aaa
-
Upload
fajar-hanggoro -
Category
Documents
-
view
147 -
download
6
description
Transcript of aaa
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KLINIK
GLUTAMAT PIRUVAT TRANSAMINASE (GPT)
DAN
GLUTAMAT OXALOACETATE TRANSAMINASE (GOT)
Senin, 29 November 2010
Pukul 13.00 – 16.00
Disusun oleh:
Fitria Dewi Putri 260110070134
Arman Hidayat 260110070135
Rahma Fajariasari S. 260110070136
Dina Hafizah 260110070138
Dewi Fitriana 260110070139
Gita Susanti 260110070140
Berti Efrianti 260110070141
LABORATORIUM KIMIA KLNIK
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2010
GLUTAMAT PIRUVAT TRANSAMINASE (GPT) DAN
GLUTAMAT OXALOACETATE TRANSAMINASE (GOT)
I. TUJUAN PERCOBAAN
a. Glutamat Piruvat Transaminase (GPT)
Setelah menyelesaikan percobaan ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Melakukan pemeriksaan fungsi hati melalui pemeriksaan Glutamat
Piruvat Transaminase (GPT)
2. Menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang diperoleh
b. Glutamat Oxaloacetate Transaminase (GOT)
Setelah menyelesaikan percobaan ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Melakukan pemeriksaan fungsi hati melalui pemeriksaan Glutamat
Oxaloacetate Transaminase (GOT)
2. Menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang diperoleh
II. PRINSIP PERCOBAAN
a. Glutamat Piruvat Transaminase (GPT)
L−alanin+2oxoglutarat ALAT↔
L−glutamat+ piruvat
piruvat+NADH +H+¿ LDH
↔D−laktat+NAD+¿¿¿
b. Glutamat Oxaloacetate Transaminase (GOT)
L−aspartat+2 oxoglutarat ASAT↔
L−glutamat+oxaloacetate
oxaloacetate+NADH +H+¿MDH
↔D−malat+NAD+¿¿ ¿
III. TEORI
Penyakit hati kronik masih menjadi masalah besar pada banyak
negara di dunia ini, termasuk juga di Indonesia. Berbagai faktor dapat
berperan sebagai penyebab hepatitis kronik, seperti virus hepatitis,
konsumsi alkohol, obat-obatan, penyakit hati bawaan maupun perlemakan
hati yang tidak disebabkan alkohol. Dari berbagai penyebab hepatitis
kronik, yang cukup penting diantaranya adalah virus hepatitis B dan C.
Virus hepatitis B diperkirakan telah menginfeksi 2 miliar manusia di
dunia, dan lebih dari 300 juta peduduk dunia menderita infeksi kronik. Di
Indonesia prevalensi HbsAg positif berkisar antara 3,5% sampai dengan
9,1%, atau rata-rata 5,5%. Di beberapa tempat bahkan dilaporkan angka
yang sangat tinggi, yaitu mencapai 17% (Kalbe, 2003).
Salah satu parameter biokimia hati yang dapat dijadikan pertanda
fungsi hati yaitu enzim aminotranferase (transaminase). Parameter yang
termasuk golongan enzim ini adalah aspartat aminotransferase
(AST/SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT/SGPT). Enzim-enzim ini
merupakan indikator yang sensitif terhadap adanya kerusakan sel hati dan
sangat membantu dalam mengenali adanya penyakit pada hati yang
bersifat akut seperti hepatitis. Dengan demikian peningkatan kadar enzim-
enzim ini mencerminkan adanya kerusakan sel-sel hati. ALT atu SGPT
merupakan enzim yang lebih dipercaya dalam menentukan adanya
kerusakan sel hati dibandingkan dengan AST atau SGOT (Sari, 2008).
ALT ditemukan terutama di hati, sedangkan enzim AST dapat
ditemukan di hati, otot jantung, otot rangka, ginjal, pankreas, sel darah
putih, dan sel darah merah. Dengan demikian juka hanya terdapat
peningkatan kadar AST, maka bisa saja yang mengalami kerusakan adalah
sel-sel organ lainnya yang mengandung AST. Pada sebagian besar
penyakit hati yang akut, kadar ALT lebih tinggi atau sama dengan kadar
AST. Pada saat terjadi kerusakan jaringan dan sel-sel hati, kadar AST
meningkat lima kali nilai normal, sedangkan kadar ALT meningkat 1-3
kali nilai normal pada hepatitis kronis aktif dan lebih dari 20 kali nilai
normal pada hepatitis virus akut dan hepatitis toksik (Sari, 2008).
