A10wau
-
Upload
ladhytiaputra -
Category
Documents
-
view
70 -
download
4
description
Transcript of A10wau
ANALISIS PERUBAHAN LUAS RUANG TERBUKA HIJAU
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
DI JAKARTA SELATAN
Oleh :
WIDYA AURELIA
A14050615
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
SUMMARY
WIDYA AURELIA. An Analysis of Changing on Greenery Open Space Area and Factors Influence It In South Jakarta. Under supervision of SANTUN R.P. SITORUS and DYAH RETNO PANUJU. South Jakarta is one of region in DKI Jakarta facing an enormous growth in all aspects of development. The increasing of development activities and regional cause increase land uses dynamic. Fixed land supply compare with the increasing demand causing land use change particularly greenery open space in South Jakarta.
This research aims are: (1) to identify changing of greenery open space of South Jakarta, and (2) to find out population, infrastructure, and development growth rate of South Jakarta; and (3) to identify factors influencing change of greenery open space and relationship among the factors. The result shows that greenery open space in the period of 2002-2007 decreased about 362,21 hectare from 1299,22 hectares in 2002 to 937,01 hectares in 2007. In the same period population and population density increased 0,7% per year while immigrants declined -23% per year. The region of South Jakarta in 2003 showed hierarchy III village was dominant (43 villages), while number of hierarchy II and I village was 17 villages and 5 villages. In 2006 number of village categorized on hierarchy II showed increasing to be 19 villages while hierarchy III decreasing to be 41 villages and hierarchy I was constant in number. Regional development could be due to growth on infrastructure development such as educational facility, health facility, and commercial area. The number of educational, health, and commercial facilities grew during the period of 2003-2006 with rate 4,8%, 7,1%, and 20% per year, respectively. Regression analysis was utilized to identify factors influencing greenery open space area change. According to the result, land allocated for greenery open space in Jakarta’s spatial plan (RTRW) being the major factor affecting the change. The other factors were growth of health facilities, immigrants, population density, and educational facilities.
RINGKASAN
WIDYA AURELIA. Analisis Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya di Jakarta Selatan. Di bawah bimbingan SANTUN R.P. SITORUS dan DYAH RETNO PANUJU. Jakarta Selatan merupakan bagian dari DKI Jakarta yang tidak luput dari pembangunan dan pengembangan wilayah. Meningkatnya aktivitas pembangunan serta perkembangan di wilayah Jakarta Selatan berdampak pada meningkatnya dinamika penggunaan lahan. Luasan lahan yang relatif tetap, tetapi permintaan lahan yang terus meningkat menyebabkan proses alih fungsi lahan terutama Ruang Terbuka Hijau di kawasan Jakarta Selatan tidak terelakkan lagi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perubahan luas Ruang Terbuka Hijau di kawasan Jakarta Selatan, serta mengetahui laju pertumbuhan penduduk, sarana-prasarana, dan perkembangan wilayah di Jakarta Selatan, sehingga dapat dilakukan pengkajian untuk menentukkan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan luas Ruang Terbuka Hijau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam periode 2002-2007 luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Jakarta Selatan mengalami penurunan yaitu berkurang sebesar 362,21 ha dari semula tahun 2002 sebesar 1299,22 ha menjadi 937,01 ha tahun 2007. Jumlah dan kepadatan penduduk Jakarta Selatan tahun 2000-2007 menunjukkan adanya peningkatan dengan laju pertumbuhan sebesar 0,7% per tahun dan jumlah pendatang berkurang setiap tahunnya dengan laju pertumbuhannya sebesar -23% per tahun atau mengalami penurunan. Tingkat perkembangan wilayah di Jakarta Selatan pada tahun 2003 menunjukkan sebagian besar desa berhirarki III (43 desa), sedangkan desa berhirarki II berjumlah 17 desa, dan berhirarki I sebanyak 5 desa. Pada tahun 2006 terjadi peningkatan desa yang berhirarki II menjadi 19 desa, sedangkan desa yang berhirarki III mengalami penurunan menjadi 41 desa dan desa berhirarki I jumlahnya tidak berubah yaitu tetap 5 desa. Perkembangan wilayah salah satunya diakibatkan oleh pertumbuhan sarana-prasarana. Pertumbuhan sarana-prasarana yang meliputi fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, dan fasilitas perekonomian di Jakarta Selatan pada periode tahun 2003-2006 mengalami peningkatan. Laju pertumbuhan fasilitas pendidikan sebesar 4,8% per tahun, laju pertumbuhan fasilitas kesehatan sebesar 7,1% per tahun dan laju fasilitas perekonomian sebesar 20% per tahun. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan luas Ruang Terbuka Hijau dianalisis menggunakan analisis regresi. Hasil analisis menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan luas Ruang Terbuka Hijau adalah alokasi RTH dalam RTRW, fasilitas kesehatan, jumlah pendatang, kepadatan penduduk, dan fasilitas pendidikan.
ANALISIS PERUBAHAN LUAS RUANG TERBUKA HIJAU
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
DI JAKARTA SELATAN
Oleh :
WIDYA AURELIA
A14050615
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
Judul : Analisis Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau dan Faktor- Faktor yang Mempengaruhinya di Jakarta Selatan
Nama : Widya Aurelia
NRP : A14050615
Disetujui,
Pembimbing I, Pembimbing II,
(Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus) (Ir. Dyah Retno Panuju, M.Si)
NIP. 19490721 197302 1 001 NIP. 19710412 199702 2 001
Diketahui,
Ketua Departemen,
(Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc)
NIP. 19621113 198703 1 003
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada hari Rabu tanggal 2 September 1987,
dari pasangan Wisnu Permadi dan Dwi Sudiyati sebagai anak pertama dari dua
bersaudara.
Riwayat pendidikan formal dimulai ketika penulis memasuki jenjang
pendidikan Taman Kanak-Kanak pada tahun 1991 di TK Kusuma Jaya dan
menyelesaikannya dalam waktu dua tahun. Tahun 1993 penulis melanjutkan
pendidikan di SD Cendrawasih 3 dan SD Pesanggrahan 04 Pagi dalam waktu
enam tahun. Kemudian pada tahun 1999 penulis melanjutkan pendidikan di SLTP
Negeri 161 Jakarta hingga tahun 2002. Pada tahun 2002 penulis melanjutkan
pendidikan atasnya di SMA Negeri 47 Jakarta dan selesai pada tahun 2005. Pada
tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa angkatan pertama mayor
minor di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten
pada mata kuliah Perencanaan Tataruang dan Penatagunaan Lahan pada tahun
2009.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, hanya karena
segala karunia dan kasih sayang-Nya sehingga penulis diberikan kekuatan dan
kesehatan untuk menyelesaikan karya ini. Shalawat serta salam semoga selalu
tercurah kehadirat Rasulullah SAW. Dengan selesainya penulisan skripsi ini,
penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Djunaedi A. Rachim selaku pembimbing akademik penulis untuk
bimbingan, motivasi, perhatian, dan kesabaranya menghadapi penulis.
2. Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus selaku pembimbing utama penulis untuk
bimbingan, motivasi, semangat, perhatian, dan kesabarannya menghadapi
penulis selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
3. Ir. Dyah Retno Panuju, M.Si selaku pembimbing skripsi kedua penulis yang
telah memberikan arahan, masukan, dan motivasi sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir ini.
4. Dr. Ir. Widiatmaka, DAA sebagai dosen penguji yang telah memberikan
masukan dan arahan sehingga dapat menyelesaikan skripsinya dengan baik.
5. Kedua orangtuaku tercinta, Mama dan Ayah serta adikku tersayang, Krisna
atas segala dukungan, motivasi, doa, cinta, kasih sayang, perhatian dan
pengorbanan yang sangat besar.
6. Staf Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, Tata Kota DKI
Jakarta, dan Kantor Pemerintahan Jakarta Selatan dalam memberikan data
yang diperlukan oleh penulis.
7. Sahabat terbaik, Ayu Ningtiyas Sandra Rini dan Vanesza Anjani atas segala
dukungan, motivasi, dan semangatnya. Sahabat-sahabat tersayang Rindha
Rentina Darah Pertami, Viana Sumirat, Wisma As-Silmi (Allen, Phirda,
Dian, Wiwi, Wening, Devi) dan Wisma Pelangi atas persahabatan yang
indah. Our friendship is the greatest thing that God had ever given to me so
far.
8. Staf dan teman-teman seperjuangan di Lab Bangwil, Puput, Eni, Swie,
Novem, Eka, Topan, dan Fifi.
9. Teman-teman seperjuangan MSL 42 khususnya untuk Ai dan Ican yang
sudah mau direpotin buat mengajari mengolah peta.
10. Serta kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat membawa manfaat bagi pembacanya
dan menjadi sesuatu yang bernilai di bidang perencanaan dan pengembangan
wilayah.
Bogor, Januari 2010
Penulis
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL.................................................................................................... i DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. ii DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... iii I. PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2. Tujuan ......................................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 4
2.1. Pengertian Ruang Terbuka Hijau................................................................ 4
2.1.1. Ruang Terbuka...................................................................................... 4
2.1.2. Ruang Terbuka Hijau ............................................................................ 4
2.2. Pengelompokan dan Jenis Ruang Terbuka Hijau........................................ 5
2.3. Fungsi, Manfaat, dan Tujuan Penataan Ruang Terbuka Hijau ................. 10
2.3.1. Fungsi Ruang Terbuka Hijau .............................................................. 10
2.3.2. Manfaat Ruang Terbuka Hijau............................................................ 11
2.3.3. Tujuan Penataan Ruang Terbuka Hijau .............................................. 13
2.4. Tinjauan Studi-Studi Terdahulu................................................................ 13
III. BAHAN DAN METODE ............................................................................... 18
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................................... 18
3.2. Jenis, Sumber Data, dan Alat Penelitian ................................................... 18
3.3. Metode Penelitian...................................................................................... 19
3.3.1. Tahap Penelitian.................................................................................. 19
3.3.2. Teknik Analisis ................................................................................... 20
3.3.2.1.Operasi Tumpang Tindih (Overlay).............................................. 20 3.3.2.2.Deskripsi Grafik dan Tabel ........................................................... 20 3.3.2.3.Teknik Pendugaan Perubahan....................................................... 21 3.3.2.4.Analisis Skalogram Sederhana...................................................... 21 3.3.2.5.Analisis Faktor .............................................................................. 22 3.3.2.6.Analisis Regresi Berganda ............................................................ 23
IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN .......................................... 26
4.1. Letak dan Posisi Geografis ....................................................................... 26
4.2. Administrasi dan Luas Lahan ................................................................... 27
4.3. Penggunaan Lahan .................................................................................... 27
4.4. Iklim dan Suhu Udara ............................................................................... 28
4.5. Kependudukan........................................................................................... 28
V. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................ 30
5.1. Sebaran Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Perubahannya di Wilayah
Jakarta Selatan........................................................................................... 30
5.1.1. Identifikasi Perubahan Luas RTH di Kawasan Jakarta Selatan .......... 30
5.1.2. Sebaran RTH Per Kecamatan di Jakarta Selatan ................................ 34
5.1.3. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta Selatan..................... 37
5.2. Kondisi Demografi Jakarta Selatan........................................................... 39
5.2.1. Perkembangan Jumlah Penduduk ....................................................... 39
5.2.2. Peningkatan Kepadatan Penduduk...................................................... 40
5.2.3. Jumlah Pendatang Tahun 2000-2007.................................................. 41
5.3. Hirarki Wilayah dan Perkembangan Wilayah Jakarta Selatan ................. 43
5.3.1. Hirarki Wilayah................................................................................... 43
5.3.2. Perkembangan Sarana-Prasarana ........................................................ 44
5.3.2.1.Fasilitas Pendidikan ...................................................................... 44 5.3.2.2.Fasilitas Kesehatan........................................................................ 47 5.3.2.3.Fasilitas Perekonomian ................................................................. 49
5.4. Hubungan Antar Faktor dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan
Luas RTH.................................................................................................. 51
5.4.1. Hubungan Antar Faktor terkait dengan Perubahan Luas RTH ........... 51
5.4.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Luas RTH................. 54
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 57
6.1. Kesimpulan ............................................................................................... 57
6.2. Saran.......................................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 59 LAMPIRAN...........................................................................................................61
i
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
1 Fungsi Ruang Terbuka Hijau .................................................................... 11 2 Hubungan Antara Tujuan Penelitian, Jenis Data, Sumber Data, Teknik
Analisis dan Hasil yang Diharapkan..........................................................18 3 Variabel-Variabel Penduga yang Digunakan dalam Analisis Faktor ....... 23 4 Luas Wilayah Kecamatan di Jakarta Selatan Tahun 2008........................ 27 5 Persentase Luas Tanah menurut Penggunaannya per Kecamatan ............ 28 6 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk menurut
Kecamatan pada tahun 2008 ..................................................................... 29 7 Luas dan Proporsi RTH di Jakarta Selatan Tahun 2002 dan 2007 ........... 32 8 Luas RTH Tahun 2002 dan 2007 serta Luas Perubahannya..................... 34 9 Proporsi Luas RTH dalam RTRW terhadap Luas RTH Eksisting............ 37 10 Luas Penggunaan Lahan di Jakarta Selatan dalam RTRW....................... 38 11 Jumlah Pendatang per Kecamatan di Jakarta Selatan Tahun 2000-2007.. 42 12 Jumlah Hirarki Berdasarkan Kecamatan di Jakarta Selatan ..................... 43 13 Fasilitas Pendidikan di Jakarta Selatan dibandingkan Standar Pelayanan
Minimal Perkotaan.................................................................................... 46 14 Fasilitas Kesehatan di Jakarta Selatan dibandingkan Standar Pelayanan
Minimal Perkotaan.................................................................................... 48 15 Jumlah Fasilitas Perekonomian Tahun 2003 dan 2006............................. 49 16 Fasilitas Perekonomian di Jakarta Selatan dibandingkan Standar Pelayanan
Minimal Perkotaan.................................................................................... 51 17 Hasil Analisis Komponen Utama.............................................................. 52 18 Hasil Analisis Regresi ............................................................................... 54
ii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1 Diagram Alir Penelitian .......................................................................... 25 2 Peta Administasi Wilayah Jakarta Selatan.............................................. 26 3 Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau Tahun 2002 dan 2007 ............... 30 4 Peta Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau Tahun 2002 dan 2007 ....... 31 5 Perubahan RTH menjadi Lahan Terbangun ........................................... 33 6 (a) Peta Ruang Terbuka Hijau Tahun 2002, dan (b) Peta Ruang Terbuka
Hijau Tahun 2007 per Kecamatan .......................................................... 35 7 Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Selatan................................................. 36 8 Taman Ayodia – Kebayoran Baru (106,79;-6,24) .................................. 37 9 Peta RTRW Jakarta Selatan .................................................................... 38 10 Grafik Jumlah Penduduk Di Jakarta Selatan Tahun 2000-2007............. 39 11 Laju Pertumbuhan Jumlah Penduduk Jakarta Selatan Tahun 2000-200740 12 Kepadatan Penduduk Jakarta Selatan Tahun 2000-2007........................ 40 13 Laju Pertumbuhan Kepadatan Penduduk Jakarta Selatan Tahun 2000-
2007......................................................................................................... 41 14 Laju Pertumbuhan Jumlah Pendatang Jakarta Selatan Tahun 2000-2007 ................................................................................................................. 42 15 Jumlah Fasilitas Pendidikan per Kecamatan Tahun 2003 dan 2006....... 45 16 Grafik Laju Pertumbuhan Fasilitas Pendidikan per Kecamatan............. 45 17 Jumlah Fasilitas Kesehatan per Kecamatan Tahun 2003 dan 2006........ 47 18 Grafik Laju Pertumbuhan Fasilitas Kesehatan per Kecamatan .............. 48 19 Hubungan Antara Faktor 1 dengan Faktor 2........................................... 53
iii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Hasil Analisis Skalogram 2003…………………………………………..60
2. Hasil Analisis Skalogram 2006…………………………………………..64
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia sedang berkembang pesat di seluruh wilayah
termasuk Jakarta. Pembangunan yang berlangsung sekarang ini lebih banyak
dicirikan oleh pembangunan fisik seperti pembangunan berbagai fasilitas
perkotaan, perumahan, gedung-gedung, serta sarana dan prasarana transportasi.
Pembangunan perumahan terjadi karena banyaknya para pendatang yang berasal
dari luar Jakarta yang masuk ke kota Jakarta sehingga kota Jakarta menjadi padat
penduduknya. Seiring dengan padatnya penduduk maka permintaan akan
perumahan juga meningkat. Adanya permintaan perumahan inilah yang menjadi
salah satu faktor berkurangnya lahan untuk ruang terbuka hijau (RTH).
Ruang terbuka hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh
tanaman baik yang tumbuh secara alamiah maupun sengaja ditanam (Departemen
Dalam Negeri, 1988). RTH memiliki beberapa fungsi, salah satunya adalah
sebagai paru-paru kota. Kota Jakarta sebagai pusat berbagai aktivitas memiliki
tingkat kepadatan transportasi darat tinggi yang menyebabkan level pencemaran
udara tinggi khususnya berasal dari kendaraan bermotor. Data tahun 1998
menunjukkan, jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta sebanyak 3.876.562
unit. Dari jumlah tersebut, mobil pribadi mencemari 55%, sepeda motor 26%, dan
kendaraan umum serta niaga 19%. Berdasarkan penelitian Safrudin (2001) 63%
kendaraan yang beroperasi tersebut knalpotnya membuang 600 ton polutan timbal
per tahun. Hal ini berarti keadaan udara di DKI Jakarta pada tingkat yang cukup
membahayakan bagi penghuninya. Jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta
dari tahun 2002 hingga tahun 2005 mengalami peningkatan yang cukup
signifikan, yakni dari 4.074.135 unit menjadi 7.230.319 unit, atau meningkat
sebesar 77,47%. Jumlah kendaraan pada tahun 2007 adalah sebesar 8.483.024
kendaraan dengan rincian 1.892.128 mobil penumpang, 513.448 mobil beban,
315.398 bus dan 5.762.050 sepeda motor (Badan Pemeriksa Keuangan RI, 2007).
Dari tahun ke tahun jumlah kendaraan bermotor semakin meningkat. Dengan
meningkatnya jumlah kendaraan bermotor maka meningkat pula polusi udara.
2
Ruang terbuka hijau (RTH) diharapkan dapat menjadi paru-paru kota yang dapat
meningkatkan kualitas udara di Jakarta.
Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 1999 tentang RTRW DKI Jakarta
merupakan peraturan yang memuat rencana tata ruang provinsi DKI Jakarta
sampai dengan tahun 2010. Dalam RTRW tersebut disebutkan bahwa salah satu
strategi pengembangan tata ruang provinsi adalah mempertahankan dan
mengembangkan RTH di setiap wilayah kota, baik sebagai sarana kota maupun
untuk keseimbangan ekologi kota. Berdasarkan Data Dinas Pertamanan DKI dan
Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI yang dimuat dalam Kompas bulan Desember
2008 dicantumkan bahwa dalam rencana umum tata ruang (RUTR) DKI 1965-
1985 rencana peruntukan RTH sebesar 27,6 persen. Dalam RUTR DKI 1985-
2005 RTH sebesar 26,1 persen dan RUTR DKI 2000-2010 rencana peruntukan
RTH sebesar 14 persen. Berdasarkan kondisi tersebut dapat dikatakan bahwa
peruntukan untuk RTH semakin menurun dari tahun ke tahun. Gubernur DKI
Jakarta Fauzi Bowo kepada Kompas bulan Desember 2008 mengakui bahwa
ketersediaan RTH di Ibukota saat ini jauh dari cukup, hanya 9,6 persen (±6.240
hektar) dari seluruh luas wilayah. Tahun 2010, pemerintah Provinsi DKI Jakarta
menargetkan akan mewujudkan ketersediaan ruang terbuka hijau hingga 14
persen. Padahal menurut UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang dikatakan
bahwa RTH harus seluas 30% dari luas seluruh wilayah.
Meningkatnya aktivitas pembangunan serta perkembangan di wilayah
Jakarta berdampak pada meningkatnya dinamika penggunaan lahan. Luasan lahan
yang relatif tetap, tetapi permintaan lahan yang terus meningkat menyebabkan
proses alih fungsi lahan terutama ruang terbuka hijau di kawasan Jakarta Selatan
tidak terelakkan lagi. Pertumbuhan fasilitas pelayanan baik pendidikan, kesehatan
maupun fasilitas perdagangan sebagai salah satu indikator perkembangan wilayah
menuntut ketersediaan lahan cukup. Di sisi lain, proses migrasi penduduk ke
Kota Jakarta menuntut ketersediaan permukiman untuk tempat tinggal. Desakan
dan pertumbuhan berbagai aspek tersebut perlu dipahami secara utuh untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap perubahan ruang terbuka hijau di Jakarta
khususnya wilayah Jakarta Selatan.
3
1.2. Tujuan Tujuan penelitian adalah :
1. Mengidentifikasi perubahan luas ruang terbuka hijau di Kawasan Jakarta
Selatan.
2. Mengetahui laju pertumbuhan penduduk, migrasi, sarana-prasarana, dan
perkembangan wilayah di Jakarta Selatan.
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan luas ruang terbuka
hijau.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Ruang Terbuka Hijau
2.1.1. Ruang Terbuka
Menurut Gunadi (1995) dalam perencanaan ruang kota (townscapes)
dikenal istilah Ruang Terbuka (open space), yakni daerah atau tempat terbuka di
lingkungan perkotaan. Menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 tahun
1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan yang
dimaksud dengan ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang
lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area
memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka pada
dasarnya tanpa bangunan (Departemen Dalam Negeri,1988).
Sementara itu, berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1
tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, ruang
terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam
bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang jalur di mana dalam
penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan.
2.1.2. Ruang Terbuka Hijau
Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang
Penataan ruang terbuka hijau di Wilayah Perkotaan, Ruang Terbuka Hijau (RTH)
adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk
area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam
penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan. Dalam
ruang terbuka hijau pemanfatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau
tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan
pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya (Departemen Dalam
Negeri,1988).
Menurut Purnomohadi (1995) dalam Direktur Jenderal Penataan Ruang
(2006) RTH adalah suatu lapangan yang ditumbuhi berbagai tetumbuhan pada
berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak, perdu, dan pohon (tanaman
tinggi berkayu). Lebih lanjut dijelaskan RTH adalah sebentang lahan terbuka
5
tanpa bangunan yang mempunyai ukuran, bentuk, dan batas geografis tertentu
dengan status penguasaan apapun, yang didalamnya terdapat tetumbuhan hijau
berkayu dan tahunan (perennial woody plants), dengan pepohonan sebagai
tumbuhan penciri utama dan tumbuhan lainnya (perdu, semak, rerumputan, dan
tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai tumbuhan pelengkap, serta benda-
benda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang fungsi RTH yang
bersangkutan.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan mengemukakan bahwa Ruang Terbuka
Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat RTHKP adalah bagian dari
ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman
guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika
(Departemen Dalam Negeri, 2007).
Menurut makalah Anonim (2006a) yang disampaikan dalam Lokakarya
Pengembangan Sistem RTH Di Perkotaan Dalam rangkaian acara Hari Bakti
Pekerjaan Umum ke 60 Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen
Pekerjaan Umum, Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang-
ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan,
tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung
dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu
keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan
tersebut.
2.2. Pengelompokan dan Jenis Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka hijau dapat di kelompokkan menjadi dua, yaitu RTH publik
dan RTH privat. RTH publik adalah RTH yang penyediaan dan pemeliharaannya
menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota. Contoh dari RTH publik
adalah taman kota, tempat pemakaman umum, jalur hijau sepanjang jalan sungai
dan pantai. RTH privat adalah RTH yang penyediaan dan pemeliharaannya
menjadi tanggungjawab pihak/lembaga swasta, perseorangan dan masyarakat
yang dikendalikan melalui izin pemanfaatan ruang oleh Pemerintah
6
Kabupaten/Kota, kecuali Provinsi DKI Jakarta oleh Pemerintah Provinsi. Contoh
dari RTH privat ini adalah kebun atau halaman rumah.
Menurut Anonim (2006a) berdasarkan bobot kealamiannya, bentuk RTH
dapat diklasifikasikan menjadi : (a) bentuk RTH alami (habitat liar/alami,
kawasan lindung), dan (b) bentuk RTH non alami atau RTH binaan (pertanian
kota, pertamanan kota, lapangan olah raga, pemakaman). Sementara itu
berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya RTH diklasifikasikan menjadi : (a)
bentuk RTH kawasan (areal, non linear), dan (b) bentuk RTH jalur (koridor,
linear). Berikutnya berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya
RTH diklasifikasikan menjadi : (a) RTH kawasan perdagangan, (b) RTH kawasan
perindustrian, (c) RTH kawasan permukiman, (d) RTH kawasan pertanian, (e)
RTH kawasan-kawasan khusus, seperti pemakaman, hankam, olah raga, alamiah.
Jenis RTH menurut “Rancangan Pola Dasar Pertamanan DKI, Jakarta,
Tahun 2005 antara lain : (1) Taman lingkungan perumahan, 2. Taman kota, 3.
Taman rekreasi, dan 4. RTH pendukung sarana/prasarana kota yang dibagi lagi
menjadi : a. jalur hijau, b. jalur biru, c. perancangan retention basin, d. sistem
koridor lingkungan.
Menurut Gubernur DKI Jakarta (1999), Kawasan Hijau adalah Ruang
Terbuka Hijau yang terdiri dari :
1. Kawasan Hijau Lindung yaitu bagian dari kawasan hijau yang memiliki
karakteristik alamiah yang perlu dilestarikan untuk tujuan perlindungan
habitat setempat maupun untuk perlindungan wilayah yang lebih luas. Dalam
kawasan ini termasuk diantaranya :
a. Cagar Alam, yaitu kawasan suaka alam, yang karena keadaan alamnya
mempunyai kekhasan tumbuhan dan/atau satwa, termasuk ekosistemnya
atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi baik di daratan maupun
perairan, yang perkembangannya berlangsung secara alami.
b. Hutan Lindung, adalah kawasan hutan yang karena keadaan sifat alamnya
diperuntukkan guna pengatur tata air, pencegah banjir, erosi, abrasi, dan
intrusi, serta perlindungan bagi kesuburan tanah.
c. Hutan wisata, adalah kawasan hutan yang dimanfaatkan sebagai pusat
rekreasi dan kegiatan wisata alam.
7
2. Kawasan Hijau Binaan yaitu bagian dari kawasan hijau di luar kawasan hijau
lindung untuk tujuan penghijauan yang dibina melalui penanaman,
pengembangan pemeliharaan maupun pemulihan vegetasi yang diperlukan dan
didukung fasilitas yang diperlukan, baik untuk sarana ekologis maupun sarana
sosial kota. Kawasan hijau binaan meliputi beberapa bentuk RTH, yaitu :
a. RTH Fasilitas Umum berupa suatu hamparan lahan penghijauan yang
berupa tanaman dan/atau pepohonan, berperan untuk memenuhi
kepentingan umum, dapat berupa hasil pembangunan hutan kota, taman
kota, taman lingkungan/tempat bermain, lapangan olahraga, dan
pemakaman.
b. Jalur Hijau Kota, bagian dari ruang terbuka hijau yang berdiri sendiri atau
terletak di antara badan jalan atau bangunan/prasarana kota lain, dengan
bentuk teratur/tidak teratur yang di dalamnya ditanami atau dibiarkan
tumbuh berbagai jenis vegetasi.
c. Taman kota, bagian dari ruang terbuka hijau yang berdiri sendiri atau
terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain dengan bentuk
teratur/tidak teratur yang ditata secara estetis dengan menggunakan unsur-
unsur buatan atau alami, baik berupa vegetasi maupun material-material
pelengkap lain yang berfungsi sebagai fasilitas pelayanan warga kota
dalam berinteraksi sosial. Secara umum, taman kota mempunyai dua unsur
perpaduan, baik buatan maupun alami dengan menggunakan material
pelengkap, dan secara spesifik terdiri dari unsur hijau, yaitu : pepohonan
yang ditata secara soliter dengan menonjolkan nilai estetikanya, himpunan
tanaman perdu, dan hamparan rerumputan yang teratur, sehingga
membentuk kesatuan kesan pandang keindahan kota.
d. Taman Rekreasi, bagian dari ruang terbuka hijau yang berdiri sendiri atau
terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain dengan bentuk
teratur/tidak teratur yang ditata secara estetis dengan menggunakan unsur-
unsur buatan dan alami, baik berupa vegetasi maupun material-material
pelengkap lain yang berfungsi sebagai fasilitas pelayanan bagi warga kota
untuk melakukan kegiatan sebagai fasilitas pelayanan bagi warga kota
8
untuk melakukan kegiatan rekreasi sehingga perlu adanya elemen-elemen
yang bersifat rekreasi umum.
e. Taman Hutan, bagian dari RTH yang berdiri sendiri atau terletak di antara
batas-batas bangunan/prasarana kota lain dengan bentuk teratur/tidak
teratur yang ditata secara estetis dengan menggunakan unsur-unsur buatan
dan alami, khususnya dengan penanaman berbagai jenis pohon dengan
kerapatan yang tinggi. Ciri spesifik taman hutan dalam kaitannya dengan
fasilitas umum, adalah bahwa hamparan lantai tapaknya dilengkapi dengan
fasilitas (sarana umum), yang secara langsung dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat.
f. Hutan Kota, berupa suatu hamparan kawasan hijau dengan luasan tertentu,
yang berada di wilayah perkotaan. Jenis tumbuhannya (dalam hal ini
pepohonan) beraneka ragam, bertajuk bebas, sistem perakarannya dalam,
dicirikan oleh karakter jarak tanam yang rapat, sehingga membentuk
satuan ekologik kecil karena terbentuknya pelapisan (strata tajuk) dua
sampai tiga tingkatan. Berdasarkan fungsinya, kawasan hutan kota dapat
dikembangkan sebagai penyangga wilayah resapan air tanah, rekreasi
alam, pelestarian plasma nutfah, dan habitat satwa liar, serta meningkatkan
kenyamanan lingkungan perkotaan.
g. Taman Bangunan Umum, bagian dari ruang terbuka hijau yang berdiri
sendiri atau terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain
dengan bentuk teratur/tidak teratur yang berfungsi sebagai fasilitas
pelayanan bagi masyarakat umum dalam melakukan interaksi yang
berkaitan dengan kegiatan yang dengan bangunan tersebut.
h. Tepian Air, bagian dari RTH yang ditentukan sebagai daerah pengaman
dan terdapat di sepanjang batas badan air ke arah darat seperti pantai,
sungai, waduk, kanal, dan danau yang ditata dengan aspek arsitektur
lansekap melalui penanaman berbagai jenis vegetasi dan sarana
kelengkapan pertamanan.
i. Taman lingkungan/tempat bermain, suatu hamparan dengan pepohonan
yang rindang dan teduh yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana
mainan anak-anak. Kawasan ini umumnya dekat dengan pusat-pusat
9
kegiatan sekolah, perkantoran, dan/atau berada di sekitar tempat rekreasi.
Kawasan ini secara alamiah memberikan jasa biologis, keindahan dan
keunikan dan memberikan kenyamanan bagi setiap insan yang
menikmatinya.
j. Lapangan olahraga, ruang terbuka yang ditanami pepohonan dan
rerumputan yang teratur untuk kepentingan kesegaran jasmani melalui
kegiatan olahraga. Jenis pepohonan pada hamparan ini merupakan jenis-
jenis tumbuhan penghasil oksigen tinggi dan berfungsi sebagai tempat
peneduh setempat.
k. Pemakaman, suatu fasilitas umum (dalam hal ini perkuburan); dalam
kaitannya dengan peranan fungsi sebagai RTH, karena hamparan lahannya
cukup luas dapat berfungsi sebagai wilayah resapan.
l. RTH fungsi Pengaman, suatu daerah penyangga alami, dengan bentuk
jalur penghijauan, yang dapat berupa taman dominan rumput, dan/atau
pepohonan besar yang diarahkan untuk pengamanan dan penyangga situ-
situ, bantaran sungai, tepian jalur rel kereta api, sumber-sumber mata air,
pengaman jalan tol, pengaman bandara, dan pengaman tegangan tinggi.
m. Penghijauan pulau, suatu bentuk pemulihan nilai produktivitas tanah
melaui pembudidayaan tanaman agar fungsinya semakin optimal.
n. RTH Budidaya Pertanian, area yang difungsikan untuk budidaya pertanian
milik perorangan, badan hukum atau pemerintah, yang meliputi kebun
pembibitan, sawah, dan pertanian daratan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007
tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (Departemen Dalam
Negeri,2007) jenis RTH adalah: (a) taman kota, (b) taman wisata alam, (c) taman
rekreasi, (d) taman lingkungan perumahan dan permukiman, (e) taman lingkungan
perkantoran dan gedung komersial, (f) taman hutan raya, (g) .hutan kota, (h) hutan
lindung, (i) bentang alam seperti gunung, bukit, lereng dan lembah, (j) cagar alam,
(k) kebun raya, (l) kebun binatang, (m) pemakaman umum, (n) lapangan olah
raga, (o) lapangan upacara, (p) parkir terbuka, (q) lahan pertanian perkotaan, (r)
jalur dibawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET), (s) sempadan sungai, pantai,
bangunan, situ dan rawa, (t) jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api,
10
pipa gas dan pedestrian, (u) kawasan dan jalur hijau, (v) daerah penyangga (buffer
zone) lapangan udara; dan (w) taman atap (roof garden).
2.3. Fungsi, Manfaat, dan Tujuan Penataan Ruang Terbuka Hijau
2.3.1. Fungsi Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka hijau dibangun untuk memenuhi berbagai fungsi dasar,
yang secara umum dibedakan atas empat fungsi dasar yaitu :
1. Fungsi bio-ekologis (fisik), yang memberi jaminan pengadaan RTH menjadi
bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota), pengatur iklim mikro, agar
sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar, sebagai
peneduh, produsen oksigen, penyerap (pengolah) polutan media udara, air dan
tanah, serta penahan angin.
2. Fungsi sosial, ekonomi (produktif), dan budaya yang mampu menggambarkan
ekspresi budaya lokal, RTH merupakan media komunikasi warga kota, tempat
rekreasi, tempat pendidikan, dan penelitian.
3. Ekosistem perkotaan : produsen oksigen, tanaman berbunga, berbuah dan
berdaun indah, serta bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, kehutanan, dan
lain-lain.
4. Fungsi estetis, meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota
baik dari skala mikro : halaman rumah, lingkungan pemukiman, maupun
makro : lansekap kota secara keseluruhan, sehingga mampu menstimulasi
kreativitas dan produktivitas warga kota. Juga bisa berekreasi secara aktif
maupun pasif, seperti : bermain, berolahraga, atau kegiatan sosialisasi lain,
yang sekaligus menghasilkan keseimbangan kehidupan fisik dan psikis. Selain
itu, dapat tercipta suasana serasi, dan seimbang antara berbagai bangunan
gedung, infrastruktur jalan dengan pepohonan hutan kota, taman kota, taman
kota pertanian dan perhutanan, taman gedung, jalur hijau jalan, bantaran rel
kereta api, serta jalur biru bantaran kali. (Direktur Jendral Penataan
Ruang,2006).
Menurut Anonim (2006a), RTH publik maupun RTH privat memiliki
fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan (ekstrinsik)
yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomi. Dalam suatu wilayah
11
perkotaan empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan,
kepentingan, dan keberlanjutan kota. RTH berfungsi ekologis, yang menjamin
keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik, harus merupakan satu bentuk RTH
yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota, seperti
RTH untuk perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk
membangun jejaring habitat kehidupan liar. RTH untuk fungsi-fungsi lainnya
(sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan penambah nilai
kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan
berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan,
rekreasi, dan pendukung arsitektur kota (Tabel 1).
Tabel 1. Fungsi Ruang Terbuka Hijau
Fungsi Manfaat Bentuk RTH Ekologi ♦ Perlindungan sumberdaya
penyangga kehidupan (contoh air bersih)
♦ Membangun jejaring habitat hidupan liar (contoh untuk burung)
♦ Mereduksi pengaruh “urban heat island”
♦ Kawasan lindung pantai, sempadan sungai, Darah tangkapan air, sempadan danau
♦ Kawasan lindung ♦ Taman kota, hutan kota
Sosial ♦ Rekreasi ♦ Pendidikan lingkungan
♦ Hutan kota, areal rekreasi alam ♦ Hutan kota, areal rekreasi alam
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang
Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (Departemen Dalam
Negeri,2007) fungsi RTH adalah : (a) pengamanan keberadaan kawasan lindung
perkotaan, (b) pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara, (c)
tempat perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati, (d) pengendali
tata air; dan (e) sarana estetika kota.
2.3.2. Manfaat Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka hijau memiliki manfaat, antara lain (Direktur Jenderal
Penataan Ruang, 2006) :
12
1. Penyeimbang antara lingkungan alam dengan lingkungan buatan, yaitu
sebagai penjaja fungsi kelestarian lingkungan pada media air, tanah, dan udara
serta konservasi sumberdaya hayati flora, dan fauna.
2. Tanaman yang terdapat dalam RTH sebagai penghasil oksigen (O2) terbesar
dan penyerap karbon dioksida (CO2) dan zat pencemar udara lain.
