Agama dan Filsafat
Click here to load reader
-
Upload
andre-syahidu -
Category
Spiritual
-
view
434 -
download
0
Transcript of Agama dan Filsafat
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Agama dan filsafat memainkan peran yang mendasar dan fundamental dalam sejarah dan
kehidupan manusia. Agama memang tidak mudah untuk di defenisikan karena agama
mengambil bentuk yang bermacam-macam, namun semua orang berkesimpulan bahwa agama
segala yang menunjukkan pada kesucian, rasa suci. Orang-orang yang mengetahui secara
mendalam tentang sejarah agama dan filsafat niscaya memahami secara benar bahwa
pembahasan ini sama sekali tidak membicarakan pertentangan antara keduanya dan juga tidak
seorang pun mengingkari peran sentral keduanya. Sebenarnya yang menjadi tema dan inti
perbedaan pandangan dan terus menyibukkan para pemikir tentangnya sepanjang abad adalah
bentuk hubungan keharmonisan dan kesesuaian dua mainstream disiplin ini. Sebagian pemikir
yang berwawasan dangkal berpandangan bahwa antara agama dan filsafat terdapat perbedaan
yang ekstrim, dan lebih jauh, dipandang bahwa persoalan-persoalan agama agar tidak
"ternodai" dan "tercemari" mesti dipisahkan dari pembahasan dan pengkajian filsafat. Tetapi,
usaha pemisahan ini kelihatannya tidak membuahkan hasil, karena filsafat berhubungan erat
dengan hakikat dan tujuan akhir kehidupan, dengan filsafat manusia dapat mengartikan dan
menghayati nilai-penting kehidupan, kebahagian, dan kesempurnaan hakiki.”
Sebagian pemikir yang berwawasan dangkal berpandangan bahwa antara agama dan
filsafat terdapat perbedaan yang ekstrim, dan lebih jauh, dipandang bahwa persoalan-
persoalan agama agar tidak "ternodai" dan "tercemari" mesti dipisahkan dari pembahasan dan
pengkajian filsafat. Tetapi, usaha pemisahan ini kelihatannya tidak membuahkan hasil, karena
filsafat berhubungan erat dengan hakikat dan tujuan akhir kehidupan, dengan filsafat manusia
dapat mengartikan dan menghayati nilai-penting kehidupan, kebahagian, dan kesempurnaan
hakiki.
Di samping itu, masih banyak tema-tema mendasar berkisar tentang hukum-hukum
eksistensi di alam yang masih membutuhkan pengkajian dan analisa yang mendalam, dan
semua ini yang hanya dapat dilakukan dengan pendekatan filsafat. Jika agama membincangkan
tentang eksistensi-eksistensi di alam dan tujuan akhir perjalanan segala maujud, lantas
bagaimana mungkin agama bertentangan dengan filsafat. Bahkan agama dapat menyodorkan
asumsi-asumsi penting sebagai subyek penelitian dan pengkajian filsafat. Pertimbangan-
pertimbangan filsafat berkaitan dengan keyakinan-keyakinan dan tradisi-tradisi agama hanya
akan sesuai dan sejalan apabila seorang penganut agama senantiasa menuntut dirinya untuk
berusaha memahami dan menghayati secara rasional seluruh ajaran, doktrin, keimanan dan
kepercayaan agamanya.
Dengan demikian, filsafat tidak lagi dipandang sebagai musuh agama dan salah satu faktor
perusak keimanan, bahkan sebagai alat dan perantara yang bermanfaat untuk meluaskan
pengetahuan dan makrifat tentang makna terdalam dan rahasia-rahasia doktrin suci agama,
dengan ini niscaya menambah kualitas pengahayatan dan apresiasi kita terhadap kebenaran
ajaran agama. Walaupun hasil-hasil penelitian rasional filsafat tidak bertolak belakang dengan
agama, tapi selayaknya sebagian penganut agama justru bersikap proaktif dan melakukan
berbagai pengkajian dalam bidang filsafat sehingga landasan keimanan dan keyakinannya
semakin kuat dan terus menyempurna, bahkan karena motivasi keimananlah mendorongnya
melakukan observasi dan pembahasan filosofis yang mendalam terhadap ajaran-ajaran agama
itu sendiri dengan tujuan menyingkap rahasia dan hakikatnya yang terdalam.
