acara1
description
Transcript of acara1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah mempunyai sifat sangat kompleks, terdiri atas komponen padatan yang
berinteraksi dengan cairan, dan udara. Komponen pembentuk tanah yang berupa
padatan, cair, dan udara jarang berada dalam kondisi kesetimbangan, selalu berubah
mengikuti perubahan yang terjadi di atas permukaan tanah yang dipengaruhi oleh
suhu udara, angin, dan sinar matahari.
Untuk bidang pertanian, tanah merupakan media tumbuh tanaman. Media
yang baik bagi pertumbuhan tanaman harus mampu menyediakan kebutuhan tanaman
seperti air, udara, unsur hara, dan terbebas dari bahan-bahan beracun dengan
konsentrasi yang berlebihan. Dengan demikian sifat-sifat fisik tanah sangat penting
untuk dipelajari agar dapat memberikan media tumbuh yang ideal bagi tanaman.
Pengambilan contoh tanah merupakan tahapan penting untuk penetapan sifat-
sifat fisik tanah di laboratorium. Pengambilan contoh tanah untuk penetapan sifat-
sifat fisik tanah dimaksudkan untuk mengetahui sifat-sifat fisik tanah pada satu titik
pengamatan, misalnya pada lokasi kebun percobaan atau penetapan sifat fisik tanah
yang menggambarkan suatu hamparan berdasarkan poligon atau jenis tanah tertentu
dalam suatu peta tanah.
B. Tujuan
Menyiapkan contoh tanah kering angin/udara dengan diameter 2 mm dan
contoh tanah halus (diameter 0,5 mm), yang digunakan untuk acara penetapan kadar
air, derajat kerut tanah dan pengenalan contoh tanah dengan indra.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah mempunyai sifat sangat kompleks, terdiri atas komponen padatan yang
berinteraksi dengan cairan, dan udara. Komponen pembentuk tanah yang berupa
padatan, cair, dan udara jarang berada dalam kondisi kesetimbangan, selalu berubah
mengikuti perubahan yang terjadi di atas permukaan tanah yang dipengaruhi oleh
suhu udara, angin, dan sinar matahari. Untuk bidang pertanian, tanah merupakan
media tumbuh tanaman. Media yang baik bagi pertumbuhan tanaman harus mampu
menyediakan kebutuhan tanaman seperti air, udara, unsur hara, dan terbebas dari
bahan-bahan beracun dengan konsentrasi yang berlebihan. Dengan demikian sifat-
sifat fisik tanah sangat penting untuk dipelajari agar dapat memberikan media tumbuh
yang ideal bagi tanaman.
Pengambilan contoh tanah merupakan tahapan penting untuk penetapan sifat-
sifat fisik tanah di laboratorium. Prinsipnya, hasil analisis sifat-sifat fisik tanah di
laboratorium harus dapat menggambarkan keadaan sesungguhnya sifat fisik tanah di
lapangan.
Keuntungan penetapan sifat-sifat fisik tanah yang dilakukan di laboratorium
dapat dikerjakan lebih cepat, dan dalam jumlah contoh tanah relatif lebih banyak.
Kerugiannya adalah contoh tanah yang diambil di lapangan bersifat destruktif, karena
dapat merusak permukaan tanah, seperti terjadinya lubang bekas pengambilan contoh
tanah, cenderung menyederhanakan kompleksitas sistem yang ada di dalam tanah,
dan sebagainya (Suganda et al, 2012).
Sifat-sifat fisik tanah yang dapat ditetapkan di laboratorium mencakup berat
volume (BV), berat jenis partikel (PD = particle density), tekstur tanah, permeabilitas
tanah, stabilitas agregat tanah, distribusi ukuran pori tanah termasuk ruang pori total
(RPT), pori drainase, pori air tersedia, kadar air tanah, kadar air tanah optimum untuk
pengolahan, plastisitas tanah, pengembangan atau pengerutan tanah (COLE =
coefficient of linier extensibility), dan ketahanan geser tanah (Suganda et al, 2012).