3. Membentuk iklim yang sejuk dan nyaman.
4. Membantu sirkulasi udara.
5. Sebagai pemelihara akan kelangsungan persediaan air tanah.
6. Sebagai penjamin terjadinya keseimbangan alami, secara ekologis dapat
menampung kebutuhan hidup manusia itu sendiri, termasuk sebagai habitat
alami flora, fauna, dan mikroba yang diperlukan dalam siklus hidup manusia.
7. Sebagai pembentuk faktor keindahan arsitektural.
8. Sebagai wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam
mempelajari alam.
9. Sebagai fasilitas rekreasi.
Menurut Anonim (2006a), manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas
manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible) seperti
mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga), kenyamanan fisik
(teduh, segar), dan manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat
intangible) seperti perlindungan tata air dan konservasi hayati atau
keanekaragaman hayati.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007
tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (Departemen Dalam
Negeri,2007) manfaat RTH adalah : (a) sarana untuk mencerminkan identitas
daerah, (b) sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan, (c) sarana rekreasi aktif
dan pasif serta interaksi sosial, (d) meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan,
(e) menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah, (f) sarana
aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula, (g) sarana ruang
evakuasi untuk keadaan darurat, (h) memperbaiki iklim mikro; dan (i)
meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan.
13
2.3.3. Tujuan Penataan Ruang Terbuka Hijau
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007
tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, tujuan penataan RTH
adalah :
a. menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan;
b. mewujudkan kesimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di
perkotaan; dan
c. meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan
nyaman. (Departemen Dalam Negeri,2007)
2.4. Tinjauan Studi-Studi Terdahulu Hakim (2006) dalam penelitiannya melakukan analisis temporal dan
spasial perubahan Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Purwakarta menyebutkan
bahwa luas Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Purwakarta mengalami
penurunan. Hal tersebut disebabkan karena meningkatnya kebutuhan lahan untuk
penggunaan kawasan dan zona industri, serta lahan pertanian untuk memenuhi
kebutuhan pangan penduduknya yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Secara umum penurunan RTH di Kabupaten Purwakarta terjadi karena
Purwakarta ditetapkan sebagai salah satu pusat industri di Provinsi Jawa Barat,
dan perubahan orientasi perkembangan dan pembangunan Kabupaten Purwakarta
dari pertanian menjadi perekonomian perdagangan barang dan jasa.
Putri (2006) melakukan identifikasi perubahan luas Ruang Terbuka Hijau
di Kota Bandung dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa luas Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung
mengalami penurunan sebagai akibat dari gejala urbanisasi.
Kurniasari (1994) melakukan deskripsi ruang terbuka hijau kota Bandung
dengan membagi menjadi tiga periode. Periode I tahun 1810-1900, periode II
tahun 1906-1945, dan periode III tahun 1945-1992. Pada periode I RTH utama
kota Bandung berupa : area pertanian dan alun-alun. Periode II terjadi pengkayaan
berupa: park, plein, plantsoen, stadstuin, dan boulevard. RTH utama periode III
tidak berbeda dengan periode II dengan fungsi yang lebih spesifik karena
perubahan fungsi teknis kota. Secara garis besar RTH utama periode III berupa
pertanian, area konservasi, taman, lapangan olahraga, dan jalur hijau.
14
Pembangunan dan pengkayaan RTH dipengaruhi faktor-faktor yang spesifik pada
setiap periodenya. Pembentukan RTH periode II dipengaruhi oleh tujuan
masyarakat kolonial untuk membentuk kota tropis Eropa. Fungsi ekonomi dan
sosial menjadi tujuan utama pembentukan RTH. Pengkayaan area dan fungsi RTH
pada periode III dipengaruhi oleh faktor biofisik dan sosial ekonomi. Rasio RTH
dan ruang terbangun terus menurun karena pertambahan RTH yang tidak
sebanding dengan peningkatan lahan terbangun. Kekacauan politik dan
pertambahan penduduk mempengaruhi penurunan RTH, diikuti pertambahan
ruang terbangun yang mengakibatkan konversi peruntukan RTH.
Irianti (2008) mengkaji tentang perubahan penggunaan, penutupan lahan,
dan ruang terbuka hijau kota Bogor tahun 1905-2005. Pada penelitian ini
perubahan dibagi menjadi empat periode, yaitu periode kolonial tahun 1905-1945,
periode I Kemerdekaan tahun 1945-1965, periode II Kemerdekaan tahun 1965-
1995, dan periode III Kemerdekaan tahun 1995-2005. Pada periode kolonial
sampai periode II Kemerdekaan nilai proporsi RTH masih tinggi yakni sekitar 80-
90% dari total luas wilayah Bogor, akan tetapi nilai tersebut mengalami
penurunan yang drastis ketika memasuki periode III Kemerdekaan menjadi 23%
pada akhir periode III Kemerdekaan. Perubahan penggunaan dan penutupan lahan
tersebut dipengaruhi beberapa faktor diantaranya jumlah penduduk, sumberdaya
alam, dan sumberdaya manusia., kondisi fisik lahan dan kebijakan. Peningkatan
penduduk mempengaruhi kebutuhan fasilitas untuk pemenuhan kebutuhan hidup.
Yuliasari (2008) dalam penelitiannya mengkaji distribusi spasial ruang
terbuka hijau berdasarkan pengelola RTH di propinsi DKI Jakarta menyebutkan
dari hasil delineasi menggunakan citra IKONOS jumlah RTH yang dikelola oleh
pemerintah provinsi (kecuali Dinas Kebersihan dan Dinas Tata Kota) adalah
sebesar 2.567,63 ha atau 3,88%. Hasil delineasi citra IKONOS juga menunjukkan
bahwa proporsi masing-masing pemerintah provinsi tersebut dalam mengelola
RTH di DKI Jakarta yaitu Dinas Pertamanan dan Dinas Pekerjaan Umum
mengelola RTH sebesar 0,81% dari luas wilayah DKI Jakarta, Dinas Pertanian
dan Kehutanan sebesar 2%, Dinas Olahraga dan Pemuda sebesar 0,32% dan Dinas
Pemakaman sebesar 0,45%. Dalam hal ini Dinas Pertamanan dan Dinas Pekerjaan
Umum dilakukan akumulasi penghitungan luasan RTH, sebab pada kedua dinas
15
ini banyak terdapat RTH yang dikelola secara bersama-sama. Hasil perhitungan
RTH dari penelitian ini berbeda dengan data yang berasal dari instansi pemerintah
propinsi. Hasil dari penelitian ini yaitu hasil delineasi didapatkan luas RTH di
DKI Jakarta sebesar 3,88%. Sementara itu, laporan dari instansi pemerintah tahun
2006 adalah 10,93%. Perbedaan tersebut disebabkan oleh cakupan area RTH yang
didelineasi pada penelitian ini hanya RTH yang dikelola oleh pemerintah provinsi
DKI Jakarta tidak sampai pada RTH yang dikelola oleh suku-suku dinas.
Demikian pula pada RTH privat yaitu yang dikelola oleh pihak masyarakat
maupun swasta. Selain itu pada Dinas Kebersihan tidak dilakukan delineasi citra,
sebab dinas ini berfungsi sebagai dinas penunjang bagi dinas-dinas lainnya
(sebagai penyedia sarana dan prasarana kebersihan bagi dinas lainnya).
Agrissantika (2007) melakukan penelitian mengenai model dinamika
spasial ruang terbangun dan ruang terbuka hijau. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa sebagian besar RTH yang terdiri dari hutan, kebun
campuran, sawah, semak, dan rumput telah berubah secara signifikan menjadi
ruang terbangun yang mendukung perkembangan kecamatan-kecamatan di
kawasan Jabodetabek. Proporsi RTH Jabodetabek turun 11% dan proporsi ruang
terbangun meningkat 27% selama periode tahun 1972-2005.
Faikoh (2008) melakukan deteksi perubahan ruang terbuka hijau di kota
industri Cilegon menyatakan bahwa dari hasil analisis spasial dan temporal citra
landsat wilayah Kota Cilegon pada tahun 1983 luas RTH sebesar 92,25%, tahun
1992 menurun menjadi sebesar 86,92%, tahun 2003 sebesar 83,49% dan tahun
2006 sebesar 78,66% dari keseluruhan luas Kota Cilegon. Perubahan bentuk
ruang terbuka hijau yang terjadi di Kota Cilegon disebabkan karena meningkatnya
kebutuhan lahan untuk penggunaan kawasan dan zona industri, serta lahan
pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Penurunan luas ruang
terbuka hijau secara umum, perubahan bentuk dan pola penyebaran ruang terbuka
hijau yang terjadi disebabkan antara lain oleh ditetapkannya Kota Cilegon sebagai
pusat industri, pusat jasa, dan simpul transportasi dengan letak yang strategis di
jalur pintu masuk Pulau Jawa-Sumatra serta perubahan orientasi perkembangan
dan pembangunan kota Cilegon dari pertanian menjadi perekonomian
perdagangan dan jasa.
16
Moniaga (2008) melakukan studi ruang terbuka hijau Kota Manado
dengan pendekatan sistem dinamik menyatakan bahwa luas RTH Kota Manado
saat ini secara keseluruhan mencapai 75% dari luas wilayah kota. Walaupun telah
memenuhi persyaratan persentase luas yang ditetapkan dalam UU No. 26 tahun
2007 dan Permendagri No. 1 tahun 2007 tetapi kota Manado masih mengalami
masalah lingkungan terutama erosi, longsor, dan banjir. Hal ini terjadi karena
konversi lahan perkotaan dari lahan bervegetasi atau RTH menjadi lahan
terbangun. Hasil simulasi model dinamik penggunaan lahan pemukiman
meningkat dari 3167 ha menjadi 4978 ha tahun ke 20, sedangkan penggunaan
lahan pertanian menurun dari 11301 ha menjadi 9425 ha.
Radnawati (2005) melakukan evaluasi RTH Kota Depok sebagai kawasan
konservasi air menggunakan data satelit multi temporal menyatakan bahwa
dengan citra satelit Landsat multitemporal, penurunan kawasan hijau di kota
Depok secara signifikan terjadi pada rentang waktu 1997-2001 sebesar 36,28%.
Hal ini disebabkan terjadinya perubahan fungsi lahan dari lahan hijau menjadi
area pemukiman dan fasilitas kota seperti bangunan komersial dan jasa. Konversi
tata guna lahan yang sangat pesat tersebut secara langsung mempengaruhi
penurunan RTH kota dan berdampak terhadap kondisi lingkungan seperti
fenomena banjir pada musim hujan serta fenomena kehilangan air tanah pada
musim kemarau.
Muis (2005) yang melakukan analisis kebutuhan RTH berdasarkan
kebutuhan oksigen dan air di kota Depok Propinsi Jawa Barat menyatakan bahwa
Kota Depok saat ini memiliki luas RTH 5.125,43 ha. Berdasarkan perhitungan
metode Gerarkis, maka untuk tahun 2005 RTH di kota Depok sudah tidak mampu
lagi memenuhi kebutuhan oksigen bagi manusia, kendaraan bermotor dan hewan
ternak, karena luas RTH di Kota Depok seharusnya 6.155,18 ha. Oleh karena itu,
pemerintah daerah dan masyarakat harus berupaya menambah RTH Kota Depok
seluas 1.029,75 ha. Ketersediaan dan kebutuhan air bagi masyarakat di Kota
Depok diprediksikan dari tahun 2005-2015 akan mengalami krisis air akibat
penggunaan dan peningkatan jumlah penduduk. Tahun 2005 kota Depok
memerlukan RTH seluas 5.166,90 ha agar dapat mencukupi air yang bukan
17
bersumber dari PDAM, sehingga pemerintah daerah dan masyarakat kota Depok
harus menambah RTH seluas 41,47 ha.
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di kawasan Jakarta Selatan, terdiri dari 10 kecamatan.
Penelitian lapangan dilakukan pada bulan Februari 2009 sampai bulan Oktober
2009 dan pengolahan data dilakukan di Laboratorium Perencanaan
Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
3.2. Jenis, Sumber Data, dan Alat Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder
berupa data potensi desa (PODES) tahun 2003 dan 2006, data sekunder dari BPS
berupa Jakarta Selatan dalam Angka, Peta Administrasi Jakarta Selatan, Peta
Ruang Terbuka Hijau dari Dinas Tata Ruang pada dua kurun waktu yaitu tahun
2002 dan 2007, dan Peta RTRW Jakarta Selatan.
Alat-alat penunjang yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
seperangkat komputer dengan software ArcView 3.3 untuk digitasi dan
pengolahan peta, Microsoft Excel, Microsoft Access, dan Statistica untuk
pengolahan data, Microsoft Word untuk penulisan hasil data, dan printer. Pada
Tabel 2 disajikan matriks hubungan antara sumber data dan teknik analisis dengan
tujuan penelitian dan output yang diharapkan.
Tabel 2. Hubungan Antara Tujuan Penelitian, Jenis Data, Sumber Data, Teknik Analisis dan Hasil yang Diharapkan
No. Tujuan Penelitian Sumber Data Teknik Analisis Output yang Diharapkan
1. Mengidentifikasi perubahan luas ruang terbuka hijau di Kawasan Jakarta Selatan.
• Peta Ruang Terbuka Hijau tahun 2002 dan 2007 Jakarta Selatan
• Peta Administrasi Jakarta Selatan
• Overlay • Deskripsi
tabel dan grafik
Dinamika perubahan luas Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Jakarta Selatan
19
Tabel 2. (Lanjutan)
2. Mengetahui laju pertumbuhan penduduk, sarana-prasarana, dan perkembangan wilayah di Jakarta Selatan,
• Kepadatan Penduduk
• Jumlah Penduduk
• Jumlah Pendatang
• Jumlah Fasilitas pendidikan, kesehatan, dan ekonomi
• Teknik Pendugaan Perubahan
• Analisis skalogram sederhana
Terindikasinya laju pertumbuhan jumlah penduduk, kepadatan penduduk, jumlah pendatang, pertumbuhan saran-prasarana, dan perkembangan wilayah Jakarta Selatan
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan luas ruang terbuka hijau dan mngetahui hubungan antar faktor.
• Proporsi RTH
• Laju Kepadatan Penduduk
• Laju Jumlah Penduduk
• Laju Jumlah Pendatang
• Laju Fasilitas pendidikan, kesehatan, dan ekonomi
• Analisis Faktor
• Analisis Regresi Berganda
Terindikasinya faktor-faktor penentu pertumbuhan/penurunan luas Ruang Terbuka Hijau dan keterkaitan hubungan antar faktor
3.3. Metode Penelitian
3.3.1. Tahap Penelitian
Kegiatan penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima tahap, yaitu :
1. Tahap studi literatur
Tahap ini dilaksanakan dengan mengumpulkan tulisan ilmiah yang berkaitan
dengan penataan ruang dan perubahannya di wilayah Jakarta Selatan.
2. Tahap pengumpulan data
Jenis data yang dikumpulkan, yaitu :
♦ Data spasial berupa Peta Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau Kawasan
Jakarta Selatan hasil overlay dari Peta Ruang Terbuka Hijau dari Dinas
Tata Ruang dengan Peta batas wilayah Jakarta Selatan.
20
♦ Data atribut berupa data potensi desa (PODES).
3. Tahap pemasukan dan analisis data
Tahap ini dilakukan sesuai dengan teknik analisis data yang telah ditetapkan
dari awal. Analisis peta, dilakukan dengan menggunakan program ArcView
3.3 untuk memperoleh data yang memuat informasi sesuai kebutuhan berupa
pola perubahan Ruang Terbuka Hijau di kawasan Jakarta Selatan; sedangkan
untuk analisis data, digunakan microsoft exel dan software statistica.
4. Tahap pembahasan hasil analisis data
Tahap ini merupakan penyusunan hasil dan pembahasannya yang pada
dasarnya merupakan proses perumusan analisis sebagai bahan penyusunan
skripsi.
5. Tahap penulisan skripsi
Tahap ini merupakan penulisan skripsi hasil kegiatan yang dilakukan selama
penelitian.
3.3.2. Teknik Analisis
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : (1)
Overlay peta-peta digital, (2) Deskripsi grafik dan tabel, (3) Analisis skalogram
Sederhana, (4) Regresi linier berganda, dan (5) Teknik analisis factor (Factor
Analysis).
3.3.2.1.Operasi Tumpang Tindih (Overlay)
Teknik analisis spasial yang dilakukan pada penelitian ini meliputi : proses
digitasi dan proses-proses koreksi geometrik lain yang dilakukan dengan
perangkat lunak ArcView 3.3 terhadap peta-peta yang telah disiapkan. Proses
digitasi dilakukan terhadap peta RTH yang dikoleksi dari Dinas Tata Kota DKI
Jakarta Tahun 2002 dan 2007 agar dapat dilanjutkan ke dalam proses-proses
geometrik untuk dianalisis yang pada akhirnya akan menghasilkan peta hasil.
Proses yang dilakukan dalam penelitian ini adalah operasi tumpang tindih
(Overlay).
3.3.2.2.Deskripsi Grafik dan Tabel
Analisis ini merupakan penjabaran secara deskriptif terhadap grafik dan
tabel yang dihasilkan dari analisis sebelumnya. Dari hasil deskripsi grafik dan
21
tabel, dapat diketahui pola perubahan ruang terbuka hijau serta laju hubungan laju
peluruhan/pertumbuhan ruang terbuka hijau.
3.3.2.3.Teknik Pendugaan Perubahan
Perubahan secara sistematis dapat diduga dari fungsi pertumbuhan atau
peluruhan. Teknik ini dapat digunakan untuk menduga pertumbuhan seiring
dengan waktu, ukuran atau jarak dari posisi referensi. Rumus matematik dari
teknik pendugaan perubahan adalah:
Pertumbuhan = Xt1 – Xt0
Xt0
Xt0 = nilai variabel tahun awal
Xt1 = nilai variabel tahun akhir
3.3.2.4.Analisis Skalogram Sederhana
Metode ini digunakan untuk mengetahui hirarki pusat-pusat
pengembangan dan sarana-prasarana pembangunan yang ada di suatu wilayah.
Penetapan hirarki pusat-pusat pertumbuhan dan pelayanan tersebut didasarkan
pada jumlah jenis dan jumlah unit sarana-prasarana pembangunan dan fasilitas
pelayanan sosial ekonomi yang tersedia. Metode ini memberikan hirarki atau
peringkat yang lebih tinggi pada pusat pertumbuhan yang memiliki jumlah jenis
dan jumlah unit sarana-prasarana pembangunan yang lebih banyak. Metode ini
lebih menekankan kriteria kuantitatif dibandingkan kriteria kualitatif yang
menyangkut derajat fungsi sarana-prasarana pembangunan, distribusi penduduk
dan luas jangkauan pelayanan sarana-prasarana pembangunan.
