IMPLEMENTASI HAK-HAK TERSANGKA SEBAGAI PERWUJUDAN …
Transcript of IMPLEMENTASI HAK-HAK TERSANGKA SEBAGAI PERWUJUDAN …
IMPLEMENTASI HAK-HAK TERSANGKA SEBAGAI PERWUJUDAN
ASAS PRADUGA TAK BERSALAH DALAM PROSES PEMERIKSAAN
DI TINGKAT PENYIDIKAN (STUDI KASUS DI POLSEK LEMBOR
KAB. MANGGARAI BARAT)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan pada Jurusan Pancasila dan Kewarganegaraan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh :
Hikmah Milda Yanti
105431100516
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN
KEWARGANEGARAAN
2020
iv
v
vi
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Hikmah Milda Yanti
Stambuk : 105431100516
Jurusan : Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Judul Skripsi : Implementasi Hak-Hak Tersangka Sebagai
Perwujudan Asas Praduga Tak Bersalah Dalam
Proses Pemeriksaan Di Tingkat Penyidikan (Studi
Kasus Di Polsek Lembor Kab. Manggarai Barat)
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya ajukan di depan tim
penguji adalah hasil karya saya sendiri dan bukan hasil ciptaan orang lain atau
dibuatkan oleh siapa pun.
Demikian pernyataan ini saya buat dan saya bersedia menerima sanksi
apabila pernyataan ini tidak benar.
Makassar, Oktober 2020
Yang membuat Pernyataan,
Hikmah Milda Yanti
vii
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
SURAT PERJANJIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Hikmah Milda Yanti
Stambuk : 105431100516
Jurusan : Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikut :
1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesai skripsi ini, saya akan
menyusun sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan oleh siapapun).
2. Dalam penyusunan skripsi, saya akan selalu melakukan konsultasi dengan
pembimbing yang telah ditetapkan oleh pimpinan fakultas.
3. Saya tidak akan melakukan penjiplakan (plagiat) dalam penyusunan
skripsi.
4. Apabila saya melanggar perjanjian seperti butir pada 1, 2, dan 3, saya
bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.
5.
Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.
Makassar, Oktober 2020
Yang membuat pernyataan
Hikmah Milda Yanti
viii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Apapun yang kurasakan,
tidak sebanding dengan apa yang dirasakan orangtuaku
PERSEMBAHAN
Skripsi ini adalah bagian dari ibadahku kepada Allah SWT,
karena KepadaNyalah kami menyembah dan kepadaNyalah kami mohon pertolongan.
Sekaligus sebagai ungkapan terima kasihku kepada :
Bapak dan ibuku yang selalu memberikan motivasi dalam hidupku,
adikku yang selalu memberikan inspirasi dalam hidupku,
dan teman-teman perjuanganku yang selalu memberikan suport
ix
ABSTRAK
Hikmah Milda Yanti, 2020. “Implementasi Hak-Hak Tersangka sebagai
Perwujudan Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Proses Pemeriksaan di
Tingkat Penyidikan (Studi Kasus Di Polsek Lembor Kab. Manggarai Barat)”.
Skripsi Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Di
bimbing oleh Bapak A.Rahim sebagai Pembimbing 1 dan Bapak Auliah
Andika Rukman sebagai pembimbing II.
Masalah utama dalam penelitian ini adalah implementasi hak-hak
tersangka dalam proses pemeriksaan di tingkat Penyidikan. Maka dari
itu,Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi hak-hak tersangka
sebagai perwujudan asas praduga tak bersalah di tingkat penyidikan Polsek
Lembor Kab. Manggarai Barat. untuk mengetahui hambatan-hambatan penyidik
dalam implementasi hak-hak tersangka pada proses pemeriksaan ditingkat
Penyidikan Polsek Lembor Kab. Manggarai Barat.
Jenis penelitian yang digunakan yaitu jenis penelitian normatif. Informan
dalam penelitian ini adalah Informan kunci (key informan) yaitu 1 (satu) orang,
Informan utama yaitu 2 (dua), Informan tambahan, yaitu 2 (dua) orang.dengan
menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan
cara observasi,wawancara, dan dokumentasi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dalam pelaksanaan
implementsi hak-hak tersangka dalam proses pemeriksaan terlepas dari bersalah
atau tidaknya tersangka masih di lindungi hak untuk segera diperiksa maupun hak
bebas memberikan keterangan atau dalam artian tersangka diperiksa pada saat
pemeriksaan tidak ada tekanan ataupun kekerasan fisik dalam pemeriksaan,
namun ada satu hak yang yang belum sesuai dengan hak-hak tersangka yang
diatur dalam KUHAP yang dimana tersangka tidak memperoleh bantuan
hukum.Dalam pelaksanaan hak-hak tersangka terdapat beberapa hambatan antara
lainHambatan tersebut diantaranya keterbatasan atau kekurangan tenaga penyidik
dalam melakukan penyidikan, Perilaku dan tindakan aparat penegak hukum dalam
hal ini penyidik dalam melakukan pemeriksaan bersikap arogan mereka
menganggap sebagai pemegang nasib tersangka, Ketidak tauan atau kurang
pahamnya terangka mengenai hak-hak yang dapat diperoleh tersangka dan
tersangkan yang tidak paham akan pentingnya bantuan hukum, ketidak jujuran
dan transparansi dari tersangka dalam melakukan proses intograsi (pemeriksaan),
dan tersangka tidak kooperatif biasanya bersikap pasif dan banyak diam.
Kata kunci:Implementasi hak-hak tersangka, proses pemeriksaan, penyidikan.
x
KATA PENGANTAR
Allah Maha Penyayang dan Pengasih, demikian kata untuk mewakili atas
segala karunia dan nikmatnya. Jiwa ini takkan henti bertahmid atas anugerah pada
detik waktu, denyut jantung, gerak langkah, serta rasa dan rasio padamu Sang
Khalik. Proposal ini adalah setitik dari sederetan berkahmu.
Setiap orang dalam berkarya selalu mencari kesempurnaan, tetapi
terkadang kesempurnaan itu terasa jauh dari kehidupan seseorang. Demikian juga
tulisan ini, kehendak hati ingin mencapai kesempurnaan, tetapi kapasitas penulis
dalam keterbatasan. Segala daya dan upaya telah penulis serahkan untuk membuat
tulisan ini selesai dengn baik dan bermanfaat dalam dunia pendidikan, khususnya
dalam ruang lingkup Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Motivasi dari berbagai pihak sangat mambantu dalam perampungan
tulisan ini. Segala rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua
oarang tua yang telah berjuang, berdoa, mangasuh, membesarkan, mendidik, dan
membiayai penulis dalam proses pencarian ilmu. Demikian pula penulis
mengucapkan kepada para keluarga yang tak hentinya memberikan motivasi dan
selalu menemaniku dengan candanya, kepada Dr. A. Rahim, S.H.,M.Hum dan
Auliah Andika Rukman, S.H.,M.H. Pembimbing I dan pembimbing II, yang telah
memberikan bimbingan, arahan serta motivasi sejak awal penyusunan proposal
ini.
xi
Tidak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof Dr H Abd
Rahman Rahim, S.E., M.M. Rektor Universitas Muhammmadiyah Makassar,
Erwin Akib, S.Pd.,M.Pd.,Ph.D. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar dan Dr. Muhajir M.P,. ketua Program
Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganaegaraan dan para staf pegawai dan
lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah
Makassar yang telah membekali penulis dengan serangkaian ilmu pengetahuan
yang sangat bermanfaat bagi penulis.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis senantiasa
mengharapkan kritikan dan saran dari berbagai pihak, selama saran dan kritikan
tersebut sifatnya membangun karena penulis yakin bahwa suatu persoalan tidak
akan berarti sama sekali tanpa adanya kritikan. Mudah-mudahan dapat memberi
manfaat bagi para pembaca, terutama bagi diri pribadi penulis. Amiin.
Makassar, 01 Desember 2019
Penulis
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN ............................................................................... iv
SURAT PERJANJIAN .................................................................................. v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................. vi
ABSTRAK ..................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................4
C. Tujuan Penelitin ...........................................................................................5
D. Manfaat Penelitian .......................................................................................5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ..........................................................................7
A. Tinjau Tentang Implementasi Hak Tersangka .............................................7
1. Pengertian Tersangka ..............................................................................7
2. Hak-hak Tersangka .................................................................................8
3. Bantuan Hukum .......................................................................................13
B. Tinjauan Asas Praduga Tak Bersalah ..........................................................16
C. Tinjauan Tentang Penyidikan dan Penyidik ................................................18
xiii
1. Pengertian Penyidikan dan Penyidik .................................................... 18
2. Prosedur Pemeriksaan Dalam Hukum Acara Pidana (KUHAP) .......... 19
3. Sistem Pemeriksaan Dalam Proses Penyidikan .................................... 21
4. Tugas Dan Wewenang Penyidik ........................................................... 24
D. Kerangka Pikir ............................................................................................. 25
E. Definisi Operasional ....................................................................................27
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 30
A. Jenis Penelitian ............................................................................................. 30
B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ...................................................... 30
C. Sumber Data ................................................................................................. 30
D. Informan Penelitian ...................................................................................... 31
E. Instrumen Penelitian .................................................................................... 32
F. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................... 33
G. Teknik Analisis Data .................................................................................... 34
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...............................36
A. Gambaran Umum Polsek Lembor................................................................36
1. Wilayah Polsek Sektor Lembor .............................................................36
2. Jumlah Personil Polsek Lembor .............................................................39
B. Hasil Penelitian ............................................................................................39
1. Identitas Informan ..................................................................................39
2. Implementasi Hak-Hak Tersangka Sebagai Perwujudan
Asas Praduga Tak Bersalah Dalam Proses
Pemeriksaan Di Tingkat Penyidikan Di Polsek Lembor
xiv
Kab. Manggarai Barat ............................................................................40
3. Hambatan-Hambatan Penyidik Dalam Implementasi Hak-Hak
TersangkaPada Proses Pemeriksaan Ditingkat Penyidikan Polsek
Lembor Kab. Manggarai Barat ..............................................................60
C. Pembahasan .................................................................................................61
1. Implementasi Hak-Hak Tersangka Sebagai Perwujudan
Asas Praduga Tak Bersalah Dalam Proses
Pemeriksaan Di Tingkat Penyidikan Di Polsek Lembor
Kab. Manggarai Barat ............................................................................61
2. Hambatan-Hambatan Penyidik Dalam Implementasi Hak-Hak
TersangkaPada Proses Pemeriksaan Ditingkat Penyidikan Polsek
Lembor Kab. Manggarai Barat ..............................................................67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................69
A. Kesimpulan ..................................................................................................69
B. Saran.............................................................................................................70
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................71
LAMPIRAN
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pedoman Wawancara
Lampiran 2 Pedoman Observasi
Lampiran 3 Daftar Identitas Informan
Lampiran 4 Dokumentasi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Indonesia merupakan negara hukum. Hal ini telah dinyatakan dengan tegas
dan penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
pasal 1 ayat (3) menegaskan bahwa, negara indonesia adalah negara hukum
(UUD 1945 &perubahannya : 3). Yang dimana tidak berdasarkan atas kekuasaan
belakang. Cita-cita filsafat yang telah di rumuskan para pendiri kenegaraan dalam
konsep “Indonesia adalah negara hukum” mengandung arti, bahawa dalam
hubungan hukum dan kekuasaan, kekuasaan tunduk pada hukum sebagai kunci
kestabilan politik dalam masyarakat. Dalam negara, hukum merupakan tiang
utama dalam menggerakkan sendi-sendi kehidupan bermasyarakatan berbangsa
dan bernegara. Salah satu ciri utama dari suatu negara hukum terletak pada
kecendrungannya untuk menilai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
masyarakat atas dasar peraturan-peraturan hukum. Dalam suatu tindakan
masyarakat tidak bisa menutup kemungkinan tidak adanya suatu kejahatan yang
dilakukan di wilayah negara indonesia ini. Kejahatan-kejahatan yang sering kita
temui yaitu kejahatan yang berkaitan dengan tindak pidana seperti perjudian,
perampokkan, pencurian, pembunuhan, pemerkosaan dan masih banyak lagi.
Dalam menangani kejahatan tersebut salah satu lembaga yang ditunjuk untuk
menanggulangi kejahatan atau pelanggaran yang terjadi di masyarakat adalah
lembaga kepolisian. Dalam kitab hukum acara pidana (KUHAP) lembaga
kepolisian diberikan wewenang untuk melakukan penyidikan. Proses penyidikan
1
2
dilakukan atas diri tersangka yang diduga telah melakukan suatu tindakan pidana
yang terjadi. Adapun yang dimaksud tersangka menurut pasal 1 butir 14 KHUAP
adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti
permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
Untuk mengetahui apakah seseorang yang disangka melakukan tindak pidana
bersalah atau tidak bukanlah suatu hal yang mudah. Hal tersebut harus dibuktikan
melalui proses pemeriksaan untuk mencari atau mengumpulkan bukti. Dalam
upaya membuktikan bahwa seseorang tersebut disangka telah melakukan tindak
pidana aparat penegak hukum harus memperhatikan hak-hak tersangka.
Selain hak-hak tersangaka Selama proses pemeriksaan berlangsung dari
proses penyelidikan di kepolisian sampai proses pemeriksaan dalam sidang di
pengadilan, seseorang yang disangka atau didakwa melakukan sesuatu tindak
pidana dilindungi oleh hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 50 sampai
Pasal 68 KUHAP.Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman yang merupakan salah satu sumber hukum acara pidana,
terdapat suatu asas fundamental yang sangat berkaitan dengan hak-hak
tersangka yaitu asas praduga tak bersalah yang berbunyi ;
“Setiap orang yang disangka, ditangkap, dituntut, dan atau dihadapkan di
muka pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum diadakan putusan
yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap”.
Berdasarkan asas tersebut di atas telah jelas bahwa seseorang di sangka atau
didakwa melakukan suatu tindak pidana wajib ditempatkan sebagaimana mestinya
sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia.
3
Namun tidak dapat dipungkiri dalam pelaksanaannya masih ada yang
melanggar hak-hak tersangka baik itu disengaja ataupun tidak. Seperti kasus
pembunuhan pada tahun 2018 terjadi pembunuhan berencana yang dimana korban
dibunuh oleh selingkuhan istri dari korban tersebut dan pembunuh bayaran.
Ketiga tersangka yang membunuh korban dibawah ke polsek terdekat.
Simpang siur dari cerita masyarakat yang menyatakan bahwa dalam
pelaksanaan proses pemeriksaan tersangka ada hak-hak tersangka yang dilanggar.
Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui secara langsung apakah benar adanya
hak-hak tersangka yang dilanggar atau hanya sebagian dari rasa ketakutan
masyarakat saja, yang dimana dalam lingkungan masyarakat sering kali
menganggap bahwa seseorang yang ditangkap atau dihadapkan dengan kepolisian
ada hak-hak tersangka yang dilanggar oleh petugas, sehingga menimbulkan kesan
yang merusak citra instansi terkait, dan tidak mununtup kemungkinan akan
menimbulkan rasa trauma dikalangan masyarakat.
