Acara 2 Legum Asam Fitat

download Acara 2 Legum Asam Fitat

of 22

description

ilmu teknologi pangan

Transcript of Acara 2 Legum Asam Fitat

ACARA IIKADAR ASAM FITAT KORO PEDANG MERAH

A. TujuanTujuan praktikum Acara II Kadar Asam Fitat KoroPedang Merah adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui pengaruh beberapa variasi perlakuan terhadap kadar asam fitat koro pedang merah.2. Mengetahui kadar asam fitat koro pedang merah masing-masing variasi perlakuan.B. Tinjauan PustakaSalah satu legum yaitu subfamili Papilionoideae memiliki 480 genera dan 12.000 spesies yang terdistribusi di seluruh dunia. Walaupun spesies yang digunakan sangat jarang digunakan sebagai bahan pangan, namun kacang atau koro ini memiliki produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedelai. Hasil panen yang didapat dari setiap hektar koro pedang merah (Canavalia gladiate), misalnya, mencapai 720-1500 kg, berbeda dengan kedelai yang hanya berkisar antara 600-1000 kg per hektarnya(Ekayanake et al., 2000 dalam Gilang 2013).Koro pedang merah (Canavalia gladiata) diyakini berasal dari benua Asia dan tersebar di seluruh daerah tropis, dibudidayakan dalam skala terbatas di seluruh Asia, Hindia Barat, Afrika dan Amerika Selatan dan telah diperkenalkan ke bagian tropis Australia. Koro pedang juga memiliki senyawa toksik seperti kholin, asam hidrozianine, trogonelin, tripsin, dan glukosianida, serta senyawa anti gizi khususnya asam fitat. Senyawa toksik yang dimiliki koro pedang merah antara lain concanavalin A, canavanin, poliamine dan saponin. Canavanin pada koro pedang sangat tinggi (88-91%) yang merupakan senyawa asam amino mirip arginin berpotensi beracun apabila dikonsumsi. Asam fitat yang terdapat dalam tubuh merupakan hasil pembentukan ikatan komplek dengan Fe, Zn, Mg, dan Ca menjadi bentuk yang tidak larut dan bersifat anti nutrisi, sehingga asam fitat tersebut sulit diabsorpsi oleh tubuh (Reddy and Salunkhe, 1981). Senyawa toksik yang terkandung dalam koro pedang dapat dikurangi seminimal mungkin dengan cara perendaman, perebusan, pengukusan dan fermentasi. Menurut Kasmidjo (1990), salah satu cara untuk menghilangkan senyawa toksik dalam koro pedang yaitu dilakukan perendaman lebih lama dengan beberapa kali pergantian air rendaman. Selain itu, proses perebusan juga dapat menghilangkan beberapa senyawa beracun dalam koro pedang (Stephens, 1994 dalam Ishartani, 2014).Sebutan kimia yang tepat untuk asam fitat adalah myoinositol (1, 2, 3, 4, 5, 6) asam hexakisphosphoric. Garam dari asam fitat, yang ditunjuk sebagai fitat, yang ditemukan dalam tanaman, hewan. Fitat di antara bibit tanaman dan biji-bijian, terdiri dari 0,5 sampai 5 persen (b/b). Hal ini terutama hadir sebagai garam dari mono- dan divalen kation K+, Mg2+ , dan Ca2+ dan terakumulasi dalam biji selama periode pematangan. Dalam benih dorman, fitat merupakan 60 sampai 90 persen dari total fosfat. Fitat dianggap sebagai bentuk penyimpanan utama dari fosfat dan inositol dalam bibit tanaman dan biji-bijian. Selain itu, fitat telah disarankan sebagai penyimpan kation, kelompok fosforil energi tinggi, dan sebagai alam antioksidan kuat. Konsumsi fitat, bagaimanapun, tampaknya tidak hanya memiliki aspek-aspek negatif terhadap kesehatan manusia. (Greiner et al, 2006).Asam fitat, adalah myoinositol (1, 2, 3, 4, 5, 6) asam hexakisphosphoric, adalah salah satu senyawa yang mengandung fosfat terbanyak dalam biji yang masak, umumnya kandungan P dalam asam fitat berkisar 65-80 % dari total P dalam biji normal. Kadar asam fitat dalam biji cukup tinggi, oleh sebab itu senyawa ini dapat menyerap ion-ion sehingga mengurangi potensi penyerapan mineral oleh tubuh manusia dan hewan seperti unsur Fe, Zn, Ca, Mg. Asam fitat adalah penghambat potensial terhadap penyerapan zat besi yang tersedia secara alami maupun zat besi yang diserap dari bahan pangan yang berasal dari sereal atau kekacangan dan merupakan penyebab utama masalah defisiensi zat besi pada bayi. Asam fitat merupakan senyawa anti nutrisi, yang dalam jumlah banyak dapat menghambat penyerapan unsur mineral penting oleh tubuh, sehingga unsur tersebut dibuang keluar tubuh melalui urine dan feses (Dewi, 2008).Proses perendaman dapat menurunkan kadar asam fitat, karena larutnya asam fitat ke dalam air perendaman. Perlakuan perendaman juga dapat meningkatkan enzim fitase. Enzim fitase dapat menghidrolisis asam fitat menjadi inositol dan orthofosfat, sehingga kandungan asam fitat dalam bahan menurun selama proses perendaman. adanya suhu tinggi pada proses perebusan dapat menghambat enzim fitase sehingga menjadi inaktif. Aktivitas optimum enzim tersebut pada suhu 50C - 52C, sedangkan proses perebusan mencapai suhu 100oC. Selain itu, adanya reaksi antara Na fitat yang terdapat di dalam biji dengan Ca atau Mg pektat yang tidak larut yang terdapat di dalam dinding sel, khususnya di dalam kulit