Model untuk menentukan nilai indeks perkembangan atau pelayanan
kelurahan (IPK):
IPK j = ∑n
i
I ’ i j dimana : I ‘ ij = i
iij
SK
II min−
Keterangan :
IPKj : Indeks perkembangan kelurahan ke-j
Iij : Nilai (skor) indeks perkembangan ke-i kelurahan ke-j
I’ij : Nilai (skor) indeks perkembangan ke-i terkoreksi kelurahan ke-j
I i min : Nilai (skor) indeks perkembangan ke-i terkecil (minimum)
SKi : Simpangan baku indeks perkembangan ke-i
22
Dengan asumsi data menyebar normal, penentuan tingkat perkembangan
wilayah dibagi menjadi tiga yaitu :
• Hirarki I, jika indeks perkembangan wilayah ke-j (IPKj) ≥ (Rataan IPK +
simpangan baku IPK)
• Hirarki II, jika rataan IPK < IPKj < (Rataan IPK + simpangan baku IPK)
• Hirarki III, jika IPKj < Rataan IPK
Hirarki III < Rataan IPK ≤ Hirarki II < {Rataan IPK+ (1 x standar deviasi IPK)} ≤ Hirarki I
Data yang digunakan dalam analisis skalogram ini adalah data jumlah
jenis fasilitas pelayanan, jumlah unit fasilitas dan invers dari jarak atau akses
masyarakat terhadap fasilitas pelayanan tertentu. Jumlah kelurahan yang dianalisis
adalah 65 kelurahan. Hasil yang diharapkan dari analisis ini adalah hirarki
pelayanan kelurahan yang didasarkan atas nilai IPK dari masing-masing
kelurahan.
3.3.2.5.Analisis Faktor
Analisis faktor (Factor analysis) berbeda dari teknik regresi berganda.
Teknik regresi berganda terdiri dari satu atau lebih variabel tujuan atau dependent
variable dan yang lainnya merupakan variabel penduga atau independent
variable. Factor analysis suatu teknik yang menjelaskan semua variabel secara
bersamaan yang semua variabel tersebut berhubungan. Dalam factor analysis,
penjelasan untuk keseluruhan variabel diterangkan ke dalam faktor (Hair,1998).
Factor analysis adalah metode untuk mentransformasikan sejumlah
variabel ke dalam variabel baru yang merupakan kombinasi linier dari variabel
asal. Variabel baru tersebut memiliki bobot yang dipilih sedemikian rupa antar
variabel baru yang dibangun tidak saling berkorelasi antar satu dengan lainnya
(Hair, 1998).
Persamaan (model) yang dihasilkan dari hasil trasformasi analisis faktor tersebut
adalah sebagai berikut:
Zi = Ai1F1 + Ai1F2 + ..........AipFp
dimana :
Zi : variabel baru ke-i
i = 1,2,...
23
Pada penelitian ini digunakan sejumlah 6 variabel asal yang akan diidentifikasi
keterkaitannya dengan menggunakan analisis faktor. Tabel 3 menjelaskan
variabel asal (X) yang digunakan dalam analisis faktor.
Tabel 3. Variabel-Variabel Penduga yang Digunakan dalam Analisis Faktor
No. Variabel Asal Notasi / Simbol Matematis
1. Alokasi RTH dalam RTRW X1 2. Laju Pertumbuhan Jumlah Penduduk X2 3. Laju Pertumbuhan Kepadatan Penduduk X3 4. Laju Pertumbuhan Jumlah Pendatang X4 5. Laju Pertumbuhan Fasilitas Pendidikan X5 6. Laju Pertumbuhan Fasilitas Perekonomian X6
3.3.2.6.Analisis Regresi Berganda Regresi berganda (multiple regression) adalah suatu metode analisis yang
digunakan untuk menganalisa hubungan antara variabel tujuan (dependent
variable) dengan variabel penduga (independent variable). Sasaran dari metode
regresi berganda adalah penggunaan variabel penduga untuk memprediksi
variabel tujuan (Hair,1998). Dengan kata lain analisis regresi berganda digunakan
untuk menduga nilai suatu parameter regresi berdasarkan data yang diamati.
Model yang dihasilkan dapat digunakan sebagai penduga yang baik jika asumsi-
asumsi berikut dapat dipenuhi :
a. E (ei) = 0, untuk setiap i ; dimana i = 1,2,..., n; artinya rata-rata galat adalah
nol.
b. Kov (ei,ej) = 0, i ≠ j ; artinya kovarian (Ei,Ej) = 0, dengan kata lain tidak ada
autokorelasi antara galat pengamatan yang satu dengan yang lain.
c. Var (ei2) = σ2 ; untuk setiap i, dimana i = 1,2,..., n; artinya setiap galat
pengamatan memiliki ragam yang sama.
d. Kov (ei,x1i) = Kov (ei,x2i) = 0 ; artinya kovarian setiap galat pengamatan
memiliki ragam yang sama di setiap variabel bebas yang tercakup dalam
persamaan linier berganda.
e. Tidak ada multikolinearitas ; artinya tidak ada hubungan linier yang eksak
antara variabel-variabel penjelas, atau variabel penjelas harus saling bebas.
f. ei ≈ N (0 ; σ), galat pengamatan menyebar normal dengan rata-rata nol dan
ragam σ2.
24
Persamaan (model) yang akan dihasilkan dalam penelitian ini adalah :
Y = A0 + A1X1 + A2X2 + A3X3 + .............. + AnXn
dimana :
Y : Variabel tak bebas (dependent variable) yaitu perubahan luas RTH antara
tahun 2002 dan 2007
A : Koefisien regresi
X : Variabel bebas (independent variable)
Variabel bebas yang digunakan terdiri dari variabel-variabel berikut:
X1 : Alokasi RTH dalam RTRW
X2 : Laju jumlah penduduk Jakarta Selatan Tahun 2000-2007
X3: Laju kepadatan penduduk Jakarta Selatan Tahun 2000-2007
X4 : Laju jumlah pendatang Jakarta Selatan Tahun 2000-2007
X5 : Laju fasilitas pendidikan Jakarta Selatan Tahun 2003 dan 2006
X6: Laju fasilitas kesehatan Jakarta Selatan Tahun 2003 dan 2006
X7: Laju fasilitas perekonomian Jakarta Selatan Tahun 2003 dan 2006
25
Tahapan penelitian dijabarkan dalam diagram alir pada Gambar 1.
Peta Ruang
Terbuka Hijau
Tahun 2002
Peta Jalan
Koreksi
Geometri
Peta Ruang
Terbuka Hijau
2002
Terkoreksi
Peta Ruang
Terbuka Hijau
Tahun 2007
Koreksi
Geometri
Peta Ruang
Terbuka Hijau
2007 Terkoreksi
Peta RTRW
Jakarta Selatan
Koreksi
Geometri
Peta RTRW
Terkoreksi
Digitasi
Peta RTH
2002
Peta RTH
2007
Peta
Administrasi
Jakarta Selatan
Peta
RTRW
Tumpang
Tindih
(Overlay)
Peta Hasil Tumpang Tindih
(luasan RTH)
Jumlah
Penduduk Tahun
2000-2007
Kepadatan
Penduduk Tahun
2000-2007
Jumlah
Pendatang Tahun
2000-2007
Fasilitas/
Sarana-
Prasarana
(PODES 2003
dan 2006)
Teknik
Pendugaan
Perubahan
Laju Pertumbuhan
Jumlah Penduduk
Laju Pertumbuhan
Kepadatan Penduduk
Laju Pertumbuhan
Jumlah Pendatang
Laju Pertumbuhan
Fasilitas/Sarana-
Prasarana
Alokasi RTH
dalam RTRW
Laju Pertumbuhan
Jumlah Penduduk,
Kepadatan
Penduduk, Jumlah
Pendatang
Laju
Pertumbuhan
Fasilitas
Pendidikan dan
Perekonomian
Analisis
Faktor
Hubungan Antar
Faktor
Laju Pertumbuhan
Fasilitas
Kesehatan
Skalogram
Tingkat Perkembangan
Wilayah
Perubahan
Luas Ruang
Terbuka HIjau
Analisis
Regresi
Berganda
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Perubahan
Luas RTH
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1. Letak dan Posisi Geografis Wilayah Jakarta Selatan merupakan daerah dataran rendah dengan tingkat
kemiringan 0,25% dengan ketinggian rata-rata mencapai 5-50 m di atas
permukaan laut, terletak pada 1060 22’ 42” – 1060 58’ 18” Bujur Timur (BT) dan
50 19’ 12” Lintang Selatan (LS). Pada Gambar 1 ditampilkan Peta Administrasi
Jakarta Selatan.
694000
694000
696000
696000
698000
698000
700000
700000
702000
702000
704000
704000
706000
706000
929
600
0 92960
00
929
800
0 92980
00
930
000
0 93000
00
930
2000
9302000
930
400
0 93040
00
930
600
0 93060
00
930
800
0 93080
00
931
000
0 93100
00
931
200
0 93120
00
931
4000
9314000
Peta Administrasi Jakarta Selatan
U
1000 0 1000 Meters
Kecamatan Jakarta Selatan:cilandakjagakarsakebayoran barukebayoran lamamampang prapatanpancoranpasar minggupesanggerahansetia buditebet
Gambar 2. Peta Administasi Wilayah Jakarta Selatan
Luas wilayah Jakarta Selatan sesuai dengan keputusan Gubernur KDKI
Jakarta No 1815 tahun 1989 adalah 145,73 km2 atau 22,41% dari luas DKI Jakarta
dan berada di sebelah Selatan banjir kanal Timur dengan batas-batas wilayah :
27
• Sebelah Utara berbatasan dengan banjir kanal Timur, Jl. Jendral Sudirman,
Kecamatan Tanah Abang, Jl. Kebayoran Lama, dan Kebon Jeruk
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Depok
• Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Ciledug dan Kota Tangerang
• Sebelah Timur berbatasan dengan Kali Ciliwung
4.2. Administrasi dan Luas Lahan Secara administrasi wilayah Jakarta Selatan terbagi atas 10 kecamatan
dengan 65 kelurahan. Kesepuluh kecamatan tersebut adalah Kecamatan Tebet,
Setiabudi, Mampang Prapatan, Kebayoran Baru, Kebayoran Lama, Pasar Minggu,
Cilandak, Pesanggrahan, Pancoran, dan Jagakarsa (Gambar 1). Luas lahan
wilayah Jakarta Selatan 145,73 km2. Kecamatan yang paling luas adalah
Jagakarsa dengan luas 25,01 km2 sedangkan kecamatan yang paling sempit adalah
Mampang Prapatan dengan luas 7,73 km2 (Tabel 4).
Tabel 4. Luas Wilayah Kecamatan di Jakarta Selatan Tahun 2008
No. Kecamatan Luas (Km2)
1. Jagakarsa 25,01
2. Pasar Minggu 21,90
3. Cilandak 18,20
4. Pesanggerahan 13,47
5. Kebayoran Lama 19,32
6. Kebayoran Baru 12,91
7. Mampang Prapatan 7,73
8. Pancoran 8,53
9. Tebet 9,05
10. Setia Budi 9,61
Jumlah 145,73
Sumber BPS Jakarta Selatan Dalam Angka 2008
4.3. Penggunaan Lahan Jenis penggunaan lahan di Jakarta Selatan dikelompokkan sebagai berikut:
perumahan, industri, kantor dan gudang, taman, pertanian, lahan tidur, dan
waserda. Persentase penggunaan lahan di Jakarta Selatan paling besar digunakan
28
untuk perumahan dan paling kecil adalah lahan tidur. Berikut ini ditampilkan
persentase luas tanah menurut penggunaanya per kecamatan.
Tabel 5. Persentase Luas Tanah menurut Penggunaannya per Kecamatan
Kecamatan Perumahan
Industri Kantor dan Per
gudangan
Taman Pertani an
Lahan tidur
Wa serda
Jagakarsa 52,76 1,54 3,81 2,48 19,13 4,44 15,84 Pasar Minggu 78,01 0,43 6,44 3,38 0,06 0,53 11,15 Cilandak 77,61 1,50 6,65 0,09 0,23 - 13,92 Pesanggerahan 80,61 1,33 1,22 0,54 1,62 1,62 13,06 Kebayoran Lama 70,01 8,00 18,58 0,48 - 0,50 2,43 Kebayoran Baru 68,25 0,08 19,97 2,32 0,03 0,20 9,15 Mampang Prapatan 77,13 0,01 3,03 - - - 19,83 Pancoran 77,42 3,67 10,71 1,21 0,08 0,83 6,08 Tebet 73,94 0,38 14,57 0,31 - 0,29 10,51 Setia Budi 65,42 0,78 22,82 0,97 - 2,17 7,84 Sumber: Survei Fisik Kelurahan dalam Jakarta Selatan Dalam Angka (2008)
4.4. Iklim dan Suhu Udara Wilayah Jakarta Selatan secara umum beriklim tropis dengan suhu rata-
rata per tahun 270C dengan tingkat kelembaban berkisar 80-90%. Arah angin
dipengaruhi angin Muson Barat terutama pada bulan Mei-Oktober. Curah hujan
per tahun rata-rata mencapai 2035 mm dengan curah hujan maksimum pada bulan
Januari.
4.5. Kependudukan Tabel 6 menunjukkan jumlah dan kepadatan penduduk per kecamatan.
Total jumlah penduduk di Wilayah Jakarta Selatan pada tahun 2008 sebanyak
1.745.205 jiwa dengan total luas wilayah sebesar 145,73 km2. Sehingga kepadatan
penduduk di Jakarta Selatan sebesar 11.976 Jiwa/Km2. Kepadatan penduduk pada
Kecamatan Tebet tertinggi diantara berbagai kecamatan di wilayah Jakarta
Selatan, sedangkan Kecamatan Cilandak memiliki kepadatan penduduk yang
terendah.
29
Tabel 6. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan pada tahun 2008
Kecamatan Luas
(Km2) Jumlah
Penduduk Laki-Laki
(Jiwa)
Jumlah Penduduk
Perempuan (Jiwa)
Total Jumlah
Penduduk (Jiwa)
Kepadatan (Jiwa/Km2)
Jagakarsa 25,01 117.170 108.106 225.276 8.876 Pasar Minggu 21,90 138.789 109.343 248.132 11.325 Cilandak 18,20 76.729 77.389 154.118 8.468 Pesanggerahan 13,47 81.974 74.042 156.016 11.582 Kebayoran Lama 19,32 120.161 109.526 229.687 11.895 Kebayoran Baru 12,91 72.614 70.795 143.409 11.108 Mampang Prapatan 7,73 54.281 50.064 104.345 13.481 Pancoran 8,53 63.038 60.331 123.369 14.990 Tebet 9,05 126.751 114.319 241.070 25.296 Setia Budi 9,61 60.341 59.442 119.783 13.236 Jumlah 145,73 911.848 833.357 1.745.205 11.976 Sumber : Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (keadaan bulan Juni 2008) dalam Jakarta Selatan Dalam Angka 2008
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Sebaran Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Perubahannya di Wilayah Jakarta Selatan
5.1.1. Identifikasi Perubahan Luas RTH di Kawasan Jakarta Selatan
Perubahan luas Ruang Terbuka Hijau di kawasan Jakarta Selatan
diidentifikasi dengan melakukan teknik overlay terhadap Peta Ruang Terbuka
Hijau tahun 2002 dan 2007 dengan Peta Administrasi Jakarta Selatan. Peta RTH
diperoleh dari suku dinas Pertamanan Kota Jakarta Selatan. Ruang terbuka hijau
cenderung mengalami perubahan luas setiap tahunnya. Luas RTH di Jakarta
Selatan pada tahun 2002 dan tahun 2007 disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau Tahun 2002 dan 2007
Pada periode 2002-2007 terjadi pengurangan luas RTH sebesar 362,21 ha
dari 1299,22 ha pada tahun 2002 menjadi 937,01 ha pada tahun 2007.
Pengurangan luas RTH terjadi karena adanya peningkatan jumlah penduduk di
Jakarta Selatan tiap tahunnya namun tidak diiringi dengan pertambahan lahan
menyebabkan lahan untuk RTH dialihfungsikan untuk pembangunan hunian dan
kebutuhan prasarana kota. Selain itu, cepatnya peningkatan harga lahan di
kawasan Jakarta Selatan menyebabkan lahan menjadi suatu komoditas yang
menguntungkan sehingga banyak orang berlomba-lomba untuk membangun lahan
tersebut menjadi perumahan atau kawasan perdagangan yang dapat memberikan
keuntungan daripada membangun taman. Akibatnya luasan RTH semakin
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
2002 2007
Tahun
Lu
as R
TH
(h
a)
31
berkurang dari waktu ke waktu. Visualisasi perubahan luas Ruang Terbuka Hijau
di wilayah Jakarta Selatan dijelaskan pada Gambar 4.
U
Sumber :Peta Ruang Terbuka HijauTahun 2002 dan 2007
LEGENDA :
#
#
#
#
#
jagakarsa
cilandak
tebet
pasar minggu
kebayoran lama
setia budi
pancoran
kebayoran baru
mampang prapatan
692000
692000
694000
694000
696000
696000
698000
698000
700000
700000
702000
702000
704000
704000
706000
706000
929
600
0 92960
00
929
800
0 92980
00
930
000
0 93000
00
930
200
0 93020
00
930
400
0 93040
00
930
600
0 93060
00
930
800
0 93080
00
931
000
0 93100
00
931
200
0 93120
00
931
400
0 93140
00
Peta Sebaran RTH Terkonversi
1000 0 1000 Meters
Perubahan RTHBatas Wilayah
# Titik Koordinat Perubahan
Gambar 4. Peta Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau Tahun 2002 dan 2007
32
Akibat pembangunan tidak berwawasan lingkungan, luas ruang terbuka
hijau semakin berkurang jauh dari luas optimal 30 persen dari total luas kota.
Luasan dan proporsi RTH di kawasan Jakarta Selatan tahun 2002 dan 2007
disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Luas dan Proporsi RTH di Jakarta Selatan Tahun 2002 dan 2007
Tahun Luas Jakarta Selatan (ha)
Luas RTH (ha)
Proporsi
2002 1299,22 8,91%
2007 14573,00
937,01 6,42%
Dari Tabel 7 terlihat bahwa proporsi RTH di Kawasan Jakarta Selatan
kurang dari 30 persen. Pada tahun 2002 proporsi RTH sebesar 8,91% sedangkan
pada tahun 2007 menurun menjadi 6,42%. Padahal keberadaaan RTH dapat
menjadi penyeimbang lingkungan perkotaan seperti udara, tata air, dan manusia.
Menurut Purnomohadi (1994) dalam Direktur Jenderal Penataan Ruang (2006),
permasalahan ketidaktersediaan Ruang Terbuka Hijau kota secara ideal
disebabkan oleh: (1) Inkonsistensi kebijakan dan strategi penataan ruang kota
akibat kurangnya pengertian dan perhatian akan urgensi eksistensi RTH dalam
kesatuan wilayah perkotaan, dan (2) Pemeliharaan RTH yang tidak konsisten dan
tidak rutin.