Hak tersangka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) sebanyak 24 hak-hak tersangka, dalam hal ini peneliti tidak dapat
meneliti secara keseluruhan hak-hak tersangka. Untuk membatasi ruang lingkup
hak-hak tersangka yang akan diteliti oleh peneliti, adapun hak-hak tersebut
diantaranya (Hak untuk segera di periksa, Hak untuk mendapatkan pembelaan,
Bantuan hukum, Hak untuk bebas memberikan keterangan dan Hak untuk
memilih penasihat hukum sendiri.
4
Dengan diadakan penelitian ini, Ketika dalam proses pemeriksaan benar
adanya suatu tindakan yang melanggar suatu hak-hak tersangka dalam proses
pemeriksaan, dengan penelitian ini dapat menambah wawasan aparat penegak
hukum tentang proses pemeriksaan yang sebenar-benarnya menurut dan cara yang
diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Namun
ketika ini hanya isu-isu semata atas rasa takut masyarakat tentang proses
pemeriksaan aparat penegak hukum, dengan diadakan penelitian ini juga dapat
menyadari masyarakat bahwa apa yang disangkakan tidak benar terjadi, Sehingga
dapat memperbaiki citra instansi terkait, dan menghilangkan rasa trauma
dikalangan masyarakat.
Dengan landasan pemikiran diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian bagaimana pelaksanaan atau implementasi hak-hak tersangka serta
hambatan-hambatan apa yang ada dalam pelaksanaan implementasi hak-hak
tersangka tersebut, ini dituangkan peneliti dalam judul penelitianyayaitu“
Implementasi Hak-Hak Tersangka sebagai Perwujudan Asas Praduga Tidak
Bersalah dalam Proses Pemeriksaan di Tingkat Penyidikan (Studi Kasus Di
Polsek Lembor Kab. Manggarai Barat)”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai
berikut:
5
1. Bagaimanakah implementasi hak-hak tersangka sebagai perwujudan asas
praduga tak bersalah dalam proses pemeriksaan di tingkat Penyidikandi
Polsek Lembor Kab. Manggarai Barat?
2. Apa saja yang menjadi hambatan-hambatan penyidik dalam implementasi
hak-hak tersangka pada proses pemeriksaan ditingkat Penyidikan Polsek
Lembor Kab. Manggarai Barat?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalaha:
1) Untuk mengetahui implementasi hak-hak tersangka sebagai
perwujudan asas praduga tak bersalah di tingkat penyidikan Polsek
Lembor Kab. Manggarai Barat.
2) Untuk mengetahui hambatan-hambatan penyidik dalam implementasi
hak-hak tersangka pada proses pemeriksaan ditingkat Penyidikan
Polsek Lembor Kab. Manggarai Barat.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
1) Memberikan sumbangan pemikiran dan masukan bagi pengembangan
ilmu hukum pada umumnya, serta mengenai pelaksanaan atau
implementasi hak-hak tersangka pada khususnya.
2) Memberikan penjelasan yang lebih nyata mengenai implementasi hak-
hak tersangka sebagai perwujudan asas praduga tidak bersalah dalam
6
proses penyidikan guna menambah literatur dan bahan informasi
ilmiah.
2. Manfaat Praktis
1) Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis sekaligus
untuk mengembangkan kemampuan penulis dalam mengkritiksi
persoalan-persoalan hukum.
2) Memberikan masukan pada penegak hukum khususnya kepolisian
Polsek Lembor Kab. Manggarai Barat.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjau Tentang Implementasi Hak Tersangka
1. Pengertian Tersangka
Sebelum membahas lebih lanjut tinjauan tentang implementasi hak-hak
tersangka, berikut ini dijelaskan terlebih dahulu mengenai pengertian-pengertian
sebagai berikut:
Menurut kamus besar bahasa indonesia implementasi dapat diartikan sebagai
pelaksanaan atau penerapan (kamus bahasa indonesia: 108). Sedangkan
pengertian umum adalah suatu tindakan atau pelaksanaan rencana yang telah
disusun secara cermat dan rinci (matang).
Para tokoh sarjana hukum mengemukakan pengertian tersangka, sebagai berikut:
Menurut J.C.T. Simorangkir (Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar:
53) menyatakan bahwa, seseorang yang telah disangka melakukan
suatu tindak pidana dan ini masih dalam taraf pemeriksaan
pendahuluan untuk dipertimbangkan apakah tersangka ini mempunyai
cukup dasar untuk diperiksa di persidangan.
Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa sesorang yang melakukan
suatu tindak pidana dan di periksa dalam persidangan harus melakukan proses
pemeriksaan terlebih dahulu yang dilakukan oleh penyidik, ini dilakukan agar
membuktikan benar atau tidaknya suatu kejadian tindak pidana tersebut dan
tersangka tidak beranggapan bahwa adanya diskriminasi yang terjadi dalam diri
tersangka tersebut.
7
8
Menurut Darwan Prints (Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar: 53)
menyatakan bahwa, tersangka adalah seseorang yang disangka,
sebagai pelaku suatu delik pidana (dalam hal ini tersangka belumlah
dapat dikatakan sebagai bersalah atau tidak)
Dapat di pahami bahwa sesorang tersangka dalam suatu tindak pidana
belum bisa dikatakan bersalah atau tidaknya sebelum dijatuhkan putusan oleh
pengadilan untuk membuktikan benar adanya tindak pidana yang dilakukan oleh
tersangka tersebut.
Definisi tersangka berdasarkan pasal 1 butir 14 KUHAP menyatakan
bahwa:
tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,
berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi hak-hak
tersangka adalah pelaksanaan atau penerapan mengenai hak-hak yang dimiliki
oleh orang yang berdasarkan bukti yang kuat diduga melakukan tindak pidana.
2. Hak-hak Tersangka
Hak merupakan sesuatu yang diberikan kepada seseorang tersangka,
terdakwa, dan terpidana atau terhukum, sehingga apabila hak ini dilanggar maka
hak asasi tersangka, terdakwa, dan terpidan atau terhukum telah dilanggar atau
tidak dihormati.
Untuk itu hak-hak tersangka, terdakwa, dan terpidana atau terhukum harus
tetap dijamin, dihargai dan dihormati, dan demi tegaknya dan perlindungan hak-
hak asasi manusia. Hak-hak tersangka atau terdakwa diatur dalam BAB VI
KUHAP, dapat dikelompokkan sebagai berikut:
9
1) Hak untuk segera diperiksa, sebagaimana menurut pasal 50 KUHAP,
yaitu:
a Tersangka berhak segera mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik dan
selanjutnya diajukan kepada penuntut umum.
b Tersangka berhak perkaranya segera dimajukan ke pengadilan oleh
penuntut umun.
c Terdakwa berhak segera diadili oleh pengadilan.
Dalam pasal ini dimasudkan agar tersangka mengetahui lebih jelas
maksud dari penangkapan tersebut serta menjauhkan kemungkinan
terkatung-katungnya tersangka atau terdakwa, terutama yang dikenakan
penahanan. Sehingga tersangka merasa adanya kepastian hukum.
2) Hak tersangka untuk mempersiapkan pembelaan, dalam hal ini diatur
dalam pasal 51 KUHAP, sebagai berikut:
a Tersangka untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang
dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada
waktu pemeriksaan dimulai.
b Terdakwa berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang
dimengerti olehnya tentang apa yang di dakwakan olehnya.
Dengan diketahui dan dimengerti tindak pidana yang disangkakan
kepada tersangka, maka tersangka merasa terjamini kepentingannya untuk
mengadakan pembelaan serta mempersiapkan alat bukti yang dapat
meringankan atau menguatkan pembelaannya di muka persidangan.
3) Hak untuk bebas memberikan keterangan, sebagaimana menurut Pasal 52
KUHAP, bahwa
“Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan,
tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas
kepada penyidik dan hakim. Pasal 117 ayat 1 KUHAP juga
menegaskan bahwa “keterangan tersangka dan/atau saksi kepada
penyidik diberikan tanpa tekanan dari apapun dan/atau dalam bentuk
apapun.
10
Tujuan dan ketentuan ini adalah untuk mencapai hasil yang tidak
menyimpang daripada yang sebenarnya (mencari kebenaran yang
materiil). Oleh karena itu tersangka ataupun saksi dijauhkan dari rasa takut
dalam pemeriksaan ditingkat penyidik dan pengadilan.
4) Hak untuk mendapatkan juru bahasa, sebagaimana menurut pasal 53 ayat
(1) KUHAP:
Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan tersangka
atau terdakwa berhak untuk setiap waktu mendapatkan bantuan juru
bahasa sebagaimana.
Tidak semua tersangka mengerti dan memahami bahasa indonesia,
terutama jika tersangka berasal dari negara asing. Maka ini di perluhkan
seseorang untuk menerjemah agar persidangan berjalan dengan lancar.
5) Hak untuk menghubungi perawatan kesehatan, sebagaimana menurut pasal
58 KUHAP:
tersangka yang dikenakan penahanan berhak berhak menghubungi dan
menerima kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan
baik yang ada dalam hubungannya dengan proses perkara atau tidak.
Dalam hal ini dapat dipahami bahwa seorang tersangka dalam
masa penahanan berhak untuk dikunjungi oleh dokter pribadinya untuk
mengecek kondisi atau kesehatan tersangka, ini dilakukan agar terjaminya
kesehatan tersangka sehingga pada proses pemeriksaan berjalan dengan
baik.
6) Tersangka berhak mendapatkan bantuan hukum (pasal 54 KUHAP):
Tersangka berhak didampingi oleh penasehat hukum, baik ditingkat
penyidik, penuntutan sampai pada tingkat persidangan. Hak untuk
didampingi penasehat hukum dapat dilakukan sejak tersangka
ditangkap, bahkan sampai pada tahappenyidikan.
11
Dalam hal ini dapat dipahami bahwa seorang tersangka berhak
didampingi oleh penasehat hukum dari penangkapan sampai
tahappenyidik, agar hak-hak tersangka terjamini dan dapat menghidar
adanya diskriminasi dalam proses pemeriksaan tersebut.
7) Tersangka berhak memilih sendiri penasehat hukumnya, sebagaimana
dalam Pasal 55 KUHAP:
untuk mendapatkan penasihat hukum tersebut dalam pasal 54, tersangka
atau terdakwa berhak memilih sendiri penasihat hukumnya.
8) Hak untuk didampingi penasihat hukum secara cuma-cuma, sebagaimana
menurut pasal 56ayat (1)KUHAP, bahwa:
Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana
lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang
diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai
penasihat hukum sendiri, penjabat yang bersangkutan pada semua
tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjukan
penasihat hukum bagi mereka
Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa sesorang tersangka
yang dapat dikatakan tidak mampu untuk membiayai seorang penasihat
hukum atau pengacara maka negara wajib untuk menyediakan penasehat
hukum untuk tersangka.Karena dalam negara indonesia menganut sistem
demokrasi, yang dimana setiap warga negara memiliki hak untuk
mendapatkan keadilan dan hak untuk memdapatkan peradilan yang adil
dan tidak memihak.
9) Hak untuk menghubungi penasihat hukumnya, sebagaimana menurut pasal
57 ayat (1)KUHAP:
12
tersangka yang dikenakan penahanan, berhak menghubungi penasihat
hukumnya sesuai dengan ketentuan undang-undang.
10) Hak untuk menghubungi perwakilan negaranya, sebagaimana menurut
pasal 57 ayat (1)KUHAP:
Tersangka yang berkebangsaan asing yang dikenakan penahanan
berhak menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya
dalam menghadapi proses perkaranya.”
11) Hak untuk diberitahukan atau menghubungi keluarganya, sebagaimana
menurut pasal 59 KUHAP:
Tersangka yang dikenakan penahanan berhak diberitahukan tentang
penahanan atas dirinya oleh penjabat yang berwenang, pada semua
tingkat pemeriksaan dalam proses pengadilan, kepada keluarganya atau
orang lain yang serumah dengan tersangka ataupun orang lain yang
bantuannya dibutuhkan oleh tersangka untuk mendapatkan bantuan
hukum atau jaminan bagi penangguhannya.
12) Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan, sebagaimana menurut
pasal 60 KUHAP:
Tersangka berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak
yang mempunyai hubungan kekeluargaan atau lainnya dengan
tersangka guna mendapatkan jaminan bagi penangguhan ppenahanan
ataupun untuk usaha mendapatkan bantuan hukum.
13) Hak untuk mengajukan keberatan, sebagaimana menurut pasal 123 ayat
(1) KUHAP:
Tersangka, keluarga, atau penasihat hukum dapat mengajukan
keberatan atas penahanan atau jenis penahanan tersangka kepada
penyidik yang melakukan penahanan itu.
Dari penjelasan pada BAB VI KUHAPdiatas dapat dipahami bahwa
tersangka atau terdakwa memiliki hak yang dimana sudah termuat pada pasal-
pasal KUHAP yang tidak dapat digangu gugat lagi. Ini dilakukan agar
13
tersangka atau terdakwa merasa adanya kepastian hukum dan sama dimata
hukum beserta terjaminnya hak-hak asasi tersangka atau terdakwa.
3. Bantuan Hukum
1) Pengertian Bantua Hukum
Beberapa definisi tentang bantuan hukum adalah sebagai berikut:
a. Menurut Roberto conception bantuan hukum adalah pengungkapan
yang umum yang digunakan untuk menunjuk kepada setiap pelayanan
hukum yang ditawarkan atau diberikan.
b. Menurut C.A.J crul bantuan hukum merupakan bantuan yang diberikan
oleh para ahli kepada mereka yang memerlukan perwujudan atau
realisasi dari hak-haknya serta memperoleh perlindungan hukum.
Demikian pula pengertian bantuan hukum menurut pasal 1 angka 9
Undang-undang No. 18 Tahun 2003 tentang advokat, bahwa:
“bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh advokat
secara cuma-cuma kepada klien yang tidak mampu.”
Pasal 1 Undang-Undang RI No. 16 Tahun 2011 tentang bantuan
hukum, menegaskan:
a. Bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh pemberi
bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum.
b. Penerima bantuan hukum adalah orang atau kelompok orang miskin.
c. Pemberi bantuan hukum adalah lembaga bantuan hukum atau
organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum
berdasarkan undang-undang ini.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa bantuan
hukum merupakan jasa hukum baik litigasi dan non litigasi yang
diberikan secara cuma-cuma kepada masyarakat yang dilakukan oleh
14
orang propesional seperti advokat atau pengacara guna mendampingi hak-
hak masyarakat yang membutuhkan jasa bantuan hukum.
