ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan...

43
ABSTRAK Perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan aktifitas berbagai bidang khususnya dibidang hukum, sosial, ekonomi berkembang dengan pesat. Dokumen elektronik yang telah ditandatangani dengan tanda tangan elektronik, mempunyai pembuktian yang sama dengan akta autentik yang dibuat oleh pejabat umum, setelah disahkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik berikut peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaran Sistem dan Transaksi Elektronik. Terkait transaksi yang dilakukan secara Elektronik yang menjadi salah satu kewenangan lain notaris yang disebutkan dalam Penjelasan Pasal 15 ayat (3) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 perubahan atas Undang- undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris tidak secara jelas menyebutkan terkait mensertifikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik, sehingga ada kekaburan norma dalam pasal tersebut, para notaris berpendapat dokumen elektronik yang ditandatangani dengan tanda tangan elektronik terhadap transaksi elektronik hanya mempunyai kekuatan pembuktian dibawah tangan, karena tidak memenuhi syarat sebagai akta autentik, hal ini berpengaruh terhadap pelayanan jasa notaris didalam membuat Akta. Dari hal tersebut diatas dirumuskan permasalahan Mengapa Notaris dapat menjadi pihak ketiga terpercaya dalam menjamin keautentikan terhadap transaksi elektronik. Bagaimanakah reformulasi hukum agar notaris sebagai pejabat umum dapat menjalankan fungsi sebagai pihak ketiga terpercaya dalam transaksi perdagangan secara elektronik. Penelitian disertasi ini termasuk jenis penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum kepustakaan atau penelitian hukum yang didasarkan pada bahan hukum sekunder, Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah Pendekatan Undang-undang (statute approach), Pendekatan historis (Historical approach), Pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan perbandiangan hukum ( Comparative approach) permasalahan dikaji dengan mempergunakan intepretasi hukum, serta diberikan argumentasi berdasarkan teori-teori hukum yang ada. Hasil penelitian menunjukan bahwa notaris dapat menjadi pihak ketiga terpercaya dalam menjamin keautentikan terhadap transaksi elektronik berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-undang Jabatan Notaris sebagai pejabat umum yang mengemban amanat kepercayaan publik, Reformulasi hukum agar notaris dapat menjalankan fungsi sebagai pihak ketiga terpercaya dalam transaksi perdagangan secara elektronik dengan merubah bunyi Penjelasan Pasal 15 ayat (3) Undang-undang Jabatan Notaris bahwa “kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, antara lain kewenangan mensertifikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik (cybernotary), menjadi “kewenangan sebagai pihak ketiga terpercaya menguatkan transaksi yang dilakukan secara elektronik”. Kata Kunci : Notaris, Pihak Ketiga Terpercaya, Transaksi Elektronik, Perdagangan Secara Elektronik. ABSTRACT The development of information technology has led to the activities of various fields,

Transcript of ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan...

Page 1: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

ABSTRAK

Perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan aktifitas berbagai bidang

khususnya dibidang hukum, sosial, ekonomi berkembang dengan pesat. Dokumen elektronik

yang telah ditandatangani dengan tanda tangan elektronik, mempunyai pembuktian yang sama

dengan akta autentik yang dibuat oleh pejabat umum, setelah disahkan Undang-undang Nomor

19 Tahun 2016 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik berikut peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012

tentang Penyelenggaran Sistem dan Transaksi Elektronik. Terkait transaksi yang dilakukan

secara Elektronik yang menjadi salah satu kewenangan lain notaris yang disebutkan dalam

Penjelasan Pasal 15 ayat (3) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 perubahan atas Undang-

undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris tidak secara jelas menyebutkan terkait

mensertifikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik, sehingga ada kekaburan norma dalam

pasal tersebut, para notaris berpendapat dokumen elektronik yang ditandatangani dengan tanda

tangan elektronik terhadap transaksi elektronik hanya mempunyai kekuatan pembuktian dibawah

tangan, karena tidak memenuhi syarat sebagai akta autentik, hal ini berpengaruh terhadap

pelayanan jasa notaris didalam membuat Akta. Dari hal tersebut diatas dirumuskan permasalahan

Mengapa Notaris dapat menjadi pihak ketiga terpercaya dalam menjamin keautentikan terhadap

transaksi elektronik. Bagaimanakah reformulasi hukum agar notaris sebagai pejabat umum dapat

menjalankan fungsi sebagai pihak ketiga terpercaya dalam transaksi perdagangan secara

elektronik.

Penelitian disertasi ini termasuk jenis penelitian hukum normatif, yaitu penelitian

hukum kepustakaan atau penelitian hukum yang didasarkan pada bahan hukum sekunder,

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah Pendekatan Undang-undang (statute

approach), Pendekatan historis (Historical approach), Pendekatan konseptual (conceptual

approach), pendekatan perbandiangan hukum ( Comparative approach) permasalahan dikaji

dengan mempergunakan intepretasi hukum, serta diberikan argumentasi berdasarkan teori-teori

hukum yang ada.

Hasil penelitian menunjukan bahwa notaris dapat menjadi pihak ketiga terpercaya

dalam menjamin keautentikan terhadap transaksi elektronik berdasarkan Pasal 1 angka 1

Undang-undang Jabatan Notaris sebagai pejabat umum yang mengemban amanat kepercayaan

publik, Reformulasi hukum agar notaris dapat menjalankan fungsi sebagai pihak ketiga

terpercaya dalam transaksi perdagangan secara elektronik dengan merubah bunyi Penjelasan

Pasal 15 ayat (3) Undang-undang Jabatan Notaris bahwa “kewenangan lain yang diatur dalam

peraturan perundang-undangan, antara lain kewenangan mensertifikasi transaksi yang dilakukan

secara elektronik (cybernotary), menjadi “kewenangan sebagai pihak ketiga terpercaya

menguatkan transaksi yang dilakukan secara elektronik”.

Kata Kunci : Notaris, Pihak Ketiga Terpercaya, Transaksi Elektronik, Perdagangan Secara

Elektronik.

ABSTRACT

The development of information technology has led to the activities of various fields,

Page 2: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

especially in the field of law, social, economy and Tourism is growing rapidly. Electronic

documents that have been signed with electronic signatures have the same authentication as an

authentic deed made by a public official after being enacted by Law Number 19 Year 2016

Amendment to Law Number 11 Year 2008 regarding Information and Electronic Transactions as

well as the rules of enforcement of Regulation Government Number 82 Year 2012 regarding

Electronic System and Transaction Management. Related transactions conducted electronically

which become one of the other authorities of the notary mentioned in the Elucidation of Article

15 paragraph (3) of Law Number 2 Year 2014 amendment to Law Number 30 Year 2004

regarding Notary Position does not clearly mention related to certify transaction is done

electronically, so that there is obscurity in the norm, the notary argues that electronic documents

signed with electronic signatures on electronic transactions only have substantiation power

under the hand, because they do not qualify as an authentic deed, it affects notary services in

making Deed. From the above matters is formulated the problem Why Notaries can become

trusted third parties in ensuring authenticity of electronic transactions. How does the legal

reformation in order that a notary as a public official can perform the functions as a trusted

third party in electronic trading transactions.

This dissertation research includes the type of normative legal research, namely the

research of literature law or legal research based on secondary legal materials, the approach

used in the research is the Statute Approach, Historical Approach, Conceptual Approach ), the

approach of law (Comparative approach) of the problem is examined by using legal

interpretation, and given the argumentation based on existing legal theories.

The result of the research shows that a notary can become a trusted third party in

guaranteeing authenticity of electronic transactions based on Article 1 point 1 of Notary Public

Law as public official who carrying the trust of public trust, legal reform so that a notary can

perform function as trusted third party in trade transaction in electronics by changing the

explanation of Article 15 paragraph (3) of the Notary Act that "other authorities regulated in

legislation, including the authority to certify electronic transactions (cybernotary), becomes"

authority as a trusted third party to strengthen transactions which is done electronically ".

Key Word : Notary, The Trusted Third Party, Electronic Transaction, Electronic Trading.

RANGKUMAN

Penelitian dengan judul Pengaturan Jabatan Notaris Sebagai Pendukung Sistem

Keautentikan dalam Transaksi Perdagangan Secara Elektronik, telah peneliti selesaikan dengan

sebaik-baiknya. Disertasi ini selanjutnya akan diuraikan secara lengkap ke dalam lima (5) Bab.

Bab I merupakan bab yang memuat mengenai pendahuluan dengan menguraikan latar

belakang masalah mengenai Jabatan Notaris sebagai pihak ketiga terpercaya (trusted third

parties) dalam menjamin keautentikan terhadap transaksi elektronik, yang berdasarkan atas

atribusi dari UU Perubahan Jabatan Notaris yang merumuskan “selain kewenangan sebagaimana

Page 3: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam

peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang dimaksud dengan “kewenangan

lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan”, antara lain, kewenangan mensertifikasi

transaksi yang dilakukan secara elektronik (cybernotary), membuat Akta ikrar wakaf, dan

hipotek pesawat terbang. Mengingat mensertifikasi transaksi, didalam penjelasan pasal tersebut

belum cukup jelas dan menjadi kekaburan norma didalam mendefinisikan terhadap pelayanan

jasa Notaris. Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut maka diuraikan mengenai

rumusan masalah yang terbagi menjadi dua yaitu: pertama mengapa notaris dapat menjadi pihak

ketiga terpercaya dalam menjamin keautentikan terhadap transaksi elektronik?, kedua

bagaimanakah reformulasi hukum agar notaris sebagai pejabat umum dapat menjalankan fungsi

sebagai pihak ketiga terpercaya dalam transaksi perdagangan secara elektronik?. Metode

penelitian hukum ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan teknik pendekatan statute

approach, teknik pendekatan historical approach, teknik pendekatan comparative approach,

teknik pendekatan conceptual approach, yang disertai teknik pengolahan gramaticale

interpretatie, teknik pengolahan systematische interpretative, teknik pengolahan comparative

interpretative, dan teknik pengolahan teleologische interpretatie.

Bab II merupakan bab yang memuat tinjauan umum mengenai landasan teoritik,

konseptual dan kerangka berfikir dengan menguraikan Teori Dekontruksi dari Derrida, Teori

Cita Hukum dari Gustav Radbruch, Teori Hukum Pembangunan dari Mochtar Kusumaatmaja

dan Teori Cybernetics dari Norbert Wiener. Secara khusus, dalam bab ini dibahas mengenai

konsep autentik dan akta otentik, konsep Notaris sebagai pejabat umum dan pelayanan publik,

konsep notaris sebagai pihak ketiga terpercaya (trusted third parties), konsep transaksi elektronik

dan konsep perdagangan secara elektronik. Mengenai bab ini juga dibahas mengenai pengaturan

jabatan Notaris sebagai pembuat akta autentik, pengaturan jabatan Notaris sebagai pengemban

amanat kepercayaan publik, evolusi Notaris common law dan Notaris civil law dan pengaturan

peran dan tanggung jawab Notaris dalam berbagai konvensi internasional dengan

menitikberatkan kekaburan norma dalam Pasal 15 ayat (3) UU Perubahan Jabatan Notaris,

terkait kewenangan notaris dalam mensertifikasi transaksi elektronik.

