AAA BAB IIrepository.stitradenwijaya.ac.id/750/3/bab2.pdf“Dua orang tua memb entuk keluarga,...
Transcript of AAA BAB IIrepository.stitradenwijaya.ac.id/750/3/bab2.pdf“Dua orang tua memb entuk keluarga,...
13
BAB II
LANDASAN TEORI
A. TINJAUAN TENTANG UPAYA ORANG TUA DALAM PEMBINAAN
PENDIDIKAN AGAMAISLAM
1. Pengertian Orang Tua
Pengertian orang tua di sini di kategorikan menjadi dua macam, yaitu
orang tua dalam arti umum dan orang tua dalam arti khusus.
Pengertian orang tua dalam arti umum adalah seperti yang terdapat dalam
Ka mus Besar Bahasa Indonesia di mana Istilah orang tua diartikan sebagai “orang
yang dianggap tua (cerdik, pandai, ahli,) dan lain sebagainya1.Jadi orang tua yang
dimaksud di sini adalah orang tua (dewasa), yang bertanggung jawab terhadap
kelangsungan hidup anak-anaknya, serta yang masuk kategori ini adalah ayah dan
ibu, kakek dan nenek, paman dan bibi, kakak atau wali. Sedangkan dalam arti
khusus bahwa yang disebut sebagai orang tua hanyalah ayah dan ibu.
Dalam pembahasan ini, yang dimaksud dengan orang tua dalam pengertian
khusus yaitu ayah dan ibu saja, sebagaimana yang digambarkan oleh Drs. Nashir
Ali sebagai berikut:
“Dua orang tua memb entuk keluarga, segera bersiap mengemban (memperkembangkan) fungsinya, seba gai “orang tua! Menjadi orang tua dalam arti menjadi seorang bapa k dan ibu dari anak-anak atau putra-putrinya, menjadi penanggung jawab dari lem baga keluarganya sebagai satu sel anggota masyarakat”2.
1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1991, hlm. 629.
2 M. Nashir Ali, Dasar- Dasar Ilmu Mendidik, Mutiara Sumber Widya, 1985 , hlm. 73-74.
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud
dengan kedua orang tua adalah seorang ayah dan seorang ibu yang ada dalam
sebuah keluarga.
2. Fungsi Orang Tua
Secara umum fungsi orang tua adalah merawat, memelihara serta
melindungi anggotanya, lebih spesifik lagi menurut Dr. H. Djuju Sudjana sebagaim
ana yang dikutip oleh Jalalludin Rahmad, orang tua mempunyai fungsi sebagai
berikut:
a. Fungsi Biologis
Keluarga sebagai suatu organismefungsi biologis, fungsi ini memberi
kesempatan hidup pada setiap anggotanya. Keluarga di sini menjadi tempat untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti sandang pangan, dan papan dengan syarat
tetentu sehingga kelurga me mungkinkan makhluk seperti manusia ini dapat hidup.
Tugas biologis lain dan masih merupakan kebutuhan dasar adalah kebutuhan untuk
memenuhi hubungan seksual serta mendapatkan keturunan. Oleh karena itu untuk
me menuhi kebutuhan biologis atau seksual ini.
Dalam keluarga perlu diikat oleh suatu perkawinan yang me
mungkinkan suami istri memenuhi kebutuhan dasar tersebut dan bertanggung
jawab. Dan selanjutnya, kebutuhan dasar ini memberikan dasar pada fungsi
lain yaitu untuk mengembangkan keturunan. Sebagaimana firman Allah
dalam surat An-Nahl ayat 72:
14
Artinya: “Allah menjadikan bagi kamu is teri-isteri dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan bagim u dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu,
dan memberimu rezk i dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka
beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah"
(QS. An-Nahl: 72)3.
b. Fungsi Edukatif
Fungsi pendidikan ini mempunyai hubungan erat dengan tanggung jawab
orang tua sebagai pendidik pertamadari anak-anaknya yang telah dilahirkan. Agar
anak tersebut dapat berkembang menjadi menusia matang yang dapat bertanggung
jawab oleh masyarakatnya. Oleh karena itu, upaya pendidikan merupakan tanggung
jawab keluarga.
Dalam fungsi edukatif, keluarga merupakan lembaga pendidikan yang
pertamadan utama, dikatakan utamakarena dalam keluarga anak banyak
menghabiskan waktu bersamaanggota keluarga yang lain, dan dikatakan
pertamakarena sejak anak itu dilahirkan ke bumi ini, maka mulai itulah dia
mengenal dan mengaji sesuatu dari anggota keluarga.
c. Fungsi Religius
Fungsi ini sangat erat kaitannya dengan fungsi pendidikan. Sebab keluarga
mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan agamaanak. Oleh karena itu fungsi
3 Departemen Agama, Al-Quran dan Terjemahannya, CV Diponegoro. Bandung 2004, hlm. 219.
15
keagamaan harus dijalankan melalui pendidikan yang bernafaskan Islam, dan
kehidupan keluarga tetap menganjurkan bahwa kehidupan harus menjadi tempat
yang menyenangkan bagi setiap anggotanya.
Pendidikan agamapada anak ini sangat penting, sebab akan menentukan
prospek masa depan anak dan keluarganya, sehingga tidak mengalami hidup
sengsara baik di dunia maupun di akhirat. Adapun nilai-nilai agamabanyak masuk
ke dalam pem bentukan kepribadian seseorang, maka tingkah laku orang tersebut
diarahkan dan dikendalikan oleh nilai-nilai agama. Di sinilah letak pen tingnya
pengalaman dan pendidikan pada masa-masa pertumbuhan dan perkembangan
anak. Sebagaimana pendidikan yang diterapkan oleh Luqman yang beriman, beram
al shaleh, bersyukur kepada Allah dan bijaksana dalam segala hal. Sebagaimana
firm an Allah dalam surat Luqm an ayat 13:
)۱۳ : ن لقماا(
Artinya: “Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, diwaktu ia
memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
memperseku tukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar".