Menurut keputusan Mahkamah Agung No. 5 KMA/1972 tanggal
22 juli 1972, dimana pemberian bantuan hukum itu dikategorikan ke
dalam tiga golongan, yaitu :
a Pengacara (advokat/procureur), yaitu mereka sebagai mata pencarian
menyediakan diri sebagai pembela dalam perkara pidana atau
kuasa/wakil dari pihak-pihak dalam perkara perdata dan yang telah
mendapat surat pengangakatan dari Departemen Kehakiman.
b Pengacara Praktik, yaitu mereka yang sebagai mata pencaharian
(beroep) menyediakan diri sebagai pembela atau kuasa/wakil dari
pihak-pihak yang berpekara, akan tetapi tidak termasuk dalam
golongan tersebut diatas.
c Mereka yang karena sebab-sebab tertentu secara insidental membela
atau mewakili pihak-pihak yang berpekara.
2) Tunjuan Pemberian Bantuan Hukum
Berdasarkan keputusan menteri kehakiman R.I. No. 02.UM.09.08 Tahun
1980 tentang petunjuk pelaksanaan pemberian bantuan hukum, dalam
konsiderannya, bahwa “tujuan pemberian bantuan hukum itu, adalah
dalam rangka pemerataan kesempatan memperoleh keadilan, perluadanya
pemerantaan bantuan hukum khusus bagi mereka yang tidak atau kurang
mampu, sehingga di dalam pasal 22 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun
2003 tentang Advokat, ditegaskan bahwa “Advokat wajib memberikan
bantuan hukum secara Cuma-Cuma kepada pencari keadilan yang tidak
mampu.”
Jadi sasaran bantuan hukum ini, adalah mereka/anggota masyarakat yang
tidak atau kurang mampu. Oleh karena itu, pemberian bantuan hukum ini
diselenggarakan melalui badan peradilan umum (Pasal 1 ayat (1)
Keputusan Menkeh Ri No.N.02.UM.09.08 Tahun 1980).
Bantuan hukummenurut Pasal 1 ayat (2) Keputusan Menkeh RI.
No. N.02.UM.09.08 Tahun 1980, bahwa yang tidak/kurang mampu dalam
perkara pidana, yang diancam dengan pidana:
15
a Lima tahun penjara atau lebih, seumur hidup atau pidana mati;
b Kurang dari lima tahun, tetapi perkara tersebut menarik perhatian
masyarakat luas.
Demikian pula dalam undang-undang RI No. 16 Tahun 2011 tentang
bantuan hukum, pasal 3: penyelenggaraan bantuan hukum bertujuan untuk:
a Menjamin dan memenuhi hak bagi penerima bantuan hukum untuk
mendapatkan akses keadilan.
b Mewujudkan hak konstitusional segala warga Negara sesuai dengan
prinsip persamaan kedudukan dalam hukum.
c Menjamin kepastian penyelenggaraan bantuan hukum dilaksanakan
secara merata di seluruh wilayah Negara republik Indonesia; dan
mewujudkan peradilan yang efektif, efesien, dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Dalam pemberian bantuan hukum merupakan hak-hak
tersangka/terdakwauntuk memperoleh bantuan hukum, sebagaimana di
dalam KUHAP dan Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan
kehakiman, sebagai berikut:
a Menurut pasal 37 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004, bahwa “setiap
orang yang tersangka perkara berhak memperoleh bantuan hukum.”
b Menurut pasal 38 Undang-Undang No.4 Tahun 2004, bahwa “Dalam
perkara pidana seseorang tersangka sejak saat dilakukan penangkapan
dan/atau penahanan berhak menghubungi dan meminta bantuan
advokat.”
Untuk pemberikan bantuan hukum sebagaimana dimaksud di atas,
maka ketua majelis hakim segera berkonsultasi dengan ketua pengadilan
negeri, selanjutnya ketua majelis hakim menunjukan seseorang atau lebih
pemberi bantuan hukum.
16
B. Tinjauan Asas Praduga Tak Bersalah
Salah satu asas fundamental dalam hukum acara pidana yang dimaksud
untuk melindungi hak tersangka maupun terdakwa adalah asas praduga tak
bersalah (Presumption of innocence). Sebagaimana menurut pasal 8 ayat (1) UU
No. 48 Tahun 2009 asas praduga tak bersalah (Presumption of innocence) artinya:
setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau
dihadapkan di muka siding pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah
sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Yahya Harapan mengatakan bahwa dengan dicantumkannya praduga tidak
bersalah dalam penjelasan KHUAP, dapat disimpulkan bahwa, pembuatan
undang-undang telah menetapkannya sebagai asas hukum yang melandasi
KHUAP dan penegakan hukum (law enforcement).Sebagai konsekuensi
dianutnya asas praduga tak bersalah adalah seorang tersangka atau terdakwa
yang dituduh melakukan suatu tindak pidana, tetap tidak boleh diperlakukan
sebagai orang yang bersalah meskipun kepadanya dapat dikenakan
penangkapan/penahanan menurut undang-undang yang berlaku.Jadi, semua
pihak termasuk penegak hukum tetap menjunjung tinggi hak asasi
tersangka/terdakwa.
Selain asas praduga tak bersalah dalam hukum acara pidana juga terdapat
asas hukum yang lain yang memberikan perlindungan terhadap hak-hak
tersangka, sebagaimana termuat dalam kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana (KHUAP), antara lain:
1. Peradilan dilakukan “ DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA.”
2. Asas persamaan di depan hukum (equality before the law), artinya setiap
orang diperlakukan sama dengan tidak membedakan tingkat sosial,
golongan, agama, warna kulit, kaya, miskin, dan lain-lainnya di muka
hokum atau pengadilan mengadili menurut hokum dengan tidak membeda-
bedakan orang (pasal 4 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009).
3. Asas perintah tertulis dari yang berwenang, artinya segalah tindakan
mengenai penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitahan hanya dapat
17
dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh penjabat yang berwenang oleh
undang-undang (pasal 7 UU No. 48 Tahun 2009).
4. Asas memperoleh bantuan hukum seluas-luasnya, artinya bahwa setiap
orang wajib diberikan kesempatan untuk memperoleh bantuan hokum pada
tiap tingkatan pemeriksaan guna kepentingan pembelaan (pasal 56 ayat (1)
UU No. 48 Tahun 2009).
5. Asas peradilan harus dilaksanakan dengan sederhana, cepat, biaya ringan
atau lazim disebut contante justitie (pasal 2 ayat (4) jo. Pasal 4 ayat (4) UU
No. 48 Tahun 2009).
6. Asas wajib diberitahu dakwaan dan dasar hokum dakwaan, serta hak-
haknya termasuk hak menghubungi dan meminta bantuan penasihat hukum.
7. Asas hadirnya terdakwa, artinya pengadilan memeriksa, mengadili, dan
memutus perkara pidana dengan hadirnya terdakwa (Pasal 12 ayat (1) UU
No. 48 Tahun 2009).
Dari sekian asas yang terdapat dalam hukum acara pidana, asas praduga tak
bersalah merupakan prinsip hakiki dalam hukum karena asas ini berlaku pada
semua fase proses hukum baik ditingkat penyidikan sampai pada tingkat
pengadilan.
Berdasarkan asas praduga tak bersalah, maka jelas dan wajar bahwa
tersangka dalam proses penyidikan wajib dianggap tidak bersalah serta dihargai
hak-haknya. Hal ini tidak lain untuk menetapkan tersangka dalam kedudukan
yang semestinya, sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia.
Dengan adanya asas ini maka implementasi hak-hak tersangka menjadi
terjamin karena seseorang tersangka atau terdakwa belum dapat dianggap
bersalah, sehingga aparat penegak hukum dalam hal ini penyidik, tidak dapat
melakukan pemaksaan pengakuan atau melakukan tersangka dengan tindakan
yang sewenang-wenang.
18
C. Tinjauan Tentang Penyidikan dan Penyidik
1. Pengertian Penyidikan dan Penyidik
Penyidikan merupakan tahap penyelesaian perkara pidana setelah
penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mecari ada atau tidaknya tindak
pidana dalam suatu peristiwa. Ketika diketahui adanya tidakan pidana yang
terjadi, maka pada saat itu penyidikan dapat dilakukan berdasarkan hasil
penyelidikan.Pada tindakan penyelidikan, penekanannya diletakkan pada tindakan
“mencari dan menemukan” suatu “peristiwa” yang dianggap sebagai tindakan
pidana. Sedangkan pada penyidikan titik berat penekanannya di letakkan pada
“mencari serta mengumpulkan bukti”. Seperti yang diungkapkan (Yahya Harahap,
2002:109) yang dimana menyatakan bahwa:
Sehingga pada penyidikan, titik berat tekanannya diletakan pada
tindakan “mencari serta mengumpulkan bukti” supaya tindak pidana
yang ditemukan dapat menjadi terang, serta agar dapat menemukan
dan menentukan pelakunya
Dalam Pasal 1 butir 2 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP), memberikan definisi Penyidikan adalah serangkaian tindakan
penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan
tersangkahnya.
Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa penyidikan merupakan
serangkaian tindakan penyidik untuk mencari tau serta mengumpulkan barang
bukti dari tindak pidana tersebut untuk menentukan benar atau tidaknya suatu
19
kejadian tersebut dan menemukan serta menentukan pelaku tindak pidana
tersebut.
Dalam kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP), yang
dimaksud dengan penyidik adalah:
a. Menurut pasal 1 angka 1 KUHAP jo. Pasal 1 angka 10 undang-undang RI
No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI bahwa Penyidik adalah
Penjabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri
sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan
b. Menurut pasal 6 KUHAP, bahwa penyidik adalah:
a) Penjabat polisi Negara Republik Indonesia.
b) Penjabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus
oleh undang-undang.
Jadi penyidik selain polisi Negara Republik Indonesia, juga pegawai negeri
sipil yang telah diberikan wewenang khusus oleh undang-undang sebagai
penyidik.
2. Prosedur Pemeriksaan Dalam Hukum Acara Pidana
Dalam sistem hukum indonesia, hukum pidana dapat diartikan secara sempit
dan dapat diartikan secara luas. Hukum pidana dalam artian sempit hanya
merupakan hukum pidana materiil saja yakni berisi norma-norma yang mengatur
mengenai tindakan-tindakan yang merupakan tindakan pidana dan pidananya.
Sedangkan pidana dalam artian luas terdiri dari hukum pidana ( substantif dan
materiil) dan hukum acara pidana (hukum pidana formal). Mengenai hukum acara
pidana, dikemukakan pendapa Moelijatno sebagai berikut:
“bagaiamana cara mempertahankan prosedurnya untuk menuntut ke
muka pengadilan orang-orang yang disangka melakukan perbuatan
pidana. Oleh karena itu bagian hukum pidana ini dinamakan hukum
pidana formil (criminal procedure, hukum acara pidana”.
20
Hukum acara pidana di Indonesia secara umum telah dikodifikasikan kedalam
satu dokumen yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana atau biasa disebut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(selanjutnya disebut KUHAP). Di dalam KUHAP, telah diatur mengenai proses
beracara atau penanganan pidana yang terdiri dari:
1) Penyelidikan
Penyelidikan berdasarkan pasal 1 angka 5 KUHAP di definisikan
sebagai serangkaian tindakan/penyelidikan untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindakan pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang. Pelaksanaan pada kata “mencari” dan
“menemukan” peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana menunjukkan
bahwa dalam proses penyelidikan masih belum jelas apakah peristiwa
yang sedang diselidiki tersebut adalah suatu tindak pidana atau bukan.
2) Penyidikan
Penyidikan berdasarkan Pasal 1 angka 2 KUHAP didefinisikan sebagai
serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan barang bukti yang
terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Dari uraian pasal 1 angka 2
kuhap tersebut jelas bahwa dalam penyidikan dugaan akan adanya tindak
pidana sudah jelas, dan dilakukannya penyidikan ditujukan untuk
mengumpulkan bukti dan guna menemukan tersangkannya.
21
Dari kedua penjelasan diatas dapat dipahami bahwa dalam proses
pemeriksaan menurut hukum acara pidana, sebelum dilakukan penyidikan oleh
aparat kepolisian yang pertama dilakukan yakni melakukan penyelidikan yang
dimana penyelidikan ini mencari tahu apakah benar atau tidaknya peristiwa
pidana yang terjadi ditempat kejadian, setelah dilakukan penyelidikan dan
mengetahui benar adanya suatu peristiwa tindak pidana ditempat tersebut, maka
penyidikan bisa dilakukan untuk mencari atau mengumpulkan bukti yang
menguatkan suatu tindak pidana tersebut sehingga pada proses pemeriksaan
berjalan dengan lancar dan sesuai dengan prosedur yang ada dalam KUHAP.
3. Sistem Pemeriksaan Dalam Proses Penyidikan
Dalam hal pemeriksaan tersangka atau terdakwa, maka sistem pemeriksaan dapat
dilakukan, yaitu:
1) Sistem Inqusitoir
Sebelum berlakunya kitab undang-undang hukum acara pidana
(KUHAP), maka sistem pemeriksaan inqusitoir dalam HIR yaitu terhadap
tersangka pada tingkat penyidikan, adalah suatu sistem pemeriksaan dimana
tersangka dianggap sebagai objek pemeriksaan, yaitu pemeriksaan
dilakukan dengan pintu tertutup, sehingga tersangka dalam sistem
pemeriksaan ini tidak mempunyai hak untuk membela diri.
Setelah berlakunya KUHAP dengan undang-undangRI No. 8 Tahun
1981, sistem ini di tinggalkan, hal ini diatur dalam KUHAP, bahwa dalam
pemeriksaan permulaan (vooronderzoek) di pakai “sistem inquisitoir yang
lunak,” yaitu dalam pemeriksaan penyidik, maka tersangka boleh
22
didampingi penasihat hukum yang mengikuti jalannya pemeriksaan secara
pasif, yakni penasihat hukum diperkenankan melihat, mendengar
pemeriksaan permulaan. Jadi, mulai dari proses awal pemeriksaan di tingkat
penyelidikan / penyidikan (penangkapan / penahanan), tingkat penuntutan
sampai pada proses pemeriksaan di pengadilan (sidang).
2) Sistem Accusatoir
Dalam sistem pemeriksaan accusatoir, yakni pemeriksaan pada
tingkat pengadilan atau pemeriksaan di mukahakim (gerechtelijk
onderzoek), di mana tersangka/terdakwa diakui sebagai subjek
pemeriksaan dan diberikan kebebasan seluas-luasnya untuk melakukan
pembelaan diri atas tuduhan atau dakwaan yang dituduhkan atas dirinya.
