ABSTRAK -...

56
Kata kunci : perilaku agresi, anak, teleisi. ABSTRAK Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Maret, 2010 Asih Fitri Hapsary Perilaku Agresi Pada Anak Yang Gemar Menonton Tayangan Kekerasan Di Televisi Saat ini banyak acara televisi yang ada di masyarakat memang membawa berbagai dampak bagi para pemirsa yang menontonnya, salah satu dampak negatif televisi adalah banyaknya tonton an yang menampilkan kekerasan. Adanya tayangan televisi yang menampilkan adegan kekerasan dapat memberikan pengaruh khususnya kepada anak-anak yang gemar menonton acara televisi tersebut . Kekerasan merupakan salah satu yang sering ditayangkan di layar tele visi. Adegan kekerasan ini menyebar dalam berbagai jenis program acara. Apakah itu berita, animasi anak, drama dewasa, drama sinetron, olah raga, reality show. Dimana perilaku kekerasan sebagai pengaruh negatif dalam istilah psikologi disebut agresi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebab -sebab anak gemar menonton tayangan kekerasan, gambaran perilaku agresi pada anak yang gemar menonton tayangan kekerasan di televisi dan juga untuk mengetahui faktor - faktor yang mempengaruhi perilaku agresi pada an ak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Subjek dalam penelitian ini berjumlah satu orang dengan karakteristik anak yang gemar menonton tayangan kekerasan di televisi. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perilaku agresi pada anak yang gemar menonton tayangan kekerasan adalah disebabkan karena merupakan hobi, karena dapat menghibur subjek, kegiatan rutin yang selalu dilakukan setiap hari setelah pulang sekolah, karena seru dan menegangkan, dan orang tua subjek tidak pernah melarang untuk menonton tayangan kekerasan di tv. Gambaran perilaku agresi subjek terdiri dari agresi secara fisik dan verbal. Secara fisik yakni berkelahi; memukul, menendang, mencubit, mengganggu temannya, tidak mengerjakan PR, dan yang termasuk agresi secra verbal yaitu: menghina dengan kata -kata kasar, berteriak, marah- marah, menolak berbicara, dan mendesak orang tua karena hal sepele. Faktor yang paling mempengaruhi subjek berperilak u agresi adalah akibat acara -acara di tv yang beradegan kekerasan dan subjek di cap sebagai anak yang nakal oleh orang tua, kakak, dan teman-temannya baik di rumah maupun di sekolahnya, sehingga membuat subjek merasa menjadi anak yang nakal. Faktor lainnya adalah meniru orang tua, memendam perasan marah, jarang berinteraksi dengan teman sebaya dan lingkungannya, dengan kejam menghadapi kekejaman dan orang tua membiarkan anak berperilaku salah.

Transcript of ABSTRAK -...

Page 1: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

Kata kunci : perilaku agresi, anak, teleisi.

ABSTRAK

Fakultas PsikologiUniversitas Gunadarma

Maret, 2010Asih Fitri HapsaryPerilaku Agresi Pada Anak Yang Gemar Menonton Tayangan Kekerasan DiTelevisi

Saat ini banyak acara televisi yang ada di masyarakat memang membawaberbagai dampak bagi para pemirsa yang menontonnya, salah satu dampak negatiftelevisi adalah banyaknya tontonan yang menampilkan kekerasan. Adanya tayangantelevisi yang menampilkan adegan kekerasan dapat memberikan pengaruh khususnyakepada anak-anak yang gemar menonton acara televisi tersebut . Kekerasan merupakansalah satu yang sering ditayangkan di layar televisi. Adegan kekerasan ini menyebardalam berbagai jenis program acara. Apakah itu berita, animasi anak, drama dewasa,drama sinetron, olah raga, reality show. Dimana perilaku kekerasan sebagai pengaruhnegatif dalam istilah psikologi disebut agresi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebab-sebab anak gemar menontontayangan kekerasan, gambaran perilaku agresi pada anak yang gemar menontontayangan kekerasan di televisi dan juga untuk mengetahui faktor -faktor yangmempengaruhi perilaku agresi pada anak.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Subjek dalampenelitian ini berjumlah satu orang dengan karakteristik anak yang gemar menontontayangan kekerasan di televisi.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perilaku agresi pada anakyang gemar menonton tayangan kekerasan adalah disebabkan karena merupakan hobi,karena dapat menghibur subjek, kegiatan rutin yang selalu dilakukan setiap hari setelahpulang sekolah, karena seru dan menegangkan, dan orang tua subjek tidak pernahmelarang untuk menonton tayangan kekerasan di tv. Gambaran perilaku agresi subjekterdiri dari agresi secara fisik dan verbal. Secara fisik yakni berkelahi; memukul,menendang, mencubit, mengganggu temannya, tidak mengerjakan PR, dan yangtermasuk agresi secra verbal yaitu: menghina dengan kata-kata kasar, berteriak, marah-marah, menolak berbicara, dan mendesak orang tua karena hal sepele. Faktor yangpaling mempengaruhi subjek berperilaku agresi adalah akibat acara-acara di tv yangberadegan kekerasan dan subjek di cap sebagai anak yang nakal oleh orang tua, kakak,dan teman-temannya baik di rumah maupun di sekolahnya, sehingga membuat subjekmerasa menjadi anak yang nakal. Faktor lainnya adalah meniru orang tua, memendamperasan marah, jarang berinteraksi dengan teman sebaya dan lingkungannya, dengankejam menghadapi kekejaman dan orang tua membiarkan anak berperilaku salah.

Page 2: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pesawat televisi adalah sebuah

benda mati yang hampir tidak punya

pengaruh dan arti apa-apa tanpa

sentuhan tangan manusia. Benda ini

menjadi begi tu populer karena

kesanggupannya menerima siaran dari

pemancar yang membawa informasi

audio dan visual. Kedatangannya

disambut sebagai salah satu sarana

hiburan, informasi, pendidikan,

pembelajaran, kebebasan, dan lain-lain.

Namun tidak sedikit yang mengecam

sebagai musuh berbahaya yang

memberikan pengaruh sangat buruk

akibat tayangan yang ditampilkannya

(Mahayoni & Lim, 2007).

Dapat dikatakan saat ini hampir

di setiap rumah mempunyai televisi,

bahkan di satu rumah saat ini ada yang

mempunyai lebih dari satu televisi yang

dapat ditonton secara bebas kapan saja

dan oleh siapa saja para penikmat acara

televisi. Penikmat acara televisi bukan

dari orang dewasa saja, tetapi anak-anak

pun menyukainya. Salah satunya

ditonton oleh anak-anak sekolah dasar,

yang menurut Hurlock (1993) termasuk

dalam periode akhir masa kanak-kanak.

Usianya berlangsung dari usia 6 tahun

sampai sekitar 12 tahun bagi anak

perempuan, dan 13 tahun bagi anak laki-

laki.

Survei Yayasan Kesejahteraan

Anak Indonesia YKAI yang dilakukan

April 2002 pada 5 SD di Jakarta Timur

menunjukkan anak-anak menonton TV

selama 30-35 jam per minggu.

Menonton televisi adalah kegiatan

nomor satu bagi anak-anak selama jam-

jam antara pulang sekolah dan makan

malam. Berdasarkan survei yang

di lakukan atas 1200 anak oleh

Yankelovich Youth Monitor (dalam

Chen, 1996) disebutkan hampir 80

persen anak melaporkan bahwa selama

waktu itu kegiatan mereka terutama

menonton TV. Suatu pengumpulan

pendapat yang dilakukan Newsweek

pada tahun 1992 (dalam Chen, 1996)

mengungkapkan bahwa 49 persen dari

orang-orang yang disurvei menganggap

televisi sebagai pemberi pengaruh

terbesar pada anak-anak, hanya 26

persen responden beranggapan bahwa

pemberi pengaruh terbesar adalah

orangtua, dan 49 persen mengatakan

mereka menganggap hiburan televisi

Page 3: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

memberikan pengaruh negatif pada

anak-anak.

Saat ini banyak acara televisi

yang ada di masyarakat memang

membawa berbagai dampak bagi para

pemirsa yang menontonnya. Diantaranya

dampak positif acara televisi, yaitu yang

apada umumnya dapat mempengaruhi

sikap, pandangan, persepsi, dan perasaan

pada audiens yakni dengan menghipnotis

hingga audiens tersebut dihanyutkan

dalam pertunjukkan televisi. Dennis dan

Mer r i l ( d a la m Wi dod o , 200 8)

menambahkan bahwa dari televisi, orang

dapat belajar banyak tentang informasi

dan memahami tentang dunia dan

b ag a i man a b e r p e r i l a k u d a l a m

masyarakat, antara lain mempelajari

hubungan sosial, nilai-nilai perilaku

sosial dan anti sosial. Sedangkan salah

satu dampak negatif televisi adalah

banyaknya tontonan yang menampilkan

kekerasan. Sears (1991), menyatakan

bahwa meningkatnya proporsi adegan

kekerasan dalam film maupun televisi

melahirkan kekhawat ir an akan

timbulnya pengaruh negatif bagi

penonton. Dimana perilaku kekerasan

sebagai pengaruh negatif dalam istilah

psikologi disebut agresi.

Agresi adalah setiap bentuk

perilaku yang diarahkan untuk merusak

atau melukai orang lain (Baron dan

Byrne, 2004). Sears (1991) meyatakan

bahwa agresi tidak sebatas pada perilaku

namun mencakup juga maksud tindakan

seseorang untuk merusak atau melukai

orang lain. Sears (1991), mengatakan

bahwa ada beberapa faktor yang

mempengaruhi perilaku agresi, yaitu

proses belajar, peniruan (imitasi),

penguatan (reinforcement) dan norma

sos ia l , yang selan ju tnya dapat

mempengaruhi pikiran anak-anak.

Imitasi atau peniruan merupakan

salah satu faktor yang dominan pada

anak-anak, karenanya timbul bahwa

anak-anak sangat rentan terhadap

pengaruh adegan kekerasan di televisi.

Pada tahap ini, anak belum sampai pada

proses berfikir yang terlalu kompleks.

Kemampuan meniru yang sangat besar

m e n y e b a b k a n a n a k m e m i l i k i

kecenderungan meniru apa saja yang

anak lihat dan dijadikan referensi. Tidak

heran apabila anak meniru gaya

Spiderman, Power Ranges, Batman,

Ultraman, Superman, atau Sailormoon .

Apabila sekedar meniru gaya sang tokoh

baik dari model pakaian atau gaya bicara

tentu tidak menjadi masalah. Namun

Page 4: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

apabila yang dit iru adalah gaya

menaklukan lawannya seperti pada

t a y a n g a n S m a c k d o w n t e n t u

permasalahan besar akan terjadi. Proses

meniru ini sebenarnya yang berbahaya,

pada saat meniru anak belum dibekali

dengan kemampuan analisis berfikir

yang cukup apakah layak atau tidak dia

meniru sesuatu (Sears, 1991).

B a n y a k a c a r a T V y a n g

ditayangkan untuk anak-anak sekalipun

ternyata tidak cocok untuk anak-anak.

Salah satunya adalah film Tom dan

Jerry. Film kartun yang sering dianggap

lucu ini lebih banyak menonjolkan

adegan kekerasan dibandingkan

persahabatan, kesetiakawanan.

Kemenangan dengan menghalalkan

segala cara juga salah satu ciri khas dari

kartun sang kucing Tom dan sang tikus

Jerry. Bagi anak yang usia dini acara ini

sangat tidak mendidik dan kurang

bermanfaat. Jadi acara yang dibuat untuk

anak pun belum tentu cocok untuk anak

(Mahayoni & Lim, 2007).

Televisi dipercaya mampu

mempengaruhi sikap dan perilaku

penonton. Unsur audio dan visual

merupakan kelebihan televisi dibanding

media lainnya. Kekerasan merupakan

salah satu yang sering ditayangkan di

layar televisi. Adegan kekerasan ini

menyebar dalam berbagai jenis program

acara. Apakah itu berita, animasi anak,

drama dewasa, drama sinetron, olah

raga, reality show. Sekadar mengambil

contoh, adegan kekerasan dalam

program berita, diantaranya; Derap

Hukum (SCTV, Senin & Selasa pukul

21.30 WIB), Buser (SCTV, Senin-Sabtu

pukul 11.30 WIB), Fakta (ANTV,

Kamis pukul 22.00 WIB), Kriminalitas

(ANTV, Rabu pukul 11.00 WIB),

Patroli (Indosiar, Senin-Minggu pukul

11.30 WIB), Bidik ( MetroTV, Rabu dan

Kamis pukul 17.30 WIB), Brutal (Lativi,

Senin-Minggu pukul 18.00 WIB), TKP

Siang ( TV7, Selasa dan Kamis pukul

11.00 WIB), Sergap (RCTI, Senin-Sabtu

pukul 12.30 WIB), Sidik (TPI, Senin-

Minggu pukul 11.00 WIB), Insert

(TransTV, Senin-Minggu pukul 11.00

WIB). Sebenarnya masih banyak lagi

adegan kekerasan yang termuat dalam

berbagai program acara televisi

(Gumilar, 2005).

Efek kekerasan dalam media efek

peniruan atau modeling yang menjadi

karaktersistik anak-anak sekolah dasar

yang lain adalah pengaruh dari

pemaparan terhadap kekerasan dalam

liputan media, pada khususnya

Page 5: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

kekerasan di televisi. Diperkirakan

bahwa anak yang rata-rata menonton TV

2 sampai 4 jam tiap harinya, dapat

melihat sekitar 8.000 pembunuhan dan

100.000 tindak kekerasan lain melalui

TV, begitu anak menyelesaikan

pendidikan dasarnya (Eron, dalam

Nevid, Rathus dan Greene, 2005).

Pemaparan terhadap kekerasan dalam

media mungkin berkontribusi pada

perilaku agresif dalam berbagai cara

(Eron, “Health Groups.” Huesmann &

Miller, dalam Nevid, Rathus dan Greene,

2005) . Pemaparan itu mungkin

menyebabkan munculnya pikiran-pikiran

atau impuls-impuls agresif.

