A

18

Click here to load reader

description

adalah pertama

Transcript of A

A. Latar belakang

Agama merupakan bidang studi yang mempelajari kehidupan dimasa yang lalu, sekarang, dan akan datang, salah satu didalamnya yaitu sifat adil yang masih terbagi-bagi dalam beberapa macam. Kebanyakan siswa-siswi beranggapan bahwa pelajaran agama itu sulit karena terlalu banyak penjelasan-penjelasan dan tulisan-tulisan yang membuat mereka rumit untuk membaca dan dimengertinya. Inilah yang menjadi salah satu latarbelakang mengapa kami membuat makalah agama ini, selain untuk penambah nilai dalam bidang studi tersebut.

B. Tujuan

- Menambah ilmu

- Untuk mengetahui macam-macam sifat adil.

- Untuk mengetahui keberlakuan sifat adil

C. Manfaat

- Ilmu bertambah

- Kami jadi mengetahui macam-macam sifat adil

- Kami jadi mengetahui keberlakuan sifat adil

Bab II PEMBAHASAN

A. Pengertian sifat adil

Kata adil, artinya dapat meletakkan sesuatu pada tempatnya. Misalnya dalam menetapkan hukum, yang salah disalahkan dan yang benar di benarkan, dengan tidak membedakan yang diadili. Sifat adil artinya, suatu sifat yang teguh, kukuh yang tidak menunjukkan memihak kepada seorang atau golongan. Adil itu sikap mulia dan sikap yang lurus tidak terpengaruh karena factor keluarga, hubungan kasih sayang, kerabat karib, golongan dan sebagainya.

Pengertian adil menurut Ilmu Akhlak antara lain sebagai berikut:

1. Menempatkan sesuatu pada tempat yang semestinya.

2. Menerima hak tanpa lebih dan memberikan hak kepada orang lain tanpa kurang.

3. Memberikan hak setiap yang berhak secara lengkap tidak kurang dan memberikan hukuman bagi yang melanggar hokum sesuaimdengan kesalahan pelanggarnya.

Sesungguhnya ALLAH SWT. maha adil dan ALLAH SWT menetapkan bahwa setiap manusia masing-masing bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain dan tidak memperoleh pahalah selain apa yang diusahakannya sendiri. Terhadap semua hasil seseorang itu, nantinya ALLAH SWT akan membalas dengan yang setimpal dan penuh keadilan.

Firman Allah di dalam Al-Quran yang mamarintahkan berbuat adil antara lain:

Al-Quran surat Al-Maidah ayat 8

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.Berlaku adil harus diterapkan kapada siapa saja tanpa membedakan suku,agama atau status sosial.Bahkab perlaku adil diterapkan kepada keluarga dan kerabat sendiri.Sebagaimana firman Allah berikut ini

Al-Quran surat An-nisa Ayat 135

Artinya:

Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia[361] kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.Dalam ayat tersebut Allah SWT memerintahkan kepada hambanya yang beriman supaya menjadi orang yang benar-benar menegakkan keadilan ditengah masyarakat.Berani menjadi saksi akrena Allah,walaupun yang menjadi tergugat dan terdakwa adalah diri sendiri,orang tua dan kerabat.

Oleh karena itu hukum harus diterapkan secara adil kepada semua masyarakat,karena sekali ada pihak yang merasa dizalimi dengan cara diperlakukan secara tidak adil,maka akan menimbulkan gejolak.Firman Allah lain tentang dali terdapat dalam surat An Nahl ayat 90

Artinya:

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku ADIL dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu daoat mengambil pelajaran.Islam memerintahkan kepada kita agar kita berlaku adil kepada semua manusia. yaitu keadilan seorang Muslim terhadap orang yang dicintai, dan keadilan seorang Muslim terhadap orang yang dibenci. Sehingga perasaan cinta itu tidak bersekongkol dengan kebathilan, dan perasaan benci itu tidak mencegah dia dari berbuat adil (insaf) dan memberikan kebenaran kepada yang berhak.

Berlaku adil dapat dikelompokkan menjadi 4 yaitu :

1. Berlaku adil kepada ALLAH SWT.

Berlaku adil kepada ALLAH SWT. artinya harus dapat menempatkan ALLAH pada tempat-Nya yang benar, yakni sebagai makhluk ALLAH SWT, dengan teguh melaksanaka apa yang diwajibkan kepada kita, sehingga benar-benar ALLAH sebagai tuhan kita.

Untuk mewujudkan keadilan kita kepada allah, maka kita wajib beriman kepada ALLAH SWT, tidak menyekutukanNya dengan sesuatu yang lain, mengimani Nabi Muhammad SAW sebagai utusannya. menjunjung tinggi petunjuk dan kebenaran dari padanya, yaitu mengimani Al Quran sebagai wahyu ALLAH, menaati ketentuannya yaitu melaksanakan perintahnya dan meninggalkan larangan-larangannya. Menyembah kepadanya yaitu melaksanakan Shalat, Zakat, Puasa dan sebagainya.