Penerapan sistem pemeriksaan accuasatoir dalam pemeriksaan di
depan sidang pengadilan, yaitu pemeriksaan terdakwa yang terbuka untuk
umum, dilakukan secara lisan dan dengan menggunakan bahasa Indonesia
(apabila tidak dapat berbahasa Indonesia, maka berhak untuk mendapatkan
penerjemah) (lihat pasal 153 ayat (2) huruf a KUHAP).Selain terdakwa
juga saksi dijamin untuk memberikan keterangan secara bebas, tanpa ada
paksaan dalam bentuk apapun dari siapapun juga dan berhak mendapa
penerjemah apabila tidak dapat berbahasa Indonesia.Dengan sistem
pemeriksaan accusatoir ini, maka terdakwa mempunyai hak untuk
membela diri, hak untuk dinyatakan tidak bersalah sebelum kesalahannya
terbukti (presumption of innocence) di pengadilan; hak untuk
23
mendapatkan bantuan hukum, mengajukan permohonan banding, kasasi,
herzeineng, grasi, dan lain sebagainya.
Jadi, dengan menganut sistem accusatoir, di mana tersangka /
terdakwa mempunyai hak yang sama nilainya dengan penuntut umum,
dalam hal ini hakim berada di atas kedua belah pihak untuk menyelesaikan
perkara pidana antara mereka menurut peraturan hukum pidana yang
berlaku.
Dalam melakukan pemeriksaan terhadap tersangka ada cara yang
berlaku menurut KUHAP, adapun tata cara tersebut adalah:
a) Sesuai dengan pasal 52 dan 117 KUHAP bahwa jawaban atau
keterangan diberikan tersangka kepada penyidik, diberikan tanpa
tekanan dari siapapun juga dan dalam apapun juga.
Tersangka dalam memberikan keterangan harus “bebas” dan
“kesadaran” nurani. Tidak boleh dipaksa dengan cara apapun juga
baik penekanan fisik dengan tindakan kekerasan dan penganiayaan,
maupun dengan tekanan dari penyidik maupun dari pihak luar.
b) Penyidik mencatat dengan teliti semua keterangan tersangka.
Semua yang diterangkan tersangka tentang apa yang
sebenarnya telah dilakukannya sehubung dengan tindakan pidana
yang disangkakan kepadanya dicatat oleh penyidik dengan seteliti-
litinya. Sesuai dengan rangkaian kata-kata yang dipergunakan
tersangka.Keterangan tersebut harus dicatat ditanyakan atau
dimintakan persetujuan tersangka tentang kebenaran dan isi berita
acara tersebut. Apabila tersangka telah menyetujuinya, maka
tersangka dan penyidik masing-masing memberikan tanda tangannya
24
diatas berita acara tersebut sedangkan apabila tersangka tidak mau
menanda tanganinya maka maka penyidik membuat catatan berupa
penjelasan atau keterangan tentang hal itu serta menyebutkan alas an
yang menjelaskan kenapa tersangka tidak mau menanda tanganinya.
c) Dalam pasal 119 KUHAP menyebutkan, jika tersangka yang akan
diperiksa berlokasi di luar daerah hukum penyidik, maka penyidik
yang bersangkutan dapat membebankan pemeriksaan kepada penyidik
yang berwenang di daerah tempat tinggal tersangka.
d) Jika tersangka tidak hadir menghadapi penyidik maka sesuai
ketentuan pasal 113 KUHAP pemeriksaan dapat dilakukan di tempat
kediaman tersangka dengan cara : penyidik sendiri yang datang
melakukan pemeriksaan ketempat kediaman tersangka tersebut.
4. Tugas Dan Wewenang Penyidik
Tugas penyidik adalah melaksanakan penyidikan, yaitu serangkai tindakan
penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang Hukum
Acara Pidana untuk mencari dan mengumpulkan barang bukti yang dengan bukti
tersebut membuat terang pidana terjadi dan guna menentukan tersangkanya.
Dalam kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP) ada beberapa
tugas penyidik. Adapun tugas penyidik sebagai berikut:
1. Membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 75 KUHAP.
2. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum Pasal 8 ayat 2
KUHAP.
3. Menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada
penuntut umum Pasal 8 ayat 3 KUHAP.
4. Dalam hal penyidik telah melakukan penyidikan suatu peristiwa yang
merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal tersebut kepada
penuntut umum Pasal 109 ayat 1 KUHAP.
5. Wajib segera menyerahkan berkas perkara penyidikan kepada penuntut
umum, jika penyidik dianggap telah selesai Pasal 110 ayat 1 KHUAP.
25
6. Dalam hal penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk
dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai
dengan petunjuk dari penuntut umum Pasal 110 ayat 3 KUHAP.
7. Setelah menerima penyerahan tersangka sebagaimana dalam ayat (1)
penyelidik atau penyidik wajib segera melakukan pemeriksaan dan
tindakan lain dalam rangka penyidikan Pasal 111 ayat 2 KUHAP.
8. Dalam hal seseorang disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum
dimulainya pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan
kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa
ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh penasehat hukum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 114 KUHAP.
9. Dalam hal tersangka ditahan dalam waktu satu hari setelah perintah
penahanan itu dijalankan, ia harus memulai diperiksa oleh penyidik, Pasal
122 KUHAP.
10. Dalam hal penyidik melakukan penggeledahan rumah terlebih dahulu
menunjukkan tanda pengenalnya kepada tersangka atau keluarganya,
selanjutnya berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 dan
34, Pasal 125 KUHAP.
Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) KUHAP, bahwa penyidik karena kewajibannya
mempunyai wewenang, yaitu :
1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak
pidana
2. Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian
3. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka.
4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeladahan, dan penyitaan.
5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
6. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.
7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi.
8. Mendatangkan orang ahli yang diperluhkan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan tersangka.
9. Mengadakan penghentian penyidikan
10. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
D. Kerangka pikir
Terjadinya perkara pidana dapat diketahui dari laporan yang disampaikan
oleh seseorang, pengaduan, tertangkap tangan, dan dapat juga diketahui langsung
oleh petugas kepolisian.
26
Apabila penyelidik menerima suatu pemberitahuan atau laporan yang
disampaikan oleh seseorang, penyelidik segera melakukan penyelidikan guna
menemukan dan mencari serta mngumpulkan bukti. Sehingga dengan bukti
tersebut tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi terang. Agar dapat
menemukan dan menentukan pelakunya.
Setelah diketahui bahwa peristiwa yang terjadi merupakan tindak pidana,
maka segera dilakukan penyidikan melalui kegiatan-kegiatan seperti
penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan. Dalam penyidikan, penyidik
juga melakukan pengelolahan TKP (Tempat Kejadian Perkara), untuk
mengungkapkan suatu tindak pidana.
Dalam melakukan kegiatan-kegiatan penangkapan¸ penahanan,
penggeledahan, penyitaan, dan pengelolahan TKP (Tempat Kejadian Perkara)
hak-hak tersangka harus dijunjung tinggi oleh petugas penyidik baik dalam proses
tersebut maupun dalam proses pemeriksan ditingkat penyidikan, ini dilakukan
agar terwujud atau terjaminnya hak-hak tersangka.
27
Gambar: 2.1 Bagan Kerangka berpikir
E. DEFINISI OPERASIONAL
operasional dimaksudkan untuk menghindari kesalahan pemahaman dan
perbedaan penafsiran yang berkaitan dengan istilah-istilah dalam judul skripsi.
Sesuai dengan judul penelitian yaitu “Implementasi Hak-Hak Tersangka Sebagai
KUHAP
Implementasi Hak-
HakTersangka
Hambatan-hambatan dalam
Implementasi Hak-
HakTersangka
Terwujudnya Hak-Hak
Tersangka
Hak-Hak Tersangka
1. Hak untuk segera di periksa
2. Hak untuk mendapatkan pembelaan
3. Bantuan hukum
4. Hak untuk bebas memberikan keterangan
5. Hak untuk memilih penasihat hukum
sendiri
28
Perwujudan Asas Praduga Tidak Bersalah Dalam Proses Pemeriksaan Di
Tingkat Penyidikan (Studi Kasus Di Polsek Lembor Kab. Manggarai Barat)”,
maka definisi operasional yang perluh dijelaskan yaitu :
1. Implementasi hak-hak tersangka
Dalam kamus besar bahasa indonesia implementasi merupakan
penerapan atau pelaksanaan.
Hak-hak adalah sesuatu yang mutlak yang dimiliki oleh seseorang
dan penggunaannya tergantung pada orang tersebut yang dimana tidak bisa
diganggu gugat oleh orang lain.
Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau
keadaannya yang dibukti permulaan melakukan tindak pidan serta
merugikan orang lain
Jadi dapat dipahami bahwa implementasi hak-hak tersangka adalah
penerapan atau pelaksanaan hak-hak yang dimiliki oleh orang yang
berdasarkan bukti yang kuat diduga melakukan tindak pidana.
2. Asas praduga tak bersalah
Asas praduga tak bersalah adalah seseorang yang ditangkap, ditahan,
dan dituntut atau dihadapkan dimuka sidang belum bisa dikatakan besalah
atau wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya keputusan pengadilan.
3. Proses pemeriksaan
Proses pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari,
mengumpulkan, atau mencari keterangan lain untuk menentukan suatu titik
persoalan.
29
4. Penyidikan
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan
mengumpulkan bukti yang dengan bukti tersbut dapat menemukan titik
terang dalam sebuah tindak pidana dan guna menemukan tersangkanya,
sesuai yang diatur dalam undang-undang.
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Berdasarkan pada masalah yang diajukan, maka peneliti didalam
penelitiannya menggunakan jenis penelitian normatif atau penelitian
perpustakaan, dimana penelitian ini merupakan penelitian yang mengkaji studi
dokumen. Sifat penelitian ini yakni deskriptif, yaitu mendeskripsikan fenemona
yang benar-benar terjadi dilapangan. Dan pendekatan penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif yakni, penelitian yang bersifat deskriptif dan cendrung
menggunakan analisis.
B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini yang akan dilaksanakan di Polsek Lembor Kecamatan Lembor
Kab. Manggarai Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Alasan memilih
tempat penelitian ini karena terdapat isu-isu dari masyarakat yang menyatakan
adanya hak-hak tersangka yang dilanggar dalam proses pemeriksaan. Penelitian
ini direncanakan berlangsung selama kurang lebih 2 bulan, dari bulan mei sampai
bulan juni 2020.
C. Sumber Data
Sumber data yang dipilih ada dua yaitu, data primer dan data sekunder:
1. Data primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil
dokumentasi dan wawancara yang dilakukan peneliti terhadap subjek
31
penelitian. Adapun dalam penelitian ini, sumber data primernya
adalah dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi.
2. Data sekunder
Data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan dengan
maksud untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi, data ini
ditemukan dengan cepat. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber
data sekunder adalah dokumen-dokumen, KUHAP, hasil penelitian
serta buku-buku ilmiah yang berkenaan dengan penelitia ini.
D. Informan Penelitian
Informan penelitian adalah satuan yang diteliti yang bisa berupa individu,
kelompok, benda atau suatu peristiwa sosial misalnya aktivitas individu atau
kelompok sebagai subjek penelitian. Dari cara mengungkap unit analisis data
dengan menetapkan kriteria responden tersebut, penelitian kualitatif dengan
sendirinya akan memperoleh siapa saja yang menjadi subjek penelitiannya.
Informan adalah seseorang yang benar-benar mengetahui suatu persoalan atau
permasalahan tertentu yang darinya dapat diperoleh informasi yang jelas, akurat
dan terpercaya baik berupa pernyataan-pernyataan, keterangan atau data-data yang
dapat membantu dalam memahami persoalan atau permasalahan tersebut.
Informan penelitian ini meliputi tiga macam yatu:
1. Informan kunci (key informan), yaitu mereka yang mengetahui dan
memiliki berbagai informasi pokok yang diperluhkan dalam penelitian.
Dalam hal ini 1 (satu) orang yaitu kapolsek lembor.
32
2. Informan utama, yaitu mereka yang terlibat secara langsung dalam
interaksi sosial yang diteliti. Informan utama dalam penelitian ini
adalah 2(dua) orang polisi polsek lembor yang bertugas sebagai unit
dan kabid reskrim.
3. Informan tambahan, yaitu mereka yang dapat memberikan informasi
walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti.
Informan tambahan adalah 2 (dua) orang polisi polsek lembor yang
bertugas sebagai unit dan kabid intel.
Berdasarkan uraian diatas, maka informan ditentukan dengan teknik
purposive sampling(memilih ahli yang berkompeten), artinya menentukan
informan sesuai dengan kriteria terpilih yang relavan dengan masalah penelitian.
E. Instrumen Penelitian
Adapun cara memperoleh data yang sesui dengan permasalahan penelitian,
maka dalam hal ini peneliti berperan aktif dalam instrumen penelitian. Hal
tersebut disebabkan karena dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai
perancana dan sekaligus sebagai pelaksanaan dari rancangan penelitian yang
sudah disusun. Adapun yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Lembor Observasi
Lembar observasi adalah pedoman terperinci yang berisi langkah-langkah
melakukan observasi mulai dari merumuskan masalah, kerangka teori untuk
menjabarkan perilaku yang akan diobservasi prosedur dan teknik
perekaman, kriteria analisis hingga interprestasi.
33
Sutrisno (1989) menyatakan bahwa, observasi merupakan suatu proses yang
kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan
psikologis.
2. Pedoman Wawancara
Wawancara merupakan suatu proses interaksi untuk mendapatkan informasi
secara langsung dari informan, metode ini digunakan untuk menilai keadaan
seseorang dan merupakan tulang punggung suatu penelitian survei, karena
tanpa wawancara maka akan kehilangan informasi yang valid dari orang
yang menjadi sumber data utama dalam penelitian.
3. Alat/Bahan dokumentasi
Alat atau bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tape rekorder
sebagai alat perekam wawancara serta hp untuk mengambil gambar pada
saat penelitian.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data dalam pelaksanaan
penelitian ini adalah, sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data dimana penelitian mengadakan
pengamatan secara langsung terhadap gejala subyek yang diteliti.
2. Wawancara
Wawancara adalah sebuah proses untuk memperoleh keterangan penelitian
dengan cara tanya jawab dalam bentuk tatap muka antara pewawancara
34
dengan responden. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
untuk mengumppulkan data tentang implementasi hak-hak tersangka
sebagai perwujudan asas praduga tak bersalah dalam proses pemeriksaan
di tingkat penyidikan di kapolsek lembor untuk memberikan informasi
yang lebih spesifik dan mendetail bagi peneliti untuk mendapatkan
gambaran tentang implementasi tersebut.
3. Dokumentasi
Dokumentasi dari asal kata dokumen yang artinya barang-barang
tertulis seperti buku, majalah, catatan dan lain-lain misalnya profil yang
dibutuhkan, yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini. Data yang
diperoleh dari dokumentasi ini merupakan dasar sekunder sebagai
pelengkap data primer.
G. Teknik Analisis Data
Sugiyono (2007:333-345) menyatakan bahwa, Analisis data adalah proses
mencari dan menyusun secara sistematis data hasil wawancara, observasi dan
dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data dan memilih mana yang
penting serta mana yang perluh dipelajari serta membuat kesimpulan sehingga
mudah dipahami.
