A10wau

80
ANALISIS PERUBAHAN LUAS RUANG TERBUKA HIJAU DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI JAKARTA SELATAN Oleh : WIDYA AURELIA A14050615 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

description

LAP

Transcript of A10wau

Page 1: A10wau

ANALISIS PERUBAHAN LUAS RUANG TERBUKA HIJAU

DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

DI JAKARTA SELATAN

Oleh :

WIDYA AURELIA

A14050615

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

Page 2: A10wau

SUMMARY

WIDYA AURELIA. An Analysis of Changing on Greenery Open Space Area and Factors Influence It In South Jakarta. Under supervision of SANTUN R.P. SITORUS and DYAH RETNO PANUJU. South Jakarta is one of region in DKI Jakarta facing an enormous growth in all aspects of development. The increasing of development activities and regional cause increase land uses dynamic. Fixed land supply compare with the increasing demand causing land use change particularly greenery open space in South Jakarta.

This research aims are: (1) to identify changing of greenery open space of South Jakarta, and (2) to find out population, infrastructure, and development growth rate of South Jakarta; and (3) to identify factors influencing change of greenery open space and relationship among the factors. The result shows that greenery open space in the period of 2002-2007 decreased about 362,21 hectare from 1299,22 hectares in 2002 to 937,01 hectares in 2007. In the same period population and population density increased 0,7% per year while immigrants declined -23% per year. The region of South Jakarta in 2003 showed hierarchy III village was dominant (43 villages), while number of hierarchy II and I village was 17 villages and 5 villages. In 2006 number of village categorized on hierarchy II showed increasing to be 19 villages while hierarchy III decreasing to be 41 villages and hierarchy I was constant in number. Regional development could be due to growth on infrastructure development such as educational facility, health facility, and commercial area. The number of educational, health, and commercial facilities grew during the period of 2003-2006 with rate 4,8%, 7,1%, and 20% per year, respectively. Regression analysis was utilized to identify factors influencing greenery open space area change. According to the result, land allocated for greenery open space in Jakarta’s spatial plan (RTRW) being the major factor affecting the change. The other factors were growth of health facilities, immigrants, population density, and educational facilities.

Page 3: A10wau

RINGKASAN

WIDYA AURELIA. Analisis Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya di Jakarta Selatan. Di bawah bimbingan SANTUN R.P. SITORUS dan DYAH RETNO PANUJU. Jakarta Selatan merupakan bagian dari DKI Jakarta yang tidak luput dari pembangunan dan pengembangan wilayah. Meningkatnya aktivitas pembangunan serta perkembangan di wilayah Jakarta Selatan berdampak pada meningkatnya dinamika penggunaan lahan. Luasan lahan yang relatif tetap, tetapi permintaan lahan yang terus meningkat menyebabkan proses alih fungsi lahan terutama Ruang Terbuka Hijau di kawasan Jakarta Selatan tidak terelakkan lagi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perubahan luas Ruang Terbuka Hijau di kawasan Jakarta Selatan, serta mengetahui laju pertumbuhan penduduk, sarana-prasarana, dan perkembangan wilayah di Jakarta Selatan, sehingga dapat dilakukan pengkajian untuk menentukkan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan luas Ruang Terbuka Hijau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam periode 2002-2007 luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Jakarta Selatan mengalami penurunan yaitu berkurang sebesar 362,21 ha dari semula tahun 2002 sebesar 1299,22 ha menjadi 937,01 ha tahun 2007. Jumlah dan kepadatan penduduk Jakarta Selatan tahun 2000-2007 menunjukkan adanya peningkatan dengan laju pertumbuhan sebesar 0,7% per tahun dan jumlah pendatang berkurang setiap tahunnya dengan laju pertumbuhannya sebesar -23% per tahun atau mengalami penurunan. Tingkat perkembangan wilayah di Jakarta Selatan pada tahun 2003 menunjukkan sebagian besar desa berhirarki III (43 desa), sedangkan desa berhirarki II berjumlah 17 desa, dan berhirarki I sebanyak 5 desa. Pada tahun 2006 terjadi peningkatan desa yang berhirarki II menjadi 19 desa, sedangkan desa yang berhirarki III mengalami penurunan menjadi 41 desa dan desa berhirarki I jumlahnya tidak berubah yaitu tetap 5 desa. Perkembangan wilayah salah satunya diakibatkan oleh pertumbuhan sarana-prasarana. Pertumbuhan sarana-prasarana yang meliputi fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, dan fasilitas perekonomian di Jakarta Selatan pada periode tahun 2003-2006 mengalami peningkatan. Laju pertumbuhan fasilitas pendidikan sebesar 4,8% per tahun, laju pertumbuhan fasilitas kesehatan sebesar 7,1% per tahun dan laju fasilitas perekonomian sebesar 20% per tahun. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan luas Ruang Terbuka Hijau dianalisis menggunakan analisis regresi. Hasil analisis menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan luas Ruang Terbuka Hijau adalah alokasi RTH dalam RTRW, fasilitas kesehatan, jumlah pendatang, kepadatan penduduk, dan fasilitas pendidikan.

Page 4: A10wau

ANALISIS PERUBAHAN LUAS RUANG TERBUKA HIJAU

DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

DI JAKARTA SELATAN

Oleh :

WIDYA AURELIA

A14050615

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

Page 5: A10wau

Judul : Analisis Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau dan Faktor- Faktor yang Mempengaruhinya di Jakarta Selatan

Nama : Widya Aurelia

NRP : A14050615

Disetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus) (Ir. Dyah Retno Panuju, M.Si)

NIP. 19490721 197302 1 001 NIP. 19710412 199702 2 001

Diketahui,

Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc)

NIP. 19621113 198703 1 003

Tanggal Lulus :

Page 6: A10wau

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada hari Rabu tanggal 2 September 1987,

dari pasangan Wisnu Permadi dan Dwi Sudiyati sebagai anak pertama dari dua

bersaudara.

Riwayat pendidikan formal dimulai ketika penulis memasuki jenjang

pendidikan Taman Kanak-Kanak pada tahun 1991 di TK Kusuma Jaya dan

menyelesaikannya dalam waktu dua tahun. Tahun 1993 penulis melanjutkan

pendidikan di SD Cendrawasih 3 dan SD Pesanggrahan 04 Pagi dalam waktu

enam tahun. Kemudian pada tahun 1999 penulis melanjutkan pendidikan di SLTP

Negeri 161 Jakarta hingga tahun 2002. Pada tahun 2002 penulis melanjutkan

pendidikan atasnya di SMA Negeri 47 Jakarta dan selesai pada tahun 2005. Pada

tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa angkatan pertama mayor

minor di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan

Mahasiswa Baru). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten

pada mata kuliah Perencanaan Tataruang dan Penatagunaan Lahan pada tahun

2009.

Page 7: A10wau

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, hanya karena

segala karunia dan kasih sayang-Nya sehingga penulis diberikan kekuatan dan

kesehatan untuk menyelesaikan karya ini. Shalawat serta salam semoga selalu

tercurah kehadirat Rasulullah SAW. Dengan selesainya penulisan skripsi ini,

penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Djunaedi A. Rachim selaku pembimbing akademik penulis untuk

bimbingan, motivasi, perhatian, dan kesabaranya menghadapi penulis.

2. Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus selaku pembimbing utama penulis untuk

bimbingan, motivasi, semangat, perhatian, dan kesabarannya menghadapi

penulis selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Ir. Dyah Retno Panuju, M.Si selaku pembimbing skripsi kedua penulis yang

telah memberikan arahan, masukan, dan motivasi sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir ini.

4. Dr. Ir. Widiatmaka, DAA sebagai dosen penguji yang telah memberikan

masukan dan arahan sehingga dapat menyelesaikan skripsinya dengan baik.

5. Kedua orangtuaku tercinta, Mama dan Ayah serta adikku tersayang, Krisna

atas segala dukungan, motivasi, doa, cinta, kasih sayang, perhatian dan

pengorbanan yang sangat besar.

6. Staf Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, Tata Kota DKI

Jakarta, dan Kantor Pemerintahan Jakarta Selatan dalam memberikan data

yang diperlukan oleh penulis.

7. Sahabat terbaik, Ayu Ningtiyas Sandra Rini dan Vanesza Anjani atas segala

dukungan, motivasi, dan semangatnya. Sahabat-sahabat tersayang Rindha

Rentina Darah Pertami, Viana Sumirat, Wisma As-Silmi (Allen, Phirda,

Dian, Wiwi, Wening, Devi) dan Wisma Pelangi atas persahabatan yang

indah. Our friendship is the greatest thing that God had ever given to me so

far.

8. Staf dan teman-teman seperjuangan di Lab Bangwil, Puput, Eni, Swie,

Novem, Eka, Topan, dan Fifi.

9. Teman-teman seperjuangan MSL 42 khususnya untuk Ai dan Ican yang

sudah mau direpotin buat mengajari mengolah peta.

Page 8: A10wau

10. Serta kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang

telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat membawa manfaat bagi pembacanya

dan menjadi sesuatu yang bernilai di bidang perencanaan dan pengembangan

wilayah.

Bogor, Januari 2010

Penulis

Page 9: A10wau

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL.................................................................................................... i DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. ii DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... iii I. PENDAHULUAN ............................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1

1.2. Tujuan ......................................................................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 4

2.1. Pengertian Ruang Terbuka Hijau................................................................ 4

2.1.1. Ruang Terbuka...................................................................................... 4

2.1.2. Ruang Terbuka Hijau ............................................................................ 4

2.2. Pengelompokan dan Jenis Ruang Terbuka Hijau........................................ 5

2.3. Fungsi, Manfaat, dan Tujuan Penataan Ruang Terbuka Hijau ................. 10

2.3.1. Fungsi Ruang Terbuka Hijau .............................................................. 10

2.3.2. Manfaat Ruang Terbuka Hijau............................................................ 11

2.3.3. Tujuan Penataan Ruang Terbuka Hijau .............................................. 13

2.4. Tinjauan Studi-Studi Terdahulu................................................................ 13

III. BAHAN DAN METODE ............................................................................... 18

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................................... 18

3.2. Jenis, Sumber Data, dan Alat Penelitian ................................................... 18

3.3. Metode Penelitian...................................................................................... 19

3.3.1. Tahap Penelitian.................................................................................. 19

3.3.2. Teknik Analisis ................................................................................... 20

3.3.2.1.Operasi Tumpang Tindih (Overlay).............................................. 20 3.3.2.2.Deskripsi Grafik dan Tabel ........................................................... 20 3.3.2.3.Teknik Pendugaan Perubahan....................................................... 21 3.3.2.4.Analisis Skalogram Sederhana...................................................... 21 3.3.2.5.Analisis Faktor .............................................................................. 22 3.3.2.6.Analisis Regresi Berganda ............................................................ 23

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN .......................................... 26

4.1. Letak dan Posisi Geografis ....................................................................... 26

4.2. Administrasi dan Luas Lahan ................................................................... 27

Page 10: A10wau

4.3. Penggunaan Lahan .................................................................................... 27

4.4. Iklim dan Suhu Udara ............................................................................... 28

4.5. Kependudukan........................................................................................... 28

V. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................ 30

5.1. Sebaran Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Perubahannya di Wilayah

Jakarta Selatan........................................................................................... 30

5.1.1. Identifikasi Perubahan Luas RTH di Kawasan Jakarta Selatan .......... 30

5.1.2. Sebaran RTH Per Kecamatan di Jakarta Selatan ................................ 34

5.1.3. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta Selatan..................... 37

5.2. Kondisi Demografi Jakarta Selatan........................................................... 39

5.2.1. Perkembangan Jumlah Penduduk ....................................................... 39

5.2.2. Peningkatan Kepadatan Penduduk...................................................... 40

5.2.3. Jumlah Pendatang Tahun 2000-2007.................................................. 41

5.3. Hirarki Wilayah dan Perkembangan Wilayah Jakarta Selatan ................. 43

5.3.1. Hirarki Wilayah................................................................................... 43

5.3.2. Perkembangan Sarana-Prasarana ........................................................ 44

5.3.2.1.Fasilitas Pendidikan ...................................................................... 44 5.3.2.2.Fasilitas Kesehatan........................................................................ 47 5.3.2.3.Fasilitas Perekonomian ................................................................. 49

5.4. Hubungan Antar Faktor dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan

Luas RTH.................................................................................................. 51

5.4.1. Hubungan Antar Faktor terkait dengan Perubahan Luas RTH ........... 51

5.4.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Luas RTH................. 54

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 57

6.1. Kesimpulan ............................................................................................... 57

6.2. Saran.......................................................................................................... 58

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 59 LAMPIRAN...........................................................................................................61

Page 11: A10wau

i

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1 Fungsi Ruang Terbuka Hijau .................................................................... 11 2 Hubungan Antara Tujuan Penelitian, Jenis Data, Sumber Data, Teknik

Analisis dan Hasil yang Diharapkan..........................................................18 3 Variabel-Variabel Penduga yang Digunakan dalam Analisis Faktor ....... 23 4 Luas Wilayah Kecamatan di Jakarta Selatan Tahun 2008........................ 27 5 Persentase Luas Tanah menurut Penggunaannya per Kecamatan ............ 28 6 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk menurut

Kecamatan pada tahun 2008 ..................................................................... 29 7 Luas dan Proporsi RTH di Jakarta Selatan Tahun 2002 dan 2007 ........... 32 8 Luas RTH Tahun 2002 dan 2007 serta Luas Perubahannya..................... 34 9 Proporsi Luas RTH dalam RTRW terhadap Luas RTH Eksisting............ 37 10 Luas Penggunaan Lahan di Jakarta Selatan dalam RTRW....................... 38 11 Jumlah Pendatang per Kecamatan di Jakarta Selatan Tahun 2000-2007.. 42 12 Jumlah Hirarki Berdasarkan Kecamatan di Jakarta Selatan ..................... 43 13 Fasilitas Pendidikan di Jakarta Selatan dibandingkan Standar Pelayanan

Minimal Perkotaan.................................................................................... 46 14 Fasilitas Kesehatan di Jakarta Selatan dibandingkan Standar Pelayanan

Minimal Perkotaan.................................................................................... 48 15 Jumlah Fasilitas Perekonomian Tahun 2003 dan 2006............................. 49 16 Fasilitas Perekonomian di Jakarta Selatan dibandingkan Standar Pelayanan

Minimal Perkotaan.................................................................................... 51 17 Hasil Analisis Komponen Utama.............................................................. 52 18 Hasil Analisis Regresi ............................................................................... 54

Page 12: A10wau

ii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1 Diagram Alir Penelitian .......................................................................... 25 2 Peta Administasi Wilayah Jakarta Selatan.............................................. 26 3 Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau Tahun 2002 dan 2007 ............... 30 4 Peta Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau Tahun 2002 dan 2007 ....... 31 5 Perubahan RTH menjadi Lahan Terbangun ........................................... 33 6 (a) Peta Ruang Terbuka Hijau Tahun 2002, dan (b) Peta Ruang Terbuka

Hijau Tahun 2007 per Kecamatan .......................................................... 35 7 Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Selatan................................................. 36 8 Taman Ayodia – Kebayoran Baru (106,79;-6,24) .................................. 37 9 Peta RTRW Jakarta Selatan .................................................................... 38 10 Grafik Jumlah Penduduk Di Jakarta Selatan Tahun 2000-2007............. 39 11 Laju Pertumbuhan Jumlah Penduduk Jakarta Selatan Tahun 2000-200740 12 Kepadatan Penduduk Jakarta Selatan Tahun 2000-2007........................ 40 13 Laju Pertumbuhan Kepadatan Penduduk Jakarta Selatan Tahun 2000-

2007......................................................................................................... 41 14 Laju Pertumbuhan Jumlah Pendatang Jakarta Selatan Tahun 2000-2007 ................................................................................................................. 42 15 Jumlah Fasilitas Pendidikan per Kecamatan Tahun 2003 dan 2006....... 45 16 Grafik Laju Pertumbuhan Fasilitas Pendidikan per Kecamatan............. 45 17 Jumlah Fasilitas Kesehatan per Kecamatan Tahun 2003 dan 2006........ 47 18 Grafik Laju Pertumbuhan Fasilitas Kesehatan per Kecamatan .............. 48 19 Hubungan Antara Faktor 1 dengan Faktor 2........................................... 53

Page 13: A10wau

iii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Hasil Analisis Skalogram 2003…………………………………………..60

2. Hasil Analisis Skalogram 2006…………………………………………..64

Page 14: A10wau

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia sedang berkembang pesat di seluruh wilayah

termasuk Jakarta. Pembangunan yang berlangsung sekarang ini lebih banyak

dicirikan oleh pembangunan fisik seperti pembangunan berbagai fasilitas

perkotaan, perumahan, gedung-gedung, serta sarana dan prasarana transportasi.

Pembangunan perumahan terjadi karena banyaknya para pendatang yang berasal

dari luar Jakarta yang masuk ke kota Jakarta sehingga kota Jakarta menjadi padat

penduduknya. Seiring dengan padatnya penduduk maka permintaan akan

perumahan juga meningkat. Adanya permintaan perumahan inilah yang menjadi

salah satu faktor berkurangnya lahan untuk ruang terbuka hijau (RTH).

Ruang terbuka hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan/atau

mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh

tanaman baik yang tumbuh secara alamiah maupun sengaja ditanam (Departemen

Dalam Negeri, 1988). RTH memiliki beberapa fungsi, salah satunya adalah

sebagai paru-paru kota. Kota Jakarta sebagai pusat berbagai aktivitas memiliki

tingkat kepadatan transportasi darat tinggi yang menyebabkan level pencemaran

udara tinggi khususnya berasal dari kendaraan bermotor. Data tahun 1998

menunjukkan, jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta sebanyak 3.876.562

unit. Dari jumlah tersebut, mobil pribadi mencemari 55%, sepeda motor 26%, dan

kendaraan umum serta niaga 19%. Berdasarkan penelitian Safrudin (2001) 63%

kendaraan yang beroperasi tersebut knalpotnya membuang 600 ton polutan timbal

per tahun. Hal ini berarti keadaan udara di DKI Jakarta pada tingkat yang cukup

membahayakan bagi penghuninya. Jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta

dari tahun 2002 hingga tahun 2005 mengalami peningkatan yang cukup

signifikan, yakni dari 4.074.135 unit menjadi 7.230.319 unit, atau meningkat

sebesar 77,47%. Jumlah kendaraan pada tahun 2007 adalah sebesar 8.483.024

kendaraan dengan rincian 1.892.128 mobil penumpang, 513.448 mobil beban,

315.398 bus dan 5.762.050 sepeda motor (Badan Pemeriksa Keuangan RI, 2007).

Dari tahun ke tahun jumlah kendaraan bermotor semakin meningkat. Dengan

meningkatnya jumlah kendaraan bermotor maka meningkat pula polusi udara.

Page 15: A10wau

2

Ruang terbuka hijau (RTH) diharapkan dapat menjadi paru-paru kota yang dapat

meningkatkan kualitas udara di Jakarta.

Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 1999 tentang RTRW DKI Jakarta

merupakan peraturan yang memuat rencana tata ruang provinsi DKI Jakarta

sampai dengan tahun 2010. Dalam RTRW tersebut disebutkan bahwa salah satu

strategi pengembangan tata ruang provinsi adalah mempertahankan dan

mengembangkan RTH di setiap wilayah kota, baik sebagai sarana kota maupun

untuk keseimbangan ekologi kota. Berdasarkan Data Dinas Pertamanan DKI dan

Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI yang dimuat dalam Kompas bulan Desember

2008 dicantumkan bahwa dalam rencana umum tata ruang (RUTR) DKI 1965-

1985 rencana peruntukan RTH sebesar 27,6 persen. Dalam RUTR DKI 1985-

2005 RTH sebesar 26,1 persen dan RUTR DKI 2000-2010 rencana peruntukan

RTH sebesar 14 persen. Berdasarkan kondisi tersebut dapat dikatakan bahwa

peruntukan untuk RTH semakin menurun dari tahun ke tahun. Gubernur DKI

Jakarta Fauzi Bowo kepada Kompas bulan Desember 2008 mengakui bahwa

ketersediaan RTH di Ibukota saat ini jauh dari cukup, hanya 9,6 persen (±6.240

hektar) dari seluruh luas wilayah. Tahun 2010, pemerintah Provinsi DKI Jakarta

menargetkan akan mewujudkan ketersediaan ruang terbuka hijau hingga 14

persen. Padahal menurut UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang dikatakan

bahwa RTH harus seluas 30% dari luas seluruh wilayah.

Meningkatnya aktivitas pembangunan serta perkembangan di wilayah

Jakarta berdampak pada meningkatnya dinamika penggunaan lahan. Luasan lahan

yang relatif tetap, tetapi permintaan lahan yang terus meningkat menyebabkan

proses alih fungsi lahan terutama ruang terbuka hijau di kawasan Jakarta Selatan

tidak terelakkan lagi. Pertumbuhan fasilitas pelayanan baik pendidikan, kesehatan

maupun fasilitas perdagangan sebagai salah satu indikator perkembangan wilayah

menuntut ketersediaan lahan cukup. Di sisi lain, proses migrasi penduduk ke

Kota Jakarta menuntut ketersediaan permukiman untuk tempat tinggal. Desakan

dan pertumbuhan berbagai aspek tersebut perlu dipahami secara utuh untuk

mengetahui pengaruhnya terhadap perubahan ruang terbuka hijau di Jakarta

khususnya wilayah Jakarta Selatan.

Page 16: A10wau

3

1.2. Tujuan Tujuan penelitian adalah :

1. Mengidentifikasi perubahan luas ruang terbuka hijau di Kawasan Jakarta

Selatan.

2. Mengetahui laju pertumbuhan penduduk, migrasi, sarana-prasarana, dan

perkembangan wilayah di Jakarta Selatan.

3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan luas ruang terbuka

hijau.

Page 17: A10wau

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Ruang Terbuka Hijau

2.1.1. Ruang Terbuka

Menurut Gunadi (1995) dalam perencanaan ruang kota (townscapes)

dikenal istilah Ruang Terbuka (open space), yakni daerah atau tempat terbuka di

lingkungan perkotaan. Menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 tahun

1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan yang

dimaksud dengan ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang

lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area

memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka pada

dasarnya tanpa bangunan (Departemen Dalam Negeri,1988).

Sementara itu, berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1

tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, ruang

terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam

bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang jalur di mana dalam

penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan.

2.1.2. Ruang Terbuka Hijau

Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang

Penataan ruang terbuka hijau di Wilayah Perkotaan, Ruang Terbuka Hijau (RTH)

adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk

area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam

penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan. Dalam

ruang terbuka hijau pemanfatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau

tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan

pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya (Departemen Dalam

Negeri,1988).

Menurut Purnomohadi (1995) dalam Direktur Jenderal Penataan Ruang

(2006) RTH adalah suatu lapangan yang ditumbuhi berbagai tetumbuhan pada

berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak, perdu, dan pohon (tanaman

tinggi berkayu). Lebih lanjut dijelaskan RTH adalah sebentang lahan terbuka

Page 18: A10wau

5

tanpa bangunan yang mempunyai ukuran, bentuk, dan batas geografis tertentu

dengan status penguasaan apapun, yang didalamnya terdapat tetumbuhan hijau

berkayu dan tahunan (perennial woody plants), dengan pepohonan sebagai

tumbuhan penciri utama dan tumbuhan lainnya (perdu, semak, rerumputan, dan

tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai tumbuhan pelengkap, serta benda-

benda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang fungsi RTH yang

bersangkutan.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan

Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan mengemukakan bahwa Ruang Terbuka

Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat RTHKP adalah bagian dari

ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman

guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika

(Departemen Dalam Negeri, 2007).

Menurut makalah Anonim (2006a) yang disampaikan dalam Lokakarya

Pengembangan Sistem RTH Di Perkotaan Dalam rangkaian acara Hari Bakti

Pekerjaan Umum ke 60 Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen

Pekerjaan Umum, Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang-

ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan,

tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung

dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu

keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan

tersebut.

2.2. Pengelompokan dan Jenis Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka hijau dapat di kelompokkan menjadi dua, yaitu RTH publik

dan RTH privat. RTH publik adalah RTH yang penyediaan dan pemeliharaannya

menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota. Contoh dari RTH publik

adalah taman kota, tempat pemakaman umum, jalur hijau sepanjang jalan sungai

dan pantai. RTH privat adalah RTH yang penyediaan dan pemeliharaannya

menjadi tanggungjawab pihak/lembaga swasta, perseorangan dan masyarakat

yang dikendalikan melalui izin pemanfaatan ruang oleh Pemerintah

Page 19: A10wau

6

Kabupaten/Kota, kecuali Provinsi DKI Jakarta oleh Pemerintah Provinsi. Contoh

dari RTH privat ini adalah kebun atau halaman rumah.

Menurut Anonim (2006a) berdasarkan bobot kealamiannya, bentuk RTH

dapat diklasifikasikan menjadi : (a) bentuk RTH alami (habitat liar/alami,

kawasan lindung), dan (b) bentuk RTH non alami atau RTH binaan (pertanian

kota, pertamanan kota, lapangan olah raga, pemakaman). Sementara itu

berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya RTH diklasifikasikan menjadi : (a)

bentuk RTH kawasan (areal, non linear), dan (b) bentuk RTH jalur (koridor,

linear). Berikutnya berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya

RTH diklasifikasikan menjadi : (a) RTH kawasan perdagangan, (b) RTH kawasan

perindustrian, (c) RTH kawasan permukiman, (d) RTH kawasan pertanian, (e)

RTH kawasan-kawasan khusus, seperti pemakaman, hankam, olah raga, alamiah.

Jenis RTH menurut “Rancangan Pola Dasar Pertamanan DKI, Jakarta,

Tahun 2005 antara lain : (1) Taman lingkungan perumahan, 2. Taman kota, 3.

Taman rekreasi, dan 4. RTH pendukung sarana/prasarana kota yang dibagi lagi

menjadi : a. jalur hijau, b. jalur biru, c. perancangan retention basin, d. sistem

koridor lingkungan.

Menurut Gubernur DKI Jakarta (1999), Kawasan Hijau adalah Ruang

Terbuka Hijau yang terdiri dari :

1. Kawasan Hijau Lindung yaitu bagian dari kawasan hijau yang memiliki

karakteristik alamiah yang perlu dilestarikan untuk tujuan perlindungan

habitat setempat maupun untuk perlindungan wilayah yang lebih luas. Dalam

kawasan ini termasuk diantaranya :

a. Cagar Alam, yaitu kawasan suaka alam, yang karena keadaan alamnya

mempunyai kekhasan tumbuhan dan/atau satwa, termasuk ekosistemnya

atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi baik di daratan maupun

perairan, yang perkembangannya berlangsung secara alami.

b. Hutan Lindung, adalah kawasan hutan yang karena keadaan sifat alamnya

diperuntukkan guna pengatur tata air, pencegah banjir, erosi, abrasi, dan

intrusi, serta perlindungan bagi kesuburan tanah.

c. Hutan wisata, adalah kawasan hutan yang dimanfaatkan sebagai pusat

rekreasi dan kegiatan wisata alam.

Page 20: A10wau

7

2. Kawasan Hijau Binaan yaitu bagian dari kawasan hijau di luar kawasan hijau

lindung untuk tujuan penghijauan yang dibina melalui penanaman,

pengembangan pemeliharaan maupun pemulihan vegetasi yang diperlukan dan

didukung fasilitas yang diperlukan, baik untuk sarana ekologis maupun sarana

sosial kota. Kawasan hijau binaan meliputi beberapa bentuk RTH, yaitu :

a. RTH Fasilitas Umum berupa suatu hamparan lahan penghijauan yang

berupa tanaman dan/atau pepohonan, berperan untuk memenuhi

kepentingan umum, dapat berupa hasil pembangunan hutan kota, taman

kota, taman lingkungan/tempat bermain, lapangan olahraga, dan

pemakaman.

b. Jalur Hijau Kota, bagian dari ruang terbuka hijau yang berdiri sendiri atau

terletak di antara badan jalan atau bangunan/prasarana kota lain, dengan

bentuk teratur/tidak teratur yang di dalamnya ditanami atau dibiarkan

tumbuh berbagai jenis vegetasi.

c. Taman kota, bagian dari ruang terbuka hijau yang berdiri sendiri atau

terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain dengan bentuk

teratur/tidak teratur yang ditata secara estetis dengan menggunakan unsur-

unsur buatan atau alami, baik berupa vegetasi maupun material-material

pelengkap lain yang berfungsi sebagai fasilitas pelayanan warga kota

dalam berinteraksi sosial. Secara umum, taman kota mempunyai dua unsur

perpaduan, baik buatan maupun alami dengan menggunakan material

pelengkap, dan secara spesifik terdiri dari unsur hijau, yaitu : pepohonan

yang ditata secara soliter dengan menonjolkan nilai estetikanya, himpunan

tanaman perdu, dan hamparan rerumputan yang teratur, sehingga

membentuk kesatuan kesan pandang keindahan kota.

d. Taman Rekreasi, bagian dari ruang terbuka hijau yang berdiri sendiri atau

terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain dengan bentuk

teratur/tidak teratur yang ditata secara estetis dengan menggunakan unsur-

unsur buatan dan alami, baik berupa vegetasi maupun material-material

pelengkap lain yang berfungsi sebagai fasilitas pelayanan bagi warga kota

untuk melakukan kegiatan sebagai fasilitas pelayanan bagi warga kota

Page 21: A10wau

8

untuk melakukan kegiatan rekreasi sehingga perlu adanya elemen-elemen

yang bersifat rekreasi umum.

e. Taman Hutan, bagian dari RTH yang berdiri sendiri atau terletak di antara

batas-batas bangunan/prasarana kota lain dengan bentuk teratur/tidak

teratur yang ditata secara estetis dengan menggunakan unsur-unsur buatan

dan alami, khususnya dengan penanaman berbagai jenis pohon dengan

kerapatan yang tinggi. Ciri spesifik taman hutan dalam kaitannya dengan

fasilitas umum, adalah bahwa hamparan lantai tapaknya dilengkapi dengan

fasilitas (sarana umum), yang secara langsung dapat dimanfaatkan oleh

masyarakat.

f. Hutan Kota, berupa suatu hamparan kawasan hijau dengan luasan tertentu,

yang berada di wilayah perkotaan. Jenis tumbuhannya (dalam hal ini

pepohonan) beraneka ragam, bertajuk bebas, sistem perakarannya dalam,

dicirikan oleh karakter jarak tanam yang rapat, sehingga membentuk

satuan ekologik kecil karena terbentuknya pelapisan (strata tajuk) dua

sampai tiga tingkatan. Berdasarkan fungsinya, kawasan hutan kota dapat

dikembangkan sebagai penyangga wilayah resapan air tanah, rekreasi

alam, pelestarian plasma nutfah, dan habitat satwa liar, serta meningkatkan

kenyamanan lingkungan perkotaan.

g. Taman Bangunan Umum, bagian dari ruang terbuka hijau yang berdiri

sendiri atau terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain

dengan bentuk teratur/tidak teratur yang berfungsi sebagai fasilitas

pelayanan bagi masyarakat umum dalam melakukan interaksi yang

berkaitan dengan kegiatan yang dengan bangunan tersebut.

h. Tepian Air, bagian dari RTH yang ditentukan sebagai daerah pengaman

dan terdapat di sepanjang batas badan air ke arah darat seperti pantai,

sungai, waduk, kanal, dan danau yang ditata dengan aspek arsitektur

lansekap melalui penanaman berbagai jenis vegetasi dan sarana

kelengkapan pertamanan.

i. Taman lingkungan/tempat bermain, suatu hamparan dengan pepohonan

yang rindang dan teduh yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana

mainan anak-anak. Kawasan ini umumnya dekat dengan pusat-pusat

Page 22: A10wau

9

kegiatan sekolah, perkantoran, dan/atau berada di sekitar tempat rekreasi.

Kawasan ini secara alamiah memberikan jasa biologis, keindahan dan

keunikan dan memberikan kenyamanan bagi setiap insan yang

menikmatinya.

j. Lapangan olahraga, ruang terbuka yang ditanami pepohonan dan

rerumputan yang teratur untuk kepentingan kesegaran jasmani melalui

kegiatan olahraga. Jenis pepohonan pada hamparan ini merupakan jenis-

jenis tumbuhan penghasil oksigen tinggi dan berfungsi sebagai tempat

peneduh setempat.

k. Pemakaman, suatu fasilitas umum (dalam hal ini perkuburan); dalam

kaitannya dengan peranan fungsi sebagai RTH, karena hamparan lahannya

cukup luas dapat berfungsi sebagai wilayah resapan.

l. RTH fungsi Pengaman, suatu daerah penyangga alami, dengan bentuk

jalur penghijauan, yang dapat berupa taman dominan rumput, dan/atau

pepohonan besar yang diarahkan untuk pengamanan dan penyangga situ-

situ, bantaran sungai, tepian jalur rel kereta api, sumber-sumber mata air,

pengaman jalan tol, pengaman bandara, dan pengaman tegangan tinggi.

m. Penghijauan pulau, suatu bentuk pemulihan nilai produktivitas tanah

melaui pembudidayaan tanaman agar fungsinya semakin optimal.

n. RTH Budidaya Pertanian, area yang difungsikan untuk budidaya pertanian

milik perorangan, badan hukum atau pemerintah, yang meliputi kebun

pembibitan, sawah, dan pertanian daratan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007

tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (Departemen Dalam

Negeri,2007) jenis RTH adalah: (a) taman kota, (b) taman wisata alam, (c) taman

rekreasi, (d) taman lingkungan perumahan dan permukiman, (e) taman lingkungan

perkantoran dan gedung komersial, (f) taman hutan raya, (g) .hutan kota, (h) hutan

lindung, (i) bentang alam seperti gunung, bukit, lereng dan lembah, (j) cagar alam,

(k) kebun raya, (l) kebun binatang, (m) pemakaman umum, (n) lapangan olah

raga, (o) lapangan upacara, (p) parkir terbuka, (q) lahan pertanian perkotaan, (r)

jalur dibawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET), (s) sempadan sungai, pantai,

bangunan, situ dan rawa, (t) jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api,

Page 23: A10wau

10

pipa gas dan pedestrian, (u) kawasan dan jalur hijau, (v) daerah penyangga (buffer

zone) lapangan udara; dan (w) taman atap (roof garden).

2.3. Fungsi, Manfaat, dan Tujuan Penataan Ruang Terbuka Hijau

2.3.1. Fungsi Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka hijau dibangun untuk memenuhi berbagai fungsi dasar,

yang secara umum dibedakan atas empat fungsi dasar yaitu :

1. Fungsi bio-ekologis (fisik), yang memberi jaminan pengadaan RTH menjadi

bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota), pengatur iklim mikro, agar

sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar, sebagai

peneduh, produsen oksigen, penyerap (pengolah) polutan media udara, air dan

tanah, serta penahan angin.

2. Fungsi sosial, ekonomi (produktif), dan budaya yang mampu menggambarkan

ekspresi budaya lokal, RTH merupakan media komunikasi warga kota, tempat

rekreasi, tempat pendidikan, dan penelitian.

3. Ekosistem perkotaan : produsen oksigen, tanaman berbunga, berbuah dan

berdaun indah, serta bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, kehutanan, dan

lain-lain.

4. Fungsi estetis, meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota

baik dari skala mikro : halaman rumah, lingkungan pemukiman, maupun

makro : lansekap kota secara keseluruhan, sehingga mampu menstimulasi

kreativitas dan produktivitas warga kota. Juga bisa berekreasi secara aktif

maupun pasif, seperti : bermain, berolahraga, atau kegiatan sosialisasi lain,

yang sekaligus menghasilkan keseimbangan kehidupan fisik dan psikis. Selain

itu, dapat tercipta suasana serasi, dan seimbang antara berbagai bangunan

gedung, infrastruktur jalan dengan pepohonan hutan kota, taman kota, taman

kota pertanian dan perhutanan, taman gedung, jalur hijau jalan, bantaran rel

kereta api, serta jalur biru bantaran kali. (Direktur Jendral Penataan

Ruang,2006).

Menurut Anonim (2006a), RTH publik maupun RTH privat memiliki

fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan (ekstrinsik)

yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomi. Dalam suatu wilayah

Page 24: A10wau

11

perkotaan empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan,

kepentingan, dan keberlanjutan kota. RTH berfungsi ekologis, yang menjamin

keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik, harus merupakan satu bentuk RTH

yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota, seperti

RTH untuk perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk

membangun jejaring habitat kehidupan liar. RTH untuk fungsi-fungsi lainnya

(sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan penambah nilai

kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan

berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan,

rekreasi, dan pendukung arsitektur kota (Tabel 1).

Tabel 1. Fungsi Ruang Terbuka Hijau

Fungsi Manfaat Bentuk RTH Ekologi ♦ Perlindungan sumberdaya

penyangga kehidupan (contoh air bersih)

♦ Membangun jejaring habitat hidupan liar (contoh untuk burung)

♦ Mereduksi pengaruh “urban heat island”

♦ Kawasan lindung pantai, sempadan sungai, Darah tangkapan air, sempadan danau

♦ Kawasan lindung ♦ Taman kota, hutan kota

Sosial ♦ Rekreasi ♦ Pendidikan lingkungan

♦ Hutan kota, areal rekreasi alam ♦ Hutan kota, areal rekreasi alam

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang

Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (Departemen Dalam

Negeri,2007) fungsi RTH adalah : (a) pengamanan keberadaan kawasan lindung

perkotaan, (b) pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara, (c)

tempat perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati, (d) pengendali

tata air; dan (e) sarana estetika kota.

2.3.2. Manfaat Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka hijau memiliki manfaat, antara lain (Direktur Jenderal

Penataan Ruang, 2006) :

Page 25: A10wau

12

1. Penyeimbang antara lingkungan alam dengan lingkungan buatan, yaitu

sebagai penjaja fungsi kelestarian lingkungan pada media air, tanah, dan udara

serta konservasi sumberdaya hayati flora, dan fauna.

