ABSTRAK tangan, kacamata, sepatu boot, merupakan suatu ...repository.utu.ac.id/484/1/BAB I_V.pdf ·...

55
ii ABSTRAK Tendra Saputra. Gambaran Perilaku Pemakaian APD Pada Kecelakaan Pekerja Di PT Socfindo Perkebunan Seunagan Kabupaten Nagan Raya Tahun 2013. Di bawah bimbingan Zahari, SKM, MARS, dan Jun Musnadi Is, SKM. Pemberian APD (Alat Pelindung Diri) seperti helm, baju lengan panjang, sarung tangan, kacamata, sepatu boot, merupakan suatu bagian yang di berikan oleh pihak perusahaan sebagai bentuk pelayanan kepada karyawan agar karyawan tidak mengalami gangguan kesehatan dalam mengerjakan tugasnya. Pekerja di PT socfindo Kabupaten Nagan Raya, kebiasan dalam menggunakan alat pelindung diri (APD) belum dilaksanakan dengan baik. Kebiasan yang kurang baik ini tentunya akan berdampak pada kecelakaan yang dialami dalam menjalani pekerjaan. Dampak lebih lanjut adalah akan menurunkan produktivitas kerja dari para pekerja. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Agustus 2013. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui Perilaku Pemakaian APD Pada Kecelakaan Pekerja di PT Socfindo Perkebunan Seunagan Kabupaten Nagan Raya Tahun 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah semua karyawan PT Socfindo Perkebunan Seunagan Kabupaten Nagan Raya yang berjumlah 941 orang. Pengambilan sampel secara proporsional random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 71 orang. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas pekerja memiliki pengetahuan yang baik(56,34%), dan sikap yang cukup (77,46%) tentang pemakaian APD. Namun tindakan pekerja dalam pemakaian APD berada pada kategori kurang (80,28%). Disarankan kepada pihak perusahaan untuk menyediakan dan mengawasi pemakaian APD pada pekerja, dan bila perlu memberi sanksi yang sesuai bagi pekerja yang tidak menggunakan APD. Kata Kunci : Perilaku, pemakaian APD, Kecelakaan kerja .

Transcript of ABSTRAK tangan, kacamata, sepatu boot, merupakan suatu ...repository.utu.ac.id/484/1/BAB I_V.pdf ·...

  • ii

    ABSTRAK

    Tendra Saputra. Gambaran Perilaku Pemakaian APD Pada Kecelakaan PekerjaDi PT Socfindo Perkebunan Seunagan Kabupaten Nagan Raya Tahun 2013. Dibawah bimbingan Zahari, SKM, MARS, dan Jun Musnadi Is, SKM.

    Pemberian APD (Alat Pelindung Diri) seperti helm, baju lengan panjang, sarungtangan, kacamata, sepatu boot, merupakan suatu bagian yang di berikan olehpihak perusahaan sebagai bentuk pelayanan kepada karyawan agar karyawan tidakmengalami gangguan kesehatan dalam mengerjakan tugasnya. Pekerja di PTsocfindo Kabupaten Nagan Raya, kebiasan dalam menggunakan alat pelindungdiri (APD) belum dilaksanakan dengan baik. Kebiasan yang kurang baik initentunya akan berdampak pada kecelakaan yang dialami dalam menjalanipekerjaan. Dampak lebih lanjut adalah akan menurunkan produktivitas kerja daripara pekerja.Pengumpulan data dilakukan pada bulan Agustus 2013. Penelitian ini termasukjenis penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui Perilaku Pemakaian APD PadaKecelakaan Pekerja di PT Socfindo Perkebunan Seunagan Kabupaten NaganRaya Tahun 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah semua karyawan PTSocfindo Perkebunan Seunagan Kabupaten Nagan Raya yang berjumlah 941orang. Pengambilan sampel secara proporsional random sampling dengan jumlahsampel sebanyak 71 orang. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabeldistribusi frekuensi.Hasil penelitian menunjukkan mayoritas pekerja memiliki pengetahuan yangbaik(56,34%), dan sikap yang cukup (77,46%) tentang pemakaian APD. Namuntindakan pekerja dalam pemakaian APD berada pada kategori kurang (80,28%).Disarankan kepada pihak perusahaan untuk menyediakan dan mengawasipemakaian APD pada pekerja, dan bila perlu memberi sanksi yang sesuai bagipekerja yang tidak menggunakan APD.

    Kata Kunci : Perilaku, pemakaian APD, Kecelakaan kerja .

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang

    Kesehatan disebutkan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,

    mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup

    produktif secara sosial dan ekonomis (Depkes RI, 2009).

    Ditinjau dari letak geografisnya, Negara Indonesia merupakan Negara

    yang beriklim tropis dan memiliki sumber daya alam yang kaya serta tanah yang

    subur. Oleh karena itu pemerintah menggalakkan program kerja disektor pertanian

    dan perkebunan. Pendapatan atau devisa negara juga berasal dari hasil pertanian

    dan perkebunan tersebut, dan rata-rata penduduk Indonesia bermata pencaharian

    sebagai petani, sehingga Indonesia dikenal sebagai negara agraris.

    Sebagai negara agraris pada mulanya pekerjaan perkebunan dilaksanakan

    secara manual dan tradisional. Pada waktu itu, kebun yang dibuka masih berskala

    kecil dengan resiko kerja yang tidak begitu diperhatikan. Sejak perkebunan dibuka

    dengan berskala besar, penerapan teknologi mulai berkembang, baik dalam

    penggunaan alat-alat besar/mesin-mesin maupun penggunaan bahan kimia untuk

    pemberantasan hama dan dalam mempertahankan dan meningkatkan kesuburan

    tanah sesuai dengan komoditi yang ditanam, resiko kerja mulai dirasakan sebagai

    kendala keberhasilan di sektor perkebunan (Budiono, 2001).

    Namun tidak selamanya penerapan teknologi tinggi dan penggunaan bahan

    yang beraneka ragam dalam suatu industri diikuti dengan selaras oleh keahlian

  • 2

    dan keterampilan pekerjanya yang mengoperasikan peralatan dan mempergunakan

    bahan dalam proses produksi industri tersebut. Kesalahan dalam menggunakan

    peralatan dan pemakaian, kemampuan serta keterampilan pekerja yang kurang

    memadai dapat membuka kemungkinan besar berupa kecelakaan kerja, peledakan,

    pencemaran, kebakaran dan lain-lain.

    Manusia dalam melakukan pekerjaannya disuatu perusahaan yang

    menggunakan mesin-mesin berteknologi tinggi dituntut untuk memiliki

    produktivitas yang tinggi. Produktivitas yang tinggi dari pekerja akan banyak

    mendatangkan keuntungan bagi perusahaan yang mempekerjakannya.

    Produktivitas pekerja ini dipengaruhi oleh banyak faktor dan salah satu faktor

    adalah faktor keselamatan dan kesehatan kerja (Achmadi, 2001).

    Melalui penggunaan teknologi yang semakin canggih, muncul resiko kerja

    disektor perkebunan yang bila tidak dikendalikan dengan upaya-upaya

    keselamatan dan kesehatan kerja akan menimbulkan kerugian baik terhadap

    tenaga kerja itu sendiri, maupun terhadap perusahaan/unit kerja tersebut. Resiko

    kerja ini dapat berupa kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang disebabkan

    oleh faktor-faktor lingkungan kerja yang dihadapi. Kecelakaan pada hakekatnya

    merupakan peristiwa yang tidak terduga dan diharapkan oleh siapapun juga

    (Mansur, 2007).

    Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan hubungan

    kerja pada perusahaan. Penyebab terjadinya kecelakaan kerja diakibatkan oleh

    interaksi berbagai faktor lingkungan kerja, faktor pekerjaan dan faktor pekerja

    (Achmadi, 2001).

  • 3

    Pemberian APD (Alat Pelindung Diri) seperti helm, baju lengan panjang,

    sarung tangan, kacamata, sepatu boot, merupakan suatu bagian yang di berikan

    oleh pihak perusahaan sebagai bentuk pelayanan kepada karyawan agar karyawan

    tidak mengalami gangguan kesehatan dalam mengerjakan tugasnya. Walaupun

    dari pihak perusahaan sudah secara maksimal memberikan banyak penyuluhan

    akan pentingnya menggunakan APD dalam melakukan pekerjaan, mengingatkan

    karyawan untuk menggunakan APD melalui mandor yang mengawasi pekerja,

    namun pekerja tidak senantiasa mematuhi peraturan yang diberikan pihak

    perusahaan. Dengan alasan ketidaknyamanan di dalam melakukan pekerjaannya

    di dalam melakukan pekerjaan sehingga terkadang mereka tidak memakai secara

    lengkap APD yang diberikan ketika melakukan pekerjaannya.

    Menurut laporan terbaru Organisasi Perburuhan Internasional (ILO)

    bertajuk "Safety in Numbers, sekitar dua juta orang kehilangan nyawa mereka

    setiap tahun akibat kecelakaan, luka-luka, atau penyakit di tempat kerja. Angka

    tersebut setara dengan 5.000 pekerja per hari atau tiga orang setiap menitnya. Dari

    sekitar 270 juta kecelakaan kerja yang terjadi, 355 ribu di antaranya merupakan

    kecelakaan fatal, dan 160 juta penyakit akibat pekerjaan terjadi setiap tahun

    (Ridwan, 2008).

