after care patient appendisitis
-
Upload
firdha-aulia-nisa -
Category
Documents
-
view
25 -
download
5
description
Transcript of after care patient appendisitis
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN’
JAKARTA
AFTER CARE PATIENT
APPENDISITIS
Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Bedah
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Diajukan Kepada :
Pembimbing : dr. Hery Unggul Wicaksono Sp.B.
Disusun Oleh :
Firdha Aulia Nisa 13202211127
Kepaniteraan Klinik Departemen BedahFAKULTAS KEDOKTERAN – UPN “VETERAN” JAKARTA
Rumah Sakit Umum Daerah AmbarawaPeriode 20 Oktober – 27 Desember 2014
1
LEMBAR PENGESAHAN KEPANITERAAN BEDAH
After Care Patient dengan judul :
Apendisitis
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Departemen
Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Disusun Oleh :
Firdha Aulia Nisa 1320221127
Telah disetujui oleh Pembimbing :
Nama Pembimbing Tanda Tangan Tanggal
dr. Herry UnggulWicaksono, Sp.B. ………………… ……………
Mengesahkan :
Koordinator Kepaniteraan Bedah
dr. Herry UnggulWicaksono, Sp.B.
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa kareana atas
berkatdanrahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas After Care Patient dengan
judul appendisitis. After care patient ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat ujian
Kepaniteraan Klinik Bagian Bedah.
Penyusunan tugas laporan kasus ini terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak
yang turut membantu terselesaikannya tugas laporan kasus ini. Untuk itu, dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
dr. Hery Unggul, Sp.B atas bimbingannya selama ini dan juga tidak lupa kepada teman-
teman seperjuangan di kepaniteraan klinik bedah atas kerjasamanya selama penyusunan
laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri, pembaca,
maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.
Ambarawa,Desember2014
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (4
inci), lebar 0,3 - 0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat dibawah katup
ileosekal. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu : taenia anterior, medial dan posterior.
Secara klinis, apendiks terletak pada daerah Mc.Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis
yang menghubungkan spina iliaka anterior superior kanan dengan pusat. Lumennya
sempit dibagian proksimal dan melebar dibagian distal.
Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Persarafan parasimpatis pada apendiks
berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesentrika superior dan
arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X.
Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus.
Apendisitis adalah radang pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut adalah
etiologi tersering inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga abdomen serta
merupakan sebuah kegawatdaruratan abdomen (Smeltzer, 2001).
Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi
lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun. Apendisitis adalah
kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh
tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran
umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi
dikarenakan oleh peritonitis dan syok ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.
4
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa anatomi dan fisiologi appendiks ?
2. Apa saja etiologi appendicitis akut ?
3. Apa saja definisi dan klasifikasi appendiksitis ?
4. Bagaimana patofisiologi ?
5. Bagaimana gambaran klinis apendiksitis ?
6. Bagaimana menegakkan diagnosis apendiksitis ?
7. Bagaimana penatalaksanaan appendikisitis ?
8. Apa saja komplikasi apendiksitis ?
1.3 Tujuan
Mengetahui definisi, etiologi, klasifikasi, gambaran klinis, patomekanisme,
diagnosis, penatalaksanaan, prognosis, dan komplikasi dari appendiksitis akut.
1.4 Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Laporan kasus ini dapat dijadikan sebagai sumber bacaan dan pelengkap
referensi mengenai fraktur apendiksitis.
2. Manfaat Praktis
a. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah dibidang kedokteran.
b. Memenuhi salah satu persyaratan mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik di
Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jakarta.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Apendiks
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (4
inci), lebar 0,3 - 0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat dibawah katup
ileosekal. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu : taenia anterior, medial dan posterior.
Secara klinis, apendiks terletak pada daerah Mc.Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis
yang menghubungkan spina iliaka anterior superior kanan dengan pusat. Lumennya
sempit dibagian proksimal dan melebar dibagian distal.
Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Persarafan parasimpatis pada apendiks
berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesentrika superior dan
arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X.
Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus.
Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar
submukosa dan mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya berjalan
pembuluh darah dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh lamina
serosa yang berjalan pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam mesoapendiks.
Bila letak apendiks retrosekal, maka tidak tertutup oleh peritoneum viserale.
