Adat Istiadat Jawa

5
ADAT ISTIADAT JAWA (manusia Jawa sejak dalam kandungan sampai wafat) Wus pinasti wanito puniki,Dadi wadah wijining tumitah,Den aji aji wajibe Watak suwargo nunut,Nunut iku gese njalari,Dadyo nomo suwargo Yen tetesing luhur,Winastono neroko Lamun hamadhani asor asorin budi,wiji haneng poro prio Lahir dan mendewasakan anak Mupu, artinya mungut anak, yang secara magis diharapkan dapat menyebabkan hamilnya si Ibu yang memungut anak, jika setelah sekian waktu dirasa belum mempunyai anak juga atau akhirnya tidak mempunyai anak. Orang Jawa cenderung memungut anak dari sentono (masih ada hubungan keluarga), agar diketahui keturunan dari siapa dan dapat diprediksi perangainya kelak yang tidak banyak menyimpang dari orang tuanya. Syarat sebelum mengambil keputusan mupu anak, diusahakan agar mencari pisang raja sesisir yang buahnya hanya satu, sebab menurut gugon tuhon (takhayul yang berlaku) jika pisang ini dimakan akan nuwuhaken (menyebabkan) jadinya anak pada wanita yang memakannya. Anhinga, bisa dimungkinkan hamil, dan tidak harus memungut anak. Pada saat si Ibu hamil, jika mukanya tidak kelihatan bersih dan secantik biasanya, disimpulkan bahwa anaknya adalah laki-laki, dan demikian sebaliknya jika anaknya perempuan. Sedangkan di saat kehamilan berusia 7 (tujuh) bulan, diadakan hajatan nujuhbulan atau mitoni. Disiapkanlah sebuah kelapa gading yang digambari wayang dewa Kamajaya dan dewi Kamaratih(supaya si bayi seperti Kamajaya jika laki-laki dan seperti Kamaratih jika perempuan), kluban/gudangan/uraban (taoge, kacang panjang, bayem, wortel, kelapa parut yang dibumbui, dan lauk tambahan lainnya untuk makan nasi),dan rujak buah. Disaat para Ibu makan rujak, jika pedas maka dipastikan bayinya nanti laki-laki. Sedangkan saat di cek perut si Ibu ternyata si bayi senang nendang-nendang, maka itu tanda bayi laki-laki. Lalu para Ibu mulai memandikan yang mitoni disebut tingkeban, didahului Ibu tertua, dengan air kembang setaman (air yang ditaburi mawar, melati, kenanga dan kantil), dimana yang mitoni berganti kain sampai 7 (tujuh) kali. Setelah selesai baru makan nasi urab, yang jika terasa pedas maka si bayi diperkirakan laki-laki. Kepercayaan orang Jawa bahwa anak pertama sebaiknya laki-laki, agar bisa mendem jero lan mikul duwur (menjunjung derajat orang tuanya jika ia memiliki kedudukan baik di dalam masyarakat). Dan untuk memperkuat keinginan itu, biasanya si calon Bapak selalu berdo’a memohon kepada Tuhan.

description

jawa tengah

Transcript of Adat Istiadat Jawa

  • ADAT ISTIADAT JAWA(manusia Jawa sejak dalam kandungan sampai wafat)

    Wus pinasti wanito puniki,Dadi wadah wijining tumitah,Den aji aji wajibe

    Watak suwargo nunut,Nunut iku gese njalari,Dadyo nomo suwargo

    Yen tetesing luhur,Winastono neroko

    Lamun hamadhani asor asorin budi,wiji haneng poro prio

    Lahir dan mendewasakan anak

    Mupu, artinya mungut anak, yang secara magis diharapkan dapat menyebabkanhamilnya si Ibu yang memungut anak, jika setelah sekian waktu dirasa belummempunyai anak juga atau akhirnya tidak mempunyai anak. Orang Jawacenderung memungut anak dari sentono (masih ada hubungan keluarga), agardiketahui keturunan dari siapa dan dapat diprediksi perangainya kelak yangtidak banyak menyimpang dari orang tuanya.