    Mayoritas penduduk di sekitar PT. Socfindo Kabupaten Nagan Raya

    bekerja sebagai karyawan di perusahaan tersebut dengan berbagai macam profesi,

    diantaranya sebagai pengegrek buah sawit, pembersih piringan kelapa sawit, dan

    penyemprot pestisida. Namun walaupun mereka sudah lama bekerja di PT

    socfindo Kabupaten Nagan Raya, kebiasan mereka dalam menggunakan alat

    pelindung diri (APD) belum dilaksanakan dengan baik. Kebiasan yang kurang

  • 4

    baik ini tentunya akan berdampak pada kecelakaan yang dialami dalam menjalani

    pekerjaan. Dampak lebih lanjut adalah akan menurunkan produktivitas kerja dari

    para pekerja.

    Laporan dari PT Socfindo-Indonesia Perkebunan Seunagan, selama tahun

    2011 terdapat 13 orang yang dirawat akibat kecelakaan kerja, dari jumlah tersebut

    2 orang (15%) di rujuk ke Medan. Adapun jenis kecelakaan kerja yang dialami

    diantaranya 5 orang (38%) tertimpa dahan/cabang pohon, 5 orang (38%)

    mengalami gangguan pada mata, selebihnya (23%) mengalami luka-luka ringan

    (Klinik PT Sofindo, 2012). Sedangkan untuk tahun 2012 terjadi peningkatan

    jumlah karyawan yang mengalami kecelakaan kerja yaitu sebanyak 32 orang.

    Hasil penelitian yang dilakukan oleh Cut Misrianti (2011) menunjukkan

    bahwa pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) bagi pekerja hanya 57,4% yang

    terlaksana dengan baik, sedangkan produktivitas kerja yang baik mencapai 56,6%.

    Dari survey awal pada bulan Desember 2012 yang dilakukan terlihat bahwa

    hampir sekitar 20 pekerja tidak memakai APD (Alat Pelindung Diri) secara

    lengkap dalam bekerja. Hal seperti ini akan dapat mempengaruhi status kesehatan

    pekerja.

    Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui

    bagaimana Gambaran Perilaku Pemakaian APD Pada Kecelakaan Pekerja Di PT

    Socfindo Perkebunan Seunagan Kabupaten Nagan Raya Tahun 2013.

    1.2 Perumusan Masalah

    Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Gambaran

    Perilaku Pemakaian APD Pada Kecelakaan Pekerja Di PT Socfindo Perkebunan

    Seunagan Kabupaten Nagan Raya Tahun 2013?

  • 5

    1.3 Tujuan Penelitian

    1.3.1 Tujuan Umum

    Untuk mengetahui Gambaran Perilaku Pemakaian APD Pada Kecelakaan

    Pekerja Di PT Socfindo Perkebunan Seunagan Kabupaten Nagan Raya Tahun

    2013

    1.3.2 Tujuan Khusus

    1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan pekerja tentang pemakaian APD di

    PT Socfindo Kabupaten Nagan Raya.

    2. Untuk mengetahui gambaran sikap pekerja tentang pemakaian APD di PT

    Socfindo Kabupaten Nagan Raya.

    3. Untuk mengetahui gambaran tindakan pekerja tentang pemakaian APD di PT

    Socfindo Kabupaten Nagan Raya.

    1.4 Manfaat Penelitian

    1.4.1 Bagi Perusahaan

    Sebagai masukan bagi PT Socfindo Kabupaten Nagan Raya terkait dalam

    hal perilaku pekerja.

    1.4.2 Bagi Pekerja

    Sebagai masukan kepada pekerja di PT Socfindo Kabupaten Nagan Raya

    tentang manfaat penggunaan APD dengan kesehatan pekerja itu sendiri.

    1.4.3 Bagi Peneliti

    Dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman dalam

    melaksanakan penelitian, serta dapat menjadi bekal dalam melakukan

    penelitian di masa yang akan datang.

  • 6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1.Perilaku

    Menurut Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007) perilaku merupakan

    respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (ransangan dari luar). Oleh karena

    itu perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan

    kemudian organisme merespon stimulus tersebut. Dilihat dari bentuk respon

    terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua ; (1) perilaku

    tertutup, yaitu respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau

    tertutup (covert); (2) perilaku terbuka, yaitu respon seseorang terhadap stimulus

    dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.

    Benyamin Bloom (1908) dalam buku Notoadmojo (2007) seorang ahli

    psikologi pendidikan membagi perilaku manusia menjadi tiga domain atau ranah

    yakni : pengetahuan/kognitif (cognitive), sikap/afektif (affective),

    tindakan/psikomotor (psychomotor) (Notoatmodjo, 2007).

    2.1.1. Pengetahuan

    2.1.1.1. Defenisi pengetahuan

    Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

    melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

    melalui panca indera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,

    rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

    telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

    membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).

  • 7

    7

    Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal.

    Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas

    manusia. Ilmu pengetahuan merupakan upaya khusus manusia untuk

    menyingkapkan realitas, supaya memungkinkan manusia berkomunikasi satu

    sama lain, membangun dialog dengan mengakui yang lain, dan meningkatkan

    harkat kemanusiaannya. Mengetahui secara ilmiah itu bukan menjadi lingkup

    adanya manusia lengkap, akan tetapi merupakan sarana memungkinkan adanya

    tindakan manusia (Wawan, 2010).

    Pengetahuan adalah kesatuan atau perpaduan antara subjek yang

    mengetahui dan objek yang diketahui atau dengan kata lain subjek itu memandang

    objek sebagai suatu yang diketahuinya (Lubis, 2004). Teori pengetahuan

    bertalian dengan sumber-sumber pengetahuan jadi pengetahuan merupakan hasil

    tahu setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu

    (Notoatmodjo, 2007).

    2.1.1.2. Tingkat pengetahuan

    Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

    terbentuknya tindakan seseorang (Overt Behavior). Pengetahuan yang dicakup

    dalam domain kognitif mempunyai beberapa tingkatan yaitu tahu (know),

    memahami (comprehention), aplikasi (application), analisa (analysis).

    Sintesis (synthesis), evaluasi (Notoatmodjo, 2007)

    Tahu (know) artinya dapat mengingat kembali suatu materi yang telah

    dipelajari sebelumnya, yang termasuk kedalam tingkat pengetahuan ini adalah

    mengingat kembali terhadap hal-hal yang spesifik dari seluruh materi yang telah

    dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, kata kerja untuk mengukur bahwa

  • 8

    8

    orang tahu tentang apa yang telah dipelajari antara lain menyebutkan,

    menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

    Memahami (comprehention) artinya kemampuan untuk menjelaskan

    tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara

    benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

    menjelaskan, memberi contoh atau menyimpulkan.

    Aplikasi (application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

    materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi

    disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,

    metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.

    Analisa (analysis), suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

    objek dalam komponen, tetapi masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan

    analysis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti menggambarkan,

    membedakan dan sebagainya.

    Sintesis (synthesis), menunjukkan suatu kemampuan dalam meletakkan

    atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru,

    dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

    baru dari formulasi-formulasi yang ada.

    Evaluasi, ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian

    terhadap suatu materi atau objek, penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kriteria

    yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada

    (Notoatmodjo, 2007).

  • 9

    9

    2.1.1.3.Cara memperoleh pengetahuan

    Pengetahuan dapat diperoleh dengan cara tradisional dan cara modern.

    Pengetahuan berdasarkan cara tradisional dapat diperoleh melalui : (1) cara coba-

    salah (trial and error); (2) kekuasaan atau otoritas; (3) cara memperoleh

    pengetahuan berdasarkan pengalaman. Sedangkan pengetahuan berdasarkan cara

    modren dapat diperoleh melalui penelitian ilmiah atau metodologi penelitian

    (Wawan, 2010).

    Memperoleh pengetahuan berdasarkan cara tradisional trial and error

    merupakan cara yang telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan bahkan

    mungkin sebelum adanya peradaban, sedangkan cara kekuasaan atau otoritas

    yaitu cara memperoleh adanya peradaban, sedangkan cara kekuasaan atau otoritas

    yaitu cara memperoleh pengetahuan berdasarkan kehidupan sehari-hari,

    kebiasaan-kebiasaan atau tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang lain tanpa

    melalui penalaran baik atau tidak dan cara memperoleh pengetahuan berdasarkan

    pengalaman masa lalu untuk memecahkan suatu masalah atau dengan kata lain

    memperoleh pengetahuan melalui jalan pikiran dimana cara ini sejalan dengan

    perkembangan kebudayaaan umat manusia (Wawan, 2010)

    Sedangkan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan cara modern

    merupakan cara baru yang lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut

    metode penelitian ilmiah atau lebih populer disebut metodologi penelitian

    (Notoatmodjo, 2007).

    2.1.1.4 Faktor yang mempengaruhi pengetahuan

    a. Faktor Internal

    1) Pendidikan

  • 10

    10

    Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

    perkembangan orang lain menuju ke arah cita-cita tertentu yang

    menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk

    mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk

    mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan

    sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup (Wawan, 2010).