2. Tanaman yang terdapat dalam RTH sebagai penghasil oksigen (O2) terbesar

dan penyerap karbon dioksida (CO2) dan zat pencemar udara lain.

3. Membentuk iklim yang sejuk dan nyaman.

4. Membantu sirkulasi udara.

5. Sebagai pemelihara akan kelangsungan persediaan air tanah.

6. Sebagai penjamin terjadinya keseimbangan alami, secara ekologis dapat

menampung kebutuhan hidup manusia itu sendiri, termasuk sebagai habitat

alami flora, fauna, dan mikroba yang diperlukan dalam siklus hidup manusia.

7. Sebagai pembentuk faktor keindahan arsitektural.

8. Sebagai wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam

mempelajari alam.

9. Sebagai fasilitas rekreasi.

Menurut Anonim (2006a), manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas

manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible) seperti

mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga), kenyamanan fisik

(teduh, segar), dan manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat

intangible) seperti perlindungan tata air dan konservasi hayati atau

keanekaragaman hayati.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007

tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (Departemen Dalam

Negeri,2007) manfaat RTH adalah : (a) sarana untuk mencerminkan identitas

daerah, (b) sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan, (c) sarana rekreasi aktif

dan pasif serta interaksi sosial, (d) meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan,

(e) menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah, (f) sarana

aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula, (g) sarana ruang

evakuasi untuk keadaan darurat, (h) memperbaiki iklim mikro; dan (i)

meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan.

Page 26: A10wau

13

2.3.3. Tujuan Penataan Ruang Terbuka Hijau

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007

tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, tujuan penataan RTH

adalah :

a. menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan;

b. mewujudkan kesimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di

perkotaan; dan

c. meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan

nyaman. (Departemen Dalam Negeri,2007)

2.4. Tinjauan Studi-Studi Terdahulu Hakim (2006) dalam penelitiannya melakukan analisis temporal dan

spasial perubahan Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Purwakarta menyebutkan

bahwa luas Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Purwakarta mengalami

penurunan. Hal tersebut disebabkan karena meningkatnya kebutuhan lahan untuk

penggunaan kawasan dan zona industri, serta lahan pertanian untuk memenuhi

kebutuhan pangan penduduknya yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke

tahun. Secara umum penurunan RTH di Kabupaten Purwakarta terjadi karena

Purwakarta ditetapkan sebagai salah satu pusat industri di Provinsi Jawa Barat,

dan perubahan orientasi perkembangan dan pembangunan Kabupaten Purwakarta

dari pertanian menjadi perekonomian perdagangan barang dan jasa.

Putri (2006) melakukan identifikasi perubahan luas Ruang Terbuka Hijau

di Kota Bandung dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa luas Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung

mengalami penurunan sebagai akibat dari gejala urbanisasi.

Kurniasari (1994) melakukan deskripsi ruang terbuka hijau kota Bandung

dengan membagi menjadi tiga periode. Periode I tahun 1810-1900, periode II

tahun 1906-1945, dan periode III tahun 1945-1992. Pada periode I RTH utama

kota Bandung berupa : area pertanian dan alun-alun. Periode II terjadi pengkayaan

berupa: park, plein, plantsoen, stadstuin, dan boulevard. RTH utama periode III

tidak berbeda dengan periode II dengan fungsi yang lebih spesifik karena

perubahan fungsi teknis kota. Secara garis besar RTH utama periode III berupa

pertanian, area konservasi, taman, lapangan olahraga, dan jalur hijau.

Page 27: A10wau

14

Pembangunan dan pengkayaan RTH dipengaruhi faktor-faktor yang spesifik pada

setiap periodenya. Pembentukan RTH periode II dipengaruhi oleh tujuan

masyarakat kolonial untuk membentuk kota tropis Eropa. Fungsi ekonomi dan

sosial menjadi tujuan utama pembentukan RTH. Pengkayaan area dan fungsi RTH

pada periode III dipengaruhi oleh faktor biofisik dan sosial ekonomi. Rasio RTH

dan ruang terbangun terus menurun karena pertambahan RTH yang tidak

sebanding dengan peningkatan lahan terbangun. Kekacauan politik dan

pertambahan penduduk mempengaruhi penurunan RTH, diikuti pertambahan

ruang terbangun yang mengakibatkan konversi peruntukan RTH.

Irianti (2008) mengkaji tentang perubahan penggunaan, penutupan lahan,

dan ruang terbuka hijau kota Bogor tahun 1905-2005. Pada penelitian ini

perubahan dibagi menjadi empat periode, yaitu periode kolonial tahun 1905-1945,

periode I Kemerdekaan tahun 1945-1965, periode II Kemerdekaan tahun 1965-

1995, dan periode III Kemerdekaan tahun 1995-2005. Pada periode kolonial

sampai periode II Kemerdekaan nilai proporsi RTH masih tinggi yakni sekitar 80-

90% dari total luas wilayah Bogor, akan tetapi nilai tersebut mengalami

penurunan yang drastis ketika memasuki periode III Kemerdekaan menjadi 23%

pada akhir periode III Kemerdekaan. Perubahan penggunaan dan penutupan lahan

tersebut dipengaruhi beberapa faktor diantaranya jumlah penduduk, sumberdaya

alam, dan sumberdaya manusia., kondisi fisik lahan dan kebijakan. Peningkatan

penduduk mempengaruhi kebutuhan fasilitas untuk pemenuhan kebutuhan hidup.

Yuliasari (2008) dalam penelitiannya mengkaji distribusi spasial ruang

terbuka hijau berdasarkan pengelola RTH di propinsi DKI Jakarta menyebutkan

dari hasil delineasi menggunakan citra IKONOS jumlah RTH yang dikelola oleh

pemerintah provinsi (kecuali Dinas Kebersihan dan Dinas Tata Kota) adalah

sebesar 2.567,63 ha atau 3,88%. Hasil delineasi citra IKONOS juga menunjukkan

bahwa proporsi masing-masing pemerintah provinsi tersebut dalam mengelola

RTH di DKI Jakarta yaitu Dinas Pertamanan dan Dinas Pekerjaan Umum

mengelola RTH sebesar 0,81% dari luas wilayah DKI Jakarta, Dinas Pertanian

dan Kehutanan sebesar 2%, Dinas Olahraga dan Pemuda sebesar 0,32% dan Dinas

Pemakaman sebesar 0,45%. Dalam hal ini Dinas Pertamanan dan Dinas Pekerjaan

Umum dilakukan akumulasi penghitungan luasan RTH, sebab pada kedua dinas

Page 28: A10wau

15

ini banyak terdapat RTH yang dikelola secara bersama-sama. Hasil perhitungan

RTH dari penelitian ini berbeda dengan data yang berasal dari instansi pemerintah

propinsi. Hasil dari penelitian ini yaitu hasil delineasi didapatkan luas RTH di

DKI Jakarta sebesar 3,88%. Sementara itu, laporan dari instansi pemerintah tahun

2006 adalah 10,93%. Perbedaan tersebut disebabkan oleh cakupan area RTH yang

didelineasi pada penelitian ini hanya RTH yang dikelola oleh pemerintah provinsi

DKI Jakarta tidak sampai pada RTH yang dikelola oleh suku-suku dinas.

Demikian pula pada RTH privat yaitu yang dikelola oleh pihak masyarakat

maupun swasta. Selain itu pada Dinas Kebersihan tidak dilakukan delineasi citra,

sebab dinas ini berfungsi sebagai dinas penunjang bagi dinas-dinas lainnya

(sebagai penyedia sarana dan prasarana kebersihan bagi dinas lainnya).

Agrissantika (2007) melakukan penelitian mengenai model dinamika

spasial ruang terbangun dan ruang terbuka hijau. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa sebagian besar RTH yang terdiri dari hutan, kebun

campuran, sawah, semak, dan rumput telah berubah secara signifikan menjadi

ruang terbangun yang mendukung perkembangan kecamatan-kecamatan di

kawasan Jabodetabek. Proporsi RTH Jabodetabek turun 11% dan proporsi ruang

terbangun meningkat 27% selama periode tahun 1972-2005.

Faikoh (2008) melakukan deteksi perubahan ruang terbuka hijau di kota

industri Cilegon menyatakan bahwa dari hasil analisis spasial dan temporal citra

landsat wilayah Kota Cilegon pada tahun 1983 luas RTH sebesar 92,25%, tahun

1992 menurun menjadi sebesar 86,92%, tahun 2003 sebesar 83,49% dan tahun

2006 sebesar 78,66% dari keseluruhan luas Kota Cilegon. Perubahan bentuk

ruang terbuka hijau yang terjadi di Kota Cilegon disebabkan karena meningkatnya

kebutuhan lahan untuk penggunaan kawasan dan zona industri, serta lahan

pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Penurunan luas ruang

terbuka hijau secara umum, perubahan bentuk dan pola penyebaran ruang terbuka

hijau yang terjadi disebabkan antara lain oleh ditetapkannya Kota Cilegon sebagai

pusat industri, pusat jasa, dan simpul transportasi dengan letak yang strategis di

jalur pintu masuk Pulau Jawa-Sumatra serta perubahan orientasi perkembangan

dan pembangunan kota Cilegon dari pertanian menjadi perekonomian

perdagangan dan jasa.

Page 29: A10wau

16

Moniaga (2008) melakukan studi ruang terbuka hijau Kota Manado

dengan pendekatan sistem dinamik menyatakan bahwa luas RTH Kota Manado

saat ini secara keseluruhan mencapai 75% dari luas wilayah kota. Walaupun telah

memenuhi persyaratan persentase luas yang ditetapkan dalam UU No. 26 tahun

2007 dan Permendagri No. 1 tahun 2007 tetapi kota Manado masih mengalami

masalah lingkungan terutama erosi, longsor, dan banjir. Hal ini terjadi karena

konversi lahan perkotaan dari lahan bervegetasi atau RTH menjadi lahan

terbangun. Hasil simulasi model dinamik penggunaan lahan pemukiman

meningkat dari 3167 ha menjadi 4978 ha tahun ke 20, sedangkan penggunaan

lahan pertanian menurun dari 11301 ha menjadi 9425 ha.

Radnawati (2005) melakukan evaluasi RTH Kota Depok sebagai kawasan

konservasi air menggunakan data satelit multi temporal menyatakan bahwa

dengan citra satelit Landsat multitemporal, penurunan kawasan hijau di kota

Depok secara signifikan terjadi pada rentang waktu 1997-2001 sebesar 36,28%.

Hal ini disebabkan terjadinya perubahan fungsi lahan dari lahan hijau menjadi

area pemukiman dan fasilitas kota seperti bangunan komersial dan jasa. Konversi

tata guna lahan yang sangat pesat tersebut secara langsung mempengaruhi

penurunan RTH kota dan berdampak terhadap kondisi lingkungan seperti

fenomena banjir pada musim hujan serta fenomena kehilangan air tanah pada

musim kemarau.

Muis (2005) yang melakukan analisis kebutuhan RTH berdasarkan

kebutuhan oksigen dan air di kota Depok Propinsi Jawa Barat menyatakan bahwa

Kota Depok saat ini memiliki luas RTH 5.125,43 ha. Berdasarkan perhitungan

metode Gerarkis, maka untuk tahun 2005 RTH di kota Depok sudah tidak mampu

lagi memenuhi kebutuhan oksigen bagi manusia, kendaraan bermotor dan hewan

ternak, karena luas RTH di Kota Depok seharusnya 6.155,18 ha. Oleh karena itu,

pemerintah daerah dan masyarakat harus berupaya menambah RTH Kota Depok

seluas 1.029,75 ha. Ketersediaan dan kebutuhan air bagi masyarakat di Kota

Depok diprediksikan dari tahun 2005-2015 akan mengalami krisis air akibat

penggunaan dan peningkatan jumlah penduduk. Tahun 2005 kota Depok

memerlukan RTH seluas 5.166,90 ha agar dapat mencukupi air yang bukan

Page 30: A10wau

17

bersumber dari PDAM, sehingga pemerintah daerah dan masyarakat kota Depok

harus menambah RTH seluas 41,47 ha.

Page 31: A10wau

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di kawasan Jakarta Selatan, terdiri dari 10 kecamatan.

Penelitian lapangan dilakukan pada bulan Februari 2009 sampai bulan Oktober

2009 dan pengolahan data dilakukan di Laboratorium Perencanaan

Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2. Jenis, Sumber Data, dan Alat Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder

berupa data potensi desa (PODES) tahun 2003 dan 2006, data sekunder dari BPS

berupa Jakarta Selatan dalam Angka, Peta Administrasi Jakarta Selatan, Peta

Ruang Terbuka Hijau dari Dinas Tata Ruang pada dua kurun waktu yaitu tahun

2002 dan 2007, dan Peta RTRW Jakarta Selatan.

Alat-alat penunjang yang digunakan dalam penelitian ini meliputi

seperangkat komputer dengan software ArcView 3.3 untuk digitasi dan

pengolahan peta, Microsoft Excel, Microsoft Access, dan Statistica untuk

pengolahan data, Microsoft Word untuk penulisan hasil data, dan printer. Pada

Tabel 2 disajikan matriks hubungan antara sumber data dan teknik analisis dengan

tujuan penelitian dan output yang diharapkan.

Tabel 2. Hubungan Antara Tujuan Penelitian, Jenis Data, Sumber Data, Teknik Analisis dan Hasil yang Diharapkan

No. Tujuan Penelitian Sumber Data Teknik Analisis Output yang Diharapkan

1. Mengidentifikasi perubahan luas ruang terbuka hijau di Kawasan Jakarta Selatan.

• Peta Ruang Terbuka Hijau tahun 2002 dan 2007 Jakarta Selatan

• Peta Administrasi Jakarta Selatan

• Overlay • Deskripsi

tabel dan grafik

Dinamika perubahan luas Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Jakarta Selatan

Page 32: A10wau

19

Tabel 2. (Lanjutan)

2. Mengetahui laju pertumbuhan penduduk, sarana-prasarana, dan perkembangan wilayah di Jakarta Selatan,

• Kepadatan Penduduk

• Jumlah Penduduk

• Jumlah Pendatang

• Jumlah Fasilitas pendidikan, kesehatan, dan ekonomi

• Teknik Pendugaan Perubahan

• Analisis skalogram sederhana

Terindikasinya laju pertumbuhan jumlah penduduk, kepadatan penduduk, jumlah pendatang, pertumbuhan saran-prasarana, dan perkembangan wilayah Jakarta Selatan

3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan luas ruang terbuka hijau dan mngetahui hubungan antar faktor.

• Proporsi RTH

• Laju Kepadatan Penduduk

• Laju Jumlah Penduduk

• Laju Jumlah Pendatang

• Laju Fasilitas pendidikan, kesehatan, dan ekonomi

• Analisis Faktor

• Analisis Regresi Berganda

Terindikasinya faktor-faktor penentu pertumbuhan/penurunan luas Ruang Terbuka Hijau dan keterkaitan hubungan antar faktor

3.3. Metode Penelitian

3.3.1. Tahap Penelitian

Kegiatan penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima tahap, yaitu :

1. Tahap studi literatur

Tahap ini dilaksanakan dengan mengumpulkan tulisan ilmiah yang berkaitan

dengan penataan ruang dan perubahannya di wilayah Jakarta Selatan.

2. Tahap pengumpulan data

Jenis data yang dikumpulkan, yaitu :

♦ Data spasial berupa Peta Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau Kawasan

Jakarta Selatan hasil overlay dari Peta Ruang Terbuka Hijau dari Dinas

Tata Ruang dengan Peta batas wilayah Jakarta Selatan.

Page 33: A10wau

20

♦ Data atribut berupa data potensi desa (PODES).

3. Tahap pemasukan dan analisis data

Tahap ini dilakukan sesuai dengan teknik analisis data yang telah ditetapkan

dari awal. Analisis peta, dilakukan dengan menggunakan program ArcView

3.3 untuk memperoleh data yang memuat informasi sesuai kebutuhan berupa

pola perubahan Ruang Terbuka Hijau di kawasan Jakarta Selatan; sedangkan

untuk analisis data, digunakan microsoft exel dan software statistica.

4. Tahap pembahasan hasil analisis data

Tahap ini merupakan penyusunan hasil dan pembahasannya yang pada

dasarnya merupakan proses perumusan analisis sebagai bahan penyusunan

skripsi.

5. Tahap penulisan skripsi

Tahap ini merupakan penulisan skripsi hasil kegiatan yang dilakukan selama

penelitian.

3.3.2. Teknik Analisis

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : (1)

Overlay peta-peta digital, (2) Deskripsi grafik dan tabel, (3) Analisis skalogram

Sederhana, (4) Regresi linier berganda, dan (5) Teknik analisis factor (Factor

Analysis).

3.3.2.1.Operasi Tumpang Tindih (Overlay)

Teknik analisis spasial yang dilakukan pada penelitian ini meliputi : proses

digitasi dan proses-proses koreksi geometrik lain yang dilakukan dengan

perangkat lunak ArcView 3.3 terhadap peta-peta yang telah disiapkan. Proses

digitasi dilakukan terhadap peta RTH yang dikoleksi dari Dinas Tata Kota DKI

Jakarta Tahun 2002 dan 2007 agar dapat dilanjutkan ke dalam proses-proses

geometrik untuk dianalisis yang pada akhirnya akan menghasilkan peta hasil.

Proses yang dilakukan dalam penelitian ini adalah operasi tumpang tindih

(Overlay).

3.3.2.2.Deskripsi Grafik dan Tabel

Analisis ini merupakan penjabaran secara deskriptif terhadap grafik dan

tabel yang dihasilkan dari analisis sebelumnya. Dari hasil deskripsi grafik dan

Page 34: A10wau

21

tabel, dapat diketahui pola perubahan ruang terbuka hijau serta laju hubungan laju

peluruhan/pertumbuhan ruang terbuka hijau.

3.3.2.3.Teknik Pendugaan Perubahan

Perubahan secara sistematis dapat diduga dari fungsi pertumbuhan atau

peluruhan. Teknik ini dapat digunakan untuk menduga pertumbuhan seiring

dengan waktu, ukuran atau jarak dari posisi referensi. Rumus matematik dari

teknik pendugaan perubahan adalah:

Pertumbuhan = Xt1 – Xt0

Xt0

Xt0 = nilai variabel tahun awal

Xt1 = nilai variabel tahun akhir

3.3.2.4.Analisis Skalogram Sederhana

Metode ini digunakan untuk mengetahui hirarki pusat-pusat

pengembangan dan sarana-prasarana pembangunan yang ada di suatu wilayah.

Penetapan hirarki pusat-pusat pertumbuhan dan pelayanan tersebut didasarkan

pada jumlah jenis dan jumlah unit sarana-prasarana pembangunan dan fasilitas

pelayanan sosial ekonomi yang tersedia. Metode ini memberikan hirarki atau

peringkat yang lebih tinggi pada pusat pertumbuhan yang memiliki jumlah jenis

dan jumlah unit sarana-prasarana pembangunan yang lebih banyak. Metode ini

lebih menekankan kriteria kuantitatif dibandingkan kriteria kualitatif yang

menyangkut derajat fungsi sarana-prasarana pembangunan, distribusi penduduk

dan luas jangkauan pelayanan sarana-prasarana pembangunan.