Kelemahan penetapan sifat-sifat fisik tanah di laboratorium, antara lain dapat
terjadi penyimpangan data akibat pengambilan contoh tanah yang tidak tepat, metode,
waktu pengambilan maupun jarak tempuh pengiriman contoh tanah ke laboratorium
yang terlalu lama/jauh, sehingga menyebabkan kerusakan contoh tanah. Pengambilan
contoh tanah untuk penetapan sifat-sifat fisik tanah dimaksudkan untuk mengetahui
sifat-sifat fisik tanah pada satu titik pengamatan, misalnya pada lokasi kebun
percobaan atau penetapan sifat fisik tanah yang menggambarkan suatu hamparan
berdasarkan poligon atau jenis tanah tertentu dalam suatu peta tanah. Penetapan
tekstur tanah dan stabilitas agregat tanah dilakukan menggunakan contoh tanah
komposit tidak terganggu (undisturbed soil sample), dengan harapan dapat
memberikan gambaran sifat-sifat fisik tanah suatu bidang lahan dengan luasan
tertentu yang relatif homogeny (Fathoni et al, 2012).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Mortir dan penumbuknya
b. Saringan (2 mm, 1 mm, 0,5 mm)
c. Tambir untuk peranginan
d. Kantong plastik
e. Spidol untuk menulis tabel
f. Alat tulis
2. Bahan
Contoh tanah terganggu yang telah diambil dari lapang dan sudah
dikeringkan selama kurang lebih satu minggu.
B. Cara Kerja
1. Contoh tanah yang sudah dikeringkan ditumbuk dalam mortir secara hati-
hati, kemudian diayak dengan saringan berturut-turut dari yang
berdiameter 2 mm, 1 mm dan 0,5 mm. Contoh tanah yang tertampung
diatas saringan 1 mm adalah contoh tanah yang berdiameter 2 mm,
sedangkan yang lolos saringan 0,5 mm adalah contoh tanah halus (< 0,5
mm).
2. Contoh tanah yang diperoleh dimasukkan dalam kantong plastik dan
diberi label seperlunya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tanah adalah lapisan atas bumi yang merupakan campuran dari pelapukan
batuan dan jasad makhluk hidup yang telah mati dan membusuk, akibat pengaruh
cuaca, jasad makhluk hidup tadi menjadi lapuk, mineral-mineralnya terurai (terlepas),
dan kemudian membentuk tanah yang subur. Ada dua belas ordo tanah menurut
sistem USDA atau Soil Taxonomy pada tahun 1999, yaitu Entisol, Inceptisol, Alfisol,
Ultisol, Oxisol, Vertisol, Mollisol, Spodosol, Histosol, Andosol, Aridisol, dan
Gleisol. Tanah Andisol mempunyai unsur hara yang cukup tinggi, sehingga tanah
jenis ini baik untuk ditanami. Kebanyakan tanah Andisol memiliki pH antara 5 - 7,
dan memiliki kandungan C-organik berkisar antara 2-5%. Tanah Inceptisol (inceptum
atau permulaan) dapat disebut tanah muda karena pembetukannya agak cepat sebagai
hasil pelapukan bahan induk, kandungan bahan organiknya berkisar antara 3-9 % tapi
biasanya sekitar 5% . Tanah Vertisol, termasuk tanah yang unik diantara tanah
mineral yang berkembang dari batuan kapur. Kandungan liat yang tinggi
menyebabkan tanah ini mampu mengembang dan mengkerut. Kandungan bahan
organik pada tanah Vertisol umumnya antara 1,5 - 4 % dengan pH berkisar 6,0 - 8,2,
dan N-total 0,24 %. Tanah Ultisol mempunyai sebaran yang sangat luas, meliputi
hampir 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah yang dalam dan kapasitas
tukar kation yang tergolong sedang hingga tinggi menjadikan tanah ini mempunyai
peranan yang penting dalam pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia.
