agama kel 2.docx

19
1. Bagaimana manusia mengenal Tuhan Cara Mengenal Tuhan a. Pengenalan Terhadap Dzat-Nya Dalam kehidupan di dunia ini apakah kita dapat mengetahui sendiri arti hidup yang sebenarnya? Mungkin seseorang ketika telah merasakan semua kenikmatan dunia kemudian menemukan kebahagiaan membantu orang lain, atau seseorang yang sedang ditimpa berbagai masalah dan merasa tak ada jalan keluar kemudian ia berdoa dan dikabulkan maka ia yakin pada Tuhan. Ya, kecenderungan manusia terhadap kebaikan, terkabulnya doa, atau keindahan, keteraturan, keseimbangan, dan keajaiban alam mungkin bisa membawa manusia meyakini adanya Tuhan dan lebih memahami arti hidup. Namun apakah manusia dengan sendirinya dapat mengenal Tuhan Yang Maha Kuasa dengan sebenarnya? Jika kita melihat kenyataan dan sejarah tentu kita bisa menjawab tidak, karena manusia saling berbeda pendapat tentang Tuhan bahkan saling bertentangan. Artinya terdapat kesalahan pada manusia yang mencoba sendiri mengenal Tuhan karena terbatasnya kemampuan dan cara yang hanya berprasangka tanpa ada bukti yang kuat atau hanya mengikuti tradisi yang sudah mengakar. Dalam ajaran islam, seorang muslim akan mengetahui bahwa Tuhanlah yang mengenalkan DiriNya pada manusia dengan mewahyukan kepada para manusia pilihan-Nya yaitu para nabi dan rosul. Allah berfirman yang artinya: “Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Transcript of agama kel 2.docx

1. Bagaimana manusia mengenal Tuhan Cara Mengenal Tuhana. Pengenalan Terhadap Dzat-NyaDalam kehidupan di dunia ini apakah kita dapat mengetahui sendiri arti hidup yang sebenarnya? Mungkin seseorang ketika telah merasakan semua kenikmatan dunia kemudian menemukan kebahagiaan membantu orang lain, atau seseorang yang sedang ditimpa berbagai masalah dan merasa tak ada jalan keluar kemudian ia berdoa dan dikabulkan maka ia yakin pada Tuhan.Ya, kecenderungan manusia terhadap kebaikan, terkabulnya doa, atau keindahan, keteraturan, keseimbangan, dan keajaiban alam mungkin bisa membawa manusia meyakini adanya Tuhan dan lebih memahami arti hidup. Namun apakah manusia dengan sendirinya dapat mengenal Tuhan Yang Maha Kuasa dengan sebenarnya?Jika kita melihat kenyataan dan sejarah tentu kita bisa menjawab tidak, karena manusia saling berbeda pendapat tentang Tuhan bahkan saling bertentangan. Artinya terdapat kesalahan pada manusia yang mencoba sendiri mengenal Tuhan karena terbatasnya kemampuan dan cara yang hanya berprasangka tanpa ada bukti yang kuat atau hanya mengikuti tradisi yang sudah mengakar.Dalam ajaran islam, seorang muslim akan mengetahui bahwa Tuhanlah yang mengenalkan DiriNya pada manusia dengan mewahyukan kepada para manusia pilihan-Nya yaitu para nabi dan rosul. Allah berfirman yang artinya:Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Asmaaul Husna (nama-nama yang paling baik). Bertasbih kepadaNya apa yang di langit dan bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(terjemah Al Qur an, surat Al Hasyr (59), ayat 22-24)Tuhan telah memperkenalkan Diri-Nya pada manusia bahwa hanya Dialah yang menciptakan alam semesta, tiada tuhan yang lain selain-Nya. Nama-Nya adalah Allah, itulah Nama yang benar bagi Pencipta alam semesta, Nama yang Dia kenalkan pada para nabi-Nya, dari nabi Adam, Ibrohim, Musa, Isa dan nabi-nabi yang lain sampai nabi Muhammad -alaihimu ssholatu wassalam-.Allah juga mengenalkan Nama-Nama-Nya yang lain yang juga merupakan Sifat-Sifat-Nya. Dalam Al Quran terdapat sekitar 100 Nama-Nama yang paling baik bagi Allah sehingga kita bisa mengenal-Nya.Maka jika kita ditanya: Siapakah Tuhan mu? Kita bisa menjawab: Tuhan ku adalah Allah yang telah menciptakan dan memelihara diriku dan alam semesta ini dengan segala nimat yang dikaruniakan-Nya, hanya Dialah yang kusembah karena tiada yang berhak disembah selain Dia.Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. (terjemah al-Quran surat al-Fatihah ayat 2)Semua yang ada selain Allah disebut alam, dan kita termasuk bagian dari semesta alam ini.Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,(21).Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah*, padahal kamu mengetahui.