Hubungan antara pemaparan

media dengan perilaku agresif dan

tindak kekerasan pada anak bersifat

rumit dan mungkin dua arah. Anak yang

lebih agresif mungkin lebih suka

menonton program-program berisi

kekerasan (DeAngelis, dalam Nevid,

Rathus dan Greene, 2005). Meski begitu

sebagian besar ahli yakin bahwa

pemaparan terhadap kekerasan media

berkontribusi pada agresi dan tindak

kekerasan pada anak-anak dan remaja

(“Health Groups.” 2000; Huesmann &

Miller, dalam Nevid, Rathus dan Greene,

2005). Dalam penelitian-penelitian lain

yang berbasis laboratorium, baik anak

maupun orang dewasa ditemukan

bertindak lebih agresif ketika terpapar

pada kekerasan di televisi atau media

lain (DeAngelis, dalam Nevid, Rathus

dan Greene, 2005). Bukti-bukti juga

menunjukkan peningkatan perilaku

agresif pada anak dan dewasa laki-laki

menyusul pemapar an te rhadap

permainan video yang mengandung

kekerasan (Anderson & Drill, dalam

Nevid, Rathus dan Greene, 2005).

Berbagai peneli t ian telah

menunjukkan bahwa tayangan kekerasan

membawa dampak negatif bagi remaja

dan anak. Semakin meningkatnya angka

kriminalitas, kekerasan fisik, dan

berbagai bentuk kekerasan lainnya baik

yang menimpa perempuan, anak maupun

kekerasan dalam rumah tangga dianggap

sebagai dampak dari maraknya tayangan

televisi yang berbau kekerasan. Oleh

karena itu, stasiun televisi dan rumah

produksi harus memiliki tanggung jawab

moral yang cukup besar tehadap

pengaruh t ayangannya kep ada

penontonnya (Widodo, 2008).

Penelitian ini penting untuk

diteliti karena saat ini semakin banyak

tayangan televisi yang mengandung

unsur kekerasan bagi para penontonnya,

Page 6: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

baik dari orang dewasa sampai anak-

anak usia sekolah dasar, dimana anak

usia sekolah dasar sangat rentan untuk

meniru adegan yang ditampilkan oleh

acara-acara televisi yang sering

menonjolkan adegan kekerasan.

B. Pertanyaan Penelitian

1. Mengapa anak gemar menonton

tayangan kekerasan di televisi?

2. Bagaimana gambaran perilaku agresi

pada anak yang gemar menonton

tayangan kekerasan di televisi?

3. Apa faktor-faktor yang

menyebabkan perilaku agresi pada

anak yang gemar menonton tayangan

di televisi.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk

memberikan penje lasan secara

mendalam tentang sebab-sebab anak

gemar menonton tayangan kekerasan,

gambaran perilaku agresi pada anak

yang gemar menonton tayangan

kekerasan di televisi dan juga untuk

mengetahui faktor - faktor yang

mempengaruhi perilaku agresi pada

anak, karena pada usia anak-anak sangat

rentan untuk meniru adegan yang berbau

kekerasan di televisi.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan

memiliki dua manfaat yaitu :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan

dapat memberikan masukan yang

bermanfaat bagi perkembangan ilmu

psikologi, khususnya psikologi

perkembangan dan psikologi sosial

sehingga dapat digunakan sebagai

pedoman untuk penelitian lebih lanjut

yang berkaitan dengan perilaku agresi

pada anak yang gemar menonton

tayangan kekerasan di televisi.

2. Manfaat Praktis

Membantu memberikan

pandangan kepada para orangtua,

guru, serta masyarakat mengenai

gambaran tayangan kekerasan di

televisi terhadap perilaku agresi pada

anak, sehingga dapat menjadi bahan

pertimbangan agar orang tua dapat

lebih selektif memilih program

televisi pada saat anak menonton

tayangan televisi sehingga anak tidak

menonton tayangan yang kurang

mendidik bagi perkembangan diri

anak nantinya.

Page 7: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku Agresi

1. Pengertian Perilaku Agresi

Hampir semua akan setuju

bahwa agresi adalah suatu motif dimana

kita harus tahu lebih banyak. Suatu

gagasan yang berpengaruh tentang

agresi manusia adalah bahwa agresi

adalah bagian dari “sifat dari binatang”

(Freud, Lorenz dalam Morgan dkk.

1986). Istilah agresi sulit untuk

d ip ik i rk an , dan ada b eber ap a

ketidaksepakatan mengenai apa yang

seharusnya disebut agresi dan apa yang

tidak. Berikut adalah pengertian dari

beberapa tokoh dalam menjelaskan

perilaku agresi.

Agresi adalah setiap bentuk

perilaku yang diarahkan untuk merusak

atau melukai orang lain (Baron dan

Byrne, 2004). Sears (1991) meyatakan

bahwa agresi tidak sebatas pada

perilaku namun mencakup juga maksud

tindakan seseorang untuk merusak atau

melukai orang lain. Baron (1997)

berpendapat bahwa agresi adalah

tingkah laku individu yang ditunjukkan

untuk melukai atau mencelakakan

individu lain yang tidak menginginkan

datangnya tingkah laku tersebut.

Definisi ini mencakup empat faktor,

yaitu : tingkah laku, tujuan untuk

melukai atau mencelakakan, individu

yang menjadi pelaku dan individu yang

menjadi korban, serta ketidakinginan

korban menerima tingkah laku si

pelaku.

Aronson (dalam Koeswara,

1998) mendefinisikan agresi sebagai

tingkah laku yang dijalankan oleh

individu dengan maksud melukai atau

mencelakakan individu lain dengan

ataupun tanpa tujuan tertentu. Moore

dan Fine (dalam Koeswara, 1998)

memandang agresi sebagai tingkah laku

kekerasan secara fisik ataupun secara

verbal terhadap individu lain atau

terhadap obyek-obyek.

Jadi agresi menurut peneliti

adalah perilaku yang diarahkan untuk

melukai atau mencelakakan individu

lain dengan ataupun tanpa tujuan

tertentu, baik dengan kekerasan secara

fisik ataupun secara verbal terhadap

individu lain atau terhadap obyek-

obyek.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Agresi

Menurut Nevid, Rathus &

Greene (2005) ada beberapa faktor

Page 8: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

dimana seseorang melakukan agresi

dan kekerasan terhadap orang lain,

diantaranya :

a. Faktor biologis

Pandangan biologi klasik

menya t ak an bahwa agr es i

merupakan produk dari insting

(instinct). Insting adalah pola

perilaku menetap yang dibawa

sejak lahir dan spesifik bagi

an gg o t a s p es i es t e r t en t u .

Pendukung awal dari keyakinan

bahwa agresi manusia merupakan

produk insting adalah Sigmund

F r e u d . F r u e d a k h i r n y a

berkeyakinan akan adanya insting

yang mendasari agresi manusia,

yang disebutnya sebagai insting

kematian (death instinct).

Insting kematian pada

dasarnya memiliki tujuan yang

bersifat self-destructive, karena

tujuan akhirnya mengembalikan

manusia pada kondisi bebas-

ketegangan seperti saat sebelum ia

dilahirkan. Insting kematian dapat

memunculkan perilaku self-

destructive, termasuk bunuh diri.

Kadang kala insting ini diarahkan

pada orang lain dalam bentuk

agresi ke luar, kekerasan, dan

perang.

b. Faktor Sosiobiologis

Menurut pandangan

sosiobiologis, perspektif biologis

yang baru, disebut sosiobiologi

(sociobiology), telah muncul. Para

penganut sosiobiologi tidak

menjelaskan agresi manusia

berdasarkan insting. Mereka yakin

b a h w a k i t a m e w a r i s i

kecenderungan-kecenderungan

atau disposisi-disposisi perilaku,

termasuk kecenderungan agresi,

yang meningkatkan kemungkinan

pertahanan hidup nenek moyang

kita, dan diturunkan secara genetis

pada kita (Gaulin & McBurney,

Goode, Thornill & Palmer, dalam

Nevid, Rathus & Greene, 2005).

Ahli sosiobiologi melihat

b u k t i k o n t e m p o r e r y a n g

menunjukkan anak laki-laki dan

laki-laki dewasa cenderung

agresif daripada perempuan,

konsisten dengan evolusioner ini

(Knight, Fabes, & Higgins, dalam

Nevid, Rathus & Greene, 2005).

Mereka juga melihat ketertarikan

dalam media kontemporer dan

Page 9: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

video games merupakan hasil

samping dari warisan agresif kita.

c. Faktor Neurobiologis

Penelitian neurobiologis

kontemporer tentang agresi

banyak memfokuskan pada peran

trasmitter saraf, tertutama

serotonin dan hormon seks

testosteron pada anak laki-laki

( V i r k k u n e n & L i n n o i l a ,

Virkunnen dkk., dalam Nevid,

Rathus

Serotonin

& Greene,

berperan

2005).

sebagai

transmitter saraf yang

menghambat di beberapa bagian

otak, terutama sistem limbik,

bagian otak yang terlibat dalam

mengatur dorongan-dorongan

primitif seperti lapar, haus, dan

agresi. Sistem limbik juga

menjadi kunci dalam belajar,

ingatan, dan pengaturan emosi.

Peneliti menduga bahwa serotonin

menolong mengerem perilaku-

perilaku primitif, ternasuk aksi-

aksi agresi impulsif (Cowley &

Underwood, dalam Nevid, Rathus

& Greene, 2005).

Testosteron juga berimplikasi

terhadap agresi, sebagian fakta

laki-laki cenderung lebih agresif

daripada perempuan (Buss &

Kenrick, Segell, dalam Nevid,

Rathus & Greene, 2005). Peneliti

menemukan bahwa remaja laki-

laki dengan tingkat testosteron

yang tinggi lebih cenderung

berespon agres if terhadap

provokasi daripada sebayanya

(Olweus, dalam Nevid, Rathus &

Greene, 2005). Meski penelitian

lebih lanjut sangat diperlukan,

mengenai kaitan antara testosteron

dan agresi pada laki-laki, mungkin

saja kelebihan dan kekurangan

hormon ini berperan dalam

munculnya perilaku agresif pada

laki-laki.

d. Faktor Sosial-Kognitif

Teoritikus sosial kognitif

seperti Albert Bandura (dalam

Nevid, Rathus & Greene, 2005)

mengajukan pandangan bahwa

agresi merupakan perilaku yang

dipelajari, dimunculkan melalui

cara yang sama seperti perilaku-

perilaku lain. Peran dari modeling

(mel ihat dan meniru) dan

reinforcement digarisbawahi pada

pembelajaran perilaku agresif.

Anak-anak dapat meniru tindak

kekerasan yang diamati di rumah,

Page 10: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

di halaman sekolah, di televisi,

atau di media lain. Bila meraka

kemudian di reinforced untuk

bertindak agresif, misalnya

dengan memperolah keinginannya

atau memperoleh persetujuan dan

r as a h o r ma t d ar i se b ay a ,

kecenderungan untuk melakuakn

agresi menjadi lebih kuat sejalan

dengan waktu.

e. Faktor Sosiokultural

Menurut perspektif

sosiokultural, tindak kekerasan

berakar pada penyebab-penyebab

sosial, yang banyak diantaranya

berjalan beriringan, seperti

k e m i s k i n a n , k u r a n g n y a

kesempatan, keretakan keluarga,

dan pemaparan terhadap model-

model peran yang menyimpang.

Stressor-stressor sosial seperti

pengangguran yang berlangsung

lama juga berperan. Perspektif

sosioluktural mengenai kekerasan

j u g a me m p er t i m b an g k a n

bagaimana nilai-nilai budaya dan

metode pengasuhan anak dapat

mengembangkan kekerasan.

f. Faktor Alkohol dan Agresi

Tidak semua orang yang

minum alkohol menjadi agresif.

Meski keterkaitan antara alkohol

dan per i l aku agr es i f pada

dasarnya bersifat korelasional,

s e m a k i n b a n y a k t e m u a n

eksperimental menunjukkan

bahwa alkohol berperan kausal

dalam agresi verbal dan fisik

(Giancola & Zeichner, Ito, Miller,

& Pollock, dalam Nevid, Rathus

& Greene, 2005). Banyak faktor

m u n g k i n t e r k a i t d a l a m

menjelaskan efek alkohol. Di satu

sisi, alkohol menimbulkan efek

kognitif tertentu, seperti merusak

k e m a m p u a n m e n g a m b i l

keputusan.

Hubungan antara tindak

kekerasan dan alkohol serta obat-

obat terlarang bersifat kompleks

dan mungkin dijembatani oleh

sejumlah faktor, termasuk tingkat

dosis dan sensivitas biologis

pengguna terhadap efek obat,

hubungan pengguna dengan

korban, lingkup pertemuan,

termasuk pula faktor-faktor

situasional, individual, dan

sosiokultural.

g. Faktor-faktor Emosional

Faktor-faktor Emosional,

khususnya frustasi dan

Page 11: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

kemarahan, sering tampak nyata

dalam perilaku agresif. Frustasi

adalah status emosional yang

berasosiasi dengan terhambatnya

keinginan seseorang untuk

memperoleh suatu tujuan tertentu.

Menurut hipotesis klasik frustasi-

a g r e s i , f r u s t a s i s e l a l u

menghasilkan agresi, dan agresi

selalu merupakan konsekuensi

dari frustasi.

Kemarahan sering merupakan

katalis atau pemicu kekerasan

atau perilaku agresif. Pelaku

k e k e r a s a n p a d a a n a k

melemparkan kemarahan ketika

a n a k g a g a l m e m a t u h i

keinginannya dan tuntutannya.

Ditambah oleh Berkowitz

(1993), jenis kelamin juga

dianggap sebagai salah satu faktor

yang mempengaruhi perilaku

agresivitas seseorang. Ia juga

berpendapat perilaku agresivitas

selain dipengaruhi hormon juga

dipengaruhi oleh lingkungan yang

member ikan batasan jelas

mengenai perilaku apa yang boleh

dan yang tidak boleh dilakukan

oleh pria atau wanita. Berkowitz

(1993), menyatakan bahwa ada

hal yang memang sudah ada

dalam tubuh yang mempengaruhi

agresivitas, yaitu hormon seks.

Namun, demikian Berkowitz

(1993), juga menambahkan,

bagaimanapun hormon seks tidak

menyediakan stimuli langsung

u n t u k ag r e s i v i t a s . P e r an

pembentukan gender yang

dipengaruhi oleh budaya yang

berlaku dimana si anak tinggal

d a n d i b e s a r k a n , b a n y a k

mempengaruhi perbedaan jenis

k e l a m i n d a l a m p e r i l a k u

agresivitas.

3. Bentuk-bentuk Agresi

Beberapa psikolog telah

melakukan penelitian untuk

mengidentifikasi bentuk-bentuk

agresi, baik pada manusia maupun

h e w a n y a n g d i g o l o n g k a n

berdasarkan penyebab munculnya

perilaku agresif tersebut. Bentuk-

bentuk agresi menurut Moyer

(1976), yaitu :

a. Agresi Predator : agresi yang

tampil akibat adanya mangsa.

b. Agresi Antarjantan (Intermale) :

agresi yang tipikal hadir akibat

Page 12: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

untuk memenuhi atau mencapai

suatu tujuan tertentu.