Bab III merupakan hasil penelitian dan pembahasan terhadap rumusan masalah pertama

yaitu, terhadap keberadaan Notaris sebagai pihak ketiga terpercaya dalam menjamin

keautentikan transaksi elektronik yang berisikan sub bab pertama mengenai nilai filosofis

tentang keautentikan akta notaris dalam perspektif heurmeneutik Derrida, sub bab kedua

mengenai pergeseran paradigma dari Notaris konvensional menuju Notaris digital dalam

pelayanan publik administrasi hukum umum dan badan hukum, sub bab ketiga mengenai

jaringan dan interoperabilitas notaris latin manca negara untuk perdagangan internasional dan

sub bab terakhir mengenai fungsi jabatan notaris sebagai pihak ketiga terpercaya dalam

menjamin keautentikan bukti transaksi perdagangan secara elektronik

Bab IV merupakan hasil penelitian dan pembahasan rumusan permasalahan kedua yaitu

terhadap pengaturan jabatan Notaris sebagai pihak ketiga terpercaya dalam transaksi

perdagangan secara elektronik yang berisikan sub bab pertama kontruksi pengaturan notaris

dalam perspektif hukum internasional, kedua problematika pengaturan jabatan notaris dalam

menjamin keautentikan bukti transaksi elektronik, ketiga mengenai urgensi jaminan

keterpercayaan dalam transaksi perdagangan secara elektronik , keempat mengenai kajian fungsi

jabatan notaris dalam mensertifikasi transaksi perdagangan secara elektronik, kelima mengenai

reformulasi rumusan aturan hukum terhadap pengaturan jabatan notaris dalam Pasal 15 ayat (3)

UU perubahan jabatan notaris terkait sertifikasi dan keautentikan bukti transaksi elektronik, dan

Page 4: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

terakhir mengenai mekanisme sistem identifikasi dan autentikasi secara transaksi elektroni oleh

notaris terhadap transaksi elektronik dalam menjalankan Pasal 15 ayat (3) UU Perubahan Jabatan

Notaris.

Bab V merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan akhir atas jawaban rumusan

masalah yang telah disampaikan dalam bab III dan bab IV, serta disampaikan pula saran yang

diberikan oleh peneliti kepada Pemerintah untuk membangun era digital dalam hal transaksi

eletronik didalam menghadapi persaingan bisnis terutama dibidang Transaksi Perdagangan

Secara Elektronik.

SUMMARY

Research with title Position Notary Arrangement as Supporting System of Authenticity in

Electronic Trade Transaction, have researcher finish as well as possible. This dissertation will

be further described in five (5) Chapters.

Chapter I is a chapter containing the introduction by outlining the background of the

issue of Notary's position as a trusted third party in guaranteeing authenticity of electronic

transactions, which is based on the attribution of the Notary of Change Law formulated "other

than the authority referred to in paragraph (1) and paragraph (2), the Notary has other

authorities provided for in the laws and regulations "with the explanation that" other authorities

provided for in laws and regulations ", inter alia, the authority to certify transactions conducted

electronically ( cybernotary), making the Deed of pledge of waqf, and the mortgage of an

airplane. Given the certification of transactions, in the explanation of the article is not clear

enough and become a blur of norms in defining the services Notaries. Based on the background

of the problem then described about the formulation of the problem that is divided into two

namely: first why a notary can be a trusted third party in ensuring authenticity of electronic

transactions ?, second how the legal reform so notary public officials can perform functions as a

Page 5: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

trusted third party in transactions trading electronically ?. This legal research method uses

normative legal research with statute approach, historical approach, comparative approach,

conceptual approach, accompanied by gramaticale interpretatie, systematic interpretative,

comparative interpretative processing, and teleology interpretatie.

Chapter II is a chapter that contains an overview of theoretical, conceptual and

framework of thinking by describing the Deconstruction Theory of Derrida, Gustav Radbruch's

Theory of Law, The Theory of Development Law of Mochtar Kusumaatmaja and The Cybernetics

Theory of Norbert Wiener. Specifically, this chapter discusses authentic concepts and authentic

deeds, Notaries concepts as public officials and public services, notary concepts as trusted third

parties, electronic transaction concepts and electronic commerce concepts. This chapter also

discusses the notarization of Notary positions as authentic authors, the notarization of Notary

positions as the bearer of the trust of the public, the evolution of the common law Notary and the

Notary civil law and the regulation of the roles and responsibilities of the Notary in various

international conventions by emphasizing the obscurity of the norm in Article 15 paragraph (3)

of the Law on the Change of Position of Notary, related to the notary's authority in certifying

electronic transactions.

Chapter III is the result of research and discussion on the first problem formulation that

is, to the existence of Notary as a trusted third party in ensuring authenticity of electronic

transaction containing the first chapter about the philosophical value about the authenticity of

notarial deed in Derrida heurmenutut perspective, second chapter about paradigm shift from

Notary conventional to the Notary digital in the public service of the administration of common

law and legal entity, the third chapter on the network and interoperability of foreign notaries to

international trade and the last chapter on notary functions as a trusted third party in ensuring

authenticity of proof of electronic transaction transactions.

Chapter IV is the result of research and discussion of the formulation of the second

problem that is on the position of Notary as a trusted third party in electronic trading

transaction containing the first chapter of notary arrangement arrangement in the perspective of

international law, second problem of arrangement of notary in guaranteeing authenticity of

electronic transaction proof, third concerning the urgency of trustworthiness in electronic

trading transactions, the fourth concerning the review of functions of notary functions in

certifying electronic trading transactions, the fifth of the reformulation of the rule of law

formulation on the regulation of notary office in Article 15 paragraph (3) of the change of

notarial deed related to certification and authenticity of transaction proof electronic, and finally

the mechanism of system identification and authentication of electronic transaction by notary to

electronic transaction in running Article 15 paragraph (3) of Act of Change of Position Notary

Public.

Chapter V is a concluding chapter containing the final conclusion of the answer to the

problem formulation that has been presented in chapters III and chapter IV, and also presented

suggestions given by researchers to the Government to build the digital era in terms of electronic

transactions in the face of business competition, especially in the field of Trade Transactions

Electronic.

Page 6: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Sampul Depan........................................................................... i

Halaman Sampul Dalam ...................................................................... ii

Halaman Persyaratan Gelar Doktor ................................................. iii

Halaman Persetujuan Promotor/Ko-Promotor ...................................... iv

Halaman Penetapan Panitia Penguji Disertasi ...................................... v

Pernyataan Originalitas Disertasi ................................................. ........... vi

Ucapan Terima Kasih ...................................................................... vii

Abstrak ...................................................................................... ..... x

Abstract ........................................................................................... xi

Rangkuman ........................................................................................... xii

Page 7: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

Summary .......................................................................................... xv

Daftar Isi .......................................................................................... xvii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ...........................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................16

1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................16

1.3.1 Tujuan Umum ...............................................................................16

1.3.2 Tujuan Khusus ..............................................................................16

1.4 Manfaat Penelitian.......................................................................... .........16

1.4.1 Manfaat Teoritis ...........................................................................17

1.4.2 Manfaat Praktis ..............................................................................17

1.5 Kerangka Berpikir ....................................................................................18

1.6 Metode Penelitian .....................................................................................19

1.7.1 Jenis Penelitian ...........................................................................23

1.7.2 Jenis Pendekatan ...............................................................24

1.7.3 Sumber Bahan Hukum ....................................................................25

1.7.4 Teknik Pengumpulan Bahan hukum ...............................................30

1.7.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum ...........................31

1.7 Sistematika Penulisan ..............................................................................34

BAB II LANDASAN TEORITIS DAN KONSEP ………………………………..38

2.1 Orientasi Umum.…………………………………………..….………38

2.2 Landasan Teori…..…...………………………………………………..41

2.2.1 Teori Dekontruksi………….…………………………………...42

Page 8: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

2.2.2 Teori Cita Hukum…….………………………………………...49

2.2.3 Teori Hukum Pembangunan….………………………………...57

2.2.4 Teori Cybernetics……………..………………………………...64

2.3 Landasan Konseptual ………………………………………………...77

2.3.1 Konsep Autentik dan Akta Otentik……………………………..78

2.3.2 Konsep Notaris Sebagai Pejabat Umum dan

Pelayanan Publik ………………………………………...85

2.3.3 Konsep Notaris Sebagai Pihak Ketiga Terpercaya…….……….95

2.3.4 Konsep Transaksi Elektronik ……………………………….111

2.3.5 Konsep Perdagangan Secara Elektronik……..………….…….119

2.4 Landasan Hukum……...…………………………………………….125

2.4.1 Pengaturan Jabatan Notaris Sebagai Pembuat

Akta Autentik ……………………………………………….125

2.4.2 Pengaturan Jabatan Notaris Sebagai Pengemban Amanat

Kepercayaan Publik…………………...…………………….136

2.4.3 Evolusi Notaris Common Law dan Notaris

Civil Law .……………………………………………...146

2.4.4 Pengaturan Fungsi Jabatan Notaris dalam

Berbagai Konvensi Internasional……………..………….…155

2.4.5 Kekaburan Norma dalam Pasal 15 ayat (3)

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang

Jabatan Notaris, Terkait Kewenangan Notaris

dalam Mensertifikasi Transaksi Elektronik……………..….163

BAB III NOTARIS SEBAGAI PIHAK KETIGA TERPERCAYA

MENDUKUNG SISTEM KEAUTENTIKAN

TRANSAKSI ELEKTRONIK ………………………………….…....168

3.1 Nilai Filosofis Tentang Keautentikan Akta Notaris dalam

Perspektif Heurmeneutik Derrida ………………………….…...168

Page 9: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

3.2 Pergeseran Paradigma dari Notaris Konvensional Menuju

Notaris Digital dalam Pelayanan Publik Administrasi

Hukum Umum dan Badan Hukum...…………………………….…176

3.2.1 Sistem Fidusia Online ……………...…………………….…184

3.2.2 Wasiat Online ……….……………..…………………..……192

3.2.3 Sistem Administrasi Badan Hukum...…………………...…..204

3.2.4 Penyimpanan Akta Notaris dalam Pengadaan Barang

dan Jasa Secara Elektronik…………………………………..206

3.2.5 Pertukaran Dokumen Publik Untuk Perdagangan

Internasional............................................................................214

3.3 Jaringan dan Interoperabilitas Notaris Manca Negara

Untuk Perdagangan Internasional......................................................219

3.4 Fungsi Notaris Sebagai Pihak Ketiga

Terpercaya dalam Mendukung Sistem Keautentikan

Transaksi Elektronik .........................................................................234