biji membentuk Na pektat yang mudah larut (Ishartani dkk., 2014).Asam fitat dapat diekstrak dengan menggunakan pelarut asam organik atauasam anorganik. Salah satu contoh larutan asam organik adalah larutan asam asetat (asam cuka). Penggunaan asam cuka untuk mengekstrak asam fitat dari dedak paditidak membahayakan ternak dan tidak menimbulkan polusi bagi lingkungan,karena dalam rumen ternak ruminansia dihasilkan asam asetat.Fitat dalam bentuk asam maupungaram merupakan bentuk utama simpananfosfor yang terdapat pada lapisan luar (aleuron) butir-butiran serelia. Senyawa ini sangat sukar dicerna, sehingga fosfor dalam bentuk fitat tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Jumlah asam fitat dalam biji tanaman juga berbeda-beda. Jumlah asam fitat bervariasi tergantung pada varietas, kondisi iklim, lokasi, irigasi, tipe tanah dan keadaan lingkungan selama tanaman itu tumbuh. Kadar fitat pada tanaman tergantung kadar fosfor dalam tanah, pemupukan tanaman dengan fosfat yang berlebih akan meningkatkan kadar asam fitat atau garam fitat (Rahmawati, 2013).Isolasi fitat secara industri dapat dilakukan dengan dua cara bergantung pada medium ekstraksi yang digunakan. Paling umum dilakukan adalah melarutkannya dengan menggunakan beberapa pelarut asam organik, seperti asamformat, asetat, laktat, okasalat, sitrat, trikloroasetat atau dilarutkan dengan asamanorganik, seperti asam hidroklorik, dan asam nitrat. Asam nitrat tergolong sebagai asam kuat, sehingga kekuatan asam nitrat dalam melarutkan asam fitat lebih baik dibandingkan dengan asam asetat. Hal ini terkait dengan suasana asam yang meningkatkan kelarutan asam fitat, dimana penggunaan asam nitrat menghasilkan pH filtrat jauh lebih rendah dibandingkan filtrat hasil ekstraksi dengan asam asetat.Meskipun asam nitrat menghasilkan asam fitat yang lebih banyak, larutan tersebut bersifat toksik dan dapat mencemari lingkungan dan dikhawatirkan akan merusak ekologi rumen. Asam fitat yang terekstrak dapat menghasilkan berbagai metabolit yang dibutuhkan tubuh. Asam fitat atau metabolitnya berfungsi sebagai antioksidan, sehingga dapat menghambat pembentukan terjadinya radikal bebas dan penyakit kanker. Lebih lanjut asam fitat dapat bermanfaat dalam menghambat produksi amonia melalui pengikatan dengan molekul Fe (Hernawan dkk., 2013). Penampakan bentuk organik dari fosforus, diketahui sebagai asam fitat, pada tumbuhan bijian-bijian telah lama diteliti. Fitat didefinisikan sebagai myo-inositol hexaphosphate dan secara umum ditemukan pada material biologikal sebagai ferric iron precipitable phosphorus. Pada kondisi asam, inositol fosfat yang bukan inorganik fosfat akan terpresipitasi. Penentuan fitat yang biasa dilakukan pada penelitian pangan masih merupakan campuran dari onositol polifosfat bukan fitat secara khusus. Inositol hexafosfat membentuk kompleks dengan banyak elemen mineral, pada beberapa kasus, memisahkannya hingga tidak terlarut sangat tidak memungkinkan (Boland et al, 1975).Inositol polifosforilasi dapat ditemukan di alam dalam jumlah banyak dan bergantung pada bentuk kompleks dan varietas senyawa yang ada. Hal ini mengacu pada terminologi yang membingungkan seputar penamaan senyawa terkait, seperti phytin, phytate, phytates, dan phytic acid yang prevalent dalam literatur. Sekorong telah diketahui oleh masyarakat umum bahwa asam fitat diberi nama myoinositol hexaphosporic acid atau 1,2,3,4,5, enam hexakis (dihidrogen fosfat) myoinositol. Diketahui bahwa asam fitat dapat di defosforilasi oleh enzim fosfatase yang biasa disebut phytases dan dapat juga melalui pemanasan dengan larutan asam atau basa (Maga, 1982).Pengukuran kadar asam fitat pada tiap sampel menggunakan metode Davies dan Reid (1979) dalam Fenwick (1994). Prinsip metode ini adalah ion ferri yang telah membentuk kompleks dengan fitat tidak lagi dapat bereaksi dengan ion-ion tiosianat untuk membentuk kompleks warna merah. Dengan adanya amil alkohol, densitas optik larutan yang diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer dengan 465 nm berbanding terbalik dengan konsentrasi fitat. Semakin banyak jumlah fitat pada bahan, absorbansinya akan semakin rendah. Pengukuran kandungan asam fitat berdasarkan kurva standar Na-Fitat, y adalah absorbansi dan x adalah kadar asam fitat (gr/100 ml)(Fenwick, 1994).Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah asam fitat yang terkandung pada koro adalah penyimpanan dan perlakuan pendahuluan sebelum dikonsumsi (pencucian, pemanasan, perebusan, perendaman). Mikro jamur Rhizopus oligosporus biasanya digunakan untuk memfermentasi makanan tempe, memiliki phytase dengan kapasitas optimal pada 65C dan pH 5.0. R. oligosporus juga sebelumnya telah ditemukan untuk mengurangi kadar fitat dari misalnya yang terbuat kedelai dan oil cakes selama fermentasi, meskipun tidak ke tingkat yang sangat rendah (Johnsson et al., 2008).