    Syarat sebelum mengambil keputusan mupu anak, diusahakan agar mencaripisang raja sesisir yang buahnya hanya satu, sebab menurut gugon tuhon(takhayul yang berlaku) jika pisang ini dimakan akan nuwuhaken(menyebabkan) jadinya anak pada wanita yang memakannya. Anhinga, bisadimungkinkan hamil, dan tidak harus memungut anak.

    Pada saat si Ibu hamil, jika mukanya tidak kelihatan bersih dan secantik biasanya, disimpulkan bahwaanaknya adalah laki-laki, dan demikian sebaliknya jika anaknya perempuan.

    Sedangkan di saat kehamilan berusia 7 (tujuh) bulan, diadakan hajatannujuhbulan atau mitoni. Disiapkanlah sebuah kelapa gading yang digambariwayang dewa Kamajaya dan dewi Kamaratih(supaya si bayi sepertiKamajaya jika laki-laki dan seperti Kamaratih jika perempuan),kluban/gudangan/uraban (taoge, kacang panjang, bayem, wortel, kelapaparut yang dibumbui, dan lauk tambahan lainnya untuk makan nasi),danrujak buah.

    Disaat para Ibu makan rujak, jika pedas maka dipastikan bayinya nanti laki-laki. Sedangkan saat di cekperut si Ibu ternyata si bayi senang nendang-nendang, maka itu tanda bayi laki-laki.

    Lalu para Ibu mulai memandikan yang mitoni disebut tingkeban, didahului Ibu tertua, dengan airkembang setaman (air yang ditaburi mawar, melati, kenanga dan kantil), dimana yang mitoni bergantikain sampai 7 (tujuh) kali. Setelah selesai baru makan nasi urab, yang jika terasa pedas maka si bayidiperkirakan laki-laki.

    Kepercayaan orang Jawa bahwa anak pertama sebaiknya laki-laki, agar bisa mendem jero lan mikul duwur(menjunjung derajat orang tuanya jika ia memiliki kedudukan baik di dalam masyarakat). Dan untukmemperkuat keinginan itu, biasanya si calon Bapak selalu berdoa memohon kepada Tuhan.

  • Slametan pertama berhubung lahirnya bayi dinamakan brokohan, yang terdiri darinasi tumpeng dikitari uraban berbumbu pedas tanda si bayi laki-laki) dan ikan asingoreng tepung, jajanan pasar berupa ubi rebus, singkong, jagung, kacang danlain-lain, bubur merah-putih, sayur lodeh kluwih/timbul agar linuwih (kalau sudahbesar terpandang). Ketika bayi berusia 5 (lima) hari dilakukan slametan sepasaran,dengan jenis makanan sama dengan brokohan. Bedanya dalam sepasaran rambut sibayi di potong sedikit dengan gunting dan bayi diberi nama, misalnya bernama T.Dewantoro.

    Saat diteliti di almanak Jawa tentang wukunya, ternyata T. Dewantoro berwukutolu, yakni wuku ke-5 dari rangkaian wuku yang berjumlah 30 (tiga puluh).Menurut wuku tolu maka T.Dewantoro berdewa Batara Bayu, ramah-tamah walaubisa berkeras hati, berpandangan luas,cekatan dalam menjalankan tugas serta ahli dibidang pekerjaannya, kuat bergadang hingga pagi, pemberani, banyak rejekinya,dermawan, terkadang suka pujian dan sanjungan yang berhubungan dengankekayaannya.

    Slametan selapanan yaitu saat bayi berusia 35 (tiga puluh lima) hari, yang pada pokoknya sama denganacara sepasaran. Hanya saja disini rambut bayi dipotong habis, maksudnya agar rambut tumbuh lebat.Setelah ini, setiap 35 (tiga puluh lima) hari berikutnya diadakan acara peringatan yang sama saja denganacara selapanan sebelumnya, termasuk nasi tumpeng dengan irisan telur ayam rebus dan bubur merah-putih.