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm
(kisaran 3-15), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan
melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut,
6
Gambar 1. Anatomi Appendix
lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin
menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia itu.
Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri
tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi,
apendiks akan mengalami gangrene). Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari.
Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke
sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada
pathogenesis apendisitis.
Imunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (gut associated
lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah
IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena
jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di
saluran cerna dan di seluruh tubuh.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
7
dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar
umbilicus.
B. Definisi dan Klasifikasi Apendisitis
Apendisitis adalah radang pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut
adalah etiologi tersering inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga abdomen
serta merupakan sebuah kegawatdaruratan abdomen (Smeltzer, 2001).
Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi
lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun. Apendisitis adalah
kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh
tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran
umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi
dikarenakan oleh peritonitis dan syok ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis
kronik.
1. Apendisitis akut.
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak
disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut talah nyeri samar-
samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium. disekitar
umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu
makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney.
Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan
nyeri somatik setempat
2. Apendisitis kronik.
8
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik
adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa , dan adanya sel
inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.
C. Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai
faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan
sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor
apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang
diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit
seperti E. histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan
menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional
apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini
akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.
D. Patofisiologi
Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang
disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan
9
pengamatan epidemiologi bahwa apendisitis berhubungan dengan asupan serat dalam
makanan yang rendah.
Pada stadium awal dari apendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa.
Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan lapisan muskular dan
serosa (peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada permukaan serosa
dan berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang bersebelahan, seperti usus atau
dinding abdomen, menyebabkan peritonitis lokal.
Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam
lumen, yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai apendiks
menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi nekrosis atau
gangren. Perforasi akan segera terjadi dan menyebar ke rongga peritoneal. Jika
perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum, abses lokal akan terjadi.
E. Gambaran Klinis
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak
disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar
dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus.
Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan
menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc.
Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi
terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan
itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi.
10
Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung
oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak tanda
rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul
pada saat berjalan karena kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan
gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltis meningkat,
pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi
menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing karena
rangsangan dindingnya.
F. Diagnosis
Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini
terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh
saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau
rangsangan viseral akibat aktivasi n.vagus. Obstipasi karena penderita takut untuk
mengejan. Panas akibat infeksi akut jika timbul komplikasi. Gejala lain adalah
demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5-38,5 C. Tetapi jika suhu lebih tinggi,
diduga sudah terjadi perforasi.
Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi, penderita berjalan membungkuk
sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi perforasi, dan
penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat pada apendikuler abses.
Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi
dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari
tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah.
11
Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan
bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.
Nyeri lepas timbul karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness
(nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan
secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan dan
dalam di titik Mc. Burney. Defans muskuler karena rangsangan m. Rektus
abdominis. Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.
Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah apabila
dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh
adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang
berlawanan. Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh
peradangan yang terjadi pada apendiks.
Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut
difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut
menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah hipogastrium.
Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Auskultasi akan terdapat peristaltik
normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat
apendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan
diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar
bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat
nyeri pada jam 9-12 .
Selain itu, untuk mendiagnosis apendisitis juga dapat digunakan skor Alvarado,
yaitu:
12
G. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium darah, biasanya didapati peningkatan jumlah
leukosit (sel darah putih). Urinalisa diperlukan untuk menyingkirkan penyakit
lainnya berupa peradangan saluran kemih. Pada pasien wanita, pemeriksaan dokter
kebidanan dan kandungan diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis kelainan
peradangan saluran telur/kista indung telur kanan atau KET (kehamilan diluar
kandungan).
Pemeriksaan radiologi berupa foto barium usus buntu (Appendicogram)
dapat membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (skibala) didalam
lumen usus buntu. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi) dan CT scan bisa membantu
dakam menegakkan adanya peradangan akut usus buntu atau penyakit lainnya di
daerah rongga panggul.
Namun dari semua pemeriksaan pembantu ini, yang menentukan diagnosis
apendisitis akut adalah pemeriksaan secara klinis. Pemeriksaan CT scan hanya
13
dipakai bila didapat keraguan dalam menegakkan diagnosis. Pada anak-anak dan
orang tua penegakan diagnosis apendisitis lebih sulit dan dokter bedah biasanya lebih
agresif dalam bertindak.