BAB IV REFORMULASI HUKUM JABATAN NOTARIS SEBAGAI

PIHAK KETIGA TERPERCAYA DALAM

TRANSAKSI PERDAGANGAN SECARA ELEKTRONIK …. ….247

4.1 Kontruksi Pengaturan Jabatan Notaris dalam Perspektif

Hukum Internasional….…...…….…………….……………………..247

4.2 Problematika Pengaturan Jabatan Notaris dalam Mendukung

Sistem Keautentikan Transaksi Elektronik………………………..….256

4.3 Urgensi Jaminan Keterpercayaan Terhadap Transaksi Perdagangan

Secara Elektronik …………………...………….……….……..….….262

4.4 Kajian Fungsi Jabatan Notaris dalam Mensertifikasi

Transaksi Perdagangan Secara Elektronik ..……....……………...…..279

4.5 Reformulasi Rumusan Aturan Hukum Terhadap Pengaturan

Jabatan Notaris dalam Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang

Jabatan Notaris Terkait Sertifikasi dan Keautentikan

Transaksi Perdagangan secara Elektronik……………….………..…290

4.6 Mekanisme Sistem Identifikasi dan Autentikasi Oleh Notaris

Terhadap Transaksi Perdagangan Secara Elektronik dalam

Page 10: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

Menjalankan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang

Jabatan Notaris……….……………………………………………….295

BAB V PENUTUP ……………………………………………………………….329

5.1 Simpulan ……………………………………………………….329

5.2 Saran …….………………….…..………………………………….330

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….333

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di era globalisasi, teknologi informasi berperan sangat penting bagi kemajuan sebuah

bangsa. Kehidupan masyarakat modern yang serba cepat menjadikan pemanfaatan teknologi

informasi dan komunikasi menjadi suatu kebutuhan primer bagi setiap orang untuk mengikuti

persaingan global. Fenomena kecepatan perkembangan teknologi informasi ini telah merebak di

seluruh belahan dunia. Tidak hanya negara maju saja, namun negara berkembang juga telah

memacu perkembangan teknologi informasi pada masyarakatnya masing-masing. Kemajuan

teknologi dan informasi merupakan sebuah kenyataan perkembangan peradaban dunia yang

memberikan banyak akses bagi terjadinya perubahan pola kehidupan masyarakat dalam berbagai

bidang.

Page 11: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

Teknologi komunikasi berkembang sangat pesat dan menggelobal di seluruh dunia

termasuk di Indonesia. Dunia tanpa batas, “borderless world”, begitu sering dikemukakan untuk

menggambarkan betapa cepat dan pesatnya teknologi itu berkembang serta memainkan peranan

yang sangat penting terutama dalam teknologi komunikasi seperti: menjadi penghubung antar

individu, kelompok komunitas juga korporasi dalam waktu yang amat cepat dan spektakuler

tanpa harus menghadirkan pihak-pihak yang berkomunikasi hadir berhadapan secara face to

face1. Perkembangan teknologi jaringan komputer global telah menciptakan dunia baru yang

dinamakan cyberspace, sebuah dunia komunikasi berbasis komputer (computer mediated

communication) yang menawarkan realitas baru, yaitu realitas virtual (virtual reality)2.

Perkembangan ini membawa perubahan yang besar dan mendasar pada tatanan konvensional

menjadi digital.

Salah satu perubahan pada tatanan perdagangan konvensional menjadi digital dengan

lahirnya United Nation Commission on International Trade Law (UNCITRAL). Pengertian

perdagangan di Indonesia terlihat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun

2014 Tentang Perdagangan (UU Perdagangan) Pasal 1 angka 1 yaitu Perdagangan adalah tatanan

kegiatan yang terkait dengan transaksi Barang dan/atau Jasa di dalam negeri dan melampaui

batas wilayah negara dengan tujuan pengalihan hak atas Barang dan/atau Jasa untuk memperoleh

imbalan atau kompensasi, dengan tujuan Kegiatan Perdagangan yang merupakan penggerak

utama pembangunan perekonomian nasional yang memberikan daya dukung dalam

meningkatkan produksi, menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan Ekspor dan devisa,

1 Ni Ketut Supasti Dharmawan, d.k.k., 2015, Keberadaan Pemegang Saham Dalam Rups Dengan Sistem

Teleconference Terkait Jaringan Bermasalah Dalam Perspektif Cyber Law, Udayana Master Law Jurnal, Vol. 4, No.

1 : 190-202, h. 190.

2 Wahyu Indah Rahmawati dan Sandromedo Christa Nugroho, 2015, Implementasi Protokol Secret Splitting

Dengan Fungsi Hash Berbasis Lattice Pada Notaris Digital, Jurnal UPN Veteran, Yogyakarta, h. 317.

Page 12: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

memeratakan pendapatan, serta memperkuat daya saing Produk Dalam Negeri demi kepentingan

nasional.

Adanya perubahan zaman menembus digital maka revolusi perdagangan yang awalnya

bertatap menjadi (konvensional) menjadi pertukaran informasi (digital) dengan media internet

dengan jaringan komputer. UNCITRAL merupakan Komisi PBB yang dibentuk oleh Majelis

Umum (General Assembly) pada tanggal 17 Desember 1966 melalui Resolusi 2205 (XXI).

Tujuannya untuk melakukan harmonisasi dan unifikasi aturan dalam rangka memperlancar

perdagangan internasional, antara lain dengan cara mengurangi berbagai hambatan (obstacles)

dan kesenjangan peraturan (disparities) di masing-masing negara anggota PBB. Dalam

perjalanannya UNCITRAL berkembang menjadi legal body PBB yang berwenang menangani

berbagai isu terkait perdagangan internasional. UNCITRAL adalah badan PBB yang mengkaji

pembaharuan hukum dagang internasional. UNCITRAL merupakan salah satu organisasi

internasional yang pertama kali mulai membahas mengenai perkembangan teknologi informasi

dan dampaknya terhadap perniagaan elektronik dalam lingkup hukum perdagangan internasional.

Hasil dari UNCITRAL berupa model law yang sifatnya tidak mengikat, namun menjadi acuan

atau model bagi negara-negara untuk mengadopsi atau memberlakukannya dalam hukum

nasional.

Seiring perkembangan dunia digital maka pada tahun 1996 UNCITRAL membentuk

suatu aturan dengan judul UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce with Guide to

Enactment 1996 dengan tujuan hukum ini mengacu pada 6 (enam) aspek yaitu:

1. Data message, a means information generated, sent, received or stored by electronic,

optical or similar means including, but not limited to, electronic data interchange

(EDI), electronic mail, telegram, telex or telecopy;

2. Electronic data interchange (EDI), a means the electronic transfer from computer to

computer of information using an agreed standard to structure the information;

Page 13: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

3. Originator, of a data message means a person by whom, or on whose behalf, the

data message purports to have been sent or generated prior to storage, if any, but it

does not include a person acting as an intermediary with respect to that data

message;

4. Addressee, of a data message means a person who is intended by the originator to

receive the data message, but does not include a person acting as an intermediary

with respect to that data message;

5. Intermediary, with respect to a particular data message, means a person who, on

behalf of another person, sends, receives or stores that data message or provides

other services with respect to that data message;

6. Information system, means a system for generating, sending, receiving, storing or

otherwise processing data messages.

Instrumen Model Law on Electronic Commerce didukung kembali dengan adanya

Model Law on Electronic Signatures, pada tahun 2001 dengan tujuan:

“One of the main benefits to be drawn from focusing on PKI (Public Key Infrastructure)

issues was to facilitate the structuring of the Model Law by reference to three functions (or

roles) with respect to electronic signatures, namely, the signatory function, the

certification function and the relying function. Two of those functions are common to all

PKI (Public Key Infrastructure) models (i.e. creating and relying on an electronic

signature). The third function is involved in many PKI (Public Key Infrastructure)models

(i.e. certifying an electronic signature). Those three functions should be dealt with

irrespective of whether they are in fact served by three or more separate entities (e.g.

where various aspects of the certification function are shared between different entities), or

whether two of those functions are served by the same person (e.g. where the certification

service provider is also a relying party). Focusing on the functions performed in a PKI

environment and not on any specific model also makes it easier to develop a fully media-

neutral rule to the extent that similar functions are served in non PKI electronic signature

technology”.

Sejalan antara Model Law on Electronic Commerce dengan Model Law on Electronic Signatures

memberikan manfaat utama pada PKI (Public Key Infrastructure) dalam hal penataan Electronic

Commerce dengan mengacu pada tiga fungsi (atau peran) sehubungan dengan tanda tangan

elektronik, yaitu,

1). fungsi penandatangan, 2). fungsi sertifikasi dan 3). fungsi yang mengandalkan. Dua fungsi-

fungsi tersebut adalah umum untuk semua model PKI (yaitu membuat dan mengandalkan pada

tanda tangan elektronik). Fungsi ketiga terlibat dalam banyak PKI model (yaitu mensertifikasi

Page 14: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

tanda tangan elektronik). Tiga fungsi itu seharusnya ditangani terlepas dari apakah mereka

sebenarnya dilayani oleh tiga atau entitas yang lebih terpisah (misalnya di mana berbagai aspek

fungsi sertifikasi dibagi antara entitas yang berbeda), atau apakah dua fungsi tersebut

dilayani oleh orang yang sama (misalnya di mana penyedia layanan sertifikasi

juga merupakan pihak yang mengandalkan). Berfokus pada fungsi yang dilakukan dalam lingkup

PKI (Public Key Infrastructure) dan bukan pada model tertentu seakan membuatnya lebih mudah

untuk mengembangkan sepenuhnya fungsi-fungsi serupa disajikan dalam tanda tangan elektronik

PKI, dalam melaksanakan kegiatan perdagangan secara elektronik, terdapat potensi besar

terjadinya perselisihan, bahkan sengketa. Terkait dengan adanya penyelesaian sengketa, yang

terdapat dalam Dispute Settlement Understanding (DSU) yang dimana daya ikat suatu

perdagangan bebas adalah suatu perjanjian yang terintegrasi yang sering disebut dengan Covered

Agreement3. Salah satu penunjang Covered Agreement dalam upaya pencegahan terjadinya

perselisihan atau sengketa diperlukannya suatu lembaga independent yang bebas dan sebagai

pihak ketiga terpercaya dalam menunjang kemajuan teknologi informasi yaitu Notaris.

Notaris sebagai pihak ketiga terpercaya dalam era digital teknologi informasi bisa

disebut sebagai cyber notary, yang dikemukakan dalam United Nation Commission on

International Trade Law (UNCITRAL). Perkembangan notaris dalam UNCITRAL telah

menggulirkan Model Law on E-Commerce pada tahun 1996, Model Law on E-Signatures pada

tahun 2001, United Convention on the Use of Ecommunication in International Contracts pada

tahun 2005, dan kajian tentang Promoting Confidence in E-Commerce: Legal Issues on

3Yati Marlinawati, 2014, Menindaklanjuti Paket Bali: Titik Terang Yang Jangan Sampai Meredup Kembali,

Jurnal Dirjen Multilateral Kementerian Luar Negeri, Volume III, No. 2., h. 3

Page 15: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

International Use of Electronic Authentication and Signature Methods pada tahun 20094. Kajian

tersebut mengemukakan pentingnya harrnonisasi untuk menye1esaikan isu metode otentikasi

secara global agar tercipta suatu kepercayaan dalarn perdagangan berbasis Internasional secara

elektronik (e-commerce). Kajian tersebut menyinggung peranan notaris publik dalarn mencapai

efektifitas e-commerce dan memperlihatkan pentingnya notaris dalam perdagangan.

