ADVOKASIA -...
Transcript of ADVOKASIA -...
ADVOKASIA F E B R U A R I 2 0 1 6
Matikan Rokok Anda
Pajak Rokok Untuk KTR
YPI Luncurkan Buku
Paparan asap rokok infeksi paruparu anak
BPS: Kemiskinan Berkurang Bila Konsumsi Rokok Dikurangi
RS Malahati dan Donbosco Canangkan KTR
Jalan Panjang Tanpa Asap di KTR
2
"Matikan rokok, sebelum
rokok mematikanmu", slogan ini
mungkin terdengar sedikit hiper-
bola, tapi bila Anda sadari, slo-
gan tersebut memang benar
adanya. Karena Hidup sehat dan
hidup di lingkungan yang sehat
merupakan idaman semua orang.
Namun kita sadari tidak mudah
mewujudkan keadaan tersebut.
Upaya untuk hidup sehat harus
diupayakan oleh setiap orang,
tidak akan optimal jika dilak-
sanakan sebagian kecil dari
masyarakat. Masalah yang bu-
kan hanya menjadi masalah ke-
sehatan diri sendiri tetapi juga
mengganggu kesehatan orang
lain adalah kebiasaan merokok,
apalagi merokok yang dilakukan
di sembarang tempat seperti di
tempat-tempat umum atau di
tempat bermain anak.
Asap tembakau mengandung
lebih dari 7000 bahan kimia, ra-
tusan diantaranya beracun dan
memiliki dampak negatif pada
organ tubuh manusia. Selain itu,
asap tembakau juga berisi 69
bahan karsinogenik yang dapat
menyebabkan kanker. Merokok
10 batang atau kurang dalam
sehari, dapat menurunkan ting-
kat harapan hidup Anda selama
rata-rata 5 tahun dan meningkat-
kan risiko kanker paru-paru
hingga 20 kali. Merokok juga
dapat meningkatkan risiko ke-
matian sebanyak lebih dari 2,5
kali lipat akibat penyakit jantung
iskemik. Asap rokok juga dapat
menyebabkan penyakit arteri
jantung koroner, kanker paru-
paru, reproduksi, stroke dan iri-
tasi hidung. Orang yang terpapar
asap rokok selama 30 menit juga
akan memengaruhi kualitas paru
-paru Anda. Jadi, mulai sekarang
Anda harus mulai dapat menjaga
diri sendiri dari paparan asap
rokok.
Memang konsekuensi bagi para
perokok mungkin saja tidak
langsung terlihat atau terasa,
tetapi ketika mereka sudah me-
masuki usia lanjut, bahaya pen-
yakit yang berhubungan dengan
rokok atau tembakau mengintai.
Konsekuensi bagi para perokok
pemula juga akan berdampak
terhadap kemajuan bangsa ini ke
depannya. Bayangkan jika para
generasi yang sedang tumbuh
sudah mulai merokok di usia
muda, kemungkinan besar pada
saat memasuki usia produktif
sekitar usia 30-40 tahun, mereka
bisa terserang penyakit yang
membahayakan hidup mereka.
Hal ini
tentunya
a k a n
m e n u -
r u n k a n
p r o d u k -
t i v i t a s
me r e k a ,
dan juga
membuat
b e b a n
m e n t a l
bagi keluarga ataupun kerabat
yang merawat mereka. Untuk
itu Kemenkes sangat konsen ter-
hadap masalah pengendalian
tembakau terutama pada gen-
erasi muda.
Sudah sering kita melihat anak-
anak berseragam sekolah men-
ghisap rokok dengan bangga dan
tanpa beban. Mereka den-
gan mudahnya mendapat-
kan rokok karena terjual
bebas dimana saja. Inilah
salah satu penyebab jum-
lah perokok di Indonesia
terus meningkat dari ta-
hun ketahun. Tak terkec-
uali jumlah perokok usia
muda.
Berdasarkan Pusat Data
dan Informasi, Kemenkes
2015 menunjukan peri-
laku merokok di Indone-
sia tidak banyak peruba-
han, jika dilihat rata-rata
jumlah batang rokok yang
dihisap perharu pada ta-
hun 2007 rata-rata 12
batang per hari, sedang-
kan pada tahun 2013 rata-
rata jumlah batang rokok
yang dihisap 12,3 batang
per hari. Apabila dilaku-
kan konversi ke dalam
jumlah penduduk abso-
lute, dan kemudian dila-
kukan penghitungan
asumsi harga rokok
kretek isi 12 batang se-
nilai Rp. 12.500,- bisa
mencapai 605 miliar
A D V O K A S I A
P A G E 3
A D V O K A S I A
Jika dalam sehari saja perokok
di Indonesia bisa menghabiskan
uang sekitar 605 milar, maka
berapa banyak yang dihabiskan
dalam jagka waktu sebulan atau
bahkan setahun ? Kondisi yang
memprihatinkan ini sudah ber-
langsung bertahun-tahun di ne-
gara kita. Seandainya saja dana
tersebut tidak digunakan untuk
membeli rokok, melainkan un-
tuk kebutuhan lain yang lebih
bermanfaat dan tidak menimbul-
kan dampak negative bagi kese-
hatan
Kebiasaan merokok sudah me-
luas di hampir semua kelom-
pok masyarakat di Indonesia
dan cenderung meningkat, teru-
tama di kalangan anak dan re-
maja sebagai akibat gencarnya
promosi rokok di berbagai me-
dia massa. Hal ini memberi
makna bahwa masalah mero-
kok telah menjadi semakin
serius, mengingat merokok ber-
isiko menimbulkan berbagai
penyakit atau gangguan kese-
hatan yang dapat terjadi baik
pada perokok itu sendiri mau-
pun orang lain di sekitarnya
yang tidak merokok (perokok
pasif).
