A. KEMISKINAN DALAM PRESPEKTIF GENDER · PDF filemenjadi sumber pembenaran terhadap sistem...

22
BAB VI KEMISKINAN DAN GENDER A. KEMISKINAN DALAM PRESPEKTIF GENDER Gender dan kemiskinan merupakan isu yang masih baru di Indonesia. Masalah kemiskinan merupakan akar permasalahan yang memiliki dampak sangat luas terhadap peningkatan kualitas hidup perempuan, kesejahteraan dan perlindungan anak seperti perdagangan perempuan dan anak, penurunan derajat kesehatan dan drop out pendidikan. Disadari atau tidak, di tengah masyarakat terjadi kesenjangan gender, yang bahkan tidak disadari oleh kaum perempuan sendiri. Kesenjangan itu tampak dalam berbagai bentuk minimnya partisipasi dan akses kaum perempuan dalam proses pembangunan selama ini. Akibatnya, banyak program pembangunan yang substansinya belum memperlihatkan kesetaraan dan keadilan gender. Ketertinggalan kaum perempuan dari laki-laki yang berujung pada ketidakadilan gender antara lain dapat berawal dari konstruk patriarkhi masyarakat yang sudah membudaya, depolitisasi kepentingan negara yang terwujud pada sistem negara yang tidak adil terhadap kepentingan kaum perempuan, interpretasi agama yang tidak benar dan kurangnya akses perempuan dalam berbagai kesempatan. Akomodasi kebutuhan riil perempuan sering dipahami hanya sebatas kebutuhan rumah tangga/keluarga, kesehatan termasuk gizi, pendidikan dan ekonomi. Akibatnya banyak institusi perempuan seperti PKK, Dharmawanita, program P2WKSS yang dimaksudkan untuk memberdayakan perempuan justru menimbulkan persoalan baru bagi perempuan, yaitu beban ganda perempuan. Di satu sisi perempuan didorong untuk aktif dalam berbagai aktifitas, tetapi di sisi lain peran tradisional sebagai istri dan ibu tetap dibebankan kepadanya. Akibat lebih jauh adalah terjadinya 85

Transcript of A. KEMISKINAN DALAM PRESPEKTIF GENDER · PDF filemenjadi sumber pembenaran terhadap sistem...

Page 1: A. KEMISKINAN DALAM PRESPEKTIF GENDER · PDF filemenjadi sumber pembenaran terhadap sistem distribusi kewenangan, sistem pengambilan keputusan, sistem pembagian kerja, sistem kepemilikan

BAB VI

KEMISKINAN DAN GENDER

A. KEMISKINAN DALAM PRESPEKTIF GENDER

Gender dan kemiskinan merupakan isu yang masih baru di Indonesia.

Masalah kemiskinan merupakan akar permasalahan yang memiliki dampak

sangat luas terhadap peningkatan kualitas hidup perempuan, kesejahteraan dan

perlindungan anak seperti perdagangan perempuan dan anak, penurunan

derajat kesehatan dan drop out pendidikan.

Disadari atau tidak, di tengah masyarakat terjadi kesenjangan gender,

yang bahkan tidak disadari oleh kaum perempuan sendiri. Kesenjangan itu

tampak dalam berbagai bentuk minimnya partisipasi dan akses kaum

perempuan dalam proses pembangunan selama ini. Akibatnya, banyak program

pembangunan yang substansinya belum memperlihatkan kesetaraan dan

keadilan gender.

Ketertinggalan kaum perempuan dari laki-laki yang berujung pada

ketidakadilan gender antara lain dapat berawal dari konstruk patriarkhi

masyarakat yang sudah membudaya, depolitisasi kepentingan negara yang

terwujud pada sistem negara yang tidak adil terhadap kepentingan kaum

perempuan, interpretasi agama yang tidak benar dan kurangnya akses

perempuan dalam berbagai kesempatan. Akomodasi kebutuhan riil perempuan

sering dipahami hanya sebatas kebutuhan rumah tangga/keluarga, kesehatan

termasuk gizi, pendidikan dan ekonomi. Akibatnya banyak institusi perempuan

seperti PKK, Dharmawanita, program P2WKSS yang dimaksudkan untuk

memberdayakan perempuan justru menimbulkan persoalan baru bagi

perempuan, yaitu beban ganda perempuan. Di satu sisi perempuan didorong

untuk aktif dalam berbagai aktifitas, tetapi di sisi lain peran tradisional sebagai

istri dan ibu tetap dibebankan kepadanya. Akibat lebih jauh adalah terjadinya

85

Page 2: A. KEMISKINAN DALAM PRESPEKTIF GENDER · PDF filemenjadi sumber pembenaran terhadap sistem distribusi kewenangan, sistem pengambilan keputusan, sistem pembagian kerja, sistem kepemilikan

subordinasi, marginalisasi, diskriminasi dan eksploitasi bahkan kekerasan

terhadap perempuan.