4. Sebab-sebab Agresi

Kunci utama penyebab agresi

adalah pengalaman yang tidak

menyenangkan (Berkowitz dalam

R iyan t i & P rabo wo , 19 98) .

Sedangkan frustasi dari suatu motif

sejak awal diusulkan sebagai sebab

dasar dari agresi. Frustasi terjadi

ketika perilaku yang dimotivasi

dihalangi, atau ditutupi, sehingga

tujuan itu tidak dapat dicapai. Bentuk

yang kuat dari hipotesa-frustasi-

agresi (Dollard, dkk. Dalam Riyanti

& Prabowo, 1998)., seperti yang

baru saja disebutkan, menyatakan

bahwa frustasi selalu menghasilkan

agresi, dan semua perilaku agresi

selalu disebabkan oleh frustasi.

Apakah frustasi hasil dari

agresi atau tidak nampaknya

tergantung pada dua faktor. Pertama,

frustasi tersebut harus kuat (Harris

dalam Riyanti & Prabowo, 1998).

Kedua, frustasi harus diterima

s ebaga i has i l da r i t in dakan

sewenang-wenang. Agresi lebih

nampak ketika frustasi diterima

sebagai tidak dapat dibenarkan, dan

hadirnya sesama jantan dalam

satu spesies.

c. Agresi Ketakutan (Fear

individual) : tingkah laku agresif

ini tampil akibat suatu usaha

untuk menghindar dari suatu

ancaman.

d. Agresi Tersinggung (Irritable) :

ditimbulkan oleh perasaan marah

(tersinggung) dan biasanya

respon tampil secara meluas

mengenai objek hidup maupun

mati. Biasanya tampil dalam

lingkungan yang menimbulkan

frustasi deprivasi dan rasa sakit.

e. Agresi Pertahanan (Territorial) :

agresi yang muncul dalam rangka

mempertahankan jenisnya

maupun daerah kekuasaanya dari

suatu ancaman atau biasa juga

disebut sebagai agresi ancaman.

f. Agresi Maternal : tampil hanya

pada golongan betina yang

bertindak agresif untuk

melindungi anak-anaknya dari

bahaya yang sedang dihadapinya.

g. Agresi Instrumental : tingkah

laku agresi yang dipelajari dan

diperkuat oleh stimulus positif

yang diperolehnya biasanya

Page 13: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

agresi tidak terjadi sama sekali jika

p e n g h a l a n g d a r i m o t i f

dipertimbangkan benar oleh individu

yang frustasi (Zillmann dalam

Riyanti & Prabowo, 1998).

Barangkali yang umum,

sumber agresi sehar-hari adalah

penghinaan verbal atau penilaian

negatif dari orang lain. Penyebab

sosial lain yang penting dari agresi

manusia adalah kerelaan dengan

suatu otorita yang menyuruh kita

untuk menyerang orang lain. Kondisi

yang tidak menyenangkan atau

kondisi aversif bisa menyebabkan

orang cenderung berperilaku agresif.

Temperatur yang tinggi di atas

temperatur norman (Baron dalam

Riyanti & Prabowo, 1998), suara

yang kuat (Donnerstein & Wilson

dalam Riyanti & Prabowo, 1998),

dan dibawah kondisi-kondisi seperti

crowding atau ramai (Freedman,

Scopler & Stockdale dalam Riyanti

& Prabowo, 1998) meningkatkan

agresi, khususnya pada orang yang

sudah marah pada suatu hal.

Adapun menurut Deaux

(1993), sebab-sebab munculnya

agresi :

a. Adanya frustasi yang dialami

oleh seseorang sehingga

menimbulkan adanya tegangan

atau dorongan yang harus

disalurkan melalui perilaku

agresif.

b. Dorongan-dorongan umum juga

dapat membuat seseorang

bertindak agresif seperti orang

yang sangat kelaparan akan

sangat rakus melahap makanan

atau orang yang letih akan

mudah tersinggung dan marah.

c. Timbulnya suatu penyerangan

fisik maupun verbal dapat

memotivasi seseorang untuk

menampilkan perilaku agresif

dalam rangka membalas maupun

mempertahankan diri dari

serangan tersebut.

d. Deindividuasi atau hilanganya

suatu nilai pribadi,

akan

mendorong seseorang bertindak

agresif karena merasa disamakan

(tanpa hak) serta tidak adanya

penghargaan moral secara

pribadi.

e. Secara biologi, beberapa jenis

obat-obatan mampu menstimuli

seseorang sehingga ambang

kemarahannya menurun dan

Page 14: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

cepat bereaksi secara agresif

terhadap stimuli yang sederhana

sekalipun.

f. Adanya kondisi masyarakat yang

secara langsung membenarkan

atau mendukung dilakukannya

tindakan agresif.

Dapat disimpulkan bahwa sebab-

sebab agresi adalah pengalaman

y a n g t i d a k m e n y e n a n g k a n ,

penghinaan verval, dan faktor

kerelaan, selain itu kejadian-kejadian

yang membuat frustasi menimbulkan

dorongan agresi yang menyebabkan

individu meyerang atau menyakiti

orang lain, dimana penyebabnya

adalah adanya dorongan agresi sejak

lahir, frustasi, tingkah laku agresi

merupakan hal yang dipelajari,

dorongan-dorongan umum juga

dapat membuat seseorang bertindak

agresif, timbulnya suatu peyerangan

fisik maupun verbal, deindividuasi,

secara biologi, dan adanya kondisi

masyarakat yang secara langsung

m a u p u n t i d a k l a n g s u n g

membenarkan atau mendukung

tindakan agresif.

B. Anak

1. Definisi Anak

Gagne (dalam Gunarsa,1990)

mengatakan bahwa batasan usia

seorang anak adalah individu yang

mengalami pertumbuhan dan

perkembangan verbal sebagai hasil

proses mempelajari sesuatu yang

diperoleh dari luar.

Lugo dan Hershey (dalam

Damayanti, 1999) anak adalah

anggota keluarga yang ikut dalam

tanggung jawab sehari-hari orang

dewasa, ikut dalam aktivitas orang

dewasa.

Havinghurst (dalam Gunarsa,

1999) menyebutkan bahwa seorang

anak mengalami tugas-tugas dalam

perkembangan (Developmental

task) yaitu tugas-tugas yang timbul

pada atau kira-kira pada masa

perkembangan tertentu yang

b i l a m a n a b e r h a s i l a k a n

menimbulkan kebahagiaan dan

akan diharapkan berhasil pada

tugas perkembangan berikutnya.

Hurlock (1993) memberikan

b a t a s a n u s i a a n a k y a n g

memisahkan antara anak laki-laki

dan anak perempuan, anak laki-

laki berkisar antara usia 0-12

tahun, sedangkan anak wanita

berusia 0-11 tahun.

Page 15: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

Jadi menurut peneliti anak

adalah individu yang tumbuh dan

berkembang sesuai tugas-tugas

perkembangan dengan rentang usia

2 sampai 12 tahun.

2. Batasan Usia Perkembangan

Anak

Hurlock (1993) memberikan

b a t a s a n u s i a a n a k y a n g

memisahkan antara anak laki-laki

dan anak perempuan, anak laki-

laki berkisar antara usia 0-12

tahun, sedangkan anak wanita

berusia 0-11 tahun. Lebih rinci

lagi Hurlock membagi usia

perkembangan anak menjadi :

a. Masa sebelum lahir

(Pranatal) selama 9 bulan

sebelum lahir perkembangan

terjadi sangat cepat yang

terutama terjadi secara

fisiologis dan terjadi dari

pertumbuhan seluruh tubuh.

b. Masa bayi baru lahir (New

Born) 0-14 hari, masa ini

adalah periode bayi yang

baru lahir, atau neonate,

selama waktu ini bayi harus

menyesuaikan diri dengan

lingkungan yang seluruhnya

baru di luar rahim ibu.

c. Masa Bayi (Baby

Hood) dari 2 minggu

sampai 2 tahun. Pertama-

pertama bayi sama sekali

tidak berdaya, secara

bertahap belajar

mengendalikan ototnya

sehingga secara berangsur-

angsur dapat bergantung pada

dirinya sendiri, perubahan

disertai timbulnya perasaan

tidak suka dianggap seperti

bayi dan keinginan mandiri.

d. Masa kanak-kanak

awal (Early Children) dari

2-6 tahun adalah usia pra

sekolah atau pra kelompok.

Anak berusaha

mengendalikan

lingkungan dan mulai belajar

menyesuaikan diri secara

social.

e. Masa kanak-kanak

akhir (Late Chilhood) 6-12

tahun untuk perempuan dan

6-13 tahun untuk anak laki-

laki, terjadi kematangan

seksual dan masa remaja

dimulai, perkembangan

utama ialah sosialisasi,

merupakan usia sekolah atau

usia kelompok. Dalam

Page 16: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

penelitian ini

menggunakan masa kanak-

Page 17: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

kanak akhir (Late Chilhood)

usia 6-12 tahun untuk anak

perempuan dan 6-13 tahun

untuk anak laki-laki.

3. Hiburan Pada Akhir Masa

Kanak-Kanak

Menurut Hurlock (1980),

pada masa akhir kanak-kanak,

beberapa hiburan yang digemari

yaitu :

a. Membaca

Anak yang lebih besar lebih

meyukai buku dan majalah

anak-anak yang menekankan

kisah-kisah petualangan dan

dimana anak dapat membaca

tentang tokoh pahlawan

sebagai tokoh indentifikasi

diri.

Anak lebih menyukai

l i n g k u n g a n y a n g

menyenangkan dan interaksi

kelompok yang positif dari

orang-orang kelas menengah

daripada lingkungan yang

kaku dan interaksi kelompok

yang negatif dari orang-orang

kota. Yang penting, ia ingin

akhir cerita yang bahagia.

b. Buku Komik

Terlepas dari tingkat

kecerdasan, hampir semua

anak menyenangi buku komik,

baik yang bersifat lelucon atau

petualangan. Buku komik

m e n a r i k k a r e n a

menyenangkan,

menggairahkan, mudah dibaca

dan merangsang imajinasi

anak.

c. Film

Menonton film merupakan

salah satu kegiatan kelompok

yang digemari, meskipun

beberapa anak pergi sendiri ke

bioskop atau dengan anggota

keluarga. Anak gemar film

kartun-kartun, kisah-kisah

petualangan dan film-film

tentang binatang.

d. Radio dan Televisi

Televisi lebih populer

daripada radio, meskipun anak

senang mendengarkan musik

atau berita-berita olah raga

yang tidak disiarkan televisi.

Menonton televisi merupakan

salah satu hiburan yang

disukai oleh sebagian anak-

a n a k . M e r e k a s e n a n g

pertunjukan kartun dan acara-

Page 18: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

acara lain yang diperuntukkan

bagi t ingkat usianya di

samping acara-acara untuk

orang dewasa. Seperti telah

dipertunjukkan oleh Leifer

(dalam Hurlock, 1980).

“ t e l e v i s i b u k a n h an y a

merupakan hiburan bagi anak-

anak, tetapi juga sarana

sosialisasi yang penting”.

e. Melamun atau Berkhayal

Anak yang kesepian di

rumah dan mempunyai sedikit

t e m a n b e r m a i n s e r i n g

menghibur diri sendiri dengan

melamun. Yang khas, anak

membayangkan diri sendiri

sebagai “pahlawan yang

m e n a n g ” d a l a m d u n i a

impiannya, dan kemudian

mengimbangi kurangnya

teman dan perhatian yang ia

peroleh dalam hidup sehari-

hari.

4. Bahaya Psikologis yang

Mempengaruhi Perilaku Anak

Ada beberapa faktor yang

mempengaruhi perilaku anak,

d i m a n a p a d a u m u m n y a

dikaitkan dengan perkembangan

sikap moral, dan perilaku anak-

anak, yang diantaranya

berpengaruh pada bahaya

psikologis anak, menurut

Hurlock (1980), ada enam

bahaya psikologis yaitu :

a. Perkembangan kode moral

berdasarkan konsep teman-

teman atau berdasarkan

konsep-kensep media massa

tentang benar dan salah yang

tidak serupa dengan kode

orang dewasa;

b. Tidak berhasil

mengembangkan suara hati

sebagai pengawas dalam

terhadap perilaku;

c. Disiplin yang tidak konsisten

membuat anak tidak yakin

akan apa yang sebaiknya

dilakukan;

d. Hukuman fisik merupakan

contoh agresifitas anak;

e. Menganggap dukungan

teman-teman terhadap

perilaku yang salah begitu

memuaskan sehingga

perilaku itu menjadi

kebiasaan; dan

f. Tidak sabar terhadap

perbuatan orang lain yang

salah.

Page 19: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

5. Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Agresi Pada

Anak

Setiawan (2000),

menyebutkan faktor-faktor

penyebab perilaku agresi pada

anak adalah :

a. Meniru orang tua

Anak cenderung meniru

peri laku orang tuanya,

mereka akan melakukan hal

y an g s a ma d an h a n y a

mengulangi apa yang sama

dan hanya mengulangi apa

yang pernah dilakukan orang

tuanya.

b. Orang tua membiarkan

Cara hidup yang tidak

beraturan atau terlalu dimanja

orang tua dapat membuat

anak suka menyerang,

misalnya : orang tua menegur

anak ketika anak memukul

orang. Anak segera tahu

bahwa orang tuanya merasa

tidak apa-apa dan memberi

k e s e m p a t a n b a g i d i a

mengulangi perbuatannya,

bahkan lebih menjadi-jadi.

Bagi anak, bila orang tua

tidak menghukum, itu berarti

mengizinkan dia bertindak

lagi.

c. Akibat acara-acaratelevisi

O r a n g t u a p e r l u

mendampingi anak dalam

memilih acara TV, bila anak

dibiarkan menonton adegan-

adegan kekerasan dalam film,

maka dikhawatirkan akan

m e m p e n g a r u h i a n a k .