Riset Kesehatan Dasar 2013
Kementerian Kesehatan RI
juga menyatakan perilaku
merokok penduduk usia 15
tahun ke atas masih belum ter-
jadi penurunan dari 2007-
2013, bahkan cenderung men-
galami peningkatan dari
34,2% pada 2007 menjadi
3 6 , 2 % p a d a 2 0 1 3 .
Selain itu, data riset tersebut
juga menunjukkan bahwa pada
2013, sebanyak 64,9% warga
yang masih menghisap rokok
adalah berjenis kelamin laki-laki
dan sisanya sebesar 2,1% adalah
p e r e m p u a n .
Di samping itu, juga ditemukan
bahwa 1,4% perokok masih beru-
mur 10-14 tahun, dan sebanyak
9,9% perokok pada kelompok ti-
dak bekerja. Sedangkan rata jum-
lah batang rokok yang dihisap
adalah sekitar 12,3% batang.
Bahkan, yang lebih mencengang-
kan lagi, menurut penelitian ter-
baru dari Institute for Health Met-
rics and Evaluation (IHME), se-
buah organisasi riset global di
Universitas Washington, jumlah
pria perokok di Indonesia mening-
kat dan menempati peringkat
kedua di dunia dengan 57% di
bawah Timor Leste 61%. Dan
bawah Indonesia ada Laos
(51,3%), China (45,1%) Kamboja
(42,1%).
Data periode 1980-2012 memper-
lihatkan bahwa, meskipun sejum-
lah negara memperlihatkan penu-
runan rasio, angka prevalensi ke-
biasaan merokok di Indonesia jus-
tru mengalami peningkatan.
Dari penelitian yang bertajuk
„Smoking Prevalence and
Cigarette Consumption in
187 Countries, 1980-2012‟
tersebut , menyebutkan
bahwa saat ini diperkirakan
terdapat sebanyak 52 juta
orang merokok di seluruh
Indonesia.
Persentase dari populasi
yang merokok – atau juga
dikenal dengan prevalensi itu
– memperlihatkan penu-
runan, akan tetapi jumlah
penikmat rokok di seluruh
dunia telah meningkat seir-
ing peningkatan jumlah pen-
duduk.
Dalam riset yang juga telah
dipublikasikan dalam Journal
of The American Medical
Association, Januari 2014
itu, menunjukkan bahwa In-
donesia merupakan salah
satu dari 12 negara yang
menyumbangkan angka se-
banyak 40% dari total jum-
lah perokok dunia.
4 Jumlah pria perokok di Indone-
sia telah meningkat sebanyak
dua kali lipat sejak 1980, dan
prevalensi pria perokok di Indo-
nesia tercatat sebagai kedua
tertinggi di dunia, hal ini meru-
pakan fakta menyedihkan yang
dapat memberikan dampak
negatif pada kondisi kesehatan
serta biaya kesehatan di Indone-
sia.
Secara global, prevalensi mero-
kok berdasarkan usia sudah
menunjukkan penurunan seban-
yak 42% di kalangan wanita,
dan 25% di kalangan pria, antara
1980 dan 2012.Empat negara –
Kanada, Islandia, Meksiko dan
Norwegia – telah memangkas
angka prevalensi di nega-
ranya hingga separuhnya se-
jak 1980.
Di Indonesia, prevalensi
merokok sangat bervariasi
antara pria dan wanita. Pada
2012, 57% pria Indonesia
digolongkan sebagai perokok
aktif, dan tercatat sebagai
kedua tertinggi di dunia.
Wanita Indonesia, memperli-
hatkan prevalensi merokok
sebanyak 3,6%. Angka yang
sangat kecil dibandingkan
para pria perokok.
Secara global, meskipun
prevalensi memperlihatkan
penurunan, pertumbuhan
populasi yang substan-
sial di seluruh dunia
antara 1980 dan 2012
menyumbangkan se-
besar 41% pada jum-
lah pria perokok har-
ian dan 7% pada jum-
lah wanita perokok.
Lebih dari 50% pria di
beberapa negara, ter-
masuk Indonesia, Ru-
sia, Armenia dan
Timor Leste merokok
setiap hari. Sementara
prevalensi merokok
pada wanita di atas
25% di Austria, Cili,
Perancis dan Yunani.
hatan, diantaranya me-
lalui penetapan Kawa-
san Tanpa Rokok
(KTR).