Dalam hal kesejahteraan atau kemiskinan, perempuan mempunyai

persepsi yang lebih beragam dibandingkan dengan laki – laki. Di samping

terhadap aspek yang berhubungan dengan akses yang berkaitan dengan

pendapatan, kepemilikan asset, kualitas kesehatan, pangan serta peluang atau

kesempatan, juga mencermati hal – hal yang berkaitan dengan kehidupan

keluarga sejahtera atau miskin dalam masyarakat seperti keharmonisan

keluarga, rasa aman, ada tidaknya hubungan dengan rentenir, gaya hidup,

kemampuan membantu orang tua, membantu orang lain, penyelenggaraan pesta

yang meriah atau tidak, serta hubungan dengan tetangga. Dalam kaitannya

dengan penyebab kemiskinan, antara laki – laki dan perempuan tidak

memperlihatkan perbedaan yang berarti. Perbedaan yang muncul adalah

perempuan berpendapat bahwa suami yang memiliki lebih dari satu istri dan

memiliki anak yang banyak dinilai sebagai penyebab terjadinya

kemiskinan.Sementara itu laki – laki menganggap ketidakcukupan pangan dan

hutang sebagai dampak kemiskinan, sedangkan perempuan lebih melihat aspek

meningkatnya anak putus sekolah dan kriminalitas sebagai dampak dari

kemiskinan.

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Bank Dunia di 12 lokasi, di

beberapa lokasi khususnya di perdesaan menyatakan bahwa perempuan

mempunyai beban kerja yang lebih berat daripada laki – laki. Mereka melakukan

pekerjaan rumah tangga, merawat anak, merawat keluarga yang sakit, dan

merawat orang tua. Mengingat jumlah perempuan miskin merupakan jumlah

yang terbesar dari jumlah seluruh penduduk dan pada umumnya perempuan

lebih disiplin serta lebih berhasil dalam mengelola usaha mikro, maka hal ini

merupakan nilai positif dalam pemberdayaan perempuan. Namun masih perlu

untuk memerangi beban kerja ganda yang ditanggungnya dan perlunya

86

Page 3: A. KEMISKINAN DALAM PRESPEKTIF GENDER · PDF filemenjadi sumber pembenaran terhadap sistem distribusi kewenangan, sistem pengambilan keputusan, sistem pembagian kerja, sistem kepemilikan

meningkatkan kesetaraan dalam proses pengambilan keputusan di tingkat

keluarga, komunitas dan kebijakan publik.

Pengarusutamaan gender merupakan faktor yang juga harus

diperhatikan apabila akan dilakukan target pengentasan kemiskinan dengan

angka penurunan minimal 50% pada tahun 2015. Selain itu harus ada perubahan

paradigma yang semula program pengentasan kemiskinan lebih ke arah

perubahan totalitas masyarakat miskin, sekarang paradigmanya harus melihat

elemen-elemen yang ada di masyarakat seperti masyarakat minoritas,

masyarakat cacat dan sebagainya. Jika program pengentasan kemiskinan tidak

melihat elemen-elemen itu dan kondisi mereka, maka pengentasan kemiskinan

akan terhambat.

Tujuan pengentasan kemiskinan sesuai dengan Millenium Development

Goals (MDGs) adalah menurunkan jumlah penduduk miskin menjadi setengah,

artinya harus bisa mencapai 9,2% pada tahun 2015 dari 18,42% tahun 2003.

Penduduk miskin di Indonesia berdasarkan data BPS tahun 2001 yaitu 37.710.800

jiwa atau 18% yang terdiri dari laki-laki sebanyak 18.555.600 (18,37%) dan

perempuan 18.552.800 (18,42%). Kondisi ini ditandai dengan adanya kerentanan,

ketidakberdayaan, keterisolasian dan ketidakmampuan untuk menyampaikan

aspirasi. kondisi ini juga menunjukan masih tingginya kesenjangan antara laki-

laki dan perempuan. Kesenjangan antara laki-laki dan perempuan juga dapat

dilihat dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Di bidang pendidikan, rata-rata

lama sekolah laki-laki 7,3 tahun, sedangkan perempuan 6,1 tahun. Anak laki-laki

yang tidak tamat sekolah dasar 5,34% dan anak perempuan 11,9%.

Di bidang kesehatan, angka kematian ibu mencapai 396/100 ribu lahir hidup

pada tahun 2001. Aborsi yang terjadi di kota 1.051.470 kasus dan di desa 931.410

kasus. Kasus HIV AIDS berjumlah 3.568 kasus, 840 kasus di Papua dan 468

diderita oleh perempuan.

Ketimpangan ini apabila tidak dicermati secara mendalam, maka akan

muncul pemanfaatan sumber daya bagi yang mampu mendapatkan akses,

87

Page 4: A. KEMISKINAN DALAM PRESPEKTIF GENDER · PDF filemenjadi sumber pembenaran terhadap sistem distribusi kewenangan, sistem pengambilan keputusan, sistem pembagian kerja, sistem kepemilikan

sedangkan yang tidak akan tetap tertinggal dan makin jauh tertinggal. Pada

masyarakat miskin kondisi ini akan berpengaruh lebih jelek lagi manakala para

pembuat kebijakan dan program mengabaikan perbedaan kondisi dan

perempuan serta kemampuan berbagai elemen masyarakat di dalamnya

termasuk laki-laki dan perempuan. Kondisi perempuan dan anak pada

masyarakat miskin mempunyai kerentanan dan marginalisasi mengingat peran-

peran yang ada dalam institusi dan budaya masyarakat masih adanya

keterbatasan dalam akses terhadap aset pelayanan ekonomi, produksi dan

pelayanan sosial dasar.