Langkah-langkah analisis data, sebagai berikut :
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan penyederhanaan yang dilakukan melalui
seleksi, pemfokusan dan keabsahan data mentah menjadi informasi yang
bermakna, sehingga memudahkan penarikan kesimpulan.
35
2. Penyajian Data
Penyajian data yang sering digunakan pada dat kualitatif adalah
bentuk naratif.Penyajian-penyajian data berupa sekumpulan informasi
yang tersusun secara sistematis dan mudah dipahami.
3. Penarikan kesimpulan
Penarik kesimpulan merupakan tahap akhir dalam analisis data
yang dilakukan melihat hasil reduksi data tetep mengaju pada rumusan
masalah secara tujuan yang hendak dicapai. Data yang telah disusun
dibandingkan antara satu dengan yang lain untuk ditarik kesimpulan
sebagai jawaban dari permasalahan yang ada
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Tempat Penelitian
1. Wilayah Polsek Sektor Lembor
Polisi Sektor lembor diresmikan pada tanggal 03 Oktober 1989,
Markas atau kantor Polisi Sektor lembor berada dijalan Jalan Nangalili
Nomor 11 Malawatar Kecamatan lembor. Polsek lembor Memiliki 1 (satu)
unit asrama untuk personil dan kondisi bangunan permanen.
Luas wilayah hukum polisi sektor lembor terdiri dari 3 (tiga)
kecamatan yaitu Kecamatan lembor, welak, dan lembor selatan. Dari 3
(tiga) kecamatan terdapat beberapa desa. Adapun desa tersebut
diantaranya:
1) Kecamatan lembor
Kecamatan lembor terdiri dari 15 desa, diantaranya:
• Daleng
• Golo Ndeweng
• Liang Sola
• Ngancar
• Poco Dedeng
• Poco Ruteng
• Pondo
• Pong Majok
• Ponto Ara
36
37
• Siru
• Tangge
• Wae Bangka
• Wae Kanta
• Wae Mowol
• Wae Wako
2) Kecamatan Welak
Kecamatan Welak terdiri dari 16 desa, diantaranya:
• Dunta
• Galang
• Golo Ndari
• Golo Ranggot
• Gurung
• Lale
• Orong
• Pengka
• Pong Welak
• Racang Welak
• Rehak
• Robo
• Semang
• Sewar
• Watu Umpu
38
• Wewa
3) Kecamatan lembor selatan
• Benteng Dewa
• Benteng Tado
• Kakor
• Lalong
• Lendong
• Modo
• Munting
• Nanga Bere
• Nanga Lili
• Repi
• Surunumbeng
• Wae Mose
• Watu Rambung
• Watu Tiri
• Watu Waja
Berdasarkan data sensus kependudukan 2019 Jumlah penduduk
dari 3 (tiga) Kecamatan, diantaranya. Kecamatan lembor 34.263.000
jiwa/orang, Kecamatan Welak 22.159.000 jiwa/orang, Kecamatan Lembor
Selatan 24.844.000 jiwa/orang.
Polisi Sektor Lembor memiliki wilayah kekuasaan hukum yang
berbatasan dengan beberapa polisi sektor lain yang ada di Kabupaten
39
Manggarai Barat. Adapun batas-batas wilayah polisi sektor Tampan
meliputi :
• Sebelah utara Polsek Lembor berbatasan dengan Polsek Macang
Pacar
• Sebelah Timur Polsek Lembor berbatasan dengan Polsek Kuwus
• Sebelah Selatan Polsek Lembor berbatasan dengan Polsek Golo
Welu
• Sebelah Barat Polsek Lembor berbatasan dengan Polsek Werang dan
Polsek Komodo
2. Jumlah Personil Kepolisian Polsek Lembor
Secara keseluruhan, Polsek Lembor memiliki 19 personil yang
terdiri dari beberapa unit bagian tugas dalam menjalankan Undang-
Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia..
B. Hasil Penelitian
1. Identitas Informan
Dalam hal melakukan penelitian, peneliti memilih 7 (lima)
informan untuk dilakukan wawancara. Informan yang peneliti wawancara
adalah informan yang memegang jabatan diantaranya, kapolsek lembor,
kanit reskrim beserta banitnya, kanit intel beserta banitnya dan dua orang
tersangka yang pernah ditangkap dan dilakukan pemeriksaan di Polsek
Lembor.
40
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan di bawah ini:
a. Penyidik (Polisi)
NO. Nama Umur Keterangan
1. YDS 29 Kepala
kepolisian sektor
lembor
2. SN 30 Sebagai kanit
reskrim
3. AA 28 Sebagai banit
reskrim
4. GW 31 Sebagai kanit
intel
5. JN 28 Sebagai banit
intel
b. Tersangka
No. Nama pendidikan pekerjaan
1. AJ Tamat SMA Petani
2. AR Tamat SD Petani
2. Implementasi hak-hak tersangka sebagai perwujudan asas praduga tak
bersalah dalam proses pemeriksaan di tingkat Penyidikan di Polsek
Lembor Kab. Manggarai Barat.
Fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui Implementasi hak-hak
tersangka sebagai perwujudan asas praduga tak bersalah dalam proses
pemeriksaan di tingkat Penyidikan di Polsek Lembor Kab. Manggarai Barat.
Data penelitian ini diperoleh dengan cara melakukan analisis dokumen data
tersangka, observasi beserta wawancara langsung dengan kapolsek lembor,
kanik reskrim beserta banitnya, dan wawancara pendukung atau wawancara
penambahan informasi adalah kanit intel beserta banitnya.
Dalam sub bab ini juga penulis akan memberikan gambaran-
gambaran mengenai kasus tindak pidana yang terjadi dalam ruang lingkup
41
polsek lembor. Penulis hanya akan melakukan pembahasan-pembahasan
terhadap kasus yang terjadi pada wilayah tersebut, dilihat dari hak-hak
tersangka dalam proses pemeriksaan ditingkat penyidikan, apakah sesuai
dengan Undang-Undang yang mengatur mengenai implementasi hak-hak
tersangka pada proses pemeriksaan ditingkat penyidikan. Dalam hal ini
peneliti menyajikan kasus yang peneliti dapatkan dalam melakukan
penelitian, di antaranya:
Uraian Singkat Kasus yang diteliti,
Deskripsi Kasus
1) Identitas tersangka
Nama : VE (inisial)
Umur : 22 Tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Alamat : Kampung Pusut, Rt/Rw : 003/002, Desa
Nampar Macing, Kecamatan Sano
Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat
2) Pembahasan kasus
Berdasarkan Berkas perkara Nomor: B / 03 / V / 2020/ Polsek
Lembor. Bahwa tersangka VE (inisial) pada hari Jumaat tanggal 14
Agustus 2020, sekitar Jam 01.00 Wita (dini hari), bertempat di
halaman di kantor PDAM Lembor, Kelurahan Tangge, Kecamatan
Lembor, Kabupaten Manggarai Barat melakukan pencurian satu unit
42
sepeda motor dan di maksud dalam Pasal 363 Ayat (1) ke 3 KUHP Jo
Pasal 362 KUHP
3) Pelaksanaan penyidikan
Berdasarkan keterangan yang penulis peroleh dari Berdasarkan
Berkas perkara Nomor: B / 03 / V / 2020/ Polsek Lembor, dan
penjelasan dari hasil wawancara dengan petugas kepolisian yang
menangani perkara tersebut. Dapat diketahui mengenai:
a. Penanganan di Tempat Kejadian Perkara (TKP)
Penanganan TKP : di dalam halaman Kantor PDAM
Lembor, Kelurahan Tangge, Kecamatan Lembor, Kabupaten
Manggarai barat
Hasil yang ditemukan:
a) Jalan Raya Trans Malawatar-Nangalili, tepatnya di halaman
Kantor PDAM Lembor, Kelurahan Tangge, Kecamatan
Lembor, Kabupaten Manggarai Barat
b) Di tkp tidak di temukan barang bukti
c) Tempat kejadian Perkara ( Tkp ) di datangi pada siang hari
b. Pemanggilan
a) Terhadap saksi korban PJF (Inisial), dilakukan pemanggilan
dengan Surat Panggilan Nomor : SP.Gil / 32 / III / 2020 /
Unit Reskrim, tanggal 19 Agustus 2020 dan yang
bersangkutan telah hadir kemudian dilakukan pemeriksaan
serta dibuatkan Berita Acara Pemeriksaannya.
b) Terhadap saksi NJ (inisial), dilakukan pemanggilan dengan
Surat Panggilan Nomor : SP.Gil / 33 / III / 2020 / Unit
Reskrim, tanggal 20 Agustus 2020 dan yang bersangkutan
telah hadir kemudian dilakukan pemeriksaan serta dibuatkan
Berita Acara Pemeriksaannya.
43
c) Terhadap saksi MHW (inisial), dilakukan pemanggilan
dengan Surat Panggilan Nomor : SP.Gil / 34 / III / 2020 /
Unit Reskrim, tanggal 20 Agustus 2020 dan yang
bersangkutan telah hadir kemudian dilakukan pemeriksaan
serta dibuatkan Berita Acara Pemeriksaannya.
d) Terhadap saksi DRE (inisial), dilakukan pemanggilan
dengan Surat Panggilan Nomor : SP.Gil / 35 / III / 2020 /
Unit Reskrim, tanggal 20 Agustus 2020 dan yang
bersangkutan telah hadir kemudian dilakukan pemeriksaan
serta dibuatkan Berita Acara Pemeriksaannya.
e) Terhadap saksi AS (inisial), dilakukan pemanggilan dengan
Surat Panggilan Nomor : SP.Gil / 36 / III / 2020 / Unit
Reskrim, tanggal 20 Agustus 2020 dan yang bersangkutan
telah hadir kemudian dilakukan pemeriksaan serta dibuatkan
Berita Acara Pemeriksaannya
c. Penangkapan
Dengan Surat Perintah Penangkapan Nomor : Sp.Kap / 04
/ III / 2020 / Unit Reskrim, Tanggal 19 Agustus 2020 telah
dilakukan penangkapan terhadap tersangka VE (Inisial), Dengan
Berita Acara Penangkapan tanggal 19 Agustus 2020.
d. Penggeledahan tidak dilakukan penggeledahan
e. Penyitaan
a) Dengan Surat Perintah Penyitaan Nomor : Sp. Sita / 04 / III
/ 2020 / Unit Reskrim, tanggal 19 Agustus 2020, telah
dilakukan Penyitaan terhadap barang bukti berupa :
• (Satu) Lembar Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor
( STNK) dengan Nomor Kendaraan Registrasi EB 517
G, Merk Honda, Type Win ( MCB), model Sepeda
motor tahun pembuatan 2001, isi silinder 97, Nomor
Rangka MH1HABB161K013174, Nomor mesin
HABBE101306 warna hitam bahan bakar bensin, Warna
TNKB Merah tahun regsitrasi 2001, dengan nama
pemilik Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK) Atas
nama KIMPRASWIL / UPTD AIR BERSIH
• 1 (satu) Lembar Surat Penunjukan Pemegang Kendaraan
Roda Dua, dengan Nomor : 33/ PERUMDA /UL/I/2019,
Pada tanggal 03 Januari 2019
• 2 (dua) Lembar foto Copi Surat KeputusanDirektur
PDAM Wae Mbeliling Nomor : 023 / KEP/ PDAM /
IX/ 2018, Tentang Pengangkatan tenaga honorer pada
PDAM Wae Mbeliling Kabupaten Manggarai barat, di
tetapkan pada tanggal 01 September 2018
b) Berdasarkan Surat Kepolisian Sektor Lembor Nomor : B / 70
/IV/2020/Sektor Lembor, tanggal 25 Agustus 2020, Perihal
Laporan Untuk Mendapatkan Persetujuan Penyitaan yang di
tunjukan Kepada Ketua Pengadilan Negeri Labuan Bajo, telah
44
di Peroleh Penetapan Persetujuan Penyitaan dari Ketua
Pengadilan Negeri Labuan Bajo Nomor : 35/Pen.Pid/2020/PN
Lbj, tanggal 25 Agustus 2020
c) Dengan Surat Perintah Penyitaan Nomor : Sp. Sita / 05 / III /
2020 / Unit Reskrim, tanggal 19 Agustus 2020, telah dilakukan
Penyitaan terhadap barang bukti berupa
• 1 (Satu) unit sepeda motor Win warna hitam Tanpa
Nomorn Polisi dengan Nomor rangka
MH1HABB161K013174, dengan nomor mesin
HABBE101306
• 1 (satu) buah behel motor Win warna Silver
f. Keterangan Saksi-Saksi
a) Berdasarkan keterangan korban PJF bahwa yang melakukan
pencurian satu unit sepeda motor WIN Nomor Polisi EB
517 G dinas PDAM Lembor, sesuai dengan Surat
Penunjukan Pemegang Kendaraan Roda Dua, dengan
Nomor: 33/ PERUMDA /UL/I/2020, Pada tanggal 14
Agustus 2020 dan yang melakukan pencurian motor
tersebut yakni tersangka VE
b) Berdasarkan keterangan saksi DRE dimana saksi DRE
menyaksikan secara Langsung kejadian pencurian tersebut,
bahwa yang melakukan Pencurian satu unit sepeda motor
WIN Nomor Polisi EB 517 G dinas PDAM Lembor
tersebut yakni tersangka VE dan pemilik motor tersebut
awal saksi tidak mengetahui namun pada saat pemeriksaan
oleh penyidik baru saksi mengetahui bahwa pemilik motor
tersebut yakni PJF, dimana saksi DRE menyaksikan secara
Langsung kejadian pencurian tersebut bahwa kejadian
pencurian satu unit sepeda motor WIN Nomor Polisi EB
517 G dinas PDAM Lembor yakni pada hari Jumaat
tanggal 14 Agustus 2020, sekitar Jam 01.00 wita ( dini hari)
bertempat di Halaman Kantor PDAM Lembor, Tepatnya di
Kelurahan Tangge, Kecamatan Lembor, Kabupaten
Manggarai barat, Dengan cara dimana Tersangka bersama
saudara saksi DRE pergi pesiar di seputaran Lembor
dengan menggunakan sepeda motor milik tersangka, dan
seketika itu tersangka melihat sepeda motor Win sementara
parkir di halaman Kantor PDAM Lembor dan pada saat itu
timbul niat tersangka untuk mencuri motor win tersebut,
dan seketika itu tersangka menyuruh saudara saksi an DRE
untuk berhenti lalu kemudian tersangka menyuruh saudara
DRE untu menunggu tersangka didepan kantor BPD
Lembor, lalu kemudian tersangk jalan menuju ke halaman
kantor PDAM Lembor dan setelah itu tersangka melihat
pada kontok motor win tersebut tidak memiliki kunci, dan
seketika itu tersangka mendorong motor tersebut ke arah
45
jalan raya dan setibanya di jalan Raya tersangka mencoba
menstarter motor tersebut dengan menggunakan kaki dan
pada saat itu motor tersebut hidup, dan seketika itu
tersangka jalan menggunakan motor tersebut dan setibanya
di depan Kantor BPD Lembor tersangka melihat saudara
EFRIM sedang duduk diatas motor milik tersangka dan
kemudian tersangka memberitahukan saudara DRE untuk
mengikuti tersangka, dan pada saat itu tersangka dengan
saudara saksi jalan menuju kerumah tersangka di kampung
Pusut, dan setibanya di rumah tersangka saudara DRE
bertanya kepada tersangka ”Motor win tersebut milik siapa”
dan pada saat itu tersangka diam lalu kemudian saudara
DRE masuk kedalam rumah dan kemudian tidur, sedangkan
tersangka membuka lampu motor tersebut. dan pada hari
Sabtu tanggal 15 Agustus 2020, tersangka
menyembunyikan motor tersebut di persawahan Lengskap.
