AFSDF

22
Program Puskesmas untuk Pemberantasan Kasus Demam Berdarah Denggi Mohd Zaid bin Ahmad Zalizan 102012499 (D1) Jl. Arjuna Utara No. 6 Jaarata 11!10 zaid"zalizan#$ahoo.%om Pendahuluan &'n$ait D'mam 'rdarah D'n u' (D D) adalah *'n$ait m'nular $an di+'bab ol'h ,iru+ d'n u' dan ditularan ol'h n$amu Aedes aegypti- $an ditandai d'n a m'ndada dua +am*ai tujuh hari tan*a *'n$'bab $an j'la+- l'mah l'+u- 'li+ah- hati- di+'rtai tanda *'rdarahan diulit b'ru*a *'t'%hi'- *ur*ura- '%h$mo+i+- '*i+ta+ *'rdarahan u+i- h'mat'm'+i+- m'l'na-h'*atom' ali- trombo+ito*'ni- dan '+adaran m'nurun atau r'njatan. /am*ai +aat ini b'lum d't'muan adan$a obat atau ,a+in u m'n%' ah *'n$ait ini. &'mb'ranta+an D D +'*'rti ju a *'n$ait m'nular lain- di ata+ *'mutu+an rantai *'nularann$a. abah D D *'rtama t'rjadi *ada tahun 1 03an +'%ara b'r+amaan di A+ia- A Am'ria Utara. &'n$ait ini 'mudian di'nali dan dinamai *ada 1 9. D D m'ru*a *'n$ait 'nd'mi+ di 5ndon'+ia. a+u+ D D m'ru*aan ma+alah '+'hatan 5ndon'+ia- tam*a dari 'n$ataan $an ada bah7a +'luruh 7ila$ah 5ndon'+ia m'm*un$ r'+io t'rjan it D D. /'ja *'rtama ali dit'muan *ada 196 di /uraba$a dan Jaarta- a+u+ t'ru+ m'nin at bai dalam jumlah mau*un lua+ 7ila$ah $an t'rjan it dan +'lalu t'rjadi 'jadian 8uar ia+a ( 8 ) +'tia* tahun. 1-2 Pembahasan Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan Dalam *'m'%ahan ma+alah t'randun +uatu *ro+'+ +i+t'mati+ $an m' urutan lo i+. 8an ah a7al dalam *'m'%ahan ma+alah adalah m'n uraian ma+alah + j'la+ +'dan an lan ah3lan ah ahirn$a adalah m'n ha+ilan doum'n $an di+'but 1

description

FSDF

Transcript of AFSDF

Program Puskesmas untuk Pemberantasan Kasus Demam Berdarah DenggiMohd Zaid bin Ahmad Zalizan102012499 (D1)Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarata [email protected] Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri hulu hati, disertai tanda perdarahan dikulit berupa petechie, purpura, echymosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hepatomegali, trombositopeni, dan kesadaran menurun atau renjatan. Sampai saat ini belum detemukan adanya obat atau vaksin untuk mencegah penyakit ini. Pemberantasan DBD seperti juga penyakit menular lain, didasarkan atas pemutusan rantai penularannya.Wabah DBD pertama terjadi pada tahun 1780-an secara bersamaan di Asia, Afrika dan Amerika Utara. Penyakit ini kemudian dikenali dan dinamai pada 1789. DBD merupakan penyakit endemis di Indonesia. Kasus DBD merupakan masalah kesehatan Indonesia, hal ini tampak dari kenyataan yang ada bahwa seluruh wilayah Indonesia mempunyai resiko terjangkit DBD. Sejak pertama kali ditemukan pada 1968 di Surabaya dan Jakarta, jumlah kasus terus meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan hampir selalu terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) setiap tahun.1,2

PembahasanPemecahan Masalah dan Pengambilan KeputusanDalam pemecahan masalah terkandung suatu proses sistematis yang mempunyai urutan logis. Langkah awal dalam pemecahan masalah adalah menguraikan masalah secara jelas sedangkan langkah-langkah akhirnya adalah menghasilkan dokumen yang disebut rencana yang siap untuk dilaksanakan. Uraian langkah-langkah dalam pemecahan masalah selengkapnya diuraikan sebagai berikut:2,31. Penetapan Masalah dan Prioritas MasalahUntuk mengetahui apakah itu masalah maka perlu diketahui mengenai pengertian masalah. Masalah adalah adanya kesenjangan antara harapan atau tujuan yang ingin dicapai dengan kenyataan yang sesungguhnya sehingga menimbulkan rasa tidak puas. Dalam penetapan masalah, harus diketahui keadaan sekarang dan keadaan yang diinginkan, dari hasil membandingkan kedua keadaan tersebut kemudian dicari mana yang belum atau tidak memuaskan merupakan kesenjangan masalah.

Untuk mengetahui permasalahan dapat dilakukan dengan berbagai cara antaranya melakukan penelitian, mempelajari laporan dan berdiskusi dengan para ahli. Dari berbagai masalah yang ditemukan tidak mungkin seluruhnya dapat ditanggulangi, untuk itu perlu adanya prioritas masalah khususnya masalah kesehatan.

2. Analisa Faktor Penyebab MasalahAnalisa penyebab masalah merupakan kegiatan untuk mengkaitkan masalah dengan faktor-faktor penyebabnya. Masalah merupakan variable terikat yang dipengaruhi oleh variable bebas yang merupakan penyebab masalah.