Di Indonesia, sumber dari permasalahan kemiskinan yang dihadapi oleh

perempuan menurut Muhadjir ( 2005, 166) terletak pada budaya patriarki yaitu

nilai-nilai yang hidup dimasyarakat yang memposisikan laki-laki sebagai

superior dan perempuan subordinat. Budaya patriarki seperti ini tercermin

dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan

menjadi sumber pembenaran terhadap sistem distribusi kewenangan, sistem

pengambilan keputusan, sistem pembagian kerja, sistem kepemilikan dan sitem

distribusi resoursis yang bias gender. Kultur yang demikian ini akhirnya akan

bermuara pada terjadinya perlakuan diskriminasi, marjinalisasi, ekploitasi

maupun kekerasan terhadap perempuan

Selain hal tersebut di atas, struktur budaya patriarkhi juga melahirkan

keterbatasan perempuan dalam hal pengambilan keputusan baik di dalam

keluarga maupun di masyarakat. Dalam keluarga, pengambilan keputusan

didominasi oleh kaum laki-laki, demikian juga di lingkungan masyarakat yang

lebih luas. Di ranah publik, eksistensi perempuan juga kurang diperhitungkan,

terbukti dengan minimnya jumlah perempuan yang menduduki posisi jabatan

struktural baik di legislatif, eksekutif maupun yudikatif yang nota bene juga

berperan sebagai pengambil keputusan.

Feminisasi kemiskinan yang demikian ini erat kaitannya dengan masih

kuatnya budaya patriarki yang berkembang di masyarakat. karena kultur ini

88

Page 5: A. KEMISKINAN DALAM PRESPEKTIF GENDER · PDF filemenjadi sumber pembenaran terhadap sistem distribusi kewenangan, sistem pengambilan keputusan, sistem pembagian kerja, sistem kepemilikan

pada intinya meletakkan kaum perempuan pada posisi subordinat, termarjinal

dan terdiskriminasi. Oleh karena itu, kemiskinan yang dialami oleh perempuan

bersifat spesifik sehingga juga diperlukan penanganan yang khusus seperti

halnya pendekatan penanggulangan kemiskinan yang berperspektif gender.

B. PEMBANGUNAN BERPRESPEKTIF GENDER

Dalam deklarasi Millenium Development Goal yang diselenggarakan di New

York tahun 2000 , terdapat 3 tujuan utama pembangunan yaitu

1. Menanggulangi kemiskinan ekstrim dan kelaparan

2. Mencapai pendidikan dasar universal

3. Mempromosikan keadilan gender dan pemberdayaan perempuan

4. Menurunkan angka kematian anak

5. Memperbaiki kesehatan ibu

6. Membasmi HIV /AIDS, malaria & penyakit lain

7. Menjamin kelestarian lingkungan

8. Mengembangkan kemitraan untuk kerjasama pembangunan

Terdapat 3 point penting mengenai kesetaraan gender yang ada dalam

MGD tersebut. Untuk mendukung pelaksanaan MGD, pemerintah Indonesia

telah menetapkan beberapa komitmen yang digariskan antara lain:

1. Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam

Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa seluruh departemen

maupun lembaga pemerintah non departemen di tingkat nasional,

propinsi maupun kabupaten/kota harus melakukan pengarusutamaan

gender dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pada

kebijakan dalam program pembangunan. Substansi ketentuan Inpres

Nomor 9 tahun 2000 di atas adalah untuk mencapai kesetaraan dan

keadilan gender melalui kebijakan dan program yang memperhatikan

89

Page 6: A. KEMISKINAN DALAM PRESPEKTIF GENDER · PDF filemenjadi sumber pembenaran terhadap sistem distribusi kewenangan, sistem pengambilan keputusan, sistem pembagian kerja, sistem kepemilikan

pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan

laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi

pada seluruh kebijakan dan program pembangunan nasional. Laki-laki

dan perempuan dapat memperoleh akses yang sama dalam proses

pembangunan termasuk proses pengambilan keputusan, memiliki

kontrol yang sama atas sumberdaya pembangunan serta memperoleh

manfaat yang sama dari hasil pembangunan.

2. Kepmendagri No 132 tahun 2003 tentang pedoman umum pelaksanaan

pengarusutamaan gender dalam pembangunan daerah. Dalam melaksanakan

pembangunan daerah, pemerintah daerah (pemda) merencanakan dan

melaksanakan agenda pembangunan yang dimanivestasikan dalam

bentuk penyusunan dan penetapan APBD. Dengan demikian APBD

adalah motor dan pedoman bagi pemerintah daerah (pemda) dalam

melaksanakan tugas-tugas pembangunan.

Namun dalam pelaksanaan pembangunan di tengah masyarakat masih

sering terjadi kesenjangan gender, yang bahkan tidak disadari oleh kaum

perempuan sendiri. Kesenjangan itu tampak dalam berbagai bentuk minimnya

partisipasi dan akses kaum perempuan dalam proses pembangunan selama ini.

Akibatnya, banyak program pembangunan yang substansinya belum

memperlihatkan kesetaraan dan keadilan gender.