2. Berlaku adil pada diri sendiri

Artinya menempati diri pribadi pada tempat yang baik dan benar. Untuk itu kita harus teguh, kukuh menempatkan diri kita agar tetap terjaga dan terpelihara daam kebaikan dan keselamatan. Jangan menganiayah diri sendiri dengan mengikuti hawa nafsu, minum-minuman keras, dusta, enggan berbuat baik dan jangan berbuat kemudharatan (keburukan) yang akibatnya akan buruk pula pada kesehatan, jiwa harta dan kehormatan diri. kita harus menjaga dan memelihara agar diri sendiri hidup selamat bahagia didunia dan diakhirat kelak. Kita harus jujur- terhadap diri sendiri, jika diri kita berbuat salah, kita harus berani mengoreksi.

3. Berlaku adil kepada orang lain

Artinya menempatkan orang lain pada tempat yang sesuai, layak dan benar. Kita harus memberi hak orang lain dengan jujur dan benar, tidak mengurangi sedikitpun hak yang harus diterimah. Tidak boleh menyakiti dan merugikan orang lain, baik berupa material maupun non material. Kalau kita menjadi hakim, putuskanlah perkara yang adil. Kalau menjadi pelayan masyarakat, maka layanilah itu dengan baik dan adeil.

4. Berlaku adil kepada makhluk lain.

Artinya dapat menempatkan pada tempat yang sesuai, misalnya adil pada binatang, harus menempatkannya pada tempat yang layak menurut kebiasaan binatang tersebut. Jika memelihara binatang harus disediakan tempat dan maka nannya yang memadai. Jika binatang itu akan dimanfaatkan untuk kendaraan atau usaha pertanian, hendaknya dengan cara yang wajar, jangan member beban yang malampaui batas. demikian pua jika hendak dimakan, maka hendaklah disembelih dengan cara yang telah ditentukan oleh ajaran agama, dengan cara yang baik yang tidak menimbulkan kesakitan bagi binatang itu. Menjaga kelestarian lingkungan juga termasuk berbuat adil kepada makhluk lain.

B. Keutamaan Berbuat Adil

Keutamaan berbuat adil adalah

1. Terciptanya rasa aman, tenang dan tentram dalam jiwa dan ada rasa khawatir kepada orang lain, karena tidak pernah melakukan perbuatan yang merugikan atau menyakiti orang lain.

2. Membentuk pribadi yang dapat melaksanakan kewajiban dengan baik, taat dan patuh kepada ALLAH SWT, melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya.

3. Menciptakan ketenteraman dan kerukunan hidup, hubungan yang harmonis dan tertib dengan orang lain.

4. Dalam memanfaatkan alam sekitar untuk kemasyalatan dan kebaikan hidup di dunia dan di akhirat.

C. Bidang-bidang Keadilan

Beberapa bidang keadilan yang wajib ditegakkan, antara lain:

1. Keadilan Hukum

Allah telah memerintahkan kita untuk menegakkan keadilan hukum, kendati pada diri dan keluarga kita sendiri. Ketegasan tanpa pandang bulu inilah yang juga diteladankan Nabi Muhammad Saw.

Diriwayatkan, pada masa beliau, seorang perempuan dari keluarga bangsawan Suku al-Makhzumiyah bernama Fatimah al-Makhzumiyah ketahuan mencuri bokor emas. Pencurian ini membuat jajaran pembesar Suku al-Makhzumiyah gempar dan sangat malu. Apalagi, jerat hukum saat itu mustahil dihindarkan, karena Nabi Muhammad Saw sendiri yang menjadi hakim-nya.

Bayang-bayang Fatimah al-Makhzumiyah akan menerima hukum potong tangan terus menghantui mereka. Dan jika hukum potongan tangan ini benar-benar diterapkan, mereka akan menanggung aib maha dahsyat, karena dalam pandangan mereka seorang keluarga bangsawan tidak layak memiliki cacat fisik. Lobi-lobi politis pun digalakkan supaya hukum potong tangan itu bisa diringankan atau bahkan diloloskan sama sekali dari Fatimah al-Makhzumiyah. Uang berdinar-dinar emas dihamburkan untuk upaya itu.

Puncaknya, Usamah bin Zaid, cucu Nabi Muhammad Saw dari anak angkatnya yang bernama Zaid bin Haritsah, lantas dinobatkan sebagai pelobi oleh Suku al-Makzumiyah. Kenapa Usamah? Karena Usamah adalah cucu yang sangat disayangi Nabi. Melalui orang kesayangan Nabi ini, diharapkan lobi itu akan menemui jalan mulus tanpa rintangan apapun, sehingga upaya meloloskan Fatimah dari jerat hukun bisa tercapai. Apa yang terjadi?

Upaya lobi Usamah bin Zaid, orang dekatnya, itu justru mendulang dampratan keras dari Nabi Muhammad Saw, bukannya simpati. Ketegasan Nabi dalam menetapkan hukuman tak dapat ditawar sedikitpun, hatta oleh orang dekatnya. Untuk itu, Nabi lantas berkata lantang: Rusaknya orang-orang terdahulu, itu karena ketika yang mencuri adalah orang terhormat, maka mereka melepaskannya dari jerat hukum. Tapi ketika yang mencuri orang lemah, maka mereka menjeratnya dengan hukuman. Saksikanlah! Andai Fatimah bint Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya. Itulah ketegasan Nabi dalam menegakkan hukum, hatta pada orang yang paling disayanginya sekalipun.