(QS. Luqman: 13)4
d. Fungsi Protektif
4 Ibid ., hlm. 329.
16
Fungsi perlindungan ini sebenarnya juga mempunyai hubungan erat
dengan fungsi pendidikan, yakni untuk menjaga dan memilihara anak serta anggota
keluarga lainnya dari tindakan negative yang mungkin timbul. Di samping itu
perlindungan secara mental dan moral serta perlindungan yang bersifat fisik bagi
kelanjutan hidup orang-orang yang ada dalam keluarga itu.
Secara fisik keluarga harus mlind ungi supaya tidak kelaparan, kehausan,
kedinginan, kesakitan, dan sebagainya. Perlindungan mental dimaksudkan supaya
orang itu tidak kecewa (frustasi) karena mengalami konflik yang mendalam dan
berkelanjutan yang disebabkan kurang pandai mengatasi masalah kehidupannya. Se
dangkan perlindungan moral perlu dilakukan supaya anggota keluarga itu
menghindarkan diri dari perbuatan jahat dan buruk. Dalam hal ini oran g tua harus
mendorong anaknya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, sesuai
dengan tuntutan masyarakat di mana mereka hidup.
e. Fungsi Sosialisasi
Fungsi sosialisasi ini berkaitan de ngan mempersiapkan anak untuk
menjadi anggota masyarakat yang baik. Dalam melaksanakan fungsi ini keluarga
berperan sebagai penghu bung antara kehidupan anak dengan kehidupan sosial dan
norma-normasosial sehingga kehidupan di sekitarnya dapat dimengerti oleh anak-
anak dan pada gilirannya anak dapat berfikir dan berbuat positif di dalam dan
terhadap lingkungannya.
Untuk mencapai kehidupan ini anak melalui orang tua harus dapat
memilih dan menafsirkan norma-norma yang ada dalam masyarakat . Anak harus
dapat melatih diri dalam percaturan kehidupan sosial. Dia harus bisa patuh, tetapi
17
harus dapat mempertahankan diri dan kalau memang sangat dirasakan perlu, maka
ia harus bisa menyerang ini tergantung sistem normayang berlaku dalam
masyarakat di dalam kaitan ini bukan suatu pekerjaaan yang mudah. Hal ini
membutuhkan waktu dan ketekunan orang tua dalam memasyarakatkan anak nya.
Salah satu usaha yang dapat membantu kehidupan dalam masyarakat itu
adalah hidup beragama. Dengan melaksanakan kehidupan beragamayang baik dapat
memimpin seseorang untuk lebih mudah bergaul di antara sesamaumat manusia
yang banyak corak dan ragamnya.
f. Fungsi Rekreatif
Dalam menj alankan fungsi ini ke luarga harus menjadi lingkungan yang
nyaman, menyenangkan, cerah ceria, hangat dan penuh semangat, jauh dari
ketegangan batin, keadaan seperti ini dapat dibangun me lalui adanya kerja samadi
antara anggota keluarga yang disadari oleh adanya saling me mpercayai, saling
menghormati, saling mengerti serta adanya take and give.
Suasana kreatif dialami oleh anak dan anggota keluarga lainnya apabila
dalam kehidupan keluarga itu te rdapat perasaan damai, dan pada saat-saat tertentu
memb erikan peras aan bebas dari kesibukan sahari-hari. Di samping itu, fungsi
rekreatif ini tidak hanya diciptakan seperti mengadakan kunjungan sewaktu-waktu
ke tempat-tempat yang bermakna bagi keluarga.
g. Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi ini berkaitan dengan pencaharian nafkah. Pembinaan
usaha, dan perencanaan anggaran biaya, baik penerimaanan biaya keluarga, dalam
hal ini yang berkewajiban memberi nafkah adalah suami. Selain itu seorang suami
18
juga harus memenuhi kebutuhan lainnya seperti makanan dan pakaian kepada
anggota keluarganya baik itu bagi kehidupan orang tua sendiri maupun kehidupan
masa depan anak. Oleh karena itu, seorang ayahlah yang mempunyai kewajiban
dalam memenuhi kebutuhan yang bersifat vegetatif. Seperti kebutuhan makan,
minum , dan tempat tinggal5.
Dari beberapa fungsi yang tersebut di atas, fungsi orang tua dalam
kehidupan sehari-hari satu samalain saling melengkapi. Dengan dem i kian, fungsi
orang tua secara psikologis, ora ng tua harus tahu cara menghadapi anak dalam
masa pertum buhan dan perkembangan psikologis anak. Senada dengan uraian di
atas, p e ndapat lain juga mengatakan bahwa fungsi orang tua sangat luas dan urai
annya sangat tergantung dari sudut orientasi mana yang akan dilakukan. Dalam hal
ini fungsi orang tua dilihat dari sudut biologi, sudut pasikologi perkembanga n di
mana orang tua berfungsi untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian anak
sehingga dapat mencapai gambaran kepribadian yang matang, dewasa dan harmonis6
.
Dari pendapat di atas, nampaklah bahwasanya salah satu fungsi terpenting
orang tua adalah fungsi pendi dikan, di mana orang tua sebagai pendidik
utamabertanggung jawab untuk menciptakan situasi pendidikan dalam keluarga,
5 Jalaluddin Rahmat dan Mukhtar Gandaatmaja, Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung ,1993, hlm. 2 0- 21 .