Faal Hati
Hati merupakan organ padat yang terbesar yang letaknya di rongga
perut bagian kanan atas. Organ ini mempunyai peran yang penting karena
merupakan regulator dari semua metabolisme karbohidrat, protein dan
lemak. Tempat sintesa dari berbagai komponen protein, pembekuan darah,
kolesterol, ureum dan zat-zat lain yang sangat vital. Selain itu, juga
merupakan tempat pembentukan dan penyaluran asam empedu serta pusat
pendetoksifikasi racun dan penghancuran (degradasi) hormon-hormon
steroid seperti estrogen (Widjaja, 2010).
Pada jaringan hati, terdapat sel-sel Kupfer, yang sangat penting
dalam eliminasi organisme asing baik bakteri maupun virus. Karena itu
untuk memperlihatkan adanya gangguan faal hati, terdapat satu deretan tes
yang biasanya dibuat untuk menilai faal hati tersebut. Perlu diingat bahwa
semua tes kesehatan mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang
berlainan, maka interpretasi dari hasil tes sangat dipengaruhi oleh hal-hal
tersebut (Widjaja, 2010).
Secara umum ada 2 macam gangguan faal hati, yaitu:
1. Peradangan umum atau peradangan khusus di hati yang menimbulkan
kerusakan jaringan atau sel hati
2. Adanya sumbatan saluran empedu
(Widjaja, 2010).
AST (SGOT) dan ALT (SGPT) adalah indikator-indikator yang
sensitif dari kerusakan hati dari tipe-tipe penyakit yang berbeda. Namun
harus ditekankan bahwa tingkat-tingkat enzim-enzim hati yang lebih tinggi
dari normal tidak harus secara otomatis disamakan dengan penyakit hati.
Mereka mungkin atau mereka bukan berarti persoalan-persoalan hati.
Interpretasi (penafsiran) dari tingkat-tingkat AST dan ALT yang naik
tergantung pada seluruh gambaran klinis dan jadi adalah terbaik dilakukan
oleh dokter yang berpengalaman dalam mengevaluasi penyakit hati (P.T
Roche Indonesia, 2009).
Tingkat-tingkat yang tepat dari enzim-enzim ini tidak berkorelasi
baik dengan luasnya kerusakan hati atau prognosis. Jadi, tingkat-tingkat
AST (SGOT) dan ALT (SGPT) yang tepat tidak dapat digunakan untuk
menentukan derajat kerusakan hati atau meramalkan masa depan.
Contohnya, pasien-pasien dengan virus hepatitis A akut mungkin
mengembangkan tingkat-tingat AST dan ALT yang sangat tinggi
(adakalanya dalam batasan ribuan unit/liter). Namun kebnyakan pasien-
pasien dengan virus hepatitis A akut sembuh sepenuhnya tanpa sisa
penyakit hati. Untuk suatu contoh yang berlawanan, pasien-pasien dengan
infeksi hepatitis C kronis secara khas mempunyai hanya suatu peningkatan
yang kecil dari tingkat-tingkat AST dan ALT mereka. Beberapa dari
pasien-pasien ini mungkin mempunyai penyakit hati kronis yang
berkembang secara diam-diam seperti hepatitis kronis dan sirosis (P.T
Roche Indonesia, 2009).
ALT (SGPT), berlawanan dengannya, normalnya ditemukan
sebagian besar di hati. Ini bukan dikatakan bahwa ia berlokasi secara
eksklusif dalam hati namun bahwa ia ada dimana ia paling terkonsentrasi.
Ia dilepas ke dalam aliran darah sebagai akibat dari luka hati. Ia oleh
karenanya melayani sebagai suatu indikator yang cukup spesifik dari
keadaan (status) hati (Total Kesehatan Anda, 2008).
SGPT adalah singkatan dari serum glutamic pyruvic transaminase,
sering juga disebut dengan istilah ALT (Alanin aminotransferase). SGPT
dianggan jauh lebih spesifik untuk menilai kerusakan hati dibanding
SGOT. SGPT meninggi pada kerusakan liver kronis dan hepatitis. Sama
halnya dengan SGOT, nilai SGPT dianggap abnormal jika nilai hasil
pemeriksaan 2-3 kali lebih besar dari nilai normal (Bastiansyah, 2008).
SGOT atau juga dinamakan AST (Aspartat aminotransferase)
merupakan enzim yang dijumpai dalam otot jantung dan hati, sementara
dalam konsentrasi sedang dijumpai pada otot rangka, ginjal dan pankreas.
Konsentrasi rendah dijumpai dalam darah, kecuali jika terjadi cedera
seluler, kemudian dalam jumlah banyak dilepaskan ke dalam sirkulasi.
Pada infark jantung, SGOT/AST akan meningkat setelah 10 jam dan
mencapai puncaknya 24-48 jam setelah terjadinya infark. SGOT/AST
akan normal kembali setelah 4-6 hari jika tidak terjadi infark tambahan.