Maka dari itu UNCITRAL dalam kajiannya berupa Promoting Confidence in E-

Commerce: Legal Issues on International Use of Electronic Authentication and Signature

Methods sebagai langkah awal dalam menjamin transaksi elektronik. Dalam penjaminan

transaksi elektronik notaris harus memiliki inkredibiltas yang tinggi dan memiliki kebebasan

tanpa adanya terikat dalam pembuatan perjanjian atau akta yang dibuatnya memiliki legitimasi

hukum.

Secara filosofis mengenai suatu akta dalam pendekatan secara historis dapat dimaknai

tiga hal:

1. Writing;

Writing dimaknai sebuah akta tersebut dapat ditulis dan dibaca mengenai unsur unsur apa

yang terkandung dalam suatu akta tersebut.

2. Sign;

Sign dimaknai sebuah akta adalah sebagai pemaknaan akan identitas dalam pembuatan

akta dan sebagai simbol adanya persetujuan mengenai pembuatan akta tersebut.

3. Original;

4Edmon Makarim, 2011, Modernisasi Hukum Notaris Masa Depan: Kajian Hukum Terhadap Kemungkinan

Cybernotary di Indonesia, Jurnal Hukum dan Pembangunan, No. 3, (Selanjutnya disebut Jurnal Edmon Makarim I),

h. 470

Page 16: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

Original dimaknai sebuah akta tersebut dapat dibawa dan dilihat kembali. Original bisa

dikategorikan akta sebagai adanya alat bukti yang menyatakan bahwa para pihat adanya

perikatan yang dimaknai dengan asas pacta sun servanda.

Pengertian akta otentik dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata Staatsblaad Nomor 23

Tahun 1847 Tentang Burgerlijk Wetboek (Selanjutnya disebut KUH Perdata) Pasal 1868 yaitu

“akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang,

dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berkuasa untuk itu dan di tempat di mana akta

dibuatnya” 5

. Menurut R. Soergondo, akta otentik adalah akta yang dibuat dan diresmikan dalam

bentuk hukum, oleh atau dihadapan pejabat umum, yang berwenang untuk berbuat sedemikian

itu, ditempat dimana akta itu dibuat. Irwan Soerodjo mengemukakan bahwa ada 3 (tiga) unsur

esenselia agar terpenuhinya syarat formal suatu akta otentik, yaitu:6

1. Di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang.

2. Dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Umum.

3. Akta yang dibuat oleh atau di hadapan Pejabat Umum yang berwenang untuk itu dan di

tempat dimana akta itu di buat.

Akta otentik7 adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh

penguasa menurut ketentuan yag telah ditetapkan, baik dengan atau tanpa bantuan dari pihak-

5 R. Soegondo, 1991, Hukum Pembuktian, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, (Selanjutnya disebut R. Soegondo

I). h. 89

6 Irwan Soerodjo, 2003, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Arkola, Surabaya, h. 148.

7 Teguh Samudera, 1992, Hukum Pembuktian Dalam Acara Perdata, Alumni, Bandung, h. 46. Menyatakan

alasan mengapa akta harus dibuat secara otentik: 1) Sebagai syarat untuk menyatakan adanya suatu perbuatan

hukum. Dengan kata lain akta merupakan syarat mutlak untuk adanya suatu perbuatan hukum tertentu, dengan

tidak adanya atau tidak dibuatnya akta berarti perbuatan hukum itu tidak terjadi. Dan 2) Sebagai alat bukti. Atas

kehendak para pihak agar perjanjian dibuat secara notariil. Contoh perjanjian sewa menyewa dan perjanjian

kerjasama. Pasal 1870 KUH Perdata mengatakan “suatu akta otentik memberikan diantara para pihak beserta ahli

waris-ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka suatu bukti yang sempurna tentang apa

Page 17: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

pihak yang berkepentingan, yang mencatat apa yang dimintakan untuk dimuat di dalamnya oleh

pihak- pihak yang berkepentingan. Akta otentik tersebut memuat keterangan seorang pejabat

yang menerangkan tentang apa yang dilakukan atau dilihat dihadapannya8. Akta otentik adalah

suatu akta dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan

seorang pegawai umum yang berwenang untuk itu di tempat dimana akta itu dibuat sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 1868 KUH Perdata. Akta-akta lain yang bukan otentik dinamakan akta di

bawah tangan dan akta harus dibuat secara otentik.

Pengertian akta otentik juga dijelaskan dalam Pasal 165 HIR bahwa akta otentik adalah

surat yang diperbuat oleh atau dihadapan pegawai umum yang berkuasa untuk membuatnya,

mewujudkan bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang

yang mendapat hak dari padanya, yaitu tentang segala hal yang tersebut dalam surat itu dan juga

tentang yang tercantum dalam surat itu sebagai suatu pemberitahuan saja, tetapi yang tersebut

kemudian hanya sekedar yang diberitahukan itu langsung berhubungan dengan pokok dalam akta

itu.

Menurut R. Soergondo, akta otentik adalah akta yang dibuat dan diresmikan dalam

bentuk hukum, oleh atau dihadapan pejabat umum, yang berwenang untuk berbuat sedemikian

yang dimuat didalamnya”. Berdasarkan hal tersebut, akta otentik merupakan suatu alat bukti yang mengikat dalam

proses suatu perkara-di pengadilan, mengingat HIR menganut asas pembuktian formal, sehingga apa yang ditulis

dalam akta tersebut haras dipercaya oleh hakim, yaitu harus dianggap benar, selama ketidakbenarannya tidak

dapat dibuktikan. Akta otentik memberikan suatu bukti yang sempurna, dalam arti disamping akta otentik tersebut

sudah tidak memerlukan suatu penambahan pembuktian. Akta otentik merupakan suatu alat bukti yang mengikat

dan sempurna. Suatu akta otentik tidak hanya membuktikan benar bahwa para pihak betul sudah menghadap

kepada notaris pada hari dan tanggal yang disebutkan dalam akta, dan bahwa para pihak menerangkan apa yang

ditulis dalam akta., tapi juga menjamin bahwa apa yang diterangkan para pihak adalah benar.

8 Husni Thamrin, 2011, Pembuatan Akta Pertanahan oleh Notaris,Laksbang Pressindo, Yogyakarta, h. 11.

Page 18: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

itu, ditempat dimana akta itu dibuat9. Irwan Soerodjo mengemukakan bahwa ada 3 (tiga) unsur

esenselia agar terpenuhinya syarat formal suatu akta otentik, yaitu:10

1. Di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang.

2. Dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Umum.

3. Akta yang dibuat oleh atau di hadapan Pejabat Umum yang berwenang untuk itu dan di

tempat dimana akta itu di buat.

Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa

menurut ketentuan yag telah ditetapkan, baik dengan atau tanpa bantuan dari pihak-pihak yang

berkepentingan, yang mencatat apa yang dimintakan untuk dimuat di dalamnya oleh pihak-pihak

yang berkepentingan. Akta otentik tersebut memuat keterangan seorang pejabat yang

menerangkan tentang apa yang dilakukan atau dilihat dihadapannya yaitu Notaris11

. Lembaga

notariat sebagai suatu pengabdian kepada masyarakat umum, yang perjalanannya diawali dari

Italia sampai ke Perancis, yang puncak perkembanganya diakui karena kebutuhan dan

kegunaannya mendapatkan pengakuan dari masyarakat. Pada permulaan abad ke-19 lembaga

notariat sebagaimana dikenal sekarang, meluas kenegara-negara disekelilingnya dan bahkan ke

negara lain. Revolusi Perancis mengakibatkan diundangkannya undang-undang di bidang

notariat pada tanggal 6 Oktober 1791 yang menjadikan para notaris selaku “ambtenaar”.

Tujuan utamanya lembaga notariat adalah untuk memberikan jaminan yang lebih baik

untuk kepentingan masyarakat. Oleh karena itu notariat mempunyai fungsi yang harus diabdikan

untuk kepentingan masyarakat umum dan tidaklah dimaksudkan oleh undang-undang untuk

9 R.Soegondo I, Op.Cit, h. 89

10 Irwan Soerodjo , Op.Cit, h. 148

11 Husni Thamrin, 2011,Pembuatan Akta Pertanahan oleh Notaris, Laksbang Pressindo, Yogyakarta, h. 11

Page 19: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

memberikan kepada notariat suatu kedudukan yang kuat bagi kepentingan notariat itu sendiri,

kan tetapi untuk kepentingan umum.

Dapat dipahami secara umum bahwa notary public pada sistem hukum anglo-saxon

tugasnya hanya sejauh membubuhkan stempel dan tanda tangannya, sedangkan notariat latin

berkewajiban dari keterangan yang diberikan oleh para pihak menyelidiki terlebih dahulu

keterangan tersebut sebelum menyusun redaksi aktanya. Untuk membedakan jabatan yang

berbeda tersebut para notaris pada notariat latin lebih menyukai memakai sebutan Civil Law

Notary dari pada Notary Public.

Dikaitkan dengan adanya UNCITRAL dengan kajian berupa Promoting Confidence in

E-Commerce: Legal Issues on International Use of Electronic Authentication and Signature

Methods. Dengan adanya UNCITRAL pada tahun 2009 terjadi perubahan dalam dunia Notaris

mengenai peran dan fungsi. Peran dan fungsi sebagai pihak ketiga terpercaya (trusted third

parties) yang termuat dalam kongres UINL pada tanggal 19-20 Oktober 2016 di Paris, Perancis

dengan agenda yang dihasilkan adalah The Notary A Trusted Third Party. Tujuan dari UINL

adalah:

in a first section devoted to legal confidence, we will attempts to compile the needs which,

according to the various stakeholders, justify recourse to a trusted third party. We will then

be able to answers a first question: Why is the notary a trusted third party in legal matters.

In a second section, we will examine the extent to which legal certainty strengthens and

sustains economic security; this will allow us to re examine the aguments reasserting that

the notary plays a pertinent role in today's economy.

Berdasarkan pengembangan dalam UINL menyatakan akan memperkuat peran dan fungsi

Notaris dalam menjamin keberlanjutkan perekonomian yang tidak lepas dari tujuan notaris

tersebut. Peran dan fungsi Notaris itu adalah sebagai berikut:

1. Notary to Government;

Page 20: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

Notary to Government dapat dimaknai Notaris sebagai pejabat umum dimana fungsinya

memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam membangun good governance menuju

clean government dengan mengutamakan pelayanan yang profesional, cepat, tepat,

efisien, murah dan bebas punggutan liar. Kemudian akan meningkatkan efektivitas dan

efisiensi para Notaris dalam memberikan kepastian waktu penyelesaian pelayanan

terhadap masyarakat, dengan demikian berdampak pada berkembangnya perdagangan

dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2. Notary to Business;

Notary to Busines dapat dimaknai Notaris sebagai pejabat yang berwenang untuk

membuat suatu perjanjian ataupun akta dengan tujuan memberikan pelayanan kepada

masyarakat untuk menjalankan bentuk suatu niaga dalam membuat perikatan antara para

pihak dalam menjamin keamanan dalam berbisnis. Misalkan seperti Notaris membuat

Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa berbasis elektronik.