Dari keterangan saksi-saksi diatas dapat dipahami bahwa masing-
masing dari saksi menerangkan dan membenarkan bahwa
tersangka VE telah melakukan pencurian satu unit sepeda motor
WIN Nomor Polisi EB 517 G dinas PDAM Lembor yakni terjadi
pada malam hari yakni pada hari Jumaat tanggal 14 Agustus 2020,
sekitar Jam 01.00 wita (dini hari) bertempat di Halaman Kantor
PDAM Lembor, Tepatny di Kelurahan Tangge, Kecamatan
Lembor, Kabupaten Manggarai Barat
g. Keterangan Tersangka
Berdasarkan keterangan tersangka VE bahwa yang
melakukan pencurian satu unit sepeda motor WIN Nomor Polisi
EB 517 PG dinas PDAM Lembor yakni tersangka sendiri (VE) dan
pemilik motor tersebut awal tersangka tidak mengetahui namun
ketika pemeriksaan oleh penyidik baru tersangka mengetahui
bahwa pemilik motor tersebut yakni korban PJF, tersangka
melakukan pencurian tersebut dengan cara dimana Tersangka
bersama saudara saksi EF pergi pesiar di seputaran Lembor dengan
menggunakan sepeda motor milik tersangka, dan seketika itu
tersangka melihat sepeda motor Win sementara parkir di halaman
Kantor PDAM Lembor dan pada saat itu timbul niat tersangka
untuk mencuri motor win tersebut, dan seketika itu tersangka
menyuruh saudara saksi EF untuk berhenti lalu kemudian tersangka
menyuruh saudara EFuntuk menunggu tersangka didepan kantor
BPD Lembor, lalu kemudian tersangka jalan menuju ke halaman
kantor PDAM Lembor dan setelah itu tersangka melihat pada
kontok motor win tersebut tidak memiliki kunci, dan seketika itu
tersangka mendorong motor tersebut ke arah jalan raya dan
setibanya di jalan Raya tersangka mencoba menstarter motor
tersebut dengan menggunakan kaki dan pada saat itu motor tersebut
46
hidup, dan seketika itu tersangka jalan menggunakan motor
tersebut dan setibanya di depan Kantor BPD Lembor tersangka
melihat saudara EFsedang duduk diatas motor milik tersangka dan
kemudian tersangka memberitahukan saudara EF untuk mengikuti
tersangka, dan pada saat itu tersangka dengan saudara saksi jalan
menuju kerumah tersangka di kampung Pusut, dan setibanya di
rumah tersangka saudara EF bertanya kepada tersangka ” Motor
win tersebut milik siapa” dan pada saat itu tersangka diam lalu
kemudian saudara EF masuk kedalam rumah dan kemudian tidur,
sedangkan tersangka membuka lampu motor tersebut. Dan
tersangka menyembunyikan motor tersebut di persawahan
Lengskap.
Dari pembahasan kasus diatas peneliti melakukan observasi dan
wawancara terhadap penyidik mengenai implementasi atau penerapan hak-
hak tersangka dalam proses pemeriksaan.
1) Hak tersangka untuk segera di periksa
Terlepas bersalah atau tidaknya tersangka dari kasus di atas, dari
hasil wawancara dan analisis dokumen yang dilakukan dalam implemtasi
hak-hak tersangka pada kasus tentang pencurian inisal VE bahwa
tersangka telah memperoleh hak tersangka untuk segera di periksa dalam
hal ini dapat di lihat pada kasus di atas bahwa penangkapan tersangka
tanggal 19 Agustus 2020 dan segera diperiksaa pada tanggal 19 Agustus
2020 tersebut selanjutnya di buatkan berita acara pemeriksaannya.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan informan berinisial
YDS, beliau menyatakan bahwa:
“seseorang yang ditangkap oleh penyidik dan dibawah ke kantor
polisi itu langsung kami buatkan berita acara pemeriksaannya dan
segera di periksa oleh penyidik karna dalam KUHAP di jelaskan
maksimal 1 kali 24 jam sudah ada status dari seseorang tersebut”
(wawancara 20 Agustus 2020).
47
Pendapat yang sama dari informan berinisial JN yang melakukan
pemeriksaan kepada tersangka, beliau menyatakan bahwa:
“kami sebagai penyidik di kapolsek lembor ini ketika kami
menangkap sesorang tersangka itu kami langsung melakukan
pemeriksaan agar tersangka mengetahui lebih jelas statusnya”
(wawancara 24 Agustus 2020)
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan informan tersangka
berinisial AR, menyatakan bahwa:
“pada kasus saya waktu itu saya ditangkap dan dibawah ke kantor
polisi sampai di kantor polisi saya segera diperiksa oleh polisi pada
saat itu juga”(Wawancara, Selasa 27 Oktober 2020)
Pendapat yang sama dari informan tersangka berinisial AJ,
menyatakan bahwa:
“waktu itu saya tidak ditangkap tapi saya mendapatkan surat
pemanggilan dari kantor polisi dan saya datang satu hari setelah
surat dari polisi datang, pada saat saya datang saya segera
dilakukan pemeriksaan oleh polisi” (Wawancara, Rabu 28 Oktober
2020)
Dari hasil observasi pada proses pemeriksaan serta observasi pada
dokumen tersangka terhadap proses pemeriksaan tersangka yang
dilakukan oleh penyidik yang bertugas sebagai reskrim bahwa pada saat
itu tersangka yang dibawah ke kantor polisi segera diperiksa oleh penyidik
pada saat itu juga dan segera dibuat berita acara pemeriksaan tersangka.
Dari hasil wawancara, observasi dan analisi dokumen di atas dapat
dipahami bahwa hak segera untuk diperika di Polsek Lembor sudah
diterapkan oleh penyidik yang dimana tersangka yang ditangkap ataupun
48
mendapatkan surat pemanggilan dari penyidik segera diperiksa pada hari
penangkapan tersangka.
2) Hak tersangka untuk mendapatkan pembelaan
Sebelum proses pemeriksaan dimulai tersangka diberitahu
dengan jelas oleh penyidik tentang kasus yang dihadapi tersangka yang
dilaporkan oleh pihak korban,
Berdasarkan hasil wawancara dengan bpk. SN (inisial) beliau
menyatakan bahwa:
“kami sebagai penyidik memberitahukan kepada tersangka tentang
maksud dan tujuan tersangka dipanggil ke kantor polisi untuk
meakukan pemeriksaan bahwasannya tersangka terjerat kasus
penganiayaan (pengeroyokan) yang terjadi Sambir Bendera
conyohnya” (wawancara, 21 Agustus 2020).
Berdasarkan hasil wawancara dengan bpk. AA (inisial)
beliau menyatakan bahwa:
“kami sebagai penyidik disini sebelum dilakukan pemeriksaan
kami memberitahu dulu maksud dan tujuan tesangka dipanggil
ataupun ditangkap karena tersangkakan punya hak untuk itu dan
sudah dijelas juga dalam pasal 51 ayat (1) KUHAPdan kami
sebagai penyidik wajib untuk mengikutinya” (wawancara, 26
Agustus 2020)
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan informan tersangka
berinisial AR, menyatakan bahwa:
“pada saat saya mau diperiksa oleh polisi saya di beritau atau
dijelaskan oleh polisi alasan saya ditangkap dan kasus yang di
sangkakan kepada saya” (Wawancara, Selasa 27 Oktober 2020)
Pendapat yang sama dari informan tersangka berinisiaL AJ,
menyatakan bahwa:
49
“waktu itu saat saya mau diperiksa saya diberitahukan oleh polisi
alasan saya ditangkap dan setelah dia menjelaskan alasan saya
ditangkap serta kasus apa yang disangkakan kepada saya setelah itu
polisi mulai intograsi keterangan dari saya” (Wawancara, Rabu 28
Oktober 2020)
Berdasarkan kenyataan yang di dapatkan peneliti dilapangan,
bahwa dalam proses pemeriksaaan yang dilakukan oleh penyidik terhadap
tersangka, peneliti melihat dan mendengar pada saat sebelum di mulai
intograsi untuk mendapatkan keterangan dari tersangka penyidik
mejelaskan alasan serta tindak pidana apa yang di sangkakan kepada
tersangka sehingga tersangka ditangkap.
Dari hasil wawancara dan observasi diatas dalam melakukan
pemeriksaan penyidik memberitahukan kepada tersangka tentang tindak
pidana apa yang disangkakan kepada tersangka dengan bahasa yang
dimengerti oleh tersangka. Hak ini dilakukan agar tersangka mengerti
tindak pidana apa yang disangkakan kepadanya, sehingga tersangka dapat
menyiapakan alat atau barang bukti untuk meringankan dan menguatkan
peembelaan tersangka dimuka persidangan
3) Hak tersangka untuk bebas memberiksan keterangan
Dalam hal hak untuk bebas memberikan keterangan dari hasil
observasi dan wawancara bahwa peneliti tidak menemukan ada
penyimpangan yang sering menjadi perbincangan dilingkungan
masyarakat yang menganggap adanya kekerasan fisik yang terjadi pada
saat pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan prosedurnya
50
tanpa ada kekersan fisik. Sebagaimana dari hasil wawancara peneliti pada
informan Bpk. SN (inisial) beliau menyatakan bahwa”
“ketika tersangka tidak mau jujur dalam proses pemeriksaan kami
penyidik tidak memaksa agar tersangka ini mau mengaku, karna
kami sebagai penyidik ini tidak hanya menoton atau hanya
mengara bukti dari tersangka saja, tapi kami melihat dari sisi yang
lai juga seperti keterangan saksi dan alat bukti” (wawancara, 21
Agustus 2020)
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan berinisial SN,
Beliau menyatakan bahwa:
“dalam proses pemeriksaan kami memberikan kebebasan terhadap
tersangka, kebebasan dalam artian di sini yaitu kebebasan dalam
mengeluarkan keterangan yang terjadi atau disangkakan atas
dirinya yang menurut pemeikiran tersangka tersebut. Namun kami
sebagai penyidik tidak melihat atau mendengar hanya dari
tersangka saja tapi dari alat bukti dan keterangan saksi juga”.
(wawancara, 21 Agustus 2020)
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan berinisial YDS,
Beliau menyatakan bahwa:
“dalam hal ketakutan masyarakat yang berasumsi seperti yang
peneliti bilang bahwasannya dalam hal proses pemeriksaan ada hak
yang dilanggar dalam artian kekerasan fisik atau tekanan mental itu
tidak ada kami lakukan hanya saja mungkin dari nada suara kami
yang terlalu tegas sehingga mereka menganggap bahwa di sini ada
kekerasaan nantinya seperti yang di katakan informan sebelumnya
bahwa kami bukan hanya menoton pada keterangan tersangka
contohnya pada kasus ini sebelum tersangka melakukan
pemeriksan kami sudah mempunyai bukti lain seperti keterangan
dari korban, dari CCTV dan penemuan motor di tempat tersangka
dan keterangan saksi, dengan atau tidak di lakukan kekerasan
tersangka sudah merasa takut karna rasa takutnya sendiri”
(wawancara, 20 Agustus 2020).
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan berinisial SN,
Beliau menyatakan bahwa:
51
“selama ini belum ada praperadilan yang terjadi di polsek lembor
ini, sebaliknya baru-baru ini kami mendapatkan penghargaan
dalam pelayanan yang baik dari polres kabupaten” (wawancara,
21 Agustus 2020)
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan tersangka berinisial
AJ, menyatakan bahwa:
“Pada waktu pemeriksaan saya di intograsi oleh polisi tanpa ada
tekanan ataupun kekerasan fisik, karena pada saat itu saya ditemani
oleh pengacara saya jadi saat itu pemeriksaannya hanya pertanyaan
seputar kasus itu setelah itu tidak ada lagi” (Wawancara, Rabu 28
Oktober 2020)
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan tersangka berinisial
AR, menyatakan bahwa:
“pada waktu pemeriksaan saya di tanya oleh polisi tentang kasus
yang saya tanpa tekanan ataupun kekerasan fisik, saya juga pada
waktu itu memberikan keterangan sesuai dengan yang terajadi”
(Wawancara, Selasa 27 Oktober 2020)
Hak bebas memberikan keterangan ini seringkali menjadi
perbincangan di masyarakat yang menganggap bahwa dalam proses
pemeriksaan ada kekerasan fisik yang dilakukan oleh penyidik.
Berdasarkan hasil observasi peneliti bahwa peneliti tidak menemukan
adanya tindakan penyidik yang melanggar dari ketentuan yang ada, dari
yang peneliti lihat dan dengar pada saat pemeriksaan bahwa penyidik
melakukan pemeriksaan tanpa kekerasan fisik maupun tekanan apapun dan
dalam bentuk apapun.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi diatas bahwa apa yang
menjadi perbincangan dikalangan masyarakat tidak benar adanya, seperti
52
pada hasil wawancara diatas bahwa penyidik tidak hanya menoton pada
keterangan tersangka saja, ada banyak cara yang dilakukan penyidik untuk
mendapatkan bukti dari kejahatan tersangka diantaranya, alat bukti dan
keterangan dari saksi maupun korban.
4) Hak tersangka untuk memilih penasihat hukum sendiri
Dalam kedua kasus ini tersangka tidak ditemani oleh penasehat
hukum karena ketiga tersangka tersebut dari kalangan tidak mampu untuk
membiayai atau menyewa pengacara.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan berinisial SN,
Beliau menyatakan bahwa:
“kasus ini tidak didampingi oleh pengacara, karena kedua
tersangka tidak bisa menyewa pengacara, jadi pada pemeriksaan
tidak ada ditemani pengacara” (wawancara, 21 Agustus 2020)
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan berinisial AA,
Beliau menyatakan bahwa:
“kasus pencurian ini juga tidak ditemani oleh pengacara karena
tersangka tidak bisa menyewa pengacara sama seperti kasus yang
diwawancara sebelumnya. Jadi pada proses pemeriksaan tersangka
tidak ditemani oleh pengacara” (wawancara, 26 Agustus 2020).