Hampir semua jenis tanaman dapat tumbuh dan dikembangkan pada tanah ini, kecuali
terkendala oleh iklim dan relief. Kesuburan alami tanah Ultisol umumnya terdapat
pada horizon A yang tipis dengan kandungan bahan organik yang rendah. Unsur hara
makro seperti fosfor dan kalium yang sering kahat, reaksi tanah masam hingga sangat
masam, serta kejenuhan aluminium yang tinggi merupakan sifat-sifat tanah Ultisol
yang sering menghambat pertumbuhan tanaman. Tanah ordo entisol merupakan
golongan tanah yang belum mengalami diferensiasi profil membentuk horizon yang
nyata. Sifat Entisol dipengaruhi langsung oleh sumber bahan induknya sehingga
kesuburannya ditentukan sifat bahan induk asalnya. Selanjutnya Entisol mempunyai
tingkat kesuburan yang bervariasi dari rendah sampai tinggi, tekstur dari sedang
hingga kasar, kandungan bahan organik dari rendah sampai tinggi, struktur yang
bervariasi, drainase dari jelek sampai baik, pH tanah berkisar dari asam netral sampai
alkalin, kejenuhan basa dan kapasitas tukar kation juga bervariasi karena tergantung
pada bahan induknya. Sifat fisika tanah ordo Entisol antara lain adalah distribusi
ukuran partikel mempunyai hubungan positif dengan kecepatan air yang mengalir di
atas suatu hamparan dan juga berpengaruh terhadap retensi dan transmisi air.
Semakin kecil ukuran partikel yang bervariasi dari halus sampai kasar. (Adinugraha,
2013).
Proses pembentukan tanah andisol adalah proses pelapukan dan transformasi
(perubahan bentuk). Proses pemindahan bahan (translokasi) dan penimbunan bahan-
bahan tersebut di dalam solum sangat sedikit. Akumulasi bahan organic dan
terjadinya kompleks bahan organik dengan Al merupakan sifat khas pada beberapa
Andisol. Pelapukan mineral aliminium silikat primer telah berlanjut hanya sampai
pada pembentukan mineral “short range order” seperti alophan, imogolit, dan
ferihidrit. Tingkat pelapukan seperti ini sering dikatakan sebagai tingkat peralihan
antara tanah vulkanik yang belum dilapuk dengan tanah vulkanik yang lebih
melapuk. Walaupun demikian pada keadaan lingkungan tertentu mineral-mineral
“short range order” cukup stabil sehingga tidak atau lambat sekali berubah menjadi
mineral. Tanah ini cocok untuk tanaman kopi, sayuran, kina, padi, pawija, dsb.
Tanah vertisol umumnya terbentuk dari bahan sedimen yang mengandung
mineral smektite dalam jumlah tinggi, di daerah datar, cekungan hingga berombak.