H. Diagnosis Banding
Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding, seperti:
1. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut
lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan. Panas dan
leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan apendisitis akut.
2. Kelainan ovulasi
Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut kanan
bawah pada pertengahan siklus menstruasi.
3. Infeksi panggul
Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya
lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus.
4. Kehamilan di luar kandungan
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu.
Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan pendarahan, akan
timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok
hipovolemik
5. Kista ovarium terpuntir
Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam
rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal, atau colok rectal.
14
6. Endometriosis ovarium eksterna
Endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat
endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak
ada jalan keluar.
7. Urolitiasis pielum/ ureter kanan
Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan
merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan.
8. Penyakit saluran cerna lainnya
Penyakit lain yang perlu diperhatikan adalah peradangan di perut, seperti
divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis akut,
pankreatitis, divertikulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam
tifoid abdominalis, karsinoid, dan mukokel apendiks.
I. Tata Laksana
Pengobatan tunggal yang terbaik untuk usus buntu yang sudah
meradang/apendisitis akut adalah dengan jalan membuang penyebabnya (operasi
appendektomi). Pasien biasanya telah dipersiapkan dengan puasa antara 4 sampai 6
jam sebelum operasi dan dilakukan pemasangan cairan infus agar tidak terjadi
dehidrasi. Pembiusan akan dilakukan oleh dokter ahli anastesi dengan pembiusan
umum atau spinal/lumbal. Pada umumnya, teknik konvensional operasi pengangkatan
usus buntu dengan cara irisan pada kulit perut kanan bawah di atas daerah apendiks
Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman
gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik perlu
dilakukan sebelum pembedahan.
15
Alternatif lain operasi pengangkatan usus buntu yaitu dengan cara bedah
laparoskopi. Operasi ini dilakukan dengan bantuan video camera yang dimasukkan ke
dalam rongga perut sehingga jelas dapat melihat dan melakukan appendektomi dan
juga dapat memeriksa organ-organ di dalam perut lebih lengkap selain apendiks.
Keuntungan bedah laparoskopi ini selain yang disebut diatas, yaitu luka operasi lebih
kecil, biasanya antara satu dan setengah sentimeter sehingga secara kosmetik lebih
baik
J. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami perdindingan
sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan letak usus
halus.
Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi luka, perlengketan,
obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat menimbulkan
kematian.
Selain itu, terdapat komplikasi akibat tidakan operatif. Kebanyakan
komplikasi yang mengikuti apendisektomi adalah komplikasi prosedur intra-abdomen
dan ditemukan di tempat-tempat yang sesuai, seperti: infeksi luka, abses residual,
sumbatan usus akut, ileus paralitik, fistula tinja eksternal, fistula tinja internal, dan
perdarahan dari mesenterium apendiks.
16
K. Prognosis
Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan tanpa
penyulit, namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda atau telah
terjadi peritonitis/peradangan di dalam rongga perut. Cepat dan lambatnya
penyembuhan setelah operasi usus buntu tergantung dari usia pasien, kondisi,
keadaan umum pasien, penyakit penyerta misalnya diabetes mellitus, komplikasi dan
keadaan lainya yang biasanya sembuh antara 10 sampai 28 hari. Alasan adanya
kemungkinan ancaman jiwa dikarenakan peritonitis di dalam rongga perut ini
menyebabkan operasi usus buntu akut/emergensi perlu dilakukan secepatnya.
Kematian pasien dan komplikasi hebat jarang terjadi karena usus buntu akut. Namun
hal ini bisa terjadi bila peritonitis dibiarkan dan tidak diobati secara benar.
17
BAB III
BERKAS KELUARGA
3.1 Identitas Keluarga
1. Nama kepala keluarga : Bapak Amin
2. Alamat rumah : Ngampin
3. Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal dalam Satu Rumah :
No Nama Kedudukan L/P Umur Pendidikan Pekerjaan
1. Amin Bapak L 50 th SD Pedagang2. Ngatiyem Ibu P 46 th SMA Pedagang3. Sdr. A Anak ke-1 L 19 th Tamat SMA Bekerja4. Nn. P Anak ke-2 L 16 th SMA Pelajar
4. Family map :
5. Bentuk keluarga :Keluarga inti
6. Siklus kehidupan keluarga : Keluarga anak usia sekolah
7. Deskripsi identitas keluarga :
Keluarga ini adalah keluarga inti yang terdiri dari 4 orang dalam satu rumah,
yang terdiri atas bapak selaku kepala keluarga, ibu dan anaknya. Rata-rata
pendidikan di keluarga kurang, yaitu pendidikan terakhir bapak lulusan SD dan
ibu sampai tamat SMA, sedangkan anaknya bekerja dan masih pelajar.