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan tersangka berinisial
AJ, menyatakan bahwa:
“ya pada saat pemeriksaan saya ditemani oleh penasihat hukum
saya dan polisi juga tidak melarang saya untuk memilih penasihat
hukum sendiri” (Wawancara, Rabu 28 Oktober 2020)
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan tersangka berinisial
AR, menyatakan bahwa:
53
“pada waktu pemeriksaan saya tidak ditemani oleh penasihat
hukum karena saya tidak mampu untuk membayar pengacara tapi
sebelum itu polisi menyatakan saya boleh memilih penasihat
hukum sendiri tapi saya saya bilang waktu itu kalau saya tidak
mampu membayar pengacara” (Wawancara, Selasa 27 Oktober
2020)
Dari kenyataan yang peneliti lihat di lapangan bahwa dalam proses
pemeriksaan penyidik memberikan kebebasan kepada tersangka untuk
memilih penasihat hukumnya sendiri.
Dari hasil wawancara dan observasi diatas bahwa dalam proses
pemeriksaan pada kasus diatas tersangka tidak ditemani oleh penasihat
hukum atau pengacara untuk menemani tersangka, karena ketiga tersangka
tidak dapat membiayai atau menyewa penasihat hukum atau pengacara.
Namun sebelumnya penyidik telah memberikan kebesan kepada tersangka
untuk memilih penasihat hukumnya sendiri.
5) Hak tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum
Walaupun tersangka tidak diancam dengan hukum lima belas tahun
penjara atau lebih tetapi penyidik tetap memberikan hak tersangka
untukmendapatkan bantuan hukum dari seorang penasehat hukum atau
lebih. Penunjukan penasehat hukum, Terlepas dari perlu tidaknya
tersangkadidampingi oleh penasehat hukum, hal ini sudah menjadi
kewajiban bagi penyidik untuk memberikan haknya kepada tersangka.
Namun dari hasil observasi dalam kedua kasus diatas penyidik tidak
memberitahukan kepada tersangka mengenai hak-hak yang didapat
olehnya serta tidak menghadirkan penasihat hukum yang dapat menemani
54
tersangka selama proses pemeriksaan. Sehingga dalam proses pemeriksaan
pada kedua kasus diatas tersangka tidak memperoleh bantuan hukum
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan bpk. YDS, beliau
menyatakan bahwa:
“kami sebagai penyidik disini tidak mempunyai kewajiban untuk
memberiksan bantuan hukum kepada si tersangka, bantuan hukum tersebut
nanti diadakan pada saat di persidangan, kami hanya melakukan
pemeriksaan setelah itu diajukan ke penuntut umum” (wawancara, 20
Agustus 2020).
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan tersangka berinisial
AJ, menyatakan bahwa:
“saya tidak mendapatkan bantuan hukum karena saya sudah
memiliki penasihat hukum sendiri”
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan tersangka berinisial
AR, menyatakan bahwa:
“pada waktu pemeriksaan pada saat saya tidak mendapat bantuan
hukum itu dan saya tidak tau bantuan hukum karena waktu itu juga
polisi tidak menyatakan hak bantuan hukum itu saya hanya
diperiksa dan diintrograsi oleh polisi”
Dari hasil observasi peneliti di lapangan bahwa dalam pemeriksaan
tersangka tidak mendapatkan bantuan hukum karena penyidik ingin proses
pemeriksaan berjalan dengan cepat atau cepat selesai.
Dari hasil wawancara dan observasi dari tersangka diatas dapat
dipahami bahwa dalam proses pemeriksaan penyidik melanggar hak
tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum. Yang dimana dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana sudah ditentukan bahwa tersangka
55
yang tidak mampu membiayai penasihat hukum, maka sudah menjadi
kewajiban penyidik untuk menghadirkan penasihat hukum untuk tersangka
guna untuk menjauhkan kemungkinan terjadi diskriminasi.
2. Hambatan-hambatan penyidik dalam implementasi hak-hak
tersangka pada proses pemeriksaan ditingkat Penyidikan Polsek
Lembor Kab. Manggarai Barat
Dalam melaksanakan suatu perundang-undangan sering kali
dijumpai beberapa permasalahan yang timbul, baik disebabkan karena
peraturannya yang kurang jelas maupun disebabkan faktor pelaksanaan
undang-undang dalam hal ini aparat penegak hukum kurang maksimal.
Implementasi hak-hak tersangka ditingkat penyidikan dalam
berbagai kasus yang terjadi diwilayah hukum Polres Lembor, tentunya
terdapat hambatan-hambatan atau kendala-kendala yang ditemui selama
proses penyidikan, baik yang datang dari pihak penyidik sendiri maupun
dari pihak tersangka, yang menyebabkan tidak dapat dilaksanakannya
secara baik implementasi hak-hak tersangka.
Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan petugas penyidik,
adapun hambatan-hambatan yang ditemukan tersebut antara lain:
a) Keterbatasan atau kekurangan tenaga penyidik dalam melakukan
penyidikan
b) Ketidak jujuran dan transparansi dari tersangka Dalam melakukan
proses intograsi (pemeriksaan)
56
c) Tersangka tidak kooperatif biasanya bersikap pasif dan banyak
diam,
d) Ketidak tauan atau kurang pahamnya tersangka mengenai hak-hak
yang dapat diperoleh tersangka dan tersangkan yang tidak paham
akan pentingnya bantuan hukum.
C. Pembahasan
1. Implementasi hak-hak tersangka sebagai perwujudan asas praduga
tak bersalah dalam proses pemeriksaan di tingkat Penyidikan di
Polsek Lembor Kab. Manggarai Barat.
Bedasarkan hasil analisi peneliti terhadap implementasi hak-hak
tersangka di Polsek Lembor bahwa dalam proses pemeriksaan di tingkat
penyidikan terhadap kedua kasus diatas tidak terjadi penyimpan yang
selama ini menjadi perbincangan masyarakat yang seringkali menganggap
adanya hak-hak yang dilanggar penyidik dalam proses pemeriksaan.
Pemeriksaan yang dilakukan penyidik sesuai prosedur yang ditetapkan
dalam undang-undang yang dimana pada kasus diatas proses
pemeriksaanya dilakukan sejak penangkapan yang dilakukan oleh
penyidik, dalam hal ini dapat di lihat dalam kasus pencurian inisal VE
bahwa penangkapan tersangka tanggal 19 Agustus 2020 dan segera
diperiksaa pada tanggal 19 Agustus 2020 tersebut selanjutnya di buatkan
berita acara pemeriksaannya. Dalam hal ini peneliti menganggap bahwa
tidak ada penyimpangan yang terjadi dalam hak segera diperiksa ini yang
dimana dalam pasal 50 ayat (1) KUHAP dan pasal 122 KUHAP
menegaskan bahwa:
57
Berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya
dapat diajukan kepada penuntut umum. Bahkan tersangka yang
ditahan dalam waktu satu hari setelah perintah penahanan itu
dijalankan, ia harus mulai diperiksa oleh penyidik (Pasal 122
KUHAP).
Dalam pemeriksaan penyidik memberitahukan kepada tersangka
dalam bahasa yang dimengerti oleh tersangka tentang apa yang
disangkakan kepadanya. Sebagaimana pasal 51 huruf (a) KUHAP
menegaskan bahwa:
Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa
yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya
pada waktu pemeriksaan dimulai
Berdasarkan dari hasil observasi dan wawancara peneliti bahwa
tidak ada penyimpangan yang terjadi atas hak ini, pada pemeriksaan
penyidik menjelaskan pada tersangka tentang tindak pidana apa yang
disangkakan kepadanya.
Dalam memberikan keterangan tersangka diberikan kebebasan oleh
penyidik untuk memberikan keterangan yang menurut tersangka benar
adanya tanpa ada tekanan ataupun kekerasan fisik dari penyidik. Dari hasil
wawancara peneliti bahwa pihak penyidik tidak hanya menoton pada
keterangan tersangka saja ada banyak cara lain untuk membuktikan suatu
kejahatan dantaranya bukti berupa barang atau alat bukti, keterangan saksi,
dan visum atau otopsi ketika berkenaan dengan tindak pidana
pembunuhan, penganiayaan dan lain-lainnya. Hak bebas keterangan
tersangka sudah diatur dalam pasal 52 KUHAP yang menegaskan bahwa:
58
Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan tersangka berhak
memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik.
Hak bebas memberikan keterangan ini seringkali menjadi
perbincangan di lingkungan masyarakat yang menganggap adanya
pelanggara yang terjadi dalam hak ini yang dimana penyidik dalam
melakukan pemeriksaan menggunakan kekerasan fisik. Namun
berdasarkan hasil wawancara dan observasi peneliti bahwa apa yang
menjadi perbincangan masyarakat tidak benar adanya seperti pada
pembahasan diatas bahwa penyidik tidak hanya menoton pada keterangan
tersangka.
Dalam kasus tindak pidana penasihat hukum merupakan hal yang
paling penting untuk menemani tersangka agar tidak terjadi diskriminasi
terhadap tersangka, berbicara tentang penasihat hukum tersangka
mempunyai hak untuk memilih sendiri penasihat hukum atau pengacara
yang dapat dipercaya olehnya. Sebagaimana menurut pasal 55 KUHAP
menegaskan bahwa:
Untuk mendapatkan penasihat hukum tersebut dalam pasal 54, dan
berhak memilih sendiri penasihat hukumnya.
Namun dalam kedua kasus diatas bahwa tersangka tidak dapat
membiayai pengacara untuk menemani dan membela tersangka dalam
proses pemeriksaan di tingkat penyidikan.
Selain hak-hak yang telah didapatkan oleh tersangaka ada salah
satu hak yang kurang diterapkan dalam proses pemeriksaan yaitu hak
untuk mendapatkan bantuan hukum, tersangka yang kurang mampu dalam
59
membiyai atau menyewa pengacara atau dari kalangan tidak mampu, maka
tersangka berhak memperoleh bantuan hukum.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Roberto conception yang
menyatakan bantuan hukum adalah pengungkapan yang umum yang
digunakan untuk menunjuk kepada setiap pelayanan hukum yang
ditawarkan atau diberikan.
Pasal 1 Undang-Undang RI No. 16 Tahun 2011 tentang bantuan
hukum, menegaskan:
a. Bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh pemberi
bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum.
b. Penerima bantuan hukum adalah orang atau kelompok orang miskin.
c. Pemberi bantuan hukum adalah lembaga bantuan hukum atau
organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum
berdasarkan undang-undang ini.
Menurut keputusan Mahkamah Agung No. 5 KMA/1972 tanggal
22 juli 1972, dimana pemberian bantuan hukum itu dikategorikan ke
dalam tiga golongan, yaitu:
a. Pengacara (advokat/procureur), yaitu mereka sebagai mata pencarian
menyediakan diri sebagai pembela dalam perkara pidana atau
kuasa/wakil dari pihak-pihak dalam perkara perdata dan yang telah
mendapat surat pengangakatan dari Departemen Kehakiman.
b. Pengacara Praktik, yaitu mereka yang sebagai mata pencaharian
(beroep) menyediakan diri sebagai pembela atau kuasa/wakil dari
pihak-pihak yang berpekara, akan tetapi tidak termasuk dalam
golongan tersebut diatas.
c. Mereka yang karena sebab-sebab tertentu secara insidental membela
atau mewakili pihak-pihak yang berpekara.
Bantuan hukum bukan semata-mata digantungkan kepada
tersangka, tetapi dengan sendirinya sudah menjadi kewajiban bagi
penyidik atau aparat penegak hukum pada semua tingkat untuk
60
memberikan hak tentang bantuan hukum tersebut. Tujuan dari ketentuan
tersebut guna menjauhkan kemungkinan diskriminasi dan adanya
keselaran dalam hukum untuk diri tersangka yang terjerat dalam kasus
tindak pidana.
Selain hak-hak diatas ada beberapa tindakan penyidik dalam
melakukan pemeriksaan di tingkat penyidikan diantaranya:
a) Penangkapan
Penengkapan terhadap tersangka menurut penulis dilakukan
secara sah, karena penangkapan yang dilakukan oleh aparat
penegak dalam hal ini kepolisian telah dilengkapi dengan surat
tugas Nomor : Sp.Kap / 04 / III / 2020 / Unit Reskrim, Tanggal 19
Agustus 2020 disertai dengan bukti permulaan yang lengkap dari
penyelidik yang menduga bahwa tersangkalah sebagai pelakunya,
sehingga menurut penulis tidak terdapatnya penyimpangan dalam
proses penangkapan yang dilakukan oleh penyidik.
b) Penahanan
Dalam hal penahanan terhadap tersangka, penulis
beranggapan bahwa penahanan yang dilakukan oleh penyidik juga
telah sesuai prosedur yaitu penahanan didasarkan atas surat
perintah penahanan dengan Nomor : Sp.Han / 03 / III / 2020 /
Unit Reskrim, Tanggal 20 Agustus 2020. Penahanan juga tidak
melewati batas waktu penahanan, sehingga tidak sampai pada pra
peradilan
61
Dilakukannya penahanan terhadap diri tersangka
didasarkan pada hal-hal yang telah ditentukan oleh undang-undang,
Yaitu:
a. Adanya dugaan keras berdasarkan bukti yang cukup bahwa
orang yang melakukan tindak pidana tersebut adalah tersangka
b. Dikenakan terhadap tindak pidana yang diancam dengan pidana
lima tahun atau lebih, atau tindak pidana tertentu yang
ditentukan oleh undang-undang.
c. Adanya kekawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri,
merusak barang bukti, atau tersangka akan melakukan tindak
pidana lagi.
Jadi karena ancaman pidana yang dikenakan terhadap
tersangka lebih dari lima tahun, maka memang patut untuk
dikenakan penahanan, sesuai dengan Pasal 21 ayat (4) KUHAP.
c) Penyitaan
Dalam perkara ini, penyitaan telah dilakukan secara sah
yaitu disertai dengan adanya izin dari pengadilan Negeri setempat,
adanya surat tugas dan surat perintah penyitaan, dengan
menunjukan tanda pengenal, dan telah dibuatkan berita acaranya.
Jadi dalam hal penyitaan, tidak ada penyimpangan yang dilakukan
oleh petugas yang berwenang melakukan penyitaan.
62
2. Hambatan-hambatan penyidik dalam implementasi hak-hak
tersangka pada proses pemeriksaan ditingkat Penyidikan Polsek
Lembor Kab. Manggarai Barat
Dalam melaksanakan suatu perundang-undangan sering kali
dijumpai beberapa permasalahan yang timbul, baik disebabkan karena
peraturannya yang kurang jelas maupun disebabkan faktor pelaksanaan
undang-undang dalam hal ini aparat penegak hukum kurang maksimal.
