A98010

16
Pola sebaran foraminifera dalam hubungannya dengan gCIrt rnoc. ITB, voL. 30, No. 3,rsss stratigrafi sikuen (Studi kasus: Daerah Bloradan sekitarnya/daerah lintang rendah) Khoiril Anwar M. Jurusan Teknik Gaologi, Fakuftas llmuKebumian dan Teknologi Mineral -lnstitut Taknologi Bandung, JalanGanesa10,Bandung 40132 Masuk: Agustus 1998: revisi masuk: Novembor 1998; dilerima: November 1998 Sari Analisis stratigra{i sikuen memerlukan datayangmenyeluruh dari berbagai disiplin ilmu geologi, termasuk biostratigrafi. Secara hipotesis, biostratigrafi (foraminifera) dapatdijadikanalat untuk mengidcntifikasi sikuen. Studi kasus di daerah lintangrendah telahdilakukan dan beberapa parameter seperti asosiasi biofasies, bioeveti,kelirnpahan, serta keragaman dan komposisi fauna telahdicoba diterapkan untuk mcncaripola ataukarakteristik tertentu yangdapatdijadikanalat untuk mengidentiftkasi sikuen. Peran biostratigrafi foraminifcra sebagai alat dalaminterpretasi sikuen tampaknya dipengaruhi olch lingkungan tempat endapan sedimen diternukan. Padaendapan laut dangkal,meskipun resolusiumur kurang baik, batas sikuen, komponen sikuen, dan beberapa horison dalam sikuen alianlebih dapat dikenalidari pola sebaran foraminiferanya sebaliknya, pada laut dalam, meskipun resolusi umurakan lebihbaik,unsur lain kurang terlihat dengan baik,kecuali bidutgcondetrsed sectton yang berasosiasi dengan naxi nnnr fl ood i n g s u da c e. Ka ta ku nc i : b i o s tratigrafi ; fo ram inife ra ; s tratigrafi s iku e n Abstract Foraminifera distribution patt€rnswithin sequence stratigraphy (A case study: Blora area and surroundings/lorv latitudc arca) The approach in sequence stratigraphy analysis needs data from rnulti-discipline including biostratigraphy. Hypothetically, it indicates thatbiostratigraphy (foranrinifera) canbeused asa tool to identify a sequence. A case study at low latitude area hasbeen doneand some parameters such as microfauna assernblage, bioevent, abundance, diversity,and launa cornposition have been applied to find sorne characteristios whichcould be used asa tool to identifysequence stratigraphy. Biostratigraphy as a tool secms to be influenced by the environment wherethe sediments are deposited. In shallow marine, wherethe ageresolution is not very good, the sequence bourdary and maximumfloodingsurface (Ml-S) are still easy to identify. On the contrary, in deepmarine setting, biostratigraphy canbe used to date the ageandidentilythe condensed section which is associated with maximum flooding surface (M:S). KeTwords : bios#ati graphy, forantinife ra, se quence st rati graphy. 1 Pendahuluan Berkembangya konsep stratigrafi sikuen akhir-akhir ini (Vail, 1987, van Wagoner dkk., 1988 dan Haq, l99l) telah mengakibatkan perubahan yang revolusioner dalarn pernikiran stratigrafi. Secara hipotesis, biostratigrafi(forarninifera)dapat mengidentifikasi sikuen dankomponen sikuen itu sendiri bilamana data yang laintidakmeyakinkan (van Gorsel, 1988). 1.1 Konscp Stratigrafr sikuen adalah metode pcndekatan yang rnultidisiplin sertaberorientasi pada sejumlah proses untuk menginterpretasi paketsedimen. Paketsedimen terscbut diberi nama sikuendan dibatasi oleh bidang kctidakselarasan atau bidang kemenerusannya yang selaras dan bersifat regional. Secara teknis, konsep ini bcrtujuan mengelompokkan urutan, susunanbatuan sedirnen ke dalamsuatu sikuen yang didasarkan pada kronologisebagai pernbatas selanggenesanya (Vail, dkk, 1984, Vail, 1987, dalam Djuhacni, 1996). Istilah sikuen menunjukpada sikuen orde 3 yang menurut Vail (1992, dalam Handford, 1997) mernpunyai selang waktu 0,5 - 3,0 juta tahun.Sikucn tcrsebut diakiba&an oleh glacio-eustatic change dan tcktonik lokal ataupunregional.Mitchurn dan van

description

penting

Transcript of A98010

  • Pola sebaran foraminifera dalam hubungannya dengan

    gCIrtrnoc. ITB, voL. 30, No. 3, rsss

    stratigrafi sikuen (Studi kasus: Daerah Blora dansekitarnya/daerah l intang rendah)

    Khoiril Anwar M.