Menurut Mahayoni & Lim

(2007), akibat acara-acara

televisi yaitu anak menjadi

peniru dan televisi membuat

anak kurang bisa berinteraksi

dengan teman sebaya dan

lingkungannya.

d. Memendam perasaanmarah

Mencegah atau melarang

a n a k m e l a m p i a s k a n

amarahnya hanya akan

m e n g a k i b a t k a n a n a k

memendam perasaan marah

i t u . M u l a - m u l a t i d a k

diketahui, sebab kelihatannya

secara lahiriah baik dan

sopan, tetapi karena tidak

dapat melampiaskan emosi

amarahnya dan juga karena

tertimbun lama di dalam

Page 20: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

hatinya, maka pada waktunya

Page 21: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

perasaan itu meledak dan

terlampiaskan melalui tindak

penyerangan.

e. Dengan kejam menghadapi

kekejaman

Menghukum kekerasan

anak itu dapat dibenarkan,

t e t a p i b u k a n d e n g a n

memukul secara kasar. Hal

i t u a k a n b e r a k i b a t

kebalikannya, yaitu anak

meniru kelakuan orang

dewasa. Apabila orang tua

m e n g h u k u m d e n g a n

menganiaya, maka anak akan

belajar untuk menganiaya

orang lain sebagai balasan

pelampiasannya.

C. Tayangan Kekerasan Di Televisi

1. Pengertian Tayangan

Kekerasan Di Televisi

Arti tayangan televisi

dalam kamus bahasa Indonesia

a d a l a h s e s u a t u y a n g

dipertunjukkan. Sedangkan arti

kekerasan yang dimaksud disini

memang bukan hanya dalam

bentuk fisik, tetapi juga dalam

bentuk verbal, emosional ,

maupun seksual. Kekerasan

verbal termasuk bentuk

kekerasan yang kerap ditemui

dan biasanya orangtua tidak

menyadari telah melakukan hal

tersebut. Sedangkan pengertian

kekerasan merupakan tindakan

a g r e s i d a n p e l a n g g a r a n

(penyiksaan, pemukulan,

pemerkosaan, dan lain-lain) yang

menyebabkan atau dimaksudkan

untuk menyebabkan penderitaan

atau menyakiti orang lain, dan

hingga batas tertentu tindakan

menyakit i binatang dapat

dianggap sebagai kekerasan,

tergantung pada situasi dan nilai-

nilai sosial yang terkait dengan

kekejaman terhadap binatang.

Is t i l ah “kekerasan” juga

mengandung kecenderungan

agresif untuk melakukan perilaku

yang merusak. Kerusakan harta

benda biasanya dianggap

masalah kecil dibandingkan

dengan kekerasan terhadap orang

(Gunawan Wibisono, 2009).

Sedangkan dalam bahasa

Inggris pengertian televisi

disebut dengan television, istilah

television berasal dari perkataan

Yunani ; tele artinya : far, off,

Page 22: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

jauh. Ditambah dengan vision,

yang artinya to see, melihat. Jadi

artinya secara harfiah, melihat

jauh. Dapat juga diartikan

sebagai media komunikasi jarak

jauh dengan penayangan gambar

dan pendengaran suara, baik

melalui kawat maupun secara

elektromagnetik tanpa kawat

(berasal dari bahasa Yunani

“tele” yang artinya jauh dan

“ v i s i o n ” y a n g a r t i n y a

penglihatan).

Televisi adalah sistem

elektronik yang mengirimkan

gambar diam dan gambar hidup

bersama suara melalui kabel

(Arsyad, 2002: 50). Sistem ini

menggunakan peralatan yang

mengubah cahaya dan suara ke

dalam gelombang elektrik dan

mengkonversikannya kembali ke

dalam cahaya yang dapat dilihat

dan suara yang dapat didengar.

Jadi tayangan kekerasan

di televisi menurut penulis adalah

sesuatu yang dipertunjukkan

bukan hanya menampilkan

kekerasan dalam bentuk fisik,

tetapi juga bisa dalam bentuk

verbal, emosional, maupun

seksual yang menyebabkan atau

dimaksudkan menyakiti orang

lain, atau binatang dalam sebuah

media televisi.

2. Daftar Acara Tayangan

Televisi Untuk Anak-anak

D a r i Y a y a s a n

Pengembangan Media Anak

(YPMA), telah membuat daftar

acara yang masuk dalam kategori

Aman, Hati-hati, dan Bahaya

untuk anak, antara lain sebagai

berikut :

a. Aman

Tayangan televisi yang

Aman bagi anak bukan hanya

t a y a n g a n y a n g

menghibur, melainkan juga

memberikan manfaat lebih.

Manfaat tersebut,

misalnya pendidikan,

memberikan motivasi,

mengembangkan sikap

percaya

diri anak, dan penanaman

nilai-nilai positif dalam

kehidupan. Acaranya adalah:

Varia Anak (TVRI), Bocah

Petualang, Laptop Si Unyil,

Jalan

Page 23: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

Sesama, Cita-citaku, Si

Bolang ke Kota, Buku Harian

s i U n y i l ( T R A N S 7 ) ,

Surat Sahabat, Cerita Anak,

Main Yuk! (TRANS TV),

D o r a T h e E x p l o r e r ,

Go! Diego Go!, Chalkzone,

Backyardians (TV G), dan

M a s a K a l a h S a m a

Anak-anak (TV One).

b. Hati-hati

Tayangan yang masuk

dalam kategori Hati-hati

adalah tayangan anak yang

dinilai relatif seimbang antara

muatan positif dan negatif.

Kategori ini memberikan

nilai hiburan serta pendidikan

dan nilai positif, namun juga

dinilai mengandung muatan

negatif seperti kekerasan,

mistis, seks, dan bahasa kasar

yan g t idak men co lok .

Acaranya antara lain :Idola

Cilik Seleb, Rapor Idola Cilik

Seleb, Doraemon, Pentas

Idola Cilik, Rapor Pentas

Idola Cilik (RCTI), Casper,

H a r v e y t o o n ( T P I ) ,

Transformers (AN TV),

Pokemon Series, Bakugan

Battle Brawlers, Konser

Eliminasi 6 AFI Junior

(IVM), New Scooby

DooMovie (TRANS7),

SpongeBob Squarepants,

Avatar: The Legend of Aang,

Carita De Angel (TVG).

c. Berbahaya

Tayangan yang masuk

dalam kategori Bahaya

merupakan tayangan yang

mengandung lebih banyak

muatan negatif , sepert i

k e k e r a s a n , m i s t i s ,

seks , dan bahasa kasar.

Kekerasan dan mistis dalam

t a y a n g a n y a n g m a s u k

dalam kategori ini dinilai

cukup intens sehingga bukan

l a g i m e n j a d i

bentuk pengembangan cerita,

tapi sudah menjadi inti cerita.

Tayangan

dalam kategori ini disarankan

untuk tidak disaksikan anak.

Contoh acaranya yaitu : Tom

& Jerry, Crayon Sinchan

(RCTI), Si Entong, Tom &

J e r r y , S i

Entong 2 (TPI), Popeye

Or ig ina l , Oggy & The

Page 24: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

Cockroaches (AN TV),

Detective Conan, Dragon

Ball, Naruto 4 (INDOSIAR),

T o m & J e r r y

(TRANS7), One Piece,

Naruto (TVG)

3. Pedoman Larangan Program

P e n y i a r a n T a y a n g a n

Kekerasan Di Televisi

Berdasarkan Keputusan

Komisi Penyiaran Indonesia No.

009 / SK / 8 / 2004 tentang

Pedoman Perilaku Penyiaran dan

Standar Program siaran pasal 32-

38 , khususnya meng enai

larangan program dan tayangan

terkait kekerasan, diantaranya:

a. Mengandung muatan

kekerasan secara dominan,

atau mengandung adegan

kekerasan eksplisit dan

vulgar.

b. Jam penayangan diluar pukul

22.00-03.00.

c. Mengandung adegan yang

dianggap diluar perikemanusiaan

atau sadistis.

d. Yang dapat dipersepsikan

sebagai mengagung-

agungkan kekerasan atau

menjustifikasi kekerasan

sebagai hal yang lumrah

dalam kehidupan sehari-hari.

e. Lagu-lagu atau klip

video musik yang

mengandung muatan pesan

menggelorakan atau

mendorong kekerasan.

f. Disajikan secaraeksplisit.

g. Menyorot gambar luka-

luka yangdiderita korban

kekerasan, kecelakaan, dan

bencana secara close up.

h. Menyorot penggunaan

senjata tajam dan senjata api

secara close up.

i. Gambar korban

kekerasan tingkat berat,

serta potongan organ tubuh

korban dan genangan darah

yang

diakibatkan tindak kekerasan,

kecelakaan, dan bencana

tidak disamarkan.

j. Saat-saat kematian

tidak boleh disiarkan.

k. Adegan eksekusi

hukuman mati.

l. Rekonstruksi kejahatan

disiarkan secara terperinci.

m. Rekonstruksi kejahatan

Page 25: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

seksual dan pemerkosaan

tidak boleh disiarkan.

Page 26: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

4. Daya Tarik Bagi Anak yang

Gemar Menonton Tayangan

Kekerasan

Bagi anak unsur film yang

menegangkan merupakan daya

tarik yang utama. Bagaimanapun

caranya ketegangan itu dihasilkan

mereka ingin melihat sesuatu yang

merangsang dan mengandung

unsur teror , kekerasan dan

ketegangan. Apa saja yang

menawarkan adegan ketegangan,

p e t u a l a n g an , a t au m is t e r i

merupakan daya tarik bagi anak-

anak ini karena merupakan sesuatu

yang berbeda dari kenyataan hidup

sehari-hari (Hurlock, 1995). Selain

menghibur, yang terutama bikin

kecanduan ialah unsur thrill,

suasana tegang saat menunggu

adegan apa yang bakal terjadi

kemudian . Tanpa i tu , f i lm

c e n d e r u n g d a t a r d a n

membosankan, karena itulah anak-

anak senang menonton tayangan

kekerasan (Triwardani, 2008).

D. Perilaku Agresi Pada Anak YangGemar Menonton TayanganKekerasaan Di Televisi

n. Rekonstruksi kejahatan tanpa

izin dari korban kejahatan

atau pihak-pihak yang dapat

dipandang sebagai wakil

korban.

o. Rekonstruksi yang

memperlihatkan modus

kejahatan secara terperinci.

p. Rekonstruksi yang

memperlihatkan cara

pembuatan alat-alat

kejahatan.

q. Memberikan gambaran

eksplisit dan terperinci

tentang cara membuat bahan

peledak.

r. Mendorong atau mengajarkan

tindakan kekerasan atau

penyiksaan terhadap

binatang.

s. Penggambaran secara

eksplisit dan terperinci adegan

bunuh diri.

t. Terkandung pesan bahwa

bunuh diri adalah sebuah

jalan keluar yang dibenarkan

untuk mengakhiri hidup

(Koran Tempo, 19 Desember

2004).

Page 27: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

Aronson (dalam Koeswara,

1998) mendefinisikan agresi sebagai

tingkah laku yang dijalankan oleh

individu dengan maksud melukai

atau mencelakakan individu lain

dengan ataupun tanpa tujuan

tertentu. Moore dan Fine (dalam

Koeswara, 1998) memandang agresi

sebagai tingkah laku kekerasan

secara fisik ataupun secara verbal

terhadap individu lain atau terhadap

obyek-obyek.

Pada uraian di atas

dikemukakan bahwa agresi adalah

set iap bentuk peri laku yang

diarahkan merusak atau melukai

orang lain (Baron dan Byrne, 2004).

Melukai orang lain atau berperilaku

agresif bisa dalam bentuk fisik atau

verbal, pasif atau aktif, langsung atau

tidak langsung (Buss dalam Morgan

dkk. 1986)

Adanya tayangan televisi

yang menampilkan adegan kekerasan

dapat memberikan pengaruh

khususnya kepada anak-anak yang

gemar menonton acara televisi

tersebut. Sears (1991), menyatakan

bahwa meningkatnya proporsi

adegan kekerasan dalam film

maupun televis i melahirkan

kekhawatiran akan timbulnya

pengaruh negatif bagi penonton.

Dimana perilaku kekerasan sebagai

pengaruh negatif dalam istilah

psikologi disebut agresi.

Saat ini frekuensi dan durasi

tayangan televisi berbau kekerasan

sudah berada pada tahap yang

mengkhawatirkan. Adanya tayangan

televisi yang berbau kekerasan dapat

membuat anak berkata yang

membuat kita kaget, misalnya

oarngtua menyebalkan, kurang ajar,

bangsat, atau segudang makian

lainnya. Bahkan kadang bukan hanya

perkataan saja yang diikuti, tetapi

juga disertai aksi yang tidak kalah

mengagetkan, misalnya dengan

membanting piring, gelas, atau

barang yang terdekat yang bisa

diraihnya, berbicara dengan

berteriak-teriak, mengancam, dan

lain sebagainya (Mahayoni & Lim,

2007).

Kekerasan merupakan salah

satu yang sering ditayangkan di layar

televisi. Adegan kekerasan ini

menyebar dalam berbagai jenis

program acara. Apakah itu berita,

animasi anak, drama dewasa, drama

Page 28: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

sinetron, olah raga, reality show

(Gumilar, 2005).

Para ahli menyakini bahwa

pembentukan peri laku anak

didasarkan pada stimulus yang

diterima melalui pancaindera yang

kemudian diberi arti dan makna

b e r d as a r k an p en g e t a h u a n ,

pengalaman, dan keyakinan yang

dimiliki. Jika anak belum memiliki

sebuah pemahaman tentang benar

atau salah, kemudian mereka

melihat acara televisi yang penuh

dengan adegan umpatan, kekerasan,

hal itu akan mereka anggap sebuah

kebenaran baru. Bahayanya adalah,

jika kebenaran baru tersebut, yang

sebenarnya bukanlah suatu

kebenaran yang sesungguhnya,

disampaikan secara berulang-ulang,

akan menjadi semacam indoktrinasi

dogma (Mahayoni & Lim, 2007).

Televisi lebih mengajari

anak-anak pola pikir yang salah.

Katakanlah jalan pintas dalam

menghadapi masalah, uang

m e n y e l e s a i k a n m a s a l a h ,

kekerasan untuk menyelesaikan

masalah, dan lain-lain. Pola pikir

a n a k d i p e n g a r u h i o l e h

imajinasinya sendiri. Semakin

banyak mereka menonton

kekerasan di TV semakin besar

kemungkinan anak berfikir bahwa

kekerasan merupakan bagian yang

normal dalam kehidupan sehari-

hari (Mahayoni & Lim, 2007).

Berbagai teori psikologi

sosial menyatakan bahwa di

televisi atau dalam film dapat

m e n i n g k a t k a n a g r e s i

penontonnya. Teori imitasi

Bandura misalnya, menyatakan

bahwa kekerasan i tu akan

menyebabkan para penonton

melakukan agresi imitatif. Teori

belajar yang lain menyatakan

b a h w a k e k e r a s a n m e d i a

memberikan isyarat yang memicu

timbulnya kebiasaan respons

agresif penontonnya (Sears,

1985).