6 Singgih D. Gunarsa & NY . Singgih D. Gunarsa, Psikologi Anak , Remaja dan Keluarga, Jakarta: BPK Gunu ng Mulia, 1986, hlm.
19
sehingga dengan demikian anak dapat berkembang menjadi manusia sebagaimana
yang diharapkan oleh bangsa, Negara dan agamanya.
3. Tanggung Jawab Orang Tua
Dalam ajaran Islam, anak adalah am anat dari Allah SWT, maka orang tua
sangat berkewajiban menjaga dan mendidiknya dengan baik dan penuh perhatian.
Hal ini bisa dijadikan pedom an bagi yang lainnya. Sebagaimana firman Allah SWT
dalam Al-Quran surat At-Tahrim ayat 6:
Artinya: “hai orang-orang yang berim an, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” .
(QS. At-Tahrim : 6)7.
Dengan ayat ini Allah S WT mengingatkan orang-orang yang beriman,
bahwa semata-mata beriman saja belu ml ah cukup. Im an harus dipelihara, dirawat
dan dipupuk dengan cara menjaga keselamatan diri dan seisi rumah tangga dari api
neraka. Dari ayat tersebut maka kiranya dapat diketahui bahwa yang dimaksud
dengan orang-orang yang beriman adal ah orang tua, sebagai penananggung jawab
semua anggota keluarga termasuk anak-anaknya. Tanggung jawab orang tua
7 Departemen AgamaRI, Op. Cit., hlm. 448.
20
yang,besar terhadap anak-ana knya tersebut yang nantinya wajib dipertanggung
jawabkan di hadapan Tuhan-Nya kelak di akhirat.
Senada dengan hal tersebut, menurut Sayyid Sabiq sebagaimana yang
dikutip oleh Drs. Yakhsyallah Mansur dalam bulletin mengungkapkan bahwa
memelihara diri dan keluarga termasuk anak dari neraka adalah dengan pendidikan
dan pengajaran, kemudian memperhatikan perkembangan mereka agar berakhlak
mulia dan menunjukkan kepada mereka hal-hal yang bermanfaat dan
membahagiakan. Dengan demikian jelaslah betapa pentingnya pendidikan
agamamenurut Islam . Oleh karena itu siapa saja yang mendidik anak sesuai dengan
petunjuk Allah da n Rasul-Nya, ia akan mendapatkan pahala sedang siapa saja yang
tidak memberikan pendidikan anak sebagaimana mestinya, ia akan mendapat siksa8.
Secara umum inti tanggung jawab dari orang tua adalah membina dan
mendidik anak-anaknya dalam sebuah kehidupan rumah tangga. Betapapun
beratnya kewajiban orang tua dalam mendidik dan membesarkan seseorang anak
hingga tumbuh dewasa serta menjadi hamba Allah yang kuat, shaleh dan patuh atas
perintah Allah SWT. Anak yang seperti inilah yang merupakan dambaan setiap
orang tua. Tetapi pada dasarnya orang tua tidak akan merasakan keberatan dan
bahkan mempunyai kepuasan tersendiri bila dapat melaksanakan secara wajar
(alami) terhadap tanggung jawab tersebut, karena orang tua mempunyai sifat
mencintai anaknya. Di satu sisi, selain sebagai perhiasan kehidupan dunia, anak
8 Unduh Google, http://www.jamaah muslim.com/keluarga/keluarga12 .htm. tanggal 28 Pebruari 2013
21
yang shaleh juga merupakan perisai bagi orang tuanya dalam kehidupan dunia dan
akhirat.
Hal ini sesuai dengan f irman Allah SWT dala m Al-Quran surat Al-Kahfi
ayat 46:
Artinya: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-
amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi
Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”.
(QS. Al-Kahfi: 46)9.
Dari ayat tersebut secara jelas menegaskan bahwa orang tua mempunyai
kewajiban dan tanggung jawab membina dan mendidik anak-anaknya dalam rumah
tangga dan menyiapkan segala tenaga, kekuatan, fikiran, perasaan, dan kebutuhan-
kebut uhan bagi pendidikan anak-anaknya demi terwujudnya generasi penerus yang
ideal. Maka hal tersebut adalah merupakan kewajiban dan tanggung jawab orang
tua yang harus dilaksanakan dengan keikhlasan dan penuh kasih sayang.
Adapun pendidikan yang harus diberikan oleh orang tua sebagai wujud
tanggung jawab terhadap keluarga menurut Drs. Yakhsyallah Mansur adalah
sebagai berikut:
a. Pendidikan Agama
Pendidikan agamadan spiritual adalah pondasi utamabagi pendidikan
9 Departemen AgamaRI, Op.Cit., hlm. 238.
22
keluarga. Pendidikan agamaini mel iputi pendidikan aqidah, mengenalkan hukum
halal-haram memerintahkan anak beribadah (shalat) sejak umur tujuh tahun,
mendidik anak untuk mencintai Rasulullah allallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya,
orang- orang yang shalih dan mengajar anak membaca Al-Qur’an. Al-Ghazali
berkata, “Hendaklah anak kecil diajari Al-Qur’an hadits dan sejarah orang-orang
shalih kemudian hukum Islam . ”
b. Pendidikan Akhlaq
Para ahli pendidikan Islam menyatakan bahwa pendidikan akhlak adalah
jiwa pendidikan Islam, sebab tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah mendidik
jiwa dan akhlak.
c. Pendidikan Jasmani
Islam memberi petunjuk kepada orang tua tentang pendidikan jasmani agar
anak tumbuh dan berkembang secara sehat dan bersemangat. Allah Ta’ala berfirman:
Artinya: “ Hai anak adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)
mesjid, makanlah dan minumlah kamu tetapi jangan berlebih-lebihan,
sesungguhny a Allah tidak senang kepada orang yang berlebih-lebihan.”