    Jurusan Teknik Gaologi, Fakuftas llmu Kebumian dan Teknologi Mineral -lnstitut Taknologi Bandung, Jalan Ganesa 10, Bandung 40132

    Masuk: Agustus 1998: revisi masuk: Novembor 1998; dilerima: November 1998

    Sari

    Analisis stratigra{i sikuen memerlukan data yang menyeluruh dari berbagai disiplin ilmu geologi, termasuk biostratigrafi. Secarahipotesis, biostratigrafi (foraminifera) dapat dijadikan alat untuk mengidcntifikasi sikuen. Studi kasus di daerah lintang rendahtelah dilakukan dan beberapa parameter seperti asosiasi biofasies, bioeveti, kelirnpahan, serta keragaman dan komposisi faunatelah dicoba diterapkan untuk mcncari pola atau karakteristik tertentu yang dapat dijadikan alat untuk mengidentiftkasi sikuen.Peran biostratigrafi foraminifcra sebagai alat dalam interpretasi sikuen tampaknya dipengaruhi olch lingkungan tempat endapansedimen diternukan. Pada endapan laut dangkal, meskipun resolusi umur kurang baik, batas sikuen, komponen sikuen, danbeberapa horison dalam sikuen alian lebih dapat dikenali dari pola sebaran foraminiferanya sebaliknya, pada laut dalam, meskipunresolusi umur akan lebih baik, unsur lain kurang terlihat dengan baik, kecuali bidutgcondetrsed sectton yang berasosiasi dengannax i nnnr fl ood i n g s u da c e.

    Ka ta ku nc i : b i o s t ra t i grafi ; fo ram i n ife ra ; s t ra t i grafi s i ku e n

    Abstract

    Foraminifera distribution pattrns within sequence stratigraphy (A case study: Blora area andsurroundings/lorv latitudc arca)

    The approach in sequence stratigraphy analysis needs data from rnulti-discipline including biostratigraphy. Hypothetically, itindicates that biostratigraphy (foranrinifera) can be used as a tool to identify a sequence. A case study at low latitude area has beendone and some parameters such as microfauna assernblage, bioevent, abundance, diversity, and launa cornposition have beenapplied to find sorne characteristios which could be used as a tool to identify sequence stratigraphy. Biostratigraphy as a tool secmsto be influenced by the environment where the sediments are deposited. In shallow marine, where the age resolution is not verygood, the sequence bourdary and maximum flooding surface (Ml-S) are still easy to identify. On the contrary, in deep marinesetting, biostratigraphy can be used to date the age and identily the condensed section which is associated with maximum floodingsurface (M:S).

    KeTwords : bios#ati graphy, forantinife ra, se quence st rati graphy.

    1 Pendahuluan

    Berkembangya konsep stratigrafi sikuen akhir-akhir ini(Vail, 1987, van Wagoner dkk., 1988 dan Haq, l99l)telah mengakibatkan perubahan yang revolusionerdalarn pernikiran stratigrafi. Secara hipotesis,biostratigrafi (forarninifera) dapat mengidentifikasisikuen dan komponen sikuen itu sendiri bilamana datayang lain tidak meyakinkan (van Gorsel, 1988).

    1.1 Konscp

    Stratigrafr sikuen adalah metode pcndekatan yangrnultidisiplin serta berorientasi pada sejumlah proses

    untuk menginterpretasi paket sedimen. Paket sedimenterscbut diberi nama sikuen dan dibatasi oleh bidangkctidakselarasan atau bidang kemenerusannya yangselaras dan bersifat regional. Secara teknis, konsep inibcrtujuan mengelompokkan urutan, susunan batuansedirnen ke dalam suatu sikuen yang didasarkan padakronologi sebagai pernbatas selang genesanya (Vail,dkk, 1984, Vail, 1987, dalam Djuhacni, 1996).