1.2.Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud filsafat?
2. Apa pandangan islam mengenai filsafat?
3. Apa pemecahan masalah yang dapat dilakukan melalui filsafat?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat dan Pandangan Islam Mengenai Filsafat
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang
berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta, cinta terhadap ilmu atau hikmah.
Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri,
melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan
menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti
mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan
pengalaman-pengalaman manusia.
Selain itu terdapat pula teori lain yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata Arab
falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani, Philosophia: philos berarti cinta, suka (loving), dan sophia
yang berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi, Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau
cinta kepada kebenaran atau lazimnya disebut Pholosopher yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.
Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-
perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama yang
menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian
fisafat dar segi kebahsan atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan
demikian filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau
kebikasanaan sebagai sasaran utamanya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Filsafat artinya pengetahuan dan penyelidikan
dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya, sedang falsafah
maknanya anggapan, gagasan dan sikap batin yang palidikan yang paling umum yang dimiliki oleh orang
atau masyarakat, pandangan hidup.
Dr. Ahmad Fuad Al ahwani, guru filsafat di Universitas di Cairo, menyatakan dalam kitabnya “
Ma’anil Falsafah’ ( Cairo, 1974 ), bahwa filsafat itu adalah sesuatu yang terletak diantara agama dan ilmu
pengetahuan. Ia menyerupai agama alam atu sisi karena ia mengandung permasalahan-permasalahan
yang tidak dapat diketahui da dipahami sebelum orang memperoleh pengetahuan dan keyakinan disisi
lain karena ia merupakan sesuatau hasil daripada akal pikiran manusia, tidak hanya sekedar
mendasarkan kepada taklid dan wahyu semata-mata. Dimana ilmu merupakan hasil-hasil pengertian
yang terjangkau dan terbatas, agama dan keyakinannya dapat melangkahi/melamaui garis-garis
pengertian yang terbatas itu.
Antara ilmu pengetahuan dan agama inilah yang dimaksu filsafat. Banyak persoalan yang tidak
bisa dijawab dengan ilmu pengetahuan, dapat diterima dan dirasakan oleh manusia. Al Ahwani atas
dasar pendirinya itu memberikan pengertia filsafat dalam tiga kesimplan : filsafat itu adalah peninjauan
yang lengkap dan dalam keelruhan mengenai hidup manusia. Filsafat itu adalah alat untuk menguraikan
kesukaran-kesukaran yang terletak diantara ilmu pengetahuan dan agama. Dan filsafat adalah
penggunaan pikiran yang dapat membawa manusia kepada amal dan kepada suatu tujuan tertentu.
Menenggapi pendapat ini Prof. Dr. H. Abu Bakar Aceh berkecenderungan untuk memilih dan
menetapkan pendapat Al Ahwani tersebut sebagai “ telah mewakili “ pikiran-pikiran ulama Islam
mengenai filsafat. Ita telah mengetahui dari sejarah – demi kian tegas H. Abu Bakar Aceh – bahwa
pujangga-pujangga dan ahli-ahli pikir Yunani serta filosao-filosof berikutnyahanya mencari apakah yang
menjadi pencipta pertama dari alam semesta ini, tetapi sedikit sekaliyang mencari apakah faedahnya
ada pencipta itu dalam hubungannya dengan keidupan manusia sehari-hari. Tuhan yang dicari adalah
Tuhan yang mati, sedang tuhan yang dipertahankan para filosof dan ulama islam adalah Tuhan yang
hidup, Tuhan yang menguasai seluruh alam semesta ini.