3. Notary to Society;

Notary to Society dapat dimaknai Notaris sebagai pejabat yang terpercaya dimana

fungsinya menjamin masyarakat dalam hal memberikan konsultasi atau penyuluhan

hukum dan membuat wasiat dan perjanjian pra nikah secara elektronik.

Kemajuan teknologi informasi juga akan berdampak pada kinerja notaris yang perlahan-

lahan akan berubah di masa depan, sesuai dengan tuntutan masyarakat modern dan kemajuan

zaman yang berkembang pesat. Sehubungan dengan perkembangan teknologi informasi dan

komunikasi yang memanfaatkan internet tersebut, tentu saja berpengaruh terhadap pelaksanaan

tugas dan wewenang bagi notaris. Notaris selaku pejabat umum yang berwenang untuk membuat

Page 21: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

akta otentik12

yang pada awalnya menggunakan cara-cara konvensional (masih terpaku dengan

cara harus bertemu secara langsung dihadapan notaris dan data-data penghadap diberikan secara

langsung kepada notaris dengan akta yang dibuat dan disahkan dalam kertas) dalam pembuatan

akta otentik dan memiliki kekuatan hukum yang sempurna oleh pihak-pihak yang

membutuhkannya dalam fungsi pembuktian, menuju ke arah jasa pelayanan notaris secara

elektronik atau memanfaatkan ruang maya atau cyberspace dalam menjalankan fungsi notaris.

Jabatan notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud

untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat

otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum. Dengan dasar ini notaris harus

memiliki semangat untuk melayani masyarakat13

.

Mengenai melayani masyarakat dibidang bisnis secara elektronik Notaris berpegang

teguh dengan hukum. Dasar pengaturan mengenai Notaris secara elektronik dapat dilihat dengan

pemaknaan cyber notary, yang terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris (selanjutnya disingkat dengan UU Perubahan Jabatan Notaris) Pasal 15 ayat (3) yaitu

“Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai

kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan”. Pengertian Notaris

mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang dimaksud

dalam Undang Undang ini terdapat di Penjelasan yaitu ”Yang dimaksud dengan “kewenangan

12

Tobing, G.H.S. Lumban, 1999, Peraturan Jabatan Notaris, Penerbit Erlangga, Jakarta, (Selanjutnya

disebut Tobing, G.H.S. Lumban I), h. 3-4. Selanjutnya dijelaskan pula, bahwa Pengertian akta autentik juga

dijelaskan dalam Pasal 165 HIR bahwa akta autentik adalah surat yang diperbuat oleh atau dihadapan pegawai

umum yang berkuasa untuk membuatnya, mewujudkan bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya

serta sekalian orang yang mendapat hak dari padanya, yaitu tentang segala hal yang tersebut dalam surat itu dan juga

tentang yang tercantum dalam surat itu sebagai suatu pemberitahuan saja, tetapi yang tersebut kemudian hanya

sekedar yang diberitahukan itu langsung berhubungan dengan pokok dalam akta itu. 13

R.A. Emma Nurita, 2012, Cyber Notary (Pemahaman Awal Dalam Konsep Pemikiran), Ctk. Kesatu, Refika

Aditama, Bandung, h. 15

Page 22: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan”, antara lain, kewenangan mensertifikasi

transaksi yang dilakukan secara elektronik (cyber notary), membuat Akta ikrar wakaf, dan

hipotek pesawat terbang”.

Di Negara Belanda spesialisasi Notaris terkait teknologi informasi berbentuk dua hal,

yakni sebagai pihak ketiga terpercaya (trusted third parties), dan menjalankan fungsi Escrow-

agreement terhadap source code program komputer. di Negara lain, perkembangan tersebut

bahkan sampai dengan penyelenggaraan jasa kenotariatan secara elektronik itu sendiri, sehingga

electronic notary adalah sama dengan electronic notarization, dengan kata lain, electronic

notarization adalah mengacu kepada proses notarisasi secara elektronik itu sendiri yang

dilakukan oleh notaris14

. Secara sosiologis Notaris di Indonesia belum siap untuk mengemban

posisi trusted third parties yang dikemukakan oleh UINL di Paris, Perancis. Idealnya untuk

mendukung proses autentikasi diperlukan fungsi dan peran pihak ketiga terpercaya trusted third

party yang akan menguatkan informasi yang dilakukan secara elektronik dimana pihak ketiga

akan menerbitkan suatu pernyataan informasi yang menjelaskan originalitas dan jaminan

keutuhan terhadap suatu informasi atau dokumen elektronik dalam setiap proses pembuatan,

penyimpanan, pengiriman dan penerimaan atas informasi atau dokumen elektronik tersebut.

Meskipun suatu informasi atau dokumen elektronik mempunyai kerentanan keamanan terhadap

adanya perubahan, namun melalui sistem keamanan informasi dan komunikasi maka

keautentikannya harus melalui proses e-identification and e-authentication system (e-IDAS).

Transaksi elektronik di bidang perdagangan banyak mengalami problematika

dikarenakan tidak adanya suatu lembaga yang terpercaya dalam penyaksian yang bersfungsi

sebagai alat bukti adanya suatu perikatan. Salah satu problematika secara yuridis mengenai

14

Edmon Makarim, 2013, Notaris & Transaksi Elektronik Kajian Hukum tentang Cybernotary atau

electronic Notary, Edisi Kedua, Cetakan ke-2, Rajawali Pers, (Selanjutnya disebut Edmon Makarim I), h. 117

Page 23: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

hambatan cyber notary adalah adanya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun

2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Selanjutnya disebut UU ITE) Pasal 1 angka 2

menyatakan “Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan

menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya”. Mengenai alat

bukti tersirat dalam Pasal 5 ayat (4) yaitu “ketentuan mengenai informasi elektronik dan/atau

dokumen elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)15

tidak berlaku untuk :

a. Surat yang menurut undang-undang harus dibuat dalam bentuk tertulis.

b. Surat berharga beserta dokumennya yang menurut Undang-undang harus dibuat dalam

bentuk akta notaris atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta”.

Didalam penelitian ini beranjak dari kekaburan norma dalam Pasal 15 ayat (3) UU

Perubahan Jabatan Notaris yang merumuskan “Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan

perundang-undangan”. Didalam penjelasan Pasal 15 ayat (3) menyebutkan bahwa yang

dimaksud dengan “kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan”, antara

lain, kewenangan mensertifikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik (cybernotary),

membuat Akta ikrar wakaf, dan hipotek pesawat terbang. Kewenangan yang dimaksud didalam

penjelasan pasal tersebut belum cukup jelas didalam mendefinisikan dan menjawab tantangan

terhadap pelayanan jasa notaris didalam mengisi pembangunan di Indonesia, paradigma notaris

konvensional menuju notaris digital atau dengan istilah notaris to bussines menjadi hal yang

urgent didalam memajukan perekonomian, sehingga notaris memiliki kewenangan penuh

15

Lihat UU ITE Pasal 5 ayat (1) menyatakan “Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau

hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah”.

Page 24: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

didalam menjalankan fungsi dan perannya sebagai pejabat umum untuk mendukung pelayanan

publik dalam transaksi bisnis elektronik.

Berdasarkan penelusuran penelitian sebelumnya, dan melakukan diskusi di beberapa

Perguruan Tinggi Negeri seperti di Universitas Padjajaran (UNPAD) dan Universitas Indonesia (

UI ) penulis tidak menemukan karya tulis yang mirip seperti karya tulis yang penulis angkat

berjudul “PENGATURAN JABATAN NOTARIS SEBAGAI PENDUKUNG SISTEM

KEAUTENTIKAN DALAM TRANSAKSI PERDAGANGAN SECARA ELEKTRONIK”.

1.2 Rumusan Masalah

Dari pemaparan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan antara lain

sebagai berikut :

1. Mengapa notaris menjadi pihak ketiga terpercaya dalam menjamin keautentikan

terhadap transaksi elektronik?

2. Bagaimanakah reformulasi hukum agar notaris sebagai pejabat umum dapat

menjalankan fungsi sebagai pihak ketiga terpercaya dalam transaksi perdagangan

secara elektronik?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk memahami ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang

Hukum Kenotariatan, mengungkap sebab normatif tentang Pengaturan Jabatan Notaris Sebagai

Pendukung Sistem Keautentikan Dalam Transaksi Perdagangan Secara Elektronik.

1.3.2 Tujuan Khusus

Sesuai permasalahan yang dibahas maka tujuan khusus dari penelitian ini, adalah sebagai

berikut :

Page 25: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

1. Untuk mencari, menemukan, mengetahui dan menganalisa mengapa notaris

menjadi pihak ketiga terpercaya dalam menjamin keautentikan terhadap transaksi

elektronik.

2. Untuk menemukan, mengetahui dan menganalisa Bagaimanakah reformulasi

hukum agar notaris sebagai pejabat umum dapat menjalankan fungsi sebagai pihak

ketiga terpercaya dalam transaksi perdagangan secara elektronik.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis bagi pengembangan ilmu

hukum, baik dari sisi Ontologi, Epistimologi, maupun Aksiologi dalam bentuk :

1. Secara ontologi, penelitian ini dapat menemukan konsep-konsep baru dalam

reformulasi hukum agar notaris sebagai pejabat umum dapat menjalankan fungsi

sebagai pihak ketiga terpercaya dalam transaksi perdagangan secara elektronik.

2. Secara epistimologi, penelitian ini dapat memahami latar belakang notaris menjadi

pihak ketiga terpercaya dalam menjamin keautentikan terhadap transaksi elektronik.

3. Aksiologi dari reformulasi hukum agar notaris sebagai pejabat umum dapat

menjalankan fungsi sebagai pihak ketiga terpercaya dalam transaksi perdagangan

secara elektronik.

1.4.2 Manfaat praktis

Untuk dijadikan bahan masukan bagi pembentukan hukum atau kebijakan kebijakan

yang mengatur agar notaris indonesia dapat menjalankan pelayanan publik dalam mendukung

sistem keutentikan terhadap transaksi perdagangan secara elektronik.

1.5 Kerangka Berpikir

Page 26: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

Berdasarkan dari adanya latar belakang masalah yang dituangkan kedalam rumusan

masalah, dapat digambarkan mengenai kerangka berpikir di bawah ini.

Berdasarkan kerangka berpikir diatas dapat diuraikan bahwa Disertasi ini berjudul

Pengaturan Jabatan Notaris Sebagai Pendukung Sistem Keautentikan Terhadap Transaksi

Pengaturan Jabatan Notaris Sebagai Pendukung Sistem Keautentikan Dalam

Transaksi Perdagangan Secara Elektronik

1. Mengapa notaris menjadi pihak ketiga terpercaya dalam menjamin keautentikan terhadap transaksi elektronik?

1. Teori Dekontruksi (Derrida) 2. Teori Cita Hukum (Gustav

Radbruch) 3. Teori Hukum Pembangunan

(Mochtar Kusumaatmaja)

Metode penelitian hukum normatif dengan teknik pendekatan statute approach, teknik

pendekatan historical approach, teknik pendekatan comparative approach, teknik pendekatan

conceptual approach, yang disertai teknik pengolahan gramaticale interpretatie, teknik pengolahan

systematische interpretative, teknik pengolahan comparative interpretative, dan teknik pengolahan

teleologische interpretatie

Pasal 15 ayat (3) UUJN yang

merumuskan “Selain kewenangan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dan ayat (2), Notaris mempunyai

kewenangan lain yang diatur dalam

peraturan perundang-undangan”.