    Istilah sikuen menunjuk pada sikuen orde 3 yangmenurut Vail (1992, dalam Handford, 1997)mernpunyai selang waktu 0,5 - 3,0 juta tahun. Sikucntcrsebut diakiba&an oleh glacio-eustatic change dantcktonik lokal ataupun regional. Mitchurn dan van

  • Wagoner (l 99 t ) inerry:rral'arr t).r ir\\ a sili lrerr nrL'urprrnr.aipola tuurpul.an sediiuen (rrac'Arrrg pattern) danmerupakan bukti dari ada;t)a siklus lug* frequenc.yeuslalic. Sikuen le.sebut tersusru'r atas krrntponen sikuen(de posi h onal s)';te n trdck' I Lt)t' \Idncl .sy stem fu acklL,ST,transgressive sysle,tt trrrcllf ST dar high q'stenttrackHSTl sebagai respoils alibat perubahan mula airlaut relatif (Posantenticr dan Vail, 1988: r,an Wagonerdkl , 1988)

    Interpretasl siidlrE;&tl ii$;rrcfl r.la:i t:u;.ipurrtir sliiuerrrlyaserta horison seperri bafa: sikuen (SB), bidangtransgresi (TS), bidang nn$utthtn -flooding surfaceO{FS), dan cctnJen.sed secltott (C) metnerlukanpernahariian akan hubungarr stratigrati, ulli lr, batiriretri,dan fasies. Deugari denrikiair, terlihat ada beberapaaspek yang rnciibalkan biostratigridi ,lalarnmenge-, aluasi st,atigrufi sikuci,

    1,2 l'Iaterial dan rne todi'

    Daerai penelitian berada Jr (.eLurigair ta$a "i i luurUtara @lora, daerah lintu'g rendal\ Gambar l).Stratigrafi sikr:ennya sudah dikaji secara rinci olehDjulueni (199J). Seuanyak l0l contoh dari 6 ulitsikuen pada empat buah perlampang stratigrati telahdiambil (Gambar 2). Pengambilan contoh batuan dilapangan dilakukan pada tiap batas kourponen sikuendan selang di antaranya. Semua contoh batuan yangdidapat dipioses dengan prosecirrt i,ailg sanla. Corrtohbatuan yang tidak kompak di cucr sebanl'ak l0 grarnberat kering, sedangkan yang sangat kontpak disayatiipis. Teknik penghitungan, metode preparasi, danhitungan set fosil dilakukan secara konsisten padaseluruh contoh yang dianalisis, secara kuantitatif.

    Taksonomi foraminifera mengikuti Loeblich & Tappan(1964), sedangkan referensr untuk spesies planktonikdan zonasinya mengikuti Bolli dkk. (t985). Identifikasispesies bentonik berdasarkan antara lain Barker (1960)dan Adam (1984). Selain menggunakan konsep datum,penentun umur relatif juga dibantu oleh polaperubahan putaran spesies tei"tentu (Bolh dkk.,l985).Sernentara itu forarninifera besar mengikuti Adam(1970, 1984). Data ekologi genus atau spesiesforaminifera dan asosiasi untuk tiap zona batimetrididasarkan pada berbagai sumber seperti Rauwenda dkk.(1984), Murray (1991), Biswash (1976), Hottinger(1983), Jarr Eilrnan dkk. (1980). lt4odel batiinetri untuklingkungan pengendapan laut rnengikuti model yangdigunalian oleh Rariu.,enda dkk. (1984). Analisis iklirnmenggunakan uretode whole fctuna dengan referensispesies dari Boltovskoy & Wright (1976) dan Be' &Tolderlund (1971, dalarn Haynes, l98l). Salinitasditafsirkan dari perbarrdingarr GlobigerinoidessacculiferiGs ruber seperti yang digurrakan olehBerggren & Boersnia (1969, dalain Boltovsko)' &

    PROC. t ' tB, t 'O| . . 30, NO.3,1998

    Wright, 1976). Bcberapa parameter dicoba diterapkanuntuk melihat pola sebaran foraminifera yang dapatmernbantu analisis stratigrafi sikuen, yaitu kelimpahan,keragaman, biaevent, biofasics, dan konrpisisi fauna.