(QS.Al-A’raf:31)10.
Ayat ini sesuai dengan hasil penelitian para ahli kesehatan bahwa agar tubuh
sehat dan kuat, dianju rkan untuk tidak makan dan minum secara berlebih-lebihan.
d. Pendidikan Akal
10 Ibid ., hlm. 122.
23
Yang dimaksud dengan pendidikan akal adalah meningkatkan
kemampuan intelektual anak, ilmu alam, teknologi dan sains modern sehingga
anak mampu menyesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dalam rangka
menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya, guna membangun
dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah. Hal inilah yang
diisyaratkan oleh Allah dengan proses penciptaan nabi Adam AS dimana sebelum
ia diturunkan ke bumi, Allah mengajarkan nama-nama(asma) yang tidak diajarkan
kepada para malaikat.
e. Pendidikan Sosial
Yang dimaksud dengan pendidikan sosial adalah pendidikan anak sejak
dini agar bergaul di tengah-tengah masyarakat dengan menerapkan prinsip - prinsip
syari’at Islam . Di antara prinsip syari’at Islam yang sangat erat berkaiatan dengan
pendidikan sosial ini adalah prinsip ukhuwwah Islamiyah. Rasa ukhuwwah yang
benar akan melahirkan perasaan luhur dan sikap positif untuk saling menolong dan
tidak mementingkan diri sendiri. Oleh karena itu setiap orang tua harus
mengajarkan kehidupan berjam a’ah kepada anak-anaknya sejak dini11.
Tanggung jawab serta kewajiban keluarga , dalam hal ini, yakni orang tua
sebagai kepala keluarga terhadap anak-anak atau anggota keluarga mereka, secara
garis besar adalah mendidik dan membentu anak-anak dalam tiga hal yaitu:
a. Masalah jasmaniah (fisik)
Tanggung jawab jasmaniah ini dimaksudkn agar anak-anak
tumbudewasa dengan kondisi fisik yang kuat, sehat, jauh dari penyakit serta
11 http://www.jamaahmuslim.com/keluarga/keluarga12.htm, tanggal 28 Pebruari 2013,
24
bergairah dan bersemangat. Hal ini hendaknya dilekukan sejak anak-anak masih
dalam usia dini, dengan cara memelihara makanannya, kebersihannya minumannya
dan lain sebagainya. Salah satu unsur yang penting adalah menanamkan kegemaran
berolah raga.
b. Masalah aqliyah (intelektual)
Maksud dari tanggung jawab ini adalah orang tua mengusahakan supaya
anak-anak memiliki kecerdasan, ilmu pengetahuan serta kemampuaberpikir. Hal
yang berkaitan dengan masalah aqliyah ialah kewajiban mengajar
(menyekolahkan), serta pemeliharaan kesehatan intelektual,sehingga anak memiliki
kecerdasan dan akal yang matang, Oleh karena itu, sudah menjadi tanggung jawab
orang tualah untuk untuk memasukkan anak-anaknya dalam lembaga pendidikan
formal dan non formal seperti Madrasah Diniyah. Sebab dalam lingkungan keluarga
pembinaan aqliyah tidak bisa dilakukan semaklsimal mungkin.
c. Masalah rohaniah (keagamaan).
Maksud dari tanggung jawab adalah keluarga sebagai lembaga pendidikanyang
pertama dan utama hendaknya menanamkan masalah keagamaan kepada anak
sebelum mereka mengenal masalah-masalah yang lain. Adapun bidang rohaniah
(keagamaan) ini meliputi masalah aqliyah, ibadah dan akhlak. Sejak pertamaanak
lahir orang tua sudah memiliki kewajiban mengenal kalimat tauhid (pendidikan
aqid ah). Setelah anak berusia tujuh tahun orang tua dianjurkn untuk mengajak
anak-anaknya melakukan sholat dan orang itu juga harus menasehati anaknya
supaya berakhlak mulia, baik terhadap kedua orang tuanya, lingkungan
(masyarakat) maupun terhadap dirinya sendiri12.
25
4. Pembinaan pendidikan Islam
Pembinaan berasal dari kata “bina” yang mendapat awalan “pem” dan
akhiran “an” yang berarti bangun atau dapat diartikan sebagai akumulasi dan
akselerasi secara bertahap dalam tempo, intensitas, emosi, dan kelakuan untuk
mencapai titik klimaks13.Jadi “Pembinaan adalah tindakan atau kegiatan yang
dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang
lebih baik.”
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa pembinaan adalah upaya
yang dilaksanakan secara bertahap dan terstruktur oleh seorang yang
berkepentingan untuk mencapai nilai- nilai sesuai dengan tujuan dari pembinaan,
agar supaya lebih baik/lebih maju dan lebih sempurna.
Istilah pendidikan secara etimologi berasal dari kata “didik” dengan
memberinya awalan “pe: dan akhiran “kan”, mengandung arti “perbuatan” (hal,
cara dan sebagainya). Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani,
yaitu “pedagogie”, yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini
kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan “education” yang berarti
pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa Arab istilah ini sering diterjemahkan
dengan “Tarbiyah” yang berarti pendidikan14.
12 M. Yunan Nasution, Pegangan Hidup 3 , Solo: Romadhani, 198 4 , hal : 54.
13 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. 1999, hlm. 117.
14 Prof. DR. H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, cet 3, Kalam Mulia, Jakarta, , 200 2, hlm 1.
26
Jadi, yang dimaksud dengan pembinaan pendidikan agamapada anak
adalah usaha yang dilakukan secara berdaya guna untuk mencapai tujuan yang
diharapkan dan yang dilakukan dalam hal ini oleh pendidik (orang tua) kepada anak
mereka dengan cara memberikan bimbingan dan pengarahan serta mengembangkan
rohani dan jasmani mereka sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam hingga akhirnya
terbentuk suatu kepribadian yang Islami .
5. Tujuan Pendidikan Agama Pada Anak
Tujuan ialah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau
perbuatan selesai. Karena mencapai tujuan merupakan suatu usaha dan kegiatan
yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan, tujuan bertahap dan
bertingkat. Sedangkan tujuan pendidikan secara umum adalah membantu
perkembangan anak didik untuk mencapai tingkat kedewasaan. Selain itu
pendidikan juga harus mampu memberikan bantuan terhadap perkembangan anak
seutuhnya. Dalam arti supaya dapat mengembangkan potensi fisik, emosi, sikap,
moral, pengetahuan dan ketrampilan semaksimal mungkin15.
Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan situasi,
tetapi ia merupakan sesutu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan
dengan seluruh aspek kehidupan. Demikian juga dengan tujuan pendidikan
agamaIslam pada dasarnya berkitan dengan tujuan manusia hidup di dunia ini.
Di samping itu ada beberapa pendapat dari para ahli pendidikan tentang
tujuan pendidikan agama, diantaranya:
15 Zahara Idris dan LismaJamal, Pengantar Pendidikan 1, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hlm. 99
27
a. Imam Al- Qhozali Tujuan pendidikan agama yang hendak dicapai adalah
pertama kesempurnaan manusia, untuk mencapai puncaknya adalah dekat
kepada Allah. Kedua kesem patan manusia yang puncak kebahagiaan di dunia
dan di akhirat16.
b. Abdul Fattah Jalal, menurutnya pendidikan agamabertujuan untuk menjadikan
manusia (seluruh manusia) sebagai abdi atau hamba Allah SWT17.
c. Abdurrahman Al-Nahlawi, menurutnya tujuan pendidikan agama,
merealisasikan penghambaan kepada Allah dalam kehidupan manusia, baik
secara individual maupun secara visual18.
d. Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, menurutnya tujuan pendidikan agama untuk
membentuk manusia supaya cerdas, patuh dan tunduk kepada perintah Allah
SWT serta menjauhi larangan-N ya, sehingga ia dapat berbahagia hidupnya
lahir batin, dunia akhirat19.
Dari beberapa pendapat tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa
pada dasarnya tujuan pendidikan agamaadalah untuk membimbing anak agar
mereka menjadi seorang muslim yang beriman, bertaqwa dan beramal shaleh serta
16 Zuhairini, Op Cit., hlm. 16.
17 Abdul Fattah Jalal, Azaz-azaz Pendidikan Islam, Penerjemah: Herry Noer Ali, cv. Diponegoro , 1988 , hl m. 119.
18 Abdurrahman Al -Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah , dan Masyarakat , GemaInsani Press, Jakarta, 1995 , hlm. 117.
19 Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan , Jakarta: Rineka Cipta.1999 hlm. 99.
28
taat beriba dah kepada Allah SWT. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam
Al-Quran surat Adz-Dzariyat ayat 56 :
Artinya: “ Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.
(QS. Adz-Dzariyat: 56)20
Oleh karena itu pendidikan agamaharus mengembangkan seluruh aspek
kehidupan manusia baik spiritual, intelektual, imajinasi (fantasi), jasmaniah,
keilmiahannya, bahasanya , baik secara kelompok, serta mendorong aspek-aspek itu
kearah kebaikan atau kesempurnaan hidup. Jadi yang menjadi tujuan utamapendidikan
agamapada anak adalah menjadikan remaja seorang muslim yang beriman, bertaqwa
serta beramal shaleh yang mempunyai akhlak mulia sehingga menjadi orang yang
berguna baik bagi keluarganya, masyarakat sekitarnya maupun bagi Negaranya
B. TINJAUAN TENTANG MENGAJI
1. Pengertian Mengaji
Mengaji dalam kamus besar bahasa Indonesia maknanya secara
umum adalah mengaji dan atau mempelajari sesuatu. Mengaji merupakan
suatu terminologi yang menggambarkan suatu proses perubahan melalui
pengalaman. Proses tersebut mempersyaratkan perubahan yang relatif
permanen berupa sikap, pengetahuan, informas, kemampuan, dan
keterampilan melalui pengalaman21.
20 Departemen Agama, Op.Cit., hlm. 417
29
Para ahli mengemukakan pengertian mengaji dapat didefinisikan
sebagai tingkah laku yang ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau
pengalaman. Dengan kata lain tingkah laku yang mengalami perubahan
karena mengaji menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun
psikis, seperti perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah,
keterampilan, kecakapan, kebiasaan ataupun sikap22.
Untuk menangkap isi dan pesan mengaji, maka dalam mengaji
tersebut individu menggunakan kemampuan pada ranah-ranah, yaitu : ranah
kognitif, ranah afektif, ranah psikomotorik. Dapat disederhanakan bahwa
mengaji merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, di mana perubahan
tersebut dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi ada juga
kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.
Perubahan tingkah laku sebagai hasil mengaji terjadi melalui usaha
dengan mendengar, membaca, mengikuti petunjuk, mengamati, memikirkan,
menghayati, meniru, melatih dan mencoba sendiri atau berarti dengan
pengalaman atau latihan. Hal ini ditegaskan oleh Nana Sujana yang
berpendapat bahwa mengaji adalah “proses yang ditandai dengan adanya
perubahan di mana perubahan tersebut ditujukan dalam berbagai bentuk,
seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku,
kecakapan dan kemampuan daya kreasi, daya permainan dan lain-lain yang
ada pada individu”23.
21 M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, , 2002, hlm. 80
22 Ibid.
30
Mengaji dalam prakteknya dilakukan di sekolah dan atau di luar
sekolah. Mengaji di sekolah senantiasa diarahkan oleh guru kepada
perubahan perilaku yang baik atau positif. Arifin menyatakan bahwa,
“Mengaji adalah suatu kegiatan anak didik dalam menerima, menanggapi
serta menganalisa bahan-bahan pelajaran yang disajikan oleh pengajar, yang
berakhir pada kemampuan untuk menguasai bahan pelajaran yang
disampaikan”24.
Sedangkan menurut Surya menyatakan bahwa mengaji ialah suatu
proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu
itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya25.
Relevan dengan Surya, Slameto dan Ali menyatakan bahwa
mengaji merupakan suatu usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya26.
Berdasarkan definisi-definisi di atas dapatlah disimpulkan bahwa
mengaji adalah aktivitas yang dilakukan dengan tujuan untuk mencapai
23 Nana Sujana, Dasar-dasar Mengaji Mengajar, Sinar Baru Aglesindo,, Bandung, 1988, hlm. 28
24 Ibid
25 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 7
26 Ibid. Hal 8
31
sesuatu baik pengetahuan, keterampilan, maupun pengalaman yang dapat
diketahui melalui perubahan tingkah laku yang baru.
2. Faktor-faktor Psikologis yang Mempengaruhi Mengaji
Faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi mengaji, termasuk ke
dalam faktor internal atau intern, yakni faktor dari dalam diri santri.
Faktor ini terdiri atas dua aspek, yaitu aspek fisiologis (bersifat jasmaniah)
dan faktor psikologis (bersifat rohaniah), dan kelelahan (bersifat jasmaniah
dan rohaniah)27.
a. Aspek Fisiologis
Aspek fisiologis yang memengaruhi mengaji berkenaan dengan
keadaan atau kondisi umum jasmani seseorang, misalnya menyangkut
kesehatan atau kondisi tubuh, seperti sakit atau terjadinya gangguan pada
fungsi-fungsi tubuh. Aspek ini juga menyangkut kebugaran tubuh. Tubuh
yang kurang prima, akan mengalami putus mengaji28.
b. Aspek Psikologis
Faktor-faktor yang termasuk aspek psikologis yang dipandang
esensial adalah: tingkat kecerdasan, sikap santri, bakat santri, minat santri,
dan motivasi santri. Relevan dengan Syah, Slameto menyatakan bahwa faktor
psikologis yang memengaruhi mengaji adalah: intelegensi, perhatian, minat,
bakat, motif, kematangan, dan kesiapan29.
27 Ibid Hal 127
28 Ibid Hal 128
32
1) Intelegensi
Merupakan kecakapan yang terdiri atas tiga jenis, yaitu (1)
kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan diri ke dalam situasi yang
baru dengan cepat dan efektif, (2) mengetahui atau menggunakan konsep-
konsep yang abstrak secara efektif, (3) mengetahui relasi dan mempelajarinya
dengan cepat30.
2) Perhatian
Gazali dan Slameto menyatakan bahwa perhatian merupakan
keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itu pun semata-mata tertuju kepada
suatu objek atau benda-benda atau sekumpulan objek. Supaya timbul
perhatian santri terhadap bahan pelajaran, usahakanlah bahan pelajaran selalu
menarik perhatian dengan cara mengusahakan pelajaran itu sesuai denan hobi
atau bakatnya. Islam memandang perhatian sebagai tindakan penting dan
sikap acuh (tidak mau memerhatikan) merupakan aktivitas yang tidak terpuji
dan merupakan tanda tidak bersyukur kepada Allah SWT31.
Ayat Al-Qur’an yang menegaskan tentang perhatian antara lain
adalah surat Al-A’raf ayat 204:
29 Ibid 129
30 Ibid Hal 130
31 Ibid Hal 132
33
Artinya: “Dan apabila dibacakan Al Quran, Maka dengarkanlah baik-baik,
dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”.
(Qs. al-A’raf: 204)32.
3) Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memerhatikan dan
mengenang beberapa kegiatan. Minat besar pengaruhnya terhadap mengaji,
karena apabila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat
santri atau tidak diminati santri, maka santri yang bersangkutan tidak akan
mengaji sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya. Sebaliknya
bahan pelajaran yang diminati santri, akan lebih mudah dipahami dan
disimpan dalam memori kognitif santri karena minat dapat menambah
kegiatan mengaji33.
4) Bakat
Bakat merupakan kemampuan untuk mengaji. Secara umum bakat
merupakan kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai
keberhasilan pada masa yang akan datang. Kemampuan potensial itu baru
akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah mengaji atau berlatih.
Setiap orang (santri) pasti memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk
mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitasnya
32 Al-Qur’an dan Terjemahnya, Op. Cit., hlm. 176
33 Tohirin, Op. Cit., hlm. 135
34
masing-masing34. Contoh lain yang relevan, seorang santri yang berbakat
dalam seni baca Al-Qur’an akan lebih cepat menyerap informasi dan
menguasai teknik-teknik seni membaca Al-Qur’an dibanding anak-anak yang
kurang berbakat di bidang seni baca Al-Qur’an. Contoh di atas
mengisyaratkan bahwa bakat itu memengaruhi hasil mengaji. Apabila bahan
pelajaran yang dipelajari santri sesuai dengan bakatnya, hasil mengajinya
akan lebih baik karena ia senang mengaji dan selanjutnya ia lebih giat lagi
dalam mempelajarinya35.
5) Motivasi Santri
Motivasi merupakan pemberian dorongan atau semangat sehingga
dapat menimbulkan minat, perhatian dan kemauan santri dalam mengaji.
Menurut Woodwert dan Maarques motivasi adalah suatu tujuan jiwa yang
mendorong individu untuk aktivitas-aktivitas tertentu dan untuk tujuan-tujuan
tertentu terhadap situasi di sekitarnya36.
Motivasi merupakan keadaan internal organisme yang
mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Motivasi dapat dibedakan ke dalam
motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi Intrinsik merupakan keadaan yang
berasal dari dalam diri santri sendiri yang dapat mendorongnya untuk
mengaji, misalnya perasaan menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap
materi tersebut. Motivasi Ekstrinsik merupakan keadaan yang datang dari
34 Ibid, hal 136
35 Ibid Hal 137
36 Ibid Hal 138
35
luar individu santri yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan
mengaji. Pujian dan hadiah, peraturan atau tata tertib sekolah, keteladanan
orang tua, guru merupakan contoh konkrit motivasi ekstrinsik yang dapat
mendorong santri untuk mengaji37.
6) Sikap Santri
Sikap merupakan gejala internal yang berdimensi afektif, berupa
kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap
terhadap objek tertentu, seperti orang, barang dan sebagainya, baik secara
positif maupun negatif. Misalnya, santri yang bersikap acuh terhadap bahasa
Arab, Inggris dan lain-lain. Akan menyebabkan santri yang bersangkutan
kurang mempelajari mata pelajaran tersebut, sehingga pada gilirannya
menyebabkan hasil mengajinya selalu rendah38.
7) Kematangan dan Kesiapan
Kematangan merupakan suatu tingkatan atau fase dalam
pertumbuhan seseorang, dimana seluruh organ-organ biologisnya sudah siap
untuk melakukan kecakapan baru39. Kesiapan merupakan kesediaan untuk
memberi respons atau bereaksi. Kesediaan itu datang dari dalam diri santri
dan juga berhubungan dengan kematangan. Misalnya, santri yang gelisah,
ribut (tidak tenang) sebelum proses pemmengajian dimulai, bisa dijadikan
37 Ibid Hal 139
38 Ibid Hal 140
39 Ibid.
36
sebagai salah satu indikasi bahwa santri yang bersangkutan belum siap untuk
mengaji.Dalam kondisi seperti itu, guru jangan sekali-kali melaksanakan
pengajaran, karena tidak akan memperoleh hasil yang maksimal, bahkan
sangat mungkin untuk gagal40.
c. Faktor Kelelahan
Kelelahan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan
jasmani (fisik) dan kelelahan rohani (bersifat psikis). Kelelahan jasmani
terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan muncul kecenderungan untuk
membaringkan tubuh (beristirahat). Kelelahan rohani dapat dilihat dengan
adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk berbuat
sesuatu termasuk mengaji menjadi hilang. Kelelahan jenis ini biasanya
ditandai dengan kepala pusing, sehingga sulit untuk berkonsentrasi, seolah-
olah otak kehilangan untuk bekerja. Kelelahan rohani dapat terjadi karena
memikirkan masalah yang berat tanpa istirahat, menghadapi hal-hal yang
selalu samatanpa ada variasi, dan mengerjakan sesuatu karena terpaksa dan
tidak sesuai dengan bakat, minat, dan perhatiannya41.
d. Lupa
Lupa adalah hilangnya kemampuan untuk menyebut atau
memproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya telah dipelajari. Gulo dan
Rebber menyatakan bahwa lupa adalah ketidakmampuan mengenal atau
mengingat sesuatu yang pernah dipelajari atau dialami. Lupa juga berarti
40 Ibid, hal 141
41 Ibid, hal 141
37
ketidakmampuan untuk mengingat kembali sesuatu yang telah dialami atau
dipelajari untuk sementara waktu maupun jangka waktu lama42.
Berkenaan dengan lupa, Allah SWT. Telah menegaskan dalam Al-
Qur’an antara lain dalam surat Al-Baqarah ayat 286 yang berbunyi:
Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah”.
(Qs. al-Baqarah: 286)43.
e. Kejenuhan dalam Mengaji
Istilah kejenuhan akar katanya adalah “jenuh”. Kejenuhan bisa
berarti padat atau penuh sehingga tidak mampu lagi memuat apapun. Jenuh
bisa berarti jemu atau bosan. Kejenuhan mengaji adalah rentang waktu
tertentu yang digunakan untuk mengaji, tetapi tidak mendatangkan hasil44.
42 Ibid, hal 142
43 Al-Qur’an dan Terjemahnya, op. cit., hlm. 49
44 Tohirin, op. cit., hlm. 141
38
Seorang santri yang mengalami kejenuhan dalam mengaji, sistem
akalnya tidak dapat bekerja sebagaimana yang diharapkan dalam memproses
item-item informasi atau pengalaman baru, sehingga kemajuan mengajinya
seakan-akan berhenti45.
Kejenuhan mengaji dapat melanda seorang santri yang kehilangan
motivasi sebelum sampai pada tingkat keterampilan berikutnya. Kejenuhan
juga dapat melanda santri karena bosan dan keletihan. Namun, penyebab
umum kejenuhan adalah keletihan yang melanda santri. Keletihan dapat
menjadi penyebab munculnya perasaan bosan pada santri yang bersangkutan.
Apabila faktor penyebab kejenuhan adalah kelelahan, maka solusinya adalah
beristirahat. Apabila penyebab kejenuhan adalah teknik dan strategi mengajar
yang kurang tepat, sehingga terkesan pemmengajian monoton, maka
solusinya adalah memperbaiki pendekatan mengajar yang digunakan
sehingga lebih variatif. Dengan perkataan lain apabila munculnya kejenuhan
disebabkan oleh cara guru mengajar, maka solusinya adalah memperbaiki
cara mengajar46.
3. Faktor-faktor Putus mengaji
Fenomena kesulitan mengaji seorang santri biasanya tampak jelas
dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi mengajinya. Selain
itu,kesulitan mengaji juga dapat dibuktikan seperti santri suka berteriak
didalam kelas, mengganggu teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah,
45 Ibid
46 Ibid Hal 142
39
dan sering bolos. Secara umum, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan
mengaji adalah: (1) faktor intern santri yang mencakup segala keadaan yang
muncul dari dalam santri sendiri, dan (2) faktor ekstern, mencakup segala
keadaan yang berasal atau berada dari luar dari santri47.
Pertama, faktor intern santri. Faktor ini meliputi gangguan atau
kekurangmampuan psiko fisik santri, yakni: (1) yang bersifat kognitif seperti
rendahnya kapasitas intelektal (intelegensi santri), (2) yang bersifat afektif, antara
lain labilnya emosi dan sikap, (3) yang bersifat psikomotor, antara lain seperti
terganggunya alat-alat indera penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga)48.
Kedua, faktor ekstern. Faktor ini meliputi semua situasi dan
kondisi lingkungan santri yang tidak kondusif bagi terwujudnya aktivitas-
aktivitas mengaji. Yang termasuk faktor ini adalah: (1) lingkungan keluarga,
seperti ketidakharmonisan hubungan antara ayah dengan ibu, dan rendahnya
tingkat ekonomi, (2) lingkungan masyarakat, contohnya wilayah tempat
tinggal yang kumuh, teman sepermainan yang nakal, (3) lingkungan sekolah,
seperti kondisi dan letak gedung yang buruk, seperti dekat pasar, kondisi
guru serta alat-alat mengaji yang berkualitas rendah49.
Selain faktor-faktor yang bersifat umum di atas, kesulitan mengaji
bisa juga disebabkan oleh faktor khusus. Termasuk ke dalam faktor ini adalah
sindrom psikologis berupa ketidakmampuan mengaji. Sindrom berarti satuan
47 Tohirin, Op. Cit., hlm. 143.
48 Ibid,.hal, 143
49 Ibid, hal, 143
40
gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis. Yang
termasuk ke dalam ketidakmampuan mengaji adalah: (1) disleksia, yakni
ketidakmampuan mengaji membaca, (2) disgrafia, yakni ketidakmampuan
mengaji menulis, (3) diskalkulia, yakni ketidakmampuan menghafal50.
C. KORELASI ANTARA UPAYA ORANG TUA DALAM PEMBINAAN
PENDIDIKAN AGAMAISLAM TERHADAP MENGAJI DI
MADRASAH DINIYAH BAITUL HUDA KEDUNGGEDE DLANGGU
MOJOKERTO
Orang tua dalam kapasitasnya sebagai seorang pendidik yang pertamakali
dalam sebuah proses pendidikan anak berperan sangat dominan demi terwujudnya
keberhasilan pendidikan bagi anaknya tersebut. Pendidikan keagamaan dipandang
perlu dan urgen karena merupakan pendidikan yang mencakup beberapa aspek baik
aspek keduniaan dan akhirat kelak. Moralitas dan akhlak menjadi sasaran
utamabagi pendidikan seorang anak agar anak tersebut bisa berinteraksi dengan
sesamanya terlebih dengan sang pencipta.
Pendidikan agamaharus diberikan oleh kedua orang tua sebagai bentuk
tanggung jawab orang tua atas amanat yang telah diberikan oleh Alloh SWT kepada
mereka. Orang tua harus mampu dan menguasai ilmu-ilmu keagamaan serta
memeberikan contoh-contoh yang baik kepada putra-putri mereka.
Dalam beberapa sebab orang tua tidak mampu memberikan pendidikan
keagamaan kepada putra-putrinya yang disebabkan oleh minimnya ilmu
pengetahuan masalah keagamaan mereka maupun karena situasi dan kondisi yang
50 Ibid, hal, 143
41
tidak memungkinkan, maka mereka wajib untuk mengajikan atau menyuruh putra-
putrinya belajar kepada orang lain yang dipandang mampu dan mumpuni untuk
melaksanakan transfer keilmuan agamakepada putra-putri mereka.
Pada waktu anak tersebut mengaji atau belajar di madrasah Baitul Huda
kedung gede maka akan banyak sekali ditemui kendala-kendala dan hambatan yang
mempengaruni anak tersebut untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran. Masalah
internal , pengaruh lingkungan dan masalah pendidikan di baitul huda kedung gede
menjadi masalah yang akan dihadaip oleh peserta didik tersebut.
Peran orang tua sangat diperlukan dengan memberikan wawasan serta
semangat dan motivasi aagr anak tersebut terus mengaji di lembaga tersebut. Sebab
hanya orang tualah yang berkepentingan kepada putra-putrinya untuk terus mengaji
demi tercapai segala maksud dan harapan yang dicita-citakan .
Dari uraian diatas dapat diasumsikan bahwa ada korelasi yang signifikan
antara upaya orang tua terhadap anak dalam pembinaan pendidikan agama Islam
dengan anak yang putus mengaji di Madrasah diniyah baitul huda kedunggede
dlanggu mojokerto.
42