absensi kegiatan

download absensi kegiatan

of 10

Transcript of absensi kegiatan

BAB IPENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Anak adalah emas bagi orang tua. Layaknya sebuah emas anak akan dirasa sebagai hal yang sangat berharga dan anak akan dirawat dengan sebaik-baiknya. Anak diberikan pendidikan yang bagus, jaminan kesehatan , dan pemenuhan kebutuhan yang lainnya dengan tujuan agar anak akan bernasib jauh lebih baik dari orang tuanya. Karena itulah orang tua rela mengorbankan segalanya hanya untuk kepentingan sang anak. Namun, semua itu bisa menjadi tak seindah dan semudah idealnya hanya karena masalah ekonomi. Lagi-lagi masalah ekonomi yang mengawali sebuah kasus. Sebagai contoh kondisi pada keluarga miskin /kurang mampu. Saat anak meminta uang untuk membayar iuran sekolah kepada ayahnya dan pada saat itu sang ayah benar-benar tidak memiliki uang sepeserpun. Sang ayah tidak lantas diam dan mengatakan kepada anaknya bahwa beliau tidak mempunyai uang sama sekali. Sebagai orang tua, ayah akan berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan uang tersebut. Entah menjual barang bekas, menjadi buruh lembur, bahkan berhutang kepada tetanggapun akan beliau coba walaupun pada akhirnya nihil. Ini adalah bukti nyata kasih sayang orang tua terhadap anaknya. Pada kasus-kasus seperti ini banyak anak yang berkeinginan untuk membantu dan membahagiakan orang tuanya dengan berusaha mencari uang ataupun menghasilkan karya yang bernilai jual. Dalam perkembangannya, kasus seperti ini menjadi semakin kompleks. Di satu sisi banyak anak yang berkeinginan keras untuk bekerja membantu orang tuanya. Padahal pemerintah dengan jelas menerangkan dalam UUPA No.23 tahun 2002 bahwa tidak ada anak yang boleh dipekerjakan dalam bentuk apapun karena hal tersebut dianggap mengganggu anak untuk berpartisipasi dan merenggut masa kana-kanak. Disisi lain banyak pula orang tua yang mengharuskan anak-anaknya untuk bekerja (walaupun bukan bekerja layaknya orang dewasa) demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga mereka. Pemerintah juga dianggap tidak bisa membuat aturan untuk kaum kecil. Padahal

pemerintah sebagai stakeholder hanya berusaha melindungi dan mengantisipasi hal terburuk yang akan terjadi terhadap anak dalam kasus tersebut. Anak semakin bingung dengan situasi yang ada. Apakah anak harus tetap nekat bekerja membantu orang tua tetapi melanggar peraturan pemerintah. Atau anak harus menaati peraturan tersebut dan

1

membiarkan orang tuanya sengsara mencari nafkah sendirian dan dianggap sebagai anak tak tahu diri.Karena itulah penulis membuat karya tulis yang berjudul Anak Harus Berpartisipasi Secara Optimal dan Proporsional.

1.2 PEMBATASAN MASALAH Dalam karya tulis ini, penulis akan memaparkan pengalaman pribadi yang berkaitan dengan partisipasi anak dan permasalahan ekonomi dan diharapkan dapat pembelajaran bagi para teman-teman, orang tua dan stakeholder. menjadi

1.3 RUMUSAN MASALAH 1.3.1 Apa yang dimaksud dengan anak harus berpartisipasi secara optimal dan proporsional? 1.3.2 Apa kaitan antara partisipasi anak terhadap permasalahn ekonomi keluarga? 1.3.3 Apa saja pengalaman penulis terhadap kasus partisipasi anak dan permasalahan ekonomi?. 1.3.4 Apa saja kendala yang penulis temui dan solusi dalam mengahadapi permasalahan tersebut?. 1.3.5 Apa saja hasil yang penulis dapatkan dari pengalaman tersebut?.

