ablatio retina

27
LONG CASE ABLATIO RETINA Pembimbing : Dr. Hariindra Pandji Soediro Sp. M Penyusun : Izatul Farhanah Binti Ra’aid 030. 07. 295 KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA RSUD BUDHI ASIH PERIODE 12 NOV – 15 DEC 2012

Transcript of ablatio retina

Page 1: ablatio retina

LONG CASE

ABLATIO RETINA

Pembimbing :

Dr. Hariindra Pandji Soediro Sp. M

Penyusun :

Izatul Farhanah Binti Ra’aid

030. 07. 295

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA

RSUD BUDHI ASIH

PERIODE 12 NOV – 15 DEC 2012

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA, 2012

Page 2: ablatio retina

BAB II

ANALISA KASUS

KASUS

Seorang perempuan, berusia 63 tahun, datang ke poliklinik RSUD Budhi Asih dengan

keluhan mata kanan buram mendadak sejak 2 bulan SMRS. Pandangan seperti ada tabir yang

menutup di bagian atas pada mata kanan. OS merasakan lapang pandang pada bagian atas

menjadi sempit. OS juga merasa ada yang menganjal di mata kanan OS tidak merasakan

silau pada siang hari atau bila ada cahaya terang. OS juga tidak mengeluh adanya terlihat

benang – benang atau titik – titik yang dapat menganggu penglihatan. Mata kanan OS juga

tidak pernah merah, berair, sakit, gatal dan tidak ada banyak sekret. Keluhan pusing juga

disangkal. OS tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Tidak ada riwayat

penyakit mata atau trauma pada mata sebelumnya. OS tidak memakai kaca mata. OS

mengaku baru ketahuan menderita darah tinggi sejak 1 minggu yang lalu. Sekarang OS sudah

mulai minum obat darah tinggi yang diberi puskesmas. Riwayat kencing manis disangkal. OS

tidak pernah memeriksa kadar gula darah sebelumnya. Tidak ada riwayat alergi obat. Tidak

ada anggota keluarga OS yang memiliki kelihan yang sama seperti ini. Riwayat darah tinggi

dan kencing manis pada keluarga disangkal.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tanda vital, kesadaran CM, TD 170/90 mmHg,

HR 88x/menit, Suhu 36,5 °C, RR 20x/menit. Pada pemeriksaan subjektif, visus OD 3/60 SC

pin hole tidak maju, visus OS 16/6 SC S – 2.00 6/6 CC.

Pemeriksaan obyektif, super silia ODS normal, kelopak mata ODS normal, bola mata

ODS normal (pasangan sejajar, gerakan normal), tekanan bola mata ODS normal,

konjungtiva ODS normal, sklera ODS normal, kornea ODS normal, kamera okuli anterior

ODS (kedalaman normal, isi jernih), iris ODS (warna coklat, kripti baik), pupil ODS (bulat,

ukuran ± 3 mm, isokor, reflek direk +, reflek indirek +), lensa ODS jernih. Pada pemeriksaan

funduskopi OD didapatkan, Refleks Fundus (+), Papil bulat, batas tegas, CD Ratio : Sulit

dinilai, perdarahan (-), eksudat (-), Terlihat bagian retina yang pucat dengan pembuluh darah

berkelok-kelok diatas nya, dibagian inferior. Tes konfrontasi pada mata OD didapatkan

penyempitan di bagian superior

Page 3: ablatio retina

DIAGNOSIS

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan funduskopi didapatkan diagnosis dari

penderita adalah Ablatio retina OD dan miopia OS.

TERAPI

Pasien ini dirujuk ke RSCM untuk penanganan lebih lanjut.

DISKUSI

Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan

sel batang retina dari sel epitel pigmen retina. Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang

dari koroid atau sel epitel pigmen retina akan mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi

retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan

fungsi yang menetap.

Ablasio retina lebih banyak terjadi pada usia 40-70 tahun, tetapi bisa terjadi pada

anak-anak dan kejadian pada usia pertengahan (20-30 tahun) umumnya karena trauma.

Secara internasional, faktor penyebab ablasio retina terbanyak adalah miopia 40-50%, operasi

katarak (afakia, pseudofakia) 30-40%, dan trauma okuler 10-20%. Menurut ada beberapa

literatur mengatakan ablasio retina juga bisa terjadi secara spontan tanpa ada faktor pencetus.