    Menurut YB Mantra yang dikutip Notoatmodjo (2011), pendidikan dapat

    mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola

    hidup terutama dalam memotivasi sikap untuk berperan serta dalam

    pembangunan. Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin

    mudah menerima informasi.

    2) Pekerjaan

    Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003) dalam Wawan

    (2010), pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk

    menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah

    sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah

    yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja

    umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu

    akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga (Wawan, 2010)

    3) Umur

    Menurut Elizabeth BH yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah umur

    individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun.

    Sedangkan menurut Hurlock (1998) yang dikutip oleh Wawan (2010)

  • 11

    11

    semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan

    lebih matang dalam berfikir dan bekerja.

    b. Faktor eksternal

    1) Lingkungan

    Menurut Ann. Mariner yang dikutip dari Nursalam (2003) dalam Wawan

    (2010), lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar

    manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan

    perilaku orang atau kelompok.

    2) Sosial Budaya

    Sistem social budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari

    sikap dalam menerima informasi.

    2.1.1.5. Cara pengukuran pengetahuan

    Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

    yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek peneliti atau

    responden. Kedalam pengetahuan yang ingin kita ketahui dapat kita ukur dan

    dapat disesuaikan dengan tingkatan tersebut diatas (Notoatmodjo, 2007).

    2.1.2.Sikap

    2.1.2.1 Definisi sikap

    Thrustone & Chave (1990) dalam Wawan (2010), mengemukakan bahwa

    sikap adalah keseluruhan dari kecenderungan dan perasaan, curiga atau bias,

    asumsi-asumsi, ide-ide, ketakutan-ketakutan, tantangan-tantangan dan keyakinan-

    keyakinan manusia mengenai topik tertentu. Pendapat ini berbeda dengan

    Thomas & Znaniecki (1920) dalam Wawan (2010), yang berpendapat bahwa

  • 12

    12

    sikap tidak semata-mata ditentukan oleh aspek internal psikologis individu

    melainkan melibatkan juga nilai-nilai yang dibawa dari kelompoknya.

    Campbel (1950) dalam Wawan (2010), mengemukakan bahwa sikap

    adalah sekumpulan respon yang konsisten terhadap objek sosial. Penekanan

    konsistensi respon ini memberikan muatan emosional pada definisi yang

    dikemukakan. Sikap tidak hanya kecenderungan merespon yang diperoleh dari

    pengalaman tetapi sikap respon tersebut harus konsisten. Pengalaman memberikan

    kesempatan bagi incividu untuk belajar.

    Sikap adalah cara menempatkan atau membawa diri, atau cara merasakan,

    jalan pikiran dan perilaku. Sikap adalah kondisi mental yang kompleks yang

    melibatkan keyakinan dan perasaan, serta disposisi untuk bertindak dengan cara

    tertentu.

    2.1.2.2 Komponen sikap

    Struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang :

    Komponen kognitif, merupakan representasi apa yang dipercayai oleh

    individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan yang dimiliki

    individu mengenai sesuatu.

    Komponen afektif, merupakan perasaan yang menyangkut aspek

    emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai

    komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-

    pengaruh yang mungkin mengubah sikap seseorang.

    Komponen konatif, merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu

    sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi tendensi atau

  • 13

    13

    kecenderungan untuk bertindak terhadap sesuatu dengan cara tertentu (Wawan,

    2010).

    2.1.2.3 Tingkatan sikap

    Seperti halnya pengetahuan, sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan

    (Notoatmodjo, 2007) :

    a. Menerima (receiving) diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

    memperhatikan stimulus yang yang diberikan (objek).

    b. Merespon (responding) adalah memberikan jawaban apabila ditanya,

    mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi

    dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau

    mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau

    salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

    c. Menghargai (valuing) adalah mengajak orang lain untuk mengerjakan dan

    mendiskusikan suatu masakah adalah indikasi dari sikap tingkat tiga.

    d. Bertanggung jawab (responsible) atas segala sesuatu dengan segala resiko

    merupakan sikap yang paling tinggi.

    2.1.2.4 Sifat sikap

    Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif; Sikap

    positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan

    objek tertentu.sedangkan sikap negatif, terdapat kecenderungan untuk menjauhi,

    menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu (Wawan, 2010).

    2.1.2.5 Ciri-ciri sikap

    Sikap memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Wawan, 2010) :

  • 14

    14

    Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari

    sepanjang perkembangan individu dalam hubungan dengan objek sikap, sikap

    dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat berubah pada

    orang-orang bila terdapat keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah

    sikap pada orang lain, sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai

    hubungan tertentu terhadap suatu objek, objek sikap merupakan suatu hal tertentu,

    tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut, sikap mempunyai

    segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, yaitu sifat alamiah yang membedakan

    sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan yang dimiliki seseorang.

    2.1.2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

    Pengalaman pribadi, merupakan apa yang telah dan sedang kita alami akan

    ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial

    dan tanggapan akan menjadi salah-satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat

    mempunyai tangapan dan penghayatan seseorang harus mempunyai pengalaman

    yang berkaitan denga objek psikologis, apakah penghayatan itu kemudian akan

    membentuk sikap positif ataukah negatif.

    Pengaruh orang lain yang dianggap penting merupakan salah-satu diantara

    komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap, seseorang yang diharapakan

    akan menjadi persetujuan pada setiap gerak dan tingkah laku serta akan

    memberikan pendapat pada kita adalah seseorang yang berarti khusus bagi kita.

    Pengaruh kebudayaan dimana kita hidup dan di besarkan mempunyai

    pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila kita hidup dalam

    budaya yang mempunyai norma longgar bagi pergaulan, sangat mungkin kita

    akan mempunyai sikap yang mendukung terhadap masalah kebebasan pergaulan.

  • 15

    15

    Apabila kita hidup dalam budaya sosial yang sangat mengutamakan kehidupan

    berkelompok, maka sangat mungkin kita akan mempunyai sikap negatif terhadap

    kehidupan individualisme yang mengutamakan kepentingan perorangan.

    Media masa sebagai sarana komunikasi terhadap berbagai bentuk media

    masa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah mempunyai pengaruh besar

    dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Walaupun pengaruh media

    masa tidaklah sebesar pengaruh interaksi individu secara langsung, namun dalam

    pembentukan sikap, peran media masa tidak kecil artinya. Karena itulah, salah-

    satu bentuk informasi sugestif dalam media masa.

    Lembaga pendidikan dan lembaga agama, merupakan suatu sistem yang

    mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakan

    dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu, pahaman akan baik dan

    buruk garis pemisah antara sesuatu yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh

    dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran

    ajaranya.

    Pengaruh faktor emosi, tidak semua sikap ditentukan oleh situasi

    lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang, Kadang-kadang suatu bentuk

    sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai

    semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

    Sikap demikan dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu

    frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten

    dan bertahan lama. Suatu contoh sikap yang didasari oleh faktor emosional adalah

    prasangka, Prasangka seringkali merupakan bentuk sikap negatif yang didasari

  • 16

    16

    oleh kelainan kepribadian pada orang-orang yang frustasi (Azwar, 2005 dalam

    Wawan 2010).

    2.1.2.7 Cara mengukur sikap

    Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.

    Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat/pernyataan responden

    terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-

    pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden melalui kuesioner

    (Notoatmodjo, 2007).

    Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap

    seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang menyatakan sesuatu

    mengenai objek sikap yang hendak diungkap. Pernyataan sikap mungkin berisi

    atau mengatakan hal-hal yang positif mengenai objek sikap, yaitu kalimatnya

    bersifat mendukung atau memihak pada objek sikap. Pernyataan ini disebut

    dengan pernyataan yang favorable. Sebaliknya pernyataan sikap mungkin pula

    berisi hal-hal negatif mengenai objek sikap yang bersifat tidak mendukung

    maupun kontra terhadap objek sikap. Pernyataan seperti ini disebut dengan

    pernyataan tidak favorable. Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar

    terdiri atas pernyataan favorable dan tidak vaforable dalam jumlah yang seimbang

    (Wawan, 2010).

    2.1.2.8 Skala pengukuran sikap

    Skala Thrustone merupakan metode ini mencoba menempatkan sikap

    seseorang pada rentangan kontinum dari yang sangat unfavorable hingga sangat

    favorable terhadap suatu objek sikap. Caranya dengan memberikan orang tersebut

  • 17

    17

    sejumlah aitem sikap yang telah ditentukan derajad favorabilitasnya (Wawan,

    2010).

    Untuk menghitung nilai skala dengan memilih pertanyaan sikap, pembuat

    skala perlu membuat sampel pertanyaan sikap sekitar 100 buah atau lebih.

    Pertanyaan-pertanyaan ini kemudian diberikan kepada seorang penilai. Penilai ini

    bertugas untuk menentukan derajat favorabilitasnya masing-masing pertanyaan.

    Favorabilitas penilai itu diekspresikan melalui titik skala yang memiliki rentang

    1-11. Sangat tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Sangat setuju.