Penetapan KTR ini
bertujuan untuk
melindungi masyara-
kat terhadap ancaman
gangguan kesehatan
karena lingkungan ter-
cemar asap rokok.
Penetapan KTR ini
perlu diselenggarakan
di fasilitas pelayanan
kesehatan, tempat
proses belajar menga-
jar, tempat anak ber-
main, tempat ibadah,
angkutan umum, tem-
pat kerja, tempat
umum dan tempat lain
yang ditetapkan serta
menjadi kewajiban
asasi bagi kita semua teru-
tama para pimpinan/
penentu kebijakan di tem-
pat tersebut untuk mewu-
judkannya.
Langkah ini sangat
penting bagi Pemerintah
Daerah Provinsi dan Ka-
bupaten/Kota yang be-
lum menerbitkan regulasi
Kawasan Tanpa Rokok
(KTR) demi melindungi
masyarakat dari ancaman
gangguan kesehatan aki-
bat lingkungan yang ter-
cemar asap rokok untuk segera mengambil langkah
untuk menerbitkannya suatu regulasi Perda Kawasan
Tanpa Rokok dan Perda ini
nantinya juga sebagai dasar
hukum untuk pembuatan aturan-aturan yang ada di
bawahnya.
Kebiasaan merokok sudah
meluas di hampir semua
kelompok masyarakat di
Indonesia dan cenderung
meningkat, terutama di
kalangan anak dan remaja
sebagai akibat gencarnya
promosi rokok di berba-
gai media massa. Hal ini
memberi makna bahwa
masalah merokok telah
menjadi semakin serius,
mengingat merokok ber-
isiko menimbulkan berba-
gai penyakit atau gang-
guan kesehatan yang da-
pat terjadi baik pada pero-
kok itu sendiri maupun
orang lain di sekitarnya
yang tidak merokok
(perokok pasif). Oleh
karena itu perlu dilakukan
langkah-langkah penga-
manan rokok bagi kese-
A D V O K A S I A
5
Pemerintah telah menetapkan dan mengupayakan kebijakan
Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
untuk melindungi seluruh masyarakat dari bahaya asap
rokok melalui undang Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kese-
hatan pasal 115 ayat (1) dan Pemerintah Daerah Wajib me-
netapkan dan menerapkan KTR
diwilayah sesuai Pasal 115 (2).
Undang-Undang No. 28 tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) men-
gatur kebijakan dalam hal sum-
ber pendapatan daerah yang
penting guna membiayai pelak-sanaan pemerintah daerah teru-
tama pengaturan pembagian
dan penggunaan pajak rokok sebagai salah satu jenis pajak
daerah. Adapun besaran tarif
pajak rokok adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dari cu-
kai rokok. Pajak rokok adalah
pungutan atas cukai rokok yang
dipungut oleh instansi pemerin-tah pusat yang kemudian dise-
tor ke Rekening Kas Umum
Daerah (RKUD) provinsi se-cara proporsional berdasarkan
jumlah penduduk.
Dana pajak rokok ini akan ma-suk ke RKUD Provinsi sebagai
APBD provinsi dan akan
ditransferkan ke Kabupaten/Kota. Pasal 94 ayat (1) butir C
UU No. 28 tahun 2009 ini men-
gatur bahwa 70% (tujuh puluh persen) hasil penerimaan pajak
rokok diserahkan kepada kabu-
paten/kota dan 30% (tiga puluh
persen) diserahkan kepada provinsi.
Dalam pasal 31 UU No. 28 ta-hun 2009 diatur bahwa peneri-
maan pajak rokok, baik bagian
provinsi maupun bagian kabu-paten/kota, dialokasikan paling
sedikit 50% (lima puluh per-
sen) untuk mendanai pelayanan
kesehatan dan penegakan hu-
kum oleh aparat yang berwe-nang. Pengertian pelayanan kese-
hatan dan penegakkan hukum
yang dimaksud dalam pasal 31 tersebut tertuang dalam aturan
penjelas Undang- Undang ini
bahwa “pelayanan kesehatan
masyarakat, antara lain: kegiatan memasyarakatkan tentang ba-
haya merokok dan iklan layanan
masyarakat mengenai bahaya merokok, pembangunan/
pengadaan dan pemeliharaan
sarana dan prasarana unit pelaya-nan kesehatan, serta penyediaan
sarana umum yang memadai
bagi perokok (smoking area)”.
Sedang penegakkan hukum yang
dimaksud dalam aturan penjelas
Undang-Undang adalah “penegakkan hukum sesuai den-
gan kewenangan Pemerintah
Daerah, yang dapat diker-jasamakan dengan pihak/instansi
lain, antara lain: pemberantasan
peredaran rokok ilegal dan
penegakkan aturan mengenai larangan merokok sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.”
Tambahan dana APBD untuk kesehatan yang bersumber dari
penerimaan pajak rokok ini ber-
sifat “On Top” (tidak mengu-
rangi alokasi APBD untuk kese-hatan yang telah ada selama ini).