Proses penuaan yang normal dapat menyebabkan retina menjadi tipis dan kurang

sehat, tetapi yang lebih sering mengakibatkan kerusakan dan robekan pada retina adalah

menyusutnya korpus vitreum. Korpus vitreum melekat erat pada beberapa lokasi. Bila korpus

vitreum menyusut, ia dapat menarik sebagian retina ditempatnya melekat, sehingga

menimbulkan robekan atau lubang pada retina.Beberapa jenis penyusutan korpus vitreum

merupakan hal yang normal terjadi pada lanjut usia.

Penderita ini adalah seorang perempuan yang berumur 63 tahun, dan kemungkinan

faktor usia adalah faktor resiko terjadinya ablasio retina karena proses degeneratif.

Penyebab dan patogenesis dari ablasio retina ini tergantung dari masing-masing

jenisnya. Ablasio retina regmatogenosa terjadi akibat adanya robekan pada retina. Biasanya

terjadi pada retina bagian perifer, jarang pada makula. Miopia tinggi, afakia, degenerasi

laticce dan trauma mata biasanya berkaitan dengan ablasio retina jenis ini. Ablasio retina

traksional terjadi akibat adanya tarikan (traksi) oleh jaringan parut pada badan kaca

menyebabkan retina terangkat dari epitel pigmennya. Jaringan fibrosis pada badan kaca dapat

disebabkan oleh retinopati diabetik proliferatif, vitreoretinopati proliferatif, trauma mata, dan

Page 4: ablatio retina

perdarahan badan kaca akibat pembedahan atau infeksi. Ablasio retina eksudatif terjadi

akibat adanya penimbunan cairan eksudat di bawah retina (subretina) dan mengangkat retina.

Penimbunan cairan subretina terjadi akibat ekstravasasi cairan dari pembuluh retina dan

koroid, misalnya pada penyakit epitel pigmen retina dan koroid. Penyakit degeneratif,

kelainan kongenital, tumor pada koroid, miopia tinggi yang disertai lubang makula (macular

hole) pada pemeriksaan funduskopi, vaskulopati (misalnya hipertensi maligna, toksemia

gravidarum/eklampsia, penyakit kolagen), inflamasi dan infeksi pada jaringan uvea dapat

dikaitkan dengan ablasio retina jenis ini.

Penderita tidak menggunakan kaca mata. Penderita baru ketahuan mempunyai

riwayat hipertensi. Penyakit diabetes melitus disangkal . Penderita juga tidak mempunyai

riwayat trauma pada mata maupun riwayat pembedahan pada mata. Penderita juga tidak

pernah menderita infeksi mata yang cukup parah. Kemungkinan penderita ini menderita

ablasio retina berdasarkan tipe adalah sulit dinilai karena pasien tidak ditemukan faktor –

faktor resiko terjadinya ablatio retina.

Diagnosis ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi,

dan pemeriksaan penunjang.

a. Anamnesis

Gejala yang sering dikeluhkan penderita adalah :

1) Floater: penderita merasakan adanya tabir atau bayangan yang datang dari perifer

(biasanya dari sisi nasal) meluas dalam lapangan pandang. Tabir ini bergerak

bersama-sama dengan gerakan mata.

2) Fotopsia: penderita melihat kilatan cahaya.

3) Penurunan tajam penglihatan. Pasien mengeluh penglihatannya sebagian seperti

tertutup tirai yang semakin lama semakin luas.

Selain itu, dari anamnesis perlu ditanyakan adanya riwayat trauma, riwayat pembedahan

sebelumnya (seperti ekstraksi katarak, pengangkatan corpus alienum intraokuli), riwayat

penyakit mata sebelumnya (uveitis, perdarahan vitreus, ambliopa, glaukoma dan

retinopati diabetik), riwayat keluarga dengan penyakit mata serta penyakit sistemik yang

berhubungan dengan ablasio retina, misalnya diabetes, tumor, leukemia, eklamsia dan

prematuritas.

b. Pemeriksaan Oftalmologi.

1) Pemeriksaan visus. Tajam penglihatan akan sangat terganggu bila makula lutea ikut

terangkat.

Page 5: ablatio retina

2) Pemeriksaan lapangan pandang. Akan terjadi defek lapangan pandang seperti

tertutup tabir dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai dengan kedudukan ablasio

retina.

3) Pemeriksaan funduskopi. Retina yang mengalami ablasio tampak sebagai membran

abu-abu merah muda yang menutupi gambaran vaskuler koroid dan terlihat adanya

robekan retina berwarna merah.