2. Keadilan Ekonomi

Islam tidak menghendaki adanya ketimpangan ekonomi antara satu orang dengan yang lainnya. Karena itu, (antara lain) monopoli (al-ihtikar) atau apapun istilahnya, sama sekali tidak bisa dibenarkan. Nabi Muhammad Saw misalnya bersabda: Tidak menimbun barang kecuali orang-orang yang berdosa. (HR. Muslim). Orang yang bekerja itu diberi rizki, sedang orang yang menimbun itu diberi laknat. (HR. Ibnu Majah). Siapa saja yang menyembunyikan (gandum atau barang-barang keperluan lainnya dengan mengurangi takaran dan menaikkan harganya), maka dia termasuk orang- orang yang zalim.

Larangan demikian juga ditemukan dalam al-Quran. Allah SWT berfirman: Apa saja harta rampasan yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan; supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya di antara kalian saja. Apa saja yang Rasul berikan kepada kalian, terimalah. Apa saja yang Dia larang atas kalian, tinggalkanlah. Bertakwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (Surat al-Hasyr/59: 7).

Umar bin al-Khattab (khalifah Islam ke-2) pernah mengumumkan pada seluruh kawulanya, bahwa menimbun barang dagangan itu tidak sah dan haram. Menurut riwayat Ibnu Majah, Umar berkata, Orang yang membawa hasil panen ke kota kita akan dilimpahkan kekayaan yang berlimpah dan orang yang menimbunnya akan dilaknat. Jika ada orang yang menimbun hasil panen atau barang-barang kebutuhan lainnya sementara makhluk Tuhan (manusia) memerlukannya, maka pemerintah dapat menjual hasil panennya dengan paksa.Dalam kaca mata Umar, pemerintah wajib turun tangan untuk menegakkan keadilan ekonomi. Sehingga ketika ada oknum-oknum tertentu melakukan monopoli, sehingga banyak pihak yang terugikan secara ekonomi, pemerintah tidak bisa tinggal diam apalagi malah ikut menjadi bagian di dalamnya. Mebiarkan dan atau menyetujui perbuatan mereka sama halnya berbuat kezaliman itu sendiri.

3. Keadilan Politik

Nabi Muhammad SAW bersabda: Ada tujuh golongan yang bakal dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu: Pemimpin yang adil (imamun adil), pemuda yang tumbuh dengan ibadah kepada Allah (selalu beribadah), seseorang yang hatinya bergantung kepada masjid (selalu melakukan shalat berjamaah di dalamnya), dua orang yang saling mengasihi di jalan Allah, keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah, seseorang yang diajak perempuan berkedudukan dan cantik (untuk bezina), tapi ia mengatakan: "Aku takut kepada Allah", seseorang yang diberikan sedekah kemudian merahasiakannya sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang dikeluarkan tangan kanannya, dan seseorang yang berdzikir (mengingat) Allah dalam kesendirian, lalu meneteskan air mata dari kedua matanya. (HR Bukhari)

Pemerintah atau pemimpin yang adil akan memberi hak pada yang berhak, yang komitmen bertanggungjawab pada warganya. Tidak mudah menjadi pemimpin adil. Karena itu, kita tidak seharusnya berebut menjadi pemimpin. Inilah sebabnya Umar bin al-Khattab menolak usul pencalonan anaknya, Abdullah bin Umar, sebagai penggantinya. Namun prinsipnya, Islam memandang siapapun berhak menjadi pemimpin tanpa melihat latar belakangnya, hatta orang Habasyah (Etiopia sekarang) yang rambutnya kriting laksana gandum sekalipun. Dan, sebagaimana pesan Nabi Muhammad SAW, kepemimpinannya harus ditaati.

4. Keadilan Berkeyakinan

Islam memberikan kebebasan penuh bagi siapapun untuk menjalankan keyakinan yang dianutnya. Termasuk keyakinan yang berbeda dengan Islam sekalipun. Konsekuensinya, kebebasan mereka ini tidak boleh diganggu-gugat. Bahkan Muhammad Syahrr menyatakan, percaya pada kekebasan manusia adalah satu dasar akidah Islam yang pelakunya dapat dipercayai beriman pada Allah SWT. Sebaliknya, kufr adalah tidak mengakui kebebasan manusia untuk memilih beragama atau tidak beragama.

Bukti kebebasan ini, antara lain: Allah SWT berfirman: Allah lebih tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih tahu siapa yang mendapat petunjuk. (Surah al-Nahl/16: 125). Redaksi yang mirip bisa ditemukan juga pada Srah al-Najm/53: 30 dan Srah al-Qalam/68: 7.

Dan katakanlah: kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu. Maka siapa yang ingin beriman, hendaklah ia beriman, dan siapa yang ingin kafir, biarlah ia kafir. (Srah al-Kahf/18: 29).