Kadar SGOT/AST biasanya dibandingkan dengan kadar enzim jantung
lainnya, seperti CK (creatin kinase), LDH (lactat dehydrogenase). Pada
penyakit hati, kadarnya akan meningkat 10 kali lebih dan akan tetap
demikian dalam waktu yang lama (Riswanto, 2009).
SGOT merupakan singkatan dari serum glutamic oxaloacetic
transaminase. Beberapa laboratorium sering juga memakai istilah AST
(Aspartate aminotransferase). SGOT merupakan enzim yang tidak hanya
terdapat di hati, melainkan terdapat pula di organ jantung, otak, ginjal, dan
otot-otot rangka (Bastiansyah, 2008).
Adanya kerusakan pada hati, otak, ginjal, otot jantung, dan otot
rangka bias dideteksi dengan mengukur kadar SGOT. Pada kasus seperti
alkoholik, radang pankreas, malaria, infeksi liver stadium akhir, adanya
penyumbatan pada saluran empedu, kerusakan otot jantung, orang-orang
yang selalu mengkonsumsi obat-obatan seperti antibiotik dan obat TBC,
kadar SGOT bias meninggi, bahkan bisa menyamai kadar SGOT pada
penderita hepatitis. Kadar SGOT dianggap abnormal bila nilai yang
didapat 2-3 kali lebih besar dari nilai normalnya (Bastiansyah, 2008).
AST (SGOT) normalnya ditemukan dalam suatu keanekaragaman
dari jaringan termasuk hati, jantung, otot, ginjal, dan otak. Ia dilepaskan
kedalam serum ketika satu saja dari jaringan-jaringan ini rusak.
Contohnya, tingkatnya didalam serum naik dengan serangan-serangan
jantung dan dengan kelainan-kelainan otot. Ia oleh karenanya bukan suatu
indikator yang sangat spesifik dari luka hati (Total Kesehatan Anda,
2008).
Tes Faal Hati
Karena faal hati dalam tubuh mempunyai multifungsi maka tes faal
hatipun beraneka ragam sesuai dengan apa yang hendak kita nilai
(Widjaja, 2010).
Untuk fungsi sintesis seperti protein, zat pembekuan darah dan
lemak biasanya diperiksa albumin, masa protrombin dan cholesterol.
Fungsi ekskresi/transportasi, diperiksa bilirubin, alkali fosfatase. ∂-GT.
Kerusakan sel hati atau jaringan hati, diperiksa SGOT(AST),
SGPT(ALT). Adanya pertumbuhan sel hati yang muda (karsinoma sel
hati), alfa feto protein. Kontak dengan virus hepatitis B yaitu; HBsAg,
AntiHBs, HBeAg, anti HBe, Anti HBc, HBVDNA, dan virus hepatitis C
yaitu; anti HCV, HCV RNA, genotif HCV (Widjaja, 2010).
Tes faal hati yang terjadi pada infeksi bakterial maupun virus yang
sistemik yang bukan virus hepatitis. Penderita semacam ini, biasanya
ditandai dengan demam tinggi, myalgia, nausea, astheniadan sebagainya.
Disini faal hati terlihat akan terjadinya peningkatan SGOT, SGPT serta ∂-
GT antara 3-5X nilai normal. Albumin dapat sedikit menurun bila infeksi
sudah terjadi lama dan bilirubin dapat meningkat sedikit terutama bila
infeksi cukup berat (Widjaja, 2010).
Tes faal hati pada hepatitis virus akut maupun drug
induce hepatitis. Faal hati seperti Bilirubin direct/indirect dapat meningkat
biasanya kurang dari 10 mg%, kecuali pada hepatitis kolestatik,
bilirubin dapat lebih dari 10 mg%. SGOT, SGPT meningkat lebih dari 5
sampai 20 kali nilai normal. ∂-GT dan alkalifosfatase meningkat 2 sampai
4 kali nilai normal, kecuali pada hepatitis kolestatik dapat lebih tinggi.
Albumin/globulin biasanya masih normal kecuali bila terjadi hepatitis
fulminan maka rasio albumin globulin dapat terbalik dan
masa protrombin dapat memanjang (Widjaja, 2010).
Tes faal hati pada sumbatan saluran empedu. Bilirubin
direct/indirect dapat tinggi sekali (>20 mg%), terutama bila sumbatan
sudah cukup lama. Peningkatan SGOT dan SGPT biasanya tidak terlalu
tinggi, sekitar kurang dari 4 kali nilai normal. ∂-GT dan alkalifosfatase
meningkat sekali dapat lebih dari 5 kali nilai normal. Kolesterol juga
meningkat (Widjaja, 2010).