4) Pemeriksaan tekanan bola mata. Pada ablasio retina tekanan intraokuli kemungkinan

menurun.

c. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit penyerta

seperti diabetes melitus.

2) Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan bila retina tidak dapat tervisualisasi oleh

karena perubahan kornea, katarak, atau perdarahan.

3) Teknik pencitraan seperti foto orbita, CT scan, atau MRI tidak diindikasikan untuk

membantu diagnosis ablasio retina tetapi dapat dibutuhkan untuk mendeteksi benda

asing intraokuli dan tumor.

Pada kasus ini, dari anamnesa diperoleh informasi bahwa penderita ada melihat

bayangan hitam yang menutup seperti tirai pada mata kanan. Penderita ini pada

pemeriksaan didapatkan visus OD 3/60 OS 6/30. Visus OD tidak maju dengan pin hole,

sedangkan visus OS maju 6/6 setelah dipasangkan lensa spehris – 2.00. Proyeksi sinar ODS

baik. Persepsi warna ODS baik. Pada pemeriksaan lapang pandang, terdapat penyempitan

pada lapang pandang bagian superior. Pada pemeriksaan funduskopi OD didapatkan

Refleks Fundus (+), Papil bulat, batas tegas, CD Ratio : Sulit dinilai, perdarahan (-), eksudat

(-), Terlihat bagian retina yang pucat dengan pembuluh darah berkelok-kelok diatas nya,

dibagian inferior. Sedangkan pemeriksaan laboratorium yang menunjang penegakan

diagnosis belum dilakukan. Dengan demikian hasil pemeriksaan mengarah pada diagnosis

ablasio retina.

Prinsip penatalaksanaan pada ablasio retina adalah untuk melekatkan kembali lapisan

neurosensorik ke lapisan epitel pigmen retina, yaitu dengan pembedahan. Namun, pada

ablasio retina eksudatif juga diberikan terapi medikamentosa sesuai dengan etiologinya. Jika

terjadi proses inflamasi seperti skleritis dapat diberikan obat anti inflamasi, jika terjadi infeksi

maka pemberian antibiotik juga dianjurkan.

Page 6: ablatio retina

Pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara-cara berikut :

- Scleral Buckling

Tujuannya yaitu untuk mendekatkan sklera pada retina yang robek, menjadikan

reposisi retina lebih dekat ke RPE dengan mengurangi tarikan vitreus pada retina

yang robek.

- Retinopleksi pneumatik

Retinopleksi pneumatik merupakan cara yang paling banyak pada ablasio retina

regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada 2/3 superior yang

tampak pada fundus. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan

menyuntikkan gelembung gas ke dalam vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi

robekan retina.

- Vitrektomi

Cara ini bertujuan melepaskan tarikan vitreus, drainase internal cairan subretinal,

tamponade intraokuli (udara, gas, silicon oil, cairan perfluorokarbon), dan

membuat adhesi korioretinal memakai endolaser photocoagulation atau cryopexy.

Pada kasus ini pasien dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas yang lebih lengkap

untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Di rumah sakit rujukan kemungkinan akan

mendapatkan terapi pembedahan dengan salah satu teknik yang disebutkan diatas.

Pemilihan teknik pembedahan disesuaikan dengan jenis ablasio retina yang diderita oleh

pasien dan ditentukan berdasarkan pemeriksaan lebih lanjut pada rumah sakit rujukan.

Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi yang paling

sering terjadi pada ablasio retina. Penurunan penglihatan terhadap gerakan tangan atau

persepsi cahaya (light perception) adalah komplikasi yang sering dari ablasio retina jika

melibatkan makula.

Bila ablasio retina sudah berlangsung lama, maka pada retina timbul gangguan

metabolisme. Zat-zat toksik yang ditimbulkan menyebabkan degenerasi dan atrofi dari retina.

Sel-sel batang dan kerucut menjadi rusak karena tidak mendapatkan makanan oleh karena

pasokan makanan sel-sel tersebut berasal dari kapiler koroid.

Pada penderita ini didapatkan visus OD 3/60, jadi kemungkinan telah terjadi

komplikasi yang melibatkan makula pada pasien ini belum terjadi. Justeru itu pasien harus

segera diberikan terapi sebelum pasien mengalami kebutaan.

Page 7: ablatio retina

KESIMPULAN

Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan

sel batang retina dari sel epitel pigmen retina. Ablasio retina lebih banyak terjadi pada usia

40-70 tahun. Faktor penyebab ablasio retina terbanyak adalah miopia, operasi katarak

(afakia, pseudofakia), dan trauma okuler.