3.2 Identifikasi Fungsi-Fungsi Keluarga
1. Fungsi Biologis
18
Anak ke-1
IbuBapak
Pasien adalah seorang perempuan berusia 16 tahun mengalami penyakit
appendiksitis akut dengan keluhan nyeri perut kanan bawah
2. Fungsi Psikologi
Pasien tinggal bersama keluarganya. Pasien sangat dekat dengan keluarganya
3. Fungsi Ekonomi
Pasien adalah seorang pelajar
4. Fungsi Pendidikan
Pasien masih sekolah di sekolah dasar
5. Fungsi Religius
Pasien dan keluarganya adalah seorang muslim yang taat beragama, selalu
menjalankan ibadah sholat lima waktu
6. Fungsi Sosial Budaya
Pasien aktif terjun ke masyarakat, seperti bersilaturahmi dengan penduduk
sekitar, tidak sombong dalam bersikap, budaya disiplin, dan bekerja keras.
Kedudukan keluarga di tengah lingkungan sosial adalah warga biasa, namun
keluarga pasien cukup dikenal bersosialisasi dengan kalangan di rumahnya.
3.3. Pola Konsumsi Pasien
Frekuensi makan pasien rata–rata setiap harinya 3x/hari dengan variasi makanan
sebagai berikut: nasi, lauk (tempe, tahu, telur, ayam), sayur (bayam, kangkung, kacang
panjang, sayur labu, dan sayuran lainnya). Sedangkan untuk makanan selingan pasien
berupa biscuit.
3.4 Identifikasi Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan
1. Faktor Perilaku
Perilaku pasien terhadap kesehatan adalah apabila pasien sakit, pasien akan
langsung berobat ke dokter, dan untuk dana kesehatan pasien dengan
pembiayaan sendiri.
2. Faktor Non-Perilaku
Sarana pelayanan kesehatan di sekitar rumah cukup dekat yaitu RSUD
Ambarawa. Jarak rumah ke RSUD Ambarawa kurang lebih 5 km. Jika ingin
19
berobat pasien terbiasa untuk naik motor pribadi dari rumahnya.Pasien memiliki
BPJS.
3.5 Keadaan Rumah
1. Jenis lantai : Tanah
2. Jenis atap : Asbes
3. Jenis dinding : Tembok dilapisi cat
4. Perbandingan luas jendela/lantai di ruang tidur < 20%
5. Perbandingan luas jendela/lantai di ruang keluarga < 20%
3.6 Identifikasi Lingkungan Rumah
Pasien tinggal di perumahan kavling bersama keluarganya. Kawasan perumahan
pasien merupakan kawasan layak huni. Rumah berada di dalam gang yang cukup besar
yaitu kurang lebih 3 meter dan terbuat dari tanah dengan kebersihan lingkungan
pemukiman yang kurang baik karena banyak debu. Rumah tidak bertingkat, terdiri dari
2 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 dapur, 1 kamar mandi, dan 1 warung. Lantai rumah
pasien berupa semen yang diplester dan keramik. Dinding rumah pasien berupa tembok
dilapisi cat dan atap rumah pasien ditutupi oleh asbes dengan langit-langit.
Sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah dengan jumlah cukup. Rumah
mempunyai ventilasi dan setiap kamar mempunyai jendela. Kebersihan dan kerapian
rumah kurang. Di dalam kamar mandi terdapat sebuah jamban jongkok dan sebuah kran
air serta bak mandi. Air minum, air untuk mencuci dan masak didapat dari air pam.
Saluran air dialirkan ke got depan rumah yang mengalir dan tidak mengambang.
Keluarga pasien memiliki sebuah TV 14 inch, kompor gas, setrika dan radio.