Az-Zamahsyari dalam kitab tafsirnya “ Al- Kasysyal “ ( hlaman 174 – 175 ) menenrangkan bahwa
disinalah tempat perselisihan paham pokok antara ahlussunah yang memegang kuat pada Al-Qur’an dan
Hadist, dengan mu’tazillah yang berdasarkan pengrtian tu kepada akal atau kepada filsafat. Menurut
pengarang tafsir ini, ayat-ayat mukhamat ialah ayat-ayat yang ahnaymempunyai satu arti, sedang ayat-
ayat muttasyabihat adalh ayat yang mempunyai arti lebih dari satu, sehingga memungkinkan masuknya
penafsiran dengan akal manusia dan ta’wil atau memutarkan artinya dengan berbagai cara. Ulama salaf
hanya mementingkan ayat-ayat hukum atau mukhamat itu, untuk diamalkan dan tida menganggap
penting ayat-ayat mutasyabihat yang artinya dapat ditafsirkan dengan akal secara aneka ragam. Ibnu
Taimiyah menyatakan bahwa filsafat itu bid’ah dan haram hukumnya.
Sebaliknya banyak ulama islam yang menganggap sangat penting dengan adanya filsafat, karena
dapat membantu dalam menjelaskan isi dalam kandungan Al – Qur’an dengan keterangan keterangan
yang dapat diterima oleh akal manusia terutama bagi mereka yang baru mengenal Islamdan mereka
yang belum kuat imannya. Imam Al Gazali yang semula menentang filsafat, kemudian berbalik untuk
mempelajari dan banyak menggunakanya untuk uraian-uraian mengenai ilmu tasawuf. Ulam – ulam
semaca inimenganggap besar faedah dari mempelajari filsafat dan berpendapat bahwa dalam Al-Qur’an
banyak sekali ayat – ayat yang menyuruh kita untuk berpikir mengenai dirinya dan alam semesta, untuk
meyakini adanya Tuhan sebagai penciptanya “ Tuhan menguraikan himah/filsafat kepada siapa yang
dikehendaki-Nya, dan barang siapa yang telah diberi hikmah /filsafat sama dengan diberkannya
kebijakan yang berlimpah. “
Didalam Al-Qur’an dan Hadist banyak ita dapati firman-firman yang mengutamakan ilmu pengetahuan
dan memberi kedudukan yang tinggi kepada orang – orang alim, ahli penelitian dan ahli pengetahuan.
“ …Allah mengangkat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan diantara kamu akan
beberapa derajat. Dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.“ ( Q.S. Al Mujadalah 11 )
“Dan perumpamaan-perumpamaan Ini kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali
orang-orang yang berilmu” ( Q.S. Al Ankabut 43 )
Tampak jelas dari uraian-uraian diatas bahwa Islam tidak mencegah orang untuk mempelajari
ilmu filsafat, bahkan menganjurkan orang berfilsafat., berpikir menurut logika untuk memperkuat
kebenaran yang dibawa oleh Al Qur’an dengan dalil akal dan pembawaan rasional. Aspek pemikiran
dalam Islam terutanma masalah keimanan, aqidah, ketuhanan, menunjukan pembahasan yang cukup
lama telah dimulai semasa nabi masih hidup, yang kemudian menjadi sebab pokok dari ilmu-ilmu yang
berbeda-beda, sebagaimana kalam ( dogmatic – scholastic ), dan tasawuf ( mystico-spirituaistic ).
Diskusi dan polemic keagamaan anatra ulama Islam dengan tokoh agama non muslim, telah
memperkenalkan elemen-elemen asing dari filsafat Yunani, India dan sebagainya. Tersebab itu
bermunculanlah tokoh-tokoh dikalangan Islam, dengan nama-nama besar sepeti Al Khindi, Al Farabi,
Ibnu Sina, Ibnu Rusyd dll. Banyaknya terjemahan buku-buku asing terutama buku-buku filsafat Yunani
lebuh banyak menguak bukti pentingnya filsafat dalam kancah keilmuan Islam.
Akan halnya Falsafat yang juga dianggap dapat membawa kepada kebenaran, maka islam mengakui
bahwa selain kebenaran Hakiki, masih ada lagi kebenaran yang tidak bersifat absolute, yaitu kebenaran
yang dicapai sebagai hasil usaha akal budi manusia. Akal adalah anugrah dari Allah SWT kepada
manusia. Maka sewajarnya kalau akal mampu pula mencapai kebenaran, kendatipun kebenaran yang
dicapainya itu hanyalah dalam taraf yang relatif. Oleh sebab itu kalau kebenaran yang relative itu tidak
bertentangan dengan ajaran islam ( Al-Qur’an dan Hadist ) maka kebenaran itu dapat saja digunakan
dalam kehidupan ini.