Bahan induknya terbatas pada tanah bertekstur halus atau terdiri atas bahan-bahan
yang sudah mengalami pelapukan seperti batu kapur, batu napal, tuff, endapan aluvial
dan abu vulkanik. Pembentukan tanah vertisol terjadi melalui dua proses utama,
pertama adalah proses terakumulasinya mineral 2:1 (smektite) dan kedua adalah
proses mengembang dan mengerut yang terjadi secara periodik hingga
membentuk slickenside atau relief mikro. Dalam perkembangannya mineral 2:1 yang
sangat dominan dan memegang peran penting pada tanah ini. Komposisi liat dari
vertisol selalu didominasi oleh mineral 2:1, biasanya monmorilonit dan dalam jumlah
sedikit sering dijumpai mineral liat lainnya seperti illith dan kalolinit. Tanah ini
sangat dipengaruhi oleh proses argillipedoturbation yaitu proses pencampuran tanah
lapisan atas dan bawah yang diakaibatkan oleh kondisi basah dan kering yang disertai
pembentukan rekahan-rekahan secara periodic. Proses-proses tersebut menciptakan
struktur tanah dan pola rekahan yang sangat spesifik. Ketika basah tanah menjadi
sangat lekat dan plastis serta kedap air, tetapi ketika kering tanag sangat keras dan
masif atau membentuk pola prisma yang terpisahkan oleh rekahan. Faktor pembentuk
tanah yang dominan untuk vertisol adalah iklim yang relatif agak kering sampai
kering, dengan bulan-bulan kering yang jelas dan atau bahan induk tanah yang relatif
kaya basa, seperti bahan volkan intermedier, batu gamping, napal, batu liat berkapur
atau bahan alluvial. Selain itu topografi berupa dataran antar perbukitan yang
tertutup, dalam arti, tidak terdapat aliran outlet keluar wilayah, dan basa-basa dari
lingkungan sekitar yang lebih tinggi berakumulasi di dataran, menyebabkan
terbentuknya tanah vertisols, landform-nya, dimaksudkan sebagai dataran volkan atau
dataran antar perbukitan. Tanaman yang cocok pada tanah ini yaitu padi, karena
bersifat kedap saat jenuh.
Proses pembentukan tanah ultisol dibagi dalam beberapa tahap, yaitu:
1. Pencucuian yang ekstensif terhadap basa-basa merupakan prasyarat.
Pencucian berjalan sangat lanjut sehingga tanah bereaksi masam, dan kejenuhan basa
rendah sampai di lapisan bawah tanah (1,8 m dari permukaan).
2. Karena suhu yang cukup panas (lebih dari 8˚C) dan pencucian yang kuat
dalam waktu yang cukup lama, akibatnya adalah terjadi pelapukan yang kuat
terhadap mineral mudah lapuk, dan terjadi pembentukan mineral liat sekunder dan
oksida-oksida. Mineral liat yang terbentuk biasanya didominasi oleh kaolinit, dan
gibsit.
3. Lessivage (pencucian liat), menghasilkan horison albik dilapisan atas
(eluviasi), dan horison argilik dilapisan bawah (iluviasi). Sebagian liat di horison
argilik merupakan hasil pembentukan setempat (in situ) dari bahan induk.Di daerah
tropika horison E mempunyai tekstur lebih halus mengandung bahan organik dan besi
lebih tinggi daripada di daerah iklim sedang. Bersamaan dengan proses lessivage
tersebut terjadi pula proses podsolisasi dimana sekuioksida (terutama besi)
dipindahkan dari horison albik ke horison argilik.
4. Biocycling
Meskipun terjadi pencucian intensif tetapi jumlah basa-basa di permukaan
tanah cukup tinggi dan menurun dengan kedalaman. Hal ini disebabkan karena proses
Biocycling basa-basa tersebut oleh vegetasi yang ada di situ.
5. Pembentukan plinthite dan fragipan.
Plinthite dan fragipan bukan sifat yang menentukan tetapi sering ditemukan pada
Ultisol. Biasanya ditemukan pada subsoil di daerah tua. Pada pembentukan plinthite
terlihat sebagai karatan berwarna merah terang. Karatan ini terbentuk karena proses
reduksi dan oksidasi berganti-ganti. Kalau muncul di permukaan menjadi keras
irreversibie dan disebut laterit. Karatan merah yang tidak mengeras kalau kering
berlebihan bukanlah plithit. Sedangkan pada fragipan terjadi pada ultisol yang
berdrainase buruk, seperti halnya plinthite, fragipan menghambat gerakan air dalam
tanah. Proses pembentukan fragipan masih belum jelas.