Gambar 5 menyajikan contoh perubahan Ruang Terbuka Hijau menjadi
lahan terbangun yang diperoleh dari hasil pengecekan lapang. Gambar 5a
merupakan gambar pertokoan di Kecamatan Cilandak, Gambar 5b merupakan
gambar bank di Kecamatan Pasar Minggu, Gambar 5c merupakan gambar sekolah
di Kecamatan Jagarkarsa, Gambar 5d adalah perumahan di Kecamatan Jagakarsa,
Gambar 5e kawasan perkantoran di Kecamatan Pancoran, sedangkan fasilitas
jalan di Kecamatan Setia Budi disajikan pada Gambar 5f.
33
a. Cilandak (106,78;-6,29) b. Pasar Minggu (106,82;-1,77)
c. Jagakarsa (106,82;-6,30) d. Jagakarsa (106,81;-6,36)
e.Pancoran (106,84;-6,28) f. Setia Budi (106,84;-6,24)
Gambar 5. Perubahan RTH menjadi Lahan Terbangun
34
5.1.2. Sebaran RTH Per Kecamatan di Jakarta Selatan
Jakarta Selatan terdiri dari sepuluh kecamatan, yaitu: Jagakarsa, Pasar
Minggu, Cilandak, Pesanggerahan, Kebayoran Lama, Kebayoran Baru, Mampang
Prapatan, Pancoran, Tebet, dan Setia Budi. Setiap kecamatan di Jakarta Selatan
memiliki RTH dengan luasan yang berbeda-beda. Luasan RTH per kecamatan di
Jakarta Selatan beserta perubahannya pada tahun 2002 dan 2007 disajikan pada
Tabel 8.
Tabel 8. Luas RTH Tahun 2002 dan 2007 serta Luas Perubahannya
KECAMATAN Luas RTH 2002
(Ha) Luas RTH 2007
(Ha) Luas Perubahan
RTH (Ha) Pasar Minggu 317,43 192,9 -124,53 Jagakarsa 372,82 277,71 -95,11 Pesanggerahan 119,16 61,11 -58,05 Cilandak 88,47 58,65 -29,82 Kebayoran Lama 156,2 135,43 -20,77 Pancoran 52,85 35,92 -16,93 Setia Budi 43,3 34,57 -8,73 Tebet 63,88 57,81 -6,07 Mampang Prapatan 14,38 12,29 -2,09 Kebayoran Baru 70,73 70,62 -0,11
Tabel 8 menunjukkan bahwa hampir di seluruh kecamatan di Jakarta
Selatan terjadi pengurangan luas RTH. Pengurangan luas RTH terbesar sampai
terkecil beserta besaran penurunannya di masing-masing kecamatan sebagai
berikut: Pasar Minggu 124,53 ha, Jagakarsa 95,11 ha, Pesanggerahan 58,05 ha,
Cilandak 29,82 ha, Kebayoran Lama 20,77 ha, Pancoran 16,93 ha, Setia Budi 8,73
ha, Tebet 6,07 ha, Mampang Prapatan 2,09 ha, dan Kebayoran Baru 0,11 ha.
Kecamatan Pasar Minggu merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk
terbanyak daripada kecamatan lainnya. Dengan jumlah penduduk yang banyak
mendorong pembangunan hunian semakin besar sehingga banyak lahan RTH
dialihfungsikan. Kecamatan Kebayoran Baru mengalami penurunan jumlah RTH
yang paling kecil karena pada kecamatan tersebut terdapat kantor pemerintahan
Jakarta Selatan sehingga pengawasan akan RTH di daerah tersebut cukup ketat
sehingga pengurangan luas RTH yang terjadi kecil.
Visualisasi RTH per kecamatan di Jakarta Selatan tahun 2002 dapat dilihat
pada Gambar 6, sedangkan tahun 2007 dapat dilihat pada Gambar 7.
35
PETA RUANG TERBUKA HIJAUJAKARTA SELATAN
TAHUN 2002
U
cilandakjagakarsakebayoran barukebayoran lamamampang prapatanpancoranpasar minggupesanggerahansetia buditebet
Sumber:Hasil Analisis Peta Ruang TerbukaHijau Tahun 2002
Batas Wilayah
LEGENDA :
692000
692000
694000
694000
696000
696000
698000
698000
700000
700000
702000
702000
704000
704000
706000
706000
708000
708000
929
800
0 92980
00
930
000
0 93000
00
930
200
0 93020
00
930
400
0 93040
00
930
600
0 93060
00
930
800
0 93080
00
931
000
0 93100
00
931
200
0 93120
00
931
400
0 93140
00
2000 0 2000 Meters
N
PETARUANG TERBUKA HIJAU
JAKARTA SELATANTAHUN 2007
LEGENDA
Sumber:Hasil KlasifikasiPeta Ruang Terbuka HijauTahun 2007
cilandakjagakarsakebayoran barukebayoran lamamampang prapatanpancoranpasar minggupesanggerahansetia buditebet
Batas Wilayah
692000
692000
694000
694000
696000
696000
698000
698000
700000
700000
702000
702000
704000
704000
706000
706000
708000
708000
929
800
0 92980
00
930
000
0 93000
00
930
200
0 93020
00
930
400
0 93040
00
930
600
0 93060
00
930
800
0 93080
00
931
000
0 93100
00
931
200
0 93120
00
931
400
0 93140
00
1000 0 1000 Meters
a. b.
Gambar 6. (a) Peta Ruang Terbuka Hijau Tahun 2002, dan (b) Peta Ruang Terbuka Hijau Tahun 2007 per Kecamatan
36
Contoh Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Selatan disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7a merupakan Taman Bumi Perkemahan yang terdapat di Kecamatan
Pasar Minggu, Gambar 7b merupakan hutan kota di Kecamatan Jagakarsa, jalur
hijau di Kecamatan Setia Budi disajikan pada Gambar 7c, Gambar 7d merupakan
contoh taman kota yang terdapat di Kecamatan Kebayoran Baru, dan pemakaman
yang terdapat di Kecamatan Kebayoran Lama disajikan pada Gambar 7e.
a. Pasar Minggu (106,82;-1,77) b. Jagakarsa (106,82;-6,36)
c. Setia Budi (106,82;-6,20) d. Kebayoran Baru (106,79;-6,24)
e. Kebayoran Lama (106,77;-6,25)
Gambar 7. Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Selatan
37
Ruang Terbuka Hijau di kawasan Jakarta Selatan terjadi penambahan 1 taman
kota di Kecamatan Kebayoran Baru yang disahkan oleh Gubernur DKI Jakarta
Fauzi Bowo pada 15 Maret 2009. Gambar 8 merupakan foto dari taman kota
tersebut.
Gambar 8. Taman Ayodia – Kebayoran Baru (106,79;-6,24)
5.1.3. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta Selatan
Peta RTRW Jakarta Selatan yang digunakan merupakan Peta RTRW
Jakarta Selatan Tahun 2000-2010. Luasan RTH dalam RTRW beserta proporsinya
dibandingkan dengan luas RTH eksisting ditunjukkan dalam Tabel 9.
Tabel 9. Proporsi Luas RTH dalam RTRW terhadap Luas RTH Eksisting
Tahun
Luas Wilayah Jakarta Selatan
(ha)
Luas RTH dalam
RTRW (ha)
% RTH dalam RTRW
Luas RTH Eksisting
(ha) % RTH
Eksisting 2002 14573,00 1080,72 7,42 1299,22 8,91 2007 14573,00 1080,72 7,42 937,01 6,42
Berdasarkan Tabel 9, pada tahun 2002 proporsi luas Ruang Terbuka Hijau
eksisting lebih besar daripada proporsi luas Ruang Terbuka Hijau dalam RTRW.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2002 tidak terjadi penyimpangan
Ruang Terbuka Hijau. Namun, pada tahun 2007 proporsi luas Ruang Terbuka
Hijau eksisting lebih kecil dari pada proporsi luas Ruang Terbuka Hijau dalam
RTRW. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi penyimpangan tata ruang.
38
Perumahan merupakan jenis penggunaan lahan terbesar dalam RTRW
Jakarta Selatan diikuti oleh perumahan kepadatan rendah, bangunan umum, ruang
terbuka hijau, bangunan umum kepadatan rendah, dan bangunan umum dan
perumahan. Luasan penggunaan lahan dalam RTRW dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Luas Penggunaan Lahan di Jakarta Selatan dalam RTRW
Penggunaan Lahan Luas dalam RTRW (ha) Perumahan 7593,49 Bangunan Umum 1567,06 Perumahan Kepadatan Rendah 3270,77 Bangunan Umum dan Perumahan 251,28 Bangunan Umum Kepadatan Rendah 809,68 Ruang Terbuka Hijau 1080,72 Total 14573,00
Visualisasi Peta RTRW Jakarta Selatan dapat dilihat pada Gambar 9.
Peta RTRW Jakarta Selatan Tahun 2000-2010
U
LegendaBangunan UmumBangunan Umum Kepadatan RendahBangunan Umum dan PerumahanPerumahanPerumahan Kepadatan RendahRuang Terbuka Hijau
700 0 700 Meters
Sumber:Dinas Tata Kota DKI Jakarta
694000
694000
696000
696000
698000
698000
700000
700000
702000
702000
704000
704000
706000
706000
929
800
0 92980
00
930
000
0 93000
00
930
200
0 93020
00
930
400
0 93040
00
930
600
0 93060
00
930
800
0 93080
00
931
000
0 93100
00
931
200
0 93120
00
931
400
0 93140
00
Gambar 9. Peta RTRW Jakarta Selatan
39
5.2. Kondisi Demografi Jakarta Selatan
5.2.1. Perkembangan Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk di Jakarta Selatan cenderung mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun. Jumlah penduduk di Jakarta Selatan dari tahun 2000 sampai
tahun 2007 ditampilkan pada Gambar 10.
Gambar 10 menunjukkan jumlah penduduk di Jakarta Selatan yang terus
meningkat dari tahun 2000 sampai tahun 2007. Data jumlah penduduk diperoleh
dari data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik Jakarta Selatan.
Gambar 10 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah penduduk pada
periode 2000-2007. Pada tahun 2000 jumlah penduduk di Jakarta Selatan
sebanyak 1.655.417 jiwa, sedangkan pada tahun 2007 sebanyak 1.742.177 jiwa.
Peningkatan jumlah penduduk disebabkan karena wilayah Jakarta Selatan
merupakan wilayah yang memiliki sarana-prasarana yang cukup lengkap seperti
sekolah bertaraf unggulan, pusat perbelanjaan yang cukup banyak dan besar dan
beberapa rumah sakit besar. Faktor-faktor tersebut merupakan salah satu daya
tarik wilayah Jakarta Selatan sehingga banyak orang yang ingin bermukim di
Jakarta Selatan. Kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak adalah
Kecamatan Pasar Minggu, sedangkan paling sedikit adalah Kecamatan Mampang
Prapatan.
1600000
1620000
1640000
1660000
1680000
1700000
1720000
1740000
1760000
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Tahun
Jum
lah
Pen
du
du
k (J
iwa)
Gambar 10. Grafik Jumlah Penduduk Di Jakarta Selatan Tahun 2000-2007
Laju pertumbuhan jumlah penduduk di Jakarta Selatan dari tahun 2000
sampai tahun 2007 disajikan pada Gambar 11.
40
-0.01
-0.005
0
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
2000-2001
2001-2002
2002-2003
2003-2004
2004-2005
2005-2006
2006-2007
Tahun
Laj
u P
ertu
mb
uh
an J
um
lah
P
end
ud
uk
Gambar 11. Laju Pertumbuhan Jumlah Penduduk Jakarta Selatan Tahun 2000-2007
Gambar 11 menunjukkan laju pertumbuhan jumlah penduduk di Jakarta
Selatan pada periode tahun 2000-2007 mengalami kenaikan dan penurunan.
Secara umum, laju pertumbuhan jumlah penduduk di Jakarta Selatan tahun 2000-
2007 sebesar 0,7% per tahun.
5.2.2. Peningkatan Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk di Jakarta Selatan pada periode tahun 2000-2007
mengalami peningkatan. Gambar 12 menyajikan kepadatan penduduk (jiwa/km2)
di Jakarta Selatan tahun 2000-2007.
1100011100
1120011300
1140011500
1160011700
1180011900
1200012100
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Tahun
Kep
adat
an P
end
ud
uk
(Jiw
a/K
m2)
Gambar 12. Kepadatan Penduduk Jakarta Selatan Tahun 2000-2007
41
Peningkatan kepadatan penduduk pada periode tahun 2000-2007
disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk yang tidak disertai dengan
penambahan luas wilayah Jakarta Selatan. Pada tahun 2000 kepadatan penduduk
di Jakarta Selatan sebesar 11.360 Jiwa/Km2 , sedangkan pada tahun 2007 sebesar
11.955 Jiwa/Km2 . Kecamatan Tebet memiliki kepadatan penduduk yang paling
besar karena kecamatan tersebut memiliki luas wilayah yang cukup kecil,
sedangkan Kecamatan Cilandak memiliki kepadatan penduduk yang paling
rendah karena luas wilayahnya cukup besar.
Kepadatan penduduk di Jakarta Selatan memiliki laju pertumbuhan per
tahun yang berbeda-beda. Pada Gambar 13 nampak bahwa laju pertumbuhan
kepadatan penduduk di Jakarta Selatan periode tahun 2000-2007 mengalami
penurunan dan kenaikan. Laju pertumbuhan kepadatan penduduk Jakarta Selatan
tahun 2000-2007 sebesar 0,7% per tahun. Gambar 13 menyajikan laju
pertumbuhan kepadatan penduduk per tahun di Jakarta Selatan.
-0.01
-0.005
0
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
2000-2001
2001-2002
2002-2003
2003-2004
2004-2005
2005-2006
2006-2007
Tahun
Laj
u P
ertu
mb
uh
an K
epad
atan
P
end
ud
uk
Gambar 13. Laju Pertumbuhan Kepadatan Penduduk Jakarta Selatan Tahun 2000- 2007
5.2.3. Jumlah Pendatang Tahun 2000-2007
Jumlah pendatang yang terjadi di Wilayah Jakarta Selatan dapat dilihat
pada Tabel 11.
Dari Tabel 11 dapat dikatakan bahwa semua kecamatan mengalami
penurunan jumlah pendatang dari tahun 2000 sampai tahun 2007. Pada tahun
2000 jumlah pendatang yang masuk ke Jakarta Selatan sebanyak 17.702 jiwa,
42
sedangkan pada tahun 2007 jumlah pendatang yang masuk ke Jakarta Selatan
sebanyak 674 jiwa. Kecamatan yang memiliki jumlah pendatang paling banyak
adalah Kecamatan Jagakarsa, sedangkan paling sedikit adalah Kecamatan Setia
Budi. Jagakarsa memiliki jumlah pendatang banyak karena Kecamatan Jagakarsa
berbatasan dengan Kotamadya Depok yang kita ketahui bahwa di Kotamadya
Depok terdapat beberapa universitas swasta dan juga negeri sehingga banyak
pendatang yang masuk ke Kecamatan Jagakarsa.
Tabel 11. Jumlah Pendatang per Kecamatan di Jakarta Selatan Tahun 2000-2007
Tahun Kecamatan
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Jagakarsa 3261 5601 2940 2677 2017 2021 386 117 Pasar Minggu 3240 3086 2231 4363 2031 2035 354 73 Cilandak 1661 2097 2016 1765 1678 1681 132 21 Pesanggrahan 1783 1839 1010 1049 1104 1106 107 73 Kebayoran Lama 1853 2428 2304 1816 1337 1340 254 127 Kebayoran Baru 1037 2768 1772 1689 1102 1104 201 36 Mampang Prapatan 765 1728 1300 1147 710 711 129 46 Pancoran 975 1505 1446 1314 1395 1398 191 63 Tebet 2027 1155 793 1943 1617 1620 249 54 Setia Budi 1100 1875 624 843 880 882 164 64 Sumber: Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dalam Jakarta Sekatan Dalam Angka Tahun
2000-2007
Jumlah pendatang yang masuk ke Jakarta Selatan memiliki laju
pertumbuhan yang berbeda-beda. Laju pertumbuhannya dapat dilihat pada
Gambar 14.
-1
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0
0.2
0.4
0.6
2000-2001
2001-2002
2002-2003
2003-2004
2004-2005
2005-2006
2006-2007
Tahun
Laj
u P
ertu
mb
uh
an J
um
lah
P
end
atan
g
Gambar 14. Laju Pertumbuhan Jumlah Pendatang Jakarta Selatan Tahun 2000-2007
43
Pada Gambar 14 dapat dikatakan bahwa laju perubahan jumlah pendatang
di Jakarta Selatan tahun 2000-2007 rata-rata sebesar -23% per tahun atau
mengalami penurunan. Pada tahun 2005-2007 terjadi penurunan jumlah
pendatang karena adanya aturan tentang syarat bagi pendatang yang berasal dari
luar wilayah DKI Jakarta bila akan masuk ke kawasan DKI Jakarta. Persyaratan
tersebut antara lain bila tidak mempunyai KTP DKI Jakarta atau bila tidak
memiliki surat rekomendasi dari tempat bekerja atau bila tidak memiliki keahlian
khusus maka akan dipulangkan ke daerah asalnya.
5.3. Hirarki Wilayah dan Perkembangan Wilayah Jakarta Selatan
5.3.1. Hirarki Wilayah
Hasil analisis skalogram digunakan untuk mengetahui tingkat
perkembangan suatu wilayah. Tingkat perkembangan suatu wilayah tersebut
dinyatakan dalam bentuk Hirarki I, Hirarki II, dan Hirarki III. Hirarki I untuk
menyatakan daerah yang paling berkembang, sedangkan Hirarki III untuk
menyatakan daerah yang kurang berkembang. Untuk perhitungan skalogram
digunakan data PODES.
Untuk mengetahui perkembangan wilayah di Jakarta Selatan maka
dilakukan perhitungan skalogram. Data yang digunakan untuk analisis yaitu data
PODES 2003 dan 2006. Dari pengolahan data tersebut diperoleh hirarki
berdasarkan kecamatan seperti tertera pada Tabel 12.