1.4 TUJUAN 1.4.1 Anak dapat menerapkan haknya berpartisipasi secara optimal dan proporsional dalam kehidupan sehari-hari 1.4.2 Anak sebagai aktor mengerti dan memahami kedudukan serta peran partisipasinya jika menghadapi permasalahan yang sama. 1.4.3 Orang tua dapat memahami hak dan kewajiban anak serta hal yang dimaksudkan dalam UUPA No.23 Tahun 2002. 1.4.4 Orang tua dapat membedakan antara mengembangkan potensi anak atau mengeksploitasi anak. 1.4.5 Semua pihak terkait bisa melihat lebih dalam tentang kasus dan problematika partisipasi di lingkungan sekitar.

1.5 METODE PENULISAN Dalam membuat karya tulis ini, penulis menggunakan metode observasi pengalaman pribadi dan hasil pengamatan penulis dilingkungan sekitar.2

BAB II ISI 2.1 PENGERTIAN JUDUL Definisi/pengertian dari Anak Harus Berpartsipasi Secara Optimal dan Proporsional menurut penulis adalah kondisi dimana anak memperoleh haknya untuk berpartisipasi secara bebas tanpa ada tekanan/batasan dari pihak manapun agar anak dapat mengembangkan minat dan bakatnya secara optimal. Selain itu penulis juga memberikan batasan bahwa optimal yang dimaksud adalah ukuran yang pas atau seimbang bagi seorang anak ( bukan eksploitasi). Hal tersebut dikarenakan sering terjadi kesalah pahaman antara anak harus berpartisipasi dan anak di eksploitasi. Keadaan dimana anak harus berpartisipasi secara aktif sering diartikan anak harus ikut dalam permasalahan keluarga. Anak memang berhak tahu permasalahan yang sedang terjadi di dalam keluarganya. Namun dalam batasan yang seimbang (proporsional). Apa lagi dalam permasalahan ekonomi , anak sering dilibatkan menanggung beban ekonomi dengan menjadi pekerja anak. Selain itu permasalahan ekonomi juga menjadi alasan bahwa anak terbatas untuk mengembangkan bakatnya secara optimal. Mengapa demikian?. Karena orang tua tidak mau pusing-pusing memikirkan hak-hak anak, hak partisipasi dan lain-lain. Berfikir untuk mencari makan pun susah. Apa lagi hal yang seperti itu?.

2.2 PENGALAMAN PENULIS TERHADAP PERMASALAHAN TERSEBUT. Dalam hal partisipasi anak, penulis sudah mulai aktif di dunia anak dan keorganisasian sejak kelas penulis duduk di kelas 5SD ( sekitar tahun 2006). Saat penulis duduk di kelas 5 SD, salah satu LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat ) YASMIDA (Yayasan Islam Miftahul Huda) yang bermitra dengan Cristian Children Fund (Sekarang Child Fund Indonesia) Pagelaran, datang ke tempat tinggal penulis di desa Wayngison, Kecamatan Pringsewu (dulu Tanggamus) Provinsi Lampung dan

Kabupaten

memberdayakan masyarakat desa tersebut termasuk anak-anak. Desa Wayngison dipilih sebagai tempat pemberdayaan karena diangap daerah paling banyak penduduk miskinnya se-kecamatan, kepedulian pendidikannya masih rendah dan sebagainya. Saat itu YASMIDA memberdayakan anak dengan mendirikan Komisi Anak yang merupakan organisasi anak tingkat desa yang disponsori oleh CCF tersebut. Dari situlah perjalanan penulis dimulai.