3. Pemecahan MasalahSetelah diketahui penyebab masalah, langkah selanjutnya berupa pemecahan masalah. Tujuan pemecahan masalah adalah untuk menghilangkan atau mengurangi faktor-faktor penyebab. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan berupa penetapan tujuan dan sasaran serta mencari alternatif pemecahan masalah.

Contoh masalah yang akan ditanggulangi adalah masalah DHF, maka penetapan tujuannya adalah menurunkan insidens DHF dan CFR (case fatality rate) dari 4% menjadi 0% di wilayah Puskesmas.. Seperti diketahui, untuk mencapai tujuan dapat dilakukan dengan menanggulangi sasaran berupa faktor penyebab timbul masalah. Contoh sasaran yang dapat dilakukan memberi penyuluhan penyakit DHF kepada masyarakat, meningkatkan kewaspadaan terhadap timbulnya penyakit DHF, pemberian bahan kimia (abate) pada bak tempat air yang tidak dapat dikuras dan pemberian ikan pemakan jentik.

4. Pengembangan AlternatifSetelah diketahui sasaran apa yang akan dilakukan, maka dikembangkan alternatif kegiatan.

5. Pengambilan KeputusanPengambilan keputusan adalah teknik memilih cara terbaik (kegiatan atau program) untuk mencapai tujuan atau sasaran yang ditetapkan secara efektif dan efisien. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh kelompok atau tim akan lebih baik hasilnya daripada yang dilakukan perorangan.2,3

Proses pengambilan keputusan menggunakan kriteria mutlak dan kriteria keinginan dilakukan melalui lapan langkah: Menetapkan tujuan atau sasaran keputusan. Menentukan kriteria mutlak (kriteria yang berkaitan dengan input dan output) dan kriteria keingingan (kriteria yang berkaitan dengan proses) bagi tercapainya tujuan. Menetapkan bobot kriteria keinginan. Inventarisasi alternatif, yaitu kemungkinan-kemungkinan cara untuk mencapai tujuan. Menguji alternatif-alternatif tersebut Menetapkan keputusan sementara. Inventarisasi konsekuensi (akibat negative yang timbul apabila keputusan-keputusan sementara itu dilaksanakan). Penentuan keputusan ditetapkan setelah mempertimbangkan tingginya jumlah nilai alternatif dan kemampuan untuk mengatasi konsekuensi.

6. Rencana PelaksanaanRencana pelaksanaan disusun berdasarkan keputusan yang diambil biasanya dibuat dalam matrik yang di dalamnya meliputi kegiatan, tujuan , waktu, tempat, pelaksana dan biaya.2

7. PenilaianTujuan dari penilaian adalah untuk melihat apakah tujuan yang tercantum dalam rencana bisa tercapai atau tidak. Untuk itu dalam penilaian diperlukan adanya indicator dan parameter yang sudah ditetapkan. Pada hakikatnya, penilaian selain untuk menilai hasil kerja yang dilakukan juga merupakan identifikasi kesenjangan-kesenjangan apa yang masih ada. Sehingga dari hasil penilaian ini dapat diketemukan masalah-masalah untuk dipecahkan selanjutnya.2

Demam Berdarah DengueEtiologiDemam dengue dan demam berdarah dengue adalah disebabkan oleh agent yaitu virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2,DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak.1,2

EpidemiologiPertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta dan jumlah kasus terus meningkat. Kejadian luar biasa (KLB) yang terbesar terjadi pada tahun 1998 dilaporkan dari 16 propinsi dengan insidens rate (IR) nya 35,19 per 100.000 penduduk dengan angka fatalitas kasus (CFR) 2,0%. Pada tahun 2003, IR meningkat ke 23,87. Insidens adalah kasus baru yang timbul dalam suatu periode tertentu.Insidens menggambarkan adanya perubahan status kesehatan dari sehat ke sakit. Insidens rate adalah jumlah kasus baru dalam periode tertentu per jumlah penduduk pada pertengahan periode yang sama dikalikan dengan 1000.2,3DBD dahulu dikenal hanya sebagai penyakit pada anak-anak, namun kini banyak ditemukan pada penderita dewasa. Prevalensi tertinggi ditemukan pada kelompok umur 25 hingga 34 tahun (0,7%) dan terendah pada bayi (0,2%). Tidak terlihat perbedaan prevalensi DBD pada laki-laki dan perempuan. DBD klinis relatif lebih tinggi di perdesaan, namun kasus yang terdeteksi berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan lebih banyak di perkotaan.Temuan yang juga perlu menjadi perhatian adalah DBD klinis relatif lebih banyak ditemukan pada responden dengan tingkat pendidikan rendah (tidak sekolah dan tidak tamat SD), responden sekolah dan petani/nelayan/buruh. Prevalensi DBD klinis juga cenderung meningkat pada kelompok dengan tingkat pengeluaran rumah tangga (RT) per kapita yang lebih tinggi. Hal ini mungkin berhubungan dengan tingkat kesadaran penderita dalam mengenali penyakit dan mencari pengobatan yang lebih baik di kelompok dengan tingkat pengeluaran RT per kapita yang lebih tinggi tersebut.2

Gambar 1 menunjukkan jumlah kasus yang dilaporkan dan angka fatalitas kasus (CFR) DBD di Wilayah Asia Tenggara pada tahun 1985 hingga 1997. Pada 2010, CFR menjadi 1,26%. Angka CFR ini digunakan untuk mengukur keganasan atau fatalitas suatu penyakit tertentu. Angka fatalitas kasus DBD (CFR) dapat dihitung dengan;