    Likert (1932) dalam Wawan (2010), mengajukan metodenya sebagai

    alternatif yang lebih sederhana dibandingkan dengan skala thrustone. Dalam

    metode likert, masing-masing responden diminta melakukan egreement atau

    disegreement untuk masing-masing aitem dalam skala yang terdiri dari 5 point

    (Sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju). Untuk

    pernyataan yang favorable nilai skala diubah menjadi angka yaitu sangat setuju

    nilainya 5, setuju 4, ragu-ragu 3, tidak setuju 2 dan sangat tidak setuju 1.

    Sebaliknya untuk pernyataan tidak favorable sangat setuju nilainya 1, setuju

    nilainya 2, ragu-ragu 3, tidak setuju 4 dan sangat tidak setuju 5 (Wawan, 2010).

    2.1.3. Tindakan

    Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt

    behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan

    faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah

    fasilitas. Di samping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support)

  • 18

    18

    dari pihak lain, misalnya dari keluarga. Menurut Notoatmodjo (2007) tindakan

    atau praktik mempunyai beberapa tindakan :

    1. Persepsi (Perception)

    Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan

    diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

    Misalnya seorang ibu dapat memilih makanan yang bergizi tinggi bagi anak

    balitanya.

    2. Respon terpimpin (guided response)

    Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan

    contoh adalah indikator praktik tingkat dua. Misalnya seseorang ibu dapat

    memasak sayur dengan benar, mulai dari cara mencuci dan memotongnya,

    lamanya memasak, menutup pancinya, dan sebagainya.

    3. Mekanisme (mecanisme)

    Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara

    otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai

    praktik tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang sudah mengimunisasikan

    bayinya pada umur-umur tertentu, tanpa menunggu perintah atau ajakan orang

    lain.

    4. Adaptasi

    Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan

    baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi

    kebenaran tindakan tersebut. Misalnya seorang ibu dapat memilih dan

    memasak makanan yang bergizi tinggi berdasarkan bahan-bahan yang murah

    dan sederhana.

  • 19

    19

    Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tindak langsung yakni dengan

    wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari,

    atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung

    yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo,

    2007).

    2.2. Kecelakaan Kerja

    2.2.1 Definisi

    Kecelakaan didefinisikan sebagai suatu kejadian yang tak terduga, semula

    tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas

    dan dapat menimbulkan kerugian baik bagi manusia dan atau harta benda,

    Sedangkan kecelakaan kerja adalah kejadian yang tak terduga dan tidak

    diharapkan dan tidak terencana yang mengakibatkan luka, sakit, kerugian baik

    pada manusia, barang maupun lingkungan. Sedangkan menurut Undang-Undang

    No. 3 tahun 1992 Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung

    dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja,

    demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah

    menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar

    dilalui (Silaban, 2012).

    Undang-Undang RI No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan menyebutkan

    tentang kesehatan kerja diantaranya :

  • 20

    20

    Pasal 164

    1. Upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup

    sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang

    diakibatkan oleh pekerjaan.

    2. Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi

    pekerja di sektor formal dan informal.

    3. Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi

    setiap orang selain pekerja yang berada di lingkungan tempat kerja.

    4. Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

    berlaku juga bagi kesehatan pada lingkungan tentara nasional Indonesia

    baik darat, laut, maupun udara serta kepolisian Republik Indonesia.

    5. Pemerintah menetapkan standar kesehatan kerja sebagaimana dimaksud

    pada ayat (1) dan ayat (2).

    6. Pengelola tempat kerja wajib menaati standar kesehatan kerja sebagaimana

    dimaksud pada ayat (5) dan menjamin lingkungan kerja yang sehat serta

    bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan kerja.

    7. Pengelola tempat kerja wajib bertanggung jawab atas kecelakaan kerja

    yang terjadi di lingkungan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan

    perundang-undangan.

    Pasal 165

    1. Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan

    melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi

    tenaga kerja.

  • 21

    21

    2. Pekerja wajib menciptakan dan menjaga kesehatan tempat kerja yang sehat

    dan menaati peraturan yang berlaku di tempat kerja.

    3. Dalam penyeleksian pemilihan calon pegawai pada perusahaan/instansi,

    hasil pemeriksaan kesehatan secara fisik dan mental digunakan sebagai

    bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

    4. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)

    dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Pasal 166

    1. Majikan atau pengusaha wajib menjamin kesehatan pekerja melalui upaya

    pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan serta wajib

    menanggung seluruh biaya pemeliharaan kesehatan pekerja.

    2. Majikan atau pengusaha menanggung biaya atas gangguan kesehatan

    akibat kerja yang diderita oleh pekerja sesuai dengan peraturan perundang-

    undangan.

    3. Pemerintah memberikan dorongan dan bantuan untuk perlindungan

    pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

    Disamping itu, dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 13 Tahun

    2003 tentang Ketenagakerjaan pada pasal 86 disebutkan juga bahwa :

    1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :

    a. keselamatan dan kesehatan kerja;

    b. moral dan kesusilaan; dan

    c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai

    agama.

  • 22

    22

    2. Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas

    kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.

    3. Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan

    sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

    Pasal 87 menyebutkan bahwa :

    1. Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan

    kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.

    2. Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan

    kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan

    Pemerintah.

    2.2.2 Penyebab kecelakaan kerja

    Kecelakaan tidak begitu saja terjadi, melainkan ada penyebabnya

    (accidents don’t just happen, they are caused). Ada beberapa teori yang

    berkembang untuk menjelaskan terjadinya kecelakaan ini. Salah satu yang

    ternama adalah yang diusulkan oleh H.W. Heinrich dengan teorinya yang dikenal

    sebagai Teori Domino Heinrich (Silaban, 2012).

    Dalam Teori Domino Heinrich, kecelakaan terdiri atas lima faktor yang

    saling berhubungan:

    1. Kondisi kerja

    Yang termasuk kedalam factor ini adalah faktor keturunan dan pengaruh

    lingkungan seperti ; keras kepala/berwatak keras, gugup, phobia/penakut,

    acuh tak acuh, egois, iri hati, tidak sabar, mudah tersinggung/sangat

    sensitive, pemarah, tidak dapat berkonsentrasi, mental tidak dewasa, tidak

  • 23

    23

    loyal, tidak mau bekerja sama, suka melamun, tidak mau menerima

    pendapat orang lain, dan tidak toleran

    2. Kelalaian manusia

    Merupakan rangkaian dari faktor keturunan dan lingkungan yang menjurus

    pada tindakan yang salah dalam melakukan pekerjaan (berdiri di bawah

    Derek/crane, menghidupkan mesin tiba-tiba, memindahkan perisai

    pencegah kecelakaan, penerangan tidak sesuai, menjalankan kendaraan

    kecepatan tinggi, dan lain-lain) ada beberapa keadaan yang menyebabkan

    seseorang mengadakan kesalahan-kesalanan :

    a. Pendidikan rendah

    b. Pengetahuan rendah

    c. Keterampilan rendah

    d. Tidak memenuhi syarat secara fisik

    e. Keadaan mesin atau lingkungan tidak memenuhi syarat

    3. Tindakan tidak aman

    Tindakan berbahaya yang memudahkan terjadinya rangkaian berikutnya,

    seperti :

    a. Mengerjakan pekerjaan yang bukan tugasnya

    b. Membuat alat pengaman yang bukan tugasnya

    c. Menjalankan mesin dengan kecepatan yang membahayakan

    d. Kurang pengetahuan dan keterampilan

    e. Tidak memakai alat pelindung diri

    f. Mengabaikan tanda bahaya

    g. Bekerja sambil bercanda

  • 24

    24

    h. Memakai peralatan rusak

    i. Dan lain-lain

    4. Kecelakaan

    Terjadinya kecelakaan yang menimpa pekerja dan umumnya disertai oleh

    berbagai kerugian.

    5. Cedera.

    Kecelakaan mengakibatkan cedera (luka ringan, luka berat), cacat dan

    bahkan kematian.

    Kelima faktor ini tersusun layaknya kartu domino yang diberdirikan. Jika

    satu kartu jatuh, maka kartu ini akan menimpa kartu lain hingga kelimanya akan

    roboh secara bersama. Ilustrasi ini mirip dengan efek domino yang telah kita kenal

    sebelumnya, jika satu bangunan roboh, kejadian ini akan memicu peristiwa

    beruntun yang menyebabkan robohnya bangunan lain.

    Gambar 2.1 Teori Domino Heinrich

    Menurut Heinrich, kunci untuk mencegah kecelakaan adalah dengan

    menghilangkan tindakan tidak aman sebagai poin ketiga dari lima faktor penyebab

    Kondisikerja

    CederaKecelakaan

    Tindakantidak aman

    Kelalaianmanusia

  • 25

    25

    kecelakaan. Menurut penelitian yang dilakukannya, tindakan tidak aman ini

    menyumbang 98% penyebab kecelakaan.

    Kemudian bagaimana penjelasan dengan menghilangkan tindakan tidak

    aman ini dapat mencegah kecelakaan. Kembali ke analogi kartu domino tadi, jika

    kartu nomor 3 tidak ada lagi, seandainya kartu nomor 1 dan 2 jatuh, ini tidak akan

    menyebabkan jatuhnya semua kartu.