3

2.2.1 KOMISI ANAK Komisi Anak adalah sejenis Forum Anak tingkat desa / sejenis sanggar anak yang merangkap dalam banyak sanggar. Pada awal dibentuknya Komisi Anak, penulis hanya sebatas anggota . Mengapa demikian?.Pada saat tersebut penulis masih belum berani menjadi yang terdepan (ketua) karena masih banyaknya anak dan orang tua sekitar yang kurang menyukai dan mengerti fungsi keberadaan Komisi Anak di Wayngison. Akibatnya, komisi anak sempat fakum selama 2 tahun walau sponsorship masih tetap berjalan. Dan selama 2 tahun tersebut penulis tidak berbuat apa-apa hanya diam melihat kefakuman tersebut. Baru setelah penulis dipilih untuk mengikuti Temu Anak Nasional III di Yogyakarta pada Juli 2008 dan Komisi Anak mulai aktif kembali. Sepulang dari Temu Anak Nasional III penulis tergugah untuk maju menjadi ketua Komisi Anak tersebut. Karena komisi anak membutuhkan sesuatu yang berani agar dapat aktif kembali. Fungsi dari keberadaan Komisi Anak di wayngison adalah sebagai tempat menyalurkan bakat dan minat anak-anak wayngison agar dapat berpartisipasi secara aktif walaupun dalam keadaan ekonomi yang kurang mampu sekalipun. Di dalam komisi anak penulis dan teman teman yang lain yang dianggap lebih dewasa membimbing adik-adik yang ada di Komisi Anak untuk mengikuti kegiatan di Komisi Anak secara aktif dan semangat. Misalnya saat hari senin dan kamis penulis bertugas untuk mengajak teman teman laki-laki di komisi anak untuk mengikuti latihan sepak bola. Karena merupakan salah satu program dari YASMIDA, sebisa mungkin diharapkan semua anak pemberdayaan (dampingan) ikut berpartisipasi. Banyak anak laki-laki yang hobi bermain bola dan mau untuk ikut latihan sepak bola namun tidak sedikit pula orang tua yang melarang anaknya untuk ikut bermain bola karena hal tersebut dianggap tidak terlalu penting. Orang tua menganggap anak laki-laki harus membuat batu bata dan mengembala sapi jika ingin tetap sekolah. Tidak ada waktu untuk bermain jika tidak ingin dianggap sebagai anak durhaka. Inilah kesulitan terberat yang penulis hadapi saat itu. Jika akan latihan sepak bola, penulis harus mendampingi teman penulis meminta izin kepada orang tuanya agar dipebolehkan bermain bola. Hari pertama meminta izin tidak diperbolehkan, hari kedua pun tidak diperbolehkan. Satelah kali ketiga penulis tidak bosan datang kerumah teman-teman untuk meminta izin bermain bola akhirnya orang tua memberikan izin juga. Entah orang tua mulai menyadari hak anaknya atau bosan dengan kedatangan penulis , penulis pun tidak tahu. Yang jelas penulis masih harus4

menuju ke pintu rumah orang tua selanjutnya untuk meminta izin bermain bola. Kegiatan seperti ini penulis lakukan selama berbulan-bulan. sampai akhirnya izin orang tua untuk datang kekomisi anak sudah didapatkan. Banyak kegiatan kegiatan lain yang dilakukan dikomisi anak. Antara lain: menyanyi, menari, menggambar, bahkan sekadar untuk membaca buku cerita pun ada di Komisi Anak. Semua kegiatan dilakukan bersama-sama. Sebagai contoh untuk latihan menari, teman-teman di Komisi Anak di bimbing oleh Deni. Deni adalah salah seorang anak dampingan sama seperti yang lain yang cukup mahir untuk menari daerah Lampung karena diajakan disekolahnya. Di Komisi Anak, deni membagikan keterampilannya itu kepada anak-anak yang lain. Begitu sebaliknya dengan penulis. Karena penulis ketika itu adalah anak yang tertua dan sebaga ketua di Komisi Anak, penulis bertanggung jawab terhadap jalannya kegiatan. Setiap hari minggu , semua anak berkumpul di Komisi Anak untuk belajar drama dan menggambar. Hari minggu kegiatan dimulai dari pagi sampai dengan sore hari. Jadi anak-anak membawa bekal. Kegiatan seperti itu berlangsung setiap minggunya. Semakin hari peserta di Komisi Anak mulai berkurang. Kadang kadang 10 anak, 5 anak, bahkan pernah hanya penulis dan Deni saja yang datang. Alasan mereka adalah bosan dengan kegiatan yang ada dan tidak lagi menddapat izin dari orang tua karena harus membantu orangtuanya. Penulis yang ketika itu masih sebagai ketua mau tidak mau harus bertanggung jawab dengan masalah ini. Semua pengurus dan anggota komisi anak memang memiliki kesibukan masing masing. Ada yang membuat batu bata dengan orang tuanya, ada yang mencari rumput untuk sapi-sapi gembalaannya, ada juga yang harus membersihkan rumah dan membantu ibu di dapur. Begitu pula dengan penulis, penulis harus mencari rumput untuk kambing-kambing penulis agar penulis masih bisa bertahan sekolah. Akhirnya penulis dan teman teman yang lain menambah jadwal kegiatan yang baru , diselingi dengan outbond dan mengurangi jam kegiatan. Anakanak mulai tertarik lagi. Semakin hari kreatifitas anak-anak di Komisi Anak semakin berkembang. Anak lakilaki belajar membuat pupuk bokashi yang difasiliasi oleh L-PAMAS (pengganti YASMIDA karena masa kerja sudah habis). Sementara itu anak perempuan ada yang menyulam membuat kerajinan kain tapis. Pupuk bokashi dan kain Tapis di kepulkan ke pihak L-PAMAS (Lembaga Pemerhati Anak dan Masyarakat) dan untungnya sebagai uang kas Komisi Anak. Kadang-kadang anak membuat kue donat di Komisi Anak dan dimakan bersama-sama. Dengan begitu komisi anak berjalan dengan5