Tidak ada paksaan untuk memasuki agama. Sesungguhnya telah jelas-jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Karena itu, siapa yang ingkar kepada taghut dan yang beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Srah al-Baqarah/2: 256).

Yang penting diperhatikan, adalah bahwa pilihan kepercayaan apapun yang kita anut, semua memiliki konsekuensinya masing-masing. Kesadaran untuk memilih keyakinan harus pula dibarengi oleh kesadaran akan konsekuensinya. Sehingga, pilihan kita betul-betul sebagai pilihan yang bertanggungjawab dan bisa dipertanggungjawabkan.BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

Sifat adil artinya, suatu sifat yang teguh, kukuh yang tidak menunjukkan memihak kepada seorang atau golongan. Adil itu sikap mulia dan sikap yang lurus tidak terpengaruh karena factor keluarga, hubungan kasih sayang, kerabat karib, golongan dan sebagainya.

Berlaku adil dapat dikelompokkan menjadi 4 yaitu

1. Berlaku adil kepada ALLAH SWT.

2. Berlaku adil pada diri sendiri

3. Berlaku adil kepada orang lain

4. Berlaku adil kepada makhluk lain.

B. saran

Dengan adanya materi yang kami buat ini, para teman-teman dapat menanamkan sifat adil pada diri agar tercipta kebahagiann yang selalu diharapkan. Kami berharap juga, agar makalah kami ini dapat merespon teman-teman agar dapat bersikap adil terhadap semua yang ada baik yang menciptakan dan maupun yang diciptakan. Oleh karena itu, kami mengajak teman-teman sekalian untuk membaca dan mencermatinya dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Soeyoeti, Drs. H Zarkowi.1995/1996.pendidikan agama islam untuk smu.jakarta:direktora jendral Pembina kelembagaan agama islam

Tim Cendikia.2004. Pendidikan Agama Islam untuk SMA Bandung: Geneca Exact

http://severalcut.blogspot.com/2012/12/pembahasan-lengkap-tentang-sifat-adil.html?m=1

Halaman ini memiliki beberapa masalah

Adil [1] berasal dari bahasa Arab yang berarti berada di tengah-tengah, jujur, lurus, dan tulus. Secara terminologis adil bermakna suatu sikap yang bebas dari diskriminasi, ketidakjujuran. Dengan demikian orang yang adil adalah orang yang sesuai dengan standar hukum baik hukum agama, hukum positif (hukum negara), maupun hukum sosial (hukum adat) yang berlaku. Dalam Al Quran, kata adl disebut juga dengan qisth (QS Al Hujurat 49:9).

Dengan demikian, orang yang adil selalu bersikap imparsial, suatu sikap yang tidak memihak kecuali kepada kebenaran. Bukan berpihak karena pertemanan, persamaan suku, bangsa maupun agama. Keberpihakan karena faktor-faktor terakhirbukan berdasarkan pada kebenaran dalam Al Quran disebut sebagai keberpihakan yang mengikuti hawa nafsu dan itu dilarang keras (QS An Nisa 4:135). Dengan sangat jelas Allah menegaskan bahwa kebencian terhadap suatu golongan, atau individu, janganlah menjadi pendorong untuk bertindak tidak adil (QS Al Maidah 5:8).

Mengapa Islam menganggap sikap adil itu penting? Salah satu tujuan utama Islam adalah membentuk masyarakat yang menyelamatkan; yang membawah rahmat pada seluruh alam rahmatan lil alamin (QS Al Anbiya 21:107). Ayat ini memiliki sejumlah konsekuensi bagi seorang muslim:

Pertama, seorang muslim harus bersikap adil dan jujur pada diri sendiri, kerabat dekat , kaya dan miskin. Hal ini terutama terkait dengan masalah hukum (QS An Nisa 4:135).

Penilaian, kesaksian dan keputusan hukum hendaknya berdasar pada kebenaran walaupun kepada diri sendiri, saat di mana berperilaku adil terasa berat dan sulit.

Kedua, keadilan adalah milik seluruh umat manusia tanpa memandang suku, agama, status jabatan ataupun strata sosial. Oleh karena itu, seorang muslim wajib menegakkan keadilan hukum dalam posisi apapun dia berada; baik sebagai hakim, jaksa, polisi maupun saksi.

Ketiga, di bidang yang selain persoalan hukum, keadilan bermakna bahwa seorang muslim harus dapat membuat penilaian obyektif dan kritis kepada siapapun. Mengakui adanya kebenaran, kebaikan dan hal-hal positif yang dimiliki kalangan lain yang berbeda agama, suku dan bangsa dan dengan lapang dada membuka diri untuk belajar (QS Yusuf 16:109) serta dengan bijaksana memandang kelemahan dan sisi-sisi negatif mereka. Pada saat yang sama, seorang muslim dengan tanpa ragu mengkritisi tradisi atau perilaku negatif yang dilakukan umat Islam.

Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa seorang individu muslim yang berperilaku adil akan memiliki citra dan reputasi yang baik serta integritas yang tinggi di hadapan manusia dan Tuhan-nya. Karena, sifat dan perilaku adil merupakan salah satu perintah Allah (Qs Asy Syuro 42:15) dan secara explisit mendapat pujian (QS Al Araf 7:159).

Perilaku adil, sebagaimana disinggung di muka, merupakan salah satu tiket untuk mendapat kepercayaan orang; untuk mendapatkan reputasi yang baik. Karena dengan reputasi yang baik itulah kita akan memiliki otoritas untuk berbagi dan menyampaikan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran dengan orang lain (QS Ali Imran 3:104). Tanpa itu, kebaikan apapun yang kita bagi dan sampaikan hanya akan masuk ke telinga kiri dan keluar melalui telinga kanan. Karena, perilaku adil itu identik dengan konsistensi antara perilaku dan perkataan (QS As Saff 61:3).

http://id.m.wikipedia.org/wiki/Adil

KEDUDUKAN SIFAT ADIL DALAM ISLAM

Kedudukan sifat adil di dalam Islam adalah seperti berikut: 1. Ia adalah salah satu sifat mahmudah atau sifat yang terpuji yang wajib diusahakan dan diperjuangkan agar setiap orang memilikinya. 2. Sifat keadilan itu lebih hampir kepada sifat taqwa. Berdasarkan sebuah ayat Al Quran: Maksudnya: "Janganlah kamu tertarik kerana kebencianmu terhadap satu kaum sehingga kamu tidak berlaku adil. Berlaku adillah, kerana keadilan itu lebih dekat dengan taqwa dan takutlah kepada Allah." (Al Maidah: 8) 3. Keadilan itu kalau berlaku sangat berperanan dan memberi kesan di dalam kehidupan bermasyarakat. 4. Sifat keadilan ini adalah salah satu akhlak yang mulia yang bersifat sejagat. Ertinya setiap manusia sama ada Islam mahupun yang bukan Islam menginginkannya. 5. Sifat keadilan itu kalau menjadi pakaian kepada pemimpin atau raja, ia lebih indah dan cantik. Lebih cantik dan menarik, lebih luas dan lebih meratanya faedah dan kebaikannya. 6. Sifat keadilan itu hendaklah diberi kepada semua golongan manusia sekalipun orang yang kita benci atau musuh kita. 7. Sifat keadilan itu sangat membantu menyelesaikan masalah masyarakat. 8. Satu saat boleh berlaku adil lebih baik daripada beribadah... Pemimpin lebih utama berlaku adil Di dalam ajaran Islam, semua orang yang mukalaf, lelaki, perempuan yang akil baligh, wajib berlaku adil. Bahkan wajib memperjuangkannya agar keadilan itu dapat ditegakkan di dalam kehidupan bermasyarakat, di dalam semua aspek dan bidang kehidupan. Tapi pemimpin itu berlaku adil terutama pemimpin di dalam sesebuah negara, lebih-lebih lagi utama dikehendaki berlaku adil kerana dia adalah contoh utama rakyat untuk menjadi ikutan. Ini ada beberapa sebab, di antaranya: * Apabila pemimpin sesebuah negara itu adil, dia dapat melakukan keadilan itu secara umum. Ramai orang yang dapat dibela dan dapat manfaatnya atau ramai orang dapat terbela secara menyeluruh. * Kalau pemimpin atau raja sesebuah negara itu tidak adil, maka umum atau ramai pula orang yang terzalim atau teraniaya atau ramai yang terbiar dan tidak terbela pula. * Apabila pemimpin sesebuah negara itu adil, seluruh rakyat daripada orang besar hingga orang kecil akan sayang dan hormat. Dengan itu mudahlah rakyat untuk dididik dan didisplinkan. * Apabila pemimpin sesebuah negara adil dan baik, mudah rakyat meniru menjadi baik. Apabila rakyat baik, gejala masyarakat yang tidak sihat kurang berlaku, menjadikan masyarakat aman, tenteram, bahagia dan harmoni. * Sebaliknya kalau pemimpin atau raja di dalam sesebuah negara itu tidak adil dan jahat, rakyat akan jadi jahat. Ini akan menyebabkan berlakunya kemungkaran, jenayah dan tergugatlah ketenteraman umum. Sudah tentulah hidup dalam gelisah dan ketakutan. * Apabila pemimpin atau raja di dalam sesebuah negara itu tidak adil, ertinya berlaku sebaliknya iaitu zalim, maka rakyat lama-kelamaan akhirnya tidak tahan, akhirnya timbul, pemberontakan, mengguling pemimpin atau raja sama ada berjaya atau tidak, akan lahirlah huru-hara. Maka semua golongan akan mendapat kesusahan. * Apabila pemimpin atau raja di dalam sesebuah negara itu adil, Allah Taala akan memberi keberkatan kepada pemimpin atau raja itu.Kemudian keberkatan itu akan melimpah ruah seluruh negara dan rakyat. Ia akan menjadikan negara makmur, aman damai dan mendapat keampunan dari Allah Taala. Begitulah yang akan diperolehi oleh rakyat di dalam sesebuah negara itu yang mempunyai pemimpin atau rajanya yang adil. Justeru itulah sifat adil itu lebih utama dimiliki oleh pemimpin atau raja di dalam sesebuah negara dari golongan lain. Oleh kerana keadilan seseorang pemimpin atau raja itu, berkat dan rahmat Allah Taala akan melimpah ruah kepada seluruh negara dan kerana itulah raja atau pemimpin yang adil itu termasuk salah satu golongan daripada golongan yang dapat perlindungan Allah Taala di Padang Mahsyar seperti yang telah disebutkan oleh sebuah Hadis: Maksudnya: "Ada tujuh golongan yang Allah memberi perlindungan-Nya di hari yang tiada perlindungan selain perlindungan-Nya. Mereka ialah pemimpin yang adil, pemuda yang sentiasa beribadah untuk Tuhannya, lelaki yang hatinya sentiasa berpaut dengan masjid, dua orang lelaki yang saling berkasih sayang kerana Allah, mereka bertemu dan berpisah pun kerana-Nya dan lelaki yang digoda oleh perempuan yang ada kedudukan dan kecantikan lalu dia berkata, `Aku takut kepada Allah, Tuhan sekalian alam` dan lelaki yang bersedekah secara sembunyi sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang dibelanjakan oleh tangan kanannya. Dan lelaki yang mengingati Allah sewaktu sunyi, lalu mengalir air matanya." (Riwayat Bukhari)

