adijm1

download adijm1

of 4

description

reference

Transcript of adijm1

  • z About z Sign In

    z Join Now! Adi Junjunan's Site > Blog > Muslimah: Keseimbangan Peran Rumah Tangga dan Peran Sosial -Bagian II (habis)-

    Adi J. Mustafa

    Lanjutan dari bagian ke-1. Peran Sosial 1. Aktifitas muslimah adalah dalam rangka tugas amar maruf nahiy munkar. Nash al Quran menyebutkan bahwa kaum muslimah itu bersama-sama kaum lelakinya memikul tugas 'amar ma'ruf nahiy munkar (QS 9:71) atau dengan kata lain tugas dakwah. Tugas ini mencakup segenap tugas untuk menegakkan nilai-nilai kebenaran dan menghilangkan praktek-praktek keburukan di tengah masyarakat. Lebih jauh ayat tersebut menggambarkan masyarakat beriman yang terdiri dari kaum lelaki dan kaum perempuan ini senantiasa menegakkan sholat, menunaikan zakat dan mentaati Allah dan rasulNya. Artinya semua kerja-kerja sosial dilakukan untuk memperkokoh hubungan dengan Allah, mengusahakan keadilan sosial dan dalam rangka ketaatan kepada Allah. Oleh karenanya terbuka kesempatan bagi muslimah untuk mengisi berbagai aktifitas sosial kemasyarakatan mulai dari aktifitas dalam lingkup terkecil, misalnya di lingkungan RT hingga lingkup kenegaraan; Dari mulai masalah pendidikan, kesehatan, hingga masalah ekonomi politik. Dari mulai kerja-kerja sosial seperti menyantuni anak yatim, mengadakan bazar murah bagi mereka yang kurang mampu hingga advokasi urusan perempuan di forum-forum legislatif dan yudikatif atau penegakkan kebijakan-kebijakan pemberdayaan perempuan lewat kekuasaan eksekutif. Ringkasnya terbuka medan-medan beramal sosial bagi muslimah seluas permasalahan kehidupan yang dihadapi masyarakat. 2. Menggali ilmu pengetahuan dan berbagai keterampilan. Tentu saja untuk memikul tugas yang disebutkan di atas, kaum perempuan mesti menggali dan menekuni berbagai ilmu pengetahuan. Tugas ini menjadi tugas kolektif kaum perempuan dan berada dalam kerangka fardhu kifayah dalam ajaran Islam. Ilmu pengetahuan dan keterampilan yang mesti ditekuni amat luas. Untuk menyebutkan beberapa diantaranya:

    - Terkait dengan permasalahan kesehatan: ilmu-ilmu lingkungan (termasuk desain dan arsitektur), gizi dan makanan, kesehatan masyarakat, kedokteran, farmasi, perumahsakitan dll.

    - Terkait dengan pencerdasan masyarakat: ilmu-ilmu kesenian, sastra, psikologi, komunikasi, pendidikan, teknologi informasi dll. Termasuk dalam kelompok ini adalah ilmu dan keterampilan kerumahtanggaan.

    - Terkait advokasi dan legislasi: ilmu-ilmu sosial, hukum, politik, hubungan internasional dll. 3. Sebuah batasan penting pada peran sosial muslimah adalah: mereka tidak dibebani untuk mencari nafkah! Diantara pemeliharaan Allah swt kepada kaum perempuan beriman adalah, bahwa pada seluruh fase hidupnya mereka mendapatkan jaminan nafkah dari kaum lelaki. Pada fase anak-anak hingga usia remaja, ayahnya atau walinya yang menjadi penjamin. Pada saat menjadi istri, suaminya yang bertanggung jawab. Dan sebagai ibu, jika suaminya telah tiada, maka anaknya lah yang paling dekat untuk bertanggung jawab. Dan jika tidak ada lagi penanggung jawab yang masih hidup atau para penanggung jawab ini pun tidak mampu, maka negaralah yang mesti menjamin penghidupannya. Inilah aturan Islam. Permasalahan yang muncul di masyarakat adalah tidak jarang tuntutan ekonomi memaksa kaum perempuan untuk mencari nafkah. Al Quran mengangkat contoh kondisi ini pada kisah dua orang putri seorang yang sholih di negeri Madyan (QS 28:23). Mereka berdua mesti bekerja mengurus ternak, karena ayah mereka yang mestinya menanggung nafkah sudah tua renta. Akan tetapi dalam melaksanakan tugas mengurus ternak ini, mereka berdua tetap menjaga diri untuk tidak bercampur baur dengan kaum lelaki. Akhirnya Musa (pada saat itu belum menjadi Nabi) membantu mereka berdua. Fragmen kisah ini diakhiri dengan dinikahkannya Musa dengan salahseorang putri orang yang shalih itu. Kondisi yang dialami dua orang perempuan dari negeri Madyan itu dialami juga banyak kaum