Incident rate (IR) adalah perbandingan jumlah kasus DBD terhadap jumlah penduduk per 10.000 penduduk di wilayah kota Surakarta. IR dihitung dengan rumus;

Angka Bebas Jentik (ABJ) dihitung dengan rumus;

House index (HI) dan container index (CI), yaitu tingkat bebas jentik di tiap rumah dan tempat penampungan air (container) tiap bulan per kelurahan. HI dan CI dihitung dengan rumus;

Stratifikasi Wilayah DBD digunakan sebagai dasar penilaian risiko DBD di suatu wilayah. Menurut panduan penanggulangan DBD, berdasarkan endemisitasnya, jenis daerah risiko DBD dapat dibagi menjadi daerah endemis, sporadis, potensial, dan bebas.2Kriteria DBD Menurut WHO 1997

Skema 1. Keluhan DBD Secara Laboratorium Menurut Kriteria WHO 1997.

PuskesmasDefinisiPusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan suatu unit organisasi yang bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan yang berada di lini terdepan dan mempunyai misi sebagai pusat pengembangan pelayanan kesehatan, yang melaksanakan pembinaan dan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu untuk masyarakat di suatu wilayah kerja tertentu yang telah ditentukan secara mandiri dalam menentukan kegiatan pelayanan namun tidak mencakup aspek pembiayaan. Puskesmas juga dapat didefinasikan sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten /kota yang bertangungjawab menyelenggarakan pembangunanan kesehatan di suatu wilayah kerja (Depkes RI, 2004). Dengan kata lain, puskesmas mempunyai wewenang dan tanggunjawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya.3Umumnya, puskesmas merupakan unit pelayanan kesehatan yang letaknya berada paling dekat ditengah-tengah masyarakat dan mudah dijangkau dibandingkan dengan unit pelayanan kesehatan lainya seperti Rumah Sakit Swasta maupun Negeri. Fungsi Puskesmas adalah mengembangkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh seiring dengan misinya. Pelayanan kesehatan tersebut harus bersifat menyeluruh atau yang disebut dengan Comprehensive Health Care Service yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Prioritas yang harus dikembangkan oleh Puskesmas harus diarahkan ke bentuk pelayanan kesehatan dasar (basic health care services) yang lebih mengedepankan upaya promosi dan pencegahan (public health service).3

Fungsi PuskemasAda 3 fungsi pokok puskesmas, yaitu yang pertamanya adalah sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya dengan mendirikan pondok bersalin, Posyandu, Posantren dan lain lain. Keduanya adalah sebagai pusat pemberdayaan masyarakat dengan membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka mengingatkan kemampuan untuk hidup sehat. Ketiganya adalah sebagai pusat pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dengan mewujudkan program-program kesehatan yang mana antara lain adalah program pemberantasan DBD.3Proses dalam melaksanakan fungsinya dilakukan dengan cara merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka menolong dirinya sendiri dan memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggali dan menggunakan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien. Puskesmas juga memberikan bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan rujukan medis maupun rujukan kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan bantuan tersebut tidak menimbulkan ketergantungan. Selain itu, puskesmas melaksanakan fungsinya dengan memberi pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat dan bekerjasama dengan sektor-sektor yang bersangkutan dalam melaksanakan program puskesmas.3

Peran PuskemasDalam konteks otonomi daerah saat ini, puskesmas mempunyai peran yang sangat vital sebagai institusi pelaksana teknis, dituntut memiliki kemampuan manajerial dan wawasan jauh ke depan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.Peran tersebut ditunjukkan dalam bentuk keikutsertaan dalam menentukan kebijakan daerah melalui sistem perencanaan yang matang dan realistis, tatalaksana kegiatan yang tersusun rapi, serta sistem-evaluasi dan pemantuan yang akurat. Rangkaian manajerial tersebut bermanfaat dalam penentuan skala prioritas daerah dan sebagai bahan kesesuaian dalam menentukan. Rancangan Anggaran Pembelanjaan Daerah (RAPBD) yang berorientasi kepada kepentingan masyarakat. Pada masa mendatang, puskesmas juga dituntut berperan dalam pemanfaatan teknologi informasi terkait upaya peningkatan pelayanan kesehatan secara komprehensif dan terpadu.3

