (1) KUHP;

3)

3.Rasa permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadapGolongan dapat dikenakan Pasal 156 KUHP, atau Pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2016 tentangPerubahan atas UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasidan Transaksi Elektronik (ITE) atau juga dapatmenggunakan Pasal 16 Jo Pasal 4 huruf (b) ayat 1 UU No. 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras danEtnis, (SARA).

Setelah diterbitkan Laporan Polisi baik itu Model A atau Model B, maka proses selanjutnya tahap upayapaksa;

Pada tahap upaya paksa baik itu pemanggilan terhadapTersangka atau penangkapan, yang perlu diperhatikanadalah proses penyitaan barang buktinya (bukti digital) baik berupa Handphone, laptop, Desktop (PC), atauTab/Ipad agar dilakukan sesuai prosedur. (SOP)

dan juga pada saat melakukan Penyitaan terhadapemail atau akun media social yang dipergunakanoleh Tersangka untuk melakukan Tindak Pidanaagar disesuaikan dengan tata cara yang benarsesuai prosedur;

Terhadap barang bukti digital yang akan dijadikanbukti dipersidangan sudah barang tentu harusdilakukan uji laboratorium, agar dapatdipertanggung jawabkan secara hukum di persidangan, maka dapat di lakukan pemeriksaan di masing masing Polda yang memiliki LaboratoriumDigital Forensik.

Pemeriksaan Ahli dapat dimintakan disetiapkewilayahan yang mempunyai latar belakangakademis seperti Ahli Bahasa dan Ahli Pidana, khusus untuk Ahli dibidang Informasi danTransaksi Elektronik (ITE) jika mempergunakanPasal UU ITE. Diharapkan mempergunakan Ahli dari KOMINFO yang ada di Kantor Pusat Jakarta.

III. BLOKIR AKUN

Jika akun media social yang sedang dilakukanProfiling merupakan akun anonymous dan minim informasi, jalan satu-satunya adalah PihakKepolisian memberikan Surat untuk memintaBlokir kepada pihak Kominfo melalui surat yang di tujukan kepada Dirjen Aptel Kominfo u.p DirekturKeamanan Informasi, dengan dilengkapi alasanpemblokiran.

Atau dapat dilakukan dengan tata cara sebagai berikut: A. Laporan halaman facebook

B. Laporan akun Twitter

C.Laporan Akun Instagram

2. Tahap Kejaksaan Apabila Berkas Perkara dinyatakan Lengkap (p-21)

oleh Kejaksaan Maka akan dilanjutkan denganpermintaan Permintaan Penyerahan Barang bukti danTersangka dari Penyidik kepada Kejaksaan untukKejaksaan dapat menyiapkan Dakwaan danmelimpahkan Berkas Perkara ke Pengadilan Negeri

Tahap Pengadilan Pembacaan Dakwaan

Putusan Sela

Pembuktian

Tuntutan

Pledoi/Nota Pembelaan

Replik & Duplik

Kesimpulan

Putusan

TERIMA KASIH