lancar. Setelah 1 tahun , penulis dan rekannya Deni diberikan honor perawatan komisi anaka sebesar Rp 80.000,- per bulan.

2.2.2 FORUM ANAK PRINGSEWU Setelah menjadi ketua Komisi Anak Desa Wayngison akhirnya penulis memilih untuk bergabung dalam Forum Anak Pringsewu (Formap) yang berada ditingkat kabupaten. Awal penulis masuk menjadi pengurus formap adalah sebagai anggota bidang hubungan masyarakat. Sebagai pengurus , penulis bersama dengan rekan-rekan yang lain aktif dalam kegiatan-kegiatan forum anak. Kegiatan Formap tidak sama dengan kegiatan di Komisi Anak. Kalau komisi anak sebagai tempat mengembangkan bakat dan minat serta berekspresi, kegiatan Formap lebih menjurus kepada perjuangan terhadap hak-hak anak. Dan pada tahun 2010, penulis maju sebagai ketua Formap sampai dengan sekarang. Adapun kegiatan yang pernah dilakukan penulis bersama rekan-rekan Formap antara lain: 2.2.2.1 Saling sapa dan aksi damai Kegiatan pertama yang dilakukan penulis semasa jabatan ketua yang baru adalah saling sapa dan aksi damai. Kegiatan ini dilaksanakan pada sabtu-minggu , 17-18 Oktober 2010. Kegiatan ini diawali dengan saling sapa/ ramah tamah antar pengurus Formap, Komisi Anak (Forum Anak tingkat Desa) di gedung Komisi Anak desa karang sari. Kegiatan tersebut dipandu oleh The Traitor (The Trainer and Motivator) yang merupakan alumni dari FORMAP. Setelah itu kegiatan dilanjutkan dengan pembuatan rekomendasi suara anak kab. Pringsewu yang akan disampaikan besok hari tanggal 18 Oktober saat aksi damai. Pembuatan suara anak dibagi menjadi beberapa kelompok. Rekomendasi suara anak itu sendiri merupakan harapan/ usulan anak-anak kab pringsewu yang terwakilki oleh peserta terhadap pemerintah. Saat pembuatan rekomendasi inilah anak-anak saling mengkritisi suara anak yang dibuat oleh kelompoknya masing masing. Sering terjadi adu argument sehingga suasana semakin memanas. Dari sinilah peserta diharapkan mampu menyalurkan apa yang ada didalam pikirannya secara bebas. Di hari kedua, peserta membagikan sticker anti kekerasan terhadap anak di tugu Pemuda Pringsewu. Setelah itu, suara anak kabupaten Pringsewu dibacakan oleh kak Galang dan kak Bella didepan kantor Bupati Pringsewu. Setelah itu, semua peserta membubuhkan tanda tangan di kain seluas 1x 5 m dan dijadikan sebgai kenangkenangan kegiatan tersebut.6