BAB IIIPENDEKATAN PENELITIAN

1. Definisi Studi Kasus

Dalam penelitian ini,

pendekatan yang digunakan adalah

metode kualitatif dengan pendekatan

penelitian studi kasus. Menurut

Moleong (2004), studi kasus adalah

studi yang berusaha memahami isu-

Page 29: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

isu yang rumit atau objek dan dapat

memperluas pengalaman atau

menambah kekuatan terhadap apa

yang telah dikenal melalui hasil

penelitian yang lalu lebih lanjut

dikatakan bahwa studi kasus

menekankan pada rincian analisis

kontekstual tentang sejumlah kecil

kejadian atau kondisi dan hubungan-

hubungan yang ada padanya.

Sedangkan American Psychology

Asociation (APA) mendefinisikan

studi kasus atau case study sebagai

“papers in which the author

describes case material while with

an individual or organization”. Yang

intinya bahwa studi kasus adalah

sebuah laporan penelitian yang

d i b u a t o l e h p e n e l i t i u n t u k

memberikan gambaran mengenai

suatu kasus baik itu individu atau

organisasi.

Studi kasus adalah suatu

bentuk penelitian (inquiry) atau studi

tentang suatu masalah yang memiliki

sifat kekhususan (particularity),

dapat dilakukan baik dengan

pendekatan kualitatif maupun

kuantitatif, dengan sasaran

perorangan (individual) maupun

kelompok, bahkan masyarakat luas

(Basuki, 2006).

Studi kasus ditujukan untuk

meneliti satu kasus atau lebih secara

mende ta i l , mendal am, guna

memahami kompleksitasnya dalam

konteks alamiah. Studi kasus dapat

d i lakukan secara kual i ta t i f ,

kuantitatif, atau gabungan keduanya.

Dari uraian di atas maka dapat

disimpulkan bahwa studi kasus ialah

suatu penelitian mendalam yang

dilakukan untuk memberikan

gambaran mendalam mengenai suatu

kasus yang mempunyai karakteristik

tertentu.

B. Subjek Penelitian

Suatu penelitian studi kasus

dapat menggunakan satu subjek

penelitian saja asalkan data yang di

dapat sudah cukup (Bonister dkk

dalam Poerwandari, 1998).

Karakteristik subjek adalah

anak laki-laki atau perempuan yang

berusia antara 6 sampai 12 tahun

untuk anak perempuan, 6-13 tahun

untuk anak laki-laki yang gemar

menonton tayangan kekerasan di

televisi.

C. Tahap-tahap Penelitian

Page 30: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

Pada penelitian ini ada tiga

tahap persiapan dan pelaksanaan

diantaranya:

1. Tahap Persiapan Penelitian

Tahap persiapan sebelum

diadakan penelitian adalah

melakukan perumusan masalah

penelitian yang akan dijadikan

top ik pen el i t i an , se te lah

merumuskan maka langkah

berikutnya adalah dengan

pengumpulan konsep dan teori

yang selanjutnya dapat dijadikan

perbandingan antara hasil

penelitian dengan teori yang ada.

2. Menyusun pedoman wawancara

Peneliti menyusun pertanyaan

yang berhubungan dengan apa

yang ingin ditanyakan pada

subjek, khususnya hal-hal yang

menyangkut dalam penelitian

berdasarkan teori-teori yang

relevan dengan masalah yang

diteliti.

3. Pelaksanaan wawancara dan

observasi

Peneliti melakukan proses

wawancara dibantu alat perekam

berupa tape recorder.

D. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan sifat

penelitian kualitatif yang terbuka

dan luwes, metode dan tipe

pengumpulan data dalam

penelitan kualitatif sangat

beragam disesuaikan dengan

masalah, tujuan, serta sifat objek

yang akan diteliti (Poerwandari,

1998). Dalam penelitian ini,

metode pengumpulan data yang

digunakan adalah metode

wawancara dan observasi.

1. Wawancara

Menurut Banister dkk.

( d a l a m B a s u k i , 2 0 0 6 ) ,

wawancara adalah percakapan

dan tanya jawab yang diarahkan

untuk mencapai tujuan tertentu.

Wawancara kualitatif dilakukan

bila peneliti bermaksud untuk

memperoleh pengetahuan tentang

makna-makna subjektif yang

dipahami individu berkesan

dengan topik yang diteliti dan

bermaksud melakukan eksplorasi

terhadap isu tersebut. Hal ini

tidak dapat dilakukan dengan

pendekatan lain.

Selain itu menurut Narbuko

dan Achmadi (2005), wawancara

adalah proses tanya jawab dalam

Page 31: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

penelitian yang berlangsung

secara lisan di mana dua orang

atau lebih ber tatap muka

mendengarkan secara langsung

informasi–informas i a tau

keterangan–keterangan. Hal ini

dijelaskan pula oleh Moleong

(2002), yang mendefinisikan

wawancara sebagai percakapan

dengan maksud tertentu, yang

dilakukan oleh dua pihak, yaitu

pewawancara (interviewer) yang

mengajukan pertanyaan dan yang

diwawancarai (interviewee)

yang memberikan jawaban atas

pertanyaan itu.

Kartono (dalam Basuki,

2006) menjelaskan bahwa interview

atau wawancara adalah suatu

percakapan yang diarahkan pada

su a tu mas a la h t e r t en tu , i n i

merupakan proses tanya jawab lisan,

dimana dua orang atau lebih

berhadap-hadapan secara fisik.

Menurut Patton (dalam

Poerwandari, 1998) secara umum

kita dapat membedakan tiga

pendekatan dasar dalam memperoleh

data kualitatif melalui wawancara,

yaitu :

a. Wawancara Informal

Proses wawancara didasarkan

sepenuhnya pada berkembangnya

pertanyaan-pertanyaan secara

spontan dalam interaksi alamiah.

Tipe wawancara demikian umumnya

dilakukan peneliti yang melakukan

observasi partisipasif. Dalam situasi

demikian, orang-orang yang diajak

berbicara mungkin tidak menyadari

bahwa ia sedang diwawancarai

secara sistematis untuk menggali

data.

b. Wawancara dengan Pedoman

Umum

Dalam proses wawancara ini,

peneli ti di lengkapi pedoman

wawancara yang sangat umum, yang

mencatumkan isu–isu yang harus

diliput tanpa menentukan urutan

pertanyaan, bahkan mungkin tanpa

bentuk pertanyaan eksplis it .

Wawancara dengan pedoman sangat

u m u m i n i d a p a t b e r b e n t u k

waw anca ra t e r fok u s , yak n i

wawancara yang mengarahkan

pembicaraan pada hal–hal atau

aspek–aspek tertentu dari kehidupan

atau pengalaman subjek. Tetapi

wawancara juga dapat berbentuk

wawancara mendalam, dimana

peneliti mengajukan pertanyaan

Page 32: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

mengenai berbagai segi kehidupan

subjek, secara utuh dan mendalam.

c. Wawancara dengan Pedoman

Terstandar yang Terbuka

Dalam bentuk wawancara ini,

pedoman wawancara ditulis secara

rinci, lengkap dengan set pertanyaan

dan penjabarannya dalam kalimat.

Bentuk ini akan efektif dilakukan

bila penelitian melibatkan banyak

pewawancara, sehingga peneliti

perlu mengadministrasikan upaya–

upaya untuk meminimalkan variasi,

sekaligus mengambil langkah–

langkah menyeragamkan pendekatan

terhadap responden.

Dalam penulisan ini, peneliti

menggunakan metode wawancara

dengan pedoman umum, dimana

pedoman wawancara digunakan

untuk mengingat peneliti mengenai

aspek yang akan dibahas dan dapat

mengajukan pertanyaan secara

mendalam mengenai kehidupan

subjek.

2. Observasi

Istilah observasi diturunkan

dari bahasa latin yang berarti

“melihat” dan “memperhatikan”.

Istilah observasi diarahkan pada

kegiatan memperhatikan secara

akurat, mencatat fenomena yang

muncul, dan mempertimbangkan

hubungan antar aspek dalam

fenomena tersebut (Poerwandari,

1998).

Bogdan dan Biklen (dalam

Moleong, 2002) mengatakan bahwa

observasi adalah catatan tertulis

tentang apa yang didengar, dilihat,

dialami dan dipikirkan dalam rangka

pengumpulan data dan refleksi

terhadap data dalam penelitian

kualitatif. Sedangkan menurut

Banister dkk. (dalam Basuki, 2006)

observasi selalu menjadi bagian

dalam penelitian psikologis, dapat

ber langsung dal am konteks

laboratorium (eksperimental)

maupun konteks alamiah.

Lain halnya dengan Kartono

(dalam Basuki, 2006), pengertian

observasi diberi batasan sebagai

berikut: “studi yang disengaja dan

sistematis tentang fenomena sosial

dan gejala-gejala psikis dengan jalan

pengamatan dan pencatatan”.

Sedangkan Patton (dalam

Poerwandari, 1998), observasi

merupakan metode pengumpulan

data esensial dalam penelitian,

apalagi peneliti dengan

Page 33: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

menggunakan pendekatan kualitatif.

Agar memberikan data yang akurat

dan bermanfaat, observasi sebagai

metode ilmiah harus dilakukan oleh

peneliti yang sudah melewati latihan-

latihan yang memadai.

Tujuan observasi adalah

mendeskripsikan setting yang

dipelajari, aktivitas-aktivitas yang

berlangsung, orang-orang yang

terlibat dalam aktivitas, dan makna

kejadian yang diamati. Beberapa

jenis observasi yang dikemukakan

oleh Poerwandari (1998) adalah

sebagai berikut:

a. Observasi Partisipan

Observasi partisipan adalah

o b s e r v a s i d i m a n a o r a n g

melakukan pengamatan berperan

serta ikut ambil bagian dalam

k e h i d u p a n o r a n g y a n g

diobservasi.

b. Observasi Non Partisipan

Observasi dikatakan non

partisipan apabila observer tidak

berperan serta ikut ambil bagian

kehidupan observee.

c. Observasi Sistematik

Apabila pengamatan

menggunakan pedoman sebagai

instrument pengamatan, yang

menjadi c i r r i u tama jen is

pengamatan ini adalah

mempunyai kerangka atau

struktur yang jelas.

d. Observasi Tidak Sistematik

Observasi dikatakan oleh

pengamatan dengan tidak

menggunakan instrument

pengamatan

e. Observasi Eksperimental

Pengamatan dilakukan

dengan cara observee dimasukkan

kedalam suatu kondisi atau situasi

tertentu.

Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan teknik observasi

non partisipan, dimana peneliti

tidak berperan serta ikut ambil

bagian dalam kehidupan subjek.

E. Alat Bantu Pengumpul Data

Poerwandar i (1998),

penulis sangat berperan dalam

seluruh proses penelitian, mulai

dari memilih topik, mendekati

topik tersebut, mengumpulkan

data, hingga menganalisis,

men g i n t e rp r e t as i k an d an

menyimpulkan hasil penelitian

(instrumen pokok). Dalam

mengumpulkan data-data penulis

Page 34: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

membutuhkan alat bantu

(instrumen tambahan), yaitu :

1.Pedoman Wawancara

Menurut Poerwandari (1998),

pedoman wawancara yang

digunakan peneliti berisi daftar

pertanyaan-pertanyaan yang

disusun berdasarkan tujuan

pene l i t i an dan teor i yang

berkaitan. Pedoman wawancara

digunakan agar wawancara yang

dilakukan tidak menyimpang dari

tujuan penelitian, tetapi juga

berdasarkan teori yang berkaitan

dengan masalah yang diteliti,

yaitu self-efficacy seorang

pengusaha kecil

2.Pedoman Observasi

Patton (dalam Poerwandari,

1998), menjelaskan bahwa

pedoman observasi merupakan

metode pengumpulan data

esensial dalam penelitian. Agar

memberikan data yang akurat dan

bermanfaat, observasi sebagai

metode ilmiah harus dilakukan

o l e h p e n e l i t i . S e l a i n i t u

Poerwandari (1998), menjelaskan

pedoman observas i dalam

penelitian kualitatif digunakan

untuk mendeskripsikan setting

yang dipelajari, aktivitas-aktivitas

yang berlangsung, orang-orang

yang terlibat dalam aktivitas, dan

makna kejadian yang dilihat dari

perspektif mereka terlibat dalam

kejadian yang dialami tersebut.

3. Alat Perekam

Alat perekam berguna

sebagai alat bantu pada saat

wawancara, agar penulis dapat

benar-benar berkonsentrasi pada

proses pengambilan data tanpa

harus berhenti untuk mencatat

jawaban-jawaban dari responden.

Dalam mengumpulkan data, alat

perekam baru dapat dipergunakan

setelah penulis memperoleh izin

dari subjek untuk menggunakan

alat tersebut pada saat proses

wawancara berlangsung.

4. Kamera

Kamera dapat berguna

sebagai alat bantu pada saat

observasi. Dengan alat ini peneliti

dapat melengkapi catatan observasi

yang dilakukan. Alat ini baru dapat

dipergunakan setelah penulis

memperoleh izin dari subjek.

5. Alat Tulis

Alat tulis yang digunakan

adalah buku tulis, pensil, pulpen,

Page 35: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

dan penghapus. Dengan tujuan

penggunaan alat tulis ini adalah

untuk mencatat semua data atau

informasi dalam suatu penelitian,

baik wawancara maupun observasi.

F. Keakuratan dalam Penelitian

Triangulasi menurut Moleong

(2000), adalah teknik pemeriksaan

keakuratan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain di luar data itu

untuk keperluan pengecekan atau

sebagai pembanding terhadap data

itu. Denzin (dalam Moleong, 2000)

membedakan empat macam

triangulasi sebagai teknik

pemeriksaan, yaitu :

1. Triangulasi dengan sumber

berarti membandingkan dan

mengecek balik derajat

kepercayaan suatu informasi

melalui waktu dan alat

berbeda dalam metode

kualitatif (Patton dalam

Moleong,2000). Hal itu dapat

dicapai dengan :

a. Membandingkan data

hasil pengamatan dengan

data hasil wawancara.

b. Membandingkan apa

yang dikatakan orang

didepan umum dengan

apa yang dikatakan secara

pribadi.

c. Membandingkan

apa

yang dikatakan orang-

orang tentang situasi

penelitian dengan apa

yang dikatakannya

sepanjang waktu.

d. Membandingkan

keadaan dan perspektif

seseorang dengan

berbagai pendapat dan

pandangan orang.