    Peringatan tedak-siten/tujuhlapanan atau 245 (dua ratus empat puluh lima) hari sedikit istimewa, karenauntuk pertama kali kaki si bayi diinjakkan ke atas tanah. Untuk itu diperlukan kurungan ayam yangdihiasi sesuai selera. Jika bayinya laki-laki, maka di dalam kurungan juga diberi mainan anak-anak danalat tulis menulis serta lain-lainnya (jika si bayi ambil pensil maka ia akan menjadi pengarang, jika ambilbuku berarti suka membaca, jika ambil kalung emas maka ia akan kaya raya, dan sebagainya) dan tanggadari batang pohon tebu untuk dinaiki si bayi tapi dengan pertolongan orang tuanya. Kemudian setelah itusi Ibu melakukan sawuran duwit (menebar uang receh) yang diperebutkan para tamu dan anak-anak yanghadir agar memperoleh berkah dari upacara tedak siten.

    Setelah si anak berusia menjelang sewindu atau 8 (delapan) tahun, belum juga mempunyai adik, makaperlu dilakukan upacara mengadakan wayang kulit yang biasa acara semacam ini dinamakan ngruwatagar bebas dari marabahaya Biasanya tentang cerita Kresno Gugah yang dilanjutkan dengan ceritaMurwakala.

    Saat menjelang remaja, tiba waktunya ditetaki/khitan/sunat. Setibanya di tempat sunat (dokter ataudukun/bong), sang Ibu menggendong si anak ke dalam ruangan seraya mengucapkan kalimat : laramu taksandang kabeh (sakitmu saya tanggung semua).

    Orang Jawa kuno sejak dulu terbiasa menghitung dan memperingati usianya dalam satuan windu, yaitusetiap 8 (delapan) tahun. Peristiwa ini dinamakan windon, dimana untuk windu pertama atau sewindu,diperingati dengan mengadakan slametan bubur merah-putih dan nasi tumpeng yang diberi 8 (delapan)telur ayam rebus sebagai lambang usia. Tapi peringatan harus dilakukan sehari atau 2 (dua) hari setelahhari kelahiran, yang diyakini agar usia lebih panjang. Kemudian saat peringatan 2 (dua) windu, si anaksudah dianggap remaja/perjaka atau jaka,suaranya ngagor-agori (memberat). Saat berusia 32 (tiga puluhdua ) tahun yang biasanya sudah kawin dan mempunyai anak, hari lahirnya dirayakan karena ia sudahhidup selama 4 (empat) windu, maka acaranya dinamakan tumbuk alit (ulang tahun kecil). Sedangkanulang tahun yang ke 62 (enam puluh dua) tahun disebut tumbuk ageng.

    Saat dewasa, banyak congkok atau kasarnya disebut calo calon isteri, yang membawa cerita dan foto

  • gadis. Tapi si anak dan orang tuanya mempunyai banyak pertimbangan yang antara lain: jangan mbokongi(menulang-punggungi sebab keluarga si gadis lebih kaya) walau ayu dan luwes karena perlu mikir praja(gengsi), jangan kawin dengan sanak-famili walau untuk nggatuake balung apisah(menghubungkankembali tulang-tulang terpisah/mempererat persaudaraan) dan bergaya priyayi karena seandainya ceraibisa terjadi pula perpecahan keluarga, kalaupun seorang ndoro (bangsawan) tapi jangan terlalu tinggijenjang kebangsawanannya atau setara dengan si anak serta sederhana dan menarik hati. Lagi pula silaki-laki sebaiknya harus gandrung kapirangu (tergila-gila/cinta).

    Melamar

    Bapak dari anak laki-laki membuat surat lamaran, yang jika disetujui maka biasanya keluarga perempuanmembalas surat sekaligus mengundang kedatangan keluarga laki-laki guna mematangkan pembicaraanmengenai lamaran dan jika perlu sekaligus merancang segala sesuatu tentang perkawinan.