Didalam penjelasan Pasal 15 ayat (3)

menyebutkan bahwa yang dimaksud

dengan “kewenangan lain yang diatur

dalam peraturan perundang-

undangan”, antara lain, kewenangan

mensertifikasi transaksi yang dilakukan

secara elektronik (cybernotary),

2. Bagaimanakah reformulasi hukum

agar notaris sebagai pejabat umum

dapat menjalankan fungsi sebagai

pihak ketiga terpercaya dalam

transaksi perdagangan secara

elektronik?

1. Teori Dekontruksi (Derrida) 2. Teori Cybernetics (Nobert Wiener)

3. Teori Hukum Pembangunan (Mochtar

Kusumaatmaja)

1. Secara ontologi, penelitian ini dapat menemukan konsep-konsep baru dalam reformulasi hukum agar notaris sebagai pejabat umum dapat menjalankan fungsi sebagai pihak ketiga terpercaya dalam transaksi perdagangan secara elektronik.

2. Secara epistimologi, penelitian ini dapat memahami latar belakang notaris menjadi pihak ketiga terpercaya dalam menjamin keautentikan terhadap transaksi elektronik.

3. Aksiologi dari reformulasi hukum agar notaris sebagai pejabat umum dapat menjalankan fungsi sebagai pihak ketiga terpercaya dalam transaksi perdagangan secara elektronik.

Page 27: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

Perdagangan Secara Elektronik dengan tujuan untuk memberikan manfaat secara ontoogi,

epistemologi serta dapat diaplikasi secara aksiologi.

1.6 Metode Penelitian

Kata metode yang biasanya disandingkan dengan frase penelitian hukum, tentunya

dapat diinterpretasikan luas, apakah yang dimaksud adalah metode ilmiah atau metode hanya

sebagai cara, sebagaimana makna gramatikalnya, bahwa penelitian hukum sebagaimana dapat

diartikan secara luas, namun terhadap bidang profesi hukum tertentu, bahkan mahasiswa hukum

yang kesemuanya adalah penstudi hukum harus tunduk pada suatu otoritas individu maupun

lembaga yang ada maupun tidak ada dasar maupun mengejar tujuan tertentu dihadapkan pada

kategorisasi penelitian hukum yang didasarkan oleh aturan main tersendiri yang disepakati antara

peneliti dan lembaga yang dimana hasil penelitian tersebut akan didedikasikan. C.F.G. Sunaryati

Hartono menegaskan bahwa Bagaimanapun juga, metode penelitian selalu mencari titik-titik

tolak yang pasti dan peraturan-peraturan penelitian yang diharapkan tentang bagaimana suatu

penelitian harus dilakukan supaya dapat menghasilkan kesimpulan yang dapat dipertanggung

jawabkan (reliable) dan sah (valid).16

Di sisi lain William H. Putman di dalam bukunya yang berjudul Legal Research,

Analysis and Writing berpendapat bahwa “So what do wemeanby research we do not mean

experiments which scientists tend to meanby research. The word research means to find things

out”17

. Kemudian, setelah kita mengetahui bahwa produk-produk karya tulis hukum sebagaimana

disebutkan di atas tidak hanya untuk kegunaan atau bersifat teoritis maupun akademis,

16

C.F.G. Sunaryati Hartono, 1994, Penelitian Hukum di Indonesia Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir

Abad ke-20, Penerbit Alumni, Bandung, h. 108

17 William H. Putman, 2004, Legal Research, Analysis and Writing, Thoms on Delmar Learning, Australia, hal

.27

Page 28: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

melainkan juga ada yang dikategorikan untuk kegunaan dan bersifat praktis, maka tentunya kita

tidak menyangkal bahwa di dalam pembuatan produk-produk karya tulis hukum untuk kegunaan

dan bersifat praktis, yang biasanya ditekuni oleh para praktisi hukum tersebut, juga merupakan

kegiatan penelitian (bukan eksperimen seperti yang dilakukan ilmuwan eksakta) dan

membutuhkan metode-metode khusus dalam pelaksanaan dan penyajiannya,18

bahkan tujuan

akhirnya tidak lain untuk mendapatkan klarifikasi dari pertanyaan maupun permasalahan hukum

tertentu. Dalam hal ini tentunya timbul pertanyaan dapatkah kegiatan penelitian seperti itu

dikategorikan sebagai penelitian hukum namun demikian, tidak sedikit para penstudi hukum

yang beranggapan bahwa penelitian hukum hanya merupakan wilayah otoritas para penstudi

hukum yang berprofesi sebagai akademisi mupun penelitihukum saja, yang produk akhirnya

berupa skripsi, tesis, disertasi, artikel jurnal ilmiah dan laporan penelitian dibidang hukum, dan

lain-lain.

Disadari ilmu hukum adalah ilmu yang sangatlah kompleks, mulai dari kajiannya

filosofis, pengembangan keilmuannya baik teoritis maupun praktis, sampai kepada wujud

konkret dari eksistesinya yang tidak lain didedikasikan kepada masyarakat berupa produk-

produk hukum, solusi terhadap baik perkara hukum publik maupun perkara hukum privat yang

ditemukan sehari-hari di tengah masyarakat, bahkan tidak jarang beraspek multidimensi, atau

dengan kata lain ilmu hukum tanpa dukungan ilmu-ilmu lain terkadang tidak mampu

menyelesaikan permasalahan hukum secara tuntas dan menyeluruh. Kajian hukum yang filosofis

18

C.F.G. Sunaryati Hartono, Op.Cit, h. 84, Dalam konteks ini makna “ penelitian” tentunya harus dibedakan

dengan kategori penelitian ilmiah yang biasa dilakukan oleh para penstudi maupun peneliti di bidang ilmu-ilmu

non hukum (logicohypothetico verivicatie).

Page 29: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

misalnya, diawali dengan sulitnya mendefinisikan konsepsi hukum itu sendiri, tarik menarik

antara pencapaian keadilan dan kepastian hukum di tengah-tengah masyarakat dan lain-lain19

.

Secara garis besar sebagaimana yang telah digulirkan oleh doktrin hukum alam dan

positivisme hukum. Timbul pertanyaan besar mengenai fungsi hukum dari yang abstrak hingga

yang lebih konkret tentang bagaimana menjadikan hukum yang sesungguhnya diinginkan oleh

masyarakat (responsive), valid, sekaligus efektif, dan lain-lain. Metode penelitian hukum adalah

sebagai cara kerja ilmuan yang salah satunya ditandai dengan penggunaan metode. Secara

harfiah mul-mula metode diartikan sebagai suatu jalan yang harus ditempuh menjadi

penyelidikan atau penelitian berlangsung menurut suatu rencana tertentu.

Mengingat begitu sulitnya mendeskripsikan konsepsi hukum tersebut, maka tidak

sedikit para filsuf hukum baik disadari maupun tidak telah terseret kedalam pembentukan

mazhab atau aliran tertentu (school of thought) yang menurut pemikiran mereka dan para

pendukungnya masing-masing dianggap paling rasional, empiris, bahkan ide-ide pemikirannya

sampai kepada persoalan pemilihan nilai-nilai atau ideologi tertentu guna mencapai suatu

kesamaan presepsi tentang konsepsi yang biasa disebut keadilan, moralitas, validitas, dan lain-

lain20

. Di sisi lain, para penstudi hukum juga menghadapi pertanyaan-pertanyan yang kerap

diajukan oleh para sesama penstudi hukum itu sendiri maupun para penstudi non hukum, tentang

bagaimanakah para penstudi hukum itu melakukan kegiatan penelitian guna memecahkan

masalah masalah hukum konkret seperti kekosongan hukum, konflik dan sengketa,dan lain-lain,

19

H. Salim HS. dan H. Abdullah, 2007, Perancangan Kontrak dan MOU, Sinar Grafika, Jakarta, h.101-102.

20 Lord Lloyd of Hampstead and M.D.A Freeman, 1985., Lihat Lloyd’s Introduction to Jursprudence, 5th Edisi,

Stevens & Sons, London, h. 4, “Jurisprudence involves the study of general theoritical questions about nature of law

and legal system, about the relationship of law to justice and morality, and about social nature of law a study of

jurisprudence should encourage the student to question assumption and to develop a wider understanding of the

nature and working of law”.

Page 30: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

maupun dalam upaya mengembangkan disiplin hukum itu sendiri atau dengan kata lain apakah

metode penelitian yang dipergunakan oleh para penstudi hukum, guna memecahkan

permasalahan hukum baik yang bersifat teoritis maupun praktis bahkan sampai dengan

pertanyaan kritis bahwa apakah metode penelitian hukum tersebut ilmiah pertanyaan kritis ini

dikaitkan dengan kajian filsafat ilmu demi mencari jawaban yang memuaskan bahwa ilmu

hukum itu adalah salah satu dari bidang keilmuan yang selama ini biasa dikelompokan para

ilmuwan.

Namun, sebagai patokan awal untuk memahami permasalahan di atas, berikut kutipan

pendapat Soerjono Soekanto sebagai salah seorang ahli hukum mengenai penelitian hukum21

,

permasalahan yang agak konkret mengenai masalah pengenalan metode ini terjadi beberapa

sudut pandang yang berbeda di antara nya bahwa keberadaan metode penelitian hukum,

khususnya berkaitan dengan tahapan-tahapan penelitian, sistematika penulisan serta teknik

penulisan pada komunitas akademis, khususnya dalam membuat produk karya ilmiah hukum di

setiap fakultas hukum di beberapa universitas cenderung tidak seragam. Menurut Peter Mahmud,

penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum,

maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi22

.

21

Soekanto, Suryono & Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta, hal .1-2.” oleh karena penelitian merupakan sarana (ilmiah) bagi pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, maka metodologi penelitian yang diterapkan harus senantiasa disesuaikan dengan

ilmu pengetahuan yang menjadi induknya. Hal ini tidaklah selalu berarti metodologi penelitian yang dipergunakan

pelbagai ilmu pengetahuan pasti akan berbeda secara utuh. Akan tetapi setiap ilmu pengetahuan mempunyai

identitas masing-masing, sehingga pasti akan ada pelbagai perbedaan. Demikian juga halnya dengan metodologi

penelitian hukum yang mempunyai karakteristik khusus yang menjadi identitasnya, sehingga dapat dibedakan dari

ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Bahkan sebagian ilmuwan nonhukum masih mempertanyakan tentang apakah

penelitian hukum tersebut dapat dikualifikasikan sebagai penelitian ilmiah yang biasa dipredikatkan kepada bidang

ilmu lain khususnya dalam bidang-bidang ilmu alam (eksakta) maupun ilmu sosial.