Implementasi hak-hak tersangka ditingkat penyidikan dalam
berbagai kasus yang terjadi diwilayah hukum Polres Lembor, tentunya
terdapat hambatan-hambatan atau kendala-kendala yang ditemui selama
proses penyidikan, baik yang datang dari pihak penyidik sendiri maupun
dari pihak tersangka, yang menyebabkan tidak dapat dilaksanakannya
secara baik implementasi hak-hak tersangka.
Dari hasil wawancara yang dilakukan pada petugas penyidik,
adapun hambatan-hambatan yang ditemukan tersebut antara lain:
a. Keterbatasan atau kekurangan tenaga penyidik dalam melakukan
penyidikan
Keterbatasan penyidik tidak seimbang dengan wilayah dan
kasus yang ditangani oleh peniyidik di polsek lembor, sehingga
mengakibatkan keterlambatan dalam menagani kasus maupun
melakukan penyidikan
63
b. Ketidak tauan atau kurang pahamnya terangka mengenai hak-hak yang
dapat diperoleh tersangka dan tersangkan yang tidak paham akan
pentingnya bantuan hukum
c. Ketidak jujuran dan transparansi dari tersangka Dalam melakukan
proses intograsi (pemeriksaan)
d. Tersangka tidak kooperatif biasanya bersikap pasif dan banyak diam,
Tersangka tidak kooperatif biasanya bersikap pasif dan banyak
diam, sehingga tersangka beranggapan bahwa dengan sikap seperti itu
akan lebih sedikit fakta-fakta yang akan muncul yang dapat
menunjukkan keterlibatan tersangka
64
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang implementasi hak-hak
tersangka sebagai perwujudan asas praduga tidak bersalah dalam proses
pemeriksaan ditingkat penyidikan yang dilakukan di polsek lembor maka
penulis dapat menyimpulkan bahwa:
1. Implemntasi hak-hak tersangka dalam proses pemeriksaan ditingkat
penyidikan sebagian telah sesuai dengan hak-hak yang diatur dalam
KUHAP. Yang dimana tersangka semenjak pemanggilan maupun
penangkapan segera diperiksa oleh penyidik, dalam pemeriksaan tersangka
diberitahukan oleh penyidik tentang tindak pidana yang disangkakan
kepada tersangka. Hak bebas memberiksan keterangan yang menjadi
perbincangan dilingkungan masyarakat yang menganggap bahwa dalam
hak ini penyidik melanggar dari ketentuan hak tersebut, bedasarkan
wawancara dan observasi peneliti tidak ada penyimpangan yang terjadi
pada hak ini. Tersangka dalam kedua kasus ini tidak dapat membiayai
penasihat hukum atau pengacara untuk menemani tersangka selama proses
pemeriksaan untuk itu dengan sendirinya penyidik wajib memberitahu
atau menyediakan bantuan hukum untuk tersangka agar ada keselarasan
dalam hukum dan menjauh kemungkinan dari diskriminasi. Namun dalam
kedua kasus ini tersangka tidak memperoleh hak bantuan hukum tersebut
69
65
karena penyidik yang menginginkan pemeriksaan secara cepat.Tindakan-
tindakan yang dilakukan penyidik dalam melakukan penyidikan sudah
sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) disertai dengan surat
yang sah .
2. hambatan-hambatan atau kendala-kendala yang ditemui selama proses
penyidikan, baik yang datang dari pihak penyidik sendiri maupun dari
pihak tersangka, yang menyebabkan tidak dapat dilaksanakannya secara
baik implementasi hak-hak tersangka. Hambatan tersebut diantaranya
keterbatasan atau kekurangan tenaga penyidik dalam melakukan
penyidikan, ketidak tauan atau kurang pahamnya terangka mengenai hak-
hak yang dapat diperoleh tersangka, dan tersangkan yang tidak paham
akan pentingnya bantuan hukum, ketidak jujuran dan transparansi dari
tersangka dalam melakukan proses intograsi (pemeriksaan), dan tersangka
tidak kooperatif biasanya bersikap pasif dan banyak diam,
B. Saran
1. Bahwa implementasi hak-hak tersangka dalam proses pemeriksaan di
tinggkat penyidikan yang dilakukan di Polsek Lembor. Seiring dengan
semakin pentingnya Supremasi hukum dan penghormatan terhadap
hak-hak yang dimiliki oleh manusia maka Implementasi hak-hak
tersangka akan menjadi hal yang penting dan utama yang harus
dijamin oleh aparat penegak hukum khususnya dalam proses
pemeriksaan yang dilakukan ditingkat penyidikan supaya penggunaan-
penggunaan tekanan kekerasaan baik fisik maupun mental terhindari.
66
Pengakuan dari tersangka bukanlah suatu hal yang harus dikejar, tetapi
dengan bukti-bukti serta saksi-saksi yang kuat tersangka tidak bisa
menghindar dari tanggung jawab atas tindakan hukum yang dilakukan
oleh tersangka.
2. Dalam mewujudkan implementasi hak-hak tersangka sebagai
perwujudan asas Praduga tidak bersalah dalam proses pemeriksaan
ditingkat penyidikan, aparat penegak hukum yang melakukan
pemeriksaan haruslah menganggap seorang tersangka adalah tidak
bersalah dengan demikian tindakan-tindakan sewenang-wenang yang
dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian sebagai
penyidik akan terhindari sebab mereka masih menganggap tersangka
belum dinyatakan bersalah.
67
DAFTAR PUSTAKA
Ali Anggito& Johan Setiawan.2018. MetodePenelitian Kualitatif. Jln. Bojong
genteng Nomor 18, Kec.Bojong genteng. Kab. Sukabumi: CV jejak
Andi Hamzah. 2002. Hukum Acara Pidana indonesia.Jakarta: Sinar Grafika.
Emawati Waridah, S.S. 2017. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta : Bmedia.
Hamzah, Jur A. 2019.Hukum AcaraPidana Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta: Sinar
Grafika.
Munir Fuady & Sylvia Laura. 2015. Hak Asasi Tersangka Pidana. Jakarta:
Prenada Medai Group.
Redaksi Bmedia. 2017. UUD 1945 & Perubahannya; Penyunting, Rudi & Ini; -
Cet. 1.- Jakarta: Bmedia.
Sofyan A., dan Abd, Asis. 2014. Hukum Acara PidanaSuatu Pengantar. Jakarta;
Kencana.
Sri Hajati, & dkk. 2017. Buku Ajar Pengantar Ilmu Hukum Indonesia. Surabaya:
Airlangga University Press.
Sofyan A., dan Abd, Asis. 2014. Hukum Acara PidanaSuatu Pengantar. Jakarta;
Kencana.
Tim Permata Press.2019.KHUAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
& Penjelasannya): Permata Press.
Bambang Tri Bawono. 2011. Tinjauan Yuridis Hak-Hak Tersangka Dalam
Pemeriksaan Pendahuluan. Unissula.
Deddy Hermawan. 2017.Tinjauan Yuridis Sosiologis Tentang Tindakan
Kepolisian Dalam Meminimalisir Tindak Pidana Perjudian Di Kota
Pasuruan (Studi Kasus Polresta Pesuruan): Universitas Of
Muhammadiyah Malang.
Diding, Rahmat. 2017. Implementasi Kebijakan Program Bantuan Hukum bagi
Masyarakat Tidak Mampu di Kabupaten Kuningan. Jurnal Ilmu Hukum, 4
(1): 37-38.
Masrizal Alfriado. 2016. Pelaksanaan dan Penyidikan Perkara Pidana oleh
Kepolisian terhadapLaporan Masyarakat di Polisi Sektor Lma Puluh, 3
(2), 1-15.
68
Sonia S. Gusri. 2019.Implementasi Hak Tersangka/Terdakwa Menurut Pasal 52
Kuhap Pada Perkara Pidana Dalam Rangka Mencari Kebenaran
Materiil.Universitas Lampung.
Tria Dina Pratiwi, 031011069 (2014) Pertanggungjawaban Pidana Terhadap
Penyidik Anak yang Melakukan Tindak Kekerasan Terhadap Anak Pada
Saat Proses Penyidikan. Skripsi thesis. Universitas Airlangga.
Yunia Eka Wati. 2013. Hak-Hak Tersangka pada Proses Penyidikan Menurut
KUHAP dan Fiqih Murafaah (Studi Komparatif), Surabaya: UIN Sunan
Ampel Surabaya.
Alihamdan. 2017. online. (https://alihamdan.id/implementasi/). Diakses
(03/22:52).
Lampiran 1
PEDOMAN WAWANCARA PENYIDIK
IMPLEMENTASI HAK-HAK TERSANGKA SEBAGAI PERWUJUDAN
ASAS PRADUGA TIDAK BERSALAH DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI
TINGKAT PENYIDIKAN (STUDI KASUS DI POLSEK LEMBOR KAB.
MANGGARAI BARAT)
1. Dalam menangani kasus (melakukan pemeriksaan) pasti ada prosedur-
prosedur yang dilakukan atau yang diterapkan dalam proses tersebut.
Yang mau saya tanyakan Bagaimana prosedur dalam proses
pemeriksaan di polsek lembor ini?
2. Apakah dalam proses pemeriksaan tersangka, ada hak-hak tertentu
yang harus dilanggar
3. Hak-hak tersangka
a. Hak tersangka untuk mendapatkan pemeriksaan (pasal 50 kuhap)
b. Hak tersangka untuk mempersiapkan pembelaan
c. Hak untuk bebas memberikan keterangan, sebagaimana menurut
Pasal 52 KUHAP
d. Hak untuk mendapatkan juru bahasa, sebagaimana menurut pasal
53 ayat (1) KUHAP
e. Tersangka berhak mendapatkan bantuan hukum (pasal 54
KUHAP):
f. Tersangka berhak memilih sendiri penasehat hukumnya,
sebagaimana dalam Pasal 55 KUHAP
g. Hak untuk didampingi penasihat hukum secara cuma-cuma,
sebagaimana menurut pasal 56 ayat (1) KUHAP
Dari ke-7 pasal tersebut apakah ada salah satu diantara pasal
tersebut di langgar oleh pihak penyidik
4. Dalam kalangan masyarakat sering kali beranggapan bahwa seseorang
yang ditangkap oleh kepolisian ada hak-hak tersangka yang akan
dilanggar oleh pihak penyidik dalam proses pemeriksaan. Apakah
stegmen tersebut benar adanya pak?
5. Dalam penanganan kasus dipolsek lembor, seberapa penting dan
kuatnya hak-hak tersangka sehingga harus dijaga meskipun sudah
melakukan pelanggaran.
6. Seseorang ditangkap oleh kepolisian masih dikatakan saksi sebelum
dinaikkan statusnya menjadi tersangka, dalam menaikakan status
seseorang apasaja yang menjadi hambatan bagi bapak?
7. Dalam proses pemeriksaan langkah-langkah apa saja yang bapak ambil
agar proses pemeriksaannya berjalan dengan lancar
8. Apa saja yang menjadi hambatan-hambatan bapak dalam proses
pemeriksaan
9. Bagaimana cara bapak ketika seorang tersangka tidak mau
memberikan keterangan?
10. Tindakan apa yang bapak lakukan agar tersangka menjawab
pertanyaan bapak dengan jujur.
11. pada proses pemeriksaan, apa saja yang menjadi hambatan bagi bapak
Dalam implementasi atau penerapan hak-hak tersangka
lampiran 2
PEDOMAN WAWANCARA TERSANGKA
(INFORMAN)
IMPLEMENTASI HAK-HAK TERSANGKA SEBAGAI PERWUJUDAN
ASAS PRADUGA TIDAK BERSALAH DALAM PROSES PEMERIKSAAN
DI TINGKAT PENYIDIKAN (STUDI KASUS DI POLSEK LEMBOR KAB.
MANGGARAI BARAT)
Nama Narasumber :
pekerjaan :
kasus :
1. Pada saat bapak ditangkap oleh penyidik (polisi) dan di bawah kekantor
polisi, apakah pada saat itu bapak segera di periksan oleh polisi
2. Dalam pemeriksaan, apakah polisi memberitahukan atau menyatakan
kepada bapak tetang alasan bapak ditangkap
3. Pada saat pemeriksaan dilakukan apakah bapak dibawah tekanan atau ada
kekerasan yang dilakukan polisi pada bapak?
4. Apakah pada saat itu bapak ditemani oleh pengacara?
5. Apakah bapak diberikan kebebasan oleh polisi untuk memilih sendiri
penasihat hukum
6. Apakah pada saat bapak diperiksa atau diintograsi oleh polisi ada bantuan
hukum yang diberikan?
lampiran 3
PEDOMAN OBSERVASI
IMPLEMENTASI HAK-HAK TERSANGKA SEBAGAI PERWUJUDAN
ASAS PRADUGA TIDAK BERSALAH DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI
TINGKAT PENYIDIKAN (STUDI KASUS DI POLSEK LEMBOR KAB.
MANGGARAI BARAT)
No.
Aspek Yang Di Teliti
Keterangan
Ya Tidak
1. Apakah tersangka segera di periksa √
2. Apakah tersangka dalam memberikan
keterangan dibawah tekanan oleh pihak
penyidik
√
3. Apakah ada kekerasan fisik pada
tersangka dalam proses pemeriksaan
√
4. Apakah penyidik dalam pemeriksaan
memberitahukan tersangka tentang tindak
pidana apa yang disangkakannya
√
5. Apakah tersangka mendapatkan bantuan
hukum dalam proses pemeriksaan
√
6. Apakah penyidik melakukan penyidikan
sesuai Standar Operasional Prosedur
(SOP) yang diterapkan dalam menjalankan
penyidikan
√
7. Apakah ada faktor penghambat dalam
penanganan kasus
√
8. Apakah ada hambatan yang terjadi selama
proses pemeriksaan tersangka
√
9 Apakah penyidik sebelum melakukan
pemeriksaan memberitahukan hak-hak apa
saja yang di dapat oleh tersangka
√
Lampiran 4
DAFTAR INFORMAN
a. Penyidik
No. Nama Pangkat keterangan
1. Yoga Darma Susanto IPTU Kepala kepolisian
sektor lembor
2. Suherman Nasrullah BRIPKA Sebagai kanit
reskrim
3. Ardiansyah Akyar BRIPTU Sebagai banit
reskrim
4. Ghawa BRIPKA Sebagai kanit intel
5. Jaelani Nasrullah BRIPTU Sebagai banit intel
b. Tersangka
No. Nama pendidikan pekerjaan kasus
1. Albertus
Jehanu
Tamat SMA Petani Penganiayaan
2. Abdul Rahman Tamat SD Petani Pencurian
Lampiran 5
Dokumentasi
Gambar 1.1 Polsek Lembor
Gambar 1.2 struktur organisasi polsek lembor
Gambar 2.1 wawancara
Gambar 2.1 proses pemeriksaan tersangka
Gambar 3.1 proses pemerisaan tersangka
Gambar 3.2 wawancara kanit reskrim