2.2.2.2 Sosialisasi UUPA No. 23 Tahun 2002 dan Jelajah Alam Pedesaan FORMAP mengadakan Jelajah alam pedesaan yang dilakukan pada tanggal 27 Desember 2010. Kegiatan ini di laksanakan Pekon Tegalsari kec.Gadingrejo kab.Pringsewu . Jelajah alam pedesaan mengusung tema STOP KEKERASAN TERHADAP ANAK SEKARANG DAN SELAMANYA. Kegiatan tersebut tak lain bertujuan untuk menyosialisasikan UUPA No. 23 Tahun 2002 yang selama ini kurang diketahui oleh masyarakat masyarakat di pelosok desa. Kegiatan dimulai dari Balai Pekon Tegalsari dengan cara melakukan pendekatan dan audiensi kepada ibu ibu PKK pekon Tegalsari serta ramah tamah. Dilihat dai ibu PKK, partisipasi anak dan perlindungan anak di sana nampak baik-baik saja. Dilanjutkan dengan melakukan kegiatan yang sifatnya outdoor. FORMAP melakukan sosialisasi UUPA denga cara berkeliling pekon Tegalsari ,mengetuk satu persatu rumah warga dan mewawancarai seberapa jauh mereka mengetahui tentang UUPA, tak lupa dengan memberikan pamflet dan stiker kepada warga. Saat FORMAP melakukan kegiatan keliling pekon Tegalsari ternyata masih banyak warga yang tidak mengetahui tentang UUPA , bahkan sebagian dari mereka masih menerapkan system kekerasan terhadap anak seperti menjewer,mencubit dan memukul. Warga beranggapan bahwa hal tersebut wajar dan sudah biasa dilakukan . Mereka beranggapan bahwa jika anak anak mereka bandel dan hanya didiamkan saja tanpa dijewer,dipukul dan dicubit maka anak akan semakin brutal. Dan masih ada hal yang membuat anak anak FORMAP semakin miris yaitu ketika penulis menemukan seorang anak yang mengalami cacat fisik dan mental sejak lahir,anak tersebut sepertinya disingkirkan dari keluarganya bahkan saat kita mendatangi rumah anak tersebut keluarganya terkesan menutupi kenyataaan yang ada. Penulis dan rekan-rekan Formap benarbenar melihat bahwa anak-anak disekitar pekon Tegalsari belum mengetahui apa yang

menjadi haknya dan perlakuan menjewer itu salah. Akhirnya, setelah lelah bersosialisasi FORMPAP menutup kegiatan dengan mengajak anak anak di sekita Tegalsari untuk Outbond bersama di Cekdam Wonodadi dan mengevaluasi apa yang sudah dilakukan hari itu. Disitu anak-anak tegal sari lebih terbuka terhadap penulis dan rekan-rekannya.

2.2.2.3 Pembuatan potret marginal Kegiatan selanjutnya yang penulis dan rekan-rekan Formap lakukan adalah membuat potret anak marginal kabupaten Pringsewu. Potret anak marginal adalah sebuah karya anak-anak formap yang berbentuk audio video dan buku yang menggambarkan kondisi anak anak marginal (terpnggirkan) dikabupaten Pringsewu. Terpinggirkan yang dimaksud penulis adalah keadaan dimana anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) dan anak yang kurang beruntung mengenyam dunia pendidikan. Diantarnya: anak pemulung, anak cacat, dan anak putus sekolah. Melalui potret anak marginal,7

Formap berusaha mmbantu menyampaikan apa yang ingin disampaikan oleh mereka. Mereka menyampaikan apa yang mereka rasakan dan apa yang mereka inginkan. Akhirnya setelah kurang lebih 3 bulan Formap membuat potret tersebut, Formap berhasil menayangkannya di depan pj. Bupati dan 5 anak akhirnya dapat disekolahkan. Potret anak marginal juga yang menjadi bekal penulis sehingga penulis bisa mengikuti Kongres Anak Lampung dan maju menjadi Duta Anak Indonesia 2011 pada Kongres Anak Indonesia X.