    2 Pola sebaran/karakteristik foraminiferadalarn stratigrafi sikuen

    Urnur, lingkungan pengendapan, dan iklim purba daricontoh yang dianalisis terlihat pada Gambar 3 sampaidengan 6. Gambar 7 sampai dengan l0 adalah kurvakelirnpahan (total, bentonik, planktonik), keragaman(uurlah total species, Yule-Sinrpson indeks, planktonik,bentonik), dan kornposisi foramiuifera. Berikut akandibahas pola atau karakteristik foraminifera pada setiapkomponen sikuen dan bidang-bidang batasnya.

    2.1 Batas sikucn

    Sebany'ak ? batas sikuen, yaitu SB2, SB3, SB,l, SB5,?586, SB8, dan SB9 telah dianalisis. SB2, SB3, SB8,dan SB9 secara fisik di lapangan dicirikan oleh bidangerosional. Hampir senlua batas sikuen dicirikan olehpenurunan batimetri secara tiba-tiba, kecuali SB5 dan?586 di lintasan 1(ali Ledok, Batas tersebut dari hasilanalisis foraminifera tidak menunjukkan adanyaperubahan batimetri. Pada batas sikuen ?586, meskipunbatirnetri tidak menunjukkan perubahan, terlihat adasedikit perubahan pada iklim, kelimpahan dankeragaman total, serta foram planktonik dan bentonik.Batas sikuen juga bersesuaian dengan perubahan iklim(SB8) dari panas ke dingin serta adanya zonabiostratigrafi yang hilang. Beberapa batas sikuendicirikan oleh hadir atau meningkatnya fauna rombakandan percampuran fauna fasies laut dangkal dan dalarn.Hal ini diikuti oleh perubahan batimetri dan/atauekologi (salinitas), iklim dari panas ke dingin (SB2,SB8, SB9), dan perubahan pH (SB3). Pada Garnbar 7sampai dengan l0 terlilnt bahwa keragaman dan,kelimpahan total maupun kelompok foraminifera tidaknienunjukkan pola yang konsisten; pola yang dijumpaisangat tergantung padajenis batuan dan kondisi ekologilingkungan pengendapannya. Meskipun demikian,terlilut bahwa bila kondisinya sama-sama laut terbuka,batas sikuen dicirikan oleh penurunan kelimpahantotalnya (SB,l, SB5, ?586, SB8 dan SB9). Beberapabatas sikuen juga dicirikan oleh perubahan komposisifauna secara mencolok dengan tiba-tiba (SB2 dan SB3).

    2.2 Lowstand Systcm Track (LST)

    Sebanyak 5 selang endapan LST, yaitu LST dari Sikuen3, 4, 5, 7, dan l0 telah dianalisis. Adanya fosilrontbakan yang sukar dipisalftan dengan yang in silu

  • PROC. ITB, VOL. 30, NO. 3, 1998

    pada endapan LST Sikuen 3 dan l0 membuat polakeragaman d.rn kelimpahan yang sebenarnya sulitdiketahui. Selang LST Sikuen 7 (Carnbar 9)memperlihatkan pola penurunan keragaman, baik dalarnjurnlah specien maupun indcks Yule-Simpson sertakeragaman bentonik dan planktoniknya. Sernentara itu,LST Sikuen 4 (Gambar 7) juga mernperlihatkanpenurunan keragaman dan kelimpahan, tetapi LSTSikuen 5 (Gambar 8) menunjukkan hal yang sebaliknya.

    Pcmbahasan di atas menunjukkan bahwa polakeragaman dan kelimpahan tidak konsisten. Secaraumurn, endapan LST dicirikan oleh hadirnya faunarombakan yang re latif banyak dan percampuranbentonik laut dangkal dan dalarn. Biofasies padaendapan LST yang dianalisis pada laut dangkalmenunjukkan lingkungan pengendapan yang relatiflcbih dangkal daripada HST urtit sikuen di bauahnya,sedangkan yang pada laut y'ang relatif dalarn (SB5 &?SB 6) tidak selalu menunjuklian pendangkalanbatimetri.