(22)[terjemah Surat Al Baqoroh] Sekutu-sekutu: ialah segala sesuatu yang disembah di samping menyembah Allah seperti berhala-berhala, dewa-dewa, dan sebagainya.Jadi Tuhan semesta alam adalah Allah, Dialah Yang menciptakan dan memeliharanya, Yang memiliki dan menguasai, Yang mengatur dan menjaga, Yang melindungi dan memberi rizqi. Dialah satu-satunya yang berkuasa penuh atas alam ini, tidak ada yang bisa melemahkan atau mengalahkan-Nya. Maka Dialah satu-satunya yang berhak dan pantas untuk disembah / diibadahi.Di antara contoh bentuk penyembahan dan ibadah adalah Doa memohon rizqi, keselamatan, perlindungan, pertolongan, keberkahan, kemenangan, keberhasilan, dll; berkurban menyembelih binatang; sholat, ruku, sujud; dsb. Semua bentuk penyembahan dan ibadah tersebut hanya pantas ditujukan pada Allah saja, bukan pada malaikat, sekalipun yang terdekat dengan Allah, bukan pula pada para nabi dan rosul yang telah terpilih, atau para orang sholeh / wali atau makhluk yang lain.Hanya Allah-lah yang Maha Mendengar dan yang mampu mengabulkan doa-doa tersebut. Allah tidak butuh perantara dalam menerima ibadah dari makhluk-Nya, Dia Maha Mengetahui, Maha Mendengar, Maha Bijaksana, Maha Pengasih dan Penyayang dan Maha Penerima taubat, terhadap makhluk-Nya.Kita dapat lebih mengenal Allah dengan mempelajari Nama-Nama dan Sifat-Sifat-Nya yang telah dikabarkan melalui rosul-Nya dalam Al-Quran dan Al-Hadits yang shohih dengan pemahaman yang benar yakni pemahaman rosul dan para sahabat beliau yang telah dijamin oleh Allah sebagai pedoman bagi generasi berikutnya. Bagaikan bulan dan bintang-bintang yang diciptakan sebagai penerang dan petunjuk arah dan waktu bagi manusia.Dengan kita mengenal Tuhan kita, akan dapat lebih memahami arti hidup kita sehingga akan membuat kita lebih tenang, tentram dan bahagia serta lebih benar dalam menjalani hidup kita.(sumber:http://danangwirawan.wordpress.com/2009/01/12/bagaimana-manusia-mengenal-tuhannya/MENGENAL ALLAH SWT

Satu Hadis Nabi Muhammad SAW. yang masyhur ialah; "Siapa yang mengenal dirinya, mengenal ia akan TuhanNya" Ini berarti dengan mematuhi dan memikirkan tentang dirinya dan sifat-sifatnya, manusia itu bisa sampai mengenal Allah. Tetapi oleh karena banyak juga orang yang memikirkan tentang dirinya tetapi tidak dapat mengenal Tuhan, maka tentulah ada cara-caranya yang khusus bagi mengenal ini. Sebenarnya ada dua cara untuk mencapai pengetahuan atau pegenalan ini. Sala satunya sangat sulit dan sukar difaham oleh orang-orang biasa, maka cara yang ini tidak usahlah kita terangkan di sini. Yang satu cara lagi adalah seperti berikut: apabila seseorang memikirkan dirinya, dia tahu bahwa ada satu ketika ia tidak berwujud, seperti tersebut dalam Al-Quran: "Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut (QS. 76:1) Selanjutnya ia juga tahu bahwa ia dijadikan diri setitik air yang tidak ada akal, pendengar, penglihatan, kepala, tangan, kaki dan sebagainya, dari sini teranglah bahwa walau bagaimanapun seseorang itu mencapai taraf kesempurnaan, tidaklah dapat ia membuat dirinya sendiri meeskipun hanya sehelai rambut. Tambahan pula jika ia setitik air, alangkah lemahnya ia? Demikianlah seperti yang kita lihat di bab pertama dulu, didapatinya dalam dirinya kekuasaan, kebijaksanaan dan cinta Allah terbayang dalam bentuk yang kecil. Jika semua pendeta dalam dunia ini berkumpul dan mereka tidak mati, niscaya mereka tidak dapat mengubah dan membaiki bentuk walau satu bagian dari badannya itu. Misalnya, dalam penggunaan gigi depan dan gigi samping untuk menghancurkan makanan, penggunaan lidah, air liur, tengkuk, kerongkong, kita dapatinya penciptaan itu tidak dapat diperbaiki lagi. Begitu juga, fikirkan pula tangan dan jari kita. Jari ada lima dan tidak pula sama panjang, empat daripada jari itu mempunyai tiga persendian, dan ibu jari hanya ada dua persendian, dan lihat pula bagaimana ia bisa digunakan untuk memegang, mencincang, memukul dan sebagainya. Jelas sekali manusia tidak akan dapat berbuat demikian, meski hendak menambah atau mengurangkan jumlah jari itu dan susunannya . Lihat pula makanan, tempat tinggal kita dan sebagainya. Semuanya cukup dikurniakan oleh Allah yang maha kaya. Tahulah kita bahwa rahmat atau Kasih Sayang Allah itu sama dengan Kekuasaan dan KebijaksanaaNya, seperti