Adapun besaran dana pajak ro-
kok yang akan diterima oleh masing-masing daerah terlampir
dalam lampiran Panduan Umum
Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk upaya pencegahan dan
pengendalian konsumsi rokok
dan produk lainnya.
Dari kumpulan regulasi diatas
semestinya persoalan anggaran
dalam Implementasi regulasi Kawasan Tanpa Rokok yang
selama ini menjadi kendala
diberbagai daerah sudah tidak lagi menjadi persoalan. Namun
realitanya masih banyak sekali
persoalan-persoalan yang dite-
mukan ketika regulasi tersebut
akan dilaksanakan. Menurut hasil analisis survey yang dilakukan
Yayasan Pusaka Indonesia tentang
Akses Penggunaan Pajak Rokok untuk Implementasi Kawasan
Tanpa Rokok, regulasi Pajak Rokok
belum tersosialisasikan keseluruh
jajaran SKPD, sehingga SKPD ti-dak mengetahui tentang keberadaan
anggaran yang bersumber dari Pa-
jak Rokok tersebut. Dikarenakan regulai ini belum tersosialisasi den-
gan baik, sehingga dalam penyusu-
nan rencana kegitan APBD, SKPD terkait tidak memasukan kegiatan-
kegiatan yang dapat mendukung
pembuatan dan pelaksanaan Perda
KTR. Selain persoalan sosialisasi Pajak Rokok yang masih belum
baik, persoalan lainnya adalah
SKPD tidak mengetahui program apa yang dapat dilakukan dengan
memanfaatkan dana Pajak Rokok.
Hal ini perlu menjadi perhatian khusus Pemerintah Kota/kabupaten
untuk memaksimalkan penggunaan
Pajak Rokok untuk penerapan Ka-
wasan Tanpa Rokok.
6
YPI Luncurkan Buku Problematika
Penyaluran Dan Pengunaan
Pajak Rokok & DBHCHT Yayasan Pusaka Indonesia (YPI) meluncur-kan buku Problematika Penyaluran dan Pengunaan Pajak ROkok dan DBHCHT di Sumatera Utara. Buku berupa hasil penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui secara lebih dalam strategi yang dilakukan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dan Pemerintahan Kota Medan terkait pengelolaan dan pembagian Dana Pajak Rokok dan DBH CHT terhadap kegiatan-kegiatan pembangunan daerah Kota Medan dan melihat kendala dan upaya yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Medan dalam mengakses dan mengoptimalkan Dana Pajak Rokok dan DBH CHT, selain itu buku ini mengupas gambaran program yang akan disusun oleh Pemerintah Kota Medan dan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara, dalam memaksimalkan penggunaan dana Pajak Rokok dan DBH CHT bagi pembangunan masyarakat Kota Medan di Tahun Anggaran 2015. Dari hasil peneletian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa pertama Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah menerbitkan 3 regulasi; Pertama, Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 12 tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan DBHCHT di Provinsi Sumatera Utara; Kedua, Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No.12 tahun 2013 tentang Pajak Rokok; dan Ketiga, Peraturan Gubernur Sumatera Utara No.15 Tahun 2014 sebagai Peraturan Petunjuk Pelaksanaan Perda No.12 Tahun 2013 tentang Pajak Rokok. Namun regulasi tersebut disusun sebatas memenuhi syarat formal disalurkannya Pajak Rokok dari pemerintah pusat ke provinsi, dan masih belum dapat menjawab berbagai kebutuhan tata laksana penyaluran pajak rokok ke kabupaten/kota. Di dalam Perda dan Pergub diatas disebutkan 2 institusi yang bertanggungjawab terhadap pemanfaatan kedua dana tersebut, yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda) Provinsi Sumatera Utara bertanggung jawab melakukan supervisi penggunaan DBHCHT, sedangkan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Provinsi Sumatera Utara ditunjuk untuk melakukan rekonsiliasi data dan menetapkan pembagian Dana Pajak Rokok secara triwulan ke kabupaten/kota. Kedua Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau yang diterima Provinsi Sumatera Utara TA. 2014 sebesar Rp.18.724.362.205,-, dan dana tersebut telah disalurkan kepada SKPD terkait di level Provinsi maupun Kota Medan. Total Pajak Rokok yang diterima Provinsi Sumatera Utara TA. 2014 sebesar Rp.394.510.284.650,-, dan berdasarkan Keputusan Gubernur Sumatera Utara No.184.44/506/KPTS/2014, Dispenda Provinsi Sumatera Utara telah melaksanakan tugasnya membagihasilkan Pajak Rokok tersebut sesuai dengan formula yang telah ditetapkan Kementerian Keuangan RI. Provinsi Sumatera U t a r a m e n d a p a t p o r s i s e b e s a r Rp.126.230.706.367,- (sebesar 30 % dari total dana pajak rokok yang diterima), dan porsi pembagian untuk Kota Medan sebesar Rp.32.556.154.879,-. (berdasarkan potensi jumlah