6. Perubahan horison umbrik menjadi mollik
Ultisol dengan epipedon umbrik (Umbraquult) dapat berubah menjadi epidedon
mollik akibat pengapuran. Walaupun demikian klasifikasi tanah tidak berubah selama
lapisan-lapisan yang lebih dalam mempunyai kejenuhan basa rendah. Control Sectiori
untuk kejenuhan basa ditetapkan pada kedalaman 1,25 m dari permukaan horison
argilik atau 1,80 m dari permukaan tanah (kejenuhan basa kurang dari 35%). Hal ini
disebabkan untuk menunjukan adanya pencucian yang intensif dan agar klasifikasi
tanah tidak berubah akibat pengelolaan tanah.
Salah satu tanaman yang cocok ditanam pada tanah ini yaitu jagung.
Padi, palawija, dan bero adalah tanaman yang cocok ditanam pada tanah entisol.
Proses pembentukannya juga terjadi dalam beberapa tahap, yaitu:
Tahap I
Pada tahap ini permukaan batuan yang tersingkap di permukaan akan
berinteraksi secara langsung dengan atmosfer dan hidrosfer. Keadaan ini akan
menyebabkan permukan batuan ada pada kondisi yang tidak stabil. Pada keadaan ini
lingkungan memberikan pengaruh berupa perubahan-perubahan kodisi fisik seperti
pendinginan, pelepasan tekanan, pengembangan akibat panas (pemuaian), kontraksi
(biasanmya akibat pembekuan air pada pori-pori batuan membentuk es), dan lain
sebagainya, menyebabkan terjadinya pelapukan secara fisik (disintegrasi). Pelapukan
fisik ini membentuk rekahan-rekahan pada permukaan batuan (Cracking) yang lama
kelamaan menyebabkan permukaan batuan terpecah-pecah membentuk material
lepas yang lebih kecil dan lebih halus.
Kamudian selain itu, akibat berinteraksinya permukan batuan dengan lapisan
atmosfer dan hidrosfer juga akan memicu terjadinya pelapukan kimiawi
(Dekomposisi) diantaranya proses oksidasi, hidrasi, hidrolisis, pelarutan dan lain
sebagainya. Menjadikan permukaan batuan lapuk, dengan merubah struktur dan
komposisi kimiawi material batuannya. Membentuk material yang lebih lunak dan
lebih kecil (terurai) dibanding keadaan sebelumnya, seperti mineral-mineral lempung.
Tahap II
Pada tahapan ini, setelah mengalami pelapukan bagian permukaan batuan yang
lapuk akan menjadi lebih lunak. Kemudian rekahan-rekahan yang terbentuk pada
batuan akan menjadi jalur masuknya air dan sirkulasi udara. Sehingga, dengan
proses-proses yang sama, terjadilah pelapukan pada lapisan batuan yang lebih dalam.
Selain itu, pada tahap ini di lapisan permukaan mulai terdapat (Organic Matter) calon
makhluk hidup.
Tahap III
Pada tahap ini, di lapisan tanah bagian atas mulai muncul tumbuh-tumbuhan
perintis. Akar tumbuhan ini membentuk rekahan pada lapisan-lapisan batuan yang
ditumbuhinya (mulai terjadi pelapukan Biologis). Sehingga rekahan ini menjadi
celah/ jalan untuk masuknya air dan sirkulasi udara.
Selain itu, dengan kehadiran tumbuhan, material sisa tumbuhan yang mati akan
membusuk membentuk humus (akumulasi asam organik). Pada dasarnya humus
memiliki sifat keasaman. Proses pelapukan akan dipicu salah satunya oleh adanya
faktor kesaman. Sehingga dengan hadirnya humus akan mempercepat terjadinya
proses pelapukan. Pembentukan larutan asam pun terjadi pada akar-akar tanaman.