C. Metodologi1. Alat a. Mortar b. Timbangan analitik atau neraca analitikc. Gelas ukur d. Pengaduk/ stirrere. Kertas saring f. Alumunium foilg. Corong h. Labu takar 50 mli. Erlemeyer j. Tabung reaksik. Penjepit kayul. Pancim. Komporn. Hotplateo. Pipet ukurp. Propipetq. Sentrifuse r. Spektrofotometer2. Bahan a. Koro pedang merah mentahb. Koro pedang merah rebusc. Koro pedang merah kukusd. Tempe koro pedang merah fermentasi 36 jame. Koro pedang merah rendam dan rebus f. Koro pedang merah rendam dan kukusg. Tempe koro pedang merah fermentasi 48 jamh. Larutan HNO3 i. Larutan FeCl3 j. Larutan amil alkohol k. Larutan amonium tiosianat

3. Cara Kerja

Koro pedang merah mentah, koro pedang merah rebus, koro pedang merah kukus, tempe koro pedang merah, koro pedang merah rendam dan rebus, koro pedang merah rendam dan kukus, koro pedang merah fermentasi 48 jam

Dihaluskan dengan cara ditumbuk dengan menggunakan mortar

Diambil 5 gram sampel

Dimasukkan dalam gelas ukur dan kemudian dimasukkan 50 ml larutan HNO3

Dipindahkan ke dalam gelas beker dan diaduk selama 2 jam

Disaring dengan kertas saring

Diambil 0,5 ml filtrat dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi

Ditambahkan 0,9 ml larutan HNO3 dan 1 ml larutan FeCl3kemudian tabung reaksi ditutup

Tabung reaksi dimasukkan ke dalam penangas air 100C selama 20 menit

Tabung reaksi diangkat, setelah dingin ditambahkan 5 ml amil alkohol dan 1 ml larutan amonium tiosianat, dan disentrifuse 2-3 menit

Didiamkan 12-13 menit kemudian lapisan amil alkohol diambil dan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 265 nm dengan blanko amil alkoholD. Hasil dan PembahasanTabel 2.1 Kadar Asam Fitat Koro Pedang MerahShiftKel.SampelAbsorbansiKadar Asam Fitat/gram sampel