http://hembusan-amal.blogspot.com/2009/06/kedudukan-sifat-adil-dalam-islam.html?m=1

Islam adalah agama yang benar, agama yang paling sempurna di antara agama samawi yang diturunkan Allah SWT. kesmpurnaannya dapat dilihat dari syariatnya, tidak ada satu sendi kehidupan pun melainkan semua itu telah terliputi oleh hukum atau syariat Islam, termasuk dalam keadilan.

Keadilan dalam Islam meliputi semua hal, mulai pada diri sendiri, dalam kehidupan rumah tangga, masyarakat hingga kehidupan bernegara. Keadilan dalam Islam bukanlah keadilan yang dibuat-buat atau hasil pemikiran manusia, melainkan berlandaskan Al-Quran yang telah diturunkan oleh Allah Rabb semesta alam baik dalam Al-Quran maupun yang ilhamkan kepada manusia pilihan Allah, Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Sallam (Al-Hadits).

1.2. Rumusan Masalah

a. Apa pengertian adil?

b. Bagaimana konsep keadilan dalam Islam?

c. Bagaimana penegakan dan standar keadilan itu?

d. Apa keutamaan berbuat adil?

e. Sebutkan hadits tentang berlaku adil!

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Adil

Berasal dari bahasa Arab yang berarti berada di tengah-tengah, jujur, lurus, dan tulus. Secara terminologis adil bermakna suatu sikap yang bebas dari diskriminasi, ketidakjujuran. Dengan demikian orang yang adil adalah orang yang sesuai dengan standar hukum baik hukum agama, hukum positif (hukum negara), maupun hukum sosial (hukum adat) yang berlaku. Dalam Al Quran, kata adl disebut juga dengan qisth (QS Al Hujurat:9)[1].

Dengan demikian, orang yang adil selalu bersikap imparsial, suatu sikap yang tidak memihak kecuali kepada kebenaran. Bukan berpihak karena pertemanan, persamaan suku, bangsa maupun agama. Keberpihakan karena faktor-faktor terakhirbukan berdasarkan pada kebenaran dalam Al Quran disebut sebagai keberpihakan yang mengikuti hawa nafsu dan itu dilarang keras (QS An Nisa 4:135). Dengan sangat jelas Allah menegaskan bahwa kebencian terhadap suatu golongan, atau individu, janganlah menjadi pendorong untuk bertindak tidak adil (QS Al Maidah:8).

Sebagian ulama berpendapat bahwa: Orang yang adil itu ialah orang yang jika marah, kemarahannya itu tidak menjerumuskannya kepada kebatilan. Dan apabila ia senang, kesenangannya itu tidak mengeluarkannya dari kebenaran." [2]

Mengapa Islam menganggap sikap adil itu penting? Salah satu tujuan utama Islam adalah membentuk masyarakat yang menyelamatkan; yang membawah rahmat pada seluruh alam rahmatan lil alamin (QS Al Anbiya:107). Ayat ini memiliki sejumlah konsekuensi bagi seorang muslim:

Pertama, seorang muslim harus bersikap adil dan jujur pada diri sendiri, kerabat dekat , kaya dan miskin. Hal ini terutama terkait dengan masalah hukum (QS An Nisaa:135).

Penilaian, kesaksian dan keputusan hukum hendaknya berdasar pada kebenaran walaupun kepada diri sendiri, saat di mana berperilaku adil terasa berat dan sulit.

Kedua, keadilan adalah milik seluruh umat manusia tanpa memandang suku, agama, status jabatan ataupun strata sosial. Oleh karena itu, seorang muslim wajib menegakkan keadilan hukum dalam posisi apapun dia berada; baik sebagai hakim, jaksa, polisi maupun saksi.