Akar tanaman menjadi tempat respirasi (pertukaran antara O2 dan CO2) serta
traspirasi (sirkulasi air). Air yang terinfiltrasi ke dalam lapisan tanah akan membawa
asam humus yang ada di lapisan atas melalui rekahan-rekahan yang ada. Menjangkau
lapisan batuan yang lebih dalam. Ini semua akan menyebabkan meningkatnya
keasaman pada tanah yang kemudian akan memicu terjadinya pelapukan pada
bagian-bagian tanah serta batuan yang lebih dalam. Membentuk lapisan-lapisan tanah
yang lebih tebal. Dengan semakin tebalnya lapisan-lapisan tanah, air yang tefiltrasi
ke dalam lapisan tanah dapat melakukan proses pencucian (leaching) terdadap
lapisan-lapisan yang dilaluinya. Ssehingga tahapan ini merupakan awal terbetuknya
horison-horoison tanah.
Tahap IV
Pada tahapan ini, tanah telah menjadi lebih subur. Sehingga tumbuhlah
tumbuhan-tumbuhan yang lebih besar. Dengan hadirnya tumbuhan yang lebih besar,
menyebabkan akar-akar tanaman menjangkau lapisan batuan yang lebih dalam.
Sehingga terbentuk rekahan pada lapisan batuan yang lebih dalam. Pada tahapan ini
lapisan humus dan akumulasi asam organik lainnya semakin meningkat. Seperti
proses yang dijelaskan pada tahap-tahap sebelumnya, keadaan ini mempercepat
terjadinya peroses pelapukan yang terjadi pada lapisan batuan yang lebih dalam lagi.
Kemudian pada tahapan ini juga terjadi proses pencucian yang intensif. Air yang ter-
infiltrasi (meresap) ke dalam lapisan-lapisan tanah membawa mineral-mineral yang
ada di lapisan atas dan mengendapkannya pada lapisan-lapisan dibawahnya. Sehingga
terbentuklah akumulasi mineral-mineral tertentu pada lapisan-lapisan tanah tertentu
membentuk horison tanah. Horizon-horizon tanah ini mengandung komposisi unsur
serta karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Tanah inseptisol terbentuk dari tanah alluvial, banyak terdapat di lembah-
lembah atau jalur aliran sungai atau daerah pantai, dengan vegetasi daerah sungai dan
pantai, banyak dijumpai di kalimantan, papua, dan maluku, tanah ini usianya masih
muda dan tarmasuk tanah mineral. Tanah yang menyebar mulai di lingkungan iklim
semiarid (agak kering) sampai iklim lembap. Memiliki tingkat pelapukan dan
perkembangan tanah yang tergolong sedang Umumnya tanah ini bekembang dari
formasi geologi tuff volkan, namun ada juga sebagian yang terbentuk dari batuan
sedimen seperti batu pasir (sandstone), batu lanau (siltstone), atau batu liat
(claystone).
Untuk menganalisis sifat kimia maupun kimia tanah, dilakukan pengambil
contoh tanah. Pengambilan contoh tanah ada tiga macam, yaitu:
1. Tanah utuh
Tanah utuh merupakan contoh tanah yang diambil dari lapisan tanah tertentu
dalam keadaan tidak terganggu, sehingga kondisinya hampir menyamai kondisi
di lapangan. Contoh tanah tersebut digunakan untuk penetapan angka berat
volume (berat isi, bulk density), distribusi pori pada berbagai tekanan (pF 1, pF 2,
pF 2,54, dan pF 4,2 dan permeabilitas.
Gambar contoh tanah utuh
2. Tanah tidak utuh/terganggu
Contoh tanah terganggu lebih dikenal sebagai contoh tanah biasa (disturbed soil
sample), merupakan contoh tanah yang diambil dengan menggunakan cangkul,
sekop atau bor tanah dari kedalaman tertentu sebanyak 1-2 kg. Contoh tanah
terganggu digunakan untuk keperluan analisis kandungan air, tekstur tanah,
perkolasi, batas cair, batas plastis, batas kerut, dan lain-lain.