Model untuk menentukan nilai indeks perkembangan atau pelayanan

kelurahan (IPK):

IPK j = ∑n

i

I ’ i j dimana : I ‘ ij = i

iij

SK

II min−

Keterangan :

IPKj : Indeks perkembangan kelurahan ke-j

Iij : Nilai (skor) indeks perkembangan ke-i kelurahan ke-j

I’ij : Nilai (skor) indeks perkembangan ke-i terkoreksi kelurahan ke-j

I i min : Nilai (skor) indeks perkembangan ke-i terkecil (minimum)

SKi : Simpangan baku indeks perkembangan ke-i

Page 35: A10wau

22

Dengan asumsi data menyebar normal, penentuan tingkat perkembangan

wilayah dibagi menjadi tiga yaitu :

• Hirarki I, jika indeks perkembangan wilayah ke-j (IPKj) ≥ (Rataan IPK +

simpangan baku IPK)

• Hirarki II, jika rataan IPK < IPKj < (Rataan IPK + simpangan baku IPK)

• Hirarki III, jika IPKj < Rataan IPK

Hirarki III < Rataan IPK ≤ Hirarki II < {Rataan IPK+ (1 x standar deviasi IPK)} ≤ Hirarki I

Data yang digunakan dalam analisis skalogram ini adalah data jumlah

jenis fasilitas pelayanan, jumlah unit fasilitas dan invers dari jarak atau akses

masyarakat terhadap fasilitas pelayanan tertentu. Jumlah kelurahan yang dianalisis

adalah 65 kelurahan. Hasil yang diharapkan dari analisis ini adalah hirarki

pelayanan kelurahan yang didasarkan atas nilai IPK dari masing-masing

kelurahan.

3.3.2.5.Analisis Faktor

Analisis faktor (Factor analysis) berbeda dari teknik regresi berganda.

Teknik regresi berganda terdiri dari satu atau lebih variabel tujuan atau dependent

variable dan yang lainnya merupakan variabel penduga atau independent

variable. Factor analysis suatu teknik yang menjelaskan semua variabel secara

bersamaan yang semua variabel tersebut berhubungan. Dalam factor analysis,

penjelasan untuk keseluruhan variabel diterangkan ke dalam faktor (Hair,1998).

Factor analysis adalah metode untuk mentransformasikan sejumlah

variabel ke dalam variabel baru yang merupakan kombinasi linier dari variabel

asal. Variabel baru tersebut memiliki bobot yang dipilih sedemikian rupa antar

variabel baru yang dibangun tidak saling berkorelasi antar satu dengan lainnya

(Hair, 1998).

Persamaan (model) yang dihasilkan dari hasil trasformasi analisis faktor tersebut

adalah sebagai berikut:

Zi = Ai1F1 + Ai1F2 + ..........AipFp

dimana :

Zi : variabel baru ke-i

i = 1,2,...

Page 36: A10wau

23

Pada penelitian ini digunakan sejumlah 6 variabel asal yang akan diidentifikasi

keterkaitannya dengan menggunakan analisis faktor. Tabel 3 menjelaskan

variabel asal (X) yang digunakan dalam analisis faktor.

Tabel 3. Variabel-Variabel Penduga yang Digunakan dalam Analisis Faktor

No. Variabel Asal Notasi / Simbol Matematis

1. Alokasi RTH dalam RTRW X1 2. Laju Pertumbuhan Jumlah Penduduk X2 3. Laju Pertumbuhan Kepadatan Penduduk X3 4. Laju Pertumbuhan Jumlah Pendatang X4 5. Laju Pertumbuhan Fasilitas Pendidikan X5 6. Laju Pertumbuhan Fasilitas Perekonomian X6

3.3.2.6.Analisis Regresi Berganda Regresi berganda (multiple regression) adalah suatu metode analisis yang

digunakan untuk menganalisa hubungan antara variabel tujuan (dependent

variable) dengan variabel penduga (independent variable). Sasaran dari metode

regresi berganda adalah penggunaan variabel penduga untuk memprediksi

variabel tujuan (Hair,1998). Dengan kata lain analisis regresi berganda digunakan

untuk menduga nilai suatu parameter regresi berdasarkan data yang diamati.

Model yang dihasilkan dapat digunakan sebagai penduga yang baik jika asumsi-

asumsi berikut dapat dipenuhi :

a. E (ei) = 0, untuk setiap i ; dimana i = 1,2,..., n; artinya rata-rata galat adalah

nol.

b. Kov (ei,ej) = 0, i ≠ j ; artinya kovarian (Ei,Ej) = 0, dengan kata lain tidak ada

autokorelasi antara galat pengamatan yang satu dengan yang lain.

c. Var (ei2) = σ2 ; untuk setiap i, dimana i = 1,2,..., n; artinya setiap galat

pengamatan memiliki ragam yang sama.

d. Kov (ei,x1i) = Kov (ei,x2i) = 0 ; artinya kovarian setiap galat pengamatan

memiliki ragam yang sama di setiap variabel bebas yang tercakup dalam

persamaan linier berganda.

e. Tidak ada multikolinearitas ; artinya tidak ada hubungan linier yang eksak

antara variabel-variabel penjelas, atau variabel penjelas harus saling bebas.

f. ei ≈ N (0 ; σ), galat pengamatan menyebar normal dengan rata-rata nol dan

ragam σ2.

Page 37: A10wau

24

Persamaan (model) yang akan dihasilkan dalam penelitian ini adalah :

Y = A0 + A1X1 + A2X2 + A3X3 + .............. + AnXn

dimana :

Y : Variabel tak bebas (dependent variable) yaitu perubahan luas RTH antara

tahun 2002 dan 2007

A : Koefisien regresi

X : Variabel bebas (independent variable)

Variabel bebas yang digunakan terdiri dari variabel-variabel berikut:

X1 : Alokasi RTH dalam RTRW

X2 : Laju jumlah penduduk Jakarta Selatan Tahun 2000-2007

X3: Laju kepadatan penduduk Jakarta Selatan Tahun 2000-2007

X4 : Laju jumlah pendatang Jakarta Selatan Tahun 2000-2007

X5 : Laju fasilitas pendidikan Jakarta Selatan Tahun 2003 dan 2006

X6: Laju fasilitas kesehatan Jakarta Selatan Tahun 2003 dan 2006

X7: Laju fasilitas perekonomian Jakarta Selatan Tahun 2003 dan 2006

Page 38: A10wau

25

Tahapan penelitian dijabarkan dalam diagram alir pada Gambar 1.

Peta Ruang

Terbuka Hijau

Tahun 2002

Peta Jalan

Koreksi

Geometri

Peta Ruang

Terbuka Hijau

2002

Terkoreksi

Peta Ruang

Terbuka Hijau

Tahun 2007

Koreksi

Geometri

Peta Ruang

Terbuka Hijau

2007 Terkoreksi

Peta RTRW

Jakarta Selatan

Koreksi

Geometri

Peta RTRW

Terkoreksi

Digitasi

Peta RTH

2002

Peta RTH

2007

Peta

Administrasi

Jakarta Selatan

Peta

RTRW

Tumpang

Tindih

(Overlay)

Peta Hasil Tumpang Tindih

(luasan RTH)

Jumlah

Penduduk Tahun

2000-2007

Kepadatan

Penduduk Tahun

2000-2007

Jumlah

Pendatang Tahun

2000-2007

Fasilitas/

Sarana-

Prasarana

(PODES 2003

dan 2006)

Teknik

Pendugaan

Perubahan

Laju Pertumbuhan

Jumlah Penduduk

Laju Pertumbuhan

Kepadatan Penduduk

Laju Pertumbuhan

Jumlah Pendatang

Laju Pertumbuhan

Fasilitas/Sarana-

Prasarana

Alokasi RTH

dalam RTRW

Laju Pertumbuhan

Jumlah Penduduk,

Kepadatan

Penduduk, Jumlah

Pendatang

Laju

Pertumbuhan

Fasilitas

Pendidikan dan

Perekonomian

Analisis

Faktor

Hubungan Antar

Faktor

Laju Pertumbuhan

Fasilitas

Kesehatan

Skalogram

Tingkat Perkembangan

Wilayah

Perubahan

Luas Ruang

Terbuka HIjau

Analisis

Regresi

Berganda

Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Perubahan

Luas RTH

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

Page 39: A10wau

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1. Letak dan Posisi Geografis Wilayah Jakarta Selatan merupakan daerah dataran rendah dengan tingkat

kemiringan 0,25% dengan ketinggian rata-rata mencapai 5-50 m di atas

permukaan laut, terletak pada 1060 22’ 42” – 1060 58’ 18” Bujur Timur (BT) dan

50 19’ 12” Lintang Selatan (LS). Pada Gambar 1 ditampilkan Peta Administrasi

Jakarta Selatan.

694000

694000

696000

696000

698000

698000

700000

700000

702000

702000

704000

704000

706000

706000

929

600

0 92960

00

929

800

0 92980

00

930

000

0 93000

00

930

2000

9302000

930

400

0 93040

00

930

600

0 93060

00

930

800

0 93080

00

931

000

0 93100

00

931

200

0 93120

00

931

4000

9314000

Peta Administrasi Jakarta Selatan

U

1000 0 1000 Meters

Kecamatan Jakarta Selatan:cilandakjagakarsakebayoran barukebayoran lamamampang prapatanpancoranpasar minggupesanggerahansetia buditebet

Gambar 2. Peta Administasi Wilayah Jakarta Selatan

Luas wilayah Jakarta Selatan sesuai dengan keputusan Gubernur KDKI

Jakarta No 1815 tahun 1989 adalah 145,73 km2 atau 22,41% dari luas DKI Jakarta

dan berada di sebelah Selatan banjir kanal Timur dengan batas-batas wilayah :

Page 40: A10wau

27

• Sebelah Utara berbatasan dengan banjir kanal Timur, Jl. Jendral Sudirman,

Kecamatan Tanah Abang, Jl. Kebayoran Lama, dan Kebon Jeruk

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Depok

• Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Ciledug dan Kota Tangerang

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kali Ciliwung

4.2. Administrasi dan Luas Lahan Secara administrasi wilayah Jakarta Selatan terbagi atas 10 kecamatan

dengan 65 kelurahan. Kesepuluh kecamatan tersebut adalah Kecamatan Tebet,

Setiabudi, Mampang Prapatan, Kebayoran Baru, Kebayoran Lama, Pasar Minggu,

Cilandak, Pesanggrahan, Pancoran, dan Jagakarsa (Gambar 1). Luas lahan

wilayah Jakarta Selatan 145,73 km2. Kecamatan yang paling luas adalah

Jagakarsa dengan luas 25,01 km2 sedangkan kecamatan yang paling sempit adalah

Mampang Prapatan dengan luas 7,73 km2 (Tabel 4).

Tabel 4. Luas Wilayah Kecamatan di Jakarta Selatan Tahun 2008

No. Kecamatan Luas (Km2)

1. Jagakarsa 25,01

2. Pasar Minggu 21,90

3. Cilandak 18,20

4. Pesanggerahan 13,47

5. Kebayoran Lama 19,32

6. Kebayoran Baru 12,91

7. Mampang Prapatan 7,73

8. Pancoran 8,53

9. Tebet 9,05

10. Setia Budi 9,61

Jumlah 145,73

Sumber BPS Jakarta Selatan Dalam Angka 2008

4.3. Penggunaan Lahan Jenis penggunaan lahan di Jakarta Selatan dikelompokkan sebagai berikut:

perumahan, industri, kantor dan gudang, taman, pertanian, lahan tidur, dan

waserda. Persentase penggunaan lahan di Jakarta Selatan paling besar digunakan

Page 41: A10wau

28

untuk perumahan dan paling kecil adalah lahan tidur. Berikut ini ditampilkan

persentase luas tanah menurut penggunaanya per kecamatan.

Tabel 5. Persentase Luas Tanah menurut Penggunaannya per Kecamatan

Kecamatan Perumahan

Industri Kantor dan Per

gudangan

Taman Pertani an

Lahan tidur

Wa serda

Jagakarsa 52,76 1,54 3,81 2,48 19,13 4,44 15,84 Pasar Minggu 78,01 0,43 6,44 3,38 0,06 0,53 11,15 Cilandak 77,61 1,50 6,65 0,09 0,23 - 13,92 Pesanggerahan 80,61 1,33 1,22 0,54 1,62 1,62 13,06 Kebayoran Lama 70,01 8,00 18,58 0,48 - 0,50 2,43 Kebayoran Baru 68,25 0,08 19,97 2,32 0,03 0,20 9,15 Mampang Prapatan 77,13 0,01 3,03 - - - 19,83 Pancoran 77,42 3,67 10,71 1,21 0,08 0,83 6,08 Tebet 73,94 0,38 14,57 0,31 - 0,29 10,51 Setia Budi 65,42 0,78 22,82 0,97 - 2,17 7,84 Sumber: Survei Fisik Kelurahan dalam Jakarta Selatan Dalam Angka (2008)

4.4. Iklim dan Suhu Udara Wilayah Jakarta Selatan secara umum beriklim tropis dengan suhu rata-

rata per tahun 270C dengan tingkat kelembaban berkisar 80-90%. Arah angin

dipengaruhi angin Muson Barat terutama pada bulan Mei-Oktober. Curah hujan

per tahun rata-rata mencapai 2035 mm dengan curah hujan maksimum pada bulan

Januari.

4.5. Kependudukan Tabel 6 menunjukkan jumlah dan kepadatan penduduk per kecamatan.

Total jumlah penduduk di Wilayah Jakarta Selatan pada tahun 2008 sebanyak

1.745.205 jiwa dengan total luas wilayah sebesar 145,73 km2. Sehingga kepadatan

penduduk di Jakarta Selatan sebesar 11.976 Jiwa/Km2. Kepadatan penduduk pada

Kecamatan Tebet tertinggi diantara berbagai kecamatan di wilayah Jakarta

Selatan, sedangkan Kecamatan Cilandak memiliki kepadatan penduduk yang

terendah.

Page 42: A10wau

29

Tabel 6. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan pada tahun 2008

Kecamatan Luas

(Km2) Jumlah

Penduduk Laki-Laki

(Jiwa)

Jumlah Penduduk

Perempuan (Jiwa)

Total Jumlah

Penduduk (Jiwa)

Kepadatan (Jiwa/Km2)

Jagakarsa 25,01 117.170 108.106 225.276 8.876 Pasar Minggu 21,90 138.789 109.343 248.132 11.325 Cilandak 18,20 76.729 77.389 154.118 8.468 Pesanggerahan 13,47 81.974 74.042 156.016 11.582 Kebayoran Lama 19,32 120.161 109.526 229.687 11.895 Kebayoran Baru 12,91 72.614 70.795 143.409 11.108 Mampang Prapatan 7,73 54.281 50.064 104.345 13.481 Pancoran 8,53 63.038 60.331 123.369 14.990 Tebet 9,05 126.751 114.319 241.070 25.296 Setia Budi 9,61 60.341 59.442 119.783 13.236 Jumlah 145,73 911.848 833.357 1.745.205 11.976 Sumber : Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (keadaan bulan Juni 2008) dalam Jakarta Selatan Dalam Angka 2008

Page 43: A10wau

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Sebaran Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Perubahannya di Wilayah Jakarta Selatan

5.1.1. Identifikasi Perubahan Luas RTH di Kawasan Jakarta Selatan

Perubahan luas Ruang Terbuka Hijau di kawasan Jakarta Selatan

diidentifikasi dengan melakukan teknik overlay terhadap Peta Ruang Terbuka

Hijau tahun 2002 dan 2007 dengan Peta Administrasi Jakarta Selatan. Peta RTH

diperoleh dari suku dinas Pertamanan Kota Jakarta Selatan. Ruang terbuka hijau

cenderung mengalami perubahan luas setiap tahunnya. Luas RTH di Jakarta

Selatan pada tahun 2002 dan tahun 2007 disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau Tahun 2002 dan 2007

Pada periode 2002-2007 terjadi pengurangan luas RTH sebesar 362,21 ha

dari 1299,22 ha pada tahun 2002 menjadi 937,01 ha pada tahun 2007.

Pengurangan luas RTH terjadi karena adanya peningkatan jumlah penduduk di

Jakarta Selatan tiap tahunnya namun tidak diiringi dengan pertambahan lahan

menyebabkan lahan untuk RTH dialihfungsikan untuk pembangunan hunian dan

kebutuhan prasarana kota. Selain itu, cepatnya peningkatan harga lahan di

kawasan Jakarta Selatan menyebabkan lahan menjadi suatu komoditas yang

menguntungkan sehingga banyak orang berlomba-lomba untuk membangun lahan

tersebut menjadi perumahan atau kawasan perdagangan yang dapat memberikan

keuntungan daripada membangun taman. Akibatnya luasan RTH semakin

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

2002 2007

Tahun

Lu

as R

TH

(h

a)

Page 44: A10wau

31

berkurang dari waktu ke waktu. Visualisasi perubahan luas Ruang Terbuka Hijau

di wilayah Jakarta Selatan dijelaskan pada Gambar 4.

U

Sumber :Peta Ruang Terbuka HijauTahun 2002 dan 2007

LEGENDA :

#

#

#

#

#

jagakarsa

cilandak

tebet

pasar minggu

kebayoran lama

setia budi

pancoran

kebayoran baru

mampang prapatan

692000

692000

694000

694000

696000

696000

698000

698000

700000

700000

702000

702000

704000

704000

706000

706000

929

600

0 92960

00

929

800

0 92980

00

930

000

0 93000

00

930

200

0 93020

00

930

400

0 93040

00

930

600

0 93060

00

930

800

0 93080

00

931

000

0 93100

00

931

200

0 93120

00

931

400

0 93140

00

Peta Sebaran RTH Terkonversi

1000 0 1000 Meters

Perubahan RTHBatas Wilayah

# Titik Koordinat Perubahan

Gambar 4. Peta Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau Tahun 2002 dan 2007

Page 45: A10wau

32

Akibat pembangunan tidak berwawasan lingkungan, luas ruang terbuka

hijau semakin berkurang jauh dari luas optimal 30 persen dari total luas kota.

Luasan dan proporsi RTH di kawasan Jakarta Selatan tahun 2002 dan 2007

disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Luas dan Proporsi RTH di Jakarta Selatan Tahun 2002 dan 2007

Tahun Luas Jakarta Selatan (ha)

Luas RTH (ha)

Proporsi

2002 1299,22 8,91%

2007 14573,00

937,01 6,42%

Dari Tabel 7 terlihat bahwa proporsi RTH di Kawasan Jakarta Selatan

kurang dari 30 persen. Pada tahun 2002 proporsi RTH sebesar 8,91% sedangkan

pada tahun 2007 menurun menjadi 6,42%. Padahal keberadaaan RTH dapat

menjadi penyeimbang lingkungan perkotaan seperti udara, tata air, dan manusia.