11,2Koro pedang merah mentah0,9370,0047

3,4Koro pedang merah rebus0,6230,0240

5,6Koro pedang merah kukus1,246-0,0143

7,8Tempe koro pedang merah0,5150,0307

21,2Koro pedang merah rendam dan rebus0,9750,0024

3,4Koro pedang merah rendam dan kukus1,073-0,0036

5,6Koro pedang merah fermentasi 48 jam0,9970,0010

Sumber: Laporan SementaraPraktikum Acara II Kadar Asam Fitat Koro Pedang Merah dilakukan untuk mengetahui kadar asam fitat dari beberapa perlakuan sampel pedang merah, yaitu untuk shift I koro pedang merah mentah, koro pedang merah rebus, koro pedang merah kukus, tempe koro pedang merah. Sedangkan untuk shift II dilakukan beberapa perlakuan yaitu koro pedang merah rendam dan rebus, koro pedang merah rendam dan kukus, koro pedang merah fermentasi 48 jam. Senyawa nir gizi atau anti gizi menurut Dewi (2008), adalah senyawa yang dalam jumlah banyak dapat menghambat penyerapan unsur mineral penting oleh tubuh, sehingga unsur tersebut dibuang keluar tubuh melalui urine dan feses. Asam fitat, atau nama kimianya yaitu myo-inositol 1,2,3,4,5,6-hexakisphosphate (Ins P6 )merupakan senyawa yang banyak terdapat dalam leguminosa atau biji-bijian. Senyawa ini adalah senyawa yang mengandung fosfat terbanyak dalam biji yang telah masak. Kandungan fosfor dalam asam fitat sebanyak 65-80% dari biji normal (Dewi, 2008). Menurut Rahmawati (2013), fitat dalam bentuk asam maupun garam merupakan bentuk utama simpanan fosfor yang terdapat pada lapisan luar (aleuron) butir-butiran serelia. Namun, senyawa fosfor dalam bentuk fitat ini tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh karena sangat sulit untuk dicerna (Dewi, 2008).Prinsip uji kadar sama fitat dengan spektrofotometri. Pertama, pengujian asam fitat dimulai dengan mengekstrak sebanyak 5 gram setiap jenis sampel dengan pelarut asam nitrat sebanyak 50 ml yang sebelumnya telah dilakukan penghalusan setiap sampelnya dengan mortar dengan tujuan untuk memperluas permukaan sampel sehingga ekstrak yang dihasilkan akan lebih banyak. Kemudian dilakukan pengadukan selama 2 jam dengan tujuan agar memaksimalkan proses ekstraksi. Setelah 2 jam kemudian disaring dengan kertas saring dan diambil 0,5 ml filtrat dimasukkan dalam tabung reaksi. Selanjutnya ditambahkan 0,9 ml HNO3 dan 1 ml FeCl3 kemudian tabung ditutup. Tabung reaksi kemudian dimasukkan ke dalam penangas air bersuhu 100C selama 20 menit. Tabung reaksi diangkat, setelah dingin ditambahkan 5 ml amil alkohol dan 1 ml larutan amonium tiosianat, dan disentrifuse 2-3 menit agar terbentuk lapisan amil alkohol. Kemudian didiamkan 12-13 menit kemudian lapisan amil alkohol diambil dan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 265 nm dengan blanko amil alkohol. Larutan blanko yang digunakan adalah amil alkohol. Hasil absorbansi akan berbanding terbalik dengan kandungan asam fitat dalam tiap-tiap sampel. Semakin besar nilai absorbansi dalam suatu sampel menunjukkan bahwa semakin kecil kandungan asam fitatnya.Asam fitat dapat diekstrak dengan menggunakan pelarut asam organik atau asam anorganik. Pelarut asam organik yang sering digunakan adalah asam asetat (asam cuka). Sedangkan salah satu contoh pelarut anorganik yaitu asam nitrat. Asam nitrat tergolong sebagai asam kuat, sehingga kekuatan asam nitrat dalam melarutkan asam fitat lebih baik dibandingkan dengan asam asetat. Hal ini terkait dengan suasana asam yang meningkatkan kelarutan asam fitat, dimana penggunaan asam nitrat menghasilkan pH filtrat jauh lebih rendah dibandingkan filtrat hasil ekstraksi dengan asam asetat. Asam fitat tidak hanya menjadi senyawa negatif bagi tubuh, namun juga memberikan fungsi positif yaitu asam fitat yang terekstrak dapat menghasilkan berbagai metabolit yang dibutuhkan tubuh. Asam fitat atau metabolitnya berfungsi sebagai antioksidan, sehingga dapat menghambat pembentukan terjadinya radikal bebas dan penyakit kanker. Lebih lanjut asam fitat dapat bermanfaat dalam menghambat produksi amonia melalui pengikatan dengan molekul Fe (Hernawan dkk, 2013). Menurut Greiner (2006), konsumsi fitat sebagai tambahan menu diet dapat mencegah pembentukan batu ginjal, melindungi terhadap diabetes mellitus, karies, aterosklerosis dan penyakit jantung koroner serta terhadap berbagai kanker. Bahan lain yang diperlukan dalam pengujian asam fitat yaitu asam nitrat (HNO3). Seperti yang sudah dijelaskan di atas oleh Hernawan (2013), bahwa asam nitrat merupakan salah satu contoh pelarut anorganik dalam ekstraksi asam fitat. Asam nitrat tergolong sebagai asam kuat, sehingga kekuatan asam nitrat dalam melarutkan asam fitat. Sedangkan FeCl3 berfungsi untuk mengikat fitat dengan ion Fe3+ membentuk