    Setelah ditentukan hari kedatangan, keluarga laki-laki berkunjung ke keluarga perempuan dengan sekedarmembawa peningset, tanda pengikat guna meresmikan adanya lamaran dimaksud. Sedangkanpeningsetnya yaitu 6 (enam) kain batik halus bermotif lereng yang mana tiga buah berlatar hitam dan tigabuah sisanya berlatar putih, 6 (enam) potong bahan kebaya zijdelinnen dan voal berwarna dasar aneka,serta 6 (enam) selendang pelangi berbagai warna dan 2 (dua) cincin emas berinisial huruf depan panggilancalon pengantin berukuran jari pelamar dan yang dilamar (kelak dipakai pada hari perkawinan). Peningsetdiletakkan di atas nampan dengan barang-barang tersebut dalam kondisi tertutup.

    Orang yang pertama kali mengawinkan anak perempuannya dinamakan mantu sapisanan atau mbukakawah, sedang mantu anak bungsu dinamakan mantu regil atau tumplak punjen.

    Perkawinan

    Orang Jawa khususnya Solo, yang repot dalam perkawinan adalah pihak perempuan, sedangkan pihaklaki-laki hanya memberikan sejumlah uang guna membantu pengeluaran yang dikeluarkan pihakperempuan, di luar terkadang ada pemberian sejumlah perhiasan, perabot rumah maupun rumahnyasendiri. Selain itu saat acara ngunduh (acara setelah perkawinan dimana yang membuat acara pihaklaki-laki untuk memboyong isteri ke rumahnya), biaya dan pelaksana adalah pihak laki-laki, walaubiasanya sederhana.

    Dalam perkawinan harus dicari hari "baik", maka perlu dimintakan pertimbangan dari ahli hitungan hari"baik" berdasarkan patokan Primbon Jawa. Setelah diketemukan hari baiknya, maka sebulan sebelumakad nikah, secara fisik calon pengantin perempuan disiapkan untuk menjalani hidup perkawinan, dengandiurut dan diberi jamu oleh ahlinya. Ini dikenal dengan istilah diulik, yaitu mulai dengan pengurutan perutuntuk menempatkan rahim dalam posisi tepat agar dalam persetubuhan pertama dapat diperolehketurunan, sampai dengan minum jamu Jawa yang akan membikin tubuh ideal dan singset.

    Selanjutnya dilakukan upacara pasang tarub (erat hubungannya dengan takhayul) dan biasanya di rumahsendiri (kebiasaan di gedung baru mulai tahun 50-an), dari bahan bambu serta gedek/bilik dan atap rumbiayang di masa sekarang diganti tiang kayu atau besi dan kain terpal. Dahulu pasang tarub dikerjakan secaragotong-royong, tidak seperti sekarang. Dan lagi pula karena perkawinan ada di gedung, maka pasangtarub hanya sebagai simbolis berupa anyaman daun kelapa yang disisipkan dibawah genting. Dalamupacara pasang tarub yang terpenting adalah sesaji. Sebelum pasang tarub harus diadakan kenduri untuksejumlah orang yang ganjil hitungannya (3 - 9 orang). Doa oleh Pak Kaum dimaksudkan agar hajat dirumah ini selamat, yang bersamaan dengan ini ditaburkan pula kembang setaman, bunga rampai di empatpenjuru halaman rumah, kamar mandi, dapur dan pendaringan (tempat menyimpan beras), serta diperempatan dan jembatan paling dekat dengan rumah. Diletakkan pula sesaji satu ekor ayam panggang diatas genting rumah. Bersamaan itu pula rumah dihiasi janur, di depan pintu masuk di pasang batang-

  • batang tebu, daun alang-alang dan opo-opo, daun beringin dan lain-lainnya, yang bermakna agar tidakterjadi masalah sewaktu acara berlangsung. Di kiri kanan pintu digantungkan buah kelapa dandisandarkan pohon pisang raja lengkap dengan tandannya, perlambang status raja.

    Siraman (pemandian) dilakukan sehari sebelum akad nikah, dilakukan oleh Ibu-ibu yang sudah berumurserta sudah mantu dan atau lebih bagus lagi jika sudah sukses dalam hidup, disiramkan dari atas kepala sicalon pengantin dengan air bunga seraya ucapan "semoga selamat di dalam hidupnya". Seusai upacarasiraman, makan bersama berupa nasi dengan sayur tumpang (rebusan sayur taoge serta irisan kol dankacang panjang yang disiram bumbu terbuat dari tempe dan tempe busuk yang dihancurkan hingga jadisaus serta diberi santan, salam, laos serta daun jeruk purut yang dicampuri irisan pete dan krupuk kulit),dengan pelengkap sosis dan krupuk udang.