Menurut Purnomohadi (1994) dalam Direktur Jenderal Penataan Ruang (2006),

permasalahan ketidaktersediaan Ruang Terbuka Hijau kota secara ideal

disebabkan oleh: (1) Inkonsistensi kebijakan dan strategi penataan ruang kota

akibat kurangnya pengertian dan perhatian akan urgensi eksistensi RTH dalam

kesatuan wilayah perkotaan, dan (2) Pemeliharaan RTH yang tidak konsisten dan

tidak rutin.

Gambar 5 menyajikan contoh perubahan Ruang Terbuka Hijau menjadi

lahan terbangun yang diperoleh dari hasil pengecekan lapang. Gambar 5a

merupakan gambar pertokoan di Kecamatan Cilandak, Gambar 5b merupakan

gambar bank di Kecamatan Pasar Minggu, Gambar 5c merupakan gambar sekolah

di Kecamatan Jagarkarsa, Gambar 5d adalah perumahan di Kecamatan Jagakarsa,

Gambar 5e kawasan perkantoran di Kecamatan Pancoran, sedangkan fasilitas

jalan di Kecamatan Setia Budi disajikan pada Gambar 5f.

Page 46: A10wau

33

a. Cilandak (106,78;-6,29) b. Pasar Minggu (106,82;-1,77)

c. Jagakarsa (106,82;-6,30) d. Jagakarsa (106,81;-6,36)

e.Pancoran (106,84;-6,28) f. Setia Budi (106,84;-6,24)

Gambar 5. Perubahan RTH menjadi Lahan Terbangun

Page 47: A10wau

34

5.1.2. Sebaran RTH Per Kecamatan di Jakarta Selatan

Jakarta Selatan terdiri dari sepuluh kecamatan, yaitu: Jagakarsa, Pasar

Minggu, Cilandak, Pesanggerahan, Kebayoran Lama, Kebayoran Baru, Mampang

Prapatan, Pancoran, Tebet, dan Setia Budi. Setiap kecamatan di Jakarta Selatan

memiliki RTH dengan luasan yang berbeda-beda. Luasan RTH per kecamatan di

Jakarta Selatan beserta perubahannya pada tahun 2002 dan 2007 disajikan pada

Tabel 8.

Tabel 8. Luas RTH Tahun 2002 dan 2007 serta Luas Perubahannya

KECAMATAN Luas RTH 2002

(Ha) Luas RTH 2007

(Ha) Luas Perubahan

RTH (Ha) Pasar Minggu 317,43 192,9 -124,53 Jagakarsa 372,82 277,71 -95,11 Pesanggerahan 119,16 61,11 -58,05 Cilandak 88,47 58,65 -29,82 Kebayoran Lama 156,2 135,43 -20,77 Pancoran 52,85 35,92 -16,93 Setia Budi 43,3 34,57 -8,73 Tebet 63,88 57,81 -6,07 Mampang Prapatan 14,38 12,29 -2,09 Kebayoran Baru 70,73 70,62 -0,11

Tabel 8 menunjukkan bahwa hampir di seluruh kecamatan di Jakarta

Selatan terjadi pengurangan luas RTH. Pengurangan luas RTH terbesar sampai

terkecil beserta besaran penurunannya di masing-masing kecamatan sebagai

berikut: Pasar Minggu 124,53 ha, Jagakarsa 95,11 ha, Pesanggerahan 58,05 ha,

Cilandak 29,82 ha, Kebayoran Lama 20,77 ha, Pancoran 16,93 ha, Setia Budi 8,73

ha, Tebet 6,07 ha, Mampang Prapatan 2,09 ha, dan Kebayoran Baru 0,11 ha.

Kecamatan Pasar Minggu merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk

terbanyak daripada kecamatan lainnya. Dengan jumlah penduduk yang banyak

mendorong pembangunan hunian semakin besar sehingga banyak lahan RTH

dialihfungsikan. Kecamatan Kebayoran Baru mengalami penurunan jumlah RTH

yang paling kecil karena pada kecamatan tersebut terdapat kantor pemerintahan

Jakarta Selatan sehingga pengawasan akan RTH di daerah tersebut cukup ketat

sehingga pengurangan luas RTH yang terjadi kecil.

Visualisasi RTH per kecamatan di Jakarta Selatan tahun 2002 dapat dilihat

pada Gambar 6, sedangkan tahun 2007 dapat dilihat pada Gambar 7.

Page 48: A10wau

35

PETA RUANG TERBUKA HIJAUJAKARTA SELATAN

TAHUN 2002

U

cilandakjagakarsakebayoran barukebayoran lamamampang prapatanpancoranpasar minggupesanggerahansetia buditebet

Sumber:Hasil Analisis Peta Ruang TerbukaHijau Tahun 2002

Batas Wilayah

LEGENDA :

692000

692000

694000

694000

696000

696000

698000

698000

700000

700000

702000

702000

704000

704000

706000

706000

708000

708000

929

800

0 92980

00

930

000

0 93000

00

930

200

0 93020

00

930

400

0 93040

00

930

600

0 93060

00

930

800

0 93080

00

931

000

0 93100

00

931

200

0 93120

00

931

400

0 93140

00

2000 0 2000 Meters

N

PETARUANG TERBUKA HIJAU

JAKARTA SELATANTAHUN 2007

LEGENDA

Sumber:Hasil KlasifikasiPeta Ruang Terbuka HijauTahun 2007

cilandakjagakarsakebayoran barukebayoran lamamampang prapatanpancoranpasar minggupesanggerahansetia buditebet

Batas Wilayah

692000

692000

694000

694000

696000

696000

698000

698000

700000

700000

702000

702000

704000

704000

706000

706000

708000

708000

929

800

0 92980

00

930

000

0 93000

00

930

200

0 93020

00

930

400

0 93040

00

930

600

0 93060

00

930

800

0 93080

00

931

000

0 93100

00

931

200

0 93120

00

931

400

0 93140

00

1000 0 1000 Meters

a. b.

Gambar 6. (a) Peta Ruang Terbuka Hijau Tahun 2002, dan (b) Peta Ruang Terbuka Hijau Tahun 2007 per Kecamatan

Page 49: A10wau

36

Contoh Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Selatan disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7a merupakan Taman Bumi Perkemahan yang terdapat di Kecamatan

Pasar Minggu, Gambar 7b merupakan hutan kota di Kecamatan Jagakarsa, jalur

hijau di Kecamatan Setia Budi disajikan pada Gambar 7c, Gambar 7d merupakan

contoh taman kota yang terdapat di Kecamatan Kebayoran Baru, dan pemakaman

yang terdapat di Kecamatan Kebayoran Lama disajikan pada Gambar 7e.

a. Pasar Minggu (106,82;-1,77) b. Jagakarsa (106,82;-6,36)

c. Setia Budi (106,82;-6,20) d. Kebayoran Baru (106,79;-6,24)

e. Kebayoran Lama (106,77;-6,25)

Gambar 7. Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Selatan

Page 50: A10wau

37

Ruang Terbuka Hijau di kawasan Jakarta Selatan terjadi penambahan 1 taman

kota di Kecamatan Kebayoran Baru yang disahkan oleh Gubernur DKI Jakarta

Fauzi Bowo pada 15 Maret 2009. Gambar 8 merupakan foto dari taman kota

tersebut.

Gambar 8. Taman Ayodia – Kebayoran Baru (106,79;-6,24)

5.1.3. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta Selatan

Peta RTRW Jakarta Selatan yang digunakan merupakan Peta RTRW

Jakarta Selatan Tahun 2000-2010. Luasan RTH dalam RTRW beserta proporsinya

dibandingkan dengan luas RTH eksisting ditunjukkan dalam Tabel 9.

Tabel 9. Proporsi Luas RTH dalam RTRW terhadap Luas RTH Eksisting

Tahun

Luas Wilayah Jakarta Selatan

(ha)

Luas RTH dalam

RTRW (ha)

% RTH dalam RTRW

Luas RTH Eksisting

(ha) % RTH

Eksisting 2002 14573,00 1080,72 7,42 1299,22 8,91 2007 14573,00 1080,72 7,42 937,01 6,42

Berdasarkan Tabel 9, pada tahun 2002 proporsi luas Ruang Terbuka Hijau

eksisting lebih besar daripada proporsi luas Ruang Terbuka Hijau dalam RTRW.

Hal tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2002 tidak terjadi penyimpangan

Ruang Terbuka Hijau. Namun, pada tahun 2007 proporsi luas Ruang Terbuka

Hijau eksisting lebih kecil dari pada proporsi luas Ruang Terbuka Hijau dalam

RTRW. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi penyimpangan tata ruang.

Page 51: A10wau

38

Perumahan merupakan jenis penggunaan lahan terbesar dalam RTRW

Jakarta Selatan diikuti oleh perumahan kepadatan rendah, bangunan umum, ruang

terbuka hijau, bangunan umum kepadatan rendah, dan bangunan umum dan

perumahan. Luasan penggunaan lahan dalam RTRW dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Luas Penggunaan Lahan di Jakarta Selatan dalam RTRW

Penggunaan Lahan Luas dalam RTRW (ha) Perumahan 7593,49 Bangunan Umum 1567,06 Perumahan Kepadatan Rendah 3270,77 Bangunan Umum dan Perumahan 251,28 Bangunan Umum Kepadatan Rendah 809,68 Ruang Terbuka Hijau 1080,72 Total 14573,00

Visualisasi Peta RTRW Jakarta Selatan dapat dilihat pada Gambar 9.

Peta RTRW Jakarta Selatan Tahun 2000-2010

U

LegendaBangunan UmumBangunan Umum Kepadatan RendahBangunan Umum dan PerumahanPerumahanPerumahan Kepadatan RendahRuang Terbuka Hijau

700 0 700 Meters

Sumber:Dinas Tata Kota DKI Jakarta

694000

694000

696000

696000

698000

698000

700000

700000

702000

702000

704000

704000

706000

706000

929

800

0 92980

00

930

000

0 93000

00

930

200

0 93020

00

930

400

0 93040

00

930

600

0 93060

00

930

800

0 93080

00

931

000

0 93100

00

931

200

0 93120

00

931

400

0 93140

00

Gambar 9. Peta RTRW Jakarta Selatan

Page 52: A10wau

39

5.2. Kondisi Demografi Jakarta Selatan

5.2.1. Perkembangan Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk di Jakarta Selatan cenderung mengalami peningkatan

dari tahun ke tahun. Jumlah penduduk di Jakarta Selatan dari tahun 2000 sampai

tahun 2007 ditampilkan pada Gambar 10.

Gambar 10 menunjukkan jumlah penduduk di Jakarta Selatan yang terus

meningkat dari tahun 2000 sampai tahun 2007. Data jumlah penduduk diperoleh

dari data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik Jakarta Selatan.

Gambar 10 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah penduduk pada

periode 2000-2007. Pada tahun 2000 jumlah penduduk di Jakarta Selatan

sebanyak 1.655.417 jiwa, sedangkan pada tahun 2007 sebanyak 1.742.177 jiwa.

Peningkatan jumlah penduduk disebabkan karena wilayah Jakarta Selatan

merupakan wilayah yang memiliki sarana-prasarana yang cukup lengkap seperti

sekolah bertaraf unggulan, pusat perbelanjaan yang cukup banyak dan besar dan

beberapa rumah sakit besar. Faktor-faktor tersebut merupakan salah satu daya

tarik wilayah Jakarta Selatan sehingga banyak orang yang ingin bermukim di

Jakarta Selatan. Kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak adalah

Kecamatan Pasar Minggu, sedangkan paling sedikit adalah Kecamatan Mampang

Prapatan.

1600000

1620000

1640000

1660000

1680000

1700000

1720000

1740000

1760000

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Tahun

Jum

lah

Pen

du

du

k (J

iwa)

Gambar 10. Grafik Jumlah Penduduk Di Jakarta Selatan Tahun 2000-2007

Laju pertumbuhan jumlah penduduk di Jakarta Selatan dari tahun 2000

sampai tahun 2007 disajikan pada Gambar 11.

Page 53: A10wau

40

-0.01

-0.005

0

0.005

0.01

0.015

0.02

0.025

2000-2001

2001-2002

2002-2003

2003-2004

2004-2005

2005-2006

2006-2007

Tahun

Laj

u P

ertu

mb

uh

an J

um

lah

P

end

ud

uk

Gambar 11. Laju Pertumbuhan Jumlah Penduduk Jakarta Selatan Tahun 2000-2007

Gambar 11 menunjukkan laju pertumbuhan jumlah penduduk di Jakarta

Selatan pada periode tahun 2000-2007 mengalami kenaikan dan penurunan.

Secara umum, laju pertumbuhan jumlah penduduk di Jakarta Selatan tahun 2000-

2007 sebesar 0,7% per tahun.

5.2.2. Peningkatan Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk di Jakarta Selatan pada periode tahun 2000-2007

mengalami peningkatan. Gambar 12 menyajikan kepadatan penduduk (jiwa/km2)

di Jakarta Selatan tahun 2000-2007.

1100011100

1120011300

1140011500

1160011700

1180011900

1200012100

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Tahun

Kep

adat

an P

end

ud

uk

(Jiw

a/K

m2)

Gambar 12. Kepadatan Penduduk Jakarta Selatan Tahun 2000-2007

Page 54: A10wau

41

Peningkatan kepadatan penduduk pada periode tahun 2000-2007

disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk yang tidak disertai dengan

penambahan luas wilayah Jakarta Selatan. Pada tahun 2000 kepadatan penduduk

di Jakarta Selatan sebesar 11.360 Jiwa/Km2 , sedangkan pada tahun 2007 sebesar

11.955 Jiwa/Km2 . Kecamatan Tebet memiliki kepadatan penduduk yang paling

besar karena kecamatan tersebut memiliki luas wilayah yang cukup kecil,

sedangkan Kecamatan Cilandak memiliki kepadatan penduduk yang paling

rendah karena luas wilayahnya cukup besar.

Kepadatan penduduk di Jakarta Selatan memiliki laju pertumbuhan per

tahun yang berbeda-beda. Pada Gambar 13 nampak bahwa laju pertumbuhan

kepadatan penduduk di Jakarta Selatan periode tahun 2000-2007 mengalami

penurunan dan kenaikan. Laju pertumbuhan kepadatan penduduk Jakarta Selatan

tahun 2000-2007 sebesar 0,7% per tahun. Gambar 13 menyajikan laju

pertumbuhan kepadatan penduduk per tahun di Jakarta Selatan.

-0.01

-0.005

0

0.005

0.01

0.015

0.02

0.025

2000-2001

2001-2002

2002-2003

2003-2004

2004-2005

2005-2006

2006-2007

Tahun

Laj

u P

ertu

mb

uh

an K

epad

atan

P

end

ud

uk

Gambar 13. Laju Pertumbuhan Kepadatan Penduduk Jakarta Selatan Tahun 2000- 2007

5.2.3. Jumlah Pendatang Tahun 2000-2007

Jumlah pendatang yang terjadi di Wilayah Jakarta Selatan dapat dilihat

pada Tabel 11.

Dari Tabel 11 dapat dikatakan bahwa semua kecamatan mengalami

penurunan jumlah pendatang dari tahun 2000 sampai tahun 2007. Pada tahun

2000 jumlah pendatang yang masuk ke Jakarta Selatan sebanyak 17.702 jiwa,

Page 55: A10wau

42

sedangkan pada tahun 2007 jumlah pendatang yang masuk ke Jakarta Selatan

sebanyak 674 jiwa. Kecamatan yang memiliki jumlah pendatang paling banyak

adalah Kecamatan Jagakarsa, sedangkan paling sedikit adalah Kecamatan Setia

Budi. Jagakarsa memiliki jumlah pendatang banyak karena Kecamatan Jagakarsa

berbatasan dengan Kotamadya Depok yang kita ketahui bahwa di Kotamadya

Depok terdapat beberapa universitas swasta dan juga negeri sehingga banyak

pendatang yang masuk ke Kecamatan Jagakarsa.

Tabel 11. Jumlah Pendatang per Kecamatan di Jakarta Selatan Tahun 2000-2007

Tahun Kecamatan

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Jagakarsa 3261 5601 2940 2677 2017 2021 386 117 Pasar Minggu 3240 3086 2231 4363 2031 2035 354 73 Cilandak 1661 2097 2016 1765 1678 1681 132 21 Pesanggrahan 1783 1839 1010 1049 1104 1106 107 73 Kebayoran Lama 1853 2428 2304 1816 1337 1340 254 127 Kebayoran Baru 1037 2768 1772 1689 1102 1104 201 36 Mampang Prapatan 765 1728 1300 1147 710 711 129 46 Pancoran 975 1505 1446 1314 1395 1398 191 63 Tebet 2027 1155 793 1943 1617 1620 249 54 Setia Budi 1100 1875 624 843 880 882 164 64 Sumber: Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dalam Jakarta Sekatan Dalam Angka Tahun

2000-2007

Jumlah pendatang yang masuk ke Jakarta Selatan memiliki laju

pertumbuhan yang berbeda-beda. Laju pertumbuhannya dapat dilihat pada

Gambar 14.

-1

-0.8

-0.6

-0.4

-0.2

0

0.2

0.4

0.6

2000-2001

2001-2002

2002-2003

2003-2004

2004-2005

2005-2006

2006-2007

Tahun

Laj

u P

ertu

mb

uh

an J

um

lah

P

end

atan

g

Gambar 14. Laju Pertumbuhan Jumlah Pendatang Jakarta Selatan Tahun 2000-2007

Page 56: A10wau

43

Pada Gambar 14 dapat dikatakan bahwa laju perubahan jumlah pendatang

di Jakarta Selatan tahun 2000-2007 rata-rata sebesar -23% per tahun atau

mengalami penurunan. Pada tahun 2005-2007 terjadi penurunan jumlah

pendatang karena adanya aturan tentang syarat bagi pendatang yang berasal dari

luar wilayah DKI Jakarta bila akan masuk ke kawasan DKI Jakarta. Persyaratan

tersebut antara lain bila tidak mempunyai KTP DKI Jakarta atau bila tidak

memiliki surat rekomendasi dari tempat bekerja atau bila tidak memiliki keahlian

khusus maka akan dipulangkan ke daerah asalnya.

5.3. Hirarki Wilayah dan Perkembangan Wilayah Jakarta Selatan

5.3.1. Hirarki Wilayah

Hasil analisis skalogram digunakan untuk mengetahui tingkat

perkembangan suatu wilayah. Tingkat perkembangan suatu wilayah tersebut

dinyatakan dalam bentuk Hirarki I, Hirarki II, dan Hirarki III. Hirarki I untuk

menyatakan daerah yang paling berkembang, sedangkan Hirarki III untuk

menyatakan daerah yang kurang berkembang. Untuk perhitungan skalogram

digunakan data PODES.

Untuk mengetahui perkembangan wilayah di Jakarta Selatan maka

dilakukan perhitungan skalogram. Data yang digunakan untuk analisis yaitu data

PODES 2003 dan 2006. Dari pengolahan data tersebut diperoleh hirarki

berdasarkan kecamatan seperti tertera pada Tabel 12.