Kebenaran filasafat dianggap kebenaran spekulatif karena ia berbicara tentang hal-hal yang
abstrak yang tidak dapat dieksperimen, tidak dapat diuj atau diriset.
Mengenai pandangan islam tentang filsafat , filsafat cukup mendapat tempat penting dalam Islam
dengan beberapa kenyataan :
1. Dalam sejarah Islam pernah muncul filosof-filosof muslim yang terkenal seperti Al Faraby, Ibnu
Sina, Ibnu Rusyd dan lain-lain. Bahkan mereka ini dianggap sebagai mata rantai yang
menghubungkan kembali filsafat Yunani yang pernah menghilang di barat dan berkat jasa-jasa
kaum muslimin maka filsafat tersebut dapat dikenal kembali oleh orang-orang Barat.
2. Terdapatnya sejumlah ayat-ayat Al-Qur’an yang mendorong pemikiran-pemikiran filosofis.
3. Meskipun Islam member tempat yang layak bagi hidup dan perkembangan filsafat, namun Islam
menilai bahwa falsafat tu hanyalah merupakan alat belaka dan bukan tujuan. Falsafat dapat
digunakan untuk memperkokoh kedudukan Islam, umpamanya dapat dijadikan sebagai jalan
untuk memperkuat bukti eksistensi Allah SWT.
4. Diakui pula bahwa kebenaran filsafat bersifat nisbi dan spekulatif. Nisbi artinya relative dan tidak
mutlak kebenaranya. Spekulatif artinya kebenaranya bersifat spekulasi dan tidak dapat
dibuktikan secara empiris.
5. Jadi tidak perlu melihat filsafat sebagai momok yang menakutkan tetapi ia harus dipelajari
dengan baik. Dengan demikian kita dapat menggunakan hal – hal yang positif didalamnya dan
membuang hal-hal yang tidak menguntungkan bagi Islam.
B. Pemecahan Masalah Melalui Filsafat
Keyakinan kepada adanya Tuhan harus didasarkan atas kesadaran akal, bukan sekedar
kesadaran yang bersifat tradisional yakni melestarikan warisan nenek moyang betapapun corak dan
konsepnya (Ahmad Azhar Basyir, 1993:13) Akal adalah potensi (luar biasa) yang dianugrahkan Allah
kepada manusia, karena dengan akalnya manusia memperoleh pengetahuan tentang berbagai hal.
Dengan akalnya manusia dapat membedakan mana yang benar mana yang salah, mana yang baik mana
yang buruk, mana yang menyelamatkan mana yang menyesatkan, mengetahui rahasia hidup dan
kehidupan dan seterusnya. Oleh karena itu adalah pada tempatnya kalau agama dan ajaran Islam
sebaik-baiknya dan seluas-luasnya.
Sanga banyak ayat Al-Qur‟an yang memerintahkan manusia menggunakan akalnya untuk
berfikir. Memikirkan alam semesta, memikirkan diri sendiri, memikirkan pranata atau lembaga-lembaga
sosial, dan sebagainya, dengan tujuan agar perjalanan hidup di dunia dapat ditempuh setepat-tepatnya
sesuai dengan kedudukan manusia sebagai mahluk ciptaan Allah yang akan kembali kepada-Nya serta
memetik hasil tanaman amal perbuatannya sendiri di dunia baik sebagai abdi maupun sebagai khalifah-
nya di bumi. Beberapa contoh ayat Al-Qur‟an yang memerintahkan manusia berfikir tentang alam, diri
sendiri, umat terdahulu dan pranata (lembaga) sosial, dikemukakan berikut ini. Artinya :“Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang berakal” (Q.S. Ali-Imran : 190).