Dalam mengukur Pembangunan atas Gender, terdapat 2 Indeks yaitu

Indeks Pembangunan Gender yang dikenal dengan IPJ dan Indeks

Pemberdayaan Gender yang dikenal dengan IDJ.

90

Page 7: A. KEMISKINAN DALAM PRESPEKTIF GENDER · PDF filemenjadi sumber pembenaran terhadap sistem distribusi kewenangan, sistem pengambilan keputusan, sistem pembagian kerja, sistem kepemilikan

C. INDEKS PEMBANGUNAN GENDER

Konsep kesetaraan gender pada prinsipnya memposisikan perempuan

dan laki-laki setara dalam kesempatan dan hak-haknya. Kesetaraan gender perlu

dipahami dalam arti bahwa perempuan dan laki-laki menikmati status yang

sama; berada dalam kondisi dan mendapat kesempatan yang sama untuk dapat

merealisasikan potensinya sebagai hak-hak asasinya, sehingga perempuan dapat

menyumbangkan potensinya secara optimal terhadap pembangunan dan

menikmati hasil pembangunan (Ambarsari Dwi C., et.all, 2002).

Secara normatif pemerintah tidak membedakan hak dan kesempatan

antara laki-laki dan wanita untuk beraktifitas termasuk berpartisipasi dalam

pembangunan. Dua arahan kebijakan pemberdayaan wanita. Pertama,

meningkatkan kedudukan dan peranan wanita dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara melalui kebijakan nasional yang diemban oleh lembaga yang mampu

memperjuangkan terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender. Kedua,

meningkatkan kualitas dan peranan wanita dengan mempertahankan nilai

persatuan dan kesatuan serta nilai historis perjuangan kaum perempuan, dalam

rangka melanjutkan usaha pemberdayaan wanita serta kesejahteraan

masyarakat.

Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam

Pembangunan Nasional yang mengamanatkan bahwa seluruh departemen

maupun lembaga pemerintah non departemen di tingkat pemerintah nasional,

propinsi maupun kabupaten/kota harus melakukan pengarus utamaan gender

dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pada kebijakan

dalam program pembangunan. Substansi ketentuan Inpres Nomor 9 tahun 2000

di atas adalah untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender melalui

kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan

dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan,

pemantauan dan evaluasi pada seluruh kebijakan dan program pembangunan

91

Page 8: A. KEMISKINAN DALAM PRESPEKTIF GENDER · PDF filemenjadi sumber pembenaran terhadap sistem distribusi kewenangan, sistem pengambilan keputusan, sistem pembagian kerja, sistem kepemilikan

92

nasional. Laki-laki dan perempuan dapat memperoleh akses yang sama dalam

proses pembangunan termasuk proses pengambilan keputusan, memiliki

kontrol yang sama atas sumberdaya pembangunan serta memperoleh manfaat

yang sama dari hasil pembangunan.

Meskipun demikian, dalam prakteknya potensi dari 101,8 juta

perempuan Indonesia (Sensur Penduduk 2000) tertinggal jauh dari laki-laki, baik

dari akses maupun peluang untuk berpartisipasi. Lembaga Pembangunan

Manusia Indonesia (LPMI) memberikan catatan bahwa pembangunan di negeri

ini belum berwawasan gender dan baru mengikutsertakan 45% peranan wanita

dibandingkan kaum laki-laki (www. sinar harapan.co.id, dalam PSW Lemlit

UNS, 2002).

Pada dasarnya IPJ dihitung dari variabel yang sama dengan

penghitungan IPM. Perbedaannya adalah bahwa dalam perhitungan IPJ, rata –

rata pencapaian usian harapan hidup, tingkat pendidikan dan pendapatn

disesuaikan dengan mengakomodasikan perbedaan pencapaian antara

perempuan dan laki – laki. Parameter ε di masukkan dalam rumus untuk

memperhitungkan tingkat penolakan terhadap ketimpangan. Parameter ini

menunjukkan elastisitas marginal dari penafsiran sosial terhadap pencapaian

antar kelompok gender yang berbeda. Untuk merefleksikan tingkat penolakan

yang moderat, nilai parameter ε ditetapkan sama dengan 2.

Secara tehnis Indeks Pemerataan Gender bisa ditunjukkan dalam gambar

sebagai berikut :

Page 9: A. KEMISKINAN DALAM PRESPEKTIF GENDER · PDF filemenjadi sumber pembenaran terhadap sistem distribusi kewenangan, sistem pengambilan keputusan, sistem pembagian kerja, sistem kepemilikan

Dimensi Umur Panjang &

sehat

Pengetahuan Kehidupan yang layak

Indikator Angka

harapan

hidup

perempuan

Angka

harapan

hidup

laki - laki

Angka

melek huruf

perempuan

(MYS)

peremp

uan

Angka

melek

huruf

Laki -laki

(MYS)

Laki -

laki

Perkiraan

Pendapatan

Perempuan

Perkiraan

Pendapatan

Laki - laki

Indeks

Dimensi

Indeks

harapan

hidup

perempuan

Indeks

harapan

hidup

laki-laki

Indeks Pendidikan

Perempuan

Indeks Pendidikan

Laki - laki

Indeks

Pendapatan

Perempuan

Indeks

Pendapatan

Laki - laki

Indeks

Sebaran

Merata

Indeks Harapan

hidup dengan sebaran

merata

Indeks Pendidikan dengan sebaran merata Indeks Pendapatan dengan

sebaran merata

Indeks Pembangunan Gender

93

Gambar 6.1 Indeks Pembangunan Gender

Page 10: A. KEMISKINAN DALAM PRESPEKTIF GENDER · PDF filemenjadi sumber pembenaran terhadap sistem distribusi kewenangan, sistem pengambilan keputusan, sistem pembagian kerja, sistem kepemilikan

Untuk melakukan penghitungan IPJ secara matematis, terlebih dulu

dihitung pencapaian yang disetarakan dengan tingkat pencapaian yang merata.