Peranan Doktor Adanya penetapan satu hukum agar para dokter tetap berjalandi jalan yang benaryakni Undang-Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (UUPK) yang berlaku efektif pada 6 Oktober 2005. Tujuan pengaturan praktik kedokteran adalah memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medik, memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dan pelayan kesehatan.Dari tujuan UUPK tersebut dapat dimengerti bahwa komunitas dokter membutuhkan pengaturan hukum yang memberi peluang tumbuhnyaself regulationdanself enforcementdisampinglaw enforcementbila memang diperlukan.3Dengan menumbuhkanself regulationdanself enforcementdi kalangan profesi medik, merupakan upaya ke arah pengembangan konsep yangapplicabledan sustainabledengan strategi:Doctors for the Futureseperti yang telah digariskan oteh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1996.Strategi WHO ini juga dikenal dengan sebutanFive Stars Doctordi mana setiap dokter diharapkan dapat berperan : Sebagai health care provideryang bermutu, berkesinambungan dan komprehensif dengan mempertimbangkan keunikan individu, berdasarkan kepercayaan dan memperlakukan pasien secara holistik dalam menyediakan pelayanan kedokteran yang baik untuk jangka panjang Sebagaidecision makeryang dapat berperan sebagai pengambil keputusan yang baik misalnya mampu memilih teknologi yang tepat dengan pertimbangan etika dan biaya. Sebagai communicator yang mampu mempromosikan gaya hidup sehat melalui komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) serta memberdayakan masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Dokter juga harus mampu memberikan penjelasan dan edukasi yang efektif Sebagaicommunity leaderyang mampu memperoleh kepercayaan, membangun kesepakatan tentang kesehatan bersama serta berinisiatif meningkatkan kesehatan dengan mampu melaksanakan program sesuai dengan kebutuhan masyarakat Sebagai manager yang mampu menggerakkan individu dan lingkungan demi kesehatan bersama dengan menggunakan data yang akurat. Dokter harus mampu bekerja secara harmonis dengan individu dan organisasi di luar maupun di dalam lingkup pelayanan kesehatan sehingga kebutuhan pasien dan komunitas terpenuhi. Selain itu, dokter juga seharusnya mampu memanfaatkan data-data kesehatan secara tepat.Melalui pembangunan dokter dan masyarakat secara individu maupun kolektif seperti di atas, diharapkan akan terbangun sistem pelayanan kesehatan yang lebih sehat (safer system building), lebih murah serta lebih bermanfaat di masa datang.3

Program Pokok PuskesmasKegiatan pokok puskesmas dikembangkan dari Basic Health Care Services menurut WHO yang dikenal sebagai Basic Seven, yang terdiri atas kesehatan ibu dan anak, pengobatan, kesehatan lingkungan, statistic, pencegahan penyakit menular, perawatan kesehatan masyarakat dan laboratorium. Pada Rapat Kerja Nasional ke III, 1970, ditetapkan 6 usaha kesehatan pokok, seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi.Seterusnya berkembang menjadi 18 usaha kesehatan pokok.Berdasarkan Surat Keputusan MenKes RI no.128/2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas, upaya pelayanan kesehatan puskesmas dibahagi menjadi 2 kelompok yaitu upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan. Upaya kesehatan wajib termasuk; Upaya Promosi Kesehatan Upaya kesehatan lingkungan Upaya kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana Upaya perbaikan gizi masyarakat Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular (misalnya DBD) Upaya pengobatan Upaya Kesehatan Pengembangan ditetapkan berdasarkan masalah kesehatan yang ditemukan di masyarakat dan disenaraikan dengan kemampuan Puskesmas, serta dapat dipilih dari upaya kesehatan pokok yang telah ada.3

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit MenularMemberantas penyakit menular adalah menghilangkan atau mengubah cara berpindahnya penyakit menular dan infeksi. Pemindahan penyakit atau penularan itu suatu cara bagaimana seseorang bisa tertular. Secara epidemiologis, pemberantasan penyakit menular harus memperhatikan faktor-faktor seperti host, agent, environment, vektor dan reservoir sehingga upaya pemberantasan dapat memutuskan mata rantai penularan penyakit. Cara penularan meliputi secara langsung dan tidak langsung. Penularan langsung dari manusia ke manusia melalui droplets, airborne, batuk, ludah, bersin seperti tuberculosis dan penularan tidak langsung melalui vektor seperti demam berdarah dengue (DBD). Jika cara penyakit menular itu diketahui, maka dapat dijalankan usaha-usaha untuk menghilangkan sumber infeksi dan memutuskan rantai penularan.4,5 Di dalam pembatasan penyakit, sering dipakai istilah wabah dan kejadian luar biasa (KLB) yang mana; wabah adalah suatu peningkatan kejadian kesakitan/kematian yang telah meluas secara cepat baik jumlah kasus maupun luas daerah terjangkit. KLB adalah timbulnya suatu kejadian kesakitan/kematian atau meningkatnya suatu kejadian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu kelompok penduduk dalam periode waktu tertentu.DBD adalah termasuk penyakit yang potensial wabah atau KLB yang bisa menular dalam waktu yang cepat atau mempunyai mortalitas yang tinggi dan memerlukan tindakan segera.4

Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular DBDTujuan adalah untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit DBD, mencegah dan menanggulangi KLB serta meningkatkan peran serta masyarakat (PSM) dalam pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Sasaran Nasional yaitu morbiditas di kecamatan endemic DBD < 2 per 10.000 penduduk dan menurunnya angka fatalitas kasus penyakit DBD (CFR dari 1,26% pada 2010 menjadi < 1% pada tahun 2015).Kejadian Luar Biasa (KLB) secara praktis adalah timbulnya suatu kejadian kesakitan atau kematian dan atau meningkatnya sesuatu kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu kelompok penduduk dalam suatu kurun waktu.5Tergolong KLB jika ada kriteria: Timbul suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada Peningkatan kejadian penyakit terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut penyakitnya. Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya Jumlah penderita baru dalam 1 bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.Wabah penyakit menular adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan mala petaka. Wabah harus mencakup jumlah kasus yang besar, daerah yang luas, waktu yang lebih lama dan dampak yang timbul lebih berat. Strategi : Kewaspadaan dini Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) Peningkatan ketrampilan petugas PenyuluhanKegiatan : Pelacakan penderita (penyelidikan epidemiologis, PE) yaitu kegiatan mendatangi rumah-rumah dari kasus yang dilaporkan (indeks kasus) untuk mencari penderita lain dan memeriksa angka jentik dalam radius 100m dari rumah indeks. Penemuan dan pertolongan penderita, yaitu kegiatan mencari penderita lain. Jika terdapat tersangka kasus DBD maka harus segera dilakukan penanganan kasus termasuk merujuk ke unit pelayanan kesehatan (UPK) terdekat. Abatisasi selektif atau larvadisasi selektif, yaitu kegiatan memberikan atau menaburkan larvasida ke dalam penampungan air yang positif terdapat jentik Aedes. Fogging focus (FF), yaitu kegiatan menyempprot dengan insektisida (malation, losban) untuk membunuh nyamuk dewasa dalam radius 1 RW per 400 rumah per 1 dukuh. Pemberantasan vektor penyakit antaranya dilakukan dengan cara mekanis yaitu pemasangan kelambu pada rumah-rumah yang berada di daerah endemis. Pemasangan kawat kasa atau plastic strimin pada lubang angin di dinding rumah setidaknya dapat mengurangi jumlah nyamuk yang masuk ke dalam rumah. Pemeriksaan jentik berkala (PJB), yaitu kegiatan regular tiga bulan sekali, dengan cara mengambil sampel 100 rumah/desa/kelurahan. Pengambilan sampel dapat dilakukan dengan cara random atau metode spiral atau metode zigzag. Dengan kegiatan ini akan didapatkan angka kepadatan jentik atau house index (HI). Pembentukan kelompok kerja (pokja) DBD di semua level administrasi, mulai dari desa, kecamatan sampai tingkat pusat. Penggerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M yaitu, menutup, mengubur barang bekas, menguras tempat penampungan air bersih dan membersihkan tempat yang berpotensi bagi pengembangbiakan nyamuk di daerah endemic atau sporadic. Penyuluhan tentang gejala awal penyakit, pencegahan dan rujukan penderita. Penyuluhan perorangan dilakukan di rumah pada waktu pemeriksaan jentik berkala oleh petugas kesehatan atau petugas pemeriksa jentik dan di rumah sakit/Puskesmas/praktek dokter oleh dokter/perawat. Penyuluhan kelompok dilakukan kepada warga di lokasi sekitar rumah penderita, pengunjung di rumah sakit/Puskesmas/Posyandu, guru, pengelola tempat umum, dan organisasi sosial kemasyarakatan lainnya. Media yang digunakan adalah leaflet, flip chart, slides, dan lain-lain. Penyuluhan masal dilaksanakan melalui TV, radio atau media masa lainnya. Media komunikasi yang digunakan adalah film, radio spot, TV spot, poster dan lain-lain.5,6

Pencegahan PrimerPencegahan penyakit DBD dapat dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.6

Surveilans VektorSurveilans untuk nyamuk Aedes aegypti sangat penting untuk menentukan distribusi, kepadatan populasi, habitat utama larva, faktor resiko berdasarkan waktu dan tempat yang berkaitan dengan penyebaran dengue, dan tingkat kerentanan atau kekebalan insektisida yang dipakai, untuk memprioritaskan wilayah dan musim untuk pelaksanaan pengendalian vektor. Data tersebut akan memudahkan pemilihan dan penggunaan sebagian besar peralatan pengendalian vektor, dan dapat dipakai untuk memantau keefektifannya. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah survei jentik. Survei jentik dilakukan dengan cara melihat atau memeriksa semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat berkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dengan mata telanjang untuk mengetahui ada tidaknya jentik, yaitu dengan cara visual. Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada tidaknya jentik disetiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya. Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes aegypti adalah :a. House Indeks (HI), yaitu persentase rumah yang terjangkit larva dan atau pupa.b. Container Indeks (CI), yaitu persentase container yang terjangkit larva atau pupa.c. Breteau Indeks (BI), yaitu jumlah container yang positif per-100 rumah yang diperiksa.Dari ukuran di atas dapat diketahui persentase Angka Bebas Jentik (ABJ), yaitu jumlah rumah yang tidak ditemukan jentik per jumlah rumah yang diperiksa.Pengendalian VektorPengendalian vektor adalah upaya untuk menurunkan kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti. Pada pengendalian cara kimiawi dapat digunakan insektisida yang ditujukan pada nyamuk dewasa atau larva. Insektisida yang dapat digunakan adalah dari golongan organoklorin, organofosfor, karbamat, dan pyrethoid. Bahan-bahan insektisida dapat diaplikasikan dalam bentuk penyemprotan (spray) terhadap rumah-rumah penduduk. Insektisida yang dapat digunakan terhadap larva Aedes aegypti yaitu dari golongan organofosfor (Temephos) dalam bentuk sand granules yang larut dalam air di tempat perindukan nyamuk atau sering disebut dengan abatisasi.6

Pengendalian LingkunganPengendalian lingkungan dapat digunakan beberapa cara antara lain dengan mencegah nyamuk kontak dengan manusia yaitu memasang kawat kasa pada pintu, lubang jendela, dan ventilasi di seluruh bagian rumah. Hindari menggantung pakaian di kamar mandi, di kamar tidur, atau di tempat yang tidak terjangkau sinar matahari.6