    Muslimah: Keseimbangan Peran Rumah Tangga dan Peran Sosial -Bagian II (habis)-

    Oct 10, '06 1:36 AMfor everyone

    adijm

    Last Login: Oct 16

    z View Adi Junjunan's Profile

    z z

    To see exclusive content that Adi Junjunan has posted for his friends and family - or to start your own web page like this one -join Multiply(free registration).

    Ads by Google

    Get RSS Content Feeds Keep your site's content fresh with RSS content feeds from FeedZilla. www.FeedZilla.com

    Hardware PubSub Subsystem Streaming XML/XPath engine supports 1,000's pub feeds for 100,000's sub www.Xambala.com/XML_-Sub

    xml weblogs A serious IT blog to help you stay on top of tech news and trends www.computerworld.com

    Rss syndication Increase reader loyalty. Your brand wrapped around our RSS technology. www.NewsGator.com/Priv

    Advertise on this site

  • muslimah. Untuk mengatasi masalah ini secara garis besar mesti diperhatikan hal-hal berikut:

    a. Lingkungan kerja aman dan dapat menjaga kehormatan kaum perempuan; b. Ada usaha untuk melindungi kaum perempuan dari kondisi darurat ini. Ini menjadi tanggung jawab

    orang-orang terdekatnya dan tanggung jawab sosial, hingga menjadi tanggung jawab negara.

    4. Konsep peran sosial muslimah tidaklah sama dengan konsep women liberation atau gerakan-gerakan feminis yang bermunculan di Barat. Para pelopor, penganjur dan aktifis gerakan women liberation menuntut persamaan dalam segala hal dengan kaum lelaki. Tuntutan gerakan ini amat ekstrim, sehingga justru mencabut jati diri perempuan. Mereka secara tidak disadari justru masuk ke dalam berbagai dilema kepribadian, ketika mengejar karir di luar rumah persis sama dengan kaum lelaki. Salah satu permasalahan besar yang dihadapi adalah terbengkalainya urusan rumah tangga. Efek buruknya bisa mengenai anak-anak dan juga para suami mereka. Muaranya adalah runtuhnya institusi keluarga. Kalau ini sudah terjadi maka struktur sosial masyarakat pun akan rapuh, sebab keluargalah yang menjadi komponen pembangun sebuah masyarakat. Di sisi lain, tidak dipungkiri terdapat pemikiran atau paling tidak tradisi ekstrim di kalangan kaum muslimin yang amat membatasi peran sosial perempuan. Untuk itu perlu diangkat kembaliposisi perempuan dalam fungsi sosialnya secara tepat sebagaimana diisyaratkan pada ayat at-Taubah:71. Sejarah Islam sendiri mencatat beberapa tuntutan kaum muslimah untuk mendapatkan persamaan dengan kaum lelaki. Beberapa contoh tuntutan yang diajukan kaum perempuan:

    a. Mendapatkan pendidikan yang sama atau bahkan lebih daripada kaum lelaki. Tuntutan ini dipenuhi Nabi saw dengan memberikan hari khusus talim bagi kaum muslimah. Siti Aisyah ra memuji kaum perempuan Anshar yang amat bersemangat dalam menuntut ilmu. Ketika Nabi saw menyatakan menggali ilmu itu kewajiban bagi setiap orang beriman, maka ini mencakup kaum lelaki dan kaum perempuan, tanpa ada pengecualian.

    b. Perlindungan dalam komunikasi dan interaksi dalam keluarga. Khaulah binti Tsalabah ra mengadukan suaminya yang melakukan zhihar (ucapan suami kepada istri, bahwa punggung istrinya seperti punggung ibunya, artinya tak akan melakukan hubungan intim), akan tetapi sang suami melanggar ucapannya. Ini menjadi sebab turunnya ayat-ayat pada surat al-Mujadilah. Masih ada catatan-catatan lain terkait permasalahan rumah tangga ini, seperti masalah hak atas mahar yang tidak dibatasi, perlindungan atas tindak kekerasan di dalam rumah, kewajiban pemberian nafkah terhadap istri dan anak-anak, masalah hak waris bagi perempuan dll. Ini semua menjadi paket perlindungan hak-hak perempuan dalam berumah tangga.