penduduk). Hasil penelitian menemukan fakta bahwa Pemko Medan belum ada menerima transfer dana pajak rokok dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Dispenda Provinsi Sumatera Utara sesuai dengan tupoksinya hanya berwenang menetapkan jumlah bagi hasil pajak rokok, sedangkan untuk realisasi pencairan dan pentransferan dana dari RKUD Provinsi ke RKUD Kabupaten/Kota, wewenangnya ada di Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara, yang tidak bersedia memberikan konfirmasi dalam penelitian ini sehingga Peneliti tidak bisa mendapat gambaran tentang kendala dalam penyaluran alokasi pajak rokok ke kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara dan Dinas Kesehatan Kota Medan telah melaksanakan program dengan menggunakan dana DBHCHT di TA.2014, namun untuk kegiatan yang akan menggunakan dana pajak rokok masih belum dilakukan karena memang belum ada pencairan dana pajak rokok yang dilakukan. Dari beberapa narasumber dan data yang diperoleh peneliti menyimpulkan
A D V O K A S I A
7 A D V O K A S I A
bahwa hambatan birokrasi dan kurangnya pengetahuan serta pemahaman SDM tentang kebijakan penggunaan dana pajak r o k ok m e n j a d i f a k t o r t i d a k terimplementasikannya pajak rokok sesuai dengan peruntukkannya di Provinsi Sumatera Utara maupun di Kota Medan. Kebijakan Kementerian Keuangan Nomor. 102/PMK.07/PMK/2015 yang memuat batas waktu maksimal yang harus diperhatikan oleh Kuasa Pengguna Anggaran di level provinsi/kabupaten/kota dalam menetapkan, menyalurkan serta menyusun laporan kepada Kementerian Keuangan akan mengatasi kendala yang ada selama ini. Ketiga Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Kota Medan masih belum mempunyai kerangka kerja yang sinergi dan koordinatif dalam mengoptimalkan dana pajak rokok dan DBHCHT terhadap pembangunan kesehatan masyarakat. Program pelayanan kesehatan yang selama ini dilakukan lebih menitik beratkan pada upaya rehabilitatif (pengobatan) terhadap orang yang sakit, semantara kebijakan pemanfaatan dana pajak rokok lebih diprioritaskan kepada kegiatan yang sifatnya promotif preventif, dan pemberdayaan masyarakat untuk terlibat aktif dalam program-program pencegahan timbulnya penyakit. Ada tiga rekomendasi untuk menjawab temuan-temuan dilapangan pertama Pemerintah Provinsi Sumatera Utara perlu membuat regulasi (berupa Perda, Pergub/Perwal) yang lebih khusus mengatur penyaluran dan pemanfaatan dana pajak rokok untuk kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 21 A ayat (6) Permenkeu No.102/PMK.07/2015. Regulasi yang disusun tersebut hendaknya memuat tentang komponen dan tata cara penyaluran, model evaluasi dan monitoring pemanfaatan dana pajak rokok, bentuk pelibatan dan syarat-syarat yang harus dipenuhi jika akan dilakukan kerjasama dengan LSM atau lembaga masyarakat lainnya. Kedua Sosialiasi regulasi lagi ke daerah kabupaten/kota, sehingga pemerintah kabupaten/kota dapat bertindak aktif guna mengakses hak mereka atas dana pajak rokok yang masuk ke RKUD Provinsi
Sumatera Utara. Supervisi dari pemerintah pusat ke pemerintah provinsi/kabupaten/kota tetap diperlukan agar minimal 50 % dana pajak rokok yang diterima dapat benar-benar digunakan untuk pembangunan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum kebijakan KTR. Dan terakhir adalah evaluasi terhadap program dan kegiatan yang selama ini telah d i l akukan dan ber tu juan un tuk mengendalikan dampak tembakau khususnya rokok. Hasil evaluasi tersebut selanjutnya dimanfaatkan dalam menyusun grand design program optimalisasi pajak rokok dengan melibatkan SKPD terkait, dunia usaha dan pihak swasta, termasuk LSM dan kaum profesional yang memiliki kapasitas dan keperdulian terhadap upaya melindungi generasi muda dari bahaya rokok. Improvisasi, inovasi dan konsistensi pemerintah dibutuhkan dalam menjaga dan memperbaiki kebijakan baik dilevel kolal maupun nasional, sehingga upaya perlindungan dan penyelamatan kaum muda dari bahaya rokok dapat lebih maksimal.
8
REPUBLIKA.CO.ID, JA-
KARTA -- Paparan asap
rokok terbukti memenga-
ruhi asupan gizi anak dan
balita sejak dari dalam
kandungan, kata ahli gizi
F a k u l t a s K e s e h a t a n
Masyarakat Universitas
Indonesia Diah Mulyawati
Utari.
"Paparan asap rokok akan
menyebabkan paru-paru
anak terinfeksi. Infeksi
tersebut akan mengurangi
nafsu makan anak sehingga
asupan gizinya kurang,"
kata Diah dalam Seminar
"Gizi Kurang, Kemiskinan
dan Konsumsi Rokok" di
Jakarta, Selasa (23/2).