2.2.3 ENGLIS ISLAMIC COMMUNITY Sejak SMP, penulis juga sudah aktif di Ekstrakurikuler English Club (EC). Beberapa penghargaan sempat penulis raih dalam kontes Speech. Sekarang saat SMA pun penulis masih bergabung dalam EC. Di dalam EC, anggota dilatih dan di bina agar bisa menguasai salah satu cabang lomba yang akan di lombakan. Pihak sekolah menginstruksikan agar setiap siswa mengikiti bimbel/kursus bahasa inggris di luar sekolah. Sebagai anak seorang buruh tani, sangat tidak mungkin buat penulis untuk kursus/bimbel di luar sekolah. Mahalnya biaya adalah alasannya. Karena itu penulis diajak oleh salah seorang rekan untuk bergabung di English Islamic Community (EIC). EIC adalah Taman Pendidikan Alquran yang didirikan oleh Mr. John Kenedy salah seorang guru bimbel Al-qolam. Disana penulis belajar Ilmu agama sembari belajar bahasa inggris. Peserta EIC adalah mahasiswa STKIP Muhammadiyah Pringsewu dan Penulis adalah satu-satunya siswa SMA kelas X. Walaupun demikian , penulis tetap dibimbing oleh pesertayang lebih tua dan semuanya saling berbagi. Setelah itu, penulis di ajak untuk ikut mengajar bahasa Inggris di bimbel EIC kkhusus siswa SD. Inilah partisipasi optimal dan proporsional. Penulis tetap bisa mendapatkan ilmu bahasa inggris tanpa harus membayar bimbel mahal-mahal dan penulis juga bisa bermain bersama adik-adik SD. Sesekali penulis selipkan tepuk KHA, lagu-lagu hak anak dan beragam permainan sebagai upaya menyosialisasikan UUPA No.23 tahun 2002. Dalam EIC penulis juga menerapkan prinsip sekolah ramah anak yang bertujuan agar anak semangat belajar serta aktif. Kendati masih sebagai siswa, penulis juga sering absen dari EIC karena bertabrakan dengan kegiatan disekolah. Dalam EIC, penulis diberikan honor Rp 10.000,- per hari. Dalam seminggu penulis bisa 1 sampai 2 kali ikut mengajar di EIC. Satu hari belajar bersama Mahasiswadan satu hari mengajar anak SD kelas 2, 3 dan 4. Ini adalah bekal penulis agar bisa memenangkan perlombaan di tingkat SMA. Penulis merasa ini bukanlah pekerja anak.8

Karena penulis masih bisa mendapatkan hak partisipasi dan juga bisa membantu orang tua.

2.2.4 OSIS SMAN 1 PAGELARAN Kelas X penulis menjabat sebagai sekertaris OSIS periode 2010/2011dan kelas XI maju sebagai ketua umum OSIS periode 2011/2012. Banyak pelajaran penting yang didapatkan oleh penulis selama menjadi pengurus OSIS. Sebagai ketua Forum Anak Pringsewu, penulis juga sedikit menyelipkan pemahaman hak anak melalui briefing ataupun rapat. Prinsip partisipasi yang optimal dan proporsional menjadi tameng OSIS SMAN 1 Pagelaran dalam melaksanakan tugas-tugasnya di sekolah.

9

BAB IIIPENUTUP3.1 KESIMPULAN

Anak memiliki hak dasar untuk berpartisipasi. Dari uraian dalam bab isi, dalam kondisi apapun anak harus berpartisipasi secara optimal dan proporsional.. Hal tersebut dimaksudkan agar anak dapat menemukan jati diri, mengembangkan minat dan bakatnya dan tidak terjadi eksploitasi pada anak. Permasalahan ekonomi bukanlah sebagai alasan untuk tidak memberikan hak kepada anak. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Anak akan tumbuh menjadi anak yang baik jika hidup dalam lingkungan yang baik. Pembatasan anak berpartisipasi itu tidak baik. Melebihkan partisipasi anak dalam permasalahan keluarga juga tidak baik. Sebab, anak bukan untuk diperkerjakan. Oleh karenanya anak sepatutnya berekspresi secara optimal dan

proporsional agar dapat menjadi calon generasi pelurus Indonesia.

3.2 SARAN 3.2.1 Berikan ruang partisipasi secara optimal dan proporsional bagi anak. 3.2.2 Anak berhak tahu permasalahan keluarga, namun jangan libatkan anak dalam

permasalahan tersebut.3.2.3 Anak tidak untuk dipekerjakan dalam kondisi apapun, termasuk permasalahan ekonomi 3.2.4 Semua pihak bisa membedakan antara pekerja anak, membantu orang tua atau

berpartsisipasi secara berlebih3.2.5 Pemerintah sudah semestinya memasukkan sekolah ramah anak kedalam sistem

pendidikan . bukan sekadar program LPA atau BP, KB dan PA

3.3 REFERNSI

Karya tulis ini bersumber pada pengalaman pribadi penulis dan observasi penulis di lingkungan sekitar.

10