Gejala dari ablasio retina adalah adanya floater, fotopsia, dan penurunan tajam

penglihatan. Pada pemeriksaan funduskopi diperoleh retina yang mengalami ablasio tampak

sebagai membran abu-abu merah muda yang menutupi gambaran vaskuler koroid dan

terlihat adanya robekan retina berwarna merah.

Prinsip penatalaksanaan pada ablasio retina adalah untuk melekatkan kembali lapisan

neurosensorik ke lapisan epitel pigmen retina, yaitu dengan pembedahan. Namun, pada

ablasio retina eksudatif juga diberikan terapi medikamentosa sesuai dengan etiologinya.

Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya ablasio,

diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan. Pada miopia tinggi, karena ada degenerasi

retina, maka prognosis buruk.

Page 8: ablatio retina

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Latar Belakang

Istilah “ablasio retina” (retinal detachment) menandakan pemisahan retina yaitu

fotoreseptor dan lapisan bagian dalam, dari epitel pigmen retina dibawahnya. Terdapat tiga

jenis utama : ablasio regmatogenosa, ablasio traksi dan ablasio serosa atau hemoragik.

Bentuk tersering dari ketiga jenis ablasio retina adalah ablasio retina regmatogenosa.

Menurut penelitian, di Amerika Serikat insiden ablasio retina 1 dalam 15.000 populasi

dengan prevalensi 0,3%. Sedangkan insiden per tahun kira-kira 1 diantara 10.000 orang dan

lebih sering terjadi pada usia lanjut kira-kira umur 40-70 tahun. Pasien dengan miopia yang

tinggi (>6D) memiliki 5% kemungkinan resiko terjadinya ablasio retina, afakia sekitar 2%,

komplikasi ekstraksi katarak dengan hilangnya vitreus dapat meningkatkan angka kejadian

ablasio hingga 10%.

Page 9: ablatio retina

Anatomi Retina

Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan terdiri atas

beberapa lapis yang melapisi bagian dalam dua pertiga belakang bola mata. Retina

membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di tepi ora

serrata.

Gambar 3.1. Anatomi retina

Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah sebagai berikut:

1. Membran limitans interna, merupakan membran hialin antara retina dan vitreous.

2. Lapisan serabut saraf, merupakan akson-akson sel ganglion menuju saraf ke arah saraf

optik.

3. Lapisan sel ganglion, merupakan badan sel dari neuron kedua.

4. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel bipolar, sel

amakrin dengan sel ganglion.

5. Lapisan inti dalam, merupakan badan sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller.

6. Lapisan pleksiform luar, merupakan tempat sinaps sel fotoresptor dengan sel bipolar

dan sel horizontal.

7. Lapisan inti luar, merupakan lapisan inti sel kerucut dan sel batang.

8. Membran limitans eksterna, merupakan membran ilusi.

9. Lapisan fotoreseptor, terdiri dari sel batang dan kerucut.

10. Lapisan epitel pigmen retina, merupakan batas antara retina dan koroid

Page 10: ablatio retina

Gambar 3.2. Lapisan retina

Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteri retina

sentral masuk retina melalui papil saraf optic yang akan memberikan nutrisi dalam retina.

Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid.

Gambar 3.3 Gambaran retina normal

Fisiologi Retina

Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat, mata harus berfungsi

sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu transducer yang

efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan

cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui

saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk

ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya

adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor

kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang

paling tajam. Macula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan

Page 11: ablatio retina

fotopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor

batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).

Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler pada retina

sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mencetuskan proses

penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung rodopsin, yang merupakan suatu

pigmen penglihatan fotosensitif yang terbentuk sewaktu molekul protein opsin bergabung

dengan 11-sis-retinal. Sewaktu foton cahaya diserap oleh rodopsin, 11-sis-retinal segera

mengalami isomerisasi menjadi bentuk all-trans. Rodopsin adalah suatu glikolipid membran

yang separuhnya terbenam di lempeng membran lapis ganda pada segmen paling luar

fotoreseptor.

Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada

bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam-macam nuansa abu-abu, tetapi

warna tidak dapat dibedakan.

Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, jika senja hari

diperantarai oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan penglihatan malam oleh fotoreseptor

batang.

Ablasio Retina

Definisi

Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang retina dari sel

epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan

membrane Bruch.

Etiologi

1. Robekan retina

2. Tarikan dari jaringan di badan kaca

3. Desakan tumor, cairan, nanah ataupun darah.

Klasifikasi

Page 12: ablatio retina

Terdapat tiga jenis utama : ablasio regmatogenosa, ablasio traksi dan ablasio serosa

atau hemoragik.