Ketiga, di bidang yang selain persoalan hukum, keadilan bermakna bahwa seorang muslim harus dapat membuat penilaian obyektif dan kritis kepada siapapun. Mengakui adanya kebenaran, kebaikan dan hal-hal positif yang dimiliki kalangan lain yang berbeda agama, suku dan bangsa dan dengan lapang dada membuka diri untuk belajar (QS Yusuf: 109) serta dengan bijaksana memandang kelemahan dan sisi-sisi negatif mereka. Pada saat yang sama, seorang muslim dengan tanpa ragu mengkritisi tradisi atau perilaku negatif yang dilakukan umat Islam.

Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa seorang individu muslim yang berperilaku adil akan memiliki citra dan reputasi yang baik serta integritas yang tinggi di hadapan manusia dan Tuhan-nya. Karena, sifat dan perilaku adil merupakan salah satu perintah Allah (Qs Asy-Syura 42:15) dan secara explisit mendapat pujian (QS Al-Araf: 159).

Perilaku adil, sebagaimana disinggung di muka, merupakan salah satu tiket untuk mendapat kepercayaan orang; untuk mendapatkan reputasi yang baik. Karena dengan reputasi yang baik itulah kita akan memiliki otoritas untuk berbagi dan menyampaikan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran dengan orang lain (QS Ali-Imran:104). Tanpa itu, kebaikan apapun yang kita bagi dan sampaikan hanya akan masuk ke telinga kiri dan keluar melalui telinga kanan. Karena, perilaku adil itu identik dengan konsistensi antara perilaku dan perkataan (QS As Saff: 3).

2.2. Konsep Keadilan dalam Islam

2.2.1. Keadilan intelektual (al-adl al-fikri).

Yaitu pemikiran seseorang yang berani menyatakan bahwa sesuatu sebagai kebenaran atau kesalahan yang secara objektif karena memang benar atau salah, bukan karena pertimbangan subjektif dan tendensial lain.

2.2.2. Keadilan terhadap diri sendiri.

Menegakkan keadilan pada diri sendiri itu hendaklah berani mengakui kesalahan dirinya sendiri dan bersedia menerima akibat daripada kesalahan tersebut. Keadilan pada diri sendiri itu dapat dipelihara apabila seseorang itu mempunyai ilmu tentang yang benar (hak) dan yang salah (batil).

2.2.3. Adil kepada orang lain.

Keadilan kepada orang lain artinya menyempurnakan hak mereka dan melaksanakan hukum secara saksama antara mereka, membela orang yang teraniaya dan menghukum orang yang bersalah. Ini berdasarkan ayat Al-Quran An Nahl Ayat 90, Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. Sabda Nabi : (hakim) itu ada tiga jenis ; dua daripadanya masuk ke Neraka dan satu daripadanya masuk ke Syurga. Lelaki (hakim) yang tahu perkara yang benar, lalu ia menghukum berlandaskan kebenaran tersebut, maka ia masuk ke Syurga. Dan lelaki (hakim) yang tidak tahu perkara yang benar, lalu ia menjalankan hukuman atas kejahilannya, maka ia masuk ke Neraka.2.2.4. Berlaku adil kepada makhluk lain.

Artinya dapat menempatkan pada tempat yang sesuai, misalnya adil pada binatang, harus menempatkannya pada tempat yang layak menurut kebiasaan binatang tersebut. Jika memelihara binatang harus disediakan tempat dan maka nannya yang memadai. Jika binatang itu akan dimanfaatkan untuk kendaraan atau usaha pertanian, hendaknya dengan cara yang wajar, jangan member beban yang malampaui batas. demikian pua jika hendak dimakan, maka hendaklah disembelih dengan cara yang telah ditentukan oleh ajaran agama, dengan cara yang baik yang tidak menimbulkan kesakitan bagi binatang itu. Menjaga kelestarian lingkungan juga termasuk berbuat adil kepada makhluk lain.

Bentuk lain adil adalah Tawazun (keseimbangan) meliputi fisik, akal, dan ruhani. Sabda Nabi yang artinya: Berlaku adillah walaupun ke atas diri kamu (sendiri).2.3. Penegakan Dan Standar Keadilan

Berlaku adil memerlukan kejelian dan ketajaman, di samping mutlak adanya mizan (standar) yang dipergunakan untuk menilai keadilan atau kezaliman seseorang. Mizan keadilan dalam Islam adalah Al Quran. Firman Allah :

!$# %!$# tAtRr& |=tG39$# d,pt:$$/ tb#uJ9$#ur 3 $tBur y7 @ys9 spt$9$# =s%

Artinya: Allah-lah yang menurunkan kitab dengan membawa kebenaran dan menurunkan neraca (keadilan) (QS. Asy-Syuraa: 17)

s)s9 $uZ=yr& $oYn= MuZit79$$/ $uZ9tRr&ur OgytB |=tG39$# c#uJ9$#ur tPq)u9 $Y9$# )9$$/ ( $uZ9tRr&ur ypt:$# m 't/ x oYtBur $Z=9 zNn=u9ur !$# `tB nZt &s#ur =t9$$/ 4 b) !$# ;qs% t

Artinya: Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia.(QS.Al-Hadiid: 25)

Rasyid Ridla, dalam Tafsir al Manar menjelaskan ayat ini dengan mengatakan :

Sebaik-baik orang adalah orang yang bisa berhenti dari kezaliman dan permusuhan dengan hidayah Al Quran, kemudian orang yang berhenti dari kezaliman karena kekuasaan (penguasa) dan yang paling buruk adalah orang yang tidak bisa diterapi kecuali dengan kekerasan. Inilah yang dimaksudkan dengan al Hadid (besi).