    c. Perlombaan dalam beraktifitas kebajikan. Sebagian kaum perempuan merasa iri dengan amal jihad yang amat besar pahalanya bagi kaum lelaki. Rasulullah saw menjawab bahwa ibadah haji dan umrah kaum muslimah itu pahalanya setara dengan berjihad. Dalam kesempatan lain ada seorang muslimah yang datang kepada Nabi saw. Ia mengatasnamakan kaum muslimah yang merasa iri dengan banyaknya amal-amal kebajikan yang dilakukan kaum lelaki. Pada saat itu Nabi saw menyampaikan, bahwa jika kaum perempuan menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya dalam mengelola rumah tangga dan berbakti kepada suaminya (dalam ketaatan kepada Allah), maka itu semua sepadan dengan amal-amal yang dilakukan kaum lelaki.

    d. Pengakuan kontribusi perjuangan. Dalam kasus hijrah, Ummu Salamah ra mempertanyakan mengapa kaum muslimah tidak disebut-sebut upaya dan perjuangan hijrahnya. Inilah yang menjadi salah satu sebab turunnya surat Ali Imron:195. Kaum perempuan juga menuntut pengakuan kontribusi perjuangan mereka pada berbagai amal kebajikan dan ini menjadi sebab turunnya ayat al-Ahzab:35.

    Maka jelaslah bahwa konsep Islam mengangkat derajat kaum perempuan dalam peran sosialnya. Penunaian peran sosial ini dilakukan dengan tetap memperhatikan fokus perjuangan masing-masing pada kaum lelaki dan kaum perempuan. Keseimbangan Penunaian Peran Secara garis besar keseimbangan penunaian peran rumah tangga dan peran sosial bagi kaum muslimah ini dapat dicapai dengan dua langkah berikut:

    1. Manajemen waktu dan manajemen kegiatan yang baik, termasuk keterampilan memilih prioritas kegiatan secara seksama.

    Dalam hal ini diperlukan ketegasan dalam menerima atau menolak peran sosial dengan mempertimbangkan beban tugas rumah tangga. Seorang muslimah yang masih memiliki anak-anak pada usia balita tentu akan berbeda beban peran rumah tangganya dibandingkan dengan apabila anak-anaknya sudah besar.

    2. Manajemen rumah tangga dalam bentuk kerja sama suami-istri.

    Ketika seorang muslimah melakukan aktifitas dan peran sosial, maka ia mesti memperoleh ijin dari penanggung jawab dirinya. Sebagai seorang istri, ia mesti memperoleh ijin dari suaminya. Dalam kasus rumah tangga, ijin yang diberikan suami

  • tentu saja dengan penerimaan akan adanya waktu istri yang teralokasi di luar rumah. Pada beberapa kesempatan, bisa jadi juga peran sosial ini menuntut perhatian dan waktuyang besar. Untuk itu, suami mesti siap membantu istri menyelesaikan tugas-tugas rumah tangga, dalam memback-up amanah dan peran sosial istri.

    Wa Allahu alamu bish shawwab.

    ***** Catatan Penutup Meskipun pada awal tulisan, saya sampaikan bahwa apa yang dituliskan pada artikel ini adalah rangkuman dari diskusi Ahad Ramadhan di SRIT, isi tulisan, terutama bagian peran sosial lebih banyak merupakan catatan saya sendiri, sebab pada acara diskusi Ustadz Yun dan saya memang kurang mengelaborasi masalah peran sosial muslimah ini. Kepada sahabat-sahabat pembaca, dipersilakan untuk memberikan masukan dan/atau kritikan terhadap gagasan yang terangkum pada tulisan ini. Mudah-mudahan dengan diskusi diantara kita akan lahir konsep yang semakin mendekati kebenaran. Untuk itu saya berharap sahabat sekalian meluangkan waktu menengok komentar dan diskusi yang menyertai tulisan ini. Salam hangat pada medio-Ramadhan 1427, Adi Junjunan Mustafa Prev: Muslimah: Keseimbangan Peran Rumah Tangga dan Peran Sosial -Bagian I- Next: Beli Aja, Kasihan ... reply share View replies:Chronological Reverse Threaded

    reply martsiska wrote on Oct 10 'afwan ustadz, IMHO, rasanya akan lebih komprehensif jika kajian bekerjanya wanita muslimah di luar rumah untuk mencari ma'isyah tidak hanya berlingkup pada poin bahwa wanita tidak dibebani kewajiban mencari nafkah dan poin keterdesakan kondisi ekonomi, sehingga yang kesimpulan yang sekilas tertangkap kemudian adalah dominasi motif pemenuhan ekonomi keluarga an sich. Dan keteladanan yang bagaimana yang bisa diambil para wanita muslimah jaman ini dari sosok Khadijah ataupun Zaenab yang memiliki penghasilan dari tangannya sendiri, sedang, IMHO, motif pemenuhan kebutuhan ekonomi tidak mendominasi di sini. Jazakallah ustadz...reply adijm wrote on Oct 10, edited on Oct 10 martsiska said