Akal yang diberi tempat demikian tinggi di dalam agama Islam, mendorong kaum muslimin
mempergunakannya untuk memahami ajaran-ajaran Islam dengan penalaran rasional, sejauh ajaran itu
menjadi wewenang akal untuk memikirkannya. Oleh karena itu sesungguhnya, pada hakikatnya umat
Islam telah berfilsafat sejak mereka menggunakan penalaran rasional dalam memahami agama dan
ajaran Islam. Penalaran rasional dalam memahami ajaran Islam adalah mempergunakan akal pikiran
(ra‟yu) untuk berijjtihad sebagaimana disebutkan dalam hadits tentang Mu‟az bin Jabal, (Ahmad Azhar
Basyit, 1993 : 18-19). Sebagai ilmu dan bidang studi, filsafat Islam muncul bersamaan dengan munculnya
filsuf yang muncul pertama, Al-Kindi pada pertengahan abad IX M. atau bagian pertama abad III H,
setelah berlangsung gerakan penterjemahan buku ilmu dan filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab lebih
dari setengah abad di bagdad. Oleh karena dapat dipahami kalau ada ulama yang menganggap filsafat
hanyalah hasil pemikiran berdasarkan akal manusia semata, seperti filsafat Yunani yang
diterjemahkan itu. Anggapan demikian tidak benar, sebab para filsuf muslim yang sama seperti para
ulama lainnya juga, mendasarkan pemikirannya pada Al-Qur‟an dan Al-Hadits dan memandang Al-
Qur‟an dan Al-Hadits di atas segala kebenaran yang didasarkan pada akal manusia semata. Mereka
tertarik kepada filsafat karena berpikir atau berfilsafat merupakan tuntutan agama dalam rangka
mencari kebenaran dan mengamalkan kebenaran itu. Yang mereka pergunakan sebagai saringan (filter)
adalah ajaran Al-Qur‟an dan Al-Hadits. Dengan mempergunakan Al-Qur‟an dan Al-Hadits sebagai dasar
dan bingkai pemikiran dapatlah disebut bahwa hasil pemikiran mereka adalah filsafat Islam atau filsafat
dalam Islam (Ensiklopedia Islam Indonesia, 192 : 232).
Filsafat Islam juga membicarakan masalah-masalah besar filsafat, seperti soal wujud, soal esa
dan berbilang, yang banyak dari yang Maha Satu (di bawah), teori mengenal kebahagiaan dan
keutamaan, hubungan manusia dengan Tuhan dan sebaliknya. Selain itu filsafat Islam mencakup juga
tentang kedokteran, hukum, ekonomi dan sebagainya. Juga memasuki lapangan ilmu-ilmu ke-Islaman
lain seperti ilmu kalam, ilmu fikih serta ilmu tasawuf (juga ilmu akhlak) terdapat uraian yang logis dan
sistematis yang mengandung pemikiran-pemikiran filosofos (kefilsafatan). Banyak persoalan-persoalan
yang dibahas dalam filsafat Islam. Di antaranya yang penting dalam kajian ini adalah persoalan
(hubungan) akal dan wahyu atau hubungan filsafat dengan agama, soal timbulnya yang banyak dariyang
maha satu yaitu kejadian alam, soal ruh, soal kelanjutan hidup setelah ruh berpisah dengan badan atau
mati (Ensiklopedia Islam jilid II, 1993 : 16-17).
BAB III
PENUTUP
2.1.Kesimpulan
Filsafat dan agama mempunyai hubungan yang terkait dan reflesif dengan manusia
artinya keduanya tidak ada alat penggerak dan tenaga utama di dalam diri manusia, yang
dikatakan alat dan penggerak tenaga utama pada diri manusia adalah akal, pikiran, rasa, dan
kenyakinan. Dengan alat ini manusia akan mencapai kebahagiaan bagi dirinya. Agama dapat
menjadi petunjuk, pegangan serta pedoman hidup bagi manusia dalam menempuh hidupnya
dengan harapan penuh keamanan, kedamaian, dan kesejahteraan. Manakala manusia
menghadapi masalah yang rumit dan berat, maka timbullah kesadaranyna, bahwa manusia
merupakan makhluk yang tidak berdaya untuk mengatasinya dan timbulnya kepercayaan dan
keyakinan.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://stiebanten.blogspot.com
2. http://niamspot.blogspot.com
3. http://free-makalah.blogspot.com
4. http://id.wikipedia.org