Fe-fitat. Penambahan amil alkohol dimaksudkan untuk bereaksi dengan Fe sisa dari FeCl3 yang tidak berikatan dengan asam fitat, sehingga akan membentuk warna merah. Proses perendaman mengakibatkan menurunnya kadar fitat karena fitat larut dalam air. Sementara proses fermentasi yang dihasilkan oleh mikroorganisme pada inokulum (ragi) tempe menyebabkan terbentuknya enzim fitase yang menghidrolisis asam fitat menjadi inostol dan orthofosfat (Hestining, 1996 dalam Husna, 2011). Pada sampel tempe koro pedang merah, semakin kecil ukuran butiran biji koro pedang merah maka semakin mudahkapang menembus koro pedang merah sehingga semakin banyak asam fitat diuraikanoleh enzim fitase yang dihasilkan kapang dan semakin banyak pula protein yangdiuraikan kapang menjadi senyawa yang lebih sederhana yaitu asam amino bebas. Menurut Koswara (1992), selama perkecambahan aktivitas fitase dalam kacang-kacangan dan biji-bijian meningkat sehingga kadar fitat di dalamnya menurun. Hal ini disebabkan adanya produksi enzim fitase oleh kapang Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae selama fermentasi. Penambahan bahan FeCl3 bertujuan agar asam fitat yang telah diekstrak dengan pelarut HNO3 bisa berikatan dengan ion Fe3+ untuk membentuk senyawa fitat. Ion ferro ataupun ferri diendapkan oleh natrium fitat pada pH 6,5. Terbentuknya senyawa fitat-mineral, fitat-protein, fitat-protein-mineral menyebabkan mineral dan protein sukar dicerna atau sukar larut (Deliani, 2008). Setelah filtrat ditambah larutan HNO3 dan FeCl3 kemudian dipanaskan, tujuan dari pemanasan ini adalah untuk menguapkan pelarut dan mengoptimalkan proses keluarnya asam fitat dari bahan sehingga didapatkan asam fitat yang lebih banyak.Perlakuan pendahuluan berpengaruh positif terhadap penurunan kadar fitat pada koro pedang merah seperti menurut Ishartani dkk. (2014), proses perendaman dapat menurunkan kadar asam fitat, karena larutnya asam fitat ke dalam air perendaman. Perlakuan perendaman juga dapat meningkatkan enzim fitase. Enzim fitase dapat menghidrolisis asam fitat menjadi inositol dan orthofosfat, sehingga kandungan asam fitat dalam bahan menurun selama proses perendaman. adanya suhu tinggi pada proses perebusan dapat menghambat enzim fitase sehingga menjadi inaktif. Aktivitas optimum enzim tersebut pada suhu 50C - 52C, sedangkan proses perebusan mencapai suhu 100oC. Selain itu, adanya reaksi antara Na fitat yang terdapat di dalam biji dengan Ca atau Mg pektat yang tidak larut yang terdapat di dalam dinding sel, khususnya di dalam kulit biji membentuk Na pektat yang mudah larut. Adapun menurut Diniyah (2013), kadar asam fitat dengan berbagai perlakuan seperti biji segar (kontrol, tanpa perlakuan pendahuluan), rendam 1 malam, rendam 2 malam, rendam 1 malam dan rebus 30 menit, rendam 2 malam dan rebus 30 menit, rendam 1 malam dan presto 10 menit, dan rendam 2 malam dan presto 10 menit berturut-turut adalah 8,76; 3,10; 2,17; 1,75; 1,31; 0,88; dan 0,75 (satuan dalam mg/g).Perbedaan kandungan asam fitat pada koro pedang merah yang mengalami perlakuan adalah sebagai berikut, pengolahan koro pada umumnya diawali dengan perendaman untuk menghilangkan sianida dan asam fitat karena kadarnya pada koro relatif tinggi. Setelah perendaman biasanya diikuti dengan pemasakan. Karena kandungan karbohidrat yang tinggi menyebabkan koro memiliki tekstur yang keras, sehingga pemasakan dilakukan agar teksturnya menjadi lunak. Selama perendaman biji mentah akan terjadi peningkatan aktivitas enzim fitase sehingga pemecahan fitat akan berlangsung. Selain itu juga akan terjadi pelarutan fitat ke dalam air rendamannya. Sedangkan perendaman biji rebus dalam air akan menyebabkan penurunan fitat yang relatif besar. Perendaman yang diikuti dengan pemanasan akan menyebabkan kadar asam fitat berkurang 13% (Pangastuti dan Triwibowo, 1996).Perebusan merupakan salah satu teknik pemanasan yang lebih efektif apabila dibandingkan dengan pengukusan. Pada pengukusan, sulit terjadi hidrasi karena air tidak mudah mengalami difusi ke dalam biji kacang. Perebusan atau pengukusan biji kedelai dalam proses pembuatan tempe dilakukan selama setengah sampai satu jam dalam air mendidih (Bayu Kanetro dan Setyo Hastuti, 2006). Proses perebusan kedelai menyebabkan enzim fitase mengalami inaktivasi karena enzim fitase mempunyai aktivitas optimum antara pH 5,0 5,2 dan suhu 50C - 52C, sehingga penurunan kadar asam fitat yang terjadi pada proses perebusan kemungkinan disebabkan oleh terlarutnya asam fitat dalam air rebusan. Seperti yang telah diketahui bahwa asam fitat merupakan senyawa yang mudah larut dalam air. Proses terlarutnya fitat dalam air