Gerakan Pemberantasan Sarang NyamukGerakan PSN adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah untuk mencegah penyakit DBD yang disertai pemantauan hasil-hasilnya secara terus menerus. Gerakan PSN DBD merupakan bagian terpenting dari keseluruhan upaya pemberantasan penyakit DBD, terutama pada awal dan selama musim hujan dan merupakan bagian dari upaya mewujudkan kebersihan lingkungan serta prilaku sehat dalam rangka mencapai masyarakat dan keluarga sejahtera. Dalam membasmi jentik nyamuk penularan DBD dengan cara yang dikenal dengan istilah 3M, yaitu :1. Menguras bak mandi, bak penampungan air, tempat minum hewan peliharaan minimal sekali dalam seminggu.2. Menutup rapat tempat penampungan air sedemikian rupa sehingga tidak dapat diterobos oleh nyamuk dewasa.3. Mengubur barang-barang bekas yang sudah tidak terpakai, yang semuanya dapat menampung air hujan sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk Aedes aegypti.

Pemberian bahan kimia (abate) pada tendon atau bak tempat air yang tidak dapat dibersihkan atau dikuras juga boleh dilakukan, terutama pada saat ada penularan penyakit atau transmisi DHF. Abatisasi ini dilakukan dua hingga tiga bulan sekali. Jumlah abate yang diperlukan adalah dengan takaran 1 gram abate untuk 10 liter air. Selain itu, bak-bak air yang sukar dibersihkan atau dikuras dapat juga ditaburi ikan pemakan jentik.7

FoggingDengan syarat dan persetujuan dari Rumah Sakit sekitar. Umumnya kebanyakan orang terparadigma dengan pemberantasan DBD melalui fogging atau penyemprotan. Ketika dilakukan fogging, nyamuk dewasa akan mati bila terkena asap fogging tersebut tetapi telur, larva atau jentik yang ada di dalam air tidak mati. Sehingga kalau suatu ketika dilakukan fogging maka nyamuk bisa jadi akan mati semua (dengan syarat fogging dilakukan dengan benar) tetapi selang 1 10 hari kemudian akan muncul nyamuk Aedes aegyti yang baru dari hasil menetasnya telur-telur tadi. Dari penjelasan di atas seharusnya sudah boleh ditarik kesimpulan bahwa penanggulangan demam berdarah dengan cara fogging memang tidak efektif apabila tidak diikuti dengan Pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Selain tidak begitu efektif penanggulangan dengan cara ini juga membutuhkan biaya yang mahal. Oleh karenanya fogging tidak perlu dilakukan kalau memang tidak sangat mendesak.7Berdasarkan alasan inilah Dinas Kesehatan memberlakukan persyaratan khusus untuk wilayah yang akan dilakukan fogging. Persyaratan tersebut antara lain; sebelum dilakukan fogging masyarakat sekitar harus dilakukan penyuluhan dan Penyelidikan Epidemologi (PE). Penyelidikan epidemilogi adalah kegiatan pencarian penderita DBD atau tersangka DBD lainya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di tempat tinggal penderita dan rumah/ bangunan sekitarnya.7

Pencegahan SekunderPada pencegahan sekunder dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut; penemuan, pertolongan dan pelaporan penderita. Penemuan, pertolongan, dan pelaporan penderita DBD dilaksanakan oleh petugas kesehatan dan masyarakat dengan cara:1. Bila dalam keluarga ada yang menunjukkan gejala penyakit DBD, berikan pertolongan pertama dengan banyak minum atau cairan, kompres dingin dan berikan obat penurun panas yang tidak mengandung asam salisilat serta segera bawa ke dokter atau unit pelayanan kesehatan.2. Dokter atau unit kesehatan setelah melakukan pemeriksaan/diagnosa dan pengobatan segaera melaporkan penemuan penderita atau tersangka DBD tersebut kepada Puskesmas, kemudian pihak Puskesmas yang menerima laporan segera melakukan penyelidikan epidemiologi dan pengamatan penyakit dilokasi penderita dan rumah disekitarnya untuk mencegah kemungkinan adanya penularan lebih lanjut. Kepala Puskesmas melaporkan hasil penyelidikan epidemiologi dan kejadian luar biasa (KLB) kepada Camat, dan Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, disertai dengan cara penanggulangan seperlunya.6,7

Pengobatan Penderita DBD Pengobatan penderita DBD pada dasarnya bersifat simptomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi.1. Penatalaksanaan DBD tanpa komplikasi :a. Istirahat total di tempat tidur.b. Diberi minum 1,5-2 liter dalam 24 jam (susu, air dengan gula atau air ditambah garam/oralit). Bila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut berlebihan, maka cairan inravena harus diberikan.c. Berikan makanan lunakd. Medikamentosa yang bersifat simptomatis. Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres, antipiretik yang bersifat asetaminofen, eukinin, atau dipiron dan jangan diberikan asetosal karena dapat menyebabkan perdarahan.e. Antibiotik diberikan bila terdapat kemungkinan terjadi infeksi sekunder.2. Penatalaksanaan pada pasien syok :a. Pemasangan infus yang diberikan dengan diguyur, seperti NaCl, ringer laktat dan dipertahankan selama 12-48 jam setelah syok diatasi. Observasi keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu, dan pernapasan tiap jam, serta Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit (Ht) tiap 4-6 jam pada hari pertama selanjutnya tiap 24 jam.Bila pada pemeriksaan darah didapatkan penurunan kadar Hb dan Ht maka diberi transfusi darah.