Gambar contoh tanah tidak utuh
3. Tanah agregat utuh
Contoh tanah agregat utuh adalah contoh tanah berupa bongkahan alami yang
kokoh dan tidak mudah pecah. Contoh tanah ini diperuntukkan bagi analisis
indeks kestabilitas agregat (IKA). Contoh diambil menggunakan cangkul pada
kedalaman 0-20 cm. Bongkahan tanah dimasukkan ke dalam boks yang
terbuat dari kotak seng, kotak kayu atau kantong plastik tebal. Dalam
mengangkut contoh tanah yang dimasukkan ke dalam kantong plastik harus
hati-hati, agar bongkahan tanah tidak hancur di perjalanan, dengan cara
dimasukkan ke dalam peti kayu atau kardus yang kokoh.
Gambar contoh tanah agregat utuh
Prosedur pengambilan contoh tanah utuh antara lain:
1. Diatakan dan dibersihkan permukaan tanah dari rumput atau serasah.
2. Digali tanah sampai kedalaman tertentu (5-10 cm) di sekitar calon tabung/ring
tembaga diletakkan, kemudian ratakan tanah dengan pisau.
3. Diletakan tabung/ring di atas permukaan tanah secara tegak lurus dengan
permukaan tanah, kemudian dengan menggunakan balok kecil yang diletakkan di
atas permukaan tabung, tabung ditekan sampai tiga per empat bagian masuk ke
dalam tanah.
4. Diletakan tabung/ring lain di atas tabung pertama, dan tekan sampai 1 cm masuk
ke dalam tanah.
5. Dipisahkan tabung/ring bagian atas dari tabung bagian bawah.
6. Digali tabung/ring menggunakan sekop. Dalam menggali, ujung sekop harus
lebih dalam dari ujung tabung agar tanah di bawah tabung ikut terangkat.
7. Diiris kelebihan tanah bagian atas terlebih dahulu dengan hati-hati agar
permukaan tanah sama dengan permukaan tabung, kemudian ditutup tabung
menggunakan tutup plastik yang telah tersedia. Setelah itu, iris dan potong
kelebihan tanah bagian bawah dengan cara yang sama dan tabung ditutup.
8. Dicantumkan label di atas tutup tabung bagian atas contoh tanah yang berisi
informasi kedalaman, tanggal, dan lokasi pengambilan contoh tanah.
Prosedur dalam pengambilan contoh tanah tidak utuh karena ondisi contoh
tanah terganggu tidak sama dengan keadaan di lapangan, karena sudah terganggu
sejak dalam pengambilan contoh. Contoh tanah ini dapat dikemas menggunakan
kantong plastik tebal atau tipis. Kemudian diberi label yang berisikan informasi
tentang lokasi, tanggal pengambilan, dan kedalaman tanah. Label ditempatkan di
dalam atau di luar kantong plastik. Jika label dimasukkan ke dalam kantong plastik
bersamaan dengan dimasukkannya contoh tanah, maka label dalam ini perlu
dibungkus dengan kantong plastik kecil, agar informasi yang telah tercatat tidak
hilang karena terganggu oleh kelembapan air tanah. Pengangkutan semua contoh
tanah hendaknya berpegang kepada prinsip dasar, bahwa contoh tanah tidak boleh
tercampur satu sama lain dan tidak mengalami perubahan apapun selama dalam
perjalanan.
Pengambilan contoh tanah agregat utuh dengan cara bongkahan tanah
dimasukkan ke dalam boks yang terbuat dari kotak seng, kotak kayu atau kantong
plastik tebal. Dalam mengangkut contoh tanah yang dimasukkan ke dalam kantong
plastik harus hati-hati, agar bongkahan tanah tidak hancur di perjalanan, dengan cara
dimasukkan ke dalam peti kayu atau kardus yang kokoh. Untuk analisis IKA
dibutuhkan 2 kg contoh tanah.