rebusan disebabkan oleh reaksi yang terjadi antara Na fitat yang terdapat di dalam daging biji dengan Ca atau Mg pektat yang tidak larut yang terdapat di dalam dinding sel, khususnya di dalam kulit biji membentuk Na pektat yang larut. Proses tersebut akan menaikkan permeabilitas biji terhadap air panas sehingga memudahkan fitat larut dalam air rebusan (Bhatty, 1990 dalam Handajani, 1993).Dari data pada tabel 2.1 Kadar Asam Fitat ditampilkan data hasil pengukuran aborbansi dan hasil perhitungan kadar asam fitat. Didapati data hasil pengukuran absorbansi shift 1 untuk sampel koro pedang merah mentah, koro pedang merah rebus, koro pedang merah kukus, tempe koro pedang merah berturut-turut adalah 0,937; 0,623; 1,246; dan 0,515. Hasil perhitungan kadar asam fitat shift 1 untuk sampel koro pedang merah mentah, koro pedang merah rebus, koro pedang merah kukus, tempe koro pedang merah berturut-turut adalah 0,0047; 0,0240; -0,0143; dan 0,0307. Hasil pengukuran absorbansi shift 2 untuk sampel koro pedang merah rendam dan rebus, koro pedang merah rendam dan kukus, dan tempe koro pedang merah fermentasi 48 jam berturut-turut adalah 0,975; 1,073; dan 0,997. Hasil perhitungan kadar asam fitat shift 2 untuk sampel koro pedang merah rendam dan rebus, koro pedang merah rendam dan kukus, dan koro pedang merah fermentasi 48 jam berturut-turut adalah 0,0024; -0,0036; dan 0,0010.Terlihat dari data yang tertera pada tabel 2.1 bahwa nilai absorbansi dan kadar asam fitat berbanding terbalik. Hal ini sesuai dengan teoti menurut Fenwick (2014), yaitu semakin banyak jumlah fitat pada bahan, absorbansinya akan semakin rendah. Didapati ketidaksesuaian dengan teori pada perlakuan koro pedang merah kukus di shift 1 dan perlakuan koro pedang merah rendam dan kukus shift 2 karena didapati kadar asam fitat minus. Hal ini mungkin dikarenakan suhu perebusan yang kurang optimal, pengaruh variasi ukuran koro, varietas koro, serta kesalahan praktikan ketika mengukur maupun ketika melakukan percobaan.Perendaman mampu menurunkan kadar asam fitat pada biji mentah koro pedang merah, selama perendaman terjadi difusi yang menyebabkan kadar asam fitat pada koro menurun, karena terlarutnya asam fitat pada air rendaman. Selama perendaman terjadi penurunan pH yang disebabkan oleh fermentsi dan pengasaman oleh bakteri asam laktat. Perendaman juga menyebabkan meningkatnya enzim fitase yang merupakan salah satu enzim yang dapat menghidrolisis asam fitat menjadi inositol dan orthofosfat sehingga mampu mengurangi kandungan asam fitat. Penurunan kadar asam fitat selama perendaman diduga juga disebabkan adanya bakteri kontaminan yang berasal dari kacang-kacangan, air rendaman, maupun dari lingkungan sekitarnya dan berkembang selama perendaman.Dilaporkan bahwa bakteri jenis Bacillus sp. mempunyai aktivitas enzim fitase (Pramita, 2008).Cara yang cukup efektif mengurangi fitat selain perendaman dan perebusan adalah dengan cara perkecambahan dan fermentasi. Perkecambahan menyebabkan peningkatan enzim fitase sehingga mengurangi kandungan fitat. Menurut Sutardi dkk. (1993), asam fitat yang merupakan chelating agent senyawa protein dapat diturunkan kadarnya dengan pembuatan tempe. Pada proses pembuatan tempe seluruh tahapan prosesnya, mulai perendaman sampai fermentasi dapat menurunkan kadar asam fitat dengan total penurunan mencapai 53%. Beberapa faktor yang mempengaruhi kadar asam fitat adalah :a. Lama perendamanSelama perendaman biji mentah akan terjadi peningkatan enzim fitase sehingga pemecahan fitat akan berlangsung. Semakin lama waktu perendaman, makin besar penurunan kadar asam fitat. Hal ini disebabkan makin lama waktu perendaman, makin besar pula waktu yang tersedia bagi kegiatan enzim fitase untuk menghidrolisis asam fitat, sehingga kadar asam fitatnya menjadi berkurang. Penurunan asam fitat selama perendaman selain disebabkan oleh aktivitas fitase (endogen) juga karena sebagian besar asam fitat larut dalam air rendaman.b. Lama perebusanKetika perebusan, molekul air akan terhidrasi ke dalam biji koro sehingga asam fitat akan lebih mudah larut ke dalam air. Semakin lama waktu perebusan, maka semakin banyak asam fitat yang terlarut.c. PerkecambahanBiji yang dikecambahkan mengalami peningkatan aktivitas enzim fitase yang mampu mengurangi kadar asam fitat pada kacang kacangan.d. Proses fermentasiPada proses fermentasi, kapang Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae mampu menembus biji koro sehingga semakin banyak asam fitat diuraikan oleh enzim fitase yang dihasilkan kapang dan semakin banyak pula protein yang diuraikan kapang menjadi senyawa yang lebih sederhana yaitu asam amino bebas.

E. KesimpulanKesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum Acara II Kadar Asam Fitat Koro Pedang Merah adalah sebagai berikut :1. Pengaruh perendaman adalah menurunkan kadar asam fitat pada biji mentah koro pedang merah, selama perendaman terjadi difusi yang menyebabkan kadar asam fitat pada koro menurun, karena terlarutnya asam fitat pada air rendaman.2. Ketika perebusan, molekul air akan terhidrasi ke dalam biji koro sehingga asam fitat akan lebih mudah larut ke dalam air. Semakin lama waktu perebusan, maka semakin banyak asam fitat yang terlarut.3. Pada proses fermentasi, kapang Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae mampu menembus biji koro sehingga semakin banyak asam fitat diuraikan oleh enzim fitase yang dihasilkan kapang dan semakin banyak pula protein yang diuraikan kapang menjadi senyawa yang lebih sederhana yaitu asam amino bebas. 4. Pada praktikum shift 1, didapati kadar asam fitat terendah pada sampel koro pedang merah dengan perlakuan kukus dan kadar asam fitat terendah pada sampel koro pedang merah dengan perlakuan tempe koro pedang merah. Pada penelitian shift 2, didapati kadar asam fitat terendah pada sampel koro pedang merah dengan perlakuan rendam dan kukus, sedangkan kadar asam fitat tertinggi pada sampel koro pedang merah dengan perlakuan rendam dan rebus.5. Hasil perhitungan kadar asam fitat shift 1 untuk sampel koro pedang merah mentah, koro pedang merah rebus, koro pedang merah kukus, tempe koro pedang merah berturut-turut adalah 0,0047; 0,0240; -0,0143; dan 0,0307. Hasil perhitungan kadar asam fitat shift 2 untuk sampel koro pedang merah rendam dan rebus, koro pedang merah rendam dan kukus, dan koro pedang merah fermentasi 48 jam berturut-turut adalah 0,0024; -0,0036; dan 0,0010.