Diah mengatakan Indonesia
saat ini sudah berada pada
darurat gizi. Salah satunya
adalah meningkatnya gizi
kurang pada anak-anak dan
balita.
Kondisi tersebut diperparah
oleh fakta lebih dari seten-
gah populasi balita di Indo-
nesia terpapar asap rokok.
Sebanyak tujuh dari 10
anak usia 13 tahun hingga
15 tahun terpapar asap ro-
kok dan lebih dari setengah
perokok pasif adalah
kelompok rentan, yaitu
balita dan perempuan.
"Penelitian yang dilakukan
Semba di Indonesia sepan-
jang 1999 hingga 2003
yang menyurvei 175 ribu
keluarga miskin di perko-
taan Indonesia menunjuk-
kan tiga dari lima kepala
keluarga adalah perokok
aktif," ujarnya.
Menurut penelitian terse-
but, perilaku merokok kepala
rumah tangga memiliki hubun-
gan bermakna terhadap gizi
buruk balita. Belanja rokok te-
lah menggeser kebutuhan
makanan bergizi untuk tumbuh
kembang balita. "Padahal,
risiko kematian balita keluarga
perokok mencapai 14 persen di
perkotaan dan 24 persen di
perdesaan. Bahkan, satu dari
lima kasus kematian balita ber-
hubungan dengan perilaku
merokok orang tua," katanya.
Seminar "Gizi Kurang, Kemi-
skinan dan Konsumsi Rokok"
diselenggarakan Lembaga De-
mografi Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Indonesia
Jakarta
Sumber :http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/16/02/23/o2zwmw366-paparan-asap-rokok-
A D V O K A S I A
BPS: Kemiskinan Berkurang Bila
Konsumsi Rokok Dikurangi
9 A D V O K A S I A
Jakarta, CNN Indonesia -- Angka kemi-
skinan di Indonesia bisa berkurang bila
konsumsi tembakau dikendalikan dan
orang miskin tidak lagi merokok. "Bila
uang untuk membeli rokok digunakan me-
menuhi gizi keluarga, rumah tangga mi-
skin bisa lebih sejahtera," kata Kepala Sub-
dit Statistik Kerawanan Sosial Badan Pusat
Statistik Ahmad Avenzora, di Jakarta,
Selasa (23/2/2016) seperti dilaporkan
A n t a r a .
Ahmad mengatakan bahwa konsep kemi-
skinan yang digunakan BPS adalah keti-
dakmampuan dari sisi ekonomi untuk me-
menuhi kebutuhan dasar makanan dan bu-
k a n m a k a n a n .
Kebutuhan dasar makanan ditentukan se-
besar 2.100 kilokalori per kapita per hari
berdasarkan 52 jenis komoditas makanan
dan minuman serta tembakau.
Kebutuhan dasar bukan makanan ditetap-
kan berdasarkan 51 jenis komoditas di perko-
taan dan 47 jenis komoditas di perdesaan.
"Tembakau dan rokok sama sekali tidak
memiliki nilai kalori sehingga tidak menyum-
bang apa pun dalam mengangkat rumah tangga
miskin dari garis kemiskinan. Tentu sangat ber-
beda bila uang untuk membeli rokok digunakan
u n t u k me mb e l i t e l u r , " t u tu r n ya .
Ahmad mengatakan bahwa rokok kretek filter
berada pada posisi kedua sebagai komoditas
yang memberi pengaruh besar terhadap garis
kemiskinan.
Berdasarkan survei BPS pada bulan September
2015, rokok kretek filter menyumbang kemi-
skinan 8,08 persen di perkotaan dan 7,68 per-
sen di perdesaan. (yul).
S u m b e r : h t t p : / / w w w . c n n i n d o n e s i a . c o m /
nasional/20160223170156-20-112983/bps-kemiskinan-
berkurang-bila-konsumsi-rokok-dikurangi/
1 0
Dua wilayah Kawasan T a n p a R o -kok (KTR), Rumah Sakit Malahayati dan sekolah St. Thomas I Yayasan Don Bosco Medan mencanang-kan dan menjadi pilot pro ject Kawasan Tanpa Rokok di Kota Medan.
Pencanangan sebagai KTR dilakukan den-gan meresmikan plang KTR yang dila-k u k a n W a l i k o ta Medan yang diwakili oleh Kepala Dinas Keseha tan Ko ta Medan Dr. Usma Polita dan Ketua Badan Pengurus Yayasan Pusaka In-donesia Fatwa Fadil-lah, SH.
Kita berharap dengan ditunjukan Rumah Sa-kit Malahayati dan Yayasan Don Bosco
sebagai pilot project dapat memberi con-toh kepada kawasan-kawasan lain yang yang termasuk dila-rang merokok di ka-wasan-kawasan lain-nya, Ungkap Usma
Polita
F a t wa F ad i l l ah menambahkan se-benarnya ada tujuh Kawasan Tanpa Ro-kok yang diamanat-kan Perda Kota Medan No. 3 Tahun 2014 tentang Kawa-san Tanpa Rokok
yakni sarana kese-hatan, tempat proses belajar mengajar, tem-pat bermain anak, tempat ibadah, tempat kerja, angkutan umum, dan tempat umum yang tertutup.