Tabel 12. Jumlah Hirarki Berdasarkan Kecamatan di Jakarta Selatan
Tahun 2003 (Jumlah) Tahun 2006 (Jumlah) Kecamatan
Hirarki I Hirarki II Hirarki III Hirarki I Hiraki I I Hirarki III
Jagakarsa 0 0 6 0 0 6 Pasar Minggu 0 3 4 0 1 6 Cilandak 1 3 1 0 3 2 Pesanggrahan 0 0 5 0 2 3 Kebayoran Lama 0 2 4 0 1 5 Kebayoran Baru 2 3 5 3 2 5 Mampang Prapatan 0 3 2 0 4 1 Pancoran 0 1 5 0 3 3 Tebet 0 1 6 0 1 6 Setia Budi 2 1 5 2 2 4 Jakarta Selatan 5 17 43 5 19 41
Sumber: Analisis PODES Tahun 2003 dan Tahun 2006
44
Berdasarkan Tabel 12, nampak bahwa pada tahun 2003 sebagian besar
desa yaitu sebanyak 43 desa di Jakarta Selatan berhirarki III, sedangkan desa yang
berhirarki II berjumlah 17 desa dan berhirarki I sebanyak 5 desa. Pada tahun 2006
terjadi peningkatan desa yang berhirarki II menjadi 19 desa. Sementara itu, desa
yang berhirarki III mengalami penurunan menjadi 41 desa dan desa berhirarki I
jumlahnya tidak berubah yaitu 5 desa, tetapi ada perubahan yang terjadi di
Kecamatan Cilandak yaitu pada tahun 2003 terdapat desa berhirarki I berjumlah 1
desa namun pada tahun 2006 tidak terdapat desa berhirarki I dan pada Kecamatan
Kebayoran Baru terdapat 2 desa berhirarki I pada tahun 2003 namun pada tahun
2006 desa berhirarki I menjadi 3 desa. Hal tersebut dapat terjadi karena terjadi
penambahan fasilitas di kecamatan yang lainnya namun pada Kecamatan
Cilandak tidak terjadi penambahan fasilitas. Selain itu, jumlah fasilitas di
Kecamatan Cilandak sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduknya jadi
tidak terjadi penambahan fasilitas. Pada Kecamatan Kebayoran Baru terjadi
penambahan fasilitas sehingga desa berhirarki I bertambah.
Perkembangan suatu wilayah ditandai dengan adanya penambahan jumlah
fasilitas-fasilitas atau semakin lengkapnya fasilitas di suatu wilayah.
Pembangunan fasilitas tersebut memerlukan lahan. Jumlah lahan yang terbatas
menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan Ruang Terbuka Hijau untuk memenuhi
kebutuhan lahan tersebut.
5.3.2. Perkembangan Sarana-Prasarana Perkembangan suatu wilayah tidak terlepas dari berkembangnya sarana-
prasarana di wilayah tersebut. Sarana-prasarana tersebut dikelompokkan menjadi
fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, dan fasilitas perekonomian. Berikut ini
akan disajikan perkembangan sarana-prasarana di Jakarta Selatan.
5.3.2.1.Fasilitas Pendidikan
Fasilitas pendidikan terdiri dari jumlah sekolah-sekolah negeri maupun
swasta dan juga lembaga-lembaga kursus yang berada di Jakarta Selatan. Jumlah
fasilitas pendidikan setiap kecamatan di Jakarta Selatan tahun 2003 dan tahun
2006 dapat dilihat pada Gambar 15.
45
050
100150200250300350400
SETIA B
UDI
JAGAKARSA
CILANDAK
TEBET
PASAR MIN
GG
U
PANCORAN
MAMPANG
PRAPATAN
PESANGGRAHAN
KEBAYORAN LAM
A
KEBAYORAN BARU
Kecamatan
Jum
lah
Fas
ilit
as P
end
idik
an
Fasilitas Pendidikan 2003 Fasilitas Pendidikan 2006
Gambar 15. Jumlah Fasilitas Pendidikan per Kecamatan Tahun 2003 dan 2006
Gambar 15 menunjukkan bahwa jumlah fasilitas pendidikan di Jakarta
Selatan meningkat dalam kurun waktu tersebut. Pada tahun 2003 jumlah fasilitas
pendidikan di Jakarta Selatan berjumlah 2.237 unit, sedangkan pada tahun 2006
jumlah fasilitas pendidikan sebanyak 2.563 unit. Kecamatan yang memiliki
jumlah fasilitas pendidikan terbanyak adalah Kecamatan Kebayoran Lama.
Kecamatan Setia Budi memiliki jumlah fasilitas pendidikan paling sedikit.
00.010.020.030.040.050.060.070.080.09
Setia
Budi
Jaga
kars
a
Ciland
akTe
bet
Pasar
Ming
gu
Panco
ran
Mam
pang
Pra
pata
n
Pesan
ggra
han
Kebay
oran
Lam
a
Kebay
oran
Bar
u
Kecamatan Jakarta Selatan
Laj
u P
ertu
mb
uh
an F
asil
itas
P
end
idik
an
Gambar 16. Grafik Laju Pertumbuhan Fasilitas Pendidikan per Kecamatan
Jumlah fasilitas pendidikan di setiap kecamatan di Jakarta Selatan
berbeda-beda. Begitu pula dengan laju pertumbuhan fasilitas pendidikan di setiap
kecamatan akan berbeda-beda. Gambar 16 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan
46
fasilitas pendidikan tertinggi berada di Kecamatan Kebayoran Baru sebesar 7,7%
per tahun. Banyaknya fasilitas pendidikan yang dibangun di Kecamatan
Kebayoran Baru karena kecamatan tersebut merupakan pusat kota Jakarta Selatan
dengan aksesibilas yang mudah. Banyak sekolah negeri untuk semua tingkat
terdapat disini dengan kualitas unggulan dan internasional seperti SLTP 19,
SMAN 70, SMA Pangudi Luhur 1, SMA Tarakanita, Universitas Al-Azhar, dan
Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama). Laju pertumbuhan fasilitas
pendidikan terendah terjadi di Kecamatan Setia Budi sebesar 1,4% per tahun.
Kecamatan Setia Budi bersebelahan dengan pusat bisnis (Sudirman Business
District) oleh karena itu lebih banyak perkantoran di kecamatan tersebut sehingga
laju fasilitas pendidikan rendah. Laju pertumbuhan fasilitas pendidikan di Jakarta
Selatan tahun 2003-2006 sebesar 4,8% per tahun. Laju pertumbuhan fasilitas
pendidikan setiap kecamatan di Jakarta Selatan dapat dilihat pada Gambar 16.
Berdasarkan Pedoman Standar Pelayanan Minimal tentang sarana
pendidikan suatu wilayah kota minimal tersedia 1 unit TK untuk setiap 1.000
penduduk, 1 unit SD untuk setiap 6.000 penduduk, 1 unit SLTP untuk setiap
25.000 penduduk, 1 unit SLTA untuk setiap 30.000 penduduk, dan 1 unit
perguruan tinggi untuk setiap 70.000 penduduk. Pertumbuhan fasilitas pendidikan
di Jakarta Selatan dibandingkan dengan standar pelayanan minimal perkotaan
dijabarkan pada Tabel 13.
Tabel 13. Fasilitas Pendidikan di Jakarta Selatan dibandingkan Standar Pelayanan Minimal Perkotaan
Standar Pelayanan Minimal Perkotaan
(Unit)
Jumlah Fasilitas
Pendidikan (Unit)
Indeks Pelayanan Jenis Fasilitas Pendidikan
2003 2006 2003 2006 2003 2006 TK 1701 1734 418 470 -1283 -1264 SD 283 289 864 913 581 624 SLTP 68 69 270 295 202 226 SLTA 56 57 169 192 113 135 Perguruan Tinggi 24 24 59 88 35 64
Berdasarkan Tabel 13 dapat dikatakan bahwa hampir seluruh fasilitas
pendidikan di Jakarta Selatan telah memenuhi standar pelayanan minimal
perkotaan. Berdasarkan nilai indeks pelayanan, TK memiliki nilai negatif artinya
47
bahwa jumlah TK masih kurang sehingga perlu ditambah. Untuk SD, SLTP,
SLTA, dan perguruan tinggi memiliki nilai indeks pelayanan positif artinya
bahwa jumlah fasilitas pendidikan tersebut sudah cukup sehingga tidak perlu
ditambah.
5.3.2.2.Fasilitas Kesehatan
Fasilitas kesehatan terdiri dari jumlah rumah sakit, puskesmas, polindes,
posyandu, tempat praktek dokter, dan toko obat. Gambar 17 menunjukkan bahwa
jumlah fasilitas kesehatan di Jakarta Selatan dari tahun 2003-2006 mengalami
peningkatan. Fasilitas kesehatan di Jakarta Selatan tahun 2003 berjumlah 2.255
unit dan meningkat menjdi 2.739 unit di tahun 2006. Kecamatan yang memiliki
jumlah fasilitas kesehatan paling banyak adalah Kecamatan Tebet, sedangkan
kecamatan yang memiliki jumlah fasilitas kesehatan paling sedikit adalah
Kecamatan Setia Budi.
050
100150200250300350400450
PASAR MIN
GG
U
PANCORAN
JAGAKARSA
MAMPANG
PRAPATAN
CILANDAK
TEBET
PESANGGRAHAN
SETIA B
UDI
KEBAYORAN BARU
KEBAYORAN LAM
A
Kecamatan di Jakarta Selatan
Jum
lah
Fas
ilit
as K
eseh
atan
Fasilitas Kesehatan 2003 Fasilitas Kesehatan 2006
Gambar 17. Jumlah Fasilitas Kesehatan per Kecamatan Tahun 2003 dan 2006
Laju pertumbuhan fasilitas kesehatan di setiap kecamatan di Jakarta
Selatan berbeda-beda. Gambar 18 menyajikan laju pertumbuhan fasilitas
kesehatan setiap kecamatan di Jakarta Selatan tahun 2003-2006. Berdasarkan
Gambar 18 Kecamatan Kebayoran Lama memiliki laju pertumbuhan fasilitas
kesehatan yang paling tinggi sebesar 19% per tahun. Laju pertumbuhan fasilitas
kesehatan terendah adalah Kecamatan Pasar Minggu 0,5% per tahun. Secara
48
keseluruhan laju pertumbuhan fasilitas kesehatan di Jakarta Selatan tahun 2003-
2006 sebesar 7,1% per tahun.
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
Pasar M
ingg
u
Panco
ran
Jaga
kars
a
Mam
pang
Prapa
tan
Cilanda
k
Tebet
Pesang
grah
an
Setia B
udi
Kebay
oran
Baru
Kebay
oran
Lam
a
Kecamatan Jakarta Selatan
Laj
u P
eru
mb
uh
an F
asil
itas
K
eseh
atan
Gambar 18. Grafik Laju Pertumbuhan Fasilitas Kesehatan per Kecamatan
Menurut Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.
534/KPTS/M/2001 tentan Pedoman Standar Pelayanan Minimal Perkotaan
menyebutkan bahwa sarana pelayanan kesehatan suatu perkotaan minimal tersedia
1 unit balai pengobatan untuk setiap 3.000 jiwa, 1 unit rumah sakit bersalin untuk
setiap 10.000-30.000 jiwa, 1 unit puskesmas untuk setiap 120.000 jiwa, dan 1 unit
rumah sakit untuk setiap 240.000 jiwa. Pertumbuhan fasilitas kesehatan di Jakarta
Selatan dibandingkan dengan standar pelayanan minimal perkotaan dijabarkan
dalam Tabel 14.
Tabel 14. Fasilitas Kesehatan di Jakarta Selatan dibandingkan Standar Pelayanan Minimal Perkotaan
Standar Pelayanan Minimal
Perkotaan (Unit)
Jumlah Fasilitas Pendidikan
(Unit) Indeks Pelayanan Jenis Fasilitas
Kesehatan
2003 2006 2003 2006 2003 2006 Rumah Sakit 7 7 28 38 21 31 Rumah Sakit Bersalin 56 57 99 109 43 52 Balai Pengobatan 567 578 129 176 -438 -402 Puskesmas 14 14 52 72 38 58
49
Berdasarkan Tabel 14 dapat dikatakan bahwa hampir semua fasilitas
kesehatan di Jakarta Selatan sudah memenuhi standar pelayanan minimal
perkotaan. Rumah sakit, rumah sakit bersalin, dan puskesmas memiliki nilai
indeks pelayanan positif artinya jumlah fasilitas kesehatan tersebut sudah cukup
dan tidak perlu ditambah. Balai pengobatan memiliki nilai indeks pelayanan
negatif yang artinya jenis fasilitas tersebut masih belum cukup dan perlu
ditambah.
5.3.2.3.Fasilitas Perekonomian
Fasilitas perekonomian mencangkup jumlah toko, supermarket, industri
kecil-menengah, bank, wartel, warnet, dan hotel. Fasilitas perekonomian setiap
kecamatan di Jakarta Selatan memiliki jumlah yang berbeda-beda. Berikut ini
disajikan jumlah fasilitas perekonomian setiap kecamatan di Jakarta Selatan
seperti pada Tabel 15.
Tabel 15. Jumlah Fasilitas Perekonomian Tahun 2003 dan 2006
Nama Kecamatan Fasilitas Perekonomian
2003 Fasilitas Perekonomian
2006 JAGAKARSA 4049 4708 PASAR MINGGU 1361 2760 CILANDAK 2919 3949 PESANGGRAHAN 1103 2275 KEBAYORAN LAMA 926 2589 KEBAYORAN BARU 2465 3128 MAMPANG PRAPATAN 1979 2721 PANCORAN 1786 2965 TEBET 775 2572 SETIA BUDI 624 1316
Sumber: PODES 2003 dan 2006
Tabel 15 menunjukkan bahwa dari tahun 2003-2006 terjadi peningkatan
jumlah fasilitas perekonomian. Tahun 2003 jumlah fasilitas perekonomian di
Jakarta Selatan sebanyak 17.987 unit. Untuk tahun 2006, jumlah fasilitas
perekonomian di Jakarta Selatan berjumlah 28.983 unit. Kecamatan Jagakarsa
memiliki jumlah fasilitas perekonomian yang paling besar karena pada kecamatan
tersebut terdapat sebagian wilayah kampus Universitas Indonesia sehingga banyak
dibangun warung, toko atau bank untuk melayani para mahasiswa. Untuk
kecamatan yang memiliki jumlah fasilitas perekonomian paling sedikit adalah
Kecamatan Setia Budi.
50
Laju pertumbuhan fasilitas perekonomian setiap kecamatan di Jakarta
Selatan ditampilkan pada Gambar 19. Menurut Gambar 19 laju pertumbuhan
fasilitas perekonomian tertinggi terjadi di Kecamatan Tebet sebesar 77% per
tahun. Laju pertumbuhan perekonomian yang tinggi disebabkan banyak orang
yang bermukim di kawasan tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan penduduknya
maka dibangun fasilitas-fasilitas perekonomian baru sehingga laju
pertumbuhannya tinggi. Laju pertumbuhan fasilitas perekonomian terendah terjadi
di Kecamatan Jagakarsa sebesar 3,5% per tahun. Untuk Jakarta Selatan laju
pertumbuhan fasilitas perekonomian tahun 2003-2006 sebesar 20% per tahun.
00.10.20.30.40.50.60.70.80.9
Jaga
kars
a
Kebay
oran
Baru
Cilanda
k
Mam
pang
Prapa
tan
Panco
ran
Setia B
udi
Pasar M
ingg
u
Pesang
grah
an
Kebay
oran
Lam
a
Tebet
Kecamatan Jakarta Selatan
Laj
u P
ertu
mb
uh
an F
asil
itas
P
erek
on
om
ian
Gambar 19. Grafik Laju Pertumbuhan Fasilitas Perekonomian per Kecamatan
Menurut Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.
534/KPTS/M/2001 tentang Pedoman Standar Pelayanan Minimal Perkotaan
menyebutkan bahwa sarana pelayanan perekonomian suatu perkotaan minimal
tersedia 1 unit pasar untuk setiap 30.000 jiwa, 1 unit toko untuk setiap 2.500 jiwa,
1 unit kios untuk setiap 250 jiwa, 1 unit bank untuk setiap 30.000 jiwa dan 1 unit
koperasi untuk setiap 2.500 jiwa. Pertumbuhan fasilitas perekonomian di Jakarta
Selatan dibandingkan dengan standar pelayanan minimal perkotaan dijabarkan
dalam Tabel 16.
Berdasarkan Tabel 16 dapat dikatakan bahwa hampir semua fasilitas
perekonomian di Jakarta Selatan sudah memenuhi standar pelayanan minimal
perkotaan. Pasar, toko, dan bank memiliki nilai indeks pelayanan positif artinya
51
jumlah fasilitas perekonomian tersebut sudah cukup dan tidak perlu ditambah.
Koperasi memiliki nilai indeks pelayanan negatif yang artinya jenis fasilitas
tersebut masih belum cukup dan perlu ditambah.
Tabel 16. Fasilitas Perekonomian di Jakarta Selatan dibandingkan Standar Pelayanan Minimal Perkotaan
Standar Pelayanan Minimal
Perkotaan (Unit)
Jumlah Fasilitas Pendidikan
(Unit) Indeks Pelayanan Jenis Fasilitas
Kesehatan
2003 2006 2003 2006 2003 2006 Pasar 56 57 112 258 56 201 Toko 680 693 13345 16174 12665 15481 Bank 56 57 214 353 158 296 Koperasi 680 693 178 391 -502 -302
5.4. Hubungan Antar Faktor dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Luas RTH
5.4.1. Hubungan Antar Faktor terkait dengan Perubahan Luas RTH
Penggunaan analisis komponen utama diperlukan karena pada analisis ini
dapat mengetahui hubungan variabel asal (X) yang digunakan karena analisis
regresi tidak bisa menjelaskan hubungan variabel asal (X). Hubungan antar
variabel-variabel dijelaskan ke dalam beberapa faktor dapat dilihat pada factor
loadings. Dari 6 variabel yang digunakan dibagi menjadi 2 faktor. Pembagian
menjadi 2 faktor dipilih karena dengan 2 faktor tersebut sudah cukup bisa untuk
menjelaskan variabel-variabel asal yang digunakan. Kedua faktor menerangkan
77,449% dari total keragaman data. Artinya, nilai kumulatif persen total
keragaman data awal yang dapat diterangkan oleh faktor-faktor yang baru sebesar
77,449%.
Tabel 17 menampilkan nilai factor loading variabel-variabel asal terhadap
komponen utamanya. Nilai factor loading yang dianggap sebagai peubah penciri
komponen utama adalah pada nilai > 0,70. Apabila suatu variabel asal memiliki
nilai factor loading lebih besar dari 0,70 pada faktor tertentu, maka variabel asal
itu termasuk ke dalam faktor tersebut. Hasil factor loadings disajikan pada Tabel
17.