DAFTAR PUSTAKADe Boland, Ana R., George B. Garner dan Boyd L. O Dell. 1975. Identification and Properties of Phytate in Cereal Grains and Oilseed Products. J. Agric. Food Chem. Vol. 23.No. 6.Hal. 1.Deliani. 2008. Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Kadar Protein, Lemak, Komposisi Asam Lemak dan Asam Fitat pada Pembuatan Tempe. Tesis. Sekolah Pascasarjana USU, Medan.Dewi, Azri Kusuma. 2008. Pemuliaan Mutasi untuk Menurunkan Kandungan Asam Fitat (Low Phytic Acid) Pada Padi (Oryza sativa, L.). Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi Vol. 4 No. 2.Diniyah, Nurud, Wiwik Siti Windrati, dan Maryanto. 2013. Pengembangan Teknologi Pangan Berbasis Koro-koroan sebagi Bahan Pangan Alternatif Pensubstitusi Kedelai. Jurnal Teknologi Pertanian. ISBN:978-602-9372-61-8.Fenwick, Roger G. 1994. Phytate Content of Indian Food and Intakes by Vegetarian Indians of Hisar Region, Haryana State. J. Agric. Food Chem. Vol. 42.Hal. 2440-2444.Gilang, Retna, Dian R, dan Dwi I. 2013. Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Koro Pedang (Canavalia ensiformis) dengan Variasi Perlakuan Pendahuluan. Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 3.Greiner R, Konietzny U, Jany K-D. 2006. Phytate an Undesirable Constituent of Plant-Based Foods?. Journal fr Ernhrungsmedizin 2006; 8 (3), 18-28.Handajani, Sri. 1993. Pengaruh Larutan Perendam dan Perebus terhadap Kekerasan, Kualitas Tanak, dan Kandungan Mineral Biji Kacang-kacangan. Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta.Hernawan, Iman, Toto Toharmat, Wasmen Manalu, dan Putut Irwan Pudjiono. 2013. Efektifitas Asam Asetat Dalam Ekstraksi Asam Fitat Pollard. Jurnal LIPI.Ishartani, Dwi, dkk. 2014. Pengaruh Variasi Perlakuan Pendahuluan terhadap Karakteristik Gizi, Senyawa Anti gizi, dan Aktivitas Antioksidan pada Koro Pedang Merah (Canavalia gladiata l.) Berkulit. Jurnal Teknosains Pangan Vol 3 No. 3 Juli 2014.Johnsson, Charlotte Eklund, Ann-Sofie Sandberg, Lena Hulthen and Marie Larsson Alminger. 2008. Tempe Fermentation of Whole Grain Barley Increased Human Iron Absorption and In Vitro Iron Availability. The Open Nutrition Journal Vol. 2.Koswara, S. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadikan Makanan Bermutu. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.Maga, Joseph A. 1982. Phytate: Its Chemistry, Occurrence, Food Interactions, Nutritional Significance, and Methods of Analysis. Journal of Agricultural and Food Chemistry.Vol. 30.No. 1.Hal. 1.Pangastuti, Hesting Pupus dan Sitoresmi Triwibowo. 1996. Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Kandungan Asam Fitat dalam Tempe Kedelai. Cermin Kedokteran No 108. Jakarta.Rahmawati, Annisa. 2013. Kadar Fitat Fraksi Dedak Padi dan Efektivitas Asam Asetat sebagai Pelarut dalam Ekstraksi Fitat. Jurnal. Unirow Tuban.Supriyadi, 1998. Komposisi Kimia Tempe yang Dibuat dengan Proses Hemat Air. Skripsi Jurusan TPHP FTP UGM. Yogyakarta.Sutardi, Tranggono dan Hartuti. 1993. Aktivitas Fitase pada Tahap-tahap pembuatan Tempe Kara Benguk, Kara Putih dan Gude Menggunakan Inokulum Rhizopus oligosporus.NRRL 2710. Agritech Vol 13 (3):1-5.

LAMPIRAN

A. Perhitungan

Persamaan: y= 3,252 x + 1,014 x= = Kadar Asam Fitat= = =

B. Gambar

Gambar 2.1Koro Pedang Merah MentahGambar 2.2Hasil penumbukan Koro Pedang Merah MentahGambar 2.4Pemasukan ekstrak koro pedang merah mentah ke dalam gelas bekerGambar 2.3Pemasukan ekstrak koro pedang merah mentah ke dalam labu takar

Gambar 2.6Penyaringan ekstrak koro pedang merah mentah dengan kertas saringGambar 2.5Pengadukan ekstrak koro pedang merah mentah dengan magnetic stirer

Gambar 2.8Pemanasan hasil penyaringan ekstrak koro pedang merah mentahGambar 2.7Hasil penyaringan ekstrak koro pedang merah mentah dengan kertas saring

Gambar 2.9Hasil pemanasan ekstrak koro pedang merah mentah

Gambar 2.10Hasil penambahan larutan HNO3 dan FeCl3 pada ekstrak koro pedang merah mentah