    Dan keteladanan yang bagaimana yang bisa diambil para wanita muslimah jaman ini dari sosok Khadijah ataupun Zaenab yang memiliki penghasilan dari tangannya sendiri, sedang, IMHO, motif pemenuhan kebutuhan ekonomi tidak mendominasi di sini. Jazakillahu khairan, Mbak Siska. Ini komentar yang baik dan menarik. Saya pun mendapatkan pada Quran surat al-Ahzab:35 penyebutan laki-laki dan perempuan yang bersedekah. Dan secara umum kita memahami bahwa ketika Allah swt memberikan seseorang harta yang banyak, maka terbukalah peluang bersedekah lebih banyak. Ini yang ditunjukkan oleh Siti Khadijah ra dan Siti Zainab ra. Khadijah kita kenal mendermakan hartanya untuk mendukung dakwah suaminya, di saat sedikit sekali orang mendukung beliau. Adapun Zainab dikenal sebagai Ummul Masaakin, karena kedermawanannya kepada orang-orang miskin. Dan memang kita mengenal, hukum Islam mengakui dan melindungi hak kepemilikan harta pada perempuan. Maka sangat dimungkinkan seorang perempuan itu memiliki harta yang banyak dan mengelola hartanya dalam perdagangan (atau bisnis dalam term kontemporer). Yang menjadi perhatian adalah mengelola harta itu tidak identik dengan menghabiskan sebagian besar waktu secara langsung dalam bisnis. Tentu ada banyak cara berbisnis yang tetap memperhatikan kodrat dan tugas utama perempuan. Sejauh yang saya ketahui, etika berbisnis bagi muslimah ini belum menjadi topik yang banyak dikaji. Padahal saya yakin, tidak sedikit kalangan muslimah yang dikaruniai kemampuan wirausaha yang istimewa. [Kalau sudah ada rintisan pemikiran dalam masalah ini, mohon dibagi pada forum ini.] Yang pasti tujuan pengelolaan harta dalam Islam tentu saja bukan untuk penumpukan dan kesenangan pribadi, akan tetapi untuk membantu masyarakat muslim meraih kesejahteraan dalam kehidupannya, sehingga dapat menjalankan peribadahan kepada Allah dengan semakin sempurna. Artinya bisnis para muslimah ini tetap ada dalam kerangka kerja sosialnya dalam rangka mentaati Allah swt. Terima kasih. Ini akan menjadi update tulisan saya.

  • About Blog Testimonials Terms Privacy Corp Info Contact Us Help Copyright 2004-2006 Multiply, Inc. All rights reserved.

    Add a reply:

    reply adijm wrote on Oct 11, edited on Oct 11 Bagi para ibu yang mencari nafkah, meskipun bukan kondisi ideal, tetapi terkadang kondisi ini menjadi batu ujian untuk menunjukkan keteguhan jiwa membantu keluarga. Contoh untuk ini dituliskan Indah Prihanande pada Oase Iman -Eramuslim-: Ibu Perkasa Pencari Nafkah.reply srinug wrote on Oct 13 kang adi, ikutan ngorbrol. nurut saya, wanita harus bisa bekerja (mencari nafkah) mandiri jika suami tidak mampu lagi mencari nafkah (sakit) atau bahkan meninggal. jika suami masih dapat memenuhi kewajibannya, sunnah hukumnya buat wanita bekerja mencari nafkah di luar rumah. intinya, istri harus punya kemampuan saat suami tidak dapat memenuhi kewajibannya memenuhi nafkah keluarga. maaf jika tidak nyambung dg diskusi sebelumnya, gomennasai.reply adijm wrote on Oct 13 Terima kasih, Mas Sri. Hmm ... jika suami dapat memenuhi kewajiban pemberian nafkah, sejauh pemahaman saya bukan sunnah hukum perempuan mencari nafkah. Sunnah kan berarti akan lebih baik kalau dikerjakan. Semestinya pada kondisi ini, perempuan malah tidak memiliki beban apapun untuk mencari nafkah :) Artinya mereka punya waktu lebih banyak untuk sukses menjalankan amanah-amanah utamanya.

    Submit Preview & Spell Check