2. Triangulasi dengan metode,

menurut Pat ton (dalam

Moleong, 2000) terdapat dua

strategi, yaitu :

a. Pengecekan derajat

kepercayaan penemuan

hasil penelitian beberapa

teknik pengumpulan data.

b. Pengecekan derajat

kepercayaan beberapa

sumber data dengan

metode yang sama.

3. Triangulasi dengan

penyelidikan, menurut Patton

(dalam Moleong, 2000)

menggunakan pemanfaatan

penel i t i a tau pengamat

Page 36: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

lainnya untuk keperluan

Page 37: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

pengecekan kembali derajat

kepercayaan data.

4. Triangulasi dengan toeri,

menurut Lincoln dan Guba

(dalam Moleong, 2000)

berdasarkan anggapan bahwa

fakta tertentu tidak dapat

diperiksa derajat kepercayaan

dengan satu atau lebih teori.

Dipihak lain, Patton (dalam

Moleong, 2000) berpendapat

lain yaitu bahwa hal itu dapat

dilaksanakan dan hal itu

d in ama k an p en j e l as an

banding (rival explanation).

Hal itu dapat dilakukan

secara induktif atau secara

logika, sebagai berikut:

a. Secara induktif,

dilakukan dengan

menyertakan usaha

pencarian cara lainnya

untuk mengorganisasikan

data yang barangkali

mengarahkan pada upaya

penemuan penelitaian

lainnya.

b. Secara logika, dilakukan

dengan jalan memikirkan

kemungkinan logis

lainnya dan kemudian

melihat apakah

kemungkinan-

kemungkinan itu dapat

ditunjang oleh data.

Sedangkan tr iangulas i

menurut Marshall dan Rossman

(dalam Poerwandari, 2001) adalah

mengacu pada upaya mangambil

sumber-sumber data yang berbeda

untuk menjelaskan suatu dal

tertentu.

Patton (dalam Poerwandari,

2001) menya t akan bahwa

triangulasi dapat dibedakan dalam

:

1. Triangulasi Data, yaitu

digunakan variasi sumber

–sumber da ta yang

berbeda seperti

dokumen, arsip, hasil

wawancara, hasil

observasi.

2. Triangulasi Peneliti yaitu

digunakannya beberapa

peneliti atau evaluator

yang berbeda seperti:

dosen pembimbing.

3. Triangulasi Teori, yaitu

digunakannya beberapa

perspektif yang berbeda

untuk

Page 38: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

menginterpretasikan data

yang sama.

4. Triangulasi Metodologis,

yaitu dipakainya beberapa

metode yang berbeda

untuk meneliti suatu hal

y a n g s a m a . D a l a m

penelitian ini

menggunakan metode

wawancara dan observasi.

Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan triangulasi data,

triangulasi penelitian, triangulasi

teori, triangulasi metodologis

yang dikatakan oleh Patton

(dalam Moleong, 2000) karena

dari kesemuanya sangat penting

dalam suatu penelitian untuk

menjelaskan suatu hal tertentu

serta untuk keperluan pengecekan

atau sebagai pembanding terhadap

suatu data.

G. Teknik Analisis Data

Menurut Bogdan (dalam

Sugiyono, 2005) analisis data

adalah proses mencari dan

menyusun secara sistematis

data yang diperoleh dari hasil

wawancara, observasi (catatan

lapangan) dan bahan-bahan

lain, sehingga dapat mudah

dipahami dan temuannya dapat

diinformasikan kepada orang

lain.

Dalam menganalisis

penelitian kualitatif terdapat

beberapa tahapan yang perlu

dilakukan. Menurut Marshall

dan Rosman (1989) tahapan-

tahapan tersebut, yaitu :

1. Mengorganisasikan Data

Data yang telah didapat

dibaca berulang-ulang, agar

penulis mengerti benar data atau

hasil yang telah didapat.

2. Pengelompokkan Berdasarkan

Kategori , Tema dan Pola

Jawaban

Secara umum tahap ini

merupakan tahap yang paling

sukar, kompleks, tersamar, tetapi

juga merupakan tahap yang

m e n y e n a n g k a n y a n g

membutuhkan aktivitas daya

kreativitas kita. Tiga hal yang

sangat dibutuhkandalam tahap

ini, yaitu :

a. Pengertian yang mendalam

terhadap data.

b. Perhatian dan konsentrasi

penuh.

Page 39: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

c. Terbuka terhadap

kemungkinan munculnya hal-

hal lain di luar hal-hal yang

ingin digali.

3. Menguji Asumsi atau

P e r m as a l ah an y an g A d a

Terhadap Data

Kategori dan pola data yang

sudah tergambar jelas, kemudian

diuji terhadap asumsi yang telah

dikembangkan dalam penelitian

ini.

4. Mencari Alternatif Penjelasan

Bagi Data

Setelah kaitan antara kategori

dan pola data dengan asumsi

terwujud, penulis masuk ke

da l am tahap p en j e l as an .

Berdasarkan kesimpulan yang

telah diperoleh dari kaitan

tersebut, penulis perlu mencari

suatu alternatif penjelasan lain

tentang kesimpulan yang telah

d i p e r o l e h . S e b ab d a l a m

penelitian kualitatif memang

selalu ada alternatif penjelasan

lain.

5. Menuliskan Hasil Penelitian

Penulisan data yang telah

berhasil dikumpulkan merupakan

suatu hal pent ing da lam

melakukananalisis, sebab

membantu penulis untuk

memeriksa kembali apakah

kesimpulan yang dibuat sudah

se l esa i , deng an ka ta la in

keabsahan internal sudah dicapai.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Sebab-sebab anak gemar

menonton tayangan kekerasan

di televisi

Dari hasil analisa penulis

dapat mengambil kesimpulan

bahwa terdapat kesesuaian antara

subjek dan SO dimana sebab-

sebab anak gemar menonton

tayangan kekerasan ditelevisi

yaitu karena merupakan hobi

yang digemari subjek, selain itu

merupakan hiburan yang juga

paling digemari oleh subjek,

kegiatan rutin yang dilakukan

setelah pulang sekolah, karena

jarang dilarang oleh orang tuanya

untuk menonton tayangan

kekerasan dan karena ada efek

seru dan menegangkan sehingga

subjek betah menontonnya setiap

hari.

Page 40: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

Hal di atas juga didapat pada

hasil observasi dan wawancara

dimana subjek sangat serius

apabila sedang menonton acara

favoritnya seperti kera sakti dan

naruto. Subjek yang baru

berumur 9 tahun dan baru duduk

di bangku sekolah dasar tersebut

setelah pulang sekolah dan ganti

baju, langsung mengambil

remote tv untuk menonton film

kesukaannya. Terkadang sambil

makan siang subjek menonton tv.

Subjek menontonnya setiap hari

karena merupakan hobi yang

tidak bisa di tinggalkan dan juga

merupakan hiburan utama setelah

pulang sekolah. Subjek merasa

terhibur sekali jika sudah

menonton acara kesukaannya

tersebut. Subjek menyukai

karena seru dan menegangkan

sehingga membuat subjek

p e n a s a r a n u n t u k t e r u s

menontonnya setiap hari tanpa

rasa bosan. Adegan seperti

berkelahi, dan pembunuhan

subjek menyukainya. Berita-

berita yang isinya pembunuhan

pun subjek suka menontonnya.

Selain itu orang tua subjek jarang

melarangnya jika subjek

menonton acara dan tayangan

yang berbau kekerasan di televisi

sehingga dapat menyebabkan

anak gemar menonton tayangan

kekerasan di televisi.

b. Gambaran perilaku agresi

p a d a a n a k y a n g g e m a r

menonton tayangan kekerasan

Dari hasil analisa penulis

dapat mengambil kesimpulan

bahwa terdapat kesesuaian antara

subjek dan SO dimana gambaran

perilaku agresi secara fisik pada

anak yang gemar menonton

tayangan kekerasan di televisi

yaitu subjek sering berkelahi

seperti; mencubit, menendang,

m e m u k u l , m e n g g a n g g u

temannya yang sedang bermain

dan tidak mengerjakan PR dari

sekolahnya.

Hal di atas didapat juga dari

hasil observasi dan wawancara

p ad a su b je k d i ma na saa t

observasi subjek terlihat sedang

memukul temannya pada saat

asik bermain gambaran subjek

terlihat mulai mengganggu

temannya dengan iseng mencubit

Page 41: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

lengan temannya sebanyak dua

kali, sehingga temannya pun

membalas tetapi dengan ejekan.

Tidak terima diejek, subjek pun

membalas ejekan temannya, yang

akhirnya mereka berkelahi. Ibu

subjek pun datang untuk

melerainya, dan menyuruh

subjek meminta maaf, tapi subjek

malah berteriak dan marah-

marah. Kemudian tidak lama

mereka asik bermain gundu, dan

subjek berbuat iseng melempar

gundu temennya, akhirnya

mereka berkelahi lagi dengan

saling pukul-pukulan. Suasana

menjadi sepi kembali setelah ibu

s u b j e k d a t a n g u n t u k

menghentikan anaknya yang

sedang berkelahi, kemudian tidak

lama teman yang tadi berkelahi

dengan subjek mengajak ngobrol

subjek, tetapi subjek tidak

menjawabnya akibat kesal dari

perkelahian tadi. Subjek jga

s e r i n g u n t u k t i d a k m a u

mengerjakan PR yang diberikan

dari sekolahnya.

Dari hasil analisa penulis

dapat mengambil kesimpulan

bahwa terdapat kesesuaian antara

subjek dan SO dimana gambaran

perilaku agresi secara verbal

pada anak yang gemar menonton

tayangan kekerasan di televisi

yaitu subjek sering menghina

teman dengan meyebutkan nama

binatang, menolak berbicara

den gan or an g y an g te l ah

membuatnya kesal, marah-marah

den gan te r i ak- t e r iak d an

megucapkan kata-kata kasar, dan

mendesak orang tua karena hal

sepele

Hal di atas didapat juga dari

hasil observasi dan wawancara

pada subjek dimana subjek

berkata kasar saat ada temannya

mengejek subjek dan subjek

membalas dengan ejekan. Subjek

b e r k a t a k a s a r s e p e r t i

menyebutkan nama orang tua

temannya dan berkata monyet,

dan anjing. Tidak lama teman

yang mengejek subjek mengajak

ngobrol, tetapi subjek tidak

menjawabnya akibat kesal karena

sudah mengejeknya. Selain

kepada temannya, subjek juga

menolak berbicara kepada kakak

d a n i b u n y a k a r e n a t e l ah

memarah inya saat subjek

Page 42: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

berkelahi dengan temannya.

Subjek sering marah-marah

d e n g a n b e r t e r i a k d a n

menyebutkan kata-kata kasar saat

ibunya atau kakaknya menyuruh

untuk membeli sesuatu ke

warung. Subjek juga sering

mendesak ibunya untuk menuruti

semua keinginan subjek, seperti

terlihat pada saat observasi,

subjek merengek meminta

dibelikan es krim saat temannya

membeli es krim. Selain itu,

subjek pun meminta mainan

seperti pedang-pedangan atau

hal-hal yang diinginkan saat

subjek melihat acara di televisi

dan meminta untuk segera

dibelikan saat itu juga.

c. Faktor-faktor yang

menyebabkan perilaku agresi

pada anak

Dari hasil analisa penulis

dapat mengambil kesimpulan

bahwa terdapat kesesuaian antara

subjek dan SO dimana faktor-

faktor yang menyebabkan

perilaku agresi pada anak yaitu

meniru orang tua dalam hal ini

adalah perilaku marah-marah ibu

subjek, akibat acara-acara televisi

yang juga merupakan faktor

utama subjek dimana subjek

meniru apa yang dilihatnya di

t ay a n g an k ek e r a s an d a n

mempraktekannya di kehidupan

sejari-hari, selain itu televisi juga

dapat mempengaruhi perilaku

subjek sehingga subjek berkata

kasar, sering marah-marah,

berteriak dan berkelahi seperti

yang subjek tonton dalam sebuah

film action . Akibat sering

menonton tayangan kekerasan di

tv subjek jarang berinteraksi

dengan teman sebaya dan

lingkungannya karena subjek

menghabiskan waktunya hanya

untuk menonton tv saja. Faktor

lainnya yang menyebabkan

perilaku agresi yakni subjek

memendam perasaan marah,

orang tua membiarkan subjek

berbuat salah dan dengan kejam

menghadapi kekejaman, selain

itu subjek sudah di cap sebagai

anak yang nakal sehingga

membuat subjek semakin nakal.

Hal di atas didapat juga dari

hasil observasi dan wawancara

pada subjek dimana subjek sering

Page 43: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

meniru adegan berkelahi yang

ditontonnya dari acara kekerasan

di tv. Dari hasil wawancara

subjek ingin meni ru cara

berkelahi gokong sang kera sakti

yang merupakan salah satu acara

yang digemari subjek. Subjek

mengikuti dan mempraktekannya

kepada temannya dengan tidak

mengetahui bahwa hal tersebut

kurang baik. Subjek juga sering

meniru kata-kata kasar yang ada

d i d a l a m t a y a n g a n y a n g

ditontonnya, sehingga membuat

subjek mengikutinya sambil

marah-marah dan berteriak. Oleh

karena i tu , sub jek ser ing

dimarahi kedua orangtuanya dan

juga kakaknya. Tetapi subjek

tidak terima dimarahi, maka

subjek melampiaskannya dengan

marah-marah juga dengan

kakaknya dan orang tuanya,

sambil berteriak dan berkata-kata

kasar. Subjek juga menangis

akibat kesal sering dimarahi,

bahkan subjek merusakkan

mainannya sebagai pelampiasan

marahnya. Hal itu juga terjadi di

sekolahnya, subjek dimarahi oleh

gurunya akibat perbuatan

nakalnya yang memukul

temannya . Subjek d ib er i

hukuman dengan berdiri di depan

tiang bendera, hal ini membuat

subjek kesal dan memendam

perasaan marahnya dalam hati,

terkadang teriak-teriak sendiri

dan berbuat iseng dengan

temannya. Faktor lainnya yang

menyebabkan anak berperilaku

agresi juga dikarenakan orang tua

membiarkan anak berperilaku

salah, dalam hal ini orang tua

s u b j e k p e r n a h m e n e g u r

kesalahan subjek, tetapi karena

s u b j e k t i d a k p e r n a h

mendengarnya dan menuruti

perintah ibunya untuk tidak

melakukan perbuatan agresi

tersebut, maka anak segera tahu

bahwa orang tuanya merasa tidak

a p a - a p a d a n m e m b e r i

kesempatan bagi anak untuk

mengulangi perbuatannya lagi.