    Dengan adanya gap/jarak antara kartu kedua dengan kartu keempat, pun

    jika kartu kedua terjatuh, ini tidak akan sampai menimpa kartu nomer 4.

    Akhirnya, kecelakaan (poin 4) dan cedera (poin 5) dapat dicegah. Dengan

    penjelasannya ini, Teori Domino Heinrich menjadi teori ilmiah pertama yang

    menjelaskan terjadinya kecelakaan kerja. Kecelakaan tidak lagi dianggap sebagai

    sekedar nasib sial atau karena peristiwa kebetulan (Silaban, 2012).

    2.3. Alat Pelindung Diri

    2.3.1 Definisi

    APD (Alat Pelindung diri) adalah seperangkat alat yang digunakan oleh

    tenaga kerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari adanya

    kemungkinan potensi bahaya atau kecelakaan kerja. Secara teknis APD tidaklah

    secara sempurna dapat melindungi tubuh tetapi akan dapat meminimaliasi tingkat

    keparahan kecelakaan atau keluhan / penyakit yang terjadi. Dengan kata lain,

    meskipun telah menggunakan APD upaya pencegahan kecelakaan kerja secara

    teknis, teknologis yang paling utama.

    Alat Pelindung diri (APD) adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan

    untuk melindungi seseorang dalam pekerjaan yang fungsinya mengisolasi tubuh

  • 26

    26

    tenaga kerja dari bahaya di tempat kerja. APD dipakai apabila usaha rekayasa

    (engineering) dan cara kerja yang aman (work praktis) telah maksimum (Silaban,

    2012).

    2.3.2 Persyaratan dan masalah APD

    APD perlu sebelumnya dipilih secara hati-hati agar dapat memenuhi

    ketentuan yang disyaratkan, yaitu :

    1. Memberikan perlindungan yang cukup terhadap bahaya yang dihadapi

    tenaga kerja

    2. Beratnya seringan mungkin dan tidak menyebabkan rasa ketidaknyamanan

    3. Dapat dipakai secara fleksibel (enak dipakai)

    4. Bentuknya cukup menarik

    5. Tahun untuk pemakaian yang lama

    6. Tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya

    7. Memenuhi standar yang ditentukan

    8. Tidak membatasi gerakan

    9. Suku cadang mudah didapat untuk pemeliharaannya

    2.3.3 Landasan hukum tentang APD

    Peraturan perundang-undangan tentang APD berupa kewajiban

    pengurus/perusahaan dan hak tenaga kerja telah ditetapkan dalam :

    1. UU RI No.1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja pada :

    a. Pasal 9 ayat 1, Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada

    tiap tenaga kerja baru tentang :

  • 27

    27

    1) Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam

    tempat kerjanya

    2) Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam

    tempat kerjanya

    3) Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.

    b. Pasal 12, Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak

    tenaga kerja untuk :

    1) Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan

    1) Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan

    kesehatan kerja yang diwajibkan.

    c. Pasal 14 sub c, yaitu Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat

    perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah

    pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki

    tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan

    menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.

    2. Peraturan Menteri Kesehatan RI No : Per 01/Men/1981 tentang kewajiban

    melaporkan penyakit akibat kerja :

    a. Pasal 4 ayat 3 yaitu :Pengurus wajib menyediakan secara cuma-cuma

    semua alat perlindungan diri yang diwajibkan penggunaannya oleh tenaga

    kerja yang berada di bawah pimpinannya untuk pencegahan penyakit

    akibat kerja.

    b. Pasal 5 ayat 2 yaitu, Tenaga kerja harus memakai alat-alat perlindungan

    diri yang diwajibkan untuk pencegahan penyakit akibat kerja.

  • 28

    28

    3. Peraturan Menteri Kesehatan RI No: Per 08/men/2010 tentang Alat Pelindung

    Diri pada :

    a. Pasal 2

    1) Pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja/buruh di tempat

    kerja

    2) APD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan Standar

    Nasional Indonesia (SNI) atau standar yang berlaku.

    3) APD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diberikan oleh

    pengusaha secara cuma-cuma.

    b. Pasal 4

    1) APD wajib digunakan ditempat kerja di mana :

    a) dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat

    perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya yang dapat

    menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan

    b) dibuat, diolah, dipakai dipergunakan, diperdagangkan, diangkut

    atau disimpan bahan atau barang yang dapat meledak, mudah

    terbakar, korosif, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi

    atau bersuhu rendah

    c) dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau

    pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk

    bangunan perairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan

    sebagainya atau dimana dilakukan pekerjaan persiapan

  • 29

    29

    d) dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan,

    pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya,

    peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan

    e) dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan batu-batuan, gas,

    minyak, panas bumi, atau mineral lainnya, baik di permukaan, di

    dalam bumi maupun di dasar perairan.

    f) dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di

    daratan, melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun

    di udara

    g) dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga,

    dok, stasiun, bandar udara dan gudang

    h) dilakukan penyelaman , pengambilan benda dan pekerjaan lain di

    dalam air

    i) dilakukan pekerjaan pada ketinggian di atas permukaan tanah atau

    perairan

    j) dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi

    atau rendah

    k) dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah,

    kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok,

    hanyut atau terpelanting

    l) dilakukan pekerjaan dalam ruang terbatas tangki, sumur atau

    lubang

    m) terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap,

    gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran

  • 30

    30

    n) dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah

    o) dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan telekomunikasi

    radio, radar, televisi, atau telepon

    p) dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau

    riset yang menggunakan alat teknis

    q) dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan

    atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air; dan

    r) diselenggarakan rekreasi yang memakai peralatan, instalasi listrik

    atau mekanik

    c. pasal 5 :

    Pengusaha atau Pengurus wajib mengumumkan secara tertulis dan

    memasang rambu-rambu mengenai kewajiban penggunaan APD di tempat

    kerja

    d. Pasal 6 :

    1) Pekerja/buruh dan orang lain yang memasuki tempat kerja wajib

    memakai atau menggunakan APD sesuai dengan potensi bahaya dan

    risiko

    2) Pekerja/buruh berhak menyatakan keberatan untuk melakukan

    pekerjaan apabila APD yang disediakan tidak memenuhi ketentuan dan

    persyaratan.

    e. Pasal 7 :

    1) Pengusaha atau Pengurus wajib melaksanakan manajemen APD di

    tempat kerja

    2) Manajemen APD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :

  • 31

    31

    a) identifikasi kebutuhan dan syarat APD

    b) pemilihan APD yang sesuai dengan jenis bahaya dan

    kebutuhan/kenyamanan pekerja/buruh

    c) pelatihan

    d) penggunaan, perawatan, dan penyimpanan

    e) penatalaksanaan pembuangan atau pemusnahan

    f) pembinaan

    g) inspeksi; dan

    h) evaluasi dan pelaporan.

    2.3.4 Jenis Alat Pelindung Diri

    Adapun jenis-jenis Alat Pelindung diri yang digunakan yaitu :

    1. Alat pelindung kepala

    a. Topi pengaman (safety helmet), untuk melindungi kepala dari benturan

    atau pukulan benda-benda

    b. Topi / Tudung, untuk melindungi kepala dari api, uap, debu, kondisi

    iklim yang buruk.

    c. Tutup kepala, untuk melindungi kebersihan kepala dan rambut

    2. Alat pelindung telinga

    a. Sumbat telinga (ear plug)

    b. Tutup telinga (ear muff)

    c. Alat pelindung muka dan mata (face shield)

    d. Kaca mata biasa

    e. Goggles

  • 32

    32

    3. Alat perlindungan pernafasan

    a. Respirator yang sifatnya memurnikan udara

    b. Respirator yang dihubungkan dengan supply udara bersih

    c. Respirator dengan supply oksigen

    d. Pakaian kerja

    Pakaian kerja khusus untuk pekerjaan dengan sumber – sumber bahaya

    tertentu seperti :

    1) Terhadap radiasi panas

    2) Terhadap radiasi mengion

    3) Terhadap cairan dan bahan – bahan kimia

    Pakaian pelindung dipakai pada tempat kerja tertentu misalnya Apron

    (penutup / menahan radiasi), yang berfungsi untuk menutupi sebagian atau

    seluruh badan dari panas, percikan api, pada suhu dingin, cairan kimia, oli,

    dari gas berbahaya atau beracun, serta dari sinar radiasi.

    4. Tali / sabuk Pengaman

    Berguna untuk melindungi tubuh dari kemungkinan terjatuh, biasanya

    digunakan pada pekerjaan konstruksi dan memanjat serta tempat tertutup

    atau boiler

    5. Sarung Tangan

    Fungsinya melindungi tangan dan jari – jari dari api, panas, dingin, radiasi,

    listrik, bahan kimia, benturan dan pukulan, lecet dan infeksi.

    6. Pelindung kaki

    Fungsinya untuk melidungi kaki dari tertimpah benda – benda berat,

    terbakar karena logam cair, bahan kimia, tergelincir, tertusuk.