22 Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 35

Page 31: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

Metode penelitian hukum adalah sebagai cara kerja ilmuan yang salah satunya ditandai

dengan penggunaan metode. Secara harfiah mul-mula metode diartikan sebagai suatu jalan yang

harus ditempuh menjadi penyelidikan atau penelitian berlangsung menurut suatu rencana

tertentu23

. Metode penelitian hukum merupakan suatu cara yang sistematis dalam melakukan

sebuah penelitian. Secara lebih lanjut Soerjono Soekanto menerangkan bahwa penelitian hukum

merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran

tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan

jalan menganalisanya24

.

1.7.1 Jenis Penelitian

Penelitian hukum dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu penelitian hukum

empiris/sosiologis atau non doktrinal bersifat kuantitatif (bentuk angka) dan penelitian hukum

normatif atau penelitian hukum doktrinal.25

Metode penelitian empiris/sosiologis atau non

doktrinal adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran materiil

berdasarkan penelitian lapangan atas suatu permasalahan pada lembaga atau masyarakat.

Sedangkan metode penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah

untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatif.26

Bahan

23

Johny Ibrahim, 2006, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Publlishing, Malang, h. 26

24 Soerjono Soekanto, 2012, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, UI Press, Jakarta, (Selanjutnya

disebut Soerjono Soekanto I), h. 42

25 Supranoto J.,2003, Metode Penelitian Hukum Dan Statistik, Cetakan Pertama, PT. Rineka Cipta, Jakarta, h.

2

26 Johny Ibrahim, Op.Cit.,h. 57

Page 32: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

dasar penelitian adalah dokumen meliputi surat-surat pribadi, buku-buku harian, buku-buku,

sampai pada dokumen-dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah.27

Penulisan disertasi ini menggunakan penelitian Hukum Normatif, yaitu penelitian

terhadap kaedah hukum itu sendiri (Peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, hukum adat

atau hukum tidak tertulis lainnya) dan asas-asas hukum28

. Beranjak pada kekaburan norma dalam

Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang -

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, kebutuhan norma hukum terhadap

fungsi notaris dalam transaksi perdagangan secara elektronik.

1.7.2 Jenis Pendekatan.

Untuk menunjang jenis penelitian diatas, digunakan metoda pendekatan Undang-

undang (statute approach), pendekatan historis (Historical approach), pendekatan perbandingan

(comparative approach), pendekatan konseptual (conceptual approach)29

. Pendekatan undang

undang (statute approach) digunakan untuk menelaah aspek pengaturan hukum tentang

kewenangan lain notaris yang diatur dalam peraturan perundang-undangan Seperti Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik dan Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris. Sasarannya adalah untuk dapat menjawab kekaburan norma dalam

Pasal 15 ayat (3) tentang kewenangan lain notaris yang diatur dalam peraturan perundang-

undangan.

27

Soekanto, Suryono & Sri Mamudji, Op.Cit., h. 24

28 Bagir Manan, 1999, Penelitian Bidang Hukum, Bandung : Jurnal Hukum, Puslitbangkum Unpad,

Perdana, Januari), h. 4, selanjutnya juga dikatan bahwa : “tidak ada kesamaan dalam penggunaan istilah metoda

penelitian hukum. Penelitian hukum berdasarkan kejiannya dapat dikelompokkan menjadi : 1) Penelitian hukum

secara Normatif, 2) penelitian hukum secara sosiologis, 3) penelitian hukum secara teori dan falsafah hukum. 29

Ibid., h. 93, Selanjutnya dikatakan bahwa : pendekatan -pendekatan di dalam penelitian hukum adalah

pendekatan undang –undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical

approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (concetual approach).

Page 33: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

Pendekatan sejarah (historical approach) dilakukan untuk mengkaji perkembangan

notaris di dunia sampai dikenalnya lembaga notariat di Indonesia dan masuk di jaman teknologi

saat ini. Pendekatan konseptual (conceptual approach) digunakan untuk mengungkap dan

mengkaji konsep dari notaris dengan sistem elektronik atau cybernotary sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

dengan mengakaji menggubakan teori:

1) Teori Dekontruksi,

2) Teori Cita Hukum,

3) Teori Hukum Pembangunan

4) Teori Cybernetics.

1.7.3 Sumber Bahan Hukum.

Bahan hukum yang digunakan di dalam menjawab permasalahan mengenai isu hukum

berkaitan dengan Pengaturan Jabatan Notaris Sebagai Pendukung Sistem Keautentikan Dalam

Transaksi Perdagangan secara Elektronik yaitu :

a. Bahan hukum primer yang digunakan adalah Peraturan perundang-undangan Nasional

dan Internasional.

b. Bahan hukum sekunder seperti makalah, buku-buku, laporan hukum bentuk akademik,

disertasi, jurnal nasional dan internasional.

Dalam disertasi ini digunakan bahan hukum primer (primary sources) dan bahan hukum

skunder (secondary sources), yang meliputi undang-undang maupun peraturan perundang-

undangan sebagai bahan hukum primer dan laporan hukum, catatan hukum, dan karya tulis

Page 34: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

hukum lainnya yang hanya memiliki kekuatan persuasif sebagai bahan hukum sekunder.30

Oleh

karena itu bahan hukum primer yang digunakan antara lain:

1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2) Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (Staatsblaad Nomor 23 Tahun 1847 Tentang

Burgerlijk Wetboek) (Staatsblad No. 23 Tahun 1847);

3) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

(LN No. 165-TLN No. 3886);

4) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia

(LN No. 168-TLN No. 3889);

5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (LN

No. 177 -TLN No. 4432);

6) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan

Transaksi Elektronik (LN No. 58-TLN No. 4843);

7) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik

(LN No.112-TLN No. 5038);

8) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan (LN

No.152-TLN No. 5071);

9) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (LN No. 3-TLN No.

5491);

10) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (LN

No. 45-TLN No. 5512);

30

Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 98

Page 35: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

11) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

(LN No. 251-TLN No. 5952);

12) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi

Pemerintahan (LN No. 292-TLN No. 5601);

13) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2012 Tentang

Penyelenggaraan Sistem Dan Transaksi Elektronik (LN No. 189-TLN No. 5348);

14) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas

Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 Tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk

Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional;

15) Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah;

16) Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia tanggal 4

Oktober 2000 nomor M-01.HT.01.01 tahun 2000 tentang Pemberlakuan Sistem

Administrasi Badan Hukum Di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum

Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia;

17) Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 9 Tahun 2013 Keputusan Menteri

Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Indonesia Nomor : M-

04.HT.01.01 Tahun 2001 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehakiman Dan Hak

Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M- 01.HT.01.01 Tahun 2001 Tentang

Pemberlakuan Sistem Administrasi Badan Hukum Di Direktorat Jenderal Administrasi

Hukum Umum Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Kode;

Page 36: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

18) Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 60 Tahun 2016 tentang Tata Cara

Pelaporan Wasiat dan Permohonan Penerbitan Surat Keterangan Wasiat Elektronik;

19) Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik indonesia Nomor 60

Tahun 2016 Tentang Tata cara pelaporan wasiat dan permohonan Penerbitan Surat

Keterangan Wasiat Secara Elektronik;

20) Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 3199 K/Pdt/1994, tanggal 27

Oktober 1994, menegaskan bahwa akta otentik menurut ketentuan ex Pasal 165 HIR jo.

285 Rbg jo. 1868 BW merupakan Bukti Yang Sempurna Bagi Kedua Belah Pihak Dan

Para Ahli Warisnya Dan Orang Yang Mendapat Hak Darinya;

21) Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) dengan Putusan nomor 009-

014/PUU-l 11/2005, tanggal 13 September 2005, tanggal 13 September 2005

mengistilahkan Pejabat Umum sebagai Public Official;

22) Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan

Fidusia;

23) Surat Edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman

Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor Ahu-06.Ot.03.01 Tahun 2013

Tentang Pemberlakuan Sistem Administrasi Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara

Elektronik (Online System) Tanggal 5 Maret 2013;

24) Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia ( I.N.I ), yang ditetapkan di Bandung pada tanggal

28 Januari 2005;

25) Agreement On Trade Related Investment Measure (TRIM’S);

26) United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL), Model Law on

Electronic Signature;

Page 37: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

27) United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL), Model Law on

Electronic Commerce.

Sedangkan untuk bahan hukum sekunder adalah berupa buku teks31

, laporan hukum dalam

bantuk naskah akademik, desertasi, laporan dan karya tulis, orasi ilmiah berupa jurnal, majalah,

koran dan yang berhubungan dengan topik penelitian ini yang dapat dikualifikasikan sebagai

informasi ilmiah.

1.7.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum.

Bahan - bahan hukum primer dan sekunder dikumpulkan dengan menggunakan

tehnik penelusuran lebih lanjut kemudian di kelompokan dan di identifikasi secara sistematis

yang berkaitan dengan konsep-konsep dan isu hukum yang diteliti32

.

Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini menggunakan snowball method

(metode bola salju)33

. Adapun yang dimaksud dengan metode bola salju adalah metode

menggelinding secara terus menerus yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan, dan

buku-buku hukum dalam daftar pustaka yang berkaitan dengan cyber notary dan transaksi

elektronik. Selanjutnya bahan hukum yang terdiri dari aturan perundang-undangan, buku-buku

hukum, jurnal hukum, dan lainnya akan diinventarisasi dan dilakukan pengklasifikasian sesuai

dengan permasalahan yang dibahas. Dengan kata lain, bahan hukum yang diperoleh melalui

penelitian kepustakaan tersebut selanjutnya akan dipilah-pilah, disistematisasi dan dianalisis,

sehingga pokok permasalahan yang ditelaah dalam penelitian ini akan terjawab.

31

Ibid., h. 142, Kemudian dikatan bahwa: “bahan hukum sekunder yang terutama adalah buku teks berisi

mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan–pandangan klasik para sarjana yang mempunyai

kualifikasi tinggi”. 32

I Wayan Suandi, 2003, Penggunaan Wewenang Paksaan Pemerintah Dalam Penyelenggaran Pemerintah

Di Propinsi Bali, Disertasi, Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, h. 21 33

Djam’an Satori, 2010, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Alfabeta, Bandung, h. 18

Page 38: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

Teknik pengumpulan bahan hukum antara lain melalui studi kepustakaan yang

dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer ini terdiri atas peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan pokok masalah yang diteliti. Sedangkan bahan hukum

sekunder terdiri atas, buku-buku, jurnal, makalah-makalah, laporan hasil penelitian dan bentuk

tulisan-tulisan lain yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas. Selanjutnya bahan-

bahan hukum tersier, yakni berupa kamus-kamus. Penelitian ini juga menggunakan teknik

wawancara dengan beberapa nara sumber yang dianggap relevan dengan penelitian ini. Hasil

wawancara merupakan data tambahan dalam penelitian normatif ini.

1.7.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum.

Bahan - bahan hukum yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis dengan langkah

deskripsi, meliputi isi maupun struktur hukum positif, maksudnya melakukan pemahaman untuk

menentukan makna aturan hukum. Pada tahap ini dilakukan deskripsi dalam rangka menentukan

makna aturan-aturan hukum yang terdapat dalam peraturan perundang undangan yang digunakan

dalam pembahasan ini. Jika terjadi norma yang kabur dilakukan penafsiran atau intepretasi

dengan berpedoman pada metoda interpretasi sebagaimana dikemukakan oleh Philipus

M.Hadjon, yang dibedakan sebagai berikut :

1. Intepretasi Gramatikal (Gramaticale Interpretatie): mengartikan suatu bagian kalimat

hukum kedalam bahasa sehari hari.