1. Ablasio Retina Regmatogenosa

Merupakan bentuk tersering dari ablasio retina. Pada ablasio retina regmatogenosa

dimana ablasi terjadi akibat adanya robekan di retina sehingga cairan masuk ke belakang

antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid

vitreous) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga

mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.

Mata yang berisiko untuk terjadinya ablasi retina adalah mata dengan myopia tinggi,

pascaretinitis, dan retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer, 50% ablasi yang

timbul pada afakia.

Ablasio retina akan memberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan yang

kadang-kadang terlihat sebagai tirai yang menutup, terdapatnya ada riwayat pijaran api

(fotopsia) pada lapangan penglihatan.

Letak pemutusan retina bervariasi sesuai dengan jenis : Robekan tapal kuda sering

terjadi pada kuadran superotemporal, lubang atrofi di kuadran temporal,dan dialysis retina di

kuadran inferotemporal. Apabila terdapat robekan retina multipel maka defek biasanya

terletak 90 satu sama lain.

Gambar 3.4. Robekan tapal kuda

Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat

dengan pembuluh darah diatasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah.

Page 13: ablatio retina

Gambar 3.5

2. Ablasio Retina Traksi

Merupakan jenis tersering kedua, dan terutama disebabkan oleh retinopati diabetes

proliferatif, vitreoretinopati proliferatif, retinopati pada prematuritas, atau trauma mata.

Ablasio retina karena traksi khas memiliki permukaan yang lebih konkaf dan cenderung

lebih lokal, biasanya tidak meluas ke ora seratta. Pada ablasi ini lepasnya jaringan retina

akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasi retina, dan

penglihatan turun tanpa rasa sakit.

Gambar 3.6 Ablasio retina traksi

3. Ablasio Retina Serosa Atau Hemoragik

Ablasio ini adalah hasil dari penimbunan cairan dibawah retina sensorik, dan terutama

disebabkan oleh penyakit epitel pigmen retina dan koroid. Penyakit degenerative, inflamasi,

dan infeksi yang terbatas pada macula termasuk neovaskularisasi subretina yang disebabkan

oleh berbagai macam hal, mungkin berkaitan dengan ablasio retina jenis ini.

Page 14: ablatio retina

Gambar 3.7 Ablasio retina serosa

Diagnosis

Tabel 1. Gambaran Diagnosis Dari Tiga Tipe Ablasio Retina

Regmatogenus Traksi Eksudatif

Riwayat penyakit Afakia, myopia,

trauma tumpul,

photopsia, floaters,

gangguan lapangan

pandang yang

progresif, dengan

keadaan umum baik.

Diabetes,

premature,trauma

tembus, penyakit sel

sabit, oklusi vena.

Factor-faktor

sistemik seperti

hipertensi maligna,

eklampsia, gagal

ginjal.

Kerusakan retina Terjadi pada 90-95 %

kasus

Kerusakan primer

tidak ada

Tidak ada

Perluasan ablasi Meluas dari oral ke

discus, batas dan

permukaan cembung

tergantung gravitasi

Tidak meluas menuju

ora, dapat sentral atau

perifer

Tergantung volume

dan gravitasi,

perluasan menuju

oral bervariasi, dapat

sentral atau perifer

Page 15: ablatio retina

Pergerakan retina Bergelombang atau

terlipat

Retina tegang, batas

dan permukaan

cekung, Meningkat

pada titik tarikan

Smoothly elevated

bullae, biasanya

tanpa lipatan

Bukti kronis Terdapat garis

pembatas, makrosis

intra retinal, atropik

retina

Garis pembatas Tidak ada

Pigmen pada

vitreous

Terlihat pada 70 %

kasus

Terlihat pada kasus

trauma

Tidak ada

Perubahan vitreous Sineretik, PVD,

tarikan pada lapisan

yang robek

Penarikan

vitreoretinal

Tidak ada, kecuali

pada uveitis

Cairan sub retinal Jernih Jernih atau tidak ada

perpindahan

Dapat keruh dan

berpindah secara

cepat tergantung

pada perubahan

posisi kepala.