(the equally distributed equivalent achievement = Xede ) dengan formulasi rumus

sebagai berikut :

Xede = ( Pf Xf ( 1 –ε) + Pm Xm (1 –ε) ) 1/ (1 –ε)

Di mana

Xf = Pencapaian perempuan

Xm = Pencapaian laki – laki

Pf = Proporsi populasi perempuan

Pm = Proporsi populasi laki – laki

ε = Parameter penolakan ketimpangan ( = 2 )

Penghitungan kompone - komponen dalam IPJ maupun IDJ memang

cukup kompleks dibandingkan dengan IKM maupun IPM. Dengan

menggunakan data yang diperoleh dari Sakernas ( Survey Tenaga kerja

Nasional) akan dilakukan penghitungan

1. Rasio upah perempuan terhadap upah laki – laki di sektor non pertanian

(Wf)

2. Menghitung rata – rata upah dengan rumusan :

W = ( Aecf x Wf ) + ( AeCm x 1 )

Di mana

Aecf = Proporsi perempuan dalam angkatan kerja yang aktif secara ekonomi

Aecm = Proporsi laki-laki dalam angkatan kerja yang aktif secara ekonomi

Wf = Rasio upah perempuan di sektor non pertanian

94

Page 11: A. KEMISKINAN DALAM PRESPEKTIF GENDER · PDF filemenjadi sumber pembenaran terhadap sistem distribusi kewenangan, sistem pengambilan keputusan, sistem pembagian kerja, sistem kepemilikan

3. Menghitung rasio antara upah untuk masing – masing kelompok gender

dengan upah rata – rata

4. Menghitung upah yang disumbangkan oleh masing – masing kelompok

gender ( = Income C ) di mana

Inc C = Aec (f/m) x R(f/m)

5. Menghitung proporsi pendapatan yang disumbangkan oleh masing – masing

kelompok gender ( % Inc C ) dengan rumusan :

% Inc C = Inc C (f/m) / P (f/m)

6. Menghitung Xede dari % Inc C [ = Xede ( Inc ) ]

7. Menghitung indeks distribusi pendapatan [ = I inc-dis]

Iinc-dis = [ ( Xede ( Inc ) x PPP ) – PPPmin ] / [ PPPmax – PPPmin]

Selanjutnya, dalam penghitungan IPJ dilakukan dengan mengikuti

prosedur di bawah ini :

• Indeks dari masing – masing komponen IPJ dihitung dengan formula di

atas dengan nilai batas maksimum dan minimum sebagaimana di bawah

ini

Tabel 6.1. Acuan maksimum dan minimum pada penghitungan IPM

Maksimum Minimum Indeks

Laki -laki Perempuan Laki -laki Perempuan

Angka Harapan hidup 82,5 87,5 22,5 27,5

Angka melek huruf 100,0 100,0 0,0 0,0

Rata – rata lama sekolah 15,0 15,0 0,0 0,0

Konsumsi per kapita Rp 737.720 Rp 300.000

Sumber : Laporan UNDP, Bappenas dan BPS 2001

95

Page 12: A. KEMISKINAN DALAM PRESPEKTIF GENDER · PDF filemenjadi sumber pembenaran terhadap sistem distribusi kewenangan, sistem pengambilan keputusan, sistem pembagian kerja, sistem kepemilikan

• Menghitung Xede dari tiap indeks

• Menghitung IPJ dengan rumusan :

IPJ = 1/3 [ ( Xede (1) + Xede (2) + I inc –dis ]

Di mana

Xede (1 ) = Xede untuk harapan hidup

Xede (2 ) = Xede untuk pendidikan

I inc-dis = Indeks distribusi pendapatan

96

Page 13: A. KEMISKINAN DALAM PRESPEKTIF GENDER · PDF filemenjadi sumber pembenaran terhadap sistem distribusi kewenangan, sistem pengambilan keputusan, sistem pembagian kerja, sistem kepemilikan

BOX 6.1

Contoh Penghitungan IPJ di Propinsi Aceh tahun 1999

Komponen Perempuan Laki – laki Proporsi penduduk 0,499 0,501 Harapan hidup ( tahun ) 69,6 65,6 Angka Melek huruf ( %) 90,1 96,2 Rata – rata lama sekolah ( MYS ) 6,8 7,7 % penduduk yang aktif secara ekonomi (Proporsi dari angkatan kerja)

38,4 61,6

Upah n on pertanian 271.929 383.423 PPP ( Rp 000 ) 562,8

Penghitungan Indeks harapan hidup dan indeks pendidikan :