20
BAB IV
LAPORAN HASIL KUNJUNGAN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. P
Umur : 16 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Ngampin
Pekerjaan : Siswa SMP
Tanggal Masuk : 20 Desember 2014
II. ANAMNESIS (Autoanamnesis)
A. Keluhan Utama : Nyeri perut bagian kanan bawah
B. Keluhan Tambahan : Perut terasa panas, mual, muntah, tidak bisa kentut dan
buang air besar
C. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut bagian kanan bawah. Nyeri
dirasakan semakin memberat sejak satu hari yang lalu. Dua hari sebelum rumah
sakit, pasien mengeluhkan nyeri di ulu hati lalu menjalar ke seluruh perut. Setelah
itu beberapa waktu kemudian pasien merasa nyeri berpusat pada perut bagian
kanan bawah. Nyeri dirasakan pasien seperti nyeri tertusuk-tusuk. Selain adanya
nyeri perut bagian kanan bawah, pasien juga mengeluh mengalami kesulitan
buang air besar.
21
Satu hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh keluhan nyeri
perutnya semakin memberat. Pasien mengaku hanya mengeluarkan kotoran sedikit
saat buang air besar. Pasien tidak merasakan adanya lendir, darah atau gatal pada
anus. Pasien juga merasakan perutnya kembung dan tidak bisa kentut. Pasien
menyatakan tidak ada masalah buang air kecil. Selain itu, pasien juga mengeluh
mual muntah =. Pasien merasakan muntah hanya berisi air liurnya. Pasien
menyatakan keluhan tersebut tidak berhubungan dengan siklus menstruasinya
dikarenakan pasien telah menstruasi 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Pasien tiga bulan sebelum masuk rumah sakit merasakan keluhan kesulitan
buang air besar dan mual muntah dikarenakan ia mempunyai kebiasaan makan
kurang serat baik sayuran maupun buah-buahan. Selain itu, pasien cenderung
setiap hari mengkonsumsi makanan pedas sehingga menganggap keluhan itu
dikarenakan kebiasaan tersebut. Pasien menyangkal mengalami keluhan susah
atau nyeri ketika BAK.
D. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat keluhan yang sama disangkal
- Riwayat penyakit maag disangkal
- Riwayat penyakit tumor disangkal
- Riwayat penyakit kuning disangkal
- Riwayat penyakit hernia disangkal
- Riwayat gangguan buang air kecil disangkal
- Riwayat gangguan buang air besar disangkal
- Riwayat operasi disangkal
- Riwayat mondok di rumah sakit disangkal
E. Riwayat Pemyakit Keluarga :
- Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal
22
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign : Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 72 x/menit
Suhu (Aksila) : 36 C
Pernafasan : 22 x/menit
A. Status Generalis
- Kulit : Warna sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor
cukup, tidak tampak bekas operasi.
- Kepala : Simetris, normal, rambut hitam, distribusi merata, tidak
mudah dicabut, tidak tampak jejas trauma dan kelainan
kongenital, tidak tampak bekas operasi
- Muka : Simetris, tidak tampak ada jejas trauma, tidak tampak ada
kelainan kongenital
- Mata : Pupil bulat isokor dengan diameter 3mm/3mm Konjungtiva
anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada, terdapat reflek
cahaya pada kedua mata.
- Hidung : Discharge tidak ada, nafas cuping hidung tidak ada, deviasi
septum tidak ada, deformitas tidak ada
- Mulut/Gigi : Bibir sianosis tidak ada, lidah kotor tidak ada, carries tidak
ada, faring tidak hiperemis, tonsil T0-T0
- Telinga : Simetris, discharge tidak ada, tidak ada kelainan kongenital
23
Pemeriksaan Leher
- Inspeksi : Deviasi trakea tidak ada
- Palpasi : Kelenjar tiroid dan kelenjar limfe tidak ada pembesaran
Pemeriksaan Thorax
- Jantung
Inspeksi : Simetris, ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba tak kuat angkat
Perkusi : Batas atas kiri : ICS II LPS sinistra
Batas atas kanan : ICS II LPS dextra
Batas bawah kiri : ICS V LMC sinistra
Batas bawah kanan : ICS IV LPS dextra
Auskultasi : S1 > S2 reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada
- Paru
Inspeksi : Dinding dada simetris pada saat statis dan dinamis,
retraksi tidak ada, ketinggalan gerak dada tidak ada
Palpasi : Simetris, vokal fremitus kanan sama dengan kiri,
ketinggalan gerak tidak ada, massa tidak ada
Perkusi : Sonor kedua lapang paru
Auskultasi : Suara dasar: vesikuler kanan dan kiri
Suara tambahan tidak didapatkan
24
- Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Perut tidak membuncit, venektasi tidak ada, sikatrik
tidak ada, tidak tampak massa, tidak tampak bekas jejas
trauma, gambaran gerak usus tidak ada.