firman Allah Subhanahuwa Taala. "RahmatKu itu lebih besar dari kemurkaanKu" Dan sabda Nabi SAW., "Allah itu sayang kepada hamba-hambanya lebih dari sayang ibu kepada anaknya" Demikianlah, dari makhluk yang dijadikanNya, manusia bisa tahu tentang wujud Allah; dari keajaiban badannya, ia dapat tahu tentang Kekuasaan dan Kebijaksanaanya Allah; dan dari kurnia rezeki Tuhan yang tidak terbatas itu, nampaklah Cinta Allah kepada hambaNya. Dengan cara ini, mengenal diri sendiri itu menjadi anak kunci kepada pintu untuk mengenal Allah Subhanawa Taala. Sifat-sifat manusia itu adalah bayangan Sifat-sifat Allah. Begitu juga cara wujud ruh manusia itu memberi kita sedikit pandangan tentang wujud Allah, yaitu Allah dan ruh itu tidak kelihatan, tidak bisa dibagi-bagi atau dipecah-pecahkan, tidak tunduk kepada ruang dan waktu, diluar kemampuan kuantitas (jumlah) dan kualitas, dan tidak bisa diperikan dengan bentuk, warna atau ukuran. Orang merasa sulit hendak membentuk satu konsep berkenaan hakikat-hakikat ini karena ia tidak termasuk dalam bidang kualitas dan kuantitas, dan sebagainya, tetapi coba perhatikan betapa susah dan payahnya memberi konsep tentang perasaan kita sehari-hari seperti marah, suka, cinta dan sebagainya. Semua itu adalah konsep fikiran atau tanggapan khayalan, dan tidak dapat dikenali oleh indera. kualiti, kuantiti dan sebagainya dan itu adalah konsep indera(tanggapan pancaindera). Sebagaimana telinga kita tidak dapat megenal warna, dan mata kita tidak dapat mengenal bunyi, maka begitu jugalah mengenal Ruh dan Allah itu bukanlah dengan inderanya. Allah itu adalah Pemerintah alam semesta raya ini. Dia tidak tunduk kepada ruang dan waktu, kuantiti dan kualiti, dan menguasai segala makhluknya. Begitu juga ruh itu memerintah badan dan anggotanya. Ia tidak bisa dilihat, tidak bisa dibagi-bagi atau dipecah-pecahkan dan tidak tunduk kepada tempat tertentu. karena bagaimana mungkin sesuatu yang tidak bisa dibagi-bagikan itu diletak kedalam sesuatu yang bisa dibagi atau dipecah? Dari keterangan yang kita baca diatas itu, dapatilah kita lihat bagaimana benarnya sabda Nabi SAW.: "Allah jadikan manusia menurut rupanya". Setelah kita mengenal Zat dan Sifat Allah hasil dari perhatian dan tafakur kita tentang zat dan sifat Ruh, maka sampailah pengenalan kita kepada cara-cara kerja dan pemerintahan Allah Taala dan bagaimana ia mewakilkan Kuasa-Kuasanya kepada malaikat-malaikat, dan lain-lain, dengan cara memerhati dan bertafakur tentang bagaimana diri kita memerintah alam kecil kita sendiri. Kita ambil satu contoh: Katakanlah seorang manusia hendak menulis nama Allah. Mula-mulanya kehendak atau keinginan itu terkandung dalam hatinya. Kemudian dibawa ke otak oleh daya ruhani.. Maka bentuk perkataan "Allah" itu terdapat dalam khayalan atau fikiran otak itu. Selepas itu ia mengembara melalui saluran urat saraf, lalu menggerakkan jari dan jari itu mengerakkan pena. Maka tertulislah nama "Allah" atas kertas, serupa seperti yang ada didalam otak penulis itu. Begitu juga apabila Allah Subahanahuwa Taala hendak menjadikan sesuatu perkara, Ia mula-mulanya nampak dalam peringkat keruhanian yang disebut didalam Quran sebagai "Al-'Arasy". Dari situ ia turun dengan urusan Keruhanian ke peringkat yang di bawahnya yang digelar "Al-Kursi". Kemudian bentuknya nampak dalam "Al-Luh Al-Mahfuz". Dari situ dengan perantaraaan tenaga-tenaga "Malaikat" terbentuklah perkara itu dan kelihatanlah di atas bumi ini dalam bentuk tumbuh-tumbuhan, pokok-pokok dan binatang; yang mewakilkan atau menggambarkan Iradat dan Ilmu Allah. Sebagaimana juga huruf-huruf yang tertulis, yang menggambarkan keinginan dan kemahuan yang terbit dan terkandung dalam hati; dan bentuk itu dalam dalam otak penulis tadi. Tidak ada orang yang tahu Hal Raja melainkan Raja itu sendiri. Allah telah memberi kita Raja dalam bentuk yang kecil yang memerintah kerajaan yang kecil. Dan ini adalah satu salinan kecil Diri(Zat)Nya dan KerajaanNya. Dalam kerajaan kecil pada manusia itu, Arash itu ialah Ruhnya; ketua segala Malaikat itu ialah hatinya; Kursi itu otaknya; Luh Mahfuz itu ruang khazanah khayalan atau fikirannya. Ruh itu tidak bertempat dan tidak bisa dibagikan dan ia memerintah