Massa koroid Tidak ada Tidak ada Bisa ada

Tekanan intraocular Rendah Normal Bervariasi

Transluminasi Normal Normal Transluminasi

terblok apabila

ditemukan lesi

pigmen koroid

Keaadan yang

menyebabkan ablasio

Robeknya retina Retinopati

diabetikum

proliferative, post

traumatis vitreous

traction

Uveitis, metastasis

tumor, melanoma

maligna,

retinoblastoma,

hemangioma koroid,

makulopati eksudatif

Page 16: ablatio retina

senilis, ablasi

eksudatif post

cryotherapi atau

dyathermi.

Pemeriksaan:

1. Pemeriksaan tajam penglihatan

2. Pemeriksaan lapangan pandang

3. Memeriksa apakah ada tanda-tanda trauma

4. Periksa reaksi pupil. Dilatasi pupil yang menetap mengindikasikan adanya trauma.

5. Pemeriksaan slit lamp; anterior segmen biasanya normal, pemeriksaan vitreous untuk

mencari tanda pigmen atau “tobacco dust”, ini merupakan patognomonis dari ablasio

retina pada 75 % kasus.

6. Periksa tekanan bola mata.

7. Pemeriksaan fundus dengan oftalmoskop (pupil harus dalam keadaan berdilatasi)

Penatalaksanaan

1. Scleral buckling : setelah defek pada retina ditandai pada luar sclera, cryosurgery

dilakukan disekitar lesi. Dilanjutkan dengan memperkirakan bagian dari dinding

bola mata yang retinanya terlepas, lalu dilakukan fiksasi dengan buckle segmental

atau circular band (terlingkari >360 derajat) pada sclera. Keuntungan dari tehnik ini

adalah menggunakan peralatan dasar, waktu rehabilitasi pendek,resiko iatrogenic

yang menyebabkan kekeruhan lensa rendah, mencegah komplikasi intraocular

seperti perdarahan dan inflamasi.

2. Retinopeksi pneumatic : udara dimasukkan ke dalam viterus. Dengan cara ini retina

dapat dilekatkan kembali. Cryosurgery dilakukan sebelum atau sesudah penyuntikan

gas atau koagulasi dengan laser yang dilakukan di sekitar defek retina setelah

perlekatan retina. Pelepasan dengan robekan tunggal pada retina di tepi atas fundus

(arah jam 10- jam 2) adalah kondisi yang paling bagus untuk prosedur ini.

Page 17: ablatio retina

Gambar 7. Skleral buckling

Gambar 3.8 Retinopeksi pneumatic

4. Pars Plana Vitrektomi : dibawah mikroskop, badan vitreus dan semua komponen

penarikan epiretinal dan subretinal dikeluarkan. Lalu retina dilekatkan kembali

dengan cairan perfluorocarbon. Defek pada retina ditutup dengan endolaser atau

aplikasi eksokrio.

Keuntungan PPV:

Page 18: ablatio retina

1. Dapat menentukan lokasi defek secara tepat

2. Dapat mengeliminasi media yang mengalami kekeruhan karena teknik ini dapat

dikombinasikan dengan ekstraksi katarak.

3. Dapat langsung menghilangkan penarikan dari vitreous.

Kerugian PPV:

1. Membutuhkan tim yang berpengalaman dan peralatan yang mahal.

2. Dapat menyebabkan katarak.

3. Kemungkinan diperlukan operasi kedua untuk mengeluarkan silicon oil

4. Perlu follow up segera (terjadinya reaksi fibrin pada kamera okuli anterior yang

dapat meningkatkan tekanan intraokuler.

Gambar 3.9 Vitrektomi

Prognosis

1. Apabila ablatio retina meliputi daerah macula, kemungkinan pengembalian

penglihatan sangat rendah.

2. Ablatio retina mempunyai risiko berulang.

Page 19: ablatio retina

DAFTAR PUSTAKA

1.   Ilyas S, dkk. Ablasio retina. Sari Ilmu Penyakit Mata. cetakan ke 3. Gaya Baru Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:2003 hal 183-7

2.   Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Ablasi retina. Oftalmologi Umum. edisi 14, Alih Bahasa

Tambajong J, Pndit UB. Widya Medika Jakarta : 2006 hal.207-9

3.   James Bruce, dkk. Ablasi retina. Oftalmologi. edisi Kesembilan. Erlangga: Ciracas

Jakarta:2003 hal 116-120

4.   Newell Frank W. Retinal detachment. Ophthalmology Principles and concepts. Six Edition,

The C.V. Mosby Company : ST. Louis.Toronto.Pricenton :1986 page 338-341

5.   Wu Lihteh , MD. Retinal detachment, rhegmatogenous

ophthalmology,http://www.emedicine.com