Auskultasi : Terdengar suara bising usus normal
Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada daerah Mc. Burney, hepar
dan lien tidak teraba, defans muskular tidak ada, tidak
teraba massa, ballotemen tidak ada, buli-buli tidak
teraba.
Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen, nyeri ketok sudut
costovertebra tidak ada.
- Pemeriksaan RT
Tonus Sfingter Ani cukup, ampula rekti tidak kolaps, mukosa licin, nodul
tidak ada, massa tidak ada, nyeri tekan pada jam 10-11. Setelah pemeriksaan,
terdapat feses kuning di sarung tangan, dan tidak terdapat lendir dan darah.
- Pemeriksaan Ekstremitas
I : Trophy : eutrophy Gerak involunter ( - )
Pa : KM : 5 5 Tonus N N
5 5 N N
Pe : Reflek Fisiologis + + Reflek Patologis - -
+ + - -
B. Status Lokalis
25
Regio Illiaca Dextra :
• Inspeksi : Tidak tampak benjolan, tidak ada luka bekas operasi.
• Auskultasi : Terdengar peningkatan peristaltik usus
• Perkusi : Pekak pada perut bagian kanan bawah
• Palpasi :Supel, terdapat nyeri tekan pada daerah Mc.Burney, terdapat
tanda Rovsign positif, terdapat tanda Blumberg positif,
terdapat tanda Psoas positif dan tanda Obturator positif.
IV. RESUME
A. Anamnesis
- Pasien perempuan usia 16 tahun
- Nyeri perut bagian kanan bawah sejak 1 hari yang lalu
- Nyeri berawal dari seluruh perut lalu pasien merasa nyeri berpusat pada
perut bagian kanan bawah
- Sulit Buang Air Besar (BAB), perut kembung dan tidak bisa kentut sejak 2
hari yang lalu
- Mual dan muntah sejak 1 hari yang lalu
- Kurang diet tinggi serat
- Gemar mengkonsumsi makanan pedas
B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign : Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 76 x/menit
Suhu : 36 C
Pernafasan : 22 x/menit
26
Pemeriksaan RT
Tonus Sfingter Ani cukup, ampula rekti tidak kolaps, mukosa licin, nodul
tidak ada, massa tidak ada, nyeri tekan pada jam 10-11. Setelah pemeriksaan,
terdapat feses kuning kecoklatan di sarung tangan dan tidak terdapat lendir
dan darah.
C. Status Lokalis
Regio Illiaca Dextra :
• Inspeksi : Tidak tampak benjolan, tidak ada luka bekas operasi.
• Auskultasi : Terdengar peningkatan peristaltik usus
• Perkusi : Pekak pada perut bagian kanan bawah
• Palpasi : Supel, terdapat nyeri tekan pada titik Mc.Burney, terdapat
tanda Rovsign positif, terdapat tanda Blumberg positif,
terdapat tanda Psoas positif.
V. DIAGNOSA KERJA
Abdominal Pain et causa Suspek Apendiksitis Akut
VI. DIAGNOSIS BANDING
Ileitis Terminal
Pelvic Inflammatory Disease
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Darah Lengkap : Hb, Leukosit, Hematokrit, Eritrosit, Trombosit, MCV, MCH,
MCHC, RDW, MPV, Hitung Jenis Leukosit, PT, APTT, GDS,
27
Pemeriksaan Fungsi Hepar : SGOT dan SGPT
2. Pemeriksaan USG Abdomen
VIII. PENATALAKSANAAN
Operatif
Appendiktomi
IX. PROGNOSIS
Dubia et bonam
28
III. PEMBAHASAN
Pasien pada kasus ini pasien didiagnosis Apendiksitis Akut. Pasien didiagnosis
apendiksitis akut karena berdasar anamnesis pasien mengeluh nyeri perut kanan bawah.
Pasien datang ke IGD RSUD Ambarawa dengan keluhan nyeri perut bagian kanan
bawah. Nyeri dirasakan semakin memberat sejak satu hari yang lalu. Awalnya, dua hari
yang lalu pasien mengeluhkan nyeri di ulu hati lalu menjalar ke seluruh perut. Setelah
itu beberapa waktu kemudian pasien merasa nyeri berpusat pada perut bagian kanan
bawah. Nyeri dirasakan pasien seperti nyeri tertusuk-tusuk.
Selain adanya nyeri perut bagian kanan bawah, pasien juga mengeluh
mengalami kesulitan buang air besar sejak 2 hari yang lalu. Pasien mengaku hanya
mengeluarkan kotoran sedikit saat buang air besar. Pasien tidak merasakan adanya
lendir, darah atau gatal pada anus. Pasien juga merasakan perutnya kembung dan tidak
bisa kentut. Pasien menyatakan tidak ada masalah buang air kecil. Selain itu, pasien
juga mengeluh mual muntah sejak 1 hari yang lalu. Pasien merasakan muntah hanya
berisi air liurnya. Pasien menyatakan keluhan tersebut tidak berhubungan dengan siklus
menstruasinya dikarenakan pasien telah menstruasi 2 minggu sebelum keluhan ini
dirasakan.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan menunjukkan tanda-tanda rangsang
apendiksitis, seperti Mc Burney Pain, Psoas Sign, Obturator sign menunjukkan
kemungkinan terjadinya apendikstis terjadi sangat besar. Penanganan utama dari
apendiksitis akut adalah dengan dilakukan operasi Appendiktomi. Operasi dilakukan
cito di Instalasi Bedah Central.
29
Pada hari pertama pasien dirawat post dilakukan apependiktomi, obat yang
diberikan adalah cefazolin, ketorolac, dan ranitidin Hari selanjutnya perawatan
dilanjutkan dengan terapi yang sama dan dievaluasi hasil operasi. Pasien tidak
mengalami keluhan berarti post operasi. Pasien pada hari ke-V sudah diperbolehkan
pulang dan dapat kontrol rawat jalan.
Medikamentosa yang diberikan untuk pasien ini adalah operasi dan obat-obatan
lain simtomatis. Obat yang diberikan untuk pasien ini adalah infus RL, cefazolin,
ranitidin, ketorolac. Antibiotik yang digunakan adalah cefazolin karena merupakan
antibiotik spektrum luas. Pasien mendapatkan terapi ranitidin karena pasien sedang
mengalami stress, sehingga terjadi peningkatan asam lambung. Ranitidin adalah suatu
histamin antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja histamin secara kompetitif pada
reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung. Ketorolac berfungsi sebagai
analgetik, terutama untuk pasien post operasi. Pada pasien ini, ketorolac digunakan
setelah operasi selesai.
Hasil dari penanganan pasien ini selama lima hari sangat memuaskan. Outcome
yang bagus timbul karena penanganan yang tepat cepat dan dukungan dari pasien dan
keluarga pasien yang banyak berperan dalam kesembuhan pasien. Pasien disarankan
untuk kontrol rawat jalan di Poli Bedah, tiga hari setelah diperbolehkan pulang dari
ruang rawat inap.
30
DAFTAR PUSTAKA
Andersson N, Griffiths H, Murphy J, et al. Is appendicitis familial? Br Med J 1979 Sep 22; 2: 697e8.
Birnbaum BA, Wilson SR. Appendicitis at the millennium. Radiology 2000 May; 215: 337e48.
Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, et al. Shwartz’s Principles of Surgery. 9th Ed. USA: McGrawHill Companies. 2010.
Puylaert JB, Rutgers PH, Lalisang RI, et al. A prospective study ofultrasonography in the diagnosis of appendicitis. N Engl J Med 1987 Sep 10; 317: 666e9.
Temple CL, Huchcroft SA, Temple WJ. The natural history of appendicitis in adults. A prospective study. Ann Surg 1995 Mar; 221: 278-81.
Syamsuhidayat. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC: Jakarta
31