Tes faal hati pada perlemakan hati (fatty liver). Albumin/globulin
dan Bilirubin biasanya masih normal. SGOT dan SGPT meningkat sekitar
2 sampai 3 kali nilai normal demikian juga ∂-GT dan alkalifosfatase
meningkat sekitar ½ sampai 1 kali dari nilai normal. Kadar triglyserida
dan kolesterol juga terlihat meninggi. Kelainan ini sering pada wanita
dengan usia muda/pertengahan, gemuk dan biasanya tidak ada keluhan
atau mengeluh adanya perasaan tak nyaman pada perut bagian kanan
atas. Pada kasus perlemakan hati yang primer maka semua pertanda
hepatitis C harus negatif (Widjaja, 2010).
Penderita hepatitis A akut atau baru sembuh dari hepatitis A,
ditandai dengan IgM anti HAV yang positif. Sedang IgG anti HAV positif
sering ditemukan pada anak atau orang dewasa dari negara berkembang
dengan sanitasi lingkungan yang jelek. Ini menandakan penderita pernah
terinfeksi virus hepatitis A dimasa lalu. Karena itu prevalensi IgG HAV
dapat dipakai sebagai indeks sanitasi lingkungan suatu negara (Widjaja,
2010).
Pelaporan hasil petanda hepatitis virus secara kuantitatif dan
kualitatif, yaitu sebagai berikut:
1. Hepatitis B
Pemeriksaan kualitatif selalu lebih sensitif dari pada pemeriksaan
kuantitatif. Cara pemeriksaan kuantitiatif hepatitis B dikerjakan
dengan bermacam cara dan tiap cara mempunyai sensitivitas tertentu
dan juga pelaporannya dapat memakai satuan tertentu. Lihat tabel 5.
Hasil kuantitiatif hepatitis B diatas 105 copy/ml dianggap batas untuk
diobati.
2. Hepatitis C
Juga pemeriksaan kualitatif lebih sensitif dari kuantitatif. Ada
bermacam cara pemeriksaan kuantiatif HCV dan mempunyai rentang
sensitivitas yang berbeda. Hasil kuantitatif dari 1 cara pemeriksaan
kuantitatif HCV, tidak dapat disamakan hasilnya dengan pemeriksaan
HCV dengan cara yang lain
(Widjaja, 2010).
Penyakit yang jarang tapi menunjukan gangguan faal hati, antara
lain sebagai berikut:
Penyakit thyroid/kelenjar gondok.
Penyakit hati auto immune (AIH)
Wilson disease
Alpha-1-antitrypsisn deficiency
Celiac disease
Muscle disorders
(Widjaja, 2010).
SGOT/AST serum umumnya diperiksa secara fotometri atau
spektrofotometri, semi otomatis menggunakan fotometer atau
spektrofotometer, atau secara otomatis menggunakan chemistry analyzer.
Nilai rujukan untuk SGOT/AST adalah :
Laki-laki : 0 - 50 U/L
Perempuan : 0 - 35 U/L
(Riswanto, 2009).
Secara normal, sel-sel hati akan memproduksi enzim-enzim GPT
dan GOT. Nilai GPT normal (9-43 U/L) dan nilai GOT normal (10-34
U/L) mencerminkan bahwa sel-sel hati dalam keadaan utuh. Menigkatnya
kadar kedua enzim tersebut memperlihatkan adanya gangguan keutuhan
sel-sel hati, atau dengan kata lain terjadi kerusakan atau peradangan sel-sel
hati (Cahyono, 2010).
Pada keadaan infeksi hati oleh virus, virus berada dalam sel-sel
hati untuk menggandakan diri. Keberadaan virus di dalam sel-sel hati akan
mengundang system imunitas tubuh, terutama sel T, untuk menghancurkan
sel-sel hati tersebut. Sel-sel hati menjadi hancur dan enzim GPT serta
GOT terlepas dan masuk ke peredaran darah. Akibatnya, pada seseorang
yang menderita hepatitis akut kedua enzim tersebut dapat meningkat
ratusan hingga ribuan kali. Tinggi rendahnya enzim GPT dan GOT
tergantung sejauh mana system imunitas tubuh merusak sel-sel hati
(Cahyono, 2010).
Cara yang paling umum atau biasa digunakan untuk memeriksa
masalah hati adalah melalui tes fungsi hati, suatu tes darah yang
memeriksa zat-zat kimia dalam tubuh yang dihasilkan oleh hati dalam
berkerja menjalankan fungsinya:
ALT (SGPT) - suatu enzim yang bila dalam keadaan normal berada di
dalam sel hati dan di dalam darah. Ketika sel hati rusak, enzim ini
merembes ke dalam aliran darah sehingga menyebabkan kadar ALT
(SGPT) meningkat. Tes ALT (SGPT) yang hanya dilakukan sekali
belum tentu bisa menunjukkan seberapa parah perusakan yang telah
terjadi dan seringkali orang yang menderita hepatitis C kronis memiliki
kadar ALT (SGPT) normal. Enzim hati lainnya yang biasanya diukur
melalui tes darah ini adalah AST (aspartate aminotransferase/ SGPT),
GGT (gamma-glutamyl transferase), dan alkaline phosphatase.
