Agama Islam - Hubungan Kerangka Dasar Ajaran Islam Dengan Ilmu Kalam
-
Upload
a-ganing-permata -
Category
Documents
-
view
48 -
download
6
Transcript of Agama Islam - Hubungan Kerangka Dasar Ajaran Islam Dengan Ilmu Kalam
Anisa Ganing Permata – Ilmu Politik
Hubungan Kerangka Dasar Ajaran Islam dengan Ilmu Kalam
Ilmu Tauhid atau Ilmu Kalam membahas tentang keyakinan terhadap keesaan Allah
SWT. Tauhid itu sendiri berasal dari kata “Wahhada-Yuwahiddu” yang artinya mengesakan.
Bisa juga disebut di sebut Ilmu Ushuluddin karena ilmu tersebut membahas pokok-pokok
agama. Dalam perkembangan nya, Ilmu Kalam merupakan ilmu hasil ijtihad para ahli di
bidang itu, untuk mempertahankan aqidah dan keimanan dengan menggunakan akal dan
fikiran. Karena Ilmu Kalam merupakan hasil pemahaman para ahli, maka mempunyai
kecenderungan yang berbeda-beda sehingga menimbulkan berbagai aliran dan mahzab yang
memperkaya khazanah intelektual Ilsam (Daud Ali, 1988:26).
Agama Islam diturunkan untuk manusia bukan hanya sebagai suatu keyakinan saja,
melainkan juga berupa ajaran yang penuh kandungan ilmu. Al Iji menyebutkan bahwa “ilmu
kalam adalah ilmu yang mampu membuktikan kebenaran akidah agama (islam) dan
menghilangkan kebimbangan dengan mengemukakan hujjah atau argumen”. Ilmu ini
memperkuat akidah-akidah agama islam dengan menggunakan berbagai argumen yang
bersifat rasional. Hal-hal yang di bahas oleh Ilmu Kalam adalah zat Allah. Dan sifat Nya
menurut para mutaqaddimin (orang-orang terdahulu) dan di katakan pula bahwa soal-soal
yang di bahas ilmu kalam adalah soal wujud (Tuhan) sebagaimana Ia ada (mawjud). Aliran-
aliran yang timbul dari Ilmu Kalam ada banyak.
Khawarij, Khawarij itu sendiri adalah keluar –khuruj. Yaitu segolongan
umat Islamyang semula pengikut Ali bin Abi Thalib, kemudian keluar dan memisahkan diri
dari Ali karena tidak setuju kepada sikap Ali terhadap Mu’awiyah dalam menyelesaikan
perselisihan (politik) mereka dengan berunding yang kemudian dilanjutkan dengan arbitrasi
(perwasitan atau tahkim). Istilah Khawarij khusus di tujukan kepada orang yang keluar dari
golongan Ali ibn Abu Thalib r.a.
Murjiah, adalah aliran yang muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau
terlibat dalam upaya kafir mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa besar,
sebagaimana hal itu dilakukan oleh aliran Khawarij. Golongan ini berasal dari kata raja’,
berasal dari kalimat “arja’a-yurji’u” yang artinya mengharap, menyerahkan dan
menangguhkan. Mereka mengharap pengampunan dari Allah atas segala dosa yang di
kerjakan manusia, menangguhkan dan menyerahkan dosa itu pada ketentuan Allah di akhirat.
Syiah, berasal dari kata Syi’ah Ali atau pengikut Ali r.a. Adalah mereka yang yang
mengikuti Ali secara khusus dari sisi kepemimpinan (imamah) maupun kekhalifahan, yang di
kuatkan oleh nash dan wasiat baik yang di sampaikan secara terang-terangan maupun rahasia.
Dalam perkembangan nya aliran ini terpecah menjadi beberapa bagian, seperti syi’ah Itsna-
asyariyah, Ismailiyah atau Sab’iyyah, Zaidiyah, Ja’fariyah dan sebagainya.
Jabariah, berasal dari kata jabar yang artinya terpaksa. Aliran ini berpendapat bahwa
manusia terpaksa atau di paksa melakukan sesuatu yang telah di tentukan Allah, manusia
tidak mempunyai ikhtiar, kemauan dan kekuasaan untuk menentukan pilihan sendiri
mengenai perbuatan nya. Paham ini juga di sebut Fatalism dan Predestination. Pelopor aliran
ini adalah al Ja’ad bin Dirham dan yang mempopulerkan nya adalah Jaham bin Sofyan.
Qadariah, aliran ini berpendapat bahwa manusia mempunyai kemerdekaan dalam
menentukan perjalanan hidupnya. Manusia mempunyai kebebasan dan kemampuan sendiri
untuk mewujudkan perbuatan-perbuatan nya. Nama Qadariah berasal dari perkataan
“Qudrah” atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, faham ini di sebut juga Free Will
dan Free Act, di pelopori oleh Ma’bad al Juhaini dan Ghilan al Dimisyqi.
Mu’tazilah, berasal dari kata “I’tazala” yang artinya memisahkan diri. Aliran ini di
sebut demikian karena pemimpin nya Washil bin Atha memisahkan diri dari gurunya yang
bernama Hasan al-Basri, di sebabkan perbedaan pendapar tentang kedudukan orang yang
berbuat dosa besar. Golongan ini mengajarkan Ilmu Kalam yang bersifat rasional,
menggunakan Filsafat dalam menjelaskan keyakinan agama. Kuatnya kedudukan akal pada
paham ini menyebabkan mereka sangat kritis terhadap Hadis.
Al-Asy’ariyah, di pelopori oleh Abu al Hasan al Asy’ari, cucu dari Abu Musa al
Asy’ari yang menandatangani tahkim antara Ali r.a dan Muawiyah. Aliran ini di sebut Ahl al-
Sunnah wa al-Jam’ah, karena banyak berpegang pada dalil nawli (al-Qur’an dan al-Sunnah)
dan tradisi parasahabat Nabi, aliran ini menggunakan akal fikiran dalam menguraikan ajaran
agama.
Seseorang yang menyelami ilmu ini di sebut ahli kalam atau mutakallim. Seorang
mutakallim adalah seorang ahli debat yang pintar dalam memakai kata-kata. Ilmu ini bersifat
kalami, yaitu menyangkut permasalahan akidah yang mendalam, seperti tauhid, hari akhirat,
hakikat sifat-sifat Tuhan, kadar baik dan buruknya, hakikat kenabian dan penciptaan Al-
Quran.
Sumber :
Menjadi Cendekiawan Muslim “Kuliah Islam di Perguruan Tinggi” oleh DR. KH
Zakky Mubarak, MA, hal : 162, 163, 164, 165, 169
Kisah Hidup Ali Ibn Abu Thalib oleh Dr. Musthafa Murad (Guru Besar Universitas
Al-Azhar, Kairo), hal : 335, 107, 358, dst
Al-Juwaini “Peletak Dasar Teologi Rasional dalam Islam” oleh Tsuroya
Kiswali, hal : 4, 6, 7, dst