Pecegahan TersierPencegahan tingkat ketiga atau tertiary prevention merupakan pencegahan dengan sasaran utamanya adalah penderita penyakit DBD dalam usaha mencegah bertambah beratnya penyakit tersebut atau mencegah terjadinya cacat serta program rehabilitasi. Rehabilitasi ini mencakup rehabilitasi fisik atau medis, rehabilitasi mental dan rehabilitasi sosial.7

Manajemen Program Pembrantasan DHFProgram pembanterasan DHF umum dilaksanakan oleh Pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Untuk memanaje fungsi dan keberlangsungan sesuatu program digunakan prinsip POAC yaitu planning, organization, actuating dan controlling.Perencanaan (planning) adalah salah satu fungsi manajemen yang berguna untuk memudahkan pencapaian tujuan dan sasaran organisasi (Koontz, 1984). Dalam perencanaan ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan. Yaitu harus SMART yaitu Specific artinya perencanaan harus jelas maksud maupun ruang lingkupnya. Tidak terlalu melebar dan terlalu idealis. Measurable artinya program kerja atau rencana harus dapat diukur tingkat keberhasilannya. Achievable artinya dapat dicapai. Jadi bukan anggan-angan. Realistic artinya sesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang ada. Tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit. Tapi tetap ada tantangan. Time artinya ada batas waktu yang jelas. Mingguan, bulanan, triwulan, semesteran atau tahunan. Sehingga mudah dinilai dan dievaluasi.8Agar tujuan tercapai maka dibutuhkan pengorganisasian (organization). Dalam perusahaan biasanya diwujudkan dalam bentuk bagan organisasi. Yang kemudian dipecah menjadi berbagai jabatan. Pada setiap jabatan biasanya memiliki tugas, tanggung jawab, wewenang dan uraian jabatan (job description). Semakin tinggi suatu jabatan biasanya semakin tinggi tugas, tanggung jawab dan wewenangnya.Dengan pembagian tugas tersebut maka pekerjaan menjadi ringan. Disinilah salah satu prinsip dari manajemen. Yaitu membagi-bagi tugas sesuai dengan keahliannya masing-masing.Perencanaan dan pengorganisasian yang baik kurang berarti bila tidak diikuti dengan pelaksanaan kerja (actuating). Untuk itu maka dibutuhkan kerja keras, kerja cerdas dan kerjasama. Semua sumber daya manusia yang ada harus dioptimalkan untuk mencapai visi, misi dan program kerja organisasi. Pelaksanaan kerja harus sejalan dengan rencana kerja yang telah disusun. Kecuali memang ada hal-hal khusus sehingga perlu dilakukan penyesuian. Setiap SDM harus bekerja sesuai dengan tugas, fungsi dan peran, keahlian dan kompetensi masing-masing SDM untuk mencapai visi, misi dan program kerja organisasi yang telah ditetapkan.9Agar pekerjaan berjalan sesuai dengan visi, misi, aturan dan program kerja maka dibutuhkan pengontrolan (controlling). Baik dalam bentuk supervisi, pengawasan, inspeksi hingga audit. Kata-kata tersebut memang memiliki makna yang berbeda, tapi yang terpenting adalah bagaimana sejak dini dapat diketahui penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun pengorganisasian. Sehingga dengan hal tersebut dapat segera dilakukan koreksi, antisipasi dan penyesuaian-penyesuaian sesuai dengan situasi, kondisi dan perkembangan zaman.8,9

Pengawasan dan Penanggungjawaban ProgramPengawasan dan pertanggungjawaban adalah proses memperoleh kepastian atas kesesuaian penyelenggaraan dan pencapaian tujuan puskesmas terhadap rencana dan peraturan perundang undangan serta berbagai kewajiban yang berlaku. Untuk terselenggaranya pengawasan dan pertanggungjawaban dilakukan kegiatansebagai berikut : PengawasanPengawasan dibedakan atas dua macam yakni pengawasan internal dan pengawasan eksternal. Pengawasan internal dilakukan secara melekat oleh atasan langsung. Pengawasan eksternal dilakukan oleh masyarakat, dinas kesehatan kabupaten/kota serta berbagai institusi pemerintah terkait. Pengawasan mencakup aspek administrative, keuangan dan teknis pelayanan. PertanggungjawabanPada setiap akhir tahun anggaran, kepala puskesmas harus membuat laporan pertanggungjawaban tahunan yang mencakup pelaksanaan kegiatan serta perolehan dan penggunaan berbagai sumber daya termasuk keuangan. Laporan tersebut disampaikan ke dinas kesehatan kabupaten/kota serta pihak pihak terkait lainnya. Apabila terjadi penggantian kepala puskesmas, maka kepala puskesmas yanglama diwajibkan membuat laporan pertanggungjawaban masa jabatannya.9