Bilirubin - suatu pigmen berwarna kuning yang disalurkan ke dalam
hati ketika sel darah merah pecah. Jika hati tidak bekerja dengan baik
maka kadar bilirubin dalam darah akan naik.
Albumin - adalah suatu protein yang dihasilkan oleh hati. Penurunan
jumlah albumin dapat mencerminkan buruknya fungsi hati.
Prothrombin Time - ketika mengalami kerusakan, hati akan gagal
memproduksi zat pembeku darah dalam jumlah yang memadai. Tes ini
mengukur kemampuan pembekuan darah. Pada gangguan fungsi hati
Prothrombin Time (PT) memanjang.
Penghitungan darah lengkap – penghitungan darah lengkap dapat
membantu mendeteksi kondisi umum/ keseluruhan hati (P.T Roche
Indonesia, 2009).
Bila diperlukan dokter Anda juga mungkin akan melakukan biopsi
hati yaitu suatu prosedur yang dilakukan dengan mengambil sepotong
kecil jaringan hati dengan menggunakan jarum biopsi, yang kemudian
dianalisis di bawah mikroskop oleh ahli patologi anatomi. Biopsi hati
biasanya direkomendasikan untuk diagnosis kelainan hati atau untuk
menentukan derajat beratnya kelainan hati (P.T Roche Indonesia, 2009).
IV. ALAT DAN BAHAN
Alat
- Beaker glass
- Kuvet
- Pipet piston
- Spektrofotometer UV-Visible
Bahan
- Aquades
- Larutan sampel (serum)
- Reagen 1
- Reagen 2
V. PROSEDUR
a. Glutamat Piruvat Transaminase (GPT)
Dipipet sebanyak 100 µL sampel ke dalam kuvet, kemudian
ditambahkan 1000 µL reagen 1. Campuran diinkubasi selama 5 menit pada
suhu ruangan. Setelah diinkubasi, ditambahkan reagen 2 sebanyak 250 µL.
Kemudian dibaca absorbansinya pada saat t = 0, 1, 2 dan 3 menit dengan
spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang 365 nm. Percobaan
dilakukan sebanyak dua kali (duplo).
b. Glutamat Oxaloacetate Transaminase (GOT)
Dipipet sebanyak 100 µL sampel ke dalam kuvet, kemudian
ditambahkan 1000 µL reagen 1. Campuran diinkubasi selama 5 menit pada
suhu ruangan. Setelah diinkubasi, ditambahkan reagen 2 sebanyak 250 µL.
Kemudian dibaca absorbansinya pada saat t = 0, 1, 2 dan 3 menit dengan
spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang 365 nm. Percobaan
dilakukan sebanyak dua kali (duplo).
VI. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
a. Glutamat Piruvat Transaminase (GPT)
Sampel 1 Sampel 2 Rata-rata
A0 1,428 0,070 1,199
A1 1,510 1,143 1,331
A2 1,645 1,412 1,529
A3 1,727 1,565 1,646
∆1 = A1-A0 = 0,132
∆2 = A2-A1 = 0,198
∆3 = A3-A2 = 0,117
∆A rata-rata = 0,132+0,198+0,117
3 = 0,149
Aktivitas enzim (U/l)
A/menit x faktor = 0,149 x 3971 = 591,679 U/l
b. Glutamat Oxaloacetate Transaminase (GOT)
Sampel 1 Sampel 2 Rata-rata
A0 0,702 0,775 0,7385
A1 0,755 0,760 0,7575
A2 0,774 0,803 0,7885
A3 0,809 0,846 0,8275
∆1 = A1-A0 = 0,019
∆2 = A2-A1 = 0,031
∆3 = A3-A2 = 0,039
∆A rata-rata = 0,019+0,031+0,039
3 = 0,0296
Aktivitas enzim (U/l)
A/menit x faktor = 0,0296 x 3971 = 117,8063 U/l
VII. PEMBAHASAN
a. Glutamat Piruvat Transaminase (GPT)
Hati sebagai organ tubuh yang penting dan penyakit yang
mengenai hati atau berkaitan dengan perubahan fungsi hati cukup sering
dijumpai. Fungsi hati banyak jenisnya, mengenai metabolisme hampir
semua zat makanan, yaitu karbohidrat, protein, lipid, vitamin, mineral dan
hormon. Fungsi hati dapat dibedakan dalam fungsi sintesis (glikogenesis,
albumin, alfa dan beta-globulin, faktor-faktor koagulasi, fosfolipid,
kolesterol, trigliserida, apolipoprotein, lipoprotein, enzim
lecithinecholesterolacyl transferase (LCAT), asam empedu), ekskresi
(kolesterol, asam empedu, garam empedu, bilirubin, obat-obatan),
detoksifikasi (amoniak, bilirubin), penyimpanan (vitamin A , D & B12,
mineral Fe dan Cu), filtrasi fagositosis (zat toksik dan bakteri oleh sel
Kupffer), dan katabolisme (hormon estrogen, obat-obatan).