badanya; sebagaimana Allah memerintah Alam Semester Raya ini. Pendeknya, tiap-tiap orang manusia itu diamanahkan dengan satu kerajaan kecil dan diperintahkan supaya jangan lengah dan lalai mengatur kerajaan itu. Berkenaan dengan mengenal ciptaan Allah Subhanahuwa Taala, ada banyak derajat pengetahuan. Ahli Ilmu Alam yang biasa adalah ibarat semut yang merangkak atas sekeping kertas dan memerhatikan huruf-huruf hitam terbentang di atas kertas itu dan merujukkan sebab kepada pena atau qalam itu saja. Ahli Ilmu Falak adalah ibarat semut yang luas sedikit pandangannya dan nampak jari-jari tangan yang menggerakkan pena itu, yaitu ia tahu bahwa unsur-unsur itu adalah daya bintang-bintang, tetapi dia tidak tahu bahwa bintang itu adalah di bawah kuasa Malaikat. Oleh karena berbeda-bedanya derajat pandangan manusia itu, maka tentulah timbul perbedaan hasil atau kesan. Mereka yang tidak memandang lebih jauh dari fenomena alam nyata ini adalah ibarat orang yang mengganggap hamba abdi yang paling rendah itu sebagai raja. Undang-undang alam nyata itu (Fenomena) itu mestilah tetap. Jika tidak, tidak adalah sains. Walau bagaimanapun, adalah salah besar menganggap hamba itu tuannya. Karena ada perebedaan ini, maka pertengkaran akan terus terjadi. Ini adalah ibarat orang buta yang hendak mengenal gajah. Seseorang memegang kaki gajah itu lalu dikatakannya gajah itu seperti tiang. Seorang lain memegang gadingnya lalu katanya gajah itu seperti kayu bulat yang keras. Seorang lagi memegang telinganya lalu katanya gajah itu macam kipas. Tiap-tiap seorang mengganggap bagian-bagian itu sebagai keseluruhan. Dengan itu, ahli ilmu alam dan ahli ilmu Falak menyanggah hukum-hukum yang mereka dapat dari ahli-ahli hukum. Kesalahan dan sangkaan seperti itu terjadi juga kepada Nabi Ibrahim seperti yang tersebut dalam Al-Quran, Nabi Ibrahim menghadap kepada bintang, bulan dan matahari untuk disembah. Lama kelamaan beliau sadar siapa yang menjadikan semua-benda-benda itu, lalu bisa berkata, "Saya tidak suka kepada yang tenggelam." Kita selalu mendengar orang merujuk kepada sebab yang kedua bukan kepada sebab yang pertama dalam hal apa yang digelar sakit. Misalnya; jika seseorang itu tidak lagi cenderung kepada keduniaan, segala keindahan tidak lagi dipedulikannya, dan tidak peduli apa pun, maka doktor mengatakan, "Ini adalah penyakit gundah gulana, dan ia perlu obat ini a" Ahli fisika akan berkata "Ini adalah kekeringan otak yang disebabkan oleh cuaca panas dan tidak dapat dilegakan kecuali udara menjadi lembab." Ahli nujum akan mengatakan bahwa itu adalah pengaruh bintang-bintang. "Hanya itulah kebijaksanaanya mereka." Kata Al-Quran, tidaklah mereka tahu bahwa sebenarnya apa yang terjadi ialah: Allah Subahana Wataala memberi kebajikan orang yang sakit itu dan dengan itu memerintahkan hamba-hambanya seperti bintang-bintang atau unsur-unsur, mengeluarkan keadaan seperti itu kepada orang itu agar ia berpaling dari dunia ini mengadap kepada Tuhan yang menjadikannya. Pengetahuan tentang hakikat ini adalah sebuah mutiara yang amat bernilai dari lautan ilmu yang berupa Ilham; dan ilmu-ilmu yang lain itu jika dibandingkan dengan Ilmu Ilham ini adalah ibarat pulau-pulau dalam lautan Ilmu Ilham itu. Doktor, Ahli Fizik dan Ahli Nujum itu memang betul dalam bidang ilmu mereka masing-masing. Tetapi mereka tidak tahu bahwa penyakit itu bisa dikatakan sebagai "Tali Cinta", yang dengan tali itu Allah menarik AuliaNya kepadaNya. Berkenaan ini Allah ada berfirman yang bermaksud; "Aku sakit tetapi engkau tidak melawat Aku". Sakit itu sendiri adalah satu bentuk pengalaman yang dengannya manusia itu bisa mencapai pengetahuan tentang Allah; sebagaimana firman Allah melalui mulut Rasul-rasulNya; "Sakit itu sendiri adalah hambaKu dan disertakan kepada orang-orang pilihanKu". Dengan ulasan-ulasan yang terdahulu, dapatlah kita meninjau lebih mendalam lagi maksud kata-kata yang selalu diucapkan oleh orang-orang yang beriman yaitu; "Maha Suci Allah" (SubhanaLlah) "Puji-pujian Bagi Allah (Alhamdulillah) "Tiada Tuhan Melainkan Allah (La ilaha iLlaLlah) "Allah Maha Besar" (Allahu Akbar). Berkenaan dengan "Allahu Akbar" itu bukanlah bermaksud Allah itu lebih besar (secara fisik) dari makhluk, karena