Tabel 12. Jumlah Hirarki Berdasarkan Kecamatan di Jakarta Selatan

Tahun 2003 (Jumlah) Tahun 2006 (Jumlah) Kecamatan

Hirarki I Hirarki II Hirarki III Hirarki I Hiraki I I Hirarki III

Jagakarsa 0 0 6 0 0 6 Pasar Minggu 0 3 4 0 1 6 Cilandak 1 3 1 0 3 2 Pesanggrahan 0 0 5 0 2 3 Kebayoran Lama 0 2 4 0 1 5 Kebayoran Baru 2 3 5 3 2 5 Mampang Prapatan 0 3 2 0 4 1 Pancoran 0 1 5 0 3 3 Tebet 0 1 6 0 1 6 Setia Budi 2 1 5 2 2 4 Jakarta Selatan 5 17 43 5 19 41

Sumber: Analisis PODES Tahun 2003 dan Tahun 2006

Page 57: A10wau

44

Berdasarkan Tabel 12, nampak bahwa pada tahun 2003 sebagian besar

desa yaitu sebanyak 43 desa di Jakarta Selatan berhirarki III, sedangkan desa yang

berhirarki II berjumlah 17 desa dan berhirarki I sebanyak 5 desa. Pada tahun 2006

terjadi peningkatan desa yang berhirarki II menjadi 19 desa. Sementara itu, desa

yang berhirarki III mengalami penurunan menjadi 41 desa dan desa berhirarki I

jumlahnya tidak berubah yaitu 5 desa, tetapi ada perubahan yang terjadi di

Kecamatan Cilandak yaitu pada tahun 2003 terdapat desa berhirarki I berjumlah 1

desa namun pada tahun 2006 tidak terdapat desa berhirarki I dan pada Kecamatan

Kebayoran Baru terdapat 2 desa berhirarki I pada tahun 2003 namun pada tahun

2006 desa berhirarki I menjadi 3 desa. Hal tersebut dapat terjadi karena terjadi

penambahan fasilitas di kecamatan yang lainnya namun pada Kecamatan

Cilandak tidak terjadi penambahan fasilitas. Selain itu, jumlah fasilitas di

Kecamatan Cilandak sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduknya jadi

tidak terjadi penambahan fasilitas. Pada Kecamatan Kebayoran Baru terjadi

penambahan fasilitas sehingga desa berhirarki I bertambah.

Perkembangan suatu wilayah ditandai dengan adanya penambahan jumlah

fasilitas-fasilitas atau semakin lengkapnya fasilitas di suatu wilayah.

Pembangunan fasilitas tersebut memerlukan lahan. Jumlah lahan yang terbatas

menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan Ruang Terbuka Hijau untuk memenuhi

kebutuhan lahan tersebut.

5.3.2. Perkembangan Sarana-Prasarana Perkembangan suatu wilayah tidak terlepas dari berkembangnya sarana-

prasarana di wilayah tersebut. Sarana-prasarana tersebut dikelompokkan menjadi

fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, dan fasilitas perekonomian. Berikut ini

akan disajikan perkembangan sarana-prasarana di Jakarta Selatan.

5.3.2.1.Fasilitas Pendidikan

Fasilitas pendidikan terdiri dari jumlah sekolah-sekolah negeri maupun

swasta dan juga lembaga-lembaga kursus yang berada di Jakarta Selatan. Jumlah

fasilitas pendidikan setiap kecamatan di Jakarta Selatan tahun 2003 dan tahun

2006 dapat dilihat pada Gambar 15.

Page 58: A10wau

45

050

100150200250300350400

SETIA B

UDI

JAGAKARSA

CILANDAK

TEBET

PASAR MIN

GG

U

PANCORAN

MAMPANG

PRAPATAN

PESANGGRAHAN

KEBAYORAN LAM

A

KEBAYORAN BARU

Kecamatan

Jum

lah

Fas

ilit

as P

end

idik

an

Fasilitas Pendidikan 2003 Fasilitas Pendidikan 2006

Gambar 15. Jumlah Fasilitas Pendidikan per Kecamatan Tahun 2003 dan 2006

Gambar 15 menunjukkan bahwa jumlah fasilitas pendidikan di Jakarta

Selatan meningkat dalam kurun waktu tersebut. Pada tahun 2003 jumlah fasilitas

pendidikan di Jakarta Selatan berjumlah 2.237 unit, sedangkan pada tahun 2006

jumlah fasilitas pendidikan sebanyak 2.563 unit. Kecamatan yang memiliki

jumlah fasilitas pendidikan terbanyak adalah Kecamatan Kebayoran Lama.

Kecamatan Setia Budi memiliki jumlah fasilitas pendidikan paling sedikit.

00.010.020.030.040.050.060.070.080.09

Setia

Budi

Jaga

kars

a

Ciland

akTe

bet

Pasar

Ming

gu

Panco

ran

Mam

pang

Pra

pata

n

Pesan

ggra

han

Kebay

oran

Lam

a

Kebay

oran

Bar

u

Kecamatan Jakarta Selatan

Laj

u P

ertu

mb

uh

an F

asil

itas

P

end

idik

an

Gambar 16. Grafik Laju Pertumbuhan Fasilitas Pendidikan per Kecamatan

Jumlah fasilitas pendidikan di setiap kecamatan di Jakarta Selatan

berbeda-beda. Begitu pula dengan laju pertumbuhan fasilitas pendidikan di setiap

kecamatan akan berbeda-beda. Gambar 16 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan

Page 59: A10wau

46

fasilitas pendidikan tertinggi berada di Kecamatan Kebayoran Baru sebesar 7,7%

per tahun. Banyaknya fasilitas pendidikan yang dibangun di Kecamatan

Kebayoran Baru karena kecamatan tersebut merupakan pusat kota Jakarta Selatan

dengan aksesibilas yang mudah. Banyak sekolah negeri untuk semua tingkat

terdapat disini dengan kualitas unggulan dan internasional seperti SLTP 19,

SMAN 70, SMA Pangudi Luhur 1, SMA Tarakanita, Universitas Al-Azhar, dan

Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama). Laju pertumbuhan fasilitas

pendidikan terendah terjadi di Kecamatan Setia Budi sebesar 1,4% per tahun.

Kecamatan Setia Budi bersebelahan dengan pusat bisnis (Sudirman Business

District) oleh karena itu lebih banyak perkantoran di kecamatan tersebut sehingga

laju fasilitas pendidikan rendah. Laju pertumbuhan fasilitas pendidikan di Jakarta

Selatan tahun 2003-2006 sebesar 4,8% per tahun. Laju pertumbuhan fasilitas

pendidikan setiap kecamatan di Jakarta Selatan dapat dilihat pada Gambar 16.

Berdasarkan Pedoman Standar Pelayanan Minimal tentang sarana

pendidikan suatu wilayah kota minimal tersedia 1 unit TK untuk setiap 1.000

penduduk, 1 unit SD untuk setiap 6.000 penduduk, 1 unit SLTP untuk setiap

25.000 penduduk, 1 unit SLTA untuk setiap 30.000 penduduk, dan 1 unit

perguruan tinggi untuk setiap 70.000 penduduk. Pertumbuhan fasilitas pendidikan

di Jakarta Selatan dibandingkan dengan standar pelayanan minimal perkotaan

dijabarkan pada Tabel 13.

Tabel 13. Fasilitas Pendidikan di Jakarta Selatan dibandingkan Standar Pelayanan Minimal Perkotaan

Standar Pelayanan Minimal Perkotaan

(Unit)

Jumlah Fasilitas

Pendidikan (Unit)

Indeks Pelayanan Jenis Fasilitas Pendidikan

2003 2006 2003 2006 2003 2006 TK 1701 1734 418 470 -1283 -1264 SD 283 289 864 913 581 624 SLTP 68 69 270 295 202 226 SLTA 56 57 169 192 113 135 Perguruan Tinggi 24 24 59 88 35 64

Berdasarkan Tabel 13 dapat dikatakan bahwa hampir seluruh fasilitas

pendidikan di Jakarta Selatan telah memenuhi standar pelayanan minimal

perkotaan. Berdasarkan nilai indeks pelayanan, TK memiliki nilai negatif artinya

Page 60: A10wau

47

bahwa jumlah TK masih kurang sehingga perlu ditambah. Untuk SD, SLTP,

SLTA, dan perguruan tinggi memiliki nilai indeks pelayanan positif artinya

bahwa jumlah fasilitas pendidikan tersebut sudah cukup sehingga tidak perlu

ditambah.

5.3.2.2.Fasilitas Kesehatan

Fasilitas kesehatan terdiri dari jumlah rumah sakit, puskesmas, polindes,

posyandu, tempat praktek dokter, dan toko obat. Gambar 17 menunjukkan bahwa

jumlah fasilitas kesehatan di Jakarta Selatan dari tahun 2003-2006 mengalami

peningkatan. Fasilitas kesehatan di Jakarta Selatan tahun 2003 berjumlah 2.255

unit dan meningkat menjdi 2.739 unit di tahun 2006. Kecamatan yang memiliki

jumlah fasilitas kesehatan paling banyak adalah Kecamatan Tebet, sedangkan

kecamatan yang memiliki jumlah fasilitas kesehatan paling sedikit adalah

Kecamatan Setia Budi.

050

100150200250300350400450

PASAR MIN

GG

U

PANCORAN

JAGAKARSA

MAMPANG

PRAPATAN

CILANDAK

TEBET

PESANGGRAHAN

SETIA B

UDI

KEBAYORAN BARU

KEBAYORAN LAM

A

Kecamatan di Jakarta Selatan

Jum

lah

Fas

ilit

as K

eseh

atan

Fasilitas Kesehatan 2003 Fasilitas Kesehatan 2006

Gambar 17. Jumlah Fasilitas Kesehatan per Kecamatan Tahun 2003 dan 2006

Laju pertumbuhan fasilitas kesehatan di setiap kecamatan di Jakarta

Selatan berbeda-beda. Gambar 18 menyajikan laju pertumbuhan fasilitas

kesehatan setiap kecamatan di Jakarta Selatan tahun 2003-2006. Berdasarkan

Gambar 18 Kecamatan Kebayoran Lama memiliki laju pertumbuhan fasilitas

kesehatan yang paling tinggi sebesar 19% per tahun. Laju pertumbuhan fasilitas

kesehatan terendah adalah Kecamatan Pasar Minggu 0,5% per tahun. Secara

Page 61: A10wau

48

keseluruhan laju pertumbuhan fasilitas kesehatan di Jakarta Selatan tahun 2003-

2006 sebesar 7,1% per tahun.

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

Pasar M

ingg

u

Panco

ran

Jaga

kars

a

Mam

pang

Prapa

tan

Cilanda

k

Tebet

Pesang

grah

an

Setia B

udi

Kebay

oran

Baru

Kebay

oran

Lam

a

Kecamatan Jakarta Selatan

Laj

u P

eru

mb

uh

an F

asil

itas

K

eseh

atan

Gambar 18. Grafik Laju Pertumbuhan Fasilitas Kesehatan per Kecamatan

Menurut Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.

534/KPTS/M/2001 tentan Pedoman Standar Pelayanan Minimal Perkotaan

menyebutkan bahwa sarana pelayanan kesehatan suatu perkotaan minimal tersedia

1 unit balai pengobatan untuk setiap 3.000 jiwa, 1 unit rumah sakit bersalin untuk

setiap 10.000-30.000 jiwa, 1 unit puskesmas untuk setiap 120.000 jiwa, dan 1 unit

rumah sakit untuk setiap 240.000 jiwa. Pertumbuhan fasilitas kesehatan di Jakarta

Selatan dibandingkan dengan standar pelayanan minimal perkotaan dijabarkan

dalam Tabel 14.

Tabel 14. Fasilitas Kesehatan di Jakarta Selatan dibandingkan Standar Pelayanan Minimal Perkotaan

Standar Pelayanan Minimal

Perkotaan (Unit)

Jumlah Fasilitas Pendidikan

(Unit) Indeks Pelayanan Jenis Fasilitas

Kesehatan

2003 2006 2003 2006 2003 2006 Rumah Sakit 7 7 28 38 21 31 Rumah Sakit Bersalin 56 57 99 109 43 52 Balai Pengobatan 567 578 129 176 -438 -402 Puskesmas 14 14 52 72 38 58

Page 62: A10wau

49

Berdasarkan Tabel 14 dapat dikatakan bahwa hampir semua fasilitas

kesehatan di Jakarta Selatan sudah memenuhi standar pelayanan minimal

perkotaan. Rumah sakit, rumah sakit bersalin, dan puskesmas memiliki nilai

indeks pelayanan positif artinya jumlah fasilitas kesehatan tersebut sudah cukup

dan tidak perlu ditambah. Balai pengobatan memiliki nilai indeks pelayanan

negatif yang artinya jenis fasilitas tersebut masih belum cukup dan perlu

ditambah.

5.3.2.3.Fasilitas Perekonomian

Fasilitas perekonomian mencangkup jumlah toko, supermarket, industri

kecil-menengah, bank, wartel, warnet, dan hotel. Fasilitas perekonomian setiap

kecamatan di Jakarta Selatan memiliki jumlah yang berbeda-beda. Berikut ini

disajikan jumlah fasilitas perekonomian setiap kecamatan di Jakarta Selatan

seperti pada Tabel 15.

Tabel 15. Jumlah Fasilitas Perekonomian Tahun 2003 dan 2006

Nama Kecamatan Fasilitas Perekonomian

2003 Fasilitas Perekonomian

2006 JAGAKARSA 4049 4708 PASAR MINGGU 1361 2760 CILANDAK 2919 3949 PESANGGRAHAN 1103 2275 KEBAYORAN LAMA 926 2589 KEBAYORAN BARU 2465 3128 MAMPANG PRAPATAN 1979 2721 PANCORAN 1786 2965 TEBET 775 2572 SETIA BUDI 624 1316

Sumber: PODES 2003 dan 2006

Tabel 15 menunjukkan bahwa dari tahun 2003-2006 terjadi peningkatan

jumlah fasilitas perekonomian. Tahun 2003 jumlah fasilitas perekonomian di

Jakarta Selatan sebanyak 17.987 unit. Untuk tahun 2006, jumlah fasilitas

perekonomian di Jakarta Selatan berjumlah 28.983 unit. Kecamatan Jagakarsa

memiliki jumlah fasilitas perekonomian yang paling besar karena pada kecamatan

tersebut terdapat sebagian wilayah kampus Universitas Indonesia sehingga banyak

dibangun warung, toko atau bank untuk melayani para mahasiswa. Untuk

kecamatan yang memiliki jumlah fasilitas perekonomian paling sedikit adalah

Kecamatan Setia Budi.

Page 63: A10wau

50

Laju pertumbuhan fasilitas perekonomian setiap kecamatan di Jakarta

Selatan ditampilkan pada Gambar 19. Menurut Gambar 19 laju pertumbuhan

fasilitas perekonomian tertinggi terjadi di Kecamatan Tebet sebesar 77% per

tahun. Laju pertumbuhan perekonomian yang tinggi disebabkan banyak orang

yang bermukim di kawasan tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan penduduknya

maka dibangun fasilitas-fasilitas perekonomian baru sehingga laju

pertumbuhannya tinggi. Laju pertumbuhan fasilitas perekonomian terendah terjadi

di Kecamatan Jagakarsa sebesar 3,5% per tahun. Untuk Jakarta Selatan laju

pertumbuhan fasilitas perekonomian tahun 2003-2006 sebesar 20% per tahun.

00.10.20.30.40.50.60.70.80.9

Jaga

kars

a

Kebay

oran

Baru

Cilanda

k

Mam

pang

Prapa

tan

Panco

ran

Setia B

udi

Pasar M

ingg

u

Pesang

grah

an

Kebay

oran

Lam

a

Tebet

Kecamatan Jakarta Selatan

Laj

u P

ertu

mb

uh

an F

asil

itas

P

erek

on

om

ian

Gambar 19. Grafik Laju Pertumbuhan Fasilitas Perekonomian per Kecamatan

Menurut Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.

534/KPTS/M/2001 tentang Pedoman Standar Pelayanan Minimal Perkotaan

menyebutkan bahwa sarana pelayanan perekonomian suatu perkotaan minimal

tersedia 1 unit pasar untuk setiap 30.000 jiwa, 1 unit toko untuk setiap 2.500 jiwa,

1 unit kios untuk setiap 250 jiwa, 1 unit bank untuk setiap 30.000 jiwa dan 1 unit

koperasi untuk setiap 2.500 jiwa. Pertumbuhan fasilitas perekonomian di Jakarta

Selatan dibandingkan dengan standar pelayanan minimal perkotaan dijabarkan

dalam Tabel 16.

Berdasarkan Tabel 16 dapat dikatakan bahwa hampir semua fasilitas

perekonomian di Jakarta Selatan sudah memenuhi standar pelayanan minimal

perkotaan. Pasar, toko, dan bank memiliki nilai indeks pelayanan positif artinya

Page 64: A10wau

51

jumlah fasilitas perekonomian tersebut sudah cukup dan tidak perlu ditambah.

Koperasi memiliki nilai indeks pelayanan negatif yang artinya jenis fasilitas

tersebut masih belum cukup dan perlu ditambah.

Tabel 16. Fasilitas Perekonomian di Jakarta Selatan dibandingkan Standar Pelayanan Minimal Perkotaan

Standar Pelayanan Minimal

Perkotaan (Unit)

Jumlah Fasilitas Pendidikan

(Unit) Indeks Pelayanan Jenis Fasilitas

Kesehatan

2003 2006 2003 2006 2003 2006 Pasar 56 57 112 258 56 201 Toko 680 693 13345 16174 12665 15481 Bank 56 57 214 353 158 296 Koperasi 680 693 178 391 -502 -302

5.4. Hubungan Antar Faktor dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Luas RTH

5.4.1. Hubungan Antar Faktor terkait dengan Perubahan Luas RTH

Penggunaan analisis komponen utama diperlukan karena pada analisis ini

dapat mengetahui hubungan variabel asal (X) yang digunakan karena analisis

regresi tidak bisa menjelaskan hubungan variabel asal (X). Hubungan antar

variabel-variabel dijelaskan ke dalam beberapa faktor dapat dilihat pada factor

loadings. Dari 6 variabel yang digunakan dibagi menjadi 2 faktor. Pembagian

menjadi 2 faktor dipilih karena dengan 2 faktor tersebut sudah cukup bisa untuk

menjelaskan variabel-variabel asal yang digunakan. Kedua faktor menerangkan

77,449% dari total keragaman data. Artinya, nilai kumulatif persen total

keragaman data awal yang dapat diterangkan oleh faktor-faktor yang baru sebesar

77,449%.

Tabel 17 menampilkan nilai factor loading variabel-variabel asal terhadap

komponen utamanya. Nilai factor loading yang dianggap sebagai peubah penciri

komponen utama adalah pada nilai > 0,70. Apabila suatu variabel asal memiliki

nilai factor loading lebih besar dari 0,70 pada faktor tertentu, maka variabel asal

itu termasuk ke dalam faktor tersebut. Hasil factor loadings disajikan pada Tabel

17.