  • 33

    33

    Secara lebih spesifik, alat pelindung diri (APD) yang digunakan oleh

    pekerja pada PT. Socfindo perkebunan seunagan diantaranya adalah :

    1. Bagi pemotong buah

    a. Helm

    b. Kaca mata

    c. Sarung tangan

    d. Baju lengan panjang

    e. Sepatu Boot

    2. Bagi pembersih piringan kelapa sawit

    a. Topi/penutup kepala

    b. Sepato boot

    c. Baju lengan panjang

    d. Sarung tangan

    e. Kaca mata

    3. Bagi penyemprot pestisida

    a. Topi/penutup kepala

    b. Kaca mata

    c. Masker

    d. Sepato boot

    f. Baju lengan panjang

    g. Sarung tangan

  • 34

    34

    2.4. PT Socfindo

    PT. Socfin Indonesia berdasarkan akta pendiriannya berkedudukan di

    Medan, Jl. K.L. Yos Sudarso No.106, PO BOX 1254, Medan - 20115, merupakan

    perusahaan agribisnis yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit dan karet,

    serta produksi benih unggul kelapa sawit.

    PT. Socfin Indonesia menghasilkan 3 jenis komoditi utama, yaitu kelapa

    sawit, karet, dan benih kelapa sawit. PT. Socfin Indonesia didirikan pada tanggal

    7 Desember 1930 dengan nama Socfin Medan S.A. Pada tahun 1965, PT. Socfin

    Indonesia dialihkan di bawah pengawasan pemerintah Indonesia berdasarkan

    penetapan Presiden No. 6 Tahun 1965.

    Pada tahun 1968, PT. Socfin Indonesia menjadi perusahaan patungan

    antara Plantation Nord Sumatra S.A. - Belgia (pemilik saham Socfin) dengan

    pemerintah R.I dengan nama PT. Socfin Indonesia (Socfindo), berdasarkan UU

    penanaman modal asing No. 01/1967 dengan perbandingan kepemilikan 60%

    saham Plantation Nord Sumatra dan 40% saham pemerintah Republik Indonesia.

    Pada tanggal 13 Desember 2001, sejalan dengan privatisasi beberapa BUMN oleh

    pemerintah R.I., telah terjadi perubahan kepemilikan saham Socfindo menjadi

    90% saham Plantation Nord Sumatra dan 10% saham pemerintah R.I. di bawah

    kementerian BUMN.

    Saat ini, PT. Socfin Indonesia memiliki tiga unit bisnis utama yaitu

    sebagai produsen minyak kelapa sawit dan karet, serta produsen benih kelapa

    sawit unggul. Dalam pengelolaan ketiga bisnis utama tersebut, PT. Socfin

    Indonesia telah menerapkan standar dan kualitas yang tinggi melalui aplikasi ISO

  • 35

    35

    9001:2008, ISO 14001:2007, OHSAS 18001:2007 dan juga sebagai anggota dari

    RSPO.

    2.5. Landasan Teori

    Menurut Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007) perilaku merupakan

    respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (ransangan dari luar). Oleh karena

    itu perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan

    kemudian organisme merespon stimulus tersebut.

    Menurut Undang-Undang No.13 tahun 1992 Kecelakaan kerja adalah

    kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit

    yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam

    perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah

    melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui. Dalam Teori Domino Heinrich,

    kecelakaan terdiri atas lima faktor yang saling berhubungan yaitu kondisi kerja,

    kelalaian manusia, tindakan tidak aman, kecelakaan, cedera (Silaban, 2012)

    Alat Pelindung diri (APD) adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan

    untuk melindungi seseorang dalam pekerjaan yang fungsinya mengisolasi tubuh

    tenaga kerja dari bahaya di tempat kerja. APD dipakai apabila usaha rekayasa

    (engineering) dan cara kerja yang aman (work praktis) telah maksimum (Silaban,

    2012).

    2.6 Kerangka Konsep

    Salah satu penyebab kecelakaan kerja adalah tidak menggunakan alat

    pelindung diri selama bekerja (Teori Domino Oleh Heinrich) dalam Silaban

    (2012).

  • 36

    36

    Variabel Independen Variabel Dependen

    Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

    Perilaku PemakaianAPD

    1. Pengetahuan2. Sikap3. Tindakan

    Kecelakaan Kerja

  • 376

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

    Jenis penelitian adalah deskriptif dengan desain survey cross sectional artinya

    penelitian ini dilakukan terhadap beberapa populasi yang diamati pada waktu yang

    sama. Survey cross sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika

    korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek dengan cara pendekatan observasi atau

    pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo, 2010). Dalam hal ini untuk

    mengetahui Perilaku Pemakaian APD Pada Kecelakaan Pekerja di PT Socfindo

    Perkebunan Seunagan Kabupaten Nagan Raya Tahun 2013.

    3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2013 dan tempat penelitian di

    lakukan di PT Socfindo Perkebunan Seunagan Kabupaten Nagan Raya, dengan

    pertimbangan bahwa rendahnya kesadaran pekerja dalam memakai APD.

    3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

    3.3.1. Populasi

    Populasi dalam penelitian ini adalah semua karyawan PT Socfindo Perkebunan

    Seunagan Kabupaten Nagan Raya yang berjumlah 941 orang, terdiri dari 312 orang

    penyemprot, 387 orang pemotong buah, 215 orang pembersih piringan. Selebihnya

    adalah karyawan yang bekerja dalam pabrik.

    3.3.2. Sampel

    Sampel adalah karyawan PT Socfindo. Untuk menentukan jumlah sampel

    menggunakan rumus Slovin :

  • 38

    n = Besar sampel

    Z 1-α/2 = Nilai Z tabel pada derajat kemaknaan 95% (α = 0,05) : 1,96

    P = Proporsi kejadian (ditetapkan 10%)

    d = Derajat penyimpangan terhadap populasi (0,05)

    Jumlah sampel ditentukan sebanyak 71 orang

    Teknik pengambilan sampel menggunakan proporsional random sampling,

    yaitu melakukan pengambilan sampel secara acak sesuai proporsi dari masing-masing

    jenis pekerjaan. Adapun yang menjadi kriteria inklusi adalah terdaftar sebagai karyawan

    PT. Socfindo, bersedia menjadi responden. Sedangkan kriteria eksklusi tidak terdaftar

    sebagai karyawan di PT. Socfindo

    3.4. Metode Pengumpulan Data

    3.4.1. Data primer

    Data primer merupakan data yang bersumber langsung dari responden. Untuk

    memperoleh informasi dari responden peneliti menggunakan alat pengumpul

    data berupa kuesioner yang di susun sendiri oleh peneliti yang terdiri dari 3

    bagian yaitu kuesioner tentang perilaku karyawan dalam pemakaian APD

    Z 1-α/2 P (1-P)n =

    d2

    1,96 . 0,10 (1-0,10)n =

    0,052

    n = 70,56 71

  • 39

    3.4.2. Data sekunder

    Data sekunder merupakan data pendukung yang bersumber dari selain

    responden. Data ini dapat bersumber dari PT Socfindo Nagan Raya.

    3.5. Definisi Operasional Variabel

    Tabel 3.1. Definisi operasional variabel

    No Variabel KeteranganVariabel Independen1 Pengetahuan Definisi

    Cara ukurAlat ukurHasil Ukur

    Skala Ukur

    Segala sesuatu yang diketahui oleh pekerjatentang alat pelindung diri (APD) dalammelaksanakan pekerjaanWawancaraKuesioner1. Baik2. Cukup3. KurangOrdinal

    2 Sikap Definisi

    Cara ukurAlat ukurHasil Ukur

    Skala Ukur

    pendapat dan persetujuan karyawan PT SocfindoPerkebunan Seunagan Kabupaten Nagan Rayatentang pemakaian alat pelindung diri (APD)WawancaraKuesioner1. Baik2. Cukup3. KurangOrdinal

    3 Tindakan Definisi

    Cara ukurAlat ukurHasil Ukur

    Skala Ukur

    Penggunaan alat pelindung diri oleh karyawan PTSocfindo Perkebunan Seunagan KabupatenNagan Raya.ObservasiChecklist1. Baik2. Cukup3. KurangOrdinal

    Variabel Dependen1 Kecelakaan kerja Definisi

    Cara ukurAlat ukurHasil Ukur

    Skala Ukur

    Segala bentuk kecelakaan akibat kerja yangterjadi pada pekerja di PT Socfindo PerkebunanSeunagan Kabupaten Nagan Raya.WawancaraKuesioner1.Ya2. TidakNominal

  • 40

    3.6. Aspek Pengukuran Variabel

    Untuk pengukuran variabel pengetahuan terdiri dari 10 pertanyaan tertutup

    dengan 2 kemungkinan jawaban yaitu “ya”, dan “tidak”. Untuk jawaban “benar” diberi

    skor 1, dan “salah” skornya 0. Nilai tertinggi yang diperoleh adalah 10 dan nilai

    terendah adalah 0. Untuk menentukan kategori digunakan rumus (Arikunto, 2006).

    Baik : 8-10

    Cukup : 6-7

    Kurang :

  • 41

    Keterangan :

    I : Interval

    H : Tinggi

    L : Rendah

    K : Katagori

    Sehingga didapatkan :

    a. Kategori baik apabila skor yang diperoleh 31-40.

    b. Kategori cukup apabila skor yang diperoleh 21-30.

    c. Kategori kurang apabila skor yang diperoleh 10-20.

    untuk variabel tindakan terdiri dari 6 pertanyaan tertutup dengan 2

    kemungkinan jawaban yaitu “ya”, dan “tidak”. Untuk jawaban “benar” diberi skor 1,

    dan “salah” skornya 0. Untuk menentukan kategori digunakan rumus (Arikunto, 2006).