Untuk menyukseskan program kawasan tanpa rokok ini, Fatwa meminta peran serta masyarakat untuk da-pat berpartisipasi memberitahukan petu-gas atas pelanggaran yang dilakukan para penyelenggara dan penanggung jawab
kawasan tanpa rokok.
“Bagi yang bertang-gungjawab kawasan tanpa rokok untuk me-masang tanda perin-gatan larangan mero-kok,” kata dia.
Sementara Koordina-tor Pengendalian
Tembakau Yayasan Pusaka Indonesia OK Syahputra Harianda meminta para penanggung jawab kawasan itu juga da-pat memberikan tegu-ran kepada para pero-kok yang melanggar aturan di kawasan tersebut.
OK Syahputra juga menyebutkan, kawa-san tanpa rokok juga dilarang untuk mela-kukan kegiatan seperti menjual rokok, men-yelenggarakan iklan rokok, mempromosi-kan rokok, dan mero-kok. “Warga diharap-kan memberikan per-ingatan kepada setiap orang yang melang-gar,” ujarnya.
Selain memasang
plang kawasan Tanpa
rokok di dua lokasi
percontohan, Yayasan
Pusaka Indonesia
juga memberikan
seribu stiker dan
poster dan standing
benner kepada tujuh
Kawasan Tanpa Ro-
kok (KTR) di Kota
Medan.
A D V O K A S I A
Jalan Panjang Tanpa Asap
di Kawasan Tanpa Rokok...
1 1 A D V O K A S I A
MEDAN, KOMPAS.com - Dahi Noval mengernyit. Lama dia terdiam. “Tak tau aku, belum pernah dengar,” jawab Noval yang bekerja sebuah produk rokok impor di Kota Medan, beberapa waktu lalu. Usai dijelaskan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR), laki-laki berkulit putih dan ramah senyum itu terlihat makin tak mengerti. “Mungkin ini peraturan baru, ya... Aku tak tau soal ini. Tapi kami punya aturan menjual rokok di mana saja, dan harus kepada orang di atas 18 tahun. Memangnya di mana kawasan itu?” tanya dia. Berdasarkan penjelasan dari Koordinator Pengendalian Tembakau Yayasan Pusaka Indonesia (YPI) OK Syahputra Harianda, ada tujuh KTR di Kota Medan. Hal ini sesuai Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2014. Tujuh kawasan tersebut adalah fasilitas kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat umum, tempat kerja, tempat bermain anak, tempat ibadah, dan angkutan umum. “Selama ini memang akses untuk selling ke kantor-kantor dinas terbatas. Tergantung izin setempat. Kalau pun boleh paling seputaran kantin. Makanya kami jarang masuk, karena pasti ada larangan untuk izin mobile sell-ing SPG (sales promotion girl),” ujar Noval kemudian. Noval lalu menegaskan, mereka tak akan menjual rokok kepada anak di bawah umur 18 tahun, perempuan hamil, dan pelajar berseragam. Namun, kalau larangan berjualan di tujuh KTR Kota Medan, dia masih men-ganggap barang baru. “Tak ada sosialisasi kali, ya? Makanya kami-kami ini tidak tau. Kalau bisa jualan di kantor pemerintahan, kami tak pernah lihat ada pemberitahuan soal KTR atau dilarang berjualan dan sanksi hukumnya. Selama ini bentuk larangannya cuma pemberitahuan lewat mulut saja,” ungkap Noval yang mengaku sudah hampir dua tahun bergabung di perusahaan rokok asal Amerika itu. Kenyataan Ada peraturan, namun bagaimana dengan penerapannya? Di Kantor Dinas Pendidikan Sumatera Utara misal-nya. Saat memasuki kantor para pendidik ini, warung kecil yang menjual berbagai jenis rokok sudah terlihat jelas. Gedung yang berada di persimpangan Jalan Tengku Cik Ditiro Nomor 1 D Medan dan Jalan RA Kartini itu memang dikelilingi warung-warung dan rumah makan. Di lokasi ini juga terdapat SMA Negeri 1 Medan. Tak heran jika di lokasi itu warung-warung terbilang padat pengunjung. Tak susah membeli rokok, semua merek ada. Terang-terangan mereka menjualnya. Bahkan, sebuah warung kopi yang berada tepat di seberang pintu masuk, ada seorang perempuan yang su-dah tahunan berdagang di situ. Dia memang tidak memajang rokok di etalasenya. Dia menyimpannya di dalam plastik atau kotak bekas minuman. Pembelinya tak lain adalah para pegawai yang bekerja di Dinas Pendidikan Sumut. Mereka biasa terlihat menyulut rokok ditemani kopi dan asik bermain catur. Tak jarang pula mereka yang hanya mengobrol dengan koleganya, padahal masih ada di jam kerja. Masuk ke koperasi milik instansi itu, memang tak ada rokok yang terlihat dijual. Namun ketika ditanya, apakah ada rokok di koperasi itu? “Mau rokok apa? Semua ada,” kata seorang laki-laki dengan nada ramah. Dia lalu membuka lemari kabinet yang ternyata isinya adalah aneka produk rokok. Di kantin kantor itu pun tak berbeda. Di sudut ruangan terlihat seorang bapak asik menghisap rokok. Ibu yang duduk di meja dekatnya juga terlihat tak risih dengan asap yang terbang. Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Utara yang dimintai komentar terkait KTR di instansi yang dipimpinnya, langsung menjawab "salah sambung". Kembali dicoba dengan mengirim pesan singkat, tapi tak juga ada bala-san.