makhluk itu adalah penampakan-Nya sebagaimana cahaya memperlihatkan matahari. Tidaklah bisa dikatakan matahari itu lebih besar daripada cahayanya. Ia bermaksud yaitu Kebesaran Allah itu tidak dapat disukat dan diukur dan melampaui jangkauan kesedaran; dan kita hanya bisa membentuk gambaran yang tidak sempurna dan tidak nyata berkenaanNya. Jika seorang kanak-kanak bertanya kepada kita untuk menerangkan enaknya mendapat pangkat yang tinggi, kita hanya dapat mengatakan seperti perasaan kanak-kanak itu tatkala sedang bermain bola, meskipun pada hakikat kedua-dua itu tidak ada persamaan langsung, kecuali hanya kedua-dua perkara itu termasuk dalam jenis kesenangan. Oleh yang demikian, kata-kata "Allahu Akbar" itu berarti Kebesaran itu melampaui semua kuasa pengenalan dan pengetahuan kita. Tidak sempurna pengenalan kita berkenaan Allah itu, bukan dengan pikiran saja tetapi adalah disertai oleh ibadat dan pengabadian kita. Apabila seorang itu mati, maka ia berhubungan dengan Allah saja. Jika kita hidup dengan orang lain, kebahagiaan kita bergantung kepada derajat kemesraan kita terhadap orang itu. Cinta itu adalah benih kebahagiaan, dan Cinta kepada Allah itu dituju dan dibangun melalui ibadat. Ibadat dan sentiasa mengenang Allah itu memerlukan kita supaya bersikap sederhana dan mengekang kehendak-kehendak badan. Ini bukanlah berarti semua kehendak badan itu dihapuskan; karena itu akan menyebabkan punahnya manusia. Apa yang diperlukan ialah membatasi kehendak-kehendak badan itu. Oleh karena seseorang itu bukanlah Hakim yang paling bijak untuk mengadili dirinya sendiri tentang batas itu, maka ia lebih baik merundingi pemimpin-pemimpin keruhanian dalam perkara ini, dan hukum-hukum yang mereka bawa melalui Wahyi Ilahi menentukan batas yang harus diperhatikan dalam hal ini. Siapa yang melanggar batas berarti Menzholimi dirinya sendiri"(Al-Baqarah; 231). Walaupun Al-Qur'an telah memberi keterangan yang nyata, masih ada juga orang yang melanggar batas karena kejahilan mereka tentang Allah dan kejahilan ini adalah karena beberapa sebab; Pertama; ada golongan manusia yang terus mencari Allah melalui pikiran, lalu mereka membuat kesimpulan dengan mengatakan tidak ada Tuhan dan alam ini terjadi dengan sendirinya atau wujudnya tanpa permulaan. Mereka ini seperti orang yang melihat surat yang tertulis dengan indahnya, dan mereka mengatakan surat itu sedia tertulis tanpa penulis atau ada begitu saja.Orang yang seperti ini telah jauh tersesat dan tidak berguna berhujah dan bertengkar dengan mereka. Setengah daripada orang-orang seperti ini adalah Ahli Fizika dan Ahli Bintang yang telah kita sebutkan di atas tadi. Ada pula setengah orang karena kejahilan tentang keadaan sebenarnya Ruh itu. Mereka menyangkal adanya hidup di Akhirat dan menyangkal manusia itu diadili di sana. Mereka anggap diri mereka itu satu taraf dengan binatang dan tumbuh-tumbuhan dan akan hancur begitu saja. Ada juga orang yang percaya dengan Allah dan Hari Akhirat, tetapi kepercayaan atau Iman mereka itu sangat lemah. Mereka berkata kepada diri mereka sendiri; "Allah itu Maha Agung dan tidak ada sangkut-paut dengan kita, walaupin kita sembah Dia atau tidak; tidak menjadi apa-apa kepadaNya". Fikiran mereka ini seperti orang sakit yang disuruh makan ubat, tetapi ia berkata; "Apa untung atau ruginya doktor itu jika aku makan obat atau tidak makan obat?". Memang tidak terjadi apa-apa kepada doktor itu tetapi orang itulah yang akan bertambah sakit karenabodohnya. Badan yang sakit berakhir dengan mati. Maka Ruh atau Jiwa yang sakit berakhir dengan kesusahan dan siksaan di akhirat nanti, seperti firman Allah Taala dalam Al-Qur'an yang bermaksud; "Hanya mereka yang kembali kepada Allah dengan hati yang Salim itulah yang akan terselamat". Jenis orang yang tidak beriman yang keempat ialah mereka yang berkata; "Hukum Syariat menyuruh kita jangan marah, jangan menurut nafsu, jangan bersikap munafik. Ini tidak mungkin karena sifat-sifat ini memang telahada semula jadi pada kita. Lebih baik tuan suruh saya membuat yang hitam itu jadi putih". Mereka ini sebenarnya bodoh. Mereka jahil dengan hukum Syariat. Hukum Syariat tidak menyuruh manusia membuang sama sekali perasaan itu, tetapi hendaklah dikontrol supaya tidak melanggar batas yang dibenarkan. Supaya terhindar dari dosa besar,dan kita bisa memohon keampunan terhadap dosa-dosa kita yang kecil. Sedangkan Rasulullah ada bersabda; "Saya ini manusia juga seperti kamu, dan marah juga seperti orang lain". Firman Allah dalam Al-Qur'an; "Allah kasih kepada mereka yang menahan kemarahan mereka".