Indeks Harapan hidup

• Perempuan = ( 69,6 – 27,5 )/ (87,5 – 27,5) = 0,70

• Laki – laki = ( 65,6 – 22,5 )/ ( 82,5 – 22,5)= 0,72

Jika ε = 2 maka

Xede(1) = [( 0,499) ( 0,70-1) + (0,501) ( 0,72-1) ]-1 = 0,71

Indeks Melek huruf

• Perempuan = (90,1 – 0) / ( 100 – 0 ) = 0,901

• Laki – laki = ( 96,2 – 0) / ( 100 – 0 ) = 0,962

Indeks Lama sekolah

• Perempuan = ( 6,8 – 0 ) / ( 15 – 0 ) = 0,453

• Laki – laki = ( 7,7 – 0 ) / ( 15 – 0 ) = 0,513

Indeks tingkat pendidikan

• Perempuan = 2/3 ( 0,901 ) + 1/3 ( 0,453) = 0,75

• Laki – laki = 2/3 ( 0,962 ) + 1/3 ( 0,513) = 0,81

Jika ε = 2, maka :

Xede(2) = [ ( 0,499) (0,75)-1 + ( 0,501) (0,81)-1]-1 = 0,78

97

Page 14: A. KEMISKINAN DALAM PRESPEKTIF GENDER · PDF filemenjadi sumber pembenaran terhadap sistem distribusi kewenangan, sistem pengambilan keputusan, sistem pembagian kerja, sistem kepemilikan

Perhitungan Indeks Distribusi pendapatan

Rasio terhadap upah laki – laki di sektor non pertanian

• Perempuan = 271,929 / 383,423 = 0,709

• Laki – laki = 1

Rata - rata upah = ( 0,384 x 0,709 ) + ( 0,616 x 1 ) = 0,888

Rasio terhadap rata – rata upah

• Perempuan = 0,709 / 0,888 = 0,798

• Laki – laki = 1/ 0,888 = 1,126

Sumbangan pendapatan

• Perempuan = 0,798 x 0,384 = 0,307

• Laki – laki = 1,126 x 0,616 = 0,693

Proporsi sumbangan pendapatan

• Perempuan = 0,307/ 0,499 = 0,614

• Laki – laki = 0,693/ 0,501 = 1,384

Jika ε = 2 maka

Xede (inc) = [ ( 0,499) ( 0,614 ) -1 + ( 0,501) (1,384)-1]-1 = 0,85

Indeks Distribusi Pendapatan ( I inc-dis)

I inc-dis = [ ( 0,85 x 562,8 ) – ( 360)] / [ 737,72 – 3000] = 0,276

Jadi Indeks Pembangunan Jender adalah

IPJ = ( 0,71 + 0,78 + 0,276 ) / 3 = 0,59 atau 59 %

Artinya Indeks pembangunan Jender di daerah Aceh adalah sebesar 59 %.

98

Page 15: A. KEMISKINAN DALAM PRESPEKTIF GENDER · PDF filemenjadi sumber pembenaran terhadap sistem distribusi kewenangan, sistem pengambilan keputusan, sistem pembagian kerja, sistem kepemilikan

Hasil penelitian mengenai IPJ yang juga dikenal dengan GDI ( Gender

Development Indeks ) di Jawa Tengah memberikan hasil perbandingan antara

IPM dengan IPJ sebagai berikut :

Tabel 6.2. Perbandingan GDI dan HDI di Jawa Tengah

Tahun Gender Development Index Human Development Index

1996 59,2 67,0

1999 57,4 64,6

2002 58,7 66,3

Dari data table tersebut di atas, diperoleh kenyataan bahwa ternyata

Indeks kesehatan, pendidikan dan perekonomian untuk kaum perempuan masih

berada di bawah rata-rata Indeks secara nasional. Untuk itu diperlukan adanya

kebijakan baik yang bersifat nasional maupun daerah dalam rangka peningkatan

kesetaraan gender.

Ketertinggalan kaum perempuan dari laki-laki yang berujung pada

ketidakadilan gender antara lain dapat berawal dari konstruk patriarkhi

masyarakat yang sudah membudaya, depolitisasi kepentingan negara yang

terwujud pada sistem negara yang tidak adil terhadap kepentingan kaum

perempuan, interpretasi agama yang tidak benar dan kurangnya akses

perempuan dalam berbagai kesempatan. Akomodasi kebutuhan riil perempuan

sering dipahami hanya sebatas kebutuhan rumah tangga/keluarga, kesehatan

termasuk gizi, pendidikan dan ekonomi. Akibatnya banyak institusi perempuan

seperti PKK, Dharmawanita, program P2WKSS yang dimaksudkan untuk

memberdayakan perempuan justru menimbulkan persoalan baru bagi

perempuan, yaitu beban ganda perempuan. Di satu sisi perempuan didorong

untuk aktif dalam berbagai aktifitas, tetapi di sisi lain peran tradisional sebagai

istri dan ibu tetap dibebankan kepadanya. Akibat lebih jauh adalah terjadinya

99

Page 16: A. KEMISKINAN DALAM PRESPEKTIF GENDER · PDF filemenjadi sumber pembenaran terhadap sistem distribusi kewenangan, sistem pengambilan keputusan, sistem pembagian kerja, sistem kepemilikan

100

subordinasi, marginalisasi, diskriminasi dan eksploitasi bahkan kekerasan

terhadap perempuan.

D. INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER

Selain Indeks Pembangunan Gender, juga dikenal istilah Indeks

pemberdayaan gender. Indeks Pemberdayaan Gender ( IDJ ) disusun dari tiga

komponen meliputi keterwakilan di parlemen, pengambilan keputusan dan

distribusi pendapatan. Dalam penghitungan IDJ, terlebih dahulu dihitung EDEP

yaitu Indeks untuk masing – masing komponen berdasarkan persentase yang

equivalence dengan distribusi yang merata – Equally Distributed Equivalence

Percentage . Cara penghitungan sumbangan pendapatan untuk IDJ sama dengan

penghitungan untuk IPJ sebagai mana telah diuraikan di atas. Selanjutnya,

Indeks dari masing – masing komponen adalah nilai EDEP nya dibagi 50. Angka

50 dianggap sebagai kontribusi ideal dari masing – masing kelompok gender

untuk semua komponen IDJ.

Komponen pengambilan keputusan disusun dari dua indikator yaitu

pekerjaan manajerial dan administrasi, dan pekerjaan profesional dan tehnisi.

Nilai indeks pengambilan keputusan untuk tingkat nasional merupakan rata –

rata dari kedua indikator tersebut. Penggabungan ini penting untuk

menghindari kesalahan persepsi dari responden dalam memilih di antara kedua

jenis pekerjaan tersebut. Data biasanya diambil dari data Susenas . Data

keterwakilan di parlemen diambil dari lembaga pemilihan umum dan DPRD

propinsi serta DPRD Kabupaten/ kota.

IDJ dihitung berdasarkan rumusan sebagai berikut :

IDJ = 1/3 ( I par + IDM + I inc-dis)

Di mana :

Ipar = Indeks keterwakilan di Parlemen

IDM = Indeks pengambilan keputusan

Iinc –dis = Indeks distribusi pendapatan

Page 17: A. KEMISKINAN DALAM PRESPEKTIF GENDER · PDF filemenjadi sumber pembenaran terhadap sistem distribusi kewenangan, sistem pengambilan keputusan, sistem pembagian kerja, sistem kepemilikan

DIMENSI Partisipasi Politik Partisipasi Ekonomi dan Pengambilan

Keputusan

Penguasaan Sumber Daya

Ekonomi

Indikator Proposi Perempuan dan laki

– laki di Parlemen

Proposi laki – laki dan perempuan yang

bekerja sebagai profesional, tehnisi,

pemimpin dan tenaga ketatalaksanaan

Perkiraan Penghasilan

Perempuan dan laki – laki

EDEP untuk keterwakilan di

Parlemen

EDEP untuk partisipasi dalam pengambilan

keputusan

EDEP untuk penghasilan Persentase

Equivalence

dg sebaran

merata

INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER

101

Secara tehnis, Indeks Pemberdayaan Gender bisa digambarkan sebagai berikut :

Gb. 6.2. Indeks Pemberdayaan Gender

Page 18: A. KEMISKINAN DALAM PRESPEKTIF GENDER · PDF filemenjadi sumber pembenaran terhadap sistem distribusi kewenangan, sistem pengambilan keputusan, sistem pembagian kerja, sistem kepemilikan

BOX. 6.2. contoh Penghitungan IDJ di Propinsi Aceh

Komponen Perempuan Laki - laki Proporsi penduduk 0,499 0,501 Keterwakilan di Parlemen 8,3 91,7 Proporsi dari manajer, staff adm, pekerja professional dan tehnisi

54,4 45,6

% Penduduk yang aktif secara ekonomi ( Proporsi dari angkata kerja )

38,4 61,6

Upah non pertanian 271,929 383,423 PPP 562,8 Perhitungan Indeks keterwakilan di Parlemen dan Indeks pengambilan keputusan

dengan ε = 2

Indeks Keterwakilan di Parlemen Ipar

EDEP par = [ (0,499) (8,3)-1 + ( 0,501) ( 91,7)-1] -1 = 15,25

Ipar = 15,25 / 50 = 0,3

Indeks Pengambilan Keputusan ( IDM)

EDEPDM = [ 0,499) (54,4)-1 + ( 0,500) (45,6)-1]-1 = 49,61

IDM = 49,61 / 50 = 0,99

Perhitungan Indeks Distribusi pendapatan

Sama dengan yang dilakukan dalam IPJ dan diperoleh hasil

Iinc-dis = 0,27

Sehingga Indeks Pemberdayaan Gender ( IDJ ) diperoleh :

IDJ = 1/3 ( I par + IDM + I inc-dis)

= ( 0,3 + 0,99 + 0,27 ) /3 = 0, 524

Jadi IDJ Propinsi Aceh adalah sebesar 52,4 %

102

Page 19: A. KEMISKINAN DALAM PRESPEKTIF GENDER · PDF filemenjadi sumber pembenaran terhadap sistem distribusi kewenangan, sistem pengambilan keputusan, sistem pembagian kerja, sistem kepemilikan