2. Intepretasi sistematis (Systematische Interpretati) : dengan titik tolak dari system aturan

mengartikan suatu aturan hukum.

3. Intepretasi Sejarah (Historische Interpretatie) : mengartikan suatu isu hukum dengan

menelusuri perkembangan hukum.

Page 39: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

4. Interpretasi perbandingan hukum (Comparative Interpretatie) : menyelesaikan suatu isu

hukum dengan membandingkan stelsel hukum.

5. Interpretasi Antisipasi (Anticipation Interpretatie) : menjawab isu hukum dengan

mendasarkan pada aturan yang belum berlaku.

6. Interpretasi Teleologis (Teleologische Interpretatie) : setiap interpretasi pada dasarnya

adalah teleologis34

.

Dalam disertasi ini digunakan penafsiran gramatikal dan penafsiran autentik

(Teleologis). Penafsiran gramatikal dilakukan dalam rangka mencari arti atau makna isi aturan

hukum. Penafsiran ini bertujuan mencari makna suatu ketentuan hukum dari kata-katanya

menurut pemakaian bahasa sehari-hari35

. Penafsiran autentik, yakni penafsiran menurut pembuat

undang-undang karena ada kalanya undang-undang sendiri menafsirkan dalam ketentuan atau

pasal undang-undang itu arti kata atau istilah yang digunakan.36

Penafsiran ini digunakan untuk

mengetahui secara resmi maksud atau kehendak dari pembentuk undang-undang atau peraturan

daerah37

.

Dalam hal menganalisis bahan-bahan hukum yang telah terkumpul, peneliti

menggunakan beberapa teknik analisis, antara lain:

1. Deskripsi, dengan menguraikan suatu kondisi atau posisi dari proposisi-proposisi hukum

atau non hukum;

2. Interpretasi, berupa penggunaan jenis-jenis penafsiran dalam ilmu hukum.

34

Philipus M. Hadjon, 1994, Pengkajian Ilmu Dogmatik (normatif) Dalam Yurisdiksi, Pidato Pengukuhan

Guru Besar Universitas Airlangga Surabaya, Tanggal 10 Oktober 1994, h. 6 35

I Dewa Gede Atmadja, 1996, Penafsiran Konstitusi Dalam Rangka Sosialisasi Hukum, Sisi Pelaksanaan

UUD 1945 Secara Murni dan Konsekuen, Pidato Pengenalan Jabatan Guru Besar Dalam Bidang Ilmu Hukum Tata

Negara Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar, Tanggal 10 April 1996, h. 8 36

Moctar Kusumaatmadja dan Bernard Arief Sidharta, 2000, Pengantar Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, h.

108 37

Ida Bagus Agung Putra Santika, 2011, Kebijakan Peruntukan dan Penggunaan Tanah Untuk Penanaman

Modal Di bidang Pariwisata, Disertasi, Universitas Brawijaya Malang, h. 11

Page 40: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

3. Evaluasi, berupa penilaian tepat atau tidak tepat terhadap suatu pandangan, proposisi,

pernyataan rumusan norma, keputusan, baik yang tertera dalam bahan hukum primer

maupun sekunder;

4. Argumentasi, berupa suatu argumen yang diakukan guna memperkuat penilaian, serta

melakukan penalaran hukum; dan

5. Sistematisasi, mencari kaitan rumusan suatu konsep hukum atau proposisi hukum antara

peraturan perundang-undangan yang sederajat maupun antara yang tidak sederajat.

Teknik analisis bahan hukum dilakukan setelah bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder dan bahan hukum tertier terkumpul. Teknik analisis bahan hukum yang dipergunakan

dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif, teknik

interpretasi (penafsiran), teknik evaluasi dan teknik argumentasi. Teknik deskriptif merupakan

teknik dasar yang digunakan untuk menganalisis suatu permasalahan yang harus digunakan

dalam suatu penelitian. Deskriptif berarti bahwa menguraikan suatu keadaan posisi dari

proposisi-proposisi hukum atau non

hukum38

. Suatu analisis yuridis normatif pada hakikatnya menekankan pada metode deduktif

sebagai pegangan utama dan metode induktif sebagai tata kerja penunjang. Analisis normatif

terutama mempergunakan bahan-bahan kepustakaan sebagai sumber data penelitiannya39

. Teknik

interpretasi (penafsiran) merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberikan

penjelasan gamblang tentang teks undang-undang, agar ruang lingkup kaidah dalam undang-

undang tersebut dapat diterapkan pada peristiwa hukum tertentu. Bentuk interpretasi (penafsiran)

yang digunakan dalam penelitian ini adalah penafsiran gramatikal. Penafsiran gramatikal atau

38

Johny Ibrahim, Op.Cit, h. 56

39 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cetakan Keenam, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta, h. 48

Page 41: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

penafsiran menurut tata bahasa ialah memberikan arti kepada suatu istilah atau perkataan sesuai

dengan bahasa sehari-hari atau bahasa hukum40

.

1.7 Sistematika Penulisan

Penelitian dengan judul Pengaturan Jabatan Notaris Sebagai Pendukung Sistem

Keautentikan Dalam Transaksi Perdagangan Secara Elektronik, telah peneliti selesaikan dengan

sebaik-baiknya. Disertasi ini selanjutnya akan diuraikan secara lengkap ke dalam lima (5) Bab.

Bab I merupakan bab yang memuat mengenai pendahuluan dengan menguraikan latar

belakang masalah mengenai Jabatan Notaris sebagai pihak ketiga terpercaya (trusted third

parties) sebagai pendukung sistem keautentikan dalam transaksi perdagangan secara elektronik,

yang berdasarkan atas atribusi dari Undang-Undang UU Perubahan Jabatan Notaris yang

merumuskan “selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris

mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan

penjelasan bahwa yang dimaksud dengan “kewenangan lain yang diatur dalam peraturan

perundang-undangan”, antara lain, kewenangan mensertifikasi transaksi yang dilakukan secara

elektronik (cybernotary), membuat Akta ikrar wakaf, dan hipotek pesawat terbang. Mengingat

mensertifikasi transaksi, didalam penjelasan pasal tersebut belum cukup jelas dan menjadi

kekaburan norma didalam mendefinisikan terhadap pelayanan jasa Notaris. Berdasarkan latar

belakang permasalahan tersebut maka pada sub bab ini diuraikan mengenai rumusan masalah

yang terbagi menjadi dua yaitu: pertama mengapa notaris dapat menjadi pihak ketiga terpercaya

dalam menjamin keautentikan terhadap transaksi elektronik?, kedua bagaimanakah reformulasi

hukum agar notaris sebagai pejabat umum dapat menjalankan fungsi sebagai pihak ketiga

terpercaya dalam transaksi perdagangan secara elektronik. Metode penelitian hukum ini

40

Ahmad Rifai, 2010, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif, Sinar Grafika,

Jakarta, h. 61

Page 42: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

menggunakan penelitian hukum normatif dengan teknik pendekatan statute approach, teknik

pendekatan historical approach, teknik pendekatan comparative approach, teknik pendekatan

conceptual approach, yang disertai teknik pengolahan gramaticale interpretatie, teknik

pengolahan systematische interpretative, teknik pengolahan comparative interpretative, dan

teknik pengolahan teleologische interpretatie.

Bab II merupakan bab yang memuat tinjauan umum mengenai landasan teoritik,

konseptual dan kerangka berfikir dengan menguraikan Teori Dekontruksi dari Derrida, Teori

Cita Hukum dari Gustav Radbruch, Teori Pembangunan Hukum dari Mochtar Kusumaatmaja,

dan Teori Cybernetics dari Norbert Wiener. Secara khusus, dalam bab ini dibahas mengenai

konsep autentik dan akta otentik, konsep Notaris sebagai pejabat umum dan pelayanan publik,

konsep notaris sebagai pihak ketiga terpercaya (trusted third parties), konsep transaksi elektronik

dan sertipikasi elektronik dan konsep perdagangan secara elektronik. Mengenai bab ini juga

dibahas mengenai pengaturan jabatan Notaris sebagai pembuat akta autentik, pengaturan jabatan

Notaris sebagai pengemban amanat kepercayaan publik, evolusi Notaris common law dan

Notaris civil law dan pengaturan peran dan tanggung jawab Notaris dalam berbagai konvensi

internasional dengan menitikberatkan kekaburan norma dalam Pasal 15 ayat (3) UU Perubahan

Jabatan Notaris, terkait kewenangan notaris dalam mensertifikasi transaksi elektronik.

Bab III merupakan hasil penelitian dan pembahasan terhadap rumusan masalah pertama

yaitu, terhadap keberadaan Notaris sebagai pihak ketiga terpercaya dalam mendukung sistem

keautentikan transaksi perdagangan secara elektronik yang berisikan sub bab pertama mengenai

nilai filosofis tentang keautentikan akta notaris dalam perspektif heurmeneutik Derrida, sub bab

kedua mengenai pergeseran paradigma dari Notaris konvensional menuju Notaris digital dalam

pelayanan publik administrasi hukum umum dan badan hukum, sub bab ketiga mengenai

Page 43: ABSTRAK - Universitas Udayana...dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan” dengan penjelasan bahwa yang

jaringan dan interoperabilitas notaris latin manca negara untuk perdagangan internasional dan

sub bab terakhir mengenai kewenangan dan fungsi notaris sebagai pihak ketiga terpercaya dalam

menjamin keautentikan bukti transaksi Perdagangan secara elektronik

Bab IV merupakan hasil penelitian dan pembahasan rumusan permasalahan kedua yaitu

terhadap pengaturan jabatan Notaris sebagai pihak ketiga terpercaya dalam transaksi

perdagangan secara elektronik yang berisikan sub bab pertama kontruksi pengaturan notaris pada

beberapa negara dalam perspektif hukum internasional, kedua problematika pengaturan jabatan

notaris dalam menjamin keautentikan bukti transaksi elektronik, ketiga mengenai urgensi

jaminan keterpercayaan dalam transaksi perdagangan secara elektronik , keempat mengenai

kajian fungsi notaris dalam mensertifikasi transaksi perdagangan secara elektronik, kelima

mengenai reformulasi rumusan aturan hukum terhadap pengaturan jabatan notaris dalam Pasal

15 ayat (3) UU Perubahan Jabatan Notaris terkait sertifikasi dan keautentikan bukti transaksi

elektronik, dan terakhir mengenai mekanisme sistem identifikasi dan autentikasi secara transaksi

elektroni oleh notaris terhadap transaksi elektronik dalam menjalankan Pasal 15 ayat (3) UU

Perubahan Jabatan Notaris.

Bab V merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan akhir atas jawaban rumusan masalah

yang telah disampaikan dalam bab III dan bab IV, serta disampaikan pula saran yang diberikan

oleh peneliti kepada Pemerintah untuk membangun era digital dalam hal kepastian hukum

transaksi eletronik didalam menghadapi persaingan bisnis terutama dibidang perdagangan secara

elektronik