(Al-Imran:146) Ini berarti bukan mereka yang tidak ada perasaan marah. Golongan yang kelima ialah mereka yang menekankan Kemurahan Tuahn saja tetapi menepikan KeadilanNya, lalu mereka berkata kepada diri mereka sendiri; "Kami buat apa saja karena Allah itu Maha Pemurah dan Maha Penyayang". Mereka tidak ingat meskipun Allah itu Pengasih dan Penyayang, namun beribu-ribu manusia mati kelaparan dan karena penyakit. Meraka tahu, barang siapa hendak hidup atau hendak kaya, atau hendak belajar, mestilah jangan hanya berkata; "Allah itu Kasih Sayang". tetapi perlulah ia berusaha sungguh-sungguh. Meskipun ada firman Allah dalam Al-Qur'an; "Tiap-tiap makhluk yang hidup itu Allah beri ia rezeki"(Surah Hud:06); tetapi hendaklah juga ingat Allah juga berfirman; "Manusia tidak akan mendapat apa-apa kecuali dengan berusaha". Sebenarnya mereka yang berpendapat di atas itu adalah dipengaruhi oleh Syaitan dan mereka berkata di mulut saja, bukan di hati. Golongan keenam pula menganggap mereka telah sampai ke taraf kesucian dan tidak berdosa lagi. Tetapi kalau anda layani mereka dengan kasar dan tidak hormat, anda akan dengar mereka marah dan bertahun-tahun mengatai anda. Dan jika anda ambil makanan sesuap saja yang patut, seluruh alam ini kelihatan gelap dan sempit pada perasaan mereka. Kalau pun mereka itu telah dapat menakluki hawa nafsu mereka, mereka tidak berhak menganggap dan mengatakan diri mereka itu tidak berdosa lagi, karena Nabi Muhammad SAW. sendiri, manusia yang paling tinggi darajatnya, sentiasa mengaku salah dan memohon ampun kepada Allah. Setengah daripada Rasul-rasul itu sangat takut berbuat dosa sehingga pada perkara- perkara yang halal pun mereka menghidarkan diri . Diriwayatkan, suatu hari Nabi Muhammad SAW. telah diberi sebiji Tamar. Beliau enggan memakannya kerena beliau tidak pasti Tamar itu didapati secara halal atau tidak. Tetapi mereka menelan arak berbotol-botol banyaknya dan berkata mereka lebih mulia daripada Nabi. (Saya menggeletar semasa menulis ini). Pada hal sebutir Tamar pun tidak disentuh oleh Nabi jika belum pasti sama ada halal atau tidak. Sesungguhnya mereka telah diseret dan disesatkan oleh Iblis. Aulia Allah yang sebenarnya mengetahui bahwa orang yang tidak menundukkan hawa nafsunya tidak patut dipanggil "orang" dan orang Islam yang sebenarnya ialah mereka yang dengan rela hati, tidak mahu melanggar Syariat.. Mereka yang melanggar Syariat adalah sebenarnya dipengaruhi oleh Syaitan dan mereka ini sepatutnya bukan dinasihati dengan pena, tetapi adalah sewajarnya dengan pedang. Sufi-sufi yang palsu ini kadang-kadang berpura-pura tenggelam dalam lautan keheranan atau tidak sadar, tetapi jika anda tanya mereka apakah yang mereka heirankan itu, mereka tidak tahu. Sepatutnya mereka disuruh menungkan keheranan sebanyak-banyak yang mereka suka, tetapi di samping itu hendaklah ingat bahwa Allah Subhanahuwa Taala itu adalah Pencipta mereka dan mereka itu adalah hamba Allah saja. (sumber: http://soni69.tripod.com/artikel/Kimia_4.htm)b. Pengenalan Terhadap Sifat-Nyac. Sebagaimana yang telah kami katakan, mustahil bagi manusia untuk mengenal hakikat dzat Tuhan dan pengenalan atas-Nya hanya bersifat universal lewat makrifat asma dan sifat-sifat-Nya. Atas dasar ini, salah satu tujuan utama al-Qur'an yang dalam berbagai ayatnya berbincang tentang sifat-sifat Tuhan adalah melakukan re-konstruksi, memperdalam, dan memperluas pengenalan manusia terhadap Tuhan. Ratusan ayat al-Qur'an kadangkala secara langsung membahas tentang sifat-sifat Tuhan dan menyebutkan tentang asma Tuhan. Dari sebagian ayat bisa pula ditemukan adanya prinsip-prinsip universal dalam penyifatan Tuhan.d. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa mengenali Tuhan melalui sifat-sifat-Nya merupakan cara yang sangat rumit karena membutuhkan ketelitian dan kecermatan yang tinggi, karena sedikit saja kita salah menganalisanya bisa jadi akan mengarahkan kita kepada pen-tasybih-an dan penyerupaan yang membuat kita kehilangan sebagian dari makrifat al-Qur'an. Salah satu hal yang mendasar untuk dilakukan adalah berpegang pada ayat-ayat yang muhkam dan jelas tentang sifat-sifat Ilahi untuk menafsirkan ayat-ayat yang mutasyabihah dan tidak jelas (seperti ayat-ayat yang secara lahiriah menyifati Tuhan dengan sifat-sifat makhluk-Nya).e. Di sini kita akan melakukan pengamatan sepintas terhadap perspektif al-Qur'an dalam penyifatan Tuhan dan metode manusia mengenali sifat-sifat-Nya, sedangkan ayat-ayat yang berhubungan dengan sifat-sifat khusus akan kami bahas pada bab yang berkaitan dengannya.f. Bukan Tasybih dan Bukan Ta'thilg. Al-Qur'an pada satu sisi menegaskan bahwa pengenalan terhadap hakikat dzat Tuhan merupakan hal yang mustahil bagi manusia, Tuhan berfirman, "Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya.(Qs. Thaha [20]: 110)h. Dari sisi lain, dalam berbagai ayat telah dijelaskan bahwa Tuhan tidak memiliki sedikitpun kemiripan dengan maujud lain dan tidak ada sesuatupun yang bisa digambarkan setara dengan dzat suci-Nya. Ayat ini pada dasarnya merupakan ayat muhkam yang menegaskan kesalahan berpikir aliran Tasybih dan segala konsep yang memandang ada kemiripan antara Tuhan dengan makhluk-Nya. Dia berfirman, "Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat." (Qs. As-Syura [42]:11)i. Pada pembahasan Tauhid dipahami bahwa ayat-ayat tersebut berkaitan dengan tauhid dzat, akan tetapi sepertinya ayat-ayat tersebut selain menafikan kemiripan maujud lain dengan dzat Tuhan, juga menafikan kemiripan antara sifat-sifat Tuhan dengan sifat-sifat selain-Nya. Sebenarnya ayat itu menceritakan bahwa baik dari sisi dzat mutlak Tuhan maupun dari sifat-sifat-Nya tak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya dan tidak ada pula sesuatu yang bisa digambarkan mempunyai kemiripan dan kesamaan dengan-Nya. Makna ayat ini bisa ditemukan pula dalam sebagian ayat seperti pada ayat terakhir surah at-Tauhid.j. Ayat al-Qur'an di atas dalam posisinya menjelaskan kesalahan maktab Tasybih, selain itu juga menafikan segala bentuk kemiripan dan kesetaraan Tuhan dengan eksistensi lain dalam dzat dan sifat. Pada ayat-ayat yang lain juga mengetengahkan tentang sifat-sifat salbi Tuhan seperti penafian kebinasaan dan keterikatan dengan ruang dan waktu dimana akan dibahas kemudian dalam tema "sifat-sifat negasi dan salbi Tuhan".k. Demikian juga, al-Qur'an meninggikan dzat Tuhan dari segala bentuk penyerupaan dan pen-tasybih-an. Pada banyak ayat setelah menukilkan pemikiran-pemikiran keliru dari para musyrikin tentang Tuhan, al-Qur'an menegaskan poin bahwa penyifatan mereka atas Tuhan adalah tidak layak untuk maqam suci ketuhanan (uluhiyat), Dia berfirman, "Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, Padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu, dan mereka mendusta (dengan mengatakan): "Bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan perempuan", tanpa (berdasar) ilmu pengetahuan.(Qs. al- An'am: 100). "Mereka tidak Mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha Perkasa.(Qs. al-Hajj [22]: 84)l. Ketika berhadapan dengan kelompok ayat seperti di atas, bisa jadi kita menyangka bahwa al-Qur'an hanya memiliki makrifat Tuhan secara terbatas dan tidak memberikan makrifat atas-Nya kepada manusia lewat penjabaran akal serta pemahaman rasional. Akan tetapi kesimpulan seperti ini merupakan sebuah kesimpulan yang tergesa-gesa dan tidak benar, dengan melakukan kontemplasi terhadap ayat-ayat yang lain akan menjadi jelas bahwa al-Qur'an selain menegaskan pensucian Tuhan secara mutlak dari sifat-sifat makhluk, juga menekankan tentang adanya kemungkinan untuk mengenali-Nya. Ayat-ayat yang bisa menjadi saksi paling baik untuk klaim ini sangat banyak dimana di dalamnya menyebutkan tentang asma dan sifat-sifat Tuhan. Dengan memperhatikan bahwa al-Qur'an mengajak manusia untuk berfikir dan berkontemplasi tentang ayat-ayat-Nya maka tidak bisa diterima bahwa penyebutan asma Tuhan secara berulang pada ayat-ayat yang berlainan murni hanya sekedar sebuah bacaan tanpa memberikan makna.m. Oleh karena itu, al-Qur'an dalam masalah