Agama Bedah Mayat

download Agama Bedah Mayat

of 8

description

bedah mayat menurut agama islam

Transcript of Agama Bedah Mayat

MAKALAH AGAMA ISLAM

BEDAH MAYAT (AUTOPSI)

DALAM PANDANGAN ISLAM

Di susun oleh :

Kelompok 2

Etania

()

Rezky Puspita

()

Tri tanti

()

Lucy seprina

()

Hesti Indah

()

Ivo sumardi

()

Suci Haritama

()

Fajriman

()

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BAITURRAHMA

2012

BEDAH MAYAT (AUTOPSI) DALAM PANDANGAN ISLAM

A. Pengertian Bedah MayatSecara etimologi bedah mayat adalah pengobatan dengan jalan memotong bagian tubuh seseorang. Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah Al-Jirahah yang berarti melukai, mengiris, atau operasi pembedahan. Sedangkan secara terminologi bedah mayat adalah suatu penyelidikan atau pemeriksaan tubuh mayat, termasuk alat-alat organ tubuh dan susunannya pada bagian dalam.Bedah mayat adalah suatu upaya tim dokter ahli untuk membedah mayat, karena ada suatu maksud atau kepentingan tertentu. Jadi, bedah mayat tidak boleh dilakukan oleh sembarangan orang, walaupun hanya sekedar mengambil barang dari tubuh (perut) mayat itu. Sebab, manusia harus dihargai kendatipun ia sudah menjadi mayat. Apalagi yang ada hubungannya dengan ilmu pengetahuan dan penegakan hukumB. Pembagian Bedah MayatDitinjau dari aspek dan tujuannya bedah mayat dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu :

a. Bedah Mayat Pendidikan

Ialah pembedahan mayat dengan tujuan menerapkan teori yang diperoleh oleh mahasiswa kedokteran atau peserta didik kesehatan lainnya sebagai bahan praktikum tentang ilmu viral tubuh manusia (anatomi).

Praktek yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran untuk mengetahui seluk-beluk organ tubuh manusia. Agar bisa mendeteksi organ tubuh yang tidak normal dan terserang penyakit untuk mengobatinya sedini mungkin atau tujuan lainnya seperti untuk mengetahui penyebab kematiannya seiring maraknya dunia kriminal saat ini, dengan membedah jasad manusia.

Dari hal di atas maka timbullah pertanyaan besar Apakah hal ini dibolehkan secara Syari atau tidak, bila yang dibedah adalah mayat muslim karena praktek seperti ini hampir dilakukan di semua Fakultas Kedokteran.

Otopsi jenazah muslim untuk belajar ilmu kedokteran, Islam sebagai agama yang telah disempurnakan oleh Allah SWT telah menetapkan beberapa kaidah untuk menjawab permasalahan yang belum terjadi pada masa Rasulullah SAW diantara kaidah tersebut adalah Apabila berbenturan dua kemashlahatan maka yang dilakukan yang paling banyak mashlahatnya, juga apabila berbenturan dua mufsadat maka dilakukan yang paling ringan mufsadatnya.

Tema penggunaan jenazah sebagai objek penelitian termasuk kasus baru yang jawabannya tidak dipandu langsung oleh Al-Quran dan hadits (nash). Padanan eksplisit dalam nash pun tidak dijumpai. Sehingga tidak bisa dipakai metode Qiyas (analogi). Kasus demikian, dalam kajian Fiqih, dicari solusinya dengan metode tarkhrij. Yakni, dicari analogi pada norma hukum yang dihasilkan lewat ijtihad karena tidak dipaparkan langsung oleh nash.

b. Bedah Mayat Keilmuan

Ialah pembedahan yang dilakukan terhadap mayat yang meninggal di rumah sakit, setelah mendapat perawatan yang cukup dari para dokter. Bedah mayat ini biasanya dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui secara umum atau secara mendalam sifat perubahan suatu penyakit setelah dilakukan pengobatan secara intensif terlebih dahulu semasa hidupnya dan untuk mengetahui secara pasti jenis penyakit mayat yang tidak diketahui secara sempurna selama dia sakit.

Dengan melakukan otopsi ini seorang dokter dapat mengetahui penyakit yang menyebabkan kematian jenazah tersebut, sehingga kalau memang itu suatu wabah dan di khawatirkan akan menyebar bisa segera diambil tindakan preventif, demi kemashlahatan.

c. Bedah Mayat Kehakiman

Yaitu bedah mayat yang bertujuan mencari kebenaran hukum dari suatu peristiwa yang terjadi, seperti dugaan pembunuhan, bunuh diri atau kecelakaan.

Bedah mayat semacam ini biasanya dilakukan atas permintaan pihak kepolisian atau kehakiman untuk memastikan sebab kematian seseorang. Misalnya, karena tindak pidana kriminal atau kematian alamiah melalui visum dokter kehakiman (visum et repertum) biasanya akan diperoleh penyebab sebenarnya, dan hasil visum ini akan mempengaruhi keputusan hakim dalam menentukan hukuman yang akan dijatuhkan.

Jika sebelum divisum telah diketahui pelakunya, maka visum ini berfungsi sebagai penguat atas dugaan yang terjadi. Akan tetapi jika tidak diketahui secara pasti pelakunya dan jika bukan karena kematian secara alamiah maka bedah mayat ini merupakan alat bukti bahwa kematiannya bukan secara alamiah dengan dugaan pelakunya orang-orang tertentu.

Seorang hakim wajib memutuskan suatu perkara hukum secara benar dan adil diperlukan bukti-bukti yang sah dan akurat. Autopsi Forensik merupakan salah satu cara atau media untuk menemukan bukti.

C. Tujuan Bedah Mayat

Di antara tujuan yang terpenting bedah mayat adalah:

1) Untuk menyelamatkan janin yang masih hidup dalam rahim mayat.

Pada prinsipnya ajaran Islam memberikan tuntutan pada umatnya, agar selalu berijtihad dalam hal-hal yang tidak ada ditemukan dan sebagai landasannya adalah firman Allah:Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (QS. Al-Hajj : 78).

2) Untuk mengeluarkan benda yang berharga dari tubuh mayat

3) Untuk kepentingan penegakan hukum

Untuk menegakkan hukum yang adil menurut Islam, tertentu diserahkan kepada ahlinya, agar para ahli itu dapat menerapkannya dengan cara yang adil dan benar, sebagai firman Allah:Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. (QS. An-Nisa : 58).

Penghormatan terhadap si mayat memang perlu dijaga, tetapi penegakan hukum lebih penting lagi, karena menyangkut dengan nasib seseorang yang akan dijatuhi hukuman, berat atau ringan.

4) Untuk kepentingan penelitian ilmu kedokteran

Salah satu cabang ilmu pengetahuan yang ada relevansinya dengan pembedahan mayat, yaitu ilmu anatomi, yang dasar-dasarnya sudah disebutkan dalam al-Quran sejak empat belas abad yang lalu. Konsep inilah sebenarnya dikembangkan oleh sarjana muslim pada abad pertengahan dan kemudian dipelajari oleh bangsa Barat lewat penelitian ilmiah. Konsep tersebut berbunyi:..Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan.... (QS. Az-Zumar : 6).

Adapun tiga kegelapan yang dimaksud ayat tersebut di atas adalah: kegelapan dalam perut, kegelapan dalam rahim dan kegelapan dalam selaput yang menutup anak dalam rahim. D. Hukum Bedah MayatDalam Al-Quran tidak ditemukan ayat yang mengandung secara pasti tentang bedah mayat akan tetapi, terdapat beberapa ayat Al-Quran yang dapat dijadikan isyarat mengenai landasan praktek bedah mayat ini. Seperti janji Allah SWT yang akan memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya. Diangkasa mar (ufuk) dan yang ada didalam diri manusia itu sendiri. Seperti dijelaskan dalam Surat Funssilat Ayat 53 yang berbunyi :

Artinya : Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami disegenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Quran itu benar. Tidak cukupkah (bagi kamu) bahwa tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?

Pengertian dalam diri manusia ini menurut para mufasir, berarti didalam tubuh manusia ada nilai ilmu pengetahuan dan kebenaran untuk diteliti.

Dan dalam Surat Al-anbiya Ayat 35 yang berbunyi :

Artinya : Setiap yang bernyawa itu akan mengalami mati, Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.

Dalam ayat tersebut diterangkan bahwa Allah SWT menyatakan bahwa setiap yang bernyawa akan mengalami kematian, dengan kematian itu akan diuji unsur kejahatan dan kebaikan dan ayat ini sangat berkaitan dengan pernyataan Allah SWT bahwa manusia adalah makhluk mulia. Yakni dalam Surat Al-Isra Ayat 70 yang berbunyi :

Artinya : Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut dan Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka diatas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.

Untuk menyingkap kebenaran atau ketidakbenaran dalam diri manusia di dunia, diperlukan berbagai bidang ilmu pengetahuan. Sebab kemampuan yang dimiliki manusia terbatas. Dan semua cabang ilmu pengetahuan itu tidak mungkin dimiliki oleh satu orang saja. Oleh karenanya diperlukan orang yang ahli dibidang tertentu untuk menjawab persoalan yang muncul jika kita tidak mengetahuinya.

Seperti : orang yang sakit perlu bertanya kepada dokter tentang penyakitnya agar bisa diobati.

Hukum bedah mayat dengan tujuan anatomis dan klinis dapat berpedoman kepada hadits Rasulullah SAW yang menganjurkan untuk berobat, karena setiap penyakit ada obatnya. (H.R. Abu Daud dari Abu Darda).

Hadits ini juga mengandung anjuran untuk mengembangkan ilmu kesehatan, seperti bedah mayat untuk mengantisipasi penyakit yang belum ditemukan obatnya pada saat itu.Sedangkan bedah mayat dengan tujuan forensik merupakan salah satu upaya menetapkan hukum secara adil adalah wajib hukumnya. Ini berdasarkan Firman Allah SWT Surat An-Nisa Ayat 58 yang berbunyi :

Artinya : Sungguh Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh : Allah sebaik-baiknya yang memberi pengajaran kepadamu, sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.

Jadi pembedahan mayat dengan tujuan sebagai alat bukti dalam tindak pidana dapat dibenarkan. Sebab alat bukti merupakan salah satu unsur dalam proses perkara di pengadilan.

E. Pandangan Ulama Tentang Bedah Mayat (Autopsi)Secara garis besar, dalam hal ini ada dua pendapat :

1. Pendapat pertama menyatakan semua jenis autopsi hukumnya haram

Alasannya hadits berikut, Dari Aisyah r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya mematahkan tulang mayat itu sama (dosanya) dengan mematahkannya pada waktu hidupnya. (HR Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah)

2. Pendapat kedua menyatakan autopsi itu hukumnya mubah (boleh)

Alasannya, tujuan autopsi anatomis dan klinis sejalan dengan prisip-prinsip yang ditetapkan Rasulullah SAW. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa seorang Arab Badui mendatangi Rasulullah SAW seraya bertanya, Apakah kita harus berobat? Rasulullah SAW menjawab, Ya, hamba Allah. Berobatlah kamu, sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit melainkan juga (menentukan) obatnya, kecuali untuk satu penyakit, yaitu penyakit tua. (HR Abu Daud, Tirmidzi, dan Ahmad).

Rasulullah SAW memerintahkan berobat dari segala penyakit, berarti secara implisit (tersirat) kita diperintahkan melakukan penelitian untuk menentukan jenis-jenis penyakit dan cara pengobatannya.

Autopsi anatomis dan klinis merupakan salah satu media atau perangkat penelitian untuk mengembangkan keahlian dalam bidang pengobatan. Tujuan autopsi forensik sejalan dengan prinsip Islam untuk menegakkan kebenaran dan keadilan dalam penetapan hukum.

Dalam literatur fikih kontemporer, ada dua model pendapat. Pertama, pandangan mufti Mesir, Yusuf Ad-Dajwi, yang berkesimpulan bahwa praktek demikian itu boleh (jawaz). Kedua, pendapat mufti Mesir yang lain, Muhammad Bukhet al-Mithi, bahwa bedah jenazah hanya boleh untuk dua keperluan; mengambil harta orang, misalnya pertama, yang tersimpan di perut jenazah, dan menyelamatkan janin di perut ibunya yang meninggal. Bila untuk penelitian, katanya, tidak boleh (la yajuuz).

Pandangan keduanya merupakan hasil rakhrij atas kajian pada ulama klasik. Berupa bahasan tentang hukum bedah mayat pada dua kasus: mengambil harta dalam perut jenazah, ahli fikih mazhab Hanafi berpendapat boleh bila almarhum atau almahumah tidak meninggalkan harta yang dapat dijadikan ganti. Sebab hak manusia harus didahulukan di atas hak Allah. Dalam mazhab Syafii, menurut pendapat yang masyhur, hal itu dapat dilakukan secara mutlak. Begitu pula pendapat Imam Sahnun al-Maliki. Sedangkan Ahmad bin Hanbal tidak membenarkan. Dalam kasus mengambil janin, ahli fikih mazhab Hanafi dan Syafii berpendapat mubah. Sedangkan mazhab Maliki dan Hambali melarang.

Perbedaan itu berpangkal pada perbedaan memahami hadist Nabi kepada penggali kubur agar tidak merusak tulang-belulang yang didapatkan dari kuburan. Engkau jangan merusak tulang itu, karena merusak tulang seseorang yang telah meninggal sama dengan merusak tulang seseorang yang masih hidup, sabda Nabi, diriwayatkan Malik, Ibnu Majah, dan Abu Daud dengan sanad yang sahih.

Pendapat yang melarang operasi perut jenazah berasal dari pemahaman hadits itu secara mutlak, dalam kondisi apapun. Sedangkan alasan pendapat yang membolehkan adalah darurat, seperti menyelamatkan janin dan mengambil harta.

Syekh Abdul Majid Sulem, mufti Mesir yang lain, dalam al-Fatawa al-Islamiyah, berkomentar terhadap hadits tadi. Menurutnya, hadits itu berlaku bila tidak ada kemashlahatan lebih krusial (mashlahah rajihah). Bila ada kemashlahatan lebih krusial yang wajib dikuburkan. Pandangan MUI, 20 tahun silam, itu sejalan dengan fatwa Yusuf Ad-Dajwi.

Komisi Fatwa MUI, membuat keputusan dengan beberapa klausul :

Pertama, hukum asal pengawetan jenazah adalah haram. Sebab jenazah manusia itu terhormat, sekalipun sudah meninggal. Orang yang hidup wajib memenuhi hak-hak jenazah. Salah satunya, menyelenggarakan jenazah dikuburkan.

Kedua, pengawetan jenazah untuk penelitian dibolehkan, tapi terbatas (muqoyyad). Dengan ketentuan, penelitian itu bermanfaat untuk pengembangan keilmuan dan mendatangkan mashlahat lebih besar; memberikan perlindungan jiwa. Bukan untuk praktek semata.

Ketiga, sebelum pengawetan, hak-hak jenazah muslim harus dipenuhi. Misalnya dimandikan, dikafani, dan disalati. Pengawetan janazah untuk penelitian harus dilakukan dalam batas proporsional, hanya untuk penelitian. Jika penelitian telah selesai, jenazah harus segera dikuburkan sesuai dengan ketentuan syariat Islam.

Keempat, negara diminta membuat regulasi yang mengatur ketentuan dan mekanismenya.

Kaidah dalam agama Islam, ulas Masdar F Masudi dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), segala sesuatu pada dasarnya diperbolehkan sampai ada dalil yang menyatakan terlarang.

Organ tubuh dalam hukum Islam menyangkut manusia hidup karena terkait dengan jiwa. Sejauh ini belum ada aturan tentang donasi tubuh manusia setelah meninggal, karena itu boleh dilakukan. Apalagi tujuan donasi adalah untuk menyelamatakan jiwa manusia. Hal ini dihargai dan dinilai sebagai amal jariah.

Izin penggunaan mayat bisa diberikan oleh pemilik saat masih hidup atau izin keluarga jika telah meninggal. Untuk mayat yang tak teridentifikasi, izin diberikan oleh pemerintah.

Hal senada dikemukakan Prof. Dr. Komaruddin Hidayat dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Menurutnya, sesungguhnya tidak perlu ada kekhawatiran jika mendonorkan tubuh maka tubuh menjadi tidak lengkap saat menghadap Tuhan.

Saat seseorang meninggal dunia, jiwanya meninggalkan tubuh untuk menghadap Tuhan, sedang tubuh hancur bersama tanah. Jika disumbangkan untuk riset dan pendidikan yang bermanfaat bagi kemanusiaan, si pemilik akan mendapat pahala, ujarnya.

Menurut Sekretaris Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia dr. Agus Purwadianto, SpF, SH, Msi, Indonesia telah memiliki peraturan dan fatwa mengenai bedah mayat, antara lain Fatwa Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara Kementerian Kesehatan No 4/1955, yang menyatakan bedah mayat hukumnya mubah (tidak diharamkan dan tidak dihalalkan).

Dalam Fatwa No 5/1957 dijelaskan tata cara penggunaan mayat untuk kepentingan pendidikan. Selain itu, ada Peraturan Pemerintah No 18/1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia (ATK).

Majma Fiqih Islami, sebuah institusi para ulama dunia yang berada dibawah bendera Rabithah alam islami dalam sidang di MEKAH tanggal 17 oktober 1987 telah mengeluarkan ketetapan tentang otopsi :

1. Dibolehkan melakukan otopsi terhadap mayat selama bertujuan :

Kepastian tuduhan yang bersifat kriminal untuk mengetahui penyebab kematian seseorang

Kepastian tentang penyebab suatu penyakit yang hanya bida dibuktikan lewat otopsi.

Untuk pengajaran kedokteran dan pembelajarannya

2. Bila otopsi bnertujuan untuk pembelajaran :

Bila jasad itu milik orang yang diketahui identitasnya, maka dibutuhkan izinnya sebelum meninggal atau izin dari keluarga ahli warisnya

Wajib melakukan otopsi dlam kadar yang minimal atas tidak merusak jasad mayat.

Mayat wanita tidak boleh diotopsi kecuali hanya oleh dokter wanita juga, kecuali bila tidak ada sama sekali dokter wanita

3. Wajib dalam segala keadaan untuk menguburkan kembali semua jasad mayat yang telah di otopsi.