    Midodareni adalah malam sebelum akad nikah, yang terkadang saat ini dijadikan satu dengan upacaratemu. Pada malam midodareni sanak saudara dan para tetangga dekat datang sambil bercakap-cakap danmain kartu sampai hampir tengah malam, dengan sajian nasi liwet (nasi gurih karena campuran santan,opor ayam, sambel goreng, lalab timun dan kerupuk).

    Upacara akad nikah, harus sesuai sangat (waktu/saat yang baik yang telah dihitung berdasarkan PrimbonJawa) dan Ibu-Ibu kedua calon pengantin tidak memakai subang/giwang (untuk memperlihatkankeprihatinan mereka sehubungan dengan peristiwa ngentasake/mengawinkan anak, yang sekarang jarangdiindahkan yang mungkin karena malu). Biasanya acara di pagi hari, sehingga harus disediakan kopi susudan sepotong kue serta nasi lodopindang (nasi lodeh dengan potongan kol, wortel, buncis, seledri dankapri bercampur brongkos berupa bumbu rawon tapi pakai santan) yang dilengkapi krupuk kulit dan sosis.Disaat sedang sarapan, Penghulu beserta stafnya datang, ikut sarapan dan setelah selesai langsungdilakukan upacara akad nikah.

    Walau akad nikah adalah sah secara hukum, tetapi dalam kenyataannya masih banyak perhatian orangterpusat pada upacara temu, yang terkadang menganggap sebagai bagian terpenting dari perayaanperkawinan. Padahal sebetulnya peristiwa terpenting bagi calon pengantin adalah saat pemasangan cincinkawin, yang setelah itu Penghulu menyatakan bahwa mereka sah sebagai suami-isteri. Temu adalahupacara adat dan bisa berbeda walau tak seberapa besar untuk setiap daerah tertentu, misalnya gaya Solodan gaya Yogya.

    Misalnya dalam gaya Solo, di hari "H"nya, di sore hari. Tamu yang datang paling awal biasanya sanak-saudara dekat, agar jika tuan rumah kerepotan bisa dibantu. Lalu tamu-tamu lainnya, yang putri langsungduduk bersila di krobongan, dengan lantai permadani dan tumpukan bantal-bantal (biasanya bagi keluargamampu), sedang yang laki-laki duduk di kursi yang tersusun berjajar di Pendopo (sekarang ini laki-lakidan perempuan bercampur di Pendopo semuanya). Para penabuh gamelan tanpa berhenti memainkangending Kebogiro, yang sekitar 15 (lima belas) menit menjelang kedatangan pengantin laki-lakidimainkan gending Monggang. Tapi saat pengantin beserta pengiring sudah memasuki halamanrumah/gedung, gending berhenti, dan para tamu biasanya tahu bahwa pengantin datang. Lalu tiba dipendopo, ia disambut dan dituntun/digandeng dan diiringi para orang-tua masih sejawat orang tuanyayang terpilih

    Sementara itu, pengantin perempuan yang sebelumnya sudah dirias dukun nganten (rambut digelungdengan gelungan pasangan, dahi dan alis di kerik rambutnya, dsb.nya) untuk akad nikah, diriasselengkapnya lagi di dalam kamar rias. Lalu setelah siap, ia dituntun/digandeng ke pendopo oleh duaorang Ibu yang sudah punya anak dan pernah mantu, ditemukan dengan pengantin laki-laki (waktu diaturyaitu saat pengantin pria tiba di rumah/gedung, pengantin perempuan pun juga sudah siap keluar darikamar rias), dengan iringan gending Kodokngorek. Sedangkan pengantin laki-laki dituntun ke arahkrobongan.