    2.3 Transgrcssive System Track (TST)

    Sebanyak 5 selang endapan TST, yaitu TST dari Sikuen3, 5, 7, 9, dan l0 telah dianalisis. Selang TSTmemperlihatkan kecenderungan naiknya kelirnpahantotal, meskipun pada TST Sikuen 9 pola tersebut tidakbegitu tampak karena sulit memisahkan fauna rombakandan fauna in situ. Pada laut daugkal (TST Sikuen 3 danl0) terlihat bahwa kelirnpalnn total bentoniknyanreningkat, sedang.lian pada laut dalam (TST Sikuen 7dan 9), kelirnpahan dan keragaman planktoniknl'a yangtampak meningkat. Analisis biofasies menunjukkanbahua asosiasi faunanl'a makin ke atas makinntenunjukkan lingkungan yang makin mendalam, dannrencapai maksimum kedalarnan di sekitar batas antaraTST dan HST. Hal ini tampak jelas terutama padadaerah laut dangkal. Parameter lain tidak menunjukkanpola tertentu.

    2.1 Highstand System T'rack GIST)

    Empat selang HST telah dianalisis, yaitu HST Sikuen 3,5, 7, dan 9. Selang HST tersebut mentperlihatkankarakteristik biofasies yang harnpir sama, yaitu rnakinke atas makin menunjukkan pendangkalan batirnetri(HST Sikuen 3, 7, dan 9); lunl'a Sikuen 5 yang tidakrnenunjukkan perubahan batimetri. Kelimpahan dankeragaman jumlah spesies, indeks Yule-Simpson,planktonik dan bentonik, dan komposisi fauna, tidaknrenunjukkan pola perubahan yang konsisten. Sikucn 3dan 7 mempcrlihatkan keragaman 1'ang menurun kearah atas, sedangkan Sikuen 5 menunjukkankecenderungan naik ke arah atas. Pada Sikucn 9 terlihatmenurun, kernudian berfluktuasi, dan meningkat lagi di

    3

    akhir sclang. Kelirnpahan total umumnya mempunyaipola 1'ang bcrfl uktuasi.

    2.5 Transgressive Surface (TS)

    Sebanyak 5 bidang TS telah dianalisis, yaitu bidang TSSikuen 3,4,5,7, dan 10. Bidang TS Sikuen 3, ,1 , 5, danl0 berada pada lingkungan laut relatif dangkal dandicirikan oleh perubahan batimetri (kecuali Sikuen 5).Di atas bidang TS tampak lingkungan pengendapanyang relatif lebih dalarn daripada yang di bau'ahnya.Sikuen 7 berada pada laut yang relatif dalam dan tidakrnenunjukkan perubahan batimetri. Keragaman,kelirnpahan, dan komposisi fauna tidak menunjukkanpola yang konsisten.

    2.6 MFS (M:rximum Flooding Surface)

    Lima bidang MFS telah dianalisis, yaitu MFS Sikuen 3,5 , ' 1 ,9 , dan 10 . B idang MFS S ikuen 5 , ' 1 ,9 , dan l 0berasosiasi dengan condensed section. Pada bidangNtrS yang berasosiasi dengan condensed section tarnpakbaltrva kelirnpahan dan/atau keragarnan yang relatiftinggi berada tepat di bawah bidang MFS dan hanyapada Sikuen 5 yang tidak. Sementara itu, yang tidakberasosiasi dengan condensed section, maksirnurnkelimpahan dan/atau keragamannya berada di atasbidang MFS. Meskipun dalarn satu sikuen ter&rpat nilaikeragaman dan/atau kelirnpahan yang hampir sama ataulcbih tinggi (TST Sikuen 9 dan LST Sikuen 3), halterscbut dapat dibedakan dari yang berasosiasi denganbidang MFS. Nilai yang tinggi tersebut diakibatkan olehadanya fauna rombakan yang sebagian sulit dipisahkandengan yang in situ. Bidang MFS juga tampakberasosiasi dengan maksimurn kedalauun di dalaur satusikuen. Hal tersebut terefleksi pada asosiasibiofasiesnya. Pada laut dangkal, hal tersebut terlihat daripemunculan fauna yang relatif lebih dalamdibandingkan dengan yang di atas atau di barvahnya,sedangkan pada laut dalam, tarnpak dari tingginyakelirnpahan dan/atau keragalnan total,

    2.6. 1 Condensed section

    Enrpat condensed section telah dianalisis dalam studiirti. Tiga condensed section (Sikuen 7, 9, dan l0)mempun;'ai karakteristik foraminifera yang sama, yaiturnempunyai uilai kelimpahan planktonik atau bentonikyang tinggi di dalam satu sikuen, tetapi condensedsection Sikuen 5 tidak menunjukkan hal yang sama.Selain hal di atas, condensed section juga berasosiasidengan biofasies yang menunjukkan lingkungan relatifpaling dalarn dari satu unit sikuen. Pada penelitian initerlihat bahwa sernua condensed seclion tersebutdicndapkan pada kondisi laut tcrbuka dengan salinitasnonnal.