Page 65: A10wau

52

Tabel 17. Hasil Analisis Komponen Utama Komponen Utama

Variabel Asal Faktor 1 Faktor 2

Alokasi RTH (RTRW) 0,742 0,326 Jumlah Penduduk 0,629 0,726 Kepadatan Penduduk 0,629 0,726 Jumlah Pendatang -0,884 0,029 Fasilitas Pendidikan -0,648 -0,058 Fasilitas Perekonomian 0,130 -0,896 Akar Ciri 3,36 1,17 Proporsi Ragam (%) 55,93 19,52

Berdasarkan factor loadings yang terdapat pada Tabel 17 dapat

diinterpretasikan sebagai berikut:

• Faktor 1 memiliki ragam 55,927% dan diwakili oleh alokasi RTH dalam

RTRW dan pertumbuhan jumlah pendatang. Korelasi antara kedua variabel

tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: bila alokasi luas RTH dalam RTRW

di Jakarta Selatan semakin tinggi maka pertumbuhan jumlah pendatang pada

wilayah tersebut semakin rendah.

• Faktor 2 menerangkan 19,522% ragam datan dan diwakili oleh variabel

pertumbuhan jumlah penduduk, kepadatan penduduk, dan fasilitas

perekonomian. Keterkaitan yang dapat dijelaskan dari faktor-2 adalah sebagai

berikut: bila pertumbuhan penduduk dan kepadatan penduduk semakin tinggi

maka pertumbuhan fasilitas perekonomian pada Jakarta Selatan rendah. Hal

tersebut terjadi karena fasilitas ekonomi yang terdapat di kawasan tersebut

sudah cukup banyak jadi fasilitas perekonomian tidak bertambah.

Hubungan antara faktor 1 dengan faktor 2 dapat dijelaskan dalam Gambar

20.

Page 66: A10wau

53

Gambar 19. Hubungan Antara Faktor 1 dengan Faktor 2

Pada Kecamatan Setia Budi alokasi luas RTH yang terdapat dalam RTRW

rendah, laju jumlah pendatang tinggi, laju jumlah penduduk rendah dan laju

fasilitas perekonomian tinggi. Kecamatan tersebut merupakan daerah perkantoran

terutama di daerah Kuningan dan dekat dengan pusat bisnis (Sudirman Business

District) sehingga benar bila jumlah pendatang tinggi dengan jumlah penduduk

rendah menandakan bahwa banyak penglaju yang datang ke kawasan tersebut

untuk bekerja dan laju fasilitas perekonomian tinggi.

Kecamatan Pesanggrahan, Pasar Minggu, Kebayoran Lama, dan Tebet

memiliki alokasi luas RTH dalam RTRW tinggi, laju jumlah pendatang rendah,

laju jumlah penduduk rendah, dan laju fasilitas ekonomi tinggi. Alokasi RTH

dalam RTRW tinggi karena pada Kecamatan Pasar Minggu dan Kecamatan Tebet

dapat dijumpai beberapa contoh Ruang Terbuka Hijau seperti Kebun Binatang

dan Taman Bumi Perkemahan Ragunan dan Taman Tebet. Laju fasilitas ekonomi

tinggi karena pada kecamatan-kecamatan tersebut terdapat beberapa pusat

perbelanjaan contohnya Pasaraya Manggarai yang terdapat di Kecamatan Tebet

serta ITC Permata Hijau dan Pondok Indah Mall di Kecamatan Kebayoran Lama.

Kecamatan Kebayoran Baru, Mampang Prapatan, dan Pancoran memiliki

alokasi luas RTH dalam RTRW rendah, laju jumlah pendatang tinggi, laju jumlah

penduduk tinggi, dan laju fasilitas ekonomi rendah. Laju jumlah pendatang tinggi

Page 67: A10wau

54

karena pada Kecamatan Kebayoran Baru terdapat beberapa kantor pemerintahan

seperti gedung balaikota, markas Kepolisian Resor Jakarta Selatan, gedung pusat

Kejaksaan Agung Republik Indonesia, dan juga gedung Sekretariat Jendral

ASEAN sehingga banyak penglaju yang datang untuk bekerja.

Kecamatan Cilandak dan Jagakarsa memiliki alokasi luas RTH dalam

RTRW tinggi, laju jumlah pendatang rendah, laju jumlah penduduk tinggi, dan

laju fasilitas ekonomi rendah. Pada kecamatan-kecamatan tersebut banyak

kawasan hunian untuk memenuhi kebutuhan jumlah penduduk yang tinggi.

5.4.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Luas RTH

Perubahan luas RTH yang terjadi di Jakarta Selatan pada tahun 2002 dan

tahun 2007 dipengaruhi oleh beberapa faktor. Analisis penentuan faktor-faktor

yang mempengaruhi perubahan luas RTH di Jakarta Selatan dilakukan dengan

menggunakan teknik regresi bertatar (stepwise regression). Variabel yang

digunakan dalam regresi bertatar berjumlah 8 variabel, yaitu satu variabel tujuan

(Y) dan tujuh variabel penduga (X) yang mempengaruhi variabel tujuan. Setiap

variabel yang digunakan merupakan nilai laju pertumbuhan per tahun dari setiap

variabel. Hasil analisis regresi ditampilkan pada Tabel 18.

Tabel 18. Hasil Analisis Regresi

Tabel 18 menjelaskan bahwa persamaan regresi memiliki nilai R-square

(R2) sebesar 0,94. Nilai R-square (R2) mendekati 1 menunjukkan bahwa

pemilihan variabel penduga sebagai variabel yang mempengaruhi variabel tujuan

relatif tepat. Berdasarkan Tabel 11, variabel penduga yang berpengaruh sangat

nyata (p-level < 0,05) yaitu alokasi RTH dalam RTRW. Variabel yang

Beta Std.Err. B Std.Err. t(4) p-level Alokasi RTH (RTRW)

-0,809 0,171 -0,241 0,051 -4,737 0,009

Fasilitas Kesehatan 0,326 0,142 241,929 105,477 2,293 0,083 Jumlah Pendatang 0,306 0,157 266,931 137,203 1,945 0,124 Kepadatan Penduduk

0,217 0,171 1362,922 1074,825 1,269 0,274

Fasilitas Pendidikan -0,153 0,144 -327,298 308,250 -1,062 0,348 R-square (R2) 0,94

Page 68: A10wau

55

berpengaruh nyata adalah fasilitas kesehatan, jumlah pendatang, kepadatan

penduduk, dan fasilitas pendidikan.

Berdasarkan Tabel 18 faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan luas

Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Selatan adalah sebagai berikut:

• Alokasi Ruang Terbuka Hijau dalam RTRW

Hasil regresi menunjukkan bahwa alokasi Ruang Terbuka Hijau dalam

RTRW bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa bila alokasi Ruang

Terbuka Hijau dalam RTRW berkurang, maka perubahan luas Ruang

Terbuka Hijau yang terjadi besar atau luas Ruang Terbuka Hijau

berkurang.

• Fasilitas Kesehatan

Semakin banyak pertumbuhan fasilitas kesehatan yang dibangun maka

perubahan luas Ruang Terbuka Hijau juga akan semakin besar. Hal ini

dapat dilihat dari hasil regresi pada variabel fasilitas kesehatan yang

memiliki nilai positif. Pembangunan fasilitas kesehatan yang tinggi

mencerminkan kebutuhan kesejahteraan yang besar sehingga dalam

pembangunannya memerlukan lahan yang tidak sedikit. Contoh fasilitas

kesehatan yang memerlukan lahan yang cukup besar adalah rumah sakit.

• Jumlah Pendatang

Hasil regresi menunjukkan bahwa pertumbuhan jumlah pendatang bernilai

positif. Hal ini menunjukkan semakin tinggi pertumbuhan jumlah

pendatang maka perubahan luas Ruang Terbuka Hijau semakin besar.

Pertumbuhan jumlah pendatang yang semakin banyak akan meningkatkan

kebutuhan akan ruang, namun luas lahan di Jakarta Selatan tidak

bertambah maka terjadi alih fungsi lahan Ruang Terbuka Hijau untuk

memenuhi kebutuhan ruang tersebut, sehingga luas Ruang Terbuka Hijau

akan semakin kecil.

• Kepadatan Penduduk

Hasil analisis menunjukkan variabel pertumbuhan kepadatan penduduk

berpengaruh secara positif terhadap perubahan luas Ruang Terbuka Hijau.

Interpretasi atas hal ini adalah semakin meningkatnya kepadatan

penduduk, cenderung akan berdampak pada meningkatnya perubahan luas

Page 69: A10wau

56

Ruang Terbuka Hijau. Tingkat pertumbuhan kepadatan penduduk yang

tinggi tentu akan meningkatkan kebutuhan penduduk akan ruang

terbangun seperti pemukiman dan berbagai fasilitas. Populasi manusia

akan terus bertambah, sedangkan luasan laha/ketersediaan ruang tidak

pernah bertambah, sehingga permintaan akan kebutuhan untuk

ketersediaan ruang semakin bertambah. Alih fungsi lahan merupakan cara

yang paling banyak ditempuh dalam memenuhi kebutuhan tersebut,

sehingga banyak Ruang Terbuka Hijau yang berkurang luasannya akibat

diubah menjadi ruang terbangun.

• Fasilitas Pendidikan

Pertumbuhan fasilitas pendidikan berperan negatif. Hal ini menunjukkan

bahwa semakin tinggi pertumbuhan jumlah fasilitas pendidikan yang

dibangun maka perubahan luas Ruang Terbuka Hijau rendah. Hal tersebut

bisa terjadi karena kemungkinan pertumbuhan fasilitas pendidikan seperti

lembaga-lembaga kursus dibangun di area yang memang bukan lahan

Ruang Terbuka Hijau atau dengan kata lain fasilitas tersebut dibangun di

area lahan terbangun, misalnya di kawasan pertokoan.

Page 70: A10wau

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Dalam periode 2002-2007 luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Jakarta

Selatan mengalami penurunan yaitu berkurang sebesar 362,21 ha dari

semula tahun 2002 sebesar 1299,22 ha menjadi 937,01 ha tahun 2007.

Penurunan luas tertinggi Ruang Terbuka Hijau dijumpai di Kecamatan

Pasar Minggu dan yang terendah di Kecamatan Kebayoran Baru.

2. Jumlah penduduk Jakarta Selatan tahun 2000-2007 menunjukkan adanya

peningkatan dengan laju pertumbuhan sebesar 0,7% per tahun. Kepadatan

penduduk meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 0,7% per tahun.

Jumlah pendatang berkurang setiap tahunnya dengan laju pertumbuhannya

sebesar -23% per tahun atau mengalami penurunan.

3. Tingkat perkembangan wilayah di Jakarta Selatan pada tahun 2003

menunjukkan sebagian besar desa berhirarki III (43 desa), sedangkan desa

berhirarki II berjumlah 17 desa, dan berhirarki I sebanyak 5 desa. Pada

tahun 2006 terjadi peningkatan jumlah desa yang berhirarki II menjadi 19

desa, sedangkan jumlah desa yang berhirarki III mengalami penurunan

menjadi 41 desa dan desa berhirarki I jumlahnya tidak berubah yaitu tetap

5 desa.

4. Perkembangan wilayah tidak luput dari pertumbuhan sarana-prasarana.

Pada periode tahun 2003-2006 pertumbuhan sarana-prasarana yang

meliputi fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, dan fasilitas

perekonomian di Jakarta Selatan mengalami peningkatan. Laju

pertumbuhan fasilitas pendidikan sebesar 4,8% per tahun, fasilitas

kesehatan sebesar 7,1% per tahun dan fasilitas perekonomian sebesar 20%

per tahun.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan luas Ruang Terbuka Hijau

adalah alokasi RTH dalam RTRW, fasilitas kesehatan, jumlah pendatang,

kepadatan penduduk, dan fasilitas pendidikan.

Page 71: A10wau

58

6.2. Saran

Pertumbuhan fasilitas di Jakarta Selatan cukup tinggi. Adanya

pembangunan fasilitas tersebut memerlukan lahan yang tidak sedikit. Oleh karena

itu, perlu adanya kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan penggunaan ruang

dan pengawasan yang ketat agar tidak terjadi konversi lahan terbuka hijau yang

akan berdampak pada penurunan kualitas lingkungan.

Page 72: A10wau

DAFTAR PUSTAKA

Agrissantika, T. 2007. Model Dinamika Spasial Ruang Terbangun dan Ruang Terbuka Hijau. [Skripsi]. Jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Anonim. 2006a. Ruang Terbuka Hijau Wilayah Perkotaan. Makalah Lokakarya

Pengembangan Sistem RTH di Perkotaan. Laboratorium Perencanaan Lanskap. Jurusan Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

2006b. Ruang Terbuka Hijau Semakin Sempit. http://rafflesia.wwf.or.id. [Diakses 25 Desember 2008]. Badan Pembangunan Daerah DKI Jakarta. 2007. Draft Laporan Akhir Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah DKI Jakarta. http://www.beritajakarta.pu.go.id. [Diakses 25 Desember 2008]. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2007. Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2007 Atas Kegiatan Pengendalian Pencemaran Udara dari Kendaraan Bermotor Angkatan 2005, 2006, 2007. http://www.bpk.go.id. [Diakses 25 Desember 2008]. Badan Pusat Statistik. 2008. Jakarta Dalam Angka Tahun 2008. Jakarta. Departemen Dalam Negeri. 1988. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan. Jakarta. 2007. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. Jakarta. Direktur Jenderal Penataan Ruang. 2006. RTH Sebagai Unsur Utama Tata Ruang Kota. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta. 2007. Mewujudkan Ruang Terbuka Hijau Tidak Berarti

Membebaskan Tanah. Berita Penataan Ruang Edisi 05 2007. http;//www.penataanruang.net/taru/upload/berita_cetak/edisi2007/beritaPR-5.pdf. [Diakses 25 Desember 2008].

2008. Keberadaan Ruang Terbuka Hijau Perlu

Ditingkatkan. Berita Penataan Ruang Edisi 05 2008. http://www.penataanruang.net/taru/upload/berita_cetak/edisi2008/beritaPR-5.pdf. [Diakses 25 Desember 2008].

Page 73: A10wau

60

Faikoh. 2008. Deteksi Perubahan Ruang Terbuka Hijau Di Kota Industri Cilegon. [Skripsi]. Jurusan Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Hair, J F., Anderson, R E., Tatham, R L., and Black, W C. 1998. Multivariate

Data Analysis (5th edition). USA : Prentice-Hall International, Inc. Hakim, D R. 2006. Analisis Temporal dan Spasial Peubahan Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Purwakarta. [Skripsi]. Jurusan Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hakim, R. 2007. The Alternative of Green Open Space Management in Jakarta

City Indonesia. Paper. http://eprints.utm.my/1603/1/the_alternative_of_green_open_space_management_in_jakarta_city_indonesia.pdf. Diakses 25 Desember 2008].

Irianti, E.F. 2008. Perubahan Penggunaan, Penutupan Lahan dan Ruang Terbuka

Hijau Kota Bogor Tahun 1905-2005. [Skripsi]. Jurusan Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Kurniasari, E. 1994. Deskripsi Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung. [Skripsi].

Jurusan Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Moniaga, I L. 2008. Studi Ruang Terbuka Hijau Kota Manado Dengan Pendekatan Sistem Dinamik. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Muis, B A. 2005. Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Kebutuhan Oksigen dan Air Kota Depok Propinsi Jawa Barat. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Putri, P. 2006. Identifikasi Luas Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis. [Skripsi]. Jurusan Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Radnamati, D. 2005. Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Sebagai Kawasan Konservasi Air Menggunakan Data Satelit Multi Lateral. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Safrudin, A. 2001. Dukung Jakarta Bebas Bensin Bertimbal Juli 2001.

http://www.kpbb.org/pr/haribumi2001.pdf. [Diakses 25 Desember 2008]. Triana, N. 2008. RTH Versus Keserakahan. Kompas. 12 Desember 2008. Yuliasari, I. 2008. Distribusi Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Pengelolaan

RTH di Propinsi DKI Jakarta. [Skripsi]. Jurusan Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Page 74: A10wau

LAMPIRAN

Page 75: A10wau

61 Lampiran 1. Hasil Analisis Skalogram 2003

Nama Kecamatan Nama Desa Indeks Fasilitas Pendidikan

Indeks Fasilitas Kesehatan

Indeks Fasilitas Sosial

Indeks Fasilitas Ekonomi

Indeks Aksesibilitas Pemerintahan

Indeks Aksesibilitas Pendidikan

Indeks Aksesibilitas Kesehatan

Indeks Aksesibilitas Ekonomi IPD Hirarki

JAGAKARSA CIPEDAK 8.62 8.09 4.35 7.17 0.27 8.05 19.91 7.73 64.19 Hirarki III

JAGAKARSA SRENGSENG SAWAH 11.18 5.93 6.85 7.18 0.71 10.36 22.23 5.64 70.08 Hirarki III

JAGAKARSA CIGANJUR 8.65 11.80 4.94 5.53 1.13 7.98 22.24 3.12 65.39 Hirarki III

JAGAKARSA JAGAKARSA 8.87 11.75 2.94 5.70 1.35 10.36 22.28 7.67 70.92 Hirarki III

JAGAKARSA LENTENG AGUNG 11.37 7.33 2.44 8.34 0.51 10.36 22.23 9.91 72.50 Hirarki III

JAGAKARSA TANJUNG BARAT 14.33 7.13 2.90 10.72 0.12 10.36 19.78 5.44 70.79 Hirarki III

PASAR MINGGU CILANDAK TIMUR 18.12 6.48 3.63 4.40 8.47 10.36 20.19 12.07 83.72 Hirarki II

PASAR MINGGU RAGUNAN 10.89 5.03 2.32 4.05 0.71 8.70 18.39 9.54 59.62 Hirarki III

PASAR MINGGU KEBAGUSAN 6.33 5.15 1.53 4.81 0.57 4.45 14.85 8.95 46.64 Hirarki III

PASAR MINGGU PASAR MINGGU 15.35 8.27 2.90 7.76 3.43 10.36 19.49 14.78 82.33 Hirarki II

PASAR MINGGU JATI PADANG 15.33 6.30 1.77 4.80 15.12 10.36 19.67 10.23 83.58 Hirarki II

PASAR MINGGU PEJATEN BARAT 13.28 9.57 4.26 5.19 2.54 8.70 20.39 8.88 72.81 Hirarki II

PASAR MINGGU PEJATEN TIMUR 6.47 5.73 1.45 4.14 0.67 8.70 18.33 12.26 57.73 Hirarki III

CILANDAK LEBAK BULUS 28.88 13.07 4.29 16.91 0.53 10.36 19.79 9.74 103.58 Hirarki I

CILANDAK PONDOK LABU 19.77 7.70 1.56 5.50 0.22 10.36 23.91 9.76 78.78 Hirarki II

CILANDAK CILANDAK BARAT 13.51 7.07 2.95 12.90 0.84 10.36 24.60 10.04 82.28 Hirarki II

CILANDAK GANDARIA SELATAN 13.75 7.52 5.99 12.12 0.68 8.05 14.43 5.94 68.47 Hirarki III

CILANDAK CIPETE SELATAN 23.28 7.22 5.09 4.78 0.80 10.36 21.49 6.10 79.12 Hirarki II

PESANGGRAHAN BINTARO 10.59 6.17 3.16 4.34 1.11 10.36 18.03 8.55 62.30 Hirarki III