    Sedangkan untuk variabel tindakan :

    Baik : 5-6

    Cukup : 4

    Kurang :

  • 42

    3.7. Teknik Analisis Data

    Metode statistik untuk analisis data yang digunakan adalah:

    3.7.1. Analisis univariat

    Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

    karateristik setiap variabal penelitian. Dalam analisis univariat hanya menghasilkan

    distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010).

  • 43

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil Penelitian

    4.1.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian

    PT Socfindo Perkebunan Seunagan atau Pabrik Kelapa Sawit (PKS)

    Seunagan adalah salah satu unit PT Socfin Indonesia yang terletak di Wilayah

    Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya dengan jarak 16 Km dari Kota

    Jeuram dimana produksi awalnya dimulai pada tahun 1937. Karyawan PT

    Socfindo Perkebunan Seunagan Kabupaten Nagan Raya yang berjumlah 941

    orang, terdiri dari 312 orang penyemprot, 387 orang pemotong buah, 215 orang

    pembersih piringan. Selebihnya adalah karyawan yang bekerja dalam pabrik.

    Secara Geografis PT. Socfindo memiliki batas-batas wilayah sebagai

    berikut :

    Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Kuala

    Timur : Berbatasan dengan Perkebuanan Seumayam

    Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Kuala Pesisir

    Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Tadu Raya

    4.1.2 Karakteristik responden

    4.1.2.1 Umur

    Pengukuran umur responden dikategorikan menjadi usia dewasa muda

    (20-30 tahun), usia dewasa menengah (31-45 tahun), dan dewasa lanjut (46-60

    tahun) (Hurlock, 2000) untuk lebih terperinci dapat dilihat pada tabel berikut ini:

  • 44

    Tabel 4.1 Distribusi frekwensi responden berdasarkan umur di PTSocfindo Kabupaten Nagan Raya tahun 2013

    No Umur Frekwensi (%)123

    Dewasa Muda (20-30 tahun)Dewasa Menengah (31-45 tahun)Dewasa Lanjut (46-60 tahun)

    24389

    33,8053,5213,68

    Jumlah 71 100,0Sumber : Data primer (diolah 2013)

    Berdasarkan tabel 4.1. di atas diketahui mayoritas pekerja yang menjadi

    responden di PT Socfindo Kabupaten Nagan Raya berumur dewasa menengah

    (31-45 tahun) yaitu sebanyak 38 orang (53,52%) dari 71 responden yang diteliti.

    4.1.2.2 Jenis Kelamin

    Pengelompokkan jenis kelamin responden dikategorikan menjadi laki-laki

    dan perempuan, untuk lebih terperinci dapat dilihat pada tabel berikut ini:

    Tabel 4.2 Distribusi frekwensi responden berdasarkan Jenis Kelamin diPT Socfindo Kabupaten Nagan Raya tahun 2013

    No Jenis Kelamin Frekwensi (%)12

    Laki-lakiPerempuan

    4130

    57,7442,26

    Jumlah 71 100,0Sumber : Data primer (diolah 2013)

    Berdasarkan tabel 4.2. di atas diketahui mayoritas pekerja yang menjadi

    responden di PT Socfindo Kabupaten Nagan Raya berjenis kelamin laki-laki yaitu

    sebanyak 41 orang (57,74%) dari 71 responden yang diteliti.

    4.1.2.3 Pendidikan

    Pengukuran tingkat pendidikan responden dikategorikan ke dalam jenjang

    SD, SMP dan SMA/sederajat yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

  • 45

    Tabel 4.3 Distribusi frekwensi responden berdasarkan tingkat pendidikandi PT Socfindo Kabupaten Nagan Raya tahun 2013

    No Pendidikan Frekwensi (%)123

    SMASMPSD

    43199

    60,5626,7612,68

    Jumlah 71 100,0Sumber : Data primer (diolah 2013)

    Berdasarkan tabel 4.3. di atas diketahui mayoritas pekerja yang menjadi

    responden di PT Socfindo Kabupaten Nagan Raya berlatar belakang pendidikan

    SMA yaitu sebanyak 43 orang (60,56%) dari 71 responden yang diteliti.

    4.1.2.4 Jenis Pekerjaan

    Pengelompokan jenis pekerjaan responden dikategorikan ke dalam tiga

    kelompok yaitu pemotong buah, penyemprot, dan pembersih piringan yang dapat

    dilihat pada tabel berikut ini:

    Tabel 4.4 Distribusi frekwensi responden berdasarkan jenis pekerjaan diPT Socfindo Kabupaten Nagan Raya tahun 2013

    No Pendidikan Frekwensi (%)123

    Pemotong buahPenyemprotPembersih piringan

    292418

    40,833,825,4

    Jumlah 71 100,0Sumber : Data primer (diolah 2013)

    Berdasarkan tabel 4.4. di atas diketahui mayoritas responden di PT

    Socfindo Kabupaten Nagan Raya bekerja sebagai pemotong buah yaitu sebanyak

    29 orang (40,8%) dari 71 responden yang diteliti.

    4.1.3 Analisa Univariat

    4.1.3.1 Pengetahuan

    Pengukuran variabel pengetahuan responden dikategorikan baik, cukup

    dan kurang seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

  • 46

    Tabel 4.5 Distribusi frekwensi responden berdasarkan pengetahuantentang pemakaian APD di PT Socfindo Kabupaten Nagan Rayatahun 2013

    No Pengetahuan tentang pemakaianAPD

    Frekwensi (%)

    123

    BaikCukupKurang

    40274

    56,3438,035,63

    Jumlah 71 100,0Sumber : Data primer (diolah 2013)

    Berdasarkan tabel 4.5. di atas diketahui pekerja PT Socfindo yang menjadi

    responden di Kabupaten Nagan Raya mayoritas memiliki pengetahuan yang baik

    tentang pemakaian APD yaitu sebanyak 40 orang (56,34%) dari 71 responden

    yang diteliti.

    4.1.3.2 Sikap

    Pengukuran sikap responden dikategorikan baik, cukup dan kurang seperti

    yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

    Tabel 4.6 Distribusi frekwensi responden berdasarkan sikap tentangpemakaian APD di PT Socfindo Kabupaten Nagan Raya tahun2013

    No Sikap tentang pemakaian APD Frekwensi (%)123

    BaikCukupKurang

    16550

    22,5477,460,0

    Jumlah 71 100Sumber : Data primer (diolah 2013)

    Berdasarkan tabel 4.6. di atas diketahui pekerja PT Socfindo yang menjadi

    responden di Kabupaten Nagan Raya mayoritas memiliki sikap pada kategori

    cukup yaitu 55 orang (77,46%) dari 71 orang responden yang diteliti.

  • 47

    4.1.3.3 Tindakan

    Pengukuran tindakan responden dikategorikan baik, cukup dan kurang

    seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

    Tabel 4.7 Distribusi frekwensi responden berdasarkan tindakan tentangpemakaian APD di PT Socfindo Kabupaten Nagan Raya tahun2013

    No Tindakan tentang pemakaian APD Frekwensi (%)123

    BaikCukupKurang

    5957

    7,0512,6780,28

    Jumlah 71 100,0Sumber : Data primer (diolah 2013)

    Berdasarkan tabel 4.7. di atas diketahui mayoritas pekerja yang menjadi

    responden di PT Socfindo Kabupaten Nagan Raya memiliki tindakan yang kurang

    yaitu 57 orang (80,28%) dari 71 orang responden yang diteliti.

    4.1.3.4 Kecelakaan Kerja

    Kejadian kecelakaan kerja yang pernah terjadi pada responden

    dikategorikan ya dan tidak seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

    Tabel 4.8 Distribusi frekwensi responden berdasarkan kejadiankecelakaan kerja di PT Socfindo Kabupaten Nagan Raya tahun2013

    No Tindakan tentang pemakaian APD Frekwensi (%)12

    YaTidak

    1952

    26,7673,24

    Jumlah 71 100,0Sumber : Data primer (diolah 2013)

    Berdasarkan tabel 4.8. di atas diketahui mayoritas pekerja yang menjadi

    responden di PT Socfindo Kabupaten Nagan Raya tidak mengalami kecelakaan

    kerja yaitu 52 orang (73,24%) dari 71 orang responden yang diteliti.

  • 48

    4.2.Pembahasan

    4.2.1. Sejarah PT. Socfindo

    Diawali pada tahun 1909, Societe Financiere des Caouchoucs Medan

    Societe Anonyme (Socfin) didirikan oleh M. Bunge. Pada saat yang bersamaan

    juga, Adrian Hallet mendirikan Plantation Fauconnier & Posth bersama Henry

    Fauconnier. Sementara itu, aktivitas pembukaan dan pembangunan perkebunan

    PT. Socfin Indonesia pertama sekali sudah dimulai pada tahun 1906 di Kebun Sei

    Liput, Aceh Timur, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (sekarang).