Kesalihan dunia ini hanya bisa ditegakkan dengan Al Quran yang telah mengharamkan kezaliman dan pengrusakan-pengrusakan lainnya. Sehingga manusia menjauhi kezaliman itu karena rasa takutnya kepada murka Allah di dunia dan akhirat, di samping untuk mengharapkan balasan/ganjaran dunia akhirat. Kemudian dengan keadilan hukum yang ditegakkan penguasa untuk membuat jera umat manusia dari dosa.

2.4. Keutamaan Berbuat Adil

Keutamaan berbuat adil adalah:

a. Terciptanya rasa aman, tenang dan tentram dalam jiwa dan ada rasa khawatir kepada orang lain, karena tidak pernah melakukan perbuatan yang merugikan atau menyakiti orang lain.

b. Membentuk pribadi yang dapat melaksanakan kewajiban dengan baik, taat dan patuh kepada Allah SWT, melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya.

c. Menciptakan ketenteraman dan kerukunan hidup, hubungan yang harmonis dan tertib dengan orang lain.

d. Dalam memanfaatkan alam sekitar untuk kemasyalatan dan kebaikan hidup di dunia dan di akhirat.

2.5. Hadits Tentang Berlaku Adil

Hadits ke 1:

Dari Abdillah bin Amr bin Ash Radhiyallahu anhu berkata: Bersabda Rasulullah Shalallahualaihi wassalam: Sesungguhnya mereka-mereka yang berbuat adil di sisi Allah Taala, kelak mereka akan berada di atas mimbar dari cahaya, dari tangan kanan Allah ArRahman Azza wa Jalla. Dan kedua tangan Allah Taala adalah kanan. Mereka adalah orang-orang yang adil dalam menghukumi sesuatu bahkan terhadap keluarga mereka sendiri, juga terhadap orang-orang yang mereka pimpin. (Hr. Imam Muslim)

Hadits ke 2:

Artinya: Siapa saja orangnya yang memiliki dua istri lalu lebih cenderung kepada salah satunya, pada hari kiamat kelak ia akan datang dalam keadaan sebagian tubuhnya miring.Takhrij Hadits Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2133), an-Nasai (2/157), Tirmidzi (1/213), ad-Darimi (2/143), Ibnu Majah (1969), Ibnu Abi Syaibah (2/66/7), Ibnul Jarud (no. 722), Ibnu Hibban (no. 1307), al-Hakim (2/186), al-Baihaqi (7/297), ath-Thayalisi (no. 2454), dan Ahmad (2/347, 471) melalui jalur Hammam bin Yahya, dari Qatadah, dari an-Nadhr bin Anas, dari Basyir bin Nuhaik, dari Abu Hurairah radhiyallahu anhuma

Hadits ke 3:

Dalam memutuskan perkara, keadilan mesti menjadi landasan berpijak. Anas bin Malikradhiyallahu anhu menceritakan bahwa RasulullahShallallahu alaihi wasallam, bersabda:

Artinya: Apabila kalian memutuskan hukum maka bersikaplah adil! (Dinyatakan hasan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah [no. 469])

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Berasal dari bahasa Arab yang berarti berada di tengah-tengah, jujur, lurus, dan tulus. Secara terminologis adil bermakna suatu sikap yang bebas dari diskriminasi, ketidakjujuran. Dengan demikian orang yang adil adalah orang yang sesuai dengan standar hukum baik hukum agama, hukum positif (hukum negara), maupun hukum sosial (hukum adat) yang berlaku.

Konsep keadilan dalam Islam yaitu:

a. Keadilan Intelektual

b. Keadilan Terhadap Diri Sendiri

c. Adil Kepada Orang Lain

d. Berlaku Adil Kepada Makhluk Lain.

Berlaku adil memerlukan kejelian dan ketajaman, di samping mutlak adanya mizan (standar) yang dipergunakan untuk menilai keadilan atau kezaliman seseorang. Mizan keadilan dalam Islam adalah Al Quran. Dengan bersikap adil akan tercipta keharmonisan dalam kehidupan.

3.2. Saran

Sebagai seorang muslim kita harus taat menjalankan apa yang telah disyariatkan oleh agama tanpa pengecualian termasuk untuk berbuat adil dalam kehidupan.

http://ukhuwahislah.blogspot.com/2013/10/makalah-hadits-tentang-berlaku-adil.html?m=1