IDJ juga sering disebut dengan Gender Empowerment Measures (GEM ),

yang merupakan perpaduan dari peran perempuan di sector politik dan

ekonomi, di Jawa Tengah menunjukkan hasil sebagai berikut :

Tabel 6.3. Evaluasi GEM Propinsi Jawa Tengah

INDIKATOR

Rata – rata upah di sector non pertanian

Tahun

Perempuan dalam parlemen

Wanita pekerja, professional, pejabat tinggi, manajer

Wanita dalam angkatan kerja

P L

1996 10,7 40,6 31,5 - -

1999 6,7 44,7 40,8 186,7 294,7

2002 6,3 41,2 43,6 313,1 500,0

Dari data pada table di atas terlihat bahwa justru terjadi penurunan pada

peran perempuan di Parlemen / legislative yang dikhawatirkan akan

menyebabkan semakin jauhnya pembangunan yang berprespektif gender. Di sisi

lain peran wanita untuk masuk angkatan kerja juga masih dibawah laki – laki,

demikian juga dengan rata – rata upah yang diperoleh kaum perempuan pada

sector non pertanian juga masih kalah jauh dibandingkan kaum laki – laki.

E. HASIL PENELITIAN TENTANG GENDER DAN KEMISKINAN

Salah satu bagian penting ketika membicarakan kemiskinan adalah dari

sisi gender adalah bagaimana peran perempuan dalam menyumbang atas

pendapatan keluarga dan bagaimana usaha produktif yang bisa dilakukan untuk

mengembangkan ekonomi rumah tangga. Pada tahun 2006, Kementrian

Kesejahteraan Rakyat bekerjasama dengan Universitas Sebelas Maret

melakukan kajian mengenai Efisiensi Pemanfaatan Dana Bantuan Langsung

103

Page 20: A. KEMISKINAN DALAM PRESPEKTIF GENDER · PDF filemenjadi sumber pembenaran terhadap sistem distribusi kewenangan, sistem pengambilan keputusan, sistem pembagian kerja, sistem kepemilikan

bagi Rumah Tangga Miskin. Penelitian yang dilakukan di Propinsi Jawa Tengah

tersebut, kaitannya dengan perempuan dan kemiskinan bisa ditunjukkan pada

box berikut ini :

Bertitik tolak dari 2 temuan tersebut di atas, maka pemberdayaan

perempuan menjadi salah satu solusi dan titik sasaran atau target yang harus

dibidik dalam pengentasan kemiskinan. Pemberdayaan ekonomi ibu rumah

tangga ini bisa dilakukan dengan memberikan fasilitasi untuk tambahan modal

BOX 6.3 Temuan Kajian atas SLT dari sisi gender

a. Dari 241 responden yang berada pada kriteria miskin dan

mendekati miskin ternyata 235 orang atau 97,5% mempunyai istri

yang bekerja . Adapun sumbangan pendapatan istri terhadap

pendapatan keluarga berkisar antara 12,5% sampai dengan 37,5%

sebanyak 204 orang atau 86,81%. Sedangkan pada RTM yang sangat

miskin hanya 16,07% yang istrinya bekerja. Dari hasil data lapangan

ini maka bisa diambil analisis bahwa istri yang bekerja baik dalam

sektor formal maupun informal akan memberikan sumbangan yang

cukup besar dalam peningkatan ekonomi rumah tangga.

b. Berdasarkan hasil olah data di lapangan ternyata 24,3% penerima

SLT adalah perempuan dan dari 243 perempuan tersebut 93,42%

berstatus sangat miskin. Hal ini disebabkan bahwa yang bekerja

dalam rumah tangga tersebut hanya kepala keluarga sedangkan

anggota keluarga lain sebagian besar belum atau tidak bekerja. Dan

di daerah pedesaan jumlah kesempatan kerja bagi perempuan lebih

sedikit dibandingkan dengan laki – laki dan pendapatan yang

diperolehnya pun relatif lebih kecil pada pekerjaan yang sama.

104

Page 21: A. KEMISKINAN DALAM PRESPEKTIF GENDER · PDF filemenjadi sumber pembenaran terhadap sistem distribusi kewenangan, sistem pengambilan keputusan, sistem pembagian kerja, sistem kepemilikan

105

dan peningkatan output melalui organisasi perempuan terkecil dalam rukun

tetangga yaitu PKK atau Arisan Dasa Wisma. Dari hasil indept wawancara

mengenai gerak PKK dan dasa wisma di desa dan RT ternyata diperolah hasil

menggembirakan, bahwa terdapat peningkatan perputaran dana yang cukup

signifikan dalam organisasi tersebut.

Temuan – temua tersebut, kemudian memberikan rekomendasi atas

bantuan langsung bersyarat yang akan diberikan kepada perempuan dalam

pemberdayaan ekonomi seperti dalam tabel berikut :

Page 22: A. KEMISKINAN DALAM PRESPEKTIF GENDER · PDF filemenjadi sumber pembenaran terhadap sistem distribusi kewenangan, sistem pengambilan keputusan, sistem pembagian kerja, sistem kepemilikan

1. Pemberdayaan Perempuan dan keluarga

Latar belakang dari Program ini adalah temuan pertama yang berkaitan dengan peran perempuan / istri yang bekerja bagi rumah tangga

miskin. Perempuan/ istri bisa diberdