after care patient appendisitis

45
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN’ JAKARTA AFTER CARE PATIENT APPENDISITIS Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa Diajukan Kepada : Pembimbing : dr. Hery Unggul Wicaksono Sp.B. Disusun Oleh : Firdha Aulia Nisa 13202211127 Kepaniteraan Klinik Departemen Bedah FAKULTAS KEDOKTERAN – UPN “VETERAN” JAKARTA Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa 1

description

after care patient appendisitis

Transcript of after care patient appendisitis

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN’

JAKARTA

AFTER CARE PATIENT

APPENDISITIS

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

di Bagian Bedah

Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Diajukan Kepada :

Pembimbing : dr. Hery Unggul Wicaksono Sp.B.

Disusun Oleh :

Firdha Aulia Nisa 13202211127

Kepaniteraan Klinik Departemen BedahFAKULTAS KEDOKTERAN – UPN “VETERAN” JAKARTA

Rumah Sakit Umum Daerah AmbarawaPeriode 20 Oktober – 27 Desember 2014

1

LEMBAR PENGESAHAN KEPANITERAAN BEDAH

After Care Patient dengan judul :

Apendisitis

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Departemen

Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Disusun Oleh :

Firdha Aulia Nisa 1320221127

Telah disetujui oleh Pembimbing :

Nama Pembimbing Tanda Tangan Tanggal

dr. Herry UnggulWicaksono, Sp.B. ………………… ……………

Mengesahkan :

Koordinator Kepaniteraan Bedah

dr. Herry UnggulWicaksono, Sp.B.

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa kareana atas

berkatdanrahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas After Care Patient dengan

judul appendisitis. After care patient ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat ujian

Kepaniteraan Klinik Bagian Bedah.

Penyusunan tugas laporan kasus ini terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak

yang turut membantu terselesaikannya tugas laporan kasus ini. Untuk itu, dalam

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

dr. Hery Unggul, Sp.B atas bimbingannya selama ini dan juga tidak lupa kepada teman-

teman seperjuangan di kepaniteraan klinik bedah atas kerjasamanya selama penyusunan

laporan kasus ini.

Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri, pembaca,

maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.

Ambarawa,Desember2014

Penulis

3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (4

inci), lebar 0,3 - 0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat dibawah katup

ileosekal. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu : taenia anterior, medial dan posterior.

Secara klinis, apendiks terletak pada daerah Mc.Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis

yang menghubungkan spina iliaka anterior superior kanan dengan pusat. Lumennya

sempit dibagian proksimal dan melebar dibagian distal.

Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada

pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Persarafan parasimpatis pada apendiks

berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesentrika superior dan

arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X.

Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus.

Apendisitis adalah radang pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut adalah

etiologi tersering inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga abdomen serta

merupakan sebuah kegawatdaruratan abdomen (Smeltzer, 2001).

Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi

lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun. Apendisitis adalah

kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh

tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran

umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi

dikarenakan oleh peritonitis dan syok ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.

4

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa anatomi dan fisiologi appendiks ?

2. Apa saja etiologi appendicitis akut ?

3. Apa saja definisi dan klasifikasi appendiksitis ?

4. Bagaimana patofisiologi ?

5. Bagaimana gambaran klinis apendiksitis ?

6. Bagaimana menegakkan diagnosis apendiksitis ?

7. Bagaimana penatalaksanaan appendikisitis ?

8. Apa saja komplikasi apendiksitis ?

1.3 Tujuan

Mengetahui definisi, etiologi, klasifikasi, gambaran klinis, patomekanisme,

diagnosis, penatalaksanaan, prognosis, dan komplikasi dari appendiksitis akut.

1.4 Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Laporan kasus ini dapat dijadikan sebagai sumber bacaan dan pelengkap

referensi mengenai fraktur apendiksitis.

2. Manfaat Praktis

a. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah dibidang kedokteran.

b. Memenuhi salah satu persyaratan mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik di

Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran” Jakarta.

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Apendiks

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (4

inci), lebar 0,3 - 0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat dibawah katup

ileosekal. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu : taenia anterior, medial dan posterior.

Secara klinis, apendiks terletak pada daerah Mc.Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis

yang menghubungkan spina iliaka anterior superior kanan dengan pusat. Lumennya

sempit dibagian proksimal dan melebar dibagian distal.

Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada

pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Persarafan parasimpatis pada apendiks

berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesentrika superior dan

arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X.

Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus.

Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar

submukosa dan mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya berjalan

pembuluh darah dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh lamina

serosa yang berjalan pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam mesoapendiks.

Bila letak apendiks retrosekal, maka tidak tertutup oleh peritoneum viserale.

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm

(kisaran 3-15), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan

melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut,

6

Gambar 1. Anatomi Appendix

lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin

menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia itu.

Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri

tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi,

apendiks akan mengalami gangrene). Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari.

Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke

sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada

pathogenesis apendisitis.

Imunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (gut associated

lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah

IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun

demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena

jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di

saluran cerna dan di seluruh tubuh.

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti

a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal

7

dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar

umbilicus.

B. Definisi dan Klasifikasi Apendisitis

Apendisitis adalah radang pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut

adalah etiologi tersering inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga abdomen

serta merupakan sebuah kegawatdaruratan abdomen (Smeltzer, 2001).

Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi

lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun. Apendisitis adalah

kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh

tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran

umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi

dikarenakan oleh peritonitis dan syok ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.

Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis

kronik.

1. Apendisitis akut.

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang

mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak

disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut talah nyeri samar-

samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium. disekitar

umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu

makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney.

Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan

nyeri somatik setempat

2. Apendisitis kronik.

8

Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya :

riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks

secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik

adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen

apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa , dan adanya sel

inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.

C. Etiologi

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai

faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan

sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor

apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang

diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit

seperti E. histolytica.

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan

rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan

menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional

apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini

akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.

D. Patofisiologi

Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang

disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan

9

pengamatan epidemiologi bahwa apendisitis berhubungan dengan asupan serat dalam

makanan yang rendah.

Pada stadium awal dari apendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa.

Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan lapisan muskular dan

serosa (peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada permukaan serosa

dan berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang bersebelahan, seperti usus atau

dinding abdomen, menyebabkan peritonitis lokal.

Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam

lumen, yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai apendiks

menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi nekrosis atau

gangren. Perforasi akan segera terjadi dan menyebar ke rongga peritoneal. Jika

perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum, abses lokal akan terjadi.

E. Gambaran Klinis

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang

mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak

disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar

dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus.

Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan

menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc.

Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga

merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi

terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan

itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi.

10

Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung

oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak tanda

rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul

pada saat berjalan karena kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.

Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan

gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltis meningkat,

pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi

menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing karena

rangsangan dindingnya.

F. Diagnosis

Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini

terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh

saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau

rangsangan viseral akibat aktivasi n.vagus. Obstipasi karena penderita takut untuk

mengejan. Panas akibat infeksi akut jika timbul komplikasi. Gejala lain adalah

demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5-38,5 C. Tetapi jika suhu lebih tinggi,

diduga sudah terjadi perforasi.

Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi, penderita berjalan membungkuk

sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi perforasi, dan

penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat pada apendikuler abses.

Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi

dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari

tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah.

11

Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan

bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.

Nyeri lepas timbul karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness

(nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan

secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan dan

dalam di titik Mc. Burney. Defans muskuler karena rangsangan m. Rektus

abdominis. Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang

menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.

Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah apabila

dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh

adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang

berlawanan. Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh

peradangan yang terjadi pada apendiks.

Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut

difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut

menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah hipogastrium.

Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Auskultasi akan terdapat peristaltik

normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat

apendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan

diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar

bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat

nyeri pada jam 9-12 .

Selain itu, untuk mendiagnosis apendisitis juga dapat digunakan skor Alvarado,

yaitu:

12

G. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium darah, biasanya didapati peningkatan jumlah

leukosit (sel darah putih). Urinalisa diperlukan untuk menyingkirkan penyakit

lainnya berupa peradangan saluran kemih. Pada pasien wanita, pemeriksaan dokter

kebidanan dan kandungan diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis kelainan

peradangan saluran telur/kista indung telur kanan atau KET (kehamilan diluar

kandungan).

Pemeriksaan radiologi berupa foto barium usus buntu (Appendicogram)

dapat membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (skibala) didalam

lumen usus buntu. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi) dan CT scan bisa membantu

dakam menegakkan adanya peradangan akut usus buntu atau penyakit lainnya di

daerah rongga panggul.

Namun dari semua pemeriksaan pembantu ini, yang menentukan diagnosis

apendisitis akut adalah pemeriksaan secara klinis. Pemeriksaan CT scan hanya

13

dipakai bila didapat keraguan dalam menegakkan diagnosis. Pada anak-anak dan

orang tua penegakan diagnosis apendisitis lebih sulit dan dokter bedah biasanya lebih

agresif dalam bertindak.

H. Diagnosis Banding

Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis

banding, seperti:

1. Gastroenteritis

Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut

lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan. Panas dan

leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan apendisitis akut.

2. Kelainan ovulasi

Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut kanan

bawah pada pertengahan siklus menstruasi.

3. Infeksi panggul

Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya

lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus.

4. Kehamilan di luar kandungan

Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu.

Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan pendarahan, akan

timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok

hipovolemik

5. Kista ovarium terpuntir

Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam

rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal, atau colok rectal.

14

6. Endometriosis ovarium eksterna

Endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat

endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak

ada jalan keluar.

7. Urolitiasis pielum/ ureter kanan

Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan

merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan.

8. Penyakit saluran cerna lainnya

Penyakit lain yang perlu diperhatikan adalah peradangan di perut, seperti

divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis akut,

pankreatitis, divertikulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam

tifoid abdominalis, karsinoid, dan mukokel apendiks.

I. Tata Laksana

Pengobatan tunggal yang terbaik untuk usus buntu yang sudah

meradang/apendisitis akut adalah dengan jalan membuang penyebabnya (operasi

appendektomi). Pasien biasanya telah dipersiapkan dengan puasa antara 4 sampai 6

jam sebelum operasi dan dilakukan pemasangan cairan infus agar tidak terjadi

dehidrasi. Pembiusan akan dilakukan oleh dokter ahli anastesi dengan pembiusan

umum atau spinal/lumbal. Pada umumnya, teknik konvensional operasi pengangkatan

usus buntu dengan cara irisan pada kulit perut kanan bawah di atas daerah apendiks

Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman

gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik perlu

dilakukan sebelum pembedahan.

15

Alternatif lain operasi pengangkatan usus buntu yaitu dengan cara bedah

laparoskopi. Operasi ini dilakukan dengan bantuan video camera yang dimasukkan ke

dalam rongga perut sehingga jelas dapat melihat dan melakukan appendektomi dan

juga dapat memeriksa organ-organ di dalam perut lebih lengkap selain apendiks.

Keuntungan bedah laparoskopi ini selain yang disebut diatas, yaitu luka operasi lebih

kecil, biasanya antara satu dan setengah sentimeter sehingga secara kosmetik lebih

baik

J. Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa

perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami perdindingan

sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan letak usus

halus.

Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi luka, perlengketan,

obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat menimbulkan

kematian.

Selain itu, terdapat komplikasi akibat tidakan operatif. Kebanyakan

komplikasi yang mengikuti apendisektomi adalah komplikasi prosedur intra-abdomen

dan ditemukan di tempat-tempat yang sesuai, seperti: infeksi luka, abses residual,

sumbatan usus akut, ileus paralitik, fistula tinja eksternal, fistula tinja internal, dan

perdarahan dari mesenterium apendiks.

16

K. Prognosis

Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan tanpa

penyulit, namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda atau telah

terjadi peritonitis/peradangan di dalam rongga perut. Cepat dan lambatnya

penyembuhan setelah operasi usus buntu tergantung dari usia pasien, kondisi,

keadaan umum pasien, penyakit penyerta misalnya diabetes mellitus, komplikasi dan

keadaan lainya yang biasanya sembuh antara 10 sampai 28 hari. Alasan adanya

kemungkinan ancaman jiwa dikarenakan peritonitis di dalam rongga perut ini

menyebabkan operasi usus buntu akut/emergensi perlu dilakukan secepatnya.

Kematian pasien dan komplikasi hebat jarang terjadi karena usus buntu akut. Namun

hal ini bisa terjadi bila peritonitis dibiarkan dan tidak diobati secara benar.

17

BAB III

BERKAS KELUARGA

3.1 Identitas Keluarga

1. Nama kepala keluarga : Bapak Amin

2. Alamat rumah : Ngampin

3. Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal dalam Satu Rumah :

No Nama Kedudukan L/P Umur Pendidikan Pekerjaan

1. Amin Bapak L 50 th SD Pedagang2. Ngatiyem Ibu P 46 th SMA Pedagang3. Sdr. A Anak ke-1 L 19 th Tamat SMA Bekerja4. Nn. P Anak ke-2 L 16 th SMA Pelajar

4. Family map :

5. Bentuk keluarga :Keluarga inti

6. Siklus kehidupan keluarga : Keluarga anak usia sekolah

7. Deskripsi identitas keluarga :

Keluarga ini adalah keluarga inti yang terdiri dari 4 orang dalam satu rumah,

yang terdiri atas bapak selaku kepala keluarga, ibu dan anaknya. Rata-rata

pendidikan di keluarga kurang, yaitu pendidikan terakhir bapak lulusan SD dan

ibu sampai tamat SMA, sedangkan anaknya bekerja dan masih pelajar.

3.2 Identifikasi Fungsi-Fungsi Keluarga

1. Fungsi Biologis

18

Anak ke-1

IbuBapak

Pasien adalah seorang perempuan berusia 16 tahun mengalami penyakit

appendiksitis akut dengan keluhan nyeri perut kanan bawah

2. Fungsi Psikologi

Pasien tinggal bersama keluarganya. Pasien sangat dekat dengan keluarganya

3. Fungsi Ekonomi

Pasien adalah seorang pelajar

4. Fungsi Pendidikan

Pasien masih sekolah di sekolah dasar

5. Fungsi Religius

Pasien dan keluarganya adalah seorang muslim yang taat beragama, selalu

menjalankan ibadah sholat lima waktu

6. Fungsi Sosial Budaya

Pasien aktif terjun ke masyarakat, seperti bersilaturahmi dengan penduduk

sekitar, tidak sombong dalam bersikap, budaya disiplin, dan bekerja keras.

Kedudukan keluarga di tengah lingkungan sosial adalah warga biasa, namun

keluarga pasien cukup dikenal bersosialisasi dengan kalangan di rumahnya.

3.3. Pola Konsumsi Pasien

Frekuensi makan pasien rata–rata setiap harinya 3x/hari dengan variasi makanan

sebagai berikut: nasi, lauk (tempe, tahu, telur, ayam), sayur (bayam, kangkung, kacang

panjang, sayur labu, dan sayuran lainnya). Sedangkan untuk makanan selingan pasien

berupa biscuit.

3.4 Identifikasi Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan

1. Faktor Perilaku

Perilaku pasien terhadap kesehatan adalah apabila pasien sakit, pasien akan

langsung berobat ke dokter, dan untuk dana kesehatan pasien dengan

pembiayaan sendiri.

2. Faktor Non-Perilaku

Sarana pelayanan kesehatan di sekitar rumah cukup dekat yaitu RSUD

Ambarawa. Jarak rumah ke RSUD Ambarawa kurang lebih 5 km. Jika ingin

19

berobat pasien terbiasa untuk naik motor pribadi dari rumahnya.Pasien memiliki

BPJS.

3.5 Keadaan Rumah

1. Jenis lantai : Tanah

2. Jenis atap : Asbes

3. Jenis dinding : Tembok dilapisi cat

4. Perbandingan luas jendela/lantai di ruang tidur < 20%

5. Perbandingan luas jendela/lantai di ruang keluarga < 20%

3.6 Identifikasi Lingkungan Rumah

Pasien tinggal di perumahan kavling bersama keluarganya. Kawasan perumahan

pasien merupakan kawasan layak huni. Rumah berada di dalam gang yang cukup besar

yaitu kurang lebih 3 meter dan terbuat dari tanah dengan kebersihan lingkungan

pemukiman yang kurang baik karena banyak debu. Rumah tidak bertingkat, terdiri dari

2 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 dapur, 1 kamar mandi, dan 1 warung. Lantai rumah

pasien berupa semen yang diplester dan keramik. Dinding rumah pasien berupa tembok

dilapisi cat dan atap rumah pasien ditutupi oleh asbes dengan langit-langit.

Sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah dengan jumlah cukup. Rumah

mempunyai ventilasi dan setiap kamar mempunyai jendela. Kebersihan dan kerapian

rumah kurang. Di dalam kamar mandi terdapat sebuah jamban jongkok dan sebuah kran

air serta bak mandi. Air minum, air untuk mencuci dan masak didapat dari air pam.

Saluran air dialirkan ke got depan rumah yang mengalir dan tidak mengambang.

Keluarga pasien memiliki sebuah TV 14 inch, kompor gas, setrika dan radio.

20

BAB IV

LAPORAN HASIL KUNJUNGAN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. P

Umur : 16 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Ngampin

Pekerjaan : Siswa SMP

Tanggal Masuk : 20 Desember 2014

II. ANAMNESIS (Autoanamnesis)

A. Keluhan Utama : Nyeri perut bagian kanan bawah

B. Keluhan Tambahan : Perut terasa panas, mual, muntah, tidak bisa kentut dan

buang air besar

C. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut bagian kanan bawah. Nyeri

dirasakan semakin memberat sejak satu hari yang lalu. Dua hari sebelum rumah

sakit, pasien mengeluhkan nyeri di ulu hati lalu menjalar ke seluruh perut. Setelah

itu beberapa waktu kemudian pasien merasa nyeri berpusat pada perut bagian

kanan bawah. Nyeri dirasakan pasien seperti nyeri tertusuk-tusuk. Selain adanya

nyeri perut bagian kanan bawah, pasien juga mengeluh mengalami kesulitan

buang air besar.

21

Satu hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh keluhan nyeri

perutnya semakin memberat. Pasien mengaku hanya mengeluarkan kotoran sedikit

saat buang air besar. Pasien tidak merasakan adanya lendir, darah atau gatal pada

anus. Pasien juga merasakan perutnya kembung dan tidak bisa kentut. Pasien

menyatakan tidak ada masalah buang air kecil. Selain itu, pasien juga mengeluh

mual muntah =. Pasien merasakan muntah hanya berisi air liurnya. Pasien

menyatakan keluhan tersebut tidak berhubungan dengan siklus menstruasinya

dikarenakan pasien telah menstruasi 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.

Pasien tiga bulan sebelum masuk rumah sakit merasakan keluhan kesulitan

buang air besar dan mual muntah dikarenakan ia mempunyai kebiasaan makan

kurang serat baik sayuran maupun buah-buahan. Selain itu, pasien cenderung

setiap hari mengkonsumsi makanan pedas sehingga menganggap keluhan itu

dikarenakan kebiasaan tersebut. Pasien menyangkal mengalami keluhan susah

atau nyeri ketika BAK.

D. Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat keluhan yang sama disangkal

- Riwayat penyakit maag disangkal

- Riwayat penyakit tumor disangkal

- Riwayat penyakit kuning disangkal

- Riwayat penyakit hernia disangkal

- Riwayat gangguan buang air kecil disangkal

- Riwayat gangguan buang air besar disangkal

- Riwayat operasi disangkal

- Riwayat mondok di rumah sakit disangkal

E. Riwayat Pemyakit Keluarga :

- Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal

22

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Sedang

Kesadaran : Compos mentis

Vital Sign : Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 72 x/menit

Suhu (Aksila) : 36 C

Pernafasan : 22 x/menit

A. Status Generalis

- Kulit : Warna sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor

cukup, tidak tampak bekas operasi.

- Kepala : Simetris, normal, rambut hitam, distribusi merata, tidak

mudah dicabut, tidak tampak jejas trauma dan kelainan

kongenital, tidak tampak bekas operasi

- Muka : Simetris, tidak tampak ada jejas trauma, tidak tampak ada

kelainan kongenital

- Mata : Pupil bulat isokor dengan diameter 3mm/3mm Konjungtiva

anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada, terdapat reflek

cahaya pada kedua mata.

- Hidung : Discharge tidak ada, nafas cuping hidung tidak ada, deviasi

septum tidak ada, deformitas tidak ada

- Mulut/Gigi : Bibir sianosis tidak ada, lidah kotor tidak ada, carries tidak

ada, faring tidak hiperemis, tonsil T0-T0

- Telinga : Simetris, discharge tidak ada, tidak ada kelainan kongenital

23

Pemeriksaan Leher

- Inspeksi : Deviasi trakea tidak ada

- Palpasi : Kelenjar tiroid dan kelenjar limfe tidak ada pembesaran

Pemeriksaan Thorax

- Jantung

Inspeksi : Simetris, ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba tak kuat angkat

Perkusi : Batas atas kiri : ICS II LPS sinistra

Batas atas kanan : ICS II LPS dextra

Batas bawah kiri : ICS V LMC sinistra

Batas bawah kanan : ICS IV LPS dextra

Auskultasi : S1 > S2 reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada

- Paru

Inspeksi : Dinding dada simetris pada saat statis dan dinamis,

retraksi tidak ada, ketinggalan gerak dada tidak ada

Palpasi : Simetris, vokal fremitus kanan sama dengan kiri,

ketinggalan gerak tidak ada, massa tidak ada

Perkusi : Sonor kedua lapang paru

Auskultasi : Suara dasar: vesikuler kanan dan kiri

Suara tambahan tidak didapatkan

24

- Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Perut tidak membuncit, venektasi tidak ada, sikatrik

tidak ada, tidak tampak massa, tidak tampak bekas jejas

trauma, gambaran gerak usus tidak ada.

Auskultasi : Terdengar suara bising usus normal

Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada daerah Mc. Burney, hepar

dan lien tidak teraba, defans muskular tidak ada, tidak

teraba massa, ballotemen tidak ada, buli-buli tidak

teraba.

Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen, nyeri ketok sudut

costovertebra tidak ada.

- Pemeriksaan RT

Tonus Sfingter Ani cukup, ampula rekti tidak kolaps, mukosa licin, nodul

tidak ada, massa tidak ada, nyeri tekan pada jam 10-11. Setelah pemeriksaan,

terdapat feses kuning di sarung tangan, dan tidak terdapat lendir dan darah.

- Pemeriksaan Ekstremitas

I : Trophy : eutrophy Gerak involunter ( - )

Pa : KM : 5 5 Tonus N N

5 5 N N

Pe : Reflek Fisiologis + + Reflek Patologis - -

+ + - -

B. Status Lokalis

25

Regio Illiaca Dextra :

• Inspeksi : Tidak tampak benjolan, tidak ada luka bekas operasi.

• Auskultasi : Terdengar peningkatan peristaltik usus

• Perkusi : Pekak pada perut bagian kanan bawah

• Palpasi :Supel, terdapat nyeri tekan pada daerah Mc.Burney, terdapat

tanda Rovsign positif, terdapat tanda Blumberg positif,

terdapat tanda Psoas positif dan tanda Obturator positif.

IV. RESUME

A. Anamnesis

- Pasien perempuan usia 16 tahun

- Nyeri perut bagian kanan bawah sejak 1 hari yang lalu

- Nyeri berawal dari seluruh perut lalu pasien merasa nyeri berpusat pada

perut bagian kanan bawah

- Sulit Buang Air Besar (BAB), perut kembung dan tidak bisa kentut sejak 2

hari yang lalu

- Mual dan muntah sejak 1 hari yang lalu

- Kurang diet tinggi serat

- Gemar mengkonsumsi makanan pedas

B. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Sedang

Kesadaran : Compos mentis

Vital Sign : Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 76 x/menit

Suhu : 36 C

Pernafasan : 22 x/menit

26

Pemeriksaan RT

Tonus Sfingter Ani cukup, ampula rekti tidak kolaps, mukosa licin, nodul

tidak ada, massa tidak ada, nyeri tekan pada jam 10-11. Setelah pemeriksaan,

terdapat feses kuning kecoklatan di sarung tangan dan tidak terdapat lendir

dan darah.

C. Status Lokalis

Regio Illiaca Dextra :

• Inspeksi : Tidak tampak benjolan, tidak ada luka bekas operasi.

• Auskultasi : Terdengar peningkatan peristaltik usus

• Perkusi : Pekak pada perut bagian kanan bawah

• Palpasi : Supel, terdapat nyeri tekan pada titik Mc.Burney, terdapat

tanda Rovsign positif, terdapat tanda Blumberg positif,

terdapat tanda Psoas positif.

V. DIAGNOSA KERJA

Abdominal Pain et causa Suspek Apendiksitis Akut

VI. DIAGNOSIS BANDING

Ileitis Terminal

Pelvic Inflammatory Disease

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium

Darah Lengkap : Hb, Leukosit, Hematokrit, Eritrosit, Trombosit, MCV, MCH,

MCHC, RDW, MPV, Hitung Jenis Leukosit, PT, APTT, GDS,

27

Pemeriksaan Fungsi Hepar : SGOT dan SGPT

2. Pemeriksaan USG Abdomen

VIII. PENATALAKSANAAN

Operatif

Appendiktomi

IX. PROGNOSIS

Dubia et bonam

28

III. PEMBAHASAN

Pasien pada kasus ini pasien didiagnosis Apendiksitis Akut. Pasien didiagnosis

apendiksitis akut karena berdasar anamnesis pasien mengeluh nyeri perut kanan bawah.

Pasien datang ke IGD RSUD Ambarawa dengan keluhan nyeri perut bagian kanan

bawah. Nyeri dirasakan semakin memberat sejak satu hari yang lalu. Awalnya, dua hari

yang lalu pasien mengeluhkan nyeri di ulu hati lalu menjalar ke seluruh perut. Setelah

itu beberapa waktu kemudian pasien merasa nyeri berpusat pada perut bagian kanan

bawah. Nyeri dirasakan pasien seperti nyeri tertusuk-tusuk.

Selain adanya nyeri perut bagian kanan bawah, pasien juga mengeluh

mengalami kesulitan buang air besar sejak 2 hari yang lalu. Pasien mengaku hanya

mengeluarkan kotoran sedikit saat buang air besar. Pasien tidak merasakan adanya

lendir, darah atau gatal pada anus. Pasien juga merasakan perutnya kembung dan tidak

bisa kentut. Pasien menyatakan tidak ada masalah buang air kecil. Selain itu, pasien

juga mengeluh mual muntah sejak 1 hari yang lalu. Pasien merasakan muntah hanya

berisi air liurnya. Pasien menyatakan keluhan tersebut tidak berhubungan dengan siklus

menstruasinya dikarenakan pasien telah menstruasi 2 minggu sebelum keluhan ini

dirasakan.

Pemeriksaan fisik yang dilakukan menunjukkan tanda-tanda rangsang

apendiksitis, seperti Mc Burney Pain, Psoas Sign, Obturator sign menunjukkan

kemungkinan terjadinya apendikstis terjadi sangat besar. Penanganan utama dari

apendiksitis akut adalah dengan dilakukan operasi Appendiktomi. Operasi dilakukan

cito di Instalasi Bedah Central.

29

Pada hari pertama pasien dirawat post dilakukan apependiktomi, obat yang

diberikan adalah cefazolin, ketorolac, dan ranitidin Hari selanjutnya perawatan

dilanjutkan dengan terapi yang sama dan dievaluasi hasil operasi. Pasien tidak

mengalami keluhan berarti post operasi. Pasien pada hari ke-V sudah diperbolehkan

pulang dan dapat kontrol rawat jalan.

Medikamentosa yang diberikan untuk pasien ini adalah operasi dan obat-obatan

lain simtomatis. Obat yang diberikan untuk pasien ini adalah infus RL, cefazolin,

ranitidin, ketorolac. Antibiotik yang digunakan adalah cefazolin karena merupakan

antibiotik spektrum luas. Pasien mendapatkan terapi ranitidin karena pasien sedang

mengalami stress, sehingga terjadi peningkatan asam lambung. Ranitidin adalah suatu

histamin antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja histamin secara kompetitif pada

reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung. Ketorolac berfungsi sebagai

analgetik, terutama untuk pasien post operasi. Pada pasien ini, ketorolac digunakan

setelah operasi selesai.

Hasil dari penanganan pasien ini selama lima hari sangat memuaskan. Outcome

yang bagus timbul karena penanganan yang tepat cepat dan dukungan dari pasien dan

keluarga pasien yang banyak berperan dalam kesembuhan pasien. Pasien disarankan

untuk kontrol rawat jalan di Poli Bedah, tiga hari setelah diperbolehkan pulang dari

ruang rawat inap.

30

DAFTAR PUSTAKA

Andersson N, Griffiths H, Murphy J, et al. Is appendicitis familial? Br Med J 1979 Sep 22; 2: 697e8.

Birnbaum BA, Wilson SR. Appendicitis at the millennium. Radiology 2000 May; 215: 337e48.

Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, et al. Shwartz’s Principles of Surgery. 9th Ed. USA: McGrawHill Companies. 2010.

Puylaert JB, Rutgers PH, Lalisang RI, et al. A prospective study ofultrasonography in the diagnosis of appendicitis. N Engl J Med 1987 Sep 10; 317: 666e9.

Temple CL, Huchcroft SA, Temple WJ. The natural history of appendicitis in adults. A prospective study. Ann Surg 1995 Mar; 221: 278-81.

Syamsuhidayat. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC: Jakarta

31