  • 3 Pemodelan

    Berdasarkan rnodcl stratigrafi sikuen 1'ang dibuat olehVail dkk. (1987), dan hasil arulisis pada penelitian ini,dibuat model biostratigrafr dalam hubungannya denganstratigrafi sikuen. Model terscbut (Garnbar l l)nrenggambarkan perubahan batirnetri, ekologi, daniklirn purba pada sikuen dan kornponcnnra )'angdisusun berdasarkan data biofasiesny'a. Horisort-horison1'ang ada pada sikuen disusuu berdesaikan pcrubahanpada biofasies dan biu.:r'errr, renrrasuk di dalautnl'akarakteristik kclimpahan dan keragatnan.

    4 Diskusi

    Pada penelit ian irri tcrlt irat b"rir" 'a pcrutr.rlran rrruka lautrclatif sangrt uiempcnglrulri pola pcrtl cbarar/karakteristik forarninifcra, rttcskipurt hal tcrsebut t idaksecara keseluruhan bcrublh secara konsisitcn,Pcrubahan yang terjadi, baik scbarutt atiru kortrposrsifauna, kelinrpahan, dan kcragalulnn.la tcrgantung padakondisi ekologi darr scdirnentasl \artg ter.iadi di dalarucekungan.

    Pada laut dangkal, pcrubahan tnuka laut relatifmempunyai pengaruh )'ang relatif besar. Dengandernikian, analisis biostratigrali lang lengkap dan rinciakan dapat mcmbantu dalanr rnenganalisis stratigrafisikuenny'a.

    Biofasies terutama akan dapat rnengenali batas sikuendan MFS, scdangkan bidang

    '[S, nreskipun pada studi

    ini tarnpak dicirikan olclt urendalatnnl'a ba(irne tri,secara biofasies bidang tersebut akan sulit dibedaliandengan perubalun batiuretri pada endapan TST 1'angpola parasikuen-setnya tnerttbcntuk retrogradasi. Padalaut dalam, rueskipun perutiahan ntuka laut relatifmungkin tidak rnenyebabkan pcrubahan batiructri langberarti, biostratigrafr tarnpak masih dapat tnetnbantudalam analisis stratigrafi sikuen. Pertama, membantumenentukan unlur serta rnengindentifikasi batas sikuettyang berasosiasi dengan pcrubahan iklint. Kedua,membantu rnengidentifik'Jsi c

  • 4 .

    PROC. iTB, VOL. 3A, NO. 3, ]996

    Indopacifrc Ocean; their canal slstem, theirclassification and their stratigraphic use;Scheizerische Paontologische Abhandlungen, vol.l 0 l , p . 7 l - 1 1 3 .

    Biswash, 8., 1916, Bathymetry of Holoceneforaminifera and Quarternary sea-level channges onthe Sunda shelf, in'. Journal of ForaniniferaResearch, vol . 6, no. 2,p.107-133.

    Boili, H.N{., Saunders, J.B. dan Percir-Nielson, K.,(eds.), 1985, Plankton Stratigraphy: CarnbridgeUniv. Press, p. l-328.

    Boltovskoy, E. dan Wright, R., 1976, RecentForaninifera, Dr, LI/. Junk,The Hague, 515p.

    Burke, S.K., Berger, W.H., Coulbourn, W.T. danVincent, E., 1993, Benthic foramiuifera in box coreERDC ll2, Ontong Java Plateau, in: Journal ofForaninifera Research, yol. 23, p. l9-39.

    Djuhaeni, 1994, Stratigraphie Sequentielle DesSeries Sedimentaires Marines du Neogene et duPleistocene Dans la Region de Cepu, Bassin Nord-Est de Java Indoncsie, Tesis doktor, UniversiteClaude Bernat, Lyon, 218p, tidak dipublikasi.