52
Tabel 17. Hasil Analisis Komponen Utama Komponen Utama
Variabel Asal Faktor 1 Faktor 2
Alokasi RTH (RTRW) 0,742 0,326 Jumlah Penduduk 0,629 0,726 Kepadatan Penduduk 0,629 0,726 Jumlah Pendatang -0,884 0,029 Fasilitas Pendidikan -0,648 -0,058 Fasilitas Perekonomian 0,130 -0,896 Akar Ciri 3,36 1,17 Proporsi Ragam (%) 55,93 19,52
Berdasarkan factor loadings yang terdapat pada Tabel 17 dapat
diinterpretasikan sebagai berikut:
• Faktor 1 memiliki ragam 55,927% dan diwakili oleh alokasi RTH dalam
RTRW dan pertumbuhan jumlah pendatang. Korelasi antara kedua variabel
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: bila alokasi luas RTH dalam RTRW
di Jakarta Selatan semakin tinggi maka pertumbuhan jumlah pendatang pada
wilayah tersebut semakin rendah.
• Faktor 2 menerangkan 19,522% ragam datan dan diwakili oleh variabel
pertumbuhan jumlah penduduk, kepadatan penduduk, dan fasilitas
perekonomian. Keterkaitan yang dapat dijelaskan dari faktor-2 adalah sebagai
berikut: bila pertumbuhan penduduk dan kepadatan penduduk semakin tinggi
maka pertumbuhan fasilitas perekonomian pada Jakarta Selatan rendah. Hal
tersebut terjadi karena fasilitas ekonomi yang terdapat di kawasan tersebut
sudah cukup banyak jadi fasilitas perekonomian tidak bertambah.
Hubungan antara faktor 1 dengan faktor 2 dapat dijelaskan dalam Gambar
20.
53
Gambar 19. Hubungan Antara Faktor 1 dengan Faktor 2
Pada Kecamatan Setia Budi alokasi luas RTH yang terdapat dalam RTRW
rendah, laju jumlah pendatang tinggi, laju jumlah penduduk rendah dan laju
fasilitas perekonomian tinggi. Kecamatan tersebut merupakan daerah perkantoran
terutama di daerah Kuningan dan dekat dengan pusat bisnis (Sudirman Business
District) sehingga benar bila jumlah pendatang tinggi dengan jumlah penduduk
rendah menandakan bahwa banyak penglaju yang datang ke kawasan tersebut
untuk bekerja dan laju fasilitas perekonomian tinggi.
Kecamatan Pesanggrahan, Pasar Minggu, Kebayoran Lama, dan Tebet
memiliki alokasi luas RTH dalam RTRW tinggi, laju jumlah pendatang rendah,
laju jumlah penduduk rendah, dan laju fasilitas ekonomi tinggi. Alokasi RTH
dalam RTRW tinggi karena pada Kecamatan Pasar Minggu dan Kecamatan Tebet
dapat dijumpai beberapa contoh Ruang Terbuka Hijau seperti Kebun Binatang
dan Taman Bumi Perkemahan Ragunan dan Taman Tebet. Laju fasilitas ekonomi
tinggi karena pada kecamatan-kecamatan tersebut terdapat beberapa pusat
perbelanjaan contohnya Pasaraya Manggarai yang terdapat di Kecamatan Tebet
serta ITC Permata Hijau dan Pondok Indah Mall di Kecamatan Kebayoran Lama.
Kecamatan Kebayoran Baru, Mampang Prapatan, dan Pancoran memiliki
alokasi luas RTH dalam RTRW rendah, laju jumlah pendatang tinggi, laju jumlah
penduduk tinggi, dan laju fasilitas ekonomi rendah. Laju jumlah pendatang tinggi
54
karena pada Kecamatan Kebayoran Baru terdapat beberapa kantor pemerintahan
seperti gedung balaikota, markas Kepolisian Resor Jakarta Selatan, gedung pusat
Kejaksaan Agung Republik Indonesia, dan juga gedung Sekretariat Jendral
ASEAN sehingga banyak penglaju yang datang untuk bekerja.
Kecamatan Cilandak dan Jagakarsa memiliki alokasi luas RTH dalam
RTRW tinggi, laju jumlah pendatang rendah, laju jumlah penduduk tinggi, dan
laju fasilitas ekonomi rendah. Pada kecamatan-kecamatan tersebut banyak
kawasan hunian untuk memenuhi kebutuhan jumlah penduduk yang tinggi.
5.4.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Luas RTH
Perubahan luas RTH yang terjadi di Jakarta Selatan pada tahun 2002 dan
tahun 2007 dipengaruhi oleh beberapa faktor. Analisis penentuan faktor-faktor
yang mempengaruhi perubahan luas RTH di Jakarta Selatan dilakukan dengan
menggunakan teknik regresi bertatar (stepwise regression). Variabel yang
digunakan dalam regresi bertatar berjumlah 8 variabel, yaitu satu variabel tujuan
(Y) dan tujuh variabel penduga (X) yang mempengaruhi variabel tujuan. Setiap
variabel yang digunakan merupakan nilai laju pertumbuhan per tahun dari setiap
variabel. Hasil analisis regresi ditampilkan pada Tabel 18.
Tabel 18. Hasil Analisis Regresi
Tabel 18 menjelaskan bahwa persamaan regresi memiliki nilai R-square
(R2) sebesar 0,94. Nilai R-square (R2) mendekati 1 menunjukkan bahwa
pemilihan variabel penduga sebagai variabel yang mempengaruhi variabel tujuan
relatif tepat. Berdasarkan Tabel 11, variabel penduga yang berpengaruh sangat
nyata (p-level < 0,05) yaitu alokasi RTH dalam RTRW. Variabel yang
Beta Std.Err. B Std.Err. t(4) p-level Alokasi RTH (RTRW)
-0,809 0,171 -0,241 0,051 -4,737 0,009
Fasilitas Kesehatan 0,326 0,142 241,929 105,477 2,293 0,083 Jumlah Pendatang 0,306 0,157 266,931 137,203 1,945 0,124 Kepadatan Penduduk
0,217 0,171 1362,922 1074,825 1,269 0,274
Fasilitas Pendidikan -0,153 0,144 -327,298 308,250 -1,062 0,348 R-square (R2) 0,94
55
berpengaruh nyata adalah fasilitas kesehatan, jumlah pendatang, kepadatan
penduduk, dan fasilitas pendidikan.
Berdasarkan Tabel 18 faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan luas
Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Selatan adalah sebagai berikut:
• Alokasi Ruang Terbuka Hijau dalam RTRW
Hasil regresi menunjukkan bahwa alokasi Ruang Terbuka Hijau dalam
RTRW bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa bila alokasi Ruang
Terbuka Hijau dalam RTRW berkurang, maka perubahan luas Ruang
Terbuka Hijau yang terjadi besar atau luas Ruang Terbuka Hijau
berkurang.
• Fasilitas Kesehatan
Semakin banyak pertumbuhan fasilitas kesehatan yang dibangun maka
perubahan luas Ruang Terbuka Hijau juga akan semakin besar. Hal ini
dapat dilihat dari hasil regresi pada variabel fasilitas kesehatan yang
memiliki nilai positif. Pembangunan fasilitas kesehatan yang tinggi
mencerminkan kebutuhan kesejahteraan yang besar sehingga dalam
pembangunannya memerlukan lahan yang tidak sedikit. Contoh fasilitas
kesehatan yang memerlukan lahan yang cukup besar adalah rumah sakit.
• Jumlah Pendatang
Hasil regresi menunjukkan bahwa pertumbuhan jumlah pendatang bernilai
positif. Hal ini menunjukkan semakin tinggi pertumbuhan jumlah
pendatang maka perubahan luas Ruang Terbuka Hijau semakin besar.
Pertumbuhan jumlah pendatang yang semakin banyak akan meningkatkan
kebutuhan akan ruang, namun luas lahan di Jakarta Selatan tidak
bertambah maka terjadi alih fungsi lahan Ruang Terbuka Hijau untuk
memenuhi kebutuhan ruang tersebut, sehingga luas Ruang Terbuka Hijau
akan semakin kecil.
• Kepadatan Penduduk
Hasil analisis menunjukkan variabel pertumbuhan kepadatan penduduk
berpengaruh secara positif terhadap perubahan luas Ruang Terbuka Hijau.
Interpretasi atas hal ini adalah semakin meningkatnya kepadatan
penduduk, cenderung akan berdampak pada meningkatnya perubahan luas
56
Ruang Terbuka Hijau. Tingkat pertumbuhan kepadatan penduduk yang
tinggi tentu akan meningkatkan kebutuhan penduduk akan ruang
terbangun seperti pemukiman dan berbagai fasilitas. Populasi manusia
akan terus bertambah, sedangkan luasan laha/ketersediaan ruang tidak
pernah bertambah, sehingga permintaan akan kebutuhan untuk
ketersediaan ruang semakin bertambah. Alih fungsi lahan merupakan cara
yang paling banyak ditempuh dalam memenuhi kebutuhan tersebut,
sehingga banyak Ruang Terbuka Hijau yang berkurang luasannya akibat
diubah menjadi ruang terbangun.
• Fasilitas Pendidikan
Pertumbuhan fasilitas pendidikan berperan negatif. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi pertumbuhan jumlah fasilitas pendidikan yang
dibangun maka perubahan luas Ruang Terbuka Hijau rendah. Hal tersebut
bisa terjadi karena kemungkinan pertumbuhan fasilitas pendidikan seperti
lembaga-lembaga kursus dibangun di area yang memang bukan lahan
Ruang Terbuka Hijau atau dengan kata lain fasilitas tersebut dibangun di
area lahan terbangun, misalnya di kawasan pertokoan.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Dalam periode 2002-2007 luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Jakarta
Selatan mengalami penurunan yaitu berkurang sebesar 362,21 ha dari
semula tahun 2002 sebesar 1299,22 ha menjadi 937,01 ha tahun 2007.
Penurunan luas tertinggi Ruang Terbuka Hijau dijumpai di Kecamatan
Pasar Minggu dan yang terendah di Kecamatan Kebayoran Baru.
2. Jumlah penduduk Jakarta Selatan tahun 2000-2007 menunjukkan adanya
peningkatan dengan laju pertumbuhan sebesar 0,7% per tahun. Kepadatan
penduduk meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 0,7% per tahun.
Jumlah pendatang berkurang setiap tahunnya dengan laju pertumbuhannya
sebesar -23% per tahun atau mengalami penurunan.
3. Tingkat perkembangan wilayah di Jakarta Selatan pada tahun 2003
menunjukkan sebagian besar desa berhirarki III (43 desa), sedangkan desa
berhirarki II berjumlah 17 desa, dan berhirarki I sebanyak 5 desa. Pada
tahun 2006 terjadi peningkatan jumlah desa yang berhirarki II menjadi 19
desa, sedangkan jumlah desa yang berhirarki III mengalami penurunan
menjadi 41 desa dan desa berhirarki I jumlahnya tidak berubah yaitu tetap
5 desa.
4. Perkembangan wilayah tidak luput dari pertumbuhan sarana-prasarana.
Pada periode tahun 2003-2006 pertumbuhan sarana-prasarana yang
meliputi fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, dan fasilitas
perekonomian di Jakarta Selatan mengalami peningkatan. Laju
pertumbuhan fasilitas pendidikan sebesar 4,8% per tahun, fasilitas
kesehatan sebesar 7,1% per tahun dan fasilitas perekonomian sebesar 20%
per tahun.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan luas Ruang Terbuka Hijau
adalah alokasi RTH dalam RTRW, fasilitas kesehatan, jumlah pendatang,
kepadatan penduduk, dan fasilitas pendidikan.
58
6.2. Saran
Pertumbuhan fasilitas di Jakarta Selatan cukup tinggi. Adanya
pembangunan fasilitas tersebut memerlukan lahan yang tidak sedikit. Oleh karena
itu, perlu adanya kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan penggunaan ruang
dan pengawasan yang ketat agar tidak terjadi konversi lahan terbuka hijau yang
akan berdampak pada penurunan kualitas lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Agrissantika, T. 2007. Model Dinamika Spasial Ruang Terbangun dan Ruang Terbuka Hijau. [Skripsi]. Jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Anonim. 2006a. Ruang Terbuka Hijau Wilayah Perkotaan. Makalah Lokakarya
Pengembangan Sistem RTH di Perkotaan. Laboratorium Perencanaan Lanskap. Jurusan Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
2006b. Ruang Terbuka Hijau Semakin Sempit. http://rafflesia.wwf.or.id. [Diakses 25 Desember 2008]. Badan Pembangunan Daerah DKI Jakarta. 2007. Draft Laporan Akhir Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah DKI Jakarta. http://www.beritajakarta.pu.go.id. [Diakses 25 Desember 2008]. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2007. Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2007 Atas Kegiatan Pengendalian Pencemaran Udara dari Kendaraan Bermotor Angkatan 2005, 2006, 2007. http://www.bpk.go.id. [Diakses 25 Desember 2008]. Badan Pusat Statistik. 2008. Jakarta Dalam Angka Tahun 2008. Jakarta. Departemen Dalam Negeri. 1988. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan. Jakarta. 2007. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. Jakarta. Direktur Jenderal Penataan Ruang. 2006. RTH Sebagai Unsur Utama Tata Ruang Kota. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta. 2007. Mewujudkan Ruang Terbuka Hijau Tidak Berarti
Membebaskan Tanah. Berita Penataan Ruang Edisi 05 2007. http;//www.penataanruang.net/taru/upload/berita_cetak/edisi2007/beritaPR-5.pdf. [Diakses 25 Desember 2008].
2008. Keberadaan Ruang Terbuka Hijau Perlu
Ditingkatkan. Berita Penataan Ruang Edisi 05 2008. http://www.penataanruang.net/taru/upload/berita_cetak/edisi2008/beritaPR-5.pdf. [Diakses 25 Desember 2008].
60
Faikoh. 2008. Deteksi Perubahan Ruang Terbuka Hijau Di Kota Industri Cilegon. [Skripsi]. Jurusan Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Hair, J F., Anderson, R E., Tatham, R L., and Black, W C. 1998. Multivariate
Data Analysis (5th edition). USA : Prentice-Hall International, Inc. Hakim, D R. 2006. Analisis Temporal dan Spasial Peubahan Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Purwakarta. [Skripsi]. Jurusan Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hakim, R. 2007. The Alternative of Green Open Space Management in Jakarta
City Indonesia. Paper. http://eprints.utm.my/1603/1/the_alternative_of_green_open_space_management_in_jakarta_city_indonesia.pdf. Diakses 25 Desember 2008].
Irianti, E.F. 2008. Perubahan Penggunaan, Penutupan Lahan dan Ruang Terbuka
Hijau Kota Bogor Tahun 1905-2005. [Skripsi]. Jurusan Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Kurniasari, E. 1994. Deskripsi Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung. [Skripsi].
Jurusan Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Moniaga, I L. 2008. Studi Ruang Terbuka Hijau Kota Manado Dengan Pendekatan Sistem Dinamik. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Muis, B A. 2005. Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Kebutuhan Oksigen dan Air Kota Depok Propinsi Jawa Barat. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Putri, P. 2006. Identifikasi Luas Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis. [Skripsi]. Jurusan Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Radnamati, D. 2005. Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Sebagai Kawasan Konservasi Air Menggunakan Data Satelit Multi Lateral. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Safrudin, A. 2001. Dukung Jakarta Bebas Bensin Bertimbal Juli 2001.