B. Pembahasan

1. Sebab-Sebab Anak Gemar

Menonton Tayangan Kekerasan

di Televisi

Page 44: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

Berdasarkan penelitian yang

dilakukan penulis menyimpulkan

bahwa sebab-sebab anak gemar

menonton tayangan kekerasan di

televisi adalah :

Merupakan hobi yang

digemari subjek, selain itu

merupakan hiburan yang juga

paling di gemari oleh subjek,

kegiatan rutin yang dilakukan

setelah pulang sekolah, jarang di

larang oleh orang tuanya untuk

menonton tayangan kekerasan dan

kar ena ad a e fek s er u dan

menegangkan sehingga subjek

betah menontonnya setiap hari.

Dikatakan gemar karena subjek

menonton setiap hari selama 4

jam, semua ini di dapat dari hasil

wawancara.

Hobi yang paling digemari

oleh subjek adalah menonton

televisi, dimana menurut Hurlock

(1995), anak laki-laki lebih

banyak menghabiskan waktunya

u n t u k m e n o n t o n t e l e v i s i

ketimbang anak perempuan.

Subjek berjenis kelamin laki-laki

dan ser ing menghabiskan

waktunya untuk menonton tv

daripada bermain atau jalan-jalan

ke ragunan, ancol, bahkan ke

dufan subjek tidak pernah mau

ikut. Selain itu kegiatan rutin yang

dilakukan subjek setelah pulang

sekolah adalah menonton televisi,

hal tersebut di dukung oleh teori

dari Mahayoni & Lim (2007),

yang mengatakan menonton

televisi adalah kegiatan nomor

satu bagi anak-anak selama jam-

jam antara pulang sekolah dan

makan malam. Berdasarkan hasil

wawancara, subjek menonton

televisi setelah pulang sekolah

sampai malam hari, itu dilakukan

setiap hari maupun jika hari libur

subjek menonton hingga larut

malam.

Di samping itu, orang tua

subjek tidak pernah melarang

untuk menonton tayangan yang

berbau kekerasan, ini menjadi

penyebab lain subjek makin

gemar menonton tayangan

kekerasan di televisi, dimana hal

ini juga di dukung oleh teori yang

mengatakan bahwa anak-anak

yang kurang mendapat didikan

dari orang tua yang sibuk bekerja

mencari nafkah, biasanya justru

banyak menghabiskan waktunya

untuk menonton televisi di

Page 45: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

banding jam belajar mereka

(Mahayoni & Lim, 2007). Hasil

w a w a n c a r a p a d a s u b j e k

menyebutkan bahwa kepala

keluarga yakni sang ayah sibuk

bekerja, walau pun hanya ada ibu

subjek di rumah, tetapi ibu subjek

jarang untuk mendidik dan

melarang anaknya menonton

tayangan kekerasan di televisi,

oleh karena itu subjek semakin

gemar menontonnya. Subjek

mengakui bahwa subjek gemar

menonton tayangan kekerasan

penyebabnya adalah acara-acara

kekerasan seru dan menegangkan

untuk ditonton setiap harinya. Hal

tersebut di dukung oleh teori yang

menyebutkan apa saja yang

menawarkan adegan ketegangan,

petualangan , a tau mis ter i

merupakan daya tarik bagi anak-

anak, ini karena merupakan

sesuatu yang beda dari kenyataan

hidup sehari-hari (Hurlock, 1995).

Seperti yang didapat dari hasil

wawancar a bahwa sub jek

menyukai adegan kekerasan

karena efeknya menegangkan

yang membuat subjek ingin terus

menontonnya saat ada adegan

berkelahi sang jagoan dalam

sebuah film action. Subjek pun

menyukai adegan tembak-

tembakan dengan suara yang

m e m b u a t s u b j e k t a m b a h

menegangkan untuk menontonnya

setiap kali ada adegan tersebut.

Selain itu subjek juga menyukai

adegan pembunuhan dan berita

yang is inya menampi lkan

pembunuhan seseorang yang

matinya ditembak atau dibunuh.

Subjek hampir tiap menonton

acara atau berita tersebut.

Selain menghibur, yang

terutama bikin ‘kecanduan’ ialah

unsur thrill, suasana tegang saat

menunggu adegan apa yang bakal

terjadi kemudian. Tanpa itu, film

c e n d e r u n g d a t a r d a n

membosankan, karena itulah

anak-anak senang menonton

tayangan kekerasan (Reni

Triwardani, 2006). Oleh sebab

itulah subjek gemar menonton

tayangan kekerasan di televisi

daripada menonton sinetron yang

jalan ceritanya cenderung datar

dan biasa saja, sehingga subjek

lebih memilih tayangan yang

Page 46: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

adegannya kekerasan seperti

berkelahi, pembunuhan dan

adegan kekerasan lainnya. Hal di

atas juga didapat pada hasil

observasi dan wawancara dimana

subjek sangat serius apabila

sedang menonton acara favoritnya

seperti kera sakti dan naruto.

Subjek yang baru berumur 9 tahun

dan baru duduk di bangku sekolah

dasar tersebut setelah pulang

sekolah dan ganti baju, langsung

mengambil remote tv untuk

menonton film kesukaannya.

Subjek merasa terhibur sekali jika

s u d a h m e n o n t o n a c a r a

kesukaannya tersebut. Subjek

menyukai karena seru dan

menegangkan sehingga membuat

subjek penasaran untuk terus

menontonnya setiap hari tanpa

rasa bosan, dimana acara televisi

yang sering ditonton oleh subjek

yaitu Naruto, Avatar, Dragon

Ball, Kera Sakti, Power Ranges,

Crayon Shincan, Tom & Jerry,

berita pembunuhan seperti:

Sergap, dan Patroli, sampai film

b i o s k o p T r a n s T v y a n g

menampilkan film-film kekerasan

seperti Die Hard, Spiderman,

Superman, Batman, Cat Women,

Who I am, Terminator, Kungfu

Hatsel, dan berbagai macam film

kungfu Jacki Chan lainnya.

Di sisi lain tayangan

kekerasan di televisi biasanya

berasal dari dunia riil atau nyata

dan dari dunia fiksi. Dunia riil

misalnya adalah tayangan tentang

pembunuhan, perkelahian,

ataupun konflik sosial yang

kesemuanya bisa mengundang

reaksi emosional yang dalam di

dalam diri pemirsa. Kekerasan

semacam ini bisa menimbulkan

efek-efek yang saling bertolak

b e l a k a n g , y a k n i b i s a

mengakibatkan perasaan sedih,

menjijikan, ataupun perasaan

tertarik simpati, bahkan terhibur.

Karena hal terebut menurut

Haryatmoko (2007), kekerasan riil

juga bisa di s ebut sebaga i

kekerasan dokumen. Kekerasan

ini mengambil bentuk gambar

yang dialami oleh pemirsa sebagai

fakta kekerasan, sehingga subjek

gemar menonton tayangan

kekerasan yang berasal dari dunia

nyata dan di buat dalam sebuah

film atau di siarkan dalam sebuah

Page 47: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

berita pembunuhan, perkelahian

atau konflik sosial masyarakat.

Sedangkan dari dunia fiksi ini

justru menawarkan ide-ide baru

yang sebelumnya tidak terpikirkan

di dalam realitas dan dengan

mudah ditemukan di dalam

tayangan-tayangan televisi seperti

film action atau kartun . Hal

semacam ini bisa menimbulkan

trauma dan perilaku agresif bagi

orang-orang yang menontonnya,

sehingga anak menjadi suka dan

gemar menontonnya. Hal tersebut

didukung oleh pendapat dari

Haryatmoko (2007). Kekerasan

semacam ini bisa dengan mudah

ditemukan di dalam tayangan-

tayangan televisi. Film action,

misalnya Rambo IV, sungguh-

sungguh mirip dengan konflik riil.

Subjek gemar dan hanya mau

menonton tayangan kekerasan ini

dikarenakan unsur fiksi yang

dipadu dengan rekayasa teknologi

membuat suasana film tersebut

semakin menarik dan membuat

a n a k b e t a h u n t u k t e r u s

menontonnya bahkan hampir

setiap hari.

2. Gambaran Perilaku Agresi

Pad a A n ak Y an g Gemar

Menonton Tayangan Kekerasan

di Televisi

Berdasarkan penelitian yang

dilakukan penulis menyimpulkan

bahwa gambaran perilaku agresi

pada anak yang gemar menonton

tayangan kekerasan di televisi

yaitu :

Ada perilaku agresi secara

fisik dan ada perilaku agresi

secara verbal. Yang merupakan

perilaku agresi secara fisik yaitu

subjek sering berkelahi, mencubit,

m e n e n d a n g , m e m u k u l ,

mengganggu temannya yang

sed ang ber main dan t idak

mengerjakan PR dari sekolahnya.

Sedangkan perilaku agresi secara

verbal yai tu subjek ser ing

m e n g h i n a t e m a n d e n g a n

menyebutkan nama binatang,

menolak berbicara dengan orang

yang telah membuatnya kesal,

m a r a h - m a r a h d e n g a n

menyebutkan kata-kata kasar, dan

mendesak orang tua karena hal

sepele. Hal tersebut di dapat pada

hasil wawancara kepada subjek,

kakak subjek dan ibu subjek.

Page 48: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

Gambaran perilaku agresi

tersebut di dukung oleh teori yang

menyebutkan melukai orang lain

atau berperilaku agresif bisa

dalam bentuk fisik atau verbal,

pasif atau aktif, langsung atau

tidak langsung (Buss dalam

Morgan dkk. 1986). Subjek

melakukan perilaku agresi

tersebut untuk melukai orang lain

yang di sebutkan sebagai perilaku

agresi secara fisik yakni berkelahi,

mencubit, menendang, memukul,

mengganggu temannya yang

sedang bermain dan t idak

mengerjakan PR. Subjek juga

melakukan tindakan perilaku

agresi secara verbal yakni

m e n g h i n a t e m a n d e n g a n

menyebutkan nama binatang,

menolak berbicara dengan orang

yang telah membuatnya kesal,

m a r a h - m a r a h d e n g a n

menyebutkan kata-kata kasar, dan

mendesak orang tua karena hal

sepele. Dan hal tersebut juga

didukung oleh teori Moore dan

Fine (dalam Koeswara, 1998)

yang memandang agresi sebagai

tingkah laku kekerasan secara

fisik ataupun secara verbal

terhadap individu lain atau

terhadap obyek-obyek.

Hal di atas didapat juga dari

hasil observasi dan wawancara

pada subjek dimana saat observasi

subjek terlihat sedang memukul

temannya pada saat asik bermain

gambaran subjek terlihat mulai

mengganggu temannya dengan

iseng mencubit lengan temannya

sebanyak dua kali, sehingga

temannya pun membalas tetapi

dengan ejekan. Tidak terima

diejek, subjek pun membalas

ejekan temannya, yang akhirnya

mereka berkelahi. Ibu subjek pun

datang untuk melerainya, dan

menyuruh subjek meminta maaf,

tapi subjek malah berteriak dan

marah-marah. Kemudian tidak

lama mereka asik bermain gundu,

d an s u b j ek b er b u a t i s eng

melempar gundu temennya,

akhirnya mereka berkelahi lagi

dengan saling pukul-pukulan.

Suasana menjadi sepi kembali

setelah ibu subjek datang untuk

menghentikan anaknya yang

sedang berkelahi, kemudian tidak

lama teman yang tadi berkelahi

dengan subjek mengajak ngobrol

Page 49: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

subjek, tetapi subjek tidak

menjawabnya akibat kesal dari

perkelahian tadi. Subjek juga

s e r i n g u n t u k t i d a k m a u

mengerjakan PR yang diberikan

dari sekolahnya.

Selain itu hasil observasi dan

wawancara pada subjek juga

menunjukkan bahwa subjek

berkata kasar saat ada temannya

mengejek subjek dan subjek

membalas dengan ejekan. Subjek

berkata kasar seperti menyebutkan

nama orang tua temannya dan

berkata monyet, dan anjing. Tidak

lama teman yang mengejek subjek

mengajak ngobrol, tetapi subjek

tidak menjawabnya akibat kesal

karena sudah mengejeknya. Selain

kepada temannya, subjek juga

menolak berbicara kepada kakak

d a n i b u n y a k a r e n a t e l a h

memarah inya saa t subj ek

berkelahi dengan temannya.

Subjek sering marah-marah

d e n g a n b e r t e r i a k d a n

menyebutkan kata-kata kasar saat

ibunya atau kakaknya menyuruh

untuk membeli sesuatu ke

warung. Subjek juga sering

mendesak ibunya untuk menuruti

semua keinginan subjek, seperti

terlihat pada saat observasi,

subjek merengek meminta

dibelikan es krim saat temannya

membeli es krim. Selain itu,

subjek pun meminta mainan

seperti pedang-pedangan atau hal-

hal yang diinginkan saat subjek

melihat acara di televisi dan

meminta untuk segera dibelikan

saat itu juga.

3.Faktor-Faktor Yang

Menyebabkan Perilaku Agresi

Pada Anak

Berdasarkan penelitian yang

dilakukan penulis menyimpulkan

b ahwa f ak tor - fak to r y ang

menyebabkan perilaku agresi pada

anak adalah :

Meniru orang tua, akibat

acara-acara televisi, memendam

perasaan marah, orang tua

membiarkan subjek berbuat salah

dan dengan kejam menghadapi

kekejaman. Berdasarkan hasil

wawancara subjek meniru

perilaku orang tuanya yang suka

marah-marah, selain itu akibat

acara-acara di televisi yang

menampilkan adegan kekerasan

pun menjadi faktor utama subjek

Page 50: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

berperilaku agresi. Subjek sering

dan suka meniru adegan berkelahi

sang jagoan yang dilihatnya di

televisi, dan mempraktekkan

adegan tersebut kepada temannya

saat mereka berkelahi dan juga

terlebih karena subjek di cap

sebagai anak yang nakal oleh

orang tuanya dan teman-temannya

maka subjek merasa bangga

dengan julukan anak nakal dan

subjek pun merasa bebas berbuat

apa pun kepada temannya dengan

menjaili, mengejek, bakhan

berkelahi.