penyifatan Tuhan menolak mutlak metode tasybih maupun metode ta'thil lalu mengambil jalan tengah antara keduanya, dari satu sisi metode ini meletakkan sifat-sifat jamal dan jalal-Nya pada jangkauan pemahaman manusia, dan di sisi lain menegaskan ketakserupaan Dia dalam dzat dan sifat dengan makhluk serta mengingatkan bahwa sifat-sifat Tuhan jangan dipahami sedemikian sehingga menyebabkan pen-tasybih-an dengan selain-Nya, tapi seharusnya makna-makna dari sifat-sifat Ilahi ini dilepaskan dari warna kemakhlukan dan keterbatasan serta diletakkan sebagaimana selayaknya untuk dzat suci Tuhan. Tentunya jumlah ayat-ayat yang secara tegas menafikan pandangan tasybih lebih banyak dari ayat-ayat yang menolak pandangan ta'thil, hal ini mungkin dikarenakan para penganut teisme lebih sering terkontaminasi dengan pandangan tasybih dibandingkan dengan pandangan ta'thil.n. Sifat-Sifat Tuhan dalam Hadiso. Dengan merujuk pada literatur-literatur hadis, menjadi jelas bahwa pembahasan sifat Tuhan dalam hadis juga mengikuti langkah al-Qur'an. Dalam sebuah hadis dari Amirul Mukminin 'Ali As dikatakan bahwa dalam tafsir ayat 110 surah Thaha (20), beliau bersabda, "Semua makhluk mustahil meliputi Tuhan dengan ilmu, karena Dia meletakkan tirai di atas mata hati, tak satupun pikiran yang mampu menjangkau dzat-Nya dan tak ada satu hatipun yang bisa menggambarkan batasan-Nya, oleh karena itu, jangan kalian menyifati-Nya kecuali dengan sifat-sifat yang diperkenalkan oleh-Nya, sebagaimana Dia berfirman, "Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat.p. Imam Ali As pada awal perkataannya menjelaskan bahwa tak ada satupun makhluk yang meliputi dzat Tuhan. Secara lahiriah, maksud dari "meletakkan tirai pada mata hati" adalah keterbatasan pengenalan makhluk yang menyebabkan ketidakmampuannya meliputi dzat tak terbatas Tuhan. Imam Ali As dalam kelanjutan tema ini menegaskan bahwa dalam menyifati Tuhan kita harus mencukupkan diri dengan menggunakan sifat-sifat yang telah Dia perkenalkan kepada kita. Tentang hal ini terdapat beberapa riwayat, sebagai contoh kita bisa melihat dalam "Khutbah Asybh" dimana beliau bersabda, "Sesungguhnya berbohong lah mereka yang meletakkan sesuatu setara bagi-Mu, mereka menyerupakan-Mu dengan patung-patung sembahan dan memakaikan pakaian makhluk kepada-Mu dengan khayalannya dan menganggap-Mu sebagaimana benda jasmani yang memiliki organ dan mereka menisbahkan indera-indera makhluk kepada-Mu sesuai dengan pikirannyaq. Dengan demikian, metode pensucian al-Qur'an yang tidak tasybih dan tidak pula ta'thil telah jelas dalam sebagian hadis itu. Mungkin salah satu dalil yang paling tegas untuk klaim ini adalah perkataan Imam 'Ali As yang bersabda, "Akal-akal tidak dapat menjangkau semua sifat-Nya dan tidak pula terhalang memahami sebagian dari sifat-Nya untuk memakrifat-Nya.r. Selain itu, sebuah hadis yang dinukilkan dari Rasulullah Saw dan ahluibaitnya As dalam masalah makrifat Tuhan, dalam hadis itu dijelaskan mengenai makrifat berharga atas sifat-sifat Tuhan dan jelas bahwa makrifat ini bersandar pada realitas bahwa manusia pada batas tertentu mampu mengenali Tuhan melalui pengenalan sifat-sifat-Nya.[www.wisdoms4all.com]s. t. Tentunya, penyimpulan ayat bersandar pada bahwa dhamir pada "bihi" kembali kepada Tuhan, akan tetapi terdapat pula kemungkinan bahwa dhamir di atas kembali pada perbuatan orang-orang yang bersalah.u. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.", (Qs. at-Tauhid [112]: 5)v. Juga rujuk: surah Anbiya (21): 22, Mukminun (23): 91 dan Az-Zukhruf (43): 82.w. Ayat seperti ini terdapat pula pada surah al-An'am (6): 91, Az-Zumar (39): 67.x. Qs. An-Nisa: 82, Muhammad: 24, as-Shad: 29.y. Al-Hawizi, Tafsir Nur ats-Tsaqalain, jilid 3, hal. 394, hadits 117. Riwayat ini melegitamasi bahwa dhamir "bihi" pada ayat "La yuhithuna bihi 'ilman" kembali kepada Tuhan.z. Nahjul Balghah, khutbah 91.aa. Nahjul Balghah, khutbah 49.

ab. Pengenalan Terhadap Eksistensinya di alam raya

Alat untuk Mengenal Tuhana. Akalb. Pengalaman Batinc. Agama (Teks-teks Keagamaan)

2. Buktikan bahwa agama itu fitrah yang melekat pada diri manusia Pengalaman sendiri dan orang lain Dalil-dalil Rasional Kesaksian Sejarah (Para ahli) Dalil-dalil Nash