    Djuhaeni, 1996, Signifikasi Aplikasi KonsepStratigrafr sikuen pada Endapan Berurnur Neogen-Plistosen di daerah Cepu, Cekungan Jawa TirnurUlara: Jurnal Teknologi Mineral, ITB, vol. 3, no. 2,h. ,t3-60.

    10. Handford, C.R., 1997, Carbonate DepositionalS1'sterrn and Scquence Stratigraphy, Panduankursus IWPL.

    ll. Haq, 8.U., 1991, Sequence Stratigraphy, Sea LevelChange, and Significance for the Deep Sea, in:D.l.M. MacDonal, ed., Sea level change at activemargin: I.A.S. Spec. Pub. 12, p. 3*41.

    12. Haynes, J.R., 1981, Foraminifera: John Wiley &Son, New York, 348pp.

    13. Hottinger, L., 1983, Processes detennining thedistribution of larger forarninifera in space andtime. Utrecht )uliuopal. Bull.,30, p. 239-253.

    14. Kaminski, M.A., Kuhnt, W. dan Radley, J.D., 1996,Paleocene - Eocenne deep water agglutinatedforarninifera from the Nurnidian Flysch (futNorthern Morocco): Their significance for the

    paleoceanography of Gilbraltar gatelvay, in:Journal oflulicropaleontologlt, vol. 15, part l, p. l-1 9 .

    15. Loeblich, A.R. Jr. dan Tappan, H., 1964, Sarcodina,Chiefly Thecamobian and Foraminiferida, in:Moore, R.C., ed, Treatise on InvertebratePaleontology, Protista 2, part C: Univ. KansasPress., vol . I , p. Cl-C510;vol. 2, p. C5l l -C900.

    16. Mitchum, R. M., jr. dan van Wagoner, J. C., 1991,High-frequenry sequence and their stackingpatterns: sequence-stratigraphic eyidence of high-frequenry eustatic rycles, in: Sedimentary Geologlt,vo l . 70 , p . l3 l -160.

    17. Murray, J.W., 1991, Ecologt and Paleoecolog,, ofBenthotric Foraminifera: Heineman EducationalBook Liurited, London, 397p.

    18. Posamenntier, H.W. dan Vail, P.R., 1988, EustaticControl on Clastic Deposition I dan II, in: Wilgus,C.K., et. al. (Editor): Sea Level Change: AnIntergratcd Approach, SEPlll Spec. Publ., vol. 42,p . 109-124.

    19. Raurvenda, PJ., Morley, R.J. dan Toelstra, S.R.,1984, Assessrnent of Depositional Environment andStratigraphy on the Basis of ForaminiferaPaleoecology: Robertson Research InternationalLirnitcd, Singapore.

    20. Vail, P.R., 1987, Seismic stratigraphicinterpretation using sequence stratigraphy. Part l:seisrnic stratigraphy interpretation procedure, In:A.W. Bally (ed.), Atlas of seisntic stratigraphy, vol.l: AAPG Studies in Geology 27, p.l-10.

    21. van Gorsel, J.T., 1988, Biostratigrafi in Indonesia:methods, pitfalls and new directions: Proc.Indonesian Pctrol. Ass. lTth Ann. Conv., p. 275-300.

    22. van Wagoner, J.C., Posamentier, H.W., Mitchurn,R.M.Jr., Vail, P.R., Sarg, J.F., Loutit, T.S., danHardennbol, J., 1988, An overvierv of fundamentalsof sequence stratigraphy and key definitions, in C.K.Wilgus et.al. (eds.), Sea-lcvel change, an integratedapproach: SEPM Spec. Publ. 42, p. 39-16.

    8 .

  • P. . 'AWA

    uI+I

    tr irt l | : fo.o@oorD

    ill.oo'L AUT JAVA

    :6 c Ot F -n tl .f. '- ')-.-r 4^ | =t _^ -tY

    DA ER AHPENELI T IAN

    #si. V .

    1 r \ r e r

    t Y c r ' ^ ' *S.'-r;=-"-;-

    Gambar 1 Lokasi daerah penelitian dan peta struktur&fisiografi Cekungan Jawa Timur Utara menurut Sutarso dan Padmosukisno ('1976, dalam

    Djuhaeni, 1994)

    .;c\O:

    =t--;

    i-(-\o\o

  • f--lo I r o r l .