Hal tersebut di dukung oleh

para ahli yang menyakini bahwa

pembentukan perilaku anak

didasarkan pada stimulus yang

diterima melalui pancaindera yang

kemudian diberi arti dan makna

berdasarkan penge tahuan,

pengalaman, dan keyakinan yang

dimil ik i . J ika anak belum

memiliki sebuah pemahaman

ten tang benar a tau sa lah ,

kemudian mereka melihat acara

televisi yang penuh dengan

adegan umpatan, kekerasan, hal

itu akan mereka anggap sebuah

kebenaran baru. Bahayanya

adalah, jika kebenaran baru

tersebut , yang sebenarnya

bukanlah suatu kebenaran yang

sesungguhnya, disampaikan

secara berulang-ulang, akan

menjadi semacam indoktrinasi

dogma (Mahayoni & Lim, 2007).

Seperti hasil wawancara bahwa

subjek meniru adegan berkelahi

dalam sebuah film action di

televisi dan ingin langsung

mempraktekkan dalam kehidupan

sehari-hari. Selain itu subjek

menyelesaikan masalahnya saat

akan dihukum oleh gurunya

dengan melarikan diri atau kabur

bahkan mengigit tangan gurunya

seperti yang dilihatnya dalam

tayangan kekerasan di tv ,

sehingga faktor kepribadian anak

juga mempengaruhi minat anak

pada televisi, dimana hal tersebut

di dukung oleh teor i yang

menyebutkan bahwa televisi lebih

m e n a r i k a n a k y a n g

penyesuaiannya buruk secara

pribadi dan sosial ketimbang

mereka yang baik penyesuaiannya

(Hurlock, 1995).

Selain itu di dukung juga

Page 51: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

o l e h t e o r i b e l a j a r y a n g

menyatakan bahwa kekerasan

media memberikan isyarat yang

memicu timbulnya kebiasaan

respons agresif penontonnya

(Sears, 1985). Akibat acara-acara

televisi yang menampilkan adegan

kekerasan merupakan faktor

utama subjek yang diantaranya

dapat mempengaruhi perilaku

subjek sehingga subjek berkata

kasar, sering marah-marah,

berteriak dan berkelahi seperti

yang subjek tonton dalam sebuah

film, dan menirunya di kehidupan

sehari-hari. Subjek mengikuti dan

mempraktekannya kepada

t e m a n n y a d e n g a n t i d a k

mengetahui bahwa hal tersebut

kurang baik. Subjek juga sering

meniru kata-kata kasar yang ada

d i d a l a m t a y a n g a n y a n g

ditontonnya, sehingga membuat

subjek mengikutinya sambil

marah-marah dan berteriak. Hal

tersebut juga di dukung oleh teori

yang mengatakan bahwa anak

suka meniru dan mereka merasa

bahwa apa saja yang disajikan

dalam acara televisi tentunya

dapat merupakan cara yang dapat

diterima baginya dalam kehidupan

sehari-hari, karena para pahlawan

yang patuh kepada hukum kurang

menonjol ketimbang mereka yang

memenangkan perhatian dengan

kekerasan dan tindakan sosial

lainnya, sehingga anak-anak

cenderung menggunakan cara

y a n g t e r a k h i r u n t u k

mengiden t i f i kas i d i r i dan

menirunya (Hurlock, 1995). Pada

hasil wawancara subjek meniru

adegan kabur dan mengigit tangan

saat sang jagoan belum siap untuk

bertanding dengan musuhnya dan

itu subjek lakukan saat mau di

hukum oleh salah seorang guru di

sekolahnya karena subjek menjaili

dan sering tidak mengerjakan PR.

Hal lain yang menyebabkan

anak berperilaku agresi juga

d i k a r e n a k a n o r a n g t u a

membiarkan anak berperilaku

salah, dalam hal ini orang tua

subjek pernah menegur kesalahan

subjek, tetapi karena subjek tidak

pernah mendengarnya dan

menuruti perintah ibunya untuk

tidak melakukan perbuatan agresi

tersebut, hal tersebut di dukung

Page 52: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

oleh teori yang mengatakan

bahwa anak segera tahu bahwa

orang tuanya merasa tidak apa-

apa dan memberi kesempatan bagi

dia mengulangi perbuatannya,

bahkan lebih menjadi-jadi, bagi

anak, bi la orang tua t idak

m e n g h u k u m , i t u b e r a r t i

mengizinkan dia bertindak lagi

(Setiawan, 2000).

Faktor lainnya yaitu subjek

jarang berinteraksi dengan teman

sebaya dan lingkungannya karena

hanya menghabiskan waktunya

dengan menonton tv saja di

rumah. Subjek tidak pernah mau

di ajak jalan-jalan ke dufan, ancol

atau ragunan, tetapi subjek malah

hanya memilih menonton tv saja

di rumah, sehingga membuat

subjek menjadi lebih sensitif

untuk melakukan tindakan agresi

kepada orang yang ada di

sekitarnya. Hal tersebut di dukung

oleh teori yang menyebutkan

menonton televisi mengurangi

waktu yang tersedia bagi kegitan

bermain lainnya, teru tama

bermain di luar dengan anak lain,

dan juga sering membatasi

interaksi sosial (Hurlock, 1995).

BAB VPENUTUP

A. Kesimpulan

1. Sebab-Sebab Anak Gemar

Menonton Tayangan

Kekerasan di Televisi

Berdasarkan hasil

analisa dapat diketahui

bahwa sebab-sebab anak

gemar menonton tayangan

kekerasan di televisi adalah

m e r u p a k a n h o b i y a n g

digemari subjek, selain itu

tay angan keker as an d i

televisi membuat subjek

merasa terhibur, kegiatan

rutin yang dilakukan setelah

pulang sekolah, jarang di

larang oleh orang tuanya

untuk menonton tayangan

kekerasan dan karena ada

efek seru dan menegangkan

sehingg a s ubjek bet ah

menontonnya setiap hari.

2. Gambaran Perilaku Agresi

Pada Anak Yang Gemar

Menonton Tayangan

Kekerasan di Televisi

Page 53: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

Berdasarkan hasil

analisa dapat diketahui

bahwa gambaran perilaku

agresi pada anak gemar

m e n o n t o n t a y a n g a n

kekerasan di televisi yaitu

terdiri dari perilaku agresi

secara fisik dan perilaku

a g r e s i s e c a r a v e r b a l .

Merupakan perilaku agresi

secara fisik yaitu subjek

sering berkelahi seperti :

mencubit, menendang,

memukul, mengganggu

temannya yang sedang

bermain dan tidak

mengerjakan PR dari

sekolahnya. Sedangkan

perilaku agresi secara verbal

yaitu subjek sering menghina

teman dengan menyebutkan

nama binatang, menolak

berbicara dengan orang yang

telah membuatnya kesal,

m a r a h - m a r a h d e n g a n

menyebutkan kata-kata kasar,

dan mendesak orang tua

karena hal sepele.

3. Faktor-Faktor Yang

MenyebabkanPerilaku AgresiPada Anak Yang Gemar

Menonton TayanganKekerasan di Televisi

Berdasarkan hasil

analisa dapat diketahui

bahwa faktor-faktor yang

menyebabkan perilaku agresi

pada anak gemar menonton

tayangan kekerasan d i

televisi adalah meniru orang

tua, akibat acara-acara

televisi, memendam perasaan

marah, orang tua membiarkan

subjek berbuat salah, dengan

k e j a m m e n g h a d a p i

kekejaman dan anak di cap

sebagai anak nakal. Faktor

utama yang menyebabkan

anak berperilaku agresi

adalah akibat acara-acara di

televisi yang menampilkan

adegan kekerasan dan subjek

di cap sebagai anak yang

nakal.

B. Saran

Saran yang diberikan

oleh penulis yaitu :

1. Kepada subjek

Subjek diharapkan

mengurangi jadwal untuk

Page 54: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

menonton tayangan

kekerasan di televisi dengan

m e n g i k u t i b e r b a g a i

ekstrakurikuler yang ada di

sekolahnya dan mengikuti

kegiatan lainnya dengan les

bahasa atau pelajaran yang

ada di sekolahnya.

2. Kepada orang tua

Peran orang tua di rumah

adalah anak tidak dibiarkan

menonton tayangan televisi

s en d i r i d a n o r an g t u a

m e n d a m p i n g i d a n

memberitahu pada anak saat

m e n o n t o n t a y a n g a n

kekerasan di televisi mana

yang boleh ditiru dan mana

yang tidak boleh ditiru dan

jangan memberi cap kepada

anak sebagai anak yang

nakal.

3. Kepada pihak penyelenggara

stasiun acara televisi

Diharapkan kepada pihak

penyelenggara stasiun acara

televisi untuk membatasi

program acara televisi yang

beradegan kekerasan dan

menggantinya dengan

program yang lebih mendidik

dan bermanfaat bagi anak-

anak khususnya.

4. Kepada penelitian

selanjutnya

Diharapkan pada penelitian

selanjutnya, peneliti bisa

mengambil kriteria subjek

dengan latar belakang yang

lebih beragam lagi seperti

anak tunggal, anak bungsu

anak yang kehilangan orang

tuanya akibat perceraian, atau

dengan menggunakan metode

penelitian lainnya seperti

penelitian kuantitatif. Dengan

menggunakan karakteristik

s u b j e k y a n g b e r b e d a

diharapkan hasil yang

diperoleh akan lebih

mendalam serta dapat

digeneralisasikan dalam

lingkup yang lebih luas lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Baron, M. (1977). The different ofaggression in human and animals.Journal of social psychology.Volume 50. No, 6, Desember.Chicago. American PsychologicalAssociation.

Page 55: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

Baron, R. & Byrne, D. (2004).Psikologi Sosial . Jakarta :Erlangga.

Basuki, H, Dr. A. M. (2006). Penelitiankual i tat i f untuk i lmu -i lmukemanusiaan dan budaya. Jakarta: Gunadarma

Berkowitz, M. (1993). Anatomy ofhuman desrtuctivenes. New York: McGraw Hill Company.

Berkowitz, L. (1995). Agresi : Sebabdan akibatnya. Jakarta : PustakaBinaman Pressindo.

Chen, M, Ph.D. (1996). Anak-anak &televisi : Buku panduan orangtuam e n d a m p i n g i a n a k - a n a kmenonton tv . Jakar ta : PTGramedia Pustaka Utama.

Damayanti, A. (2000). Hubungan sikapdan ketertiban ibu pada pekerjaanrumah anak dengan sikap dankebiasaan belajar anak. Skripsi(tidak untuk diterbitkan). Fak. Psi.UI.

Deaux, K, Dane, F.C. & Wrightsman,L.S. (1993). Social psychology inthe 90’s. Pasific Grove,California : Brooks/ColePublishing.

Gumgum, G. (2005). Menyikapitayangan televisi di Indonesia.(Http : //www.kompas.com/kompascetak/0510/01 /Bentara/200 13 69.htm)Diakses 04 Januari 2010.

Gunarsa, D. S. (1990). Dasar dan teori

perkembangan anak. Jakarta

Indonesia: BPK Gunung Mulia

Gunarsa, D. S. (1999). Psikologiperkembangan. Jakarta : BPKGunung Mulia

Haryatmoko. (2007).Definisikekerasan.(Http://www.mengaisilmu.blogspot.com). Diakses 04 Januari 2010.

Hurlock, E. B. (1980). Psikologip e r k e m b a n g a n : S u a t upendekatan sepanjang rentangkehidupan edisi kelima. Jakarta :Erlangga.

Hurlock, E. B. (1993). Psikologiperkembangan : Edisi kelima .Jakarta : Erlangga.

Hurlock, E. B. (1995). Jilid 1 :Perkembangan anak. Jakarta :Erlangga.

Koeswara, E. (1988). Agresi manusia.

Bandung : PT. Eresco.

Mahayoni & Lim, H. (2007). Anak vsmedia : Kuasai lah med iasebelum anak anda dikuasainya.J ak a r t a : P T . E le x M ed iaKomputindo.

Moleong, L. J. (2000). Metodologipenelitian. Bandung : RemajaRosdakarya.

Moleong, L. J. (2001). Metodologipenelitian kualitatif (Cetakankeempat belas) . Bandung :Remaja Rosdakarya.

Morgan, C. T., King, R. A., Weisz, J. R.& S c h o p l e r , J . ( 1 9 8 6 ) .Introduction to psychology :International edition. Singapore :McGraw Hill.

Page 56: ABSTRAK - publication.gunadarma.ac.idpublication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/Jurnal.pdf · menunjukkan anak-anak menonton TV selama 30-35 jam per minggu. ... Efek kekerasan

Moyer, K. E. (1976). The psychology ofaggression. New York : Hampar& Raw.

Poerwandari, K. (1998). Pendekatamkualitatif untuk penelitan perilakumanusia. Jakarta : LembagaP e n g e m b a n g a n S a r a n aPengukuran dan pendidikanPsikologi (LPSP3) FakultasPsikologi Universitas Indonesia.

Poerwandari, K. (2001). Pendekatamkualitatif untuk penelitan perilakumanusia. Jakarta : LembagaP e n g e m b a n g a n S a r a n aPengukuran dan pendidikanPsikologi Fakultas Psikologi.

Riyanti, B. P. D & Prabowo, H. (1988).Seri diktat kuliah : Psikologiumum 2. Jakarta : Gunadarma.

Sears, D. O., Freedman. J. I., Peplau, L.A. (1985). Psikologi sosial 2 edisikelima. Jakarta : Erlangga.

Sears, D. O., Freedman. J. I., Peplau, L.A. (1991). Psikologi sosial .Jakarta : Erlangga.

Setiawan, M. G. (2000). Menerobosdunia anak. Bandung : KalamHidup.

Sholihin. (2009). Awas acara televisi.(Http://sholihin.staff.uns.ac.id/2009/04/27/awas-acara-tv/) Diakses30 Maret 2010.

Sugiono. (2005). Metode penelitiankuantitatif, kualitatif, dan R&D.Bandung : IKAPI.

Triwardani, R. (2006). Kajian kritispraktik anak menonton filmkartun di televisi. (Http : //radmarssy.wordpers.com )Diakses 04 Januari 2010.

Wahidin. (2008). Makalah psikologitentang pengaruh televis iterhadap akhlak anak. (Http : //makalahkumakalahmu.wordpress.com ) Diakses 30 Februari 2010.

Widodo, S. (2008). Pengaruh tayangantelevisi terhadap perilaku agresipada anak. (Http : // Learning-of.Slametwidodo. Com / 2008/ 02 /01 / Smack-down/) Diakses 10Juni 2008.

Yusanto, Y. (2007). Pengertian televisi.(Http : // dosenyoki. Blongspot.Co m / 200 7 / 09 / Yo ki –Yusanto-s-sos. Html) Diakses 10Juni 2008.

www. Dharma wanita persatuan. Or. Id.Diakses 15 Agustus 2008.