  • Ketika mereka sudah berjarak sekitar 2 (dua) meter, mereka saling melempar dengan daun sirih yangdilipat dan diikat dengan benang, yang siapa saja melempar lebih kena ke tubuh diartikan bahwa dalamhidup perkawinannya akan menang selalu. Lalu yang laki-laki mendekati si wanita yang berdiri di sisisebuah baskom isi air bercampur bunga. Di depan baskom di lantai terletak telur ayam, yang harus diinjaksi laki-laki sampai pecah, dan setelah itu kakinya dibasuh dengan air bunga oleh si wanita sambilberjongkok. Kemudian mereka berjajar, segera Ibu si wanita menyelimutkan slindur/selendang yangdibawanya ke pundak kedua pengantin sambil berucap: Anakku siji saiki dadi loro (anakku satu sekarangmenjadi dua). Selanjutnya mereka dituntun ke krobongan, dimana ayah dari pengantin perempuanmenanti sambil duduk bersila, duduk di pangkuan sang ayah sambil ditanya isterinya: Abot endi Pak ?(berat mana Pak ?), yang dijawab sang suami: Pada dene (sama saja). Selesai tanya jawab, merekaberdiri, si laki-laki duduk sebelah kanan dan si perempuan sebelah kiri, dimana si dukun pengantinmembawa masuk sehelai tikar kecil berisi harta (emas, intan, berlian) dan uang pemberian pengantinlaki-laki yang dituangkan ke tangan pengantin perempuan yang telah memegang saputangan terbuka, dandisaksikan oleh para tamu secara terbuka. Inilah yang disebut kacar-kucur.

    Guna lambang kerukunan di dalam hidup, dilakukan suap-menyuap makanan antara pengantin.Bersamaan dengan ini, makanan untuk tamu diedarkan (sekarang dengan cara prasmanan) berurutan satupersatu oleh pelayan. Setelah itu, dilakukan acara ngabekten (melakukan sembah) kepada orang tuapengantin perempuan dan tilik nganten (kehadiran orang tua laki-laki ke rumah/gedung setelah acaratemu selesai yang langsung duduk dikrobongan dan disembah kedua pengantin).

    Lalu setelah itu dilakukan kata sambutan ucapan terima kasih kepada para tamu dan mohon doa restu,yang kemudian dilanjutkan dengan acara hiburan berupa suara gending-gending dari gamelan, misalnyagending ladrang wahana, lalu tayuban bagi jamannya yang senang acara itu, dsb.nya.

    Mati/Wafat

    Demikian, sepasang pengantin itu akan mempunyai anak, menjadi dewasa, kemudianmempunyai cucu dan meninggal dunia. Yang menarik tapi mengundang kontraversi,adalah saat manusia mati. Sebab bagi orang Jawa yang masih tebal kejawaannya,orang meninggal selalu didandani berpakaian lengkap dengan kerisnya (ini sulitditerima bagi orang yang mendalam keislamannya), juga bandosa (alat pemikul mayatdari kayu) yang digunakan secara permanen, lalu terbela (peti mayat yang dikuburbersama-sama dengan mayatnya).

    Sebelum mayat diberangkatkan ke alat pengangkut (mobil misalnya), terlebih dahuludilakukan brobosan (jalan sambil jongkok melewati bawah mayat) dari keluarga tertuasampai dengan termuda.

    Sedangkan meskipun slametan orang mati, mulai geblak (waktu matinya), pendak siji (setahun pertama),pendak loro (tahun kedua) sampai dengan nyewu (seribu hari/3 tahun) macamnya sama saja, yaitusego-asahan dan segowuduk, tapi saat nyewu biasanya ditambah dengan memotong kambing untuk disatedan gule.

    Nyewu dianggap slametan terakhir dengan nyawa/roch seseorang yang wafat sejauh-jauhnya dan menurutkepercayaan, nyawa itu hanya akan datang menjenguk keluarga pada setiap malam takbiran, dan rumahdibersihkan agar nyawa nenek moyang atau orang tuanya yang telah mendahului ke alam baka akanmerasa senang melihat kehidupan keturunannya bahagia dan teratur rapi. Itulah, mengapa orang Jawabegitu giat memperbaiki dan membersihkan rumah menjelang hari Idul fitri yang dalam bahasa JawanyaBakdan atau Lebaran dari kata pokok bubar yang berarti selesai berpuasanya.