http://www.kpbb.org/pr/haribumi2001.pdf. [Diakses 25 Desember 2008]. Triana, N. 2008. RTH Versus Keserakahan. Kompas. 12 Desember 2008. Yuliasari, I. 2008. Distribusi Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Pengelolaan
RTH di Propinsi DKI Jakarta. [Skripsi]. Jurusan Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
61 Lampiran 1. Hasil Analisis Skalogram 2003
Nama Kecamatan Nama Desa Indeks Fasilitas Pendidikan
Indeks Fasilitas Kesehatan
Indeks Fasilitas Sosial
Indeks Fasilitas Ekonomi
Indeks Aksesibilitas Pemerintahan
Indeks Aksesibilitas Pendidikan
Indeks Aksesibilitas Kesehatan
Indeks Aksesibilitas Ekonomi IPD Hirarki
JAGAKARSA CIPEDAK 8.62 8.09 4.35 7.17 0.27 8.05 19.91 7.73 64.19 Hirarki III
JAGAKARSA SRENGSENG SAWAH 11.18 5.93 6.85 7.18 0.71 10.36 22.23 5.64 70.08 Hirarki III
JAGAKARSA CIGANJUR 8.65 11.80 4.94 5.53 1.13 7.98 22.24 3.12 65.39 Hirarki III
JAGAKARSA JAGAKARSA 8.87 11.75 2.94 5.70 1.35 10.36 22.28 7.67 70.92 Hirarki III
JAGAKARSA LENTENG AGUNG 11.37 7.33 2.44 8.34 0.51 10.36 22.23 9.91 72.50 Hirarki III
JAGAKARSA TANJUNG BARAT 14.33 7.13 2.90 10.72 0.12 10.36 19.78 5.44 70.79 Hirarki III
PASAR MINGGU CILANDAK TIMUR 18.12 6.48 3.63 4.40 8.47 10.36 20.19 12.07 83.72 Hirarki II
PASAR MINGGU RAGUNAN 10.89 5.03 2.32 4.05 0.71 8.70 18.39 9.54 59.62 Hirarki III
PASAR MINGGU KEBAGUSAN 6.33 5.15 1.53 4.81 0.57 4.45 14.85 8.95 46.64 Hirarki III
PASAR MINGGU PASAR MINGGU 15.35 8.27 2.90 7.76 3.43 10.36 19.49 14.78 82.33 Hirarki II
PASAR MINGGU JATI PADANG 15.33 6.30 1.77 4.80 15.12 10.36 19.67 10.23 83.58 Hirarki II
PASAR MINGGU PEJATEN BARAT 13.28 9.57 4.26 5.19 2.54 8.70 20.39 8.88 72.81 Hirarki II
PASAR MINGGU PEJATEN TIMUR 6.47 5.73 1.45 4.14 0.67 8.70 18.33 12.26 57.73 Hirarki III
CILANDAK LEBAK BULUS 28.88 13.07 4.29 16.91 0.53 10.36 19.79 9.74 103.58 Hirarki I
CILANDAK PONDOK LABU 19.77 7.70 1.56 5.50 0.22 10.36 23.91 9.76 78.78 Hirarki II
CILANDAK CILANDAK BARAT 13.51 7.07 2.95 12.90 0.84 10.36 24.60 10.04 82.28 Hirarki II
CILANDAK GANDARIA SELATAN 13.75 7.52 5.99 12.12 0.68 8.05 14.43 5.94 68.47 Hirarki III
CILANDAK CIPETE SELATAN 23.28 7.22 5.09 4.78 0.80 10.36 21.49 6.10 79.12 Hirarki II
PESANGGRAHAN BINTARO 10.59 6.17 3.16 4.34 1.11 10.36 18.03 8.55 62.30 Hirarki III
PESANGGRAHAN PESANGGRAHAN 23.25 5.35 2.56 3.17 1.11 10.36 17.75 5.70 69.25 Hirarki III
PESANGGRAHAN ULUJAMI 16.65 7.75 2.82 4.98 1.11 7.84 17.81 7.73 66.68 Hirarki III
PESANGGRAHAN PETUKANGAN SELATAN 15.15 7.59 3.98 4.98 1.11 7.80 19.49 10.01 70.11 Hirarki III
PESANGGRAHAN PETUKANGAN UTARA 14.26 5.78 2.71 2.41 1.11 10.36 18.33 7.89 62.84 Hirarki III
KEBAYORAN LAMA PONDOK PINANG 7.91 3.91 2.58 1.70 0.72 10.36 19.79 12.40 59.39 Hirarki III
KEBAYORAN LAMA KEBAYORAN LAMA SELATAN 18.32 5.79 5.54 3.90 1.87 10.36 19.02 7.85 72.64 Hirarki III
KEBAYORAN LAMA KEBAYORAN LAMA UTARA 12.16 5.71 9.19 2.06 2.02 10.36 21.53 10.81 73.85 Hirarki II
KEBAYORAN LAMA CIPULIR 12.88 7.35 2.36 3.70 1.05 10.36 20.09 14.78 72.57 Hirarki III
KEBAYORAN LAMA GROGOL SELATAN 10.07 3.69 10.40 3.18 1.33 10.36 18.41 10.21 67.66 Hirarki III
KEBAYORAN LAMA GROGOL UTARA 10.61 6.57 4.18 2.98 0.79 10.36 17.93 8.39 61.82 Hirarki III
KEBAYORAN BARU GANDARIA UTARA 4.87 3.17 0.67 1.89 1.43 7.98 18.54 10.20 48.75 Hirarki III
KEBAYORAN BARU CIPETE UTARA 6.74 8.50 3.87 5.51 1.93 7.26 17.79 8.31 59.90 Hirarki III
62 Lampiran 1. (Lanjutan)
Nama Kecamatan Nama Desa Indeks Fasilitas Pendidikan
Indeks Fasilitas Kesehatan
Indeks Fasilitas Sosial
Indeks Fasilitas Ekonomi
Indeks Aksesibilitas Pemerintahan
Indeks Aksesibilitas Pendidikan
Indeks Aksesibilitas Kesehatan
Indeks Aksesibilitas Ekonomi IPD Hirarki
KEBAYORAN BARU PULO 19.24 15.08 2.53 9.79 1.75 8.70 20.93 9.77 87.79 Hirarki II
KEBAYORAN BARU PETOGOGAN 13.11 5.78 4.16 7.05 2.17 8.70 15.31 5.40 61.67 Hirarki III
KEBAYORAN BARU MELAWAI 89.80 34.45 12.06 42.58 3.27 10.36 23.19 12.58 228.30 Hirarki I
KEBAYORAN BARU KRAMAT PELA 14.63 11.98 2.47 8.34 3.84 8.97 22.92 10.85 84.00 Hirarki II
KEBAYORAN BARU GUNUNG 24.41 19.04 5.10 10.69 3.88 8.97 23.91 9.88 105.88 Hirarki I
KEBAYORAN BARU SELONG 16.79 15.62 6.93 15.15 2.36 8.70 13.21 3.07 81.83 Hirarki II
KEBAYORAN BARU RAWA BARAT 4.30 17.37 6.41 10.74 1.76 1.51 14.17 6.64 62.91 Hirarki III
KEBAYORAN BARU SENAYAN 2.83 13.99 4.81 10.61 1.39 1.07 17.45 4.23 56.38 Hirarki III
MAMPANG PRAPATAN BANGKA 16.43 10.17 3.36 6.83 1.58 8.34 19.35 12.13 78.19 Hirarki II
MAMPANG PRAPATAN PELA MAMPANG 14.85 9.90 2.77 4.67 1.46 7.84 19.15 6.13 66.78 Hirarki III
MAMPANG PRAPATAN TEGAL PARANG 16.50 10.35 2.64 4.91 11.88 10.36 20.18 7.64 84.47 Hirarki II
MAMPANG PRAPATAN MAMPANG PRAPATAN 11.74 17.07 3.59 8.55 2.99 7.08 21.71 10.07 82.80 Hirarki II
MAMPANG PRAPATAN KUNINGAN BARAT 4.01 6.82 9.98 17.00 1.77 8.70 8.32 6.62 63.21 Hirarki III
PANCORAN KALIBATA 10.10 7.01 5.52 10.00 0.84 10.36 20.01 10.21 74.06 Hirarki II
PANCORAN RAWAJATI 6.92 9.13 3.83 11.21 1.39 4.77 15.77 6.36 59.38 Hirarki III
PANCORAN DUREN TIGA 18.90 8.95 3.55 12.69 0.68 10.36 16.35 8.75 80.25 Hirarki II
PANCORAN PANCORAN 11.14 11.26 2.84 5.18 0.98 9.77 21.44 10.21 72.82 Hirarki II
PANCORAN PENGADEGAN 7.20 7.93 2.94 3.53 2.95 5.50 18.36 6.03 54.42 Hirarki III
PANCORAN CIKOKO 8.24 4.98 3.01 9.89 1.41 5.76 8.28 3.18 44.76 Hirarki III
TEBET MENTENG DALAM 11.83 7.42 3.61 4.25 3.51 8.70 18.70 10.04 68.05 Hirarki III
TEBET TEBET BARAT 18.61 8.43 5.15 5.70 1.06 10.36 22.13 14.78 86.22 Hirarki II
TEBET TEBET TIMUR 9.05 8.61 2.06 4.02 0.48 7.84 17.40 7.70 57.17 Hirarki III
TEBET KEBON BARU 6.93 6.29 1.75 1.69 0.11 7.68 14.31 6.88 45.64 Hirarki III
TEBET BUKIT DURI 14.46 6.57 2.85 1.50 0.08 10.36 19.65 9.74 65.23 Hirarki III
TEBET MANGGARAI SELATAN 8.70 5.42 2.00 2.76 0.14 7.84 17.23 7.79 51.88 Hirarki III
TEBET MANGGARAI 11.08 6.07 1.60 9.54 0.13 8.16 17.21 10.17 63.95 Hirarki III
SETIA BUDI KARET SEMANGGI 9.53 19.27 19.35 35.80 1.43 5.05 16.18 12.53 119.15 Hirarki I
SETIA BUDI KUNINGAN TIMUR 13.78 14.12 6.00 5.32 1.51 8.45 16.73 4.15 70.07 Hirarki III
SETIA BUDI KARET KUNINGAN 3.76 3.79 3.37 6.17 1.30 8.34 18.34 8.85 53.93 Hirarki III
SETIA BUDI KARET 2.47 4.62 1.94 4.35 2.67 9.07 14.88 10.62 50.62 Hirarki III
SETIA BUDI MENTENG ATAS 11.84 6.32 7.85 3.00 0.72 8.70 18.79 6.25 63.47 Hirarki III
63 Lampiran 1. (Lanjutan)
Nama Kecamatan Nama Desa Indeks Fasilitas Pendidikan
Indeks Fasilitas Kesehatan
Indeks Fasilitas Sosial
Indeks Fasilitas Ekonomi
Indeks Aksesibilitas Pemerintahan
Indeks Aksesibilitas Pendidikan
Indeks Aksesibilitas Kesehatan
Indeks Aksesibilitas Ekonomi IPD Hirarki
SETIA BUDI PASAR MANGGIS 7.07 3.50 9.00 6.58 0.82 10.36 14.31 12.07 63.73 Hirarki III
SETIA BUDI GUNTUR 30.99 23.13 9.43 9.29 1.41 5.51 15.83 4.70 100.29 Hirarki I
SETIA BUDI SETIA BUDI 20.05 13.03 7.84 10.62 6.05 8.34 13.99 3.04 82.96 Hirarki II
Nilai Tengah 72.81
Standar Deviasi 24.29
64 Lampiran 2. Hasil Skalogram 2006
Nama Kecamatan Nama Desa Indeks Fasilitas Pendidikan
Indeks Fasilitas Kesehatan
Indeks Fasilitas Sosial
Indeks Fasilitas Ekonomi
Indeks Aksesibilitas Pemerintahan
Indeks Aksesibilitas Pendidikan
Indeks Aksesibilitas Kesehatan
Indeks Aksesibilitas Ekonomi IPD Hirarki
JAGAKARSA CIPEDAK 9.70 8.70 3.13 7.53 1.43 10.44 13.51 5.38 59.83 Hirarki III
JAGAKARSA SRENGSENG SAWAH 9.08 5.03 5.66 6.42 0.01 7.86 19.86 7.71 61.63 Hirarki III
JAGAKARSA CIGANJUR 8.87 11.10 3.59 7.08 1.53 3.52 20.31 5.35 61.36 Hirarki III
JAGAKARSA JAGAKARSA 8.04 10.98 2.47 11.79 0.66 10.44 21.58 7.75 73.71 Hirarki III
JAGAKARSA LENTENG AGUNG 9.96 6.22 2.05 10.02 1.27 7.75 19.94 9.56 66.76 Hirarki III
JAGAKARSA TANJUNG BARAT 14.33 8.48 3.65 10.88 0.19 7.78 19.90 12.95 78.17 Hirarki III
PASAR MINGGU CILANDAK TIMUR 19.18 6.67 7.30 4.29 0.63 8.81 24.44 15.15 86.46 Hirarki II
PASAR MINGGU RAGUNAN 14.90 3.86 2.15 6.01 0.75 10.44 25.08 12.45 75.64 Hirarki III
PASAR MINGGU KEBAGUSAN 5.89 4.91 1.15 4.75 1.09 4.45 23.74 8.14 54.12 Hirarki III
PASAR MINGGU PASAR MINGGU 12.92 7.11 2.61 8.38 1.47 10.44 26.40 17.08 86.41 Hirarki II
PASAR MINGGU JATI PADANG 11.58 5.16 1.40 4.82 3.23 10.44 24.44 15.38 76.46 Hirarki III
PASAR MINGGU PEJATEN BARAT 11.22 6.73 2.85 3.48 2.85 12.61 24.44 13.31 77.49 Hirarki III
PASAR MINGGU PEJATEN TIMUR 6.22 5.16 1.17 2.68 1.14 10.44 25.23 14.29 66.32 Hirarki III
CILANDAK LEBAK BULUS 25.92 11.82 4.02 14.41 0.31 10.44 20.94 12.19 100.06 Hirarki II
CILANDAK PONDOK LABU 14.89 6.32 3.17 7.09 0.40 10.44 25.30 13.23 80.85 Hirarki III
CILANDAK CILANDAK BARAT 12.61 6.72 2.13 7.85 1.29 10.44 30.51 17.08 88.62 Hirarki II
CILANDAK GANDARIA SELATAN 12.95 10.19 4.91 13.33 1.08 9.69 23.73 7.55 83.42 Hirarki III
CILANDAK CIPETE SELATAN 20.72 5.75 3.78 6.48 0.83 10.44 22.99 13.23 84.22 Hirarki III
PESANGGRAHAN BINTARO 10.22 8.14 3.34 6.44 0.89 10.13 22.22 19.67 81.05 Hirarki III
PESANGGRAHAN PESANGGRAHAN 19.62 4.77 2.61 5.37 1.84 10.13 23.38 19.25 86.97 Hirarki II
PESANGGRAHAN ULUJAMI 14.02 7.20 2.25 9.26 1.13 10.44 23.09 13.74 81.13 Hirarki III
PESANGGRAHAN PETUKANGAN SELATAN 18.85 6.73 3.75 9.69 0.88 10.44 23.27 15.18 88.80 Hirarki II
PESANGGRAHAN PETUKANGAN UTARA 12.80 5.75 2.33 10.52 0.51 10.44 20.94 14.35 77.64 Hirarki III
KEBAYORAN LAMA PONDOK PINANG 9.84 3.73 2.09 11.56 1.47 10.44 23.77 17.08 79.97 Hirarki III
KEBAYORAN LAMA KEBAYORAN LAMA SELATAN 15.41 6.55 3.87 5.16 3.14 10.44 19.74 15.71 80.02 Hirarki III
KEBAYORAN LAMA KEBAYORAN LAMA UTARA 10.24 5.82 6.95 4.63 1.84 10.44 32.50 15.27 87.70 Hirarki II
KEBAYORAN LAMA CIPULIR 12.47 8.72 3.67 5.09 1.21 10.44 23.90 17.08 82.57 Hirarki III
KEBAYORAN LAMA GROGOL SELATAN 10.43 3.46 2.72 5.66 1.63 10.44 23.28 15.99 73.61 Hirarki III
KEBAYORAN LAMA GROGOL UTARA 11.60 7.87 3.52 4.81 1.47 10.44 23.77 17.24 80.71 Hirarki III
KEBAYORAN BARU GANDARIA UTARA 7.12 4.33 1.01 2.66 1.02 10.44 21.14 14.01 61.74 Hirarki III
KEBAYORAN BARU CIPETE UTARA 6.66 10.26 3.09 5.82 1.46 7.92 20.70 8.96 64.87 Hirarki III
65 Lampiran 2. (Lanjutan)
Nama Kecamatan Nama Desa Indeks Fasilitas Pendidikan
Indeks Fasilitas Kesehatan
Indeks Fasilitas Sosial
Indeks Fasilitas Ekonomi
Indeks Aksesibilitas Pemerintahan
Indeks Aksesibilitas Pendidikan
Indeks Aksesibilitas Kesehatan
Indeks Aksesibilitas Ekonomi IPD Hirarki
KEBAYORAN BARU PULO 26.65 14.26 2.13 13.43 5.38 10.44 23.99 17.08 113.36 Hirarki I
KEBAYORAN BARU PETOGOGAN 12.29 8.33 2.71 7.93 6.48 10.44 19.05 14.34 81.56 Hirarki III
KEBAYORAN BARU MELAWAI 97.77 40.60 13.71 57.37 2.46 8.37 19.03 17.08 256.38 Hirarki I
KEBAYORAN BARU KRAMAT PELA 14.64 11.49 3.15 12.44 4.57 8.14 24.84 15.87 95.14 Hirarki II
KEBAYORAN BARU GUNUNG 24.97 17.00 4.82 13.88 0.78 10.44 23.99 15.67 111.55 Hirarki II
KEBAYORAN BARU SELONG 26.80 18.83 10.20 16.66 0.77 10.44 20.69 13.57 117.96 Hirarki I
KEBAYORAN BARU RAWA BARAT 10.45 18.51 4.04 14.17 0.56 8.25 17.83 9.04 82.84 Hirarki III
KEBAYORAN BARU SENAYAN 2.06 15.53 6.91 9.98 0.73 2.04 17.81 12.00 67.06 Hirarki III
MAMPANG PRAPATAN BANGKA 19.18 10.83 2.75 11.10 2.39 10.44 23.06 15.34 95.09 Hirarki II
MAMPANG PRAPATAN PELA MAMPANG 13.48 10.42 2.19 5.29 2.39 10.44 25.12 14.80 84.12 Hirarki III
MAMPANG PRAPATAN TEGAL PARANG 21.16 11.90 2.10 10.49 5.97 10.13 28.78 12.55 103.10 Hirarki II
MAMPANG PRAPATAN MAMPANG PRAPATAN 12.69 16.98 2.94 12.09 5.97 10.13 25.12 18.04 103.96 Hirarki II
MAMPANG PRAPATAN KUNINGAN BARAT 4.40 8.58 7.35 18.44 5.97 8.00 21.10 14.42 88.27 Hirarki II
PANCORAN KALIBATA 10.28 6.37 4.96 20.57 1.14 10.44 23.09 15.03 91.88 Hirarki II
PANCORAN RAWAJATI 6.50 7.62 2.72 18.69 1.14 13.27 20.55 12.87 83.35 Hirarki III
PANCORAN DUREN TIGA 18.67 10.87 2.94 23.61 1.35 10.44 26.11 14.37 108.37 Hirarki II
PANCORAN PANCORAN 10.04 9.96 2.17 12.26 1.36 11.90 26.59 14.74 89.01 Hirarki II
PANCORAN PENGADEGAN 4.98 6.71 2.14 7.47 2.13 3.36 20.47 14.33 61.59 Hirarki III
PANCORAN CIKOKO 8.08 5.26 2.75 11.81 1.41 6.36 28.19 11.23 75.07 Hirarki III
TEBET MENTENG DALAM 10.21 7.34 2.50 6.01 1.98 10.44 22.22 16.83 77.53 Hirarki III
TEBET TEBET BARAT 18.90 8.48 4.60 9.38 6.91 10.44 23.77 17.08 99.56 Hirarki II
TEBET TEBET TIMUR 10.81 10.76 1.93 7.75 1.65 8.81 23.28 18.28 83.27 Hirarki III
TEBET KEBON BARU 6.29 6.28 3.09 3.29 1.43 8.54 20.47 11.83 61.23 Hirarki III
TEBET BUKIT DURI 11.40 6.67 2.57 11.27 1.32 8.37 22.40 13.57 77.56 Hirarki III
TEBET MANGGARAI SELATAN 6.03 5.61 1.62 2.75 1.74 9.69 23.40 12.79 63.63 Hirarki III
TEBET MANGGARAI 9.28 6.91 1.81 10.04 1.55 10.44 22.40 13.69 76.11 Hirarki III
SETIA BUDI KARET SEMANGGI 10.00 14.11 18.59 41.36 1.09 1.96 12.76 17.08 116.95 Hirarki I
SETIA BUDI KUNINGAN TIMUR 22.20 14.63 5.16 18.19 1.00 8.06 16.96 13.68 99.88 Hirarki II
SETIA BUDI KARET KUNINGAN 2.81 2.47 2.52 7.76 0.85 7.99 18.23 10.81 53.43 Hirarki III
SETIA BUDI KARET 3.18 4.45 1.62 7.85 1.83 12.61 19.41 15.56 66.51 Hirarki III
SETIA BUDI MENTENG ATAS 4.97 6.06 2.44 4.38 0.86 8.81 20.89 11.75 60.16 Hirarki III
66 Lampiran 2. (Lanjutan)
Nama Kecamatan Nama Desa Indeks Fasilitas Pendidikan
Indeks Fasilitas Kesehatan
Indeks Fasilitas Sosial
Indeks Fasilitas Ekonomi
Indeks Aksesibilitas Pemerintahan
Indeks Aksesibilitas Pendidikan
Indeks Aksesibilitas Kesehatan
Indeks Aksesibilitas Ekonomi IPD Hirarki
SETIA BUDI PASAR MANGGIS 7.52 6.88 8.15 8.49 0.92 10.44 19.81 13.62 75.83 Hirarki III
SETIA BUDI GUNTUR 46.93 18.68 16.68 12.89 1.06 7.84 20.84 14.87 139.79 Hirarki I
SETIA BUDI SETIA BUDI 20.80 13.82 7.47 17.63 6.16 8.81 9.30 13.44 97.42 Hirarki II
Nilai Tengah 85.34
Standar Deviasi 27.28