Manfaat dari pengambilan contoh tanah adalah agar kita mengetahui cara
pengambilan contoh tanah dengan metode yang disesuaikan dengan sifat-sifat tanah
yang akan kita amati. Pengambilan sampel tanah digunakan untuk suatu metode
analisis tanah. Analisis tanah dilakukan terhadap suatu sampel. Tanah yang diambil di
lapangan dengan metode tertentu sesuai tujuan yang diharapkan. Pengambilan contoh
tanah untuk penetapan sifat-sifat fisik tanah dimaksudkan untuk mengetahui sifat-
sifat fisik tanah pada satu titik pengamatan, misalnya pada lokasi kebun percobaan
atau penetapan sifat fisik tanah yang menggambarkan suatu hamparan berdasarkan
poligon atau jenis tanah tertentu dalam suatu peta tanah. Penetapan tekstur tanah dan
stabilitas agregat tanah dilakukan menggunakan contoh tanah komposit tidak
terganggu (undisturbed soil sample), dengan harapan dapat memberikan gambaran
sifat-sifat fisik tanah suatu bidang lahan dengan luasan tertentu yang relatif homogen.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pengambilan contoh tanah merupakan tahapan terpenting di dalam program
uji tanah.
2. Ada tiga macam cara pengambilan contoh tanah, yaitu : contoh tanah utuh;
contoh tanah tidak utuh/terganggu; contoh tanah dengan agregat utuh.
3. Contoh tanah yang tertampung di atas saringan 1 mm adalah contoh tanah
yang berdiameter 2 mm, seperti : Vertisol, Entisol dan Andisol.
4. Contoh tanah yang lolos saringan 0,5 mm adalah contoh tanah halus, seperti :
Inceptisol dan Ultisol.
B. Saran
Pada praktikum acara ini sebaiknya praktikan dapat melakukan praktikum
dengan benar dan seksama sehingga dapat mengetahui cara pengambilan contoh
tanah yang sesuai dengan pengaplikasian di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Adinugraha, H. A. 2013. Tanah Vertisol:Sebaran, Problematika Dan
Pengelolaannya. Penerbit Kencana: Jakarta.
Agusman., Maas Azwar. 2006. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. 6(1).
Brown, G. H., and N. I. Fisher. 1972. Subsampling a mixture of sampled materials.
Technometric 14: 663-668..
Cline, M. D. 1944. Principles of soil sampling. Soil.Sci. 58: 275-288.
Das, A. C. 1950. Two-dimensional systematic sampling and associated stratified and
random sampling. Sankhya 10: 95-108.
Domburg, P., J. J. de Gruijter, and P. van Beek. 1994. A structured approach to
designing soil survey schemes with prediction of sampling error from
variograms. Geoderma 62: 151-164.
Duncan, A. J. 1962. Bulk sampling. Problems and lines of attack. Technometrics 4:
319-343.
Fathoni, Aburizal., Asih Ria. 2012. Studi Perubahan Karakter Fisik, Mekanik, dan
Dinamik Terhadap Siklus Pembasahan Tanah Lereng. 1(1): 2-3.
Anas, I. 1989. Biologi Tanah dalam Praktek. Pusat Antar Universitas Bioteknologi
IPB, Bogor.
Husein Suganda., Achmad Rachman., Sutono. 2007. Petunjuk Pengambilan Contoh
Tanah. 3(19): 8-12.
Junaidi., Muyassir., Syafruddin. 2013. Penggunaan Bakteri Pseudomonas
fluorescens dan Pupuk Kandang dalam Bioremediasi Tanah Inceptisol yang
Tercemar Hidrokarbon. 1(1): 1.
Sridevi, Ratih., Dana., Mega I Made. 2013. Perbedaan Sifat Biologi Tanah
pada Beberapa Tipe Penggunaan Lahan di Tanah Andisol, Inceptisol, dan
Vertisol. 4(2): 215.