Gedung DPRD Di Gedung DPRD Sumatera Utara, gedung mewah yang pendingin udaranya tidak terasa. Di depan kamar mandi di gedung itu pun, masih ada pegawai yang dengan asiknya menghisap rokok. Beberapa anggota dewan yang melewati mereka, pun tidak ada yang menegur. Seperti tak melihat bungkus-bungkus rokok yang tergeletak di lantai atau asap rokok yang menebarkan aroma khas. Malah, seorang wakil rakyat yang hari itu tampil cantik dengan rok merah, sempat terlibat dalam percakapan di dekat lokasi itu. Namuan, di sepanjang obrolan dia tak terlihat risih dengan bau dan sampah rokok di dekat-nya. Kantor DPRD tentu merupakan salah satu tempat kerja yang ditetapkan sebagai salah satu KTR, apalagi ru-ang dan gedungnya dilengkapi dengan fasilitas AC, artinya daerah di mana orang tidak diperbolehkan mero-kok. “Kami telah menyurati Badan Kehormatan DPRD Sumatera Utara untuk memberikan sanksi dan teguran keras dan meminta maaf kepada seluruh masyarakat bila ada anggota dewan yang kedapatan merokok,” kata Koor-dinator Pengendalian Tembakau YPI OK Syahputra Harianda. Menurut dia, kebijakan itu merupakan upaya kritik terhadap anggota dewan yang mempunyai fungsi dalam membuat peraturan daerah dan tata tertib. Diharapkan hal itu dapat memberi rasa nyaman bagi orang di seke-liling. “Seorang politisi dan wakil rakyat yang baik, harus taat hukum dan peraturan terkait KTR. Bukan sebaliknya, malah mempertontonkan sikap melanggar hukum dan peraturan yang dibuat sendiri,” kata laki-laki yang akrab dipanggil Putra ini. Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan Usma Polita mengaku akan menindak para perokok yang merokok di tujuh kawasan tanpa rokok. Sanksi akan diberikan secara bertahap. Pertama, teguran hingga tiga kali. Lalu jika teguran tidak mempan maka akan diberikan sanksi administratif. "Kita akan perkuat Satpol PP untuk bisa menindak tegas" kata Usma Polita. Menurut Usma, Perda KTR merupakan amanah UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pasal 115 ayat 2 disebutkan, pemerintah daerah wajib menetapkan KTR di wilayahnya. Sanksi yang dijatuhkan terhadap pe-langgaran KTR ada dua yakni sanksi administratif dan pidana. Sanksi administratif antara lain teguran, memerintahkan orang atau badan tersebut meninggalkan KTR. ''Kami juga bisa menghentikan kegiatan usaha di KTR atau pencabutan izin usaha,'' kata Usma. Peradaban Kepala Seksi P2P Dinkes Kota Medan Pocut Fatimah Fitri pernah mengatakan, di dalam kandungan rokok ter-dapat candu, kalau sudah mencoba, sulit untuk melepaskannya. “Jangan sekali-kali mencoba untuk merokok karena asap rokok mengandung lebih dari 4.000 bahan kimia toksik dan 43 bahan penyebab kanker,” ungkap Pocut. Sebagai lembaga yang menaruh perhatian kepada perlindungan anak dan perempuan, YPI berharap Negara tidak membenturkan hak hidup sehat manusia dan perlindungan anak dengan kapitalisme industri rokok. “Kami tidak akan mampu berjuang sendiri. Membebaskan Indonesia khususnya Kota Medan dari asap rokok adalah target panjang yang semua pihak harus berperan," kata dia. "Tapi minimal dengan menghormati hak-hak warga yang tidak merokok dan merokok di tempat yang dis-ediakan adalah bentuk peradaban masyarakat yang bisa diatur dalam aturan yang sudah disepakati,” tegas Pocut. Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) membeberkan data, saat ini tak kurang dari 80 juta masyarakat Indonesia adalah perokok. Artinya, 30 persen dari total populasi adalah perokok. Dua dari tiga laki-laki di Indonesia adalah perokok aktif, dan pertumbuhan konsumsi rokok di kalangan di kalan-gan remaja dan anak-anak menempati capaian tercepat di dunia, 14 persen per tahun. Sayangnya, di Indonesia masalah pengendalian bahaya rokok, secara operasional hanya diatur melalui Pera-turan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Ke-sehatan, dan turunan peraturan lainnya. (http://regional.kompas.com/read/2015/04/24/13012161)