Terdapat pula pengukuran aktivitas beberapa enzim. Pada
praktikum kali ini, dilakukan pemeriksaan terhadap fungsi hati dari serum
sampel dengan parameter pemeriksaannya SGPT (glutamat piruvat
transaminase serum) atau juga dinamakan ALT (alanin aminotransferase).
Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal dan
otot rangka. Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada
SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada proses
kronis didapat sebaliknya. Oleh karena itu, pemeriksaan dengan parameter
SGPT lebih efektif dibandingkan dengan SGOT. Dalam hal ini enzim-
enzim tersebut tidak diperiksa fungsinya dalam proses metabolisme di hati
tetapi aktivitasnya dalam darah (serum) dapat menunjukkan adanya
kelainan hati tertentu. Aktivitas enzim alanin transaminase (ALT) atau
nama lama serum glutamate pyruvate transferase (SGPT) dan enzim
aspartate transaminase (AST) atau nama lama serum glutamate
oxaloacetate transferase (SGOT) meningkat bila ada perubahan
permeabilitas atau kerusakan dinding sel hati, sebagai penanda ganguan
integritas sel hati (hepatoselular).
GPT/ALT serum umumnya diperiksa secara fotometri atau
spektrofotometri, secara semi otomatis atau otomatis. Nilai rujukan untuk
SGPT/ALT adalah:
Laki-laki : 0 - 50 U/L
Perempuan : 0 - 35 U/L.
Prinsip pemeriksaan SGPT dengan spektrofotometri, yaitu
konversi α-oksoglutarat dan L-alanin menjadi L-glutamat dan piruvat oleh
enzim glutamat piruvat transaminase (GPT) dengan pengukuran
absorbansi pada panjang gelombang 340 – 365 nm (pada percobaan
digunakan panjang gelombang maksimum 365 nm dan pengukuran
konsentrasi sampel menggunakan faktor. Absorbansi yang diperoleh
sebanding dengan konsentrasi atau aktivitas enzim dalam sampel serum.
Alanin merupakan asam amino utama yang dilepaskan jaringan otot pada
saat kelaparan. Alanin adalah substrat penting pada proses
glukoneogenesis hepatik, dan transaminasi alanin diperlukan untuk
memelihara konsentrasi glukosa darah puasa. Reaksi yang terlibat adalah:
L-Alanin + α-oksoglutarat Piruvat + L-Glutamat
Piruvat + NADH + H+ L-Laktat + NAD+ + H2O
Pada percobaan ini, dilakukan pemeriksaan sampel sebanyak dua
kali (duplo). Absorbansi dibaca pada 0, 1, 2, 3, dan 4 menit dengan
panjang gelombang 365 nm. Hal ini dilakukan karena reaksi yang terlibat
merupakan reaksi enzimatis yang berjalan secara bertahap. Oleh karena
itu, akan terjadi peningkatan konsentrasi setiap pertambahan menit pada
pengukuran aborbansi sampel serum. Pada perhitungan absorbansi
sebenarnya dari sampel, absorbansi yang diperoleh pada menit ke-1, 2, 3,
dan 4 dikurangi dengan absorbansi pada 0 menit, kemudian dirata-ratakan.
Untuk menghitung konsentrasi, hasil absorbansi rata-rata dikalikan dengan
faktor 3971 untuk pengukuran di panjang gelombang 365 nm. Pada
pengukuran sampel, absorbansi rata-rata yang diperoleh adalah 0,149
sehingga konsentrasi atau aktivitas enzim GPT dalam serum sebesar
591,679 U/L.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat diinterpretasikan bahwa
pasien mengalami gangguan fungsi atau kerusakan sel hati karena
konsentrasi enzim GPT meningkat melebihi nilai normal. Akan tetapi,
penyebab peningkatan aktivitas enzim atau kerusakan sel hati belum
diketahui karena harus ada pemeriksaan penunjang atau pemeriksaan
lanjut seperti pemeriksaan HbsAg untuk kasus hepatitis atau kerusakan sel
hati akibat virus. Selain itu, diperlukan pemeriksaan parameter-parameter
lain, seperti bilirubin, alkali fosfatase, LDH (laktat dehidrogenase), γ-GT,
dan lain-lain.
LDH
GPT/ALT
b. Glutamat Oxaloacetate Transaminase (GOT)
Selamjutnya, dilakukan pemeriksaan kadar Glutamat Oksaloasetat
Transaminase (GOT) yang berfingsi untuk memeriksa adanya gangguan
fungsi hati. Glutamat oksaloasetat transaminase merupakan enzim yang
terdapat dalam sitoplasma dan mitokondria sel hati. Apabila terjadi
gangguan fungsi hati yang disebabkan meningkatnya permeabilitas
membran sel hati maka GOT akan keluar dari sel dan berada dalam darah.
Oleh karena itu, kadar GOT dalam darah dapat menjadi salah satu
parameter gangguan fungsi hati. Namun pemeriksaan GOT bukan
merupakan parameter utama dalam pemeriksaan gangguan fungsi hati
karena enzim ini tersebar di seluruh jaringan tubuh, namun paling banyak
terdapat dalam hati.
Prosedur pertama pada pemeriksaan ini yang dilakukan adalah
menyiapkan kuvet yang akan digunakan pada saat spektrofotometri UV-
Vis. Kuvet yang digunakan sebanyak dua buah. Kedua kuvet digunakan
untuk pengukuran sampel yang dilakukan secara duplo. Percobaan
dilakukan secara duplo bertujuan untuk mengurangi kesalahan pada saat
pengukuran dapat dihindari sehingga hasilnya lebih akurat. Larutan
sampel berisi 100 μL sampel yang berupa serum, dan reagen-reagen.
Serum merupakan darah yang telah dipisahkan dari sel-sel darah merah
dan zat-zat koagulan dan biasanya berwarna kuning pucat.
Ketika proses pengambilan serum, maupun reagen dilakukan
dengan menggunakan mikropipet (pipet piston). Hal ini disebabkan jumlah
larutan yang diambil sangat sedikit (10-1000 μL). Selain itu pipet piston
memiliki ketelitian, sensitivitas, dan spesifisitas yang tinggi dibandingkan
dengan pipet gelas. Sebelum pipet piston digunakan, bagian atas pipet
yang disebut thumb knob sebaiknya ditekan berkali-kali untuk memastikan
lancarnya mikropipet. Setelah itu tip bersih dimasukkan ke dalam
nozzle/ujung pipet piston sampai pas (tidak jatuh). Thumb knob ditekan
sampai hambatan pertama/first stop, jangan ditekan lebih ke dalam lagi
karena cairan yang terambil akan lebih besar daripada jumlah yang
sebenarnya. Setelah itu, tip dimasukkan ke dalam cairan sedalam 3-4 mm
karena jika kurang dari nilai tersebut dikhawatirkan cairan tidak terambil
sempurna (ada gelembung udara yang terambil), sedangkan jika lebih dari
nilai tersebut dikhawatirkan terdapat kontaminan dari tip pipet. Sehingga
pemipetan reagen dan serum menjadi tidak akurat. Selanjutnya pipet
ditahan dalam posisi vertikal kemudian tekanan dari thumb knob
dilepaskan sehingga cairan masuk ke tip. Ujung tip dipindahkan ke dalam
kuvet. Untuk mengeluarkan cairannya, thumb knob ditekan sampai
hambatan kedua/second stop atau ditekan semaksimal mungkin sehingga
semua cairan keluar dari ujung tip.
Lalu sampel atau serum dimasukkan ke dalam kuvet, kemudian
ditambahkan larutan reagen 1 sebanyak 1000 μL kemudian kuvet dikocok
perlahan agar larutan tercampur secara sempurna. Reagen 1 berisi buffer,
L-aspartat, dan malat dehidrogenase (MDH). Setelah itu kuvet
diinkubasikan pada suhu 25oC selama 5 menit. Proses inkubasi ini
bertujuan agar memberikan waktu untuk terjadinya reaksi antara kedua
larutan dalam campuran tersebut. Setelah 5 menit, ke dalam kuvet
ditambahkan 250 μL reagen 2. Reagen 2 berisi NADH dan 2-oksoglutarat.
Reaksi yang terjadi antara sampel dan reagen yaitu :
L−aspartat+2−oksoglutarat ASAT↔
L−Glutamat+oksalacetat
oksalacetat+NADH +H+¿ MDH
↔L−malat+NAD+¿¿¿
Enzim glutamat oksaloasetat transaminase (Aspartat
Aminotransferase/ASAT) mampu mengkatalisis perpindahan gugus amino
dari L-aspartat kepada 2-oksoglutarat untuk menjadi L-glutamat dan
oksaloasetat. Kemudian dengan adanya NADH dan malat dehidrogenase
(MDH), oksaloasetat direduksi menjadi L-malat. Reaksi dimonitor dengan
mengikuti penurunan absorbansi atau penurunan konsentrasi NADH pada
panjang gelombang 365 nm. Penurunan absorbansi ini proporsional
dengan aktifitas katalitik GOT.
Kemudian, absorbansi dicatat pada t = 0 menit, t = 1 menit, t = 2
menit, dan t = 3 menit. Panjang gelombang yang digunakan untuk
mengukur absorbansi GOT adalah 365 nm. Hasil absorbansi masing-
masing dibaca dan dicatat. Pengukuran absorbansi dilakukan 4 kali dengan
waktu yang berbeda bertujuan untuk mengamati adanya perbedaan
absorbansi atau tidak. Hal tersebut sesuai dengan prinsip reaksi kinetika
enzimatik. Nilai absorbansi yang diperoleh pada sampel I adalah 0,702 (0
menit); 0,755 (1 menit); 0,774 (2 menit); dan 0,809 (3 menit), serta
absorbansi sampel II adalah 0,775 (0 menit); 0,760 (1 menit); 0,803 (2
menit); dan 0,846 (3 menit). Semakin lamanya waktu pengukuran,
absorbansi yang diperoleh semakin meningkat. Hal ini dapat disebabkan
karena absorbansi yang terukur merupakan absorbansi dari perubahan
senyawa NADH menjadi NAD+ pada panjang gelombang 365 nm.
Perubahan aktivitas NADH ini sebanding dengan aktivitas SGOT yang
dapat dihitung dari perubahan absorbannya setiap menit pengukuran.
Kemudian dihitung perubahan masing-masing absorbansi kedua sampel
sebagai Δ A.
Dari hasil perhitungan, diperoleh nilai Δ A rata-rata sebesar
0,0296. Untuk mengetahui aktivitas enzim GOT maka digunakan rumus :
Aktivitas GOT (U / L)=Δ A/menit × faktor
Faktor konversi pada panjang gelombang 365 nm yaitu 3971. Maka dari
perhitungan, diperoleh aktivitas enzim GOT sebesar 117,8063 U/L. Hal ini
mnegindikasikan bahwa pasien menderita gangguan fungsi ginjal karena
nilai aktivitas GOT melebihi nilai normal yaitu 18 U/L (pria) dan 15 U/L
(wanita). Nilai GOT yang diperoleh dari pemeriksaan bernilai ratusan hal
ini dapat mengindikasikan bahwa pasien kemungkinan menderita hepatitis
kronis.
VIII. KESIMPULAN
a. Glutamat Piruvat Transaminase (GPT)
Berdasarkan hasil pemeriksaan, aktivitas enzim GPT dalam serum
sebesar 591,679 U/L. Hal ini mengindikasikan bahwa pasien menderita
gangguan fungsi ginjal, yaitu diduga hepatitis kronis.
b. Glutamat Oxaloacetate Transaminase (GOT)
Berdasarkan hasil pemeriksaan, aktivitas enzim GOT dalam serum
sebesar 117,8063 U/L. Hal ini mengindikasikan bahwa pasien menderita
gangguan fungsi ginjal, yaitu diduga hepatitis kronis.
DAFTAR PUSTAKA
Bastiansyah, E. 2008. Panduan Lengkap Membaca Hasil Test Kesehatan. Penebar
Plus. Depok.
Cahyono, S. B. 2010. Hepatitis B. Kanisius. Yogyakarta.
Kalbe. 2003. Hepasil®Menurunkan Enzim Hati dan Meningkatkan Respon Imun
pada Penderita Hepatitis Virus Kronik. Tersedia pada
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/16_InformasiProduk.pdf/16
_InformasiProduk.html [diakses pada 30 Novenber 2010].
P.T Roche Indonesia. 2009. Diagnosa Hepatitis C. Tersedia pada
http://hepatitis.roche.co.id/content10.php [diakses pada 30 Novenber
2010].
Riswanto. 2009. SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transamidase). Tersedia
pada http://labkesehatan.blogspot.com/2009/12/sgot-serum-glutamic-
oxaloacetic.html [diakses pada 30 Novenber 2010].
Sari, W. 2008. Care Your Self : Hepatitis. Penebar Plus. Depok.
Total Kesehatan Anda. 2008. Tes-Tes Darah Hati. Tersedia pada
http://www.totalkesehatananda.com/darahhati1.html [diakses pada 30
Novenber 2010].
Widjaja, S. 2010. Gangguan Faal (Fungsi) Hati Yang Sering Ditanyakan Oleh Penderita.
Tersedia pada http://www.medistra.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=106 [diakses pada 30 Novenber
2010].