    Pada tanggal 7 Desember 1930, berdasarkan akta notaris William Leo

    No.45, nama dan leaglitas PT. Socfin Medan S.A. (Societe Financiere des

    Caoutchoucs Medan Societe Anonyme) resmi digunakan. Berdasarkan akta

    notaris tersebut, PT. Socfin Medan S.A. berkedudukan di Medan dan mengelola

    perkebunan di daerah Sumatera Timur, Aceh Barat, Aceh Selatan dan Aceh

    Timur.

    Perkembangan selanjutnya, berdasarkan penetapan Presiden No.6 tahun

    1965, Keputusan Kabinet Dwikora No.A/D/58/1965, No.SK.100/Men.Perk/1965

    menyatakan bahwa perusahaan perkebunan yang dikelola oleh PT. Socfin Medan

    S.A diletakkan dibawah pengawasan pemerintah, kemudian pada tahun 1966

    diadakan serah terima hak milik perusahaan kepada pemerintah Indonesia atas

    dasar penjualan perkebunan dan harta PT. Socfin Medan S.A.

    Pada tahun 1968, tepatnya tanggal 29 April 1968 dicapai kesepakatan

    antara pemerintah R.I. dengan pemilik saham PT. Socfin Medan S.A, diperkuat

    dengan Surat Keputusan Presiden R.I. No.B.68/PRES/6/1968 tanggal 13 Juni

    1968 dan surat keputusan Menteri Pertanian No.94/Kpts/Op/6/1968 tanggal 17

  • 49

    Juni 1968 yang berisikan patungan antara pemerintah R.I. dengan Perusahaan

    Asal Belgia yaitu Plantation Nord Sumatera Belgia S.A. (PNS) dimana komposisi

    permodalan 40% pemerintah Republik Indonesia dan 60% PNS.

    PNS kemudian memberi nama PT. Socfin Indonesia (SOCFINDO),

    didirikan melalui Akte Notaris Chairil Bahri di Jakarta pada tanggal 21 Juni 1968

    No.23 dan Akte Perubahan No.64 tanggal 12 Mei 1968. Disahkan oleh Menteri

    Kehakiman pada tanggal 3 September 1969 dan diumumkan dalam tambahan

    berita negara RI No.68/69 tanggal 31 Oktober 1969.

    4.2.2. Pengetahuan

    Hasil penelitian terhadap pengetahuan pekerja di PT Socfindo didapatkan

    kebanyakan memiliki pengetahuan yang baik tentang pemakaian APD. Dari hasil

    ini menunjukkan bahwa pekarja sudah mendapatkan informasi yang memadai

    tentang pemakaian APD. Informasi yang diperoleh ini berasal dari interaksi

    pekerja dengan lingkungan, baik lingkungan kerja maupun lingkungan

    masyarakat.

    Di lingkungan kerja sering diingatkan oleh para mandor bahwa penting

    bagi pekerja untuk senantiasa menggunakan alat pelindung diri (APD) agar

    tercegah dari kecelakaan kerja. Lingkungan masyarakatpun sangat mendukung

    karena kebanyakan warga di lokasi penelitian bekerja di PT Socfindo dengan

    berbagai jenis pekerjaan. Dengan adanya interaksi ini akan memudahkan bagi

    pekerja untuk mendapatkan informasi.

  • 50

    Berdasarkan hal ini perlu adanya upaya dari pihak perusahaan untuk terus

    mensosialisasikan tentang pentingnya menggunakan APD dalam melakukan

    pekerjaan.

    4.2.3 Sikap

    Hasil penelitian menunjukkan mayoritas pekerja yang menjadi responden

    di PT Socfindo Kabupaten Nagan Raya memiliki sikap yang berada pada kategori

    cukup.

    Hasil ini menunjukkan kebanyakan pekerja sudah menyadari bahwa

    pemakaian APD dapat mencegah dampak dari kecelakaan kerja. Sikap Ini juga

    didukung oleh pengetahuan dari pekerja itu sendiri. Sikap ini sangat dipengaruhi

    oleh kondisi psikologis seseorang terutama keyakinannya. Seorang pekerja akan

    sangat mendukung penggunaan APD karena ingin menjaga keselamatan diri

    selama bekerja.

    Menurut Notoatmodjo (2011), sikap merupakan reaksi atau respon

    seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek, sehingga

    manifestasi sikap tidak bisa dilihat langsung. Dalam penentuan sikap ini

    pengetahuan, keyakinan, pikiran dan emosi memegang peranan yang penting.

    Oleh karena itu sikap itu tidak muncul dengan sendirinya.

    Berdasarkan hal tersebut, untuk memunculkan sikap yang mendukung

    penggunaan APD di PT Socfindo, para pekerja harus memiliki pengetahuan yang

    baik dan juga memiliki keyakinan bahwa pekerjaan yang dilakukan juga memiliki

    resiko terjadi kecelakaan kerja.

  • 51

    4.2.4 Tindakan

    Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tindakan pekerja dalam pemakaian

    APD di PT Socfindo masih kurang. Tindakan pekerja yang masih kurang baik ini

    erat kaitannya dengan keinginan/dorongan (motivasi) untuk melakukan sesuatu

    yang lebih baik. Walaupun sebagian besar pekerja tidak pernah mengalami

    kecelakaan kerja bukan berarti mereka boleh untuk tidak menggunakan Alat

    Pelindung Diri (APD). Tindakan yang ditunjukkan oleh pekerja ini juga karena

    faktor kebiasaan, dimana sebagian besar pekerja tidak begitu peduli dengan

    keselamatannya selama bekerja.

    Perilaku akan menjadi semakin baik apabila tindakan yang ditunjukkan

    juga baik. Tindakan merupakan wujud dari sikap. Namun sikap tidak otomatis

    menjadi sebuah tindakan yang nyata. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu

    tindakan nyata diperlukan adanya faktor pendukung seperti fasilitas

    (Notoatmodjo, 2011). Oleh karena itu dukungan sangat dibutuhkan untuk

    mengapliskasikan pengetahuan dan sikap.

    Berdasarkan hal ini, supaya tindakan pekerja dapat mendukung

    pencegahan terjadinya kecelakaan kerja harus ada peran aktif dari perusahaan

    untuk mewwajibkan seluruh pekerja menggunakan APD sesuai dengan jenis

    pekerjaannya.

  • 52

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka

    dapat diambil kesimpulan :

    1. Mayoritas pekerja memiliki pengetahuan yang baik tentang pemakaian

    APD yaitu sebanyak 40 orang (56,34%).

    2. Kebanyakan pekerja di PT Socfindo memiliki sikap pada kategori cukup

    yaitu 55 orang (77,46%)

    3. Tindakan pekerja dalam pemakaian APD berada pada kategori kurang

    yaitu 57 orang (80,28%) dari 71 orang responden yang diteliti.

    3.2 Saran

    3.2.1 Disarankan kepada pihak manajemen perusahaan untuk menyediakan dan

    mengawasi pemakaian APD pada pekerja, dan bila perlu memberi sanksi

    yang sesuai bagi pekerja yang tidak menggunakan APD

    3.2.2 Disarankan kepada penelitian selanjutnya untuk meninjau hubungan

    perilaku pekerja dengan kejadian kecelakaan kerja.

    3.2.3 Kepada pekerja disarankan untuk mentaati aturan perusahaan yang berkaitan

    dengan pemakaian alat pelindung diri (APD)

  • 53

    52

  • DAFTAR PUSTAKA

    Achmadi, 2001. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. UI Press Jakarta.

    Arikunto (2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Rineka CiptaJakarta

    Budiono, 2001, Hiperkes dan Keselamatan Kerja. PT. Tri Tunggal. Tata Fajar.Jakarta

    Misrianti, 2011, Gambaran Karakterisitik dan Penggunaan APD dalamMeningkatkan Produksi Kerja pada Unit Produksi Kelapa Sawit Di PTSocfindo Seunagan tahun 2011

    Darmansyah, 2012. Kilas Balik PT Socfindo.

    Depkes 2011. Peraturan Menteri Kesehatan RI No: Per 08/men/2010 tentangAlat Pelindung Diri

    Depkes RI, 2009. Undang-Undang RI No 36 tentang Kesehatan. Jakarta

    Depnaker RI, 2003. Undang-Undang RI No 13 tentang Ketenagakerjaan Jakarta

    Mansur. 2007. Manajemen Resiko Kesehatan di Tempat Kerja.Http:www.alzeinsi.blogspot.com. di Akses tanggal 5 Juni 2013.

    Notoatmodjo, 2010. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta

    ------- ,2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Manusia. Rineka Cipta.Jakarta

    -------, 2011, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Rineka Cipta. Jakarta.

    Prasetyo, 2009. Alat Pendeteksi Kebugaran Pada Atlet. Skripsi . Fakultas Teknik.Universitas Negeri Malang

    Ridwan, 2008. Konsep dan Teori-teori Perilaku dalam Bidang Keselamatan danKesehatan Kerja Departemen K3 FKM UI.

    Silaban, G. 2012. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Prima Jaya Medan.

    Wawan, 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan PerilakuManusia. Nuha Medika Yogyakarta.

    UNIVERSITAS TEUKU UMARBAB IBAB IIBAB IIIBAB VDAFTAR PUSTAKA