Evaluasi dan Pendekatan Sistem Melalui SP2TPSistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskemas (SP2TP) merupakan tata cara pencatatan dan pelaporan yang lengkap untuk pengelolaan puskesmas, meliputi keadaan fisik, tenaga sarana dan kegiatan pokok yang dilakukan serta hasil yang dicapai oleh puskesmas.10 Sistem pencatatan dan pelaporan terpadu puskesmas (SP2TP) merupakan kegiatan pencatatan dan pelaporan puskesmas secara menyeluruh (terpadu) dengan konsep wilayah kerja puskesmas. Sistem pelaporan ini ini diharapkan mampu memberikan informasi baik bagi puskesmas maupun untuk jenjang administrasi yang lebih tinggi, guna mendukung manajemen kesehatan.10 Secara umumnya SP2TP bertujuan dengan tersedianya data dan informasi yang kaurat, tepat waktu dan mutakhir secara periodic dan teratur untuk pengelolaan program kesehatan masyarakat melalui puskesmas diberbagai tingkat administrasi. Manakala tujuan khusus SP2TP adalah:1. Tersediannya data yang meliputi keadaan fisik, tenaga, sarana dan kegiatan pokok puskesmas yang akurat, tepat waktu dan mutakhir secara teratur.2. Terlaksananya pelaporan data secara teratur di berbagai jenjang administrasi, sesuai dengan peraturan yang berlaku.3. Digunakannya data tersebut untuk pengambilan keputusan dalam rangka pengelolaan program kesehatan masyarakat melalui puskesmas diberbagai tingkat administrasi.

Ruang lingkup SP2TP:1. SP2TP dilakukan oleh semua puskesmas termasuk puskesmas pembantu dan puskesmas keliling2. Pencatatan dan pelaporan mencakup:a) Data umum dan demografi wilayah kerja puskesmasb) Data ketenagaan di puskesmasc) Data sarana yang dimiliki puskesmasd) Data kegiatan pokok puskesmas (18 upaya pokok) baik di dalam gedung maupun di luar gedung.3. Pelaporan dilakukan secara periodic (bulanan, tribulanan, semester dan tahunan)

Pelaksanaan SP2TP:1. Pencatatan dengan menggunakan formata) Family folderb) Buku register Rawat jalan dan rawat inap Penimbangan Kohort ibu Kohort anak Persalinan Laboratorium Penangamatan penyakit menular Imunisasi PKMc) Kartu indeks penyakit (kelompok penyakit)d) Kartu perusahaane) Kartu muridf) Sensus harian (penyakit dan kegiatan puskesmas) untuk mempermudah pembuatan laporan.2. Pelaporan Jenis dan period laporan :a) Bulanan Data kesakitan Data kematian Data operasional (gizi, imunisasi, KIA, KB, dsb.) Data managemen obatb) Triwulan Data kegiatan puskesmasc) Tahunan Umum dan fasilitas Sarana Tenaga

Alur pengiriman SP2TP adalah pertamanya dikirim ke Dinas Kesehatan TK II, diteruskan ke Dinas Kesehatan TK I, kemudian diteruskan ke Departemen Kesehatan (c.q. Bagian Informasi Ditjern Pembinaan Kesehatan Masyarakat). Umpan balik di kirim ke kanwil depkes propinsi.Untuk meningkatkan ketepatan dan kelengkapan laporan SP2TP puskesmas perlu pelaksanaan rapat koordinasi kepala puskesmas paling lambat taggal 10,perlu diadakan sangsi berupa pengembalian laporan bila tidak lengkap, perlu diadakan pelatihan bagi koordinator SP2TP, Latar belakang pendidikan koordinator SP2TP paling rendaah sarjana muda. Bagi koordinator SP2TP lebih meningkatkan kerjasama tim.10

KesimpulanDemam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu penyakit infeksi virus yang ditularkan oleh vector nyamuk Aedes aegypti. Case fatality rate (CFR) untuk penyakit DBD masih tinggi dan penyakit ini berpotensial menyebabkan wabah, oleh karena itu PUSKESMAS telah menetapkan berbagai kegiatan untuk memberantas penyakit tersebut. Antara langkah yang paling penting adalah dengan melakukan kegiatan pencegahan seperti abatisasi, fogging, menggunakan insektisida dan sebagainya. Evaluasi program penting dilakukan untuk mengkaji keberkesanan pelaksanaan program terhadap angka insidens DBD.

Daftar Pustaka1. Suhendro et al. Demam berdarah dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta : Pusat penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2006; 1709-13.2. Widyono.Penyakit Tropis- Epidemiologi, Penularan , Pencegahan, Pemberantasan.PT Gelora Aksara Pertama, 2008.3. Pedoman Kerja Puskesmas Jilid I. Kebijakan Nasional Tentang Upaya Kesehatan Masyarakat. Puskesmas dan Wilayah Kerjanya. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 1990/1991; hal. 6-13, 48-51.4. TC. Timmreck. An Introduction to Epidemiologi 2nd edition. Penerbitan ECG 2008.5. I.Sutanto.IS .Ismis. PK Sjarifuddin.S.Saleha. Parasitologi Kedokteran 4th edition . FK UI 2008.6. Arsin AA dan Wahiduddin. 2004. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue Di Kota Makasar. Jurnal Kedokteran Yarsi. ISSN: 0854-1159 Vol. 12 No. 2. Mei-Agustus 2004: 23.7. Azmir. Survey Jentik dan Perilaku Masyarakat Terhadap Penyakit Demam Berdarah Dengue. Universitas Sumatera Utara (USU), 2009.8. Maryanti M. Penegetahuan dan Sikap Masyarakat terhadap Tindakan dan Penanggulangan Kasus DBD di Kecamatan Medan Baru Tahun 2004. Skripsi Mahasiswa Pascasarjana. Universitas Sumatera Utara, 2005.9. Effendi F., Makhfudli. Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan Praktik Dalam Keperawatan. Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta. Penerbit Salemba Medika. 2009. PP 273-86. 10. Effendy N. SP2TP. Dasar-dasar keperawatan kesehatan masyarakat. Edisi 2. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC; 1998: 185-6.

1