PESANGGRAHAN PESANGGRAHAN 23.25 5.35 2.56 3.17 1.11 10.36 17.75 5.70 69.25 Hirarki III

PESANGGRAHAN ULUJAMI 16.65 7.75 2.82 4.98 1.11 7.84 17.81 7.73 66.68 Hirarki III

PESANGGRAHAN PETUKANGAN SELATAN 15.15 7.59 3.98 4.98 1.11 7.80 19.49 10.01 70.11 Hirarki III

PESANGGRAHAN PETUKANGAN UTARA 14.26 5.78 2.71 2.41 1.11 10.36 18.33 7.89 62.84 Hirarki III

KEBAYORAN LAMA PONDOK PINANG 7.91 3.91 2.58 1.70 0.72 10.36 19.79 12.40 59.39 Hirarki III

KEBAYORAN LAMA KEBAYORAN LAMA SELATAN 18.32 5.79 5.54 3.90 1.87 10.36 19.02 7.85 72.64 Hirarki III

KEBAYORAN LAMA KEBAYORAN LAMA UTARA 12.16 5.71 9.19 2.06 2.02 10.36 21.53 10.81 73.85 Hirarki II

KEBAYORAN LAMA CIPULIR 12.88 7.35 2.36 3.70 1.05 10.36 20.09 14.78 72.57 Hirarki III

KEBAYORAN LAMA GROGOL SELATAN 10.07 3.69 10.40 3.18 1.33 10.36 18.41 10.21 67.66 Hirarki III

KEBAYORAN LAMA GROGOL UTARA 10.61 6.57 4.18 2.98 0.79 10.36 17.93 8.39 61.82 Hirarki III

KEBAYORAN BARU GANDARIA UTARA 4.87 3.17 0.67 1.89 1.43 7.98 18.54 10.20 48.75 Hirarki III

KEBAYORAN BARU CIPETE UTARA 6.74 8.50 3.87 5.51 1.93 7.26 17.79 8.31 59.90 Hirarki III

Page 76: A10wau

62 Lampiran 1. (Lanjutan)

Nama Kecamatan Nama Desa Indeks Fasilitas Pendidikan

Indeks Fasilitas Kesehatan

Indeks Fasilitas Sosial

Indeks Fasilitas Ekonomi

Indeks Aksesibilitas Pemerintahan

Indeks Aksesibilitas Pendidikan

Indeks Aksesibilitas Kesehatan

Indeks Aksesibilitas Ekonomi IPD Hirarki

KEBAYORAN BARU PULO 19.24 15.08 2.53 9.79 1.75 8.70 20.93 9.77 87.79 Hirarki II

KEBAYORAN BARU PETOGOGAN 13.11 5.78 4.16 7.05 2.17 8.70 15.31 5.40 61.67 Hirarki III

KEBAYORAN BARU MELAWAI 89.80 34.45 12.06 42.58 3.27 10.36 23.19 12.58 228.30 Hirarki I

KEBAYORAN BARU KRAMAT PELA 14.63 11.98 2.47 8.34 3.84 8.97 22.92 10.85 84.00 Hirarki II

KEBAYORAN BARU GUNUNG 24.41 19.04 5.10 10.69 3.88 8.97 23.91 9.88 105.88 Hirarki I

KEBAYORAN BARU SELONG 16.79 15.62 6.93 15.15 2.36 8.70 13.21 3.07 81.83 Hirarki II

KEBAYORAN BARU RAWA BARAT 4.30 17.37 6.41 10.74 1.76 1.51 14.17 6.64 62.91 Hirarki III

KEBAYORAN BARU SENAYAN 2.83 13.99 4.81 10.61 1.39 1.07 17.45 4.23 56.38 Hirarki III

MAMPANG PRAPATAN BANGKA 16.43 10.17 3.36 6.83 1.58 8.34 19.35 12.13 78.19 Hirarki II

MAMPANG PRAPATAN PELA MAMPANG 14.85 9.90 2.77 4.67 1.46 7.84 19.15 6.13 66.78 Hirarki III

MAMPANG PRAPATAN TEGAL PARANG 16.50 10.35 2.64 4.91 11.88 10.36 20.18 7.64 84.47 Hirarki II

MAMPANG PRAPATAN MAMPANG PRAPATAN 11.74 17.07 3.59 8.55 2.99 7.08 21.71 10.07 82.80 Hirarki II

MAMPANG PRAPATAN KUNINGAN BARAT 4.01 6.82 9.98 17.00 1.77 8.70 8.32 6.62 63.21 Hirarki III

PANCORAN KALIBATA 10.10 7.01 5.52 10.00 0.84 10.36 20.01 10.21 74.06 Hirarki II

PANCORAN RAWAJATI 6.92 9.13 3.83 11.21 1.39 4.77 15.77 6.36 59.38 Hirarki III

PANCORAN DUREN TIGA 18.90 8.95 3.55 12.69 0.68 10.36 16.35 8.75 80.25 Hirarki II

PANCORAN PANCORAN 11.14 11.26 2.84 5.18 0.98 9.77 21.44 10.21 72.82 Hirarki II

PANCORAN PENGADEGAN 7.20 7.93 2.94 3.53 2.95 5.50 18.36 6.03 54.42 Hirarki III

PANCORAN CIKOKO 8.24 4.98 3.01 9.89 1.41 5.76 8.28 3.18 44.76 Hirarki III

TEBET MENTENG DALAM 11.83 7.42 3.61 4.25 3.51 8.70 18.70 10.04 68.05 Hirarki III

TEBET TEBET BARAT 18.61 8.43 5.15 5.70 1.06 10.36 22.13 14.78 86.22 Hirarki II

TEBET TEBET TIMUR 9.05 8.61 2.06 4.02 0.48 7.84 17.40 7.70 57.17 Hirarki III

TEBET KEBON BARU 6.93 6.29 1.75 1.69 0.11 7.68 14.31 6.88 45.64 Hirarki III

TEBET BUKIT DURI 14.46 6.57 2.85 1.50 0.08 10.36 19.65 9.74 65.23 Hirarki III

TEBET MANGGARAI SELATAN 8.70 5.42 2.00 2.76 0.14 7.84 17.23 7.79 51.88 Hirarki III

TEBET MANGGARAI 11.08 6.07 1.60 9.54 0.13 8.16 17.21 10.17 63.95 Hirarki III

SETIA BUDI KARET SEMANGGI 9.53 19.27 19.35 35.80 1.43 5.05 16.18 12.53 119.15 Hirarki I

SETIA BUDI KUNINGAN TIMUR 13.78 14.12 6.00 5.32 1.51 8.45 16.73 4.15 70.07 Hirarki III

SETIA BUDI KARET KUNINGAN 3.76 3.79 3.37 6.17 1.30 8.34 18.34 8.85 53.93 Hirarki III

SETIA BUDI KARET 2.47 4.62 1.94 4.35 2.67 9.07 14.88 10.62 50.62 Hirarki III

SETIA BUDI MENTENG ATAS 11.84 6.32 7.85 3.00 0.72 8.70 18.79 6.25 63.47 Hirarki III

Page 77: A10wau

63 Lampiran 1. (Lanjutan)

Nama Kecamatan Nama Desa Indeks Fasilitas Pendidikan

Indeks Fasilitas Kesehatan

Indeks Fasilitas Sosial

Indeks Fasilitas Ekonomi

Indeks Aksesibilitas Pemerintahan

Indeks Aksesibilitas Pendidikan

Indeks Aksesibilitas Kesehatan

Indeks Aksesibilitas Ekonomi IPD Hirarki

SETIA BUDI PASAR MANGGIS 7.07 3.50 9.00 6.58 0.82 10.36 14.31 12.07 63.73 Hirarki III

SETIA BUDI GUNTUR 30.99 23.13 9.43 9.29 1.41 5.51 15.83 4.70 100.29 Hirarki I

SETIA BUDI SETIA BUDI 20.05 13.03 7.84 10.62 6.05 8.34 13.99 3.04 82.96 Hirarki II

Nilai Tengah 72.81

Standar Deviasi 24.29

Page 78: A10wau

64 Lampiran 2. Hasil Skalogram 2006

Nama Kecamatan Nama Desa Indeks Fasilitas Pendidikan

Indeks Fasilitas Kesehatan

Indeks Fasilitas Sosial

Indeks Fasilitas Ekonomi

Indeks Aksesibilitas Pemerintahan

Indeks Aksesibilitas Pendidikan

Indeks Aksesibilitas Kesehatan

Indeks Aksesibilitas Ekonomi IPD Hirarki

JAGAKARSA CIPEDAK 9.70 8.70 3.13 7.53 1.43 10.44 13.51 5.38 59.83 Hirarki III

JAGAKARSA SRENGSENG SAWAH 9.08 5.03 5.66 6.42 0.01 7.86 19.86 7.71 61.63 Hirarki III

JAGAKARSA CIGANJUR 8.87 11.10 3.59 7.08 1.53 3.52 20.31 5.35 61.36 Hirarki III

JAGAKARSA JAGAKARSA 8.04 10.98 2.47 11.79 0.66 10.44 21.58 7.75 73.71 Hirarki III

JAGAKARSA LENTENG AGUNG 9.96 6.22 2.05 10.02 1.27 7.75 19.94 9.56 66.76 Hirarki III

JAGAKARSA TANJUNG BARAT 14.33 8.48 3.65 10.88 0.19 7.78 19.90 12.95 78.17 Hirarki III

PASAR MINGGU CILANDAK TIMUR 19.18 6.67 7.30 4.29 0.63 8.81 24.44 15.15 86.46 Hirarki II

PASAR MINGGU RAGUNAN 14.90 3.86 2.15 6.01 0.75 10.44 25.08 12.45 75.64 Hirarki III

PASAR MINGGU KEBAGUSAN 5.89 4.91 1.15 4.75 1.09 4.45 23.74 8.14 54.12 Hirarki III

PASAR MINGGU PASAR MINGGU 12.92 7.11 2.61 8.38 1.47 10.44 26.40 17.08 86.41 Hirarki II

PASAR MINGGU JATI PADANG 11.58 5.16 1.40 4.82 3.23 10.44 24.44 15.38 76.46 Hirarki III

PASAR MINGGU PEJATEN BARAT 11.22 6.73 2.85 3.48 2.85 12.61 24.44 13.31 77.49 Hirarki III

PASAR MINGGU PEJATEN TIMUR 6.22 5.16 1.17 2.68 1.14 10.44 25.23 14.29 66.32 Hirarki III

CILANDAK LEBAK BULUS 25.92 11.82 4.02 14.41 0.31 10.44 20.94 12.19 100.06 Hirarki II

CILANDAK PONDOK LABU 14.89 6.32 3.17 7.09 0.40 10.44 25.30 13.23 80.85 Hirarki III

CILANDAK CILANDAK BARAT 12.61 6.72 2.13 7.85 1.29 10.44 30.51 17.08 88.62 Hirarki II

CILANDAK GANDARIA SELATAN 12.95 10.19 4.91 13.33 1.08 9.69 23.73 7.55 83.42 Hirarki III

CILANDAK CIPETE SELATAN 20.72 5.75 3.78 6.48 0.83 10.44 22.99 13.23 84.22 Hirarki III

PESANGGRAHAN BINTARO 10.22 8.14 3.34 6.44 0.89 10.13 22.22 19.67 81.05 Hirarki III

PESANGGRAHAN PESANGGRAHAN 19.62 4.77 2.61 5.37 1.84 10.13 23.38 19.25 86.97 Hirarki II

PESANGGRAHAN ULUJAMI 14.02 7.20 2.25 9.26 1.13 10.44 23.09 13.74 81.13 Hirarki III

PESANGGRAHAN PETUKANGAN SELATAN 18.85 6.73 3.75 9.69 0.88 10.44 23.27 15.18 88.80 Hirarki II

PESANGGRAHAN PETUKANGAN UTARA 12.80 5.75 2.33 10.52 0.51 10.44 20.94 14.35 77.64 Hirarki III

KEBAYORAN LAMA PONDOK PINANG 9.84 3.73 2.09 11.56 1.47 10.44 23.77 17.08 79.97 Hirarki III

KEBAYORAN LAMA KEBAYORAN LAMA SELATAN 15.41 6.55 3.87 5.16 3.14 10.44 19.74 15.71 80.02 Hirarki III

KEBAYORAN LAMA KEBAYORAN LAMA UTARA 10.24 5.82 6.95 4.63 1.84 10.44 32.50 15.27 87.70 Hirarki II

KEBAYORAN LAMA CIPULIR 12.47 8.72 3.67 5.09 1.21 10.44 23.90 17.08 82.57 Hirarki III

KEBAYORAN LAMA GROGOL SELATAN 10.43 3.46 2.72 5.66 1.63 10.44 23.28 15.99 73.61 Hirarki III

KEBAYORAN LAMA GROGOL UTARA 11.60 7.87 3.52 4.81 1.47 10.44 23.77 17.24 80.71 Hirarki III

KEBAYORAN BARU GANDARIA UTARA 7.12 4.33 1.01 2.66 1.02 10.44 21.14 14.01 61.74 Hirarki III

KEBAYORAN BARU CIPETE UTARA 6.66 10.26 3.09 5.82 1.46 7.92 20.70 8.96 64.87 Hirarki III

Page 79: A10wau

65 Lampiran 2. (Lanjutan)

Nama Kecamatan Nama Desa Indeks Fasilitas Pendidikan

Indeks Fasilitas Kesehatan

Indeks Fasilitas Sosial

Indeks Fasilitas Ekonomi

Indeks Aksesibilitas Pemerintahan

Indeks Aksesibilitas Pendidikan

Indeks Aksesibilitas Kesehatan

Indeks Aksesibilitas Ekonomi IPD Hirarki

KEBAYORAN BARU PULO 26.65 14.26 2.13 13.43 5.38 10.44 23.99 17.08 113.36 Hirarki I

KEBAYORAN BARU PETOGOGAN 12.29 8.33 2.71 7.93 6.48 10.44 19.05 14.34 81.56 Hirarki III

KEBAYORAN BARU MELAWAI 97.77 40.60 13.71 57.37 2.46 8.37 19.03 17.08 256.38 Hirarki I

KEBAYORAN BARU KRAMAT PELA 14.64 11.49 3.15 12.44 4.57 8.14 24.84 15.87 95.14 Hirarki II

KEBAYORAN BARU GUNUNG 24.97 17.00 4.82 13.88 0.78 10.44 23.99 15.67 111.55 Hirarki II

KEBAYORAN BARU SELONG 26.80 18.83 10.20 16.66 0.77 10.44 20.69 13.57 117.96 Hirarki I

KEBAYORAN BARU RAWA BARAT 10.45 18.51 4.04 14.17 0.56 8.25 17.83 9.04 82.84 Hirarki III

KEBAYORAN BARU SENAYAN 2.06 15.53 6.91 9.98 0.73 2.04 17.81 12.00 67.06 Hirarki III

MAMPANG PRAPATAN BANGKA 19.18 10.83 2.75 11.10 2.39 10.44 23.06 15.34 95.09 Hirarki II

MAMPANG PRAPATAN PELA MAMPANG 13.48 10.42 2.19 5.29 2.39 10.44 25.12 14.80 84.12 Hirarki III

MAMPANG PRAPATAN TEGAL PARANG 21.16 11.90 2.10 10.49 5.97 10.13 28.78 12.55 103.10 Hirarki II

MAMPANG PRAPATAN MAMPANG PRAPATAN 12.69 16.98 2.94 12.09 5.97 10.13 25.12 18.04 103.96 Hirarki II

MAMPANG PRAPATAN KUNINGAN BARAT 4.40 8.58 7.35 18.44 5.97 8.00 21.10 14.42 88.27 Hirarki II

PANCORAN KALIBATA 10.28 6.37 4.96 20.57 1.14 10.44 23.09 15.03 91.88 Hirarki II

PANCORAN RAWAJATI 6.50 7.62 2.72 18.69 1.14 13.27 20.55 12.87 83.35 Hirarki III

PANCORAN DUREN TIGA 18.67 10.87 2.94 23.61 1.35 10.44 26.11 14.37 108.37 Hirarki II

PANCORAN PANCORAN 10.04 9.96 2.17 12.26 1.36 11.90 26.59 14.74 89.01 Hirarki II

PANCORAN PENGADEGAN 4.98 6.71 2.14 7.47 2.13 3.36 20.47 14.33 61.59 Hirarki III

PANCORAN CIKOKO 8.08 5.26 2.75 11.81 1.41 6.36 28.19 11.23 75.07 Hirarki III

TEBET MENTENG DALAM 10.21 7.34 2.50 6.01 1.98 10.44 22.22 16.83 77.53 Hirarki III

TEBET TEBET BARAT 18.90 8.48 4.60 9.38 6.91 10.44 23.77 17.08 99.56 Hirarki II

TEBET TEBET TIMUR 10.81 10.76 1.93 7.75 1.65 8.81 23.28 18.28 83.27 Hirarki III

TEBET KEBON BARU 6.29 6.28 3.09 3.29 1.43 8.54 20.47 11.83 61.23 Hirarki III

TEBET BUKIT DURI 11.40 6.67 2.57 11.27 1.32 8.37 22.40 13.57 77.56 Hirarki III

TEBET MANGGARAI SELATAN 6.03 5.61 1.62 2.75 1.74 9.69 23.40 12.79 63.63 Hirarki III

TEBET MANGGARAI 9.28 6.91 1.81 10.04 1.55 10.44 22.40 13.69 76.11 Hirarki III

SETIA BUDI KARET SEMANGGI 10.00 14.11 18.59 41.36 1.09 1.96 12.76 17.08 116.95 Hirarki I

SETIA BUDI KUNINGAN TIMUR 22.20 14.63 5.16 18.19 1.00 8.06 16.96 13.68 99.88 Hirarki II

SETIA BUDI KARET KUNINGAN 2.81 2.47 2.52 7.76 0.85 7.99 18.23 10.81 53.43 Hirarki III

SETIA BUDI KARET 3.18 4.45 1.62 7.85 1.83 12.61 19.41 15.56 66.51 Hirarki III

SETIA BUDI MENTENG ATAS 4.97 6.06 2.44 4.38 0.86 8.81 20.89 11.75 60.16 Hirarki III

Page 80: A10wau

66 Lampiran 2. (Lanjutan)

Nama Kecamatan Nama Desa Indeks Fasilitas Pendidikan

Indeks Fasilitas Kesehatan

Indeks Fasilitas Sosial

Indeks Fasilitas Ekonomi

Indeks Aksesibilitas Pemerintahan

Indeks Aksesibilitas Pendidikan

Indeks Aksesibilitas Kesehatan

Indeks Aksesibilitas Ekonomi IPD Hirarki

SETIA BUDI PASAR MANGGIS 7.52 6.88 8.15 8.49 0.92 10.44 19.81 13.62 75.83 Hirarki III

SETIA BUDI GUNTUR 46.93 18.68 16.68 12.89 1.06 7.84 20.84 14.87 139.79 Hirarki I

SETIA BUDI SETIA BUDI 20.80 13.82 7.47 17.63 6.16 8.81 9.30 13.44 97.42 Hirarki II

Nilai Tengah 85.34

Standar Deviasi 27.28