    FFI ...r.. ITIffi rior.ru l-;-lWA ttnoo frrl

    m

    lLUVtl|-

    t r t t L

    I l ta tL to r t

    a r L o l a J O

    fr|TIITLFrl-l

    t=l

    I U f O U

    L I O O T

    uoroco!o

    ?LaYr I COr2 t f xa rat.voL

    a--s

    Y

    LOXltt ff ' | lyarr triav|etatl

    IUI'U ?CT|-IFAY T

    t S l t r' ruo voa-c l | |o -

    F O R I A T I

    ;Eta, 6

    dP

    r t I r r Ln t l -aor^al-^trrroaaoaa.Lo|l,totD ^ t o : t

    -i

    f

    -aI

    i^ara ;\ : -?oro

    -lr,at,o

    I l | a l r Y o r l

    oa\lN

    Nt\UJ

    ic\

    -b

    \cE,*

    Gambar 2 Lokasi lintasan stratigrafi yang diambil contohnyardan peta geologi daerah Cepu menurut Sutarso dan Padmosukisno (1976, dalam Djuhaeni, 1994)

  • PROC. ITB, VOL. 30, NO, 3, 1998 PRO(

    Djuhaeni (1994)

    NF

    i6

    F

    @

    oF

    Btt id. t f icnC.nctungfon,nnrlcd TS:t .yrt .ntUr [--- ' lbrtupr ir mb.tu!.mping f lbrtutempglgS8:brhtek!.n; LST.ed.rdryd.nld. l ;TST:lnrJgDrr l6j / r tdlrct ; f lsTihbri l .ndrytt .mtnck:TS lnrr!'r3s,F runb.., YFS] m.tmumf@iv tuhc.

    Gambar 3 Ringkasan hasil analisis lintasan Kali Braholo

    trIIlaI O ,I o ,

    t:l c

    IEl - cI t

    laIIIL-

  • df

    I

    Djuhaenl (1994)

    EEEA

    I

    z

    Yz

    9s;E '

    6I

    Y

    6Yz

    r f q: i t

    66

    eU)H c 'r B

    ffr] Fgr

    EATnilETRl

    EKOLOGI OAN IKLIM PURBA

    OINGIN

    zv

    fit

    FIFFJ

    d

    Txx LfTOLOQI

    q

    Cf

    :2zF

    E{

    x

    f l

    A

    }(dt{

    c

    r(-

    qtF

    .,1

    j

    =Y

    zLl,Joo=

    ov6

    Itt/LSt

    9ogo3

    I

    t

    N 1 7

    ExxE

    gT

    RIUds

    7N

    6

    xtr

    eF

    !F

    dlngin (.ubdopk), 3rlinlti nonn l(?1.5 - 30f/d ,tcut brtuk

    @

    z5xlt

    i g F

    rt

    io

    F 0 l

    a

    . , n I

    I - '

    6

    7I

    #={

    +71 N 1 6*

    E{x xI do 8ge

    panl (topik), elinthr mmal(3{.5- 38)' l*, l.ut t rbuk

    ')

    TST

    q"L5I

    )Jo

    ffi-TF

    l 2 I2 +u ig:Eg & z zG 'iltgi= t r

    TTl {

    l 6

    N l0?.M,t 1

    ,T/TST

    tE

    92

    l t

    E

    .21

    :t

    N 1 0I r I5ir

    t

    i ' : - f J

    giiaizxxE

    i r! ! tii6 9 1Ffr

    n!

    --il.-

    ;

    z.u.

    \oOo

    l(denngnn; 1:ZonaGlobototdatoltdfohsf?-ZonaGr.meyad 9; d&kmrngnrdunsfminifrn itlill]bauparir FFbat4rmpirp lTlarprr F:=brnrbmpun.S8: brhr dknn; LSI: lwt/tr,rd ayabn frc& TST; frargrrrslrr rpbm lad ; HST: h&,/|trbnd sysbn b*k TS: &rrogrrr:rvr srrlboc. MFS: nximum llditp tqLq; C: @tM s'cliot

    Gambar 4 Ringkasan hasil analisis lintasan Kali Gutvo1O

  • q-

    Djuhaeni (1994)

    1

    5

    X2t r 6 '

    1F# e, e

    6l

    x1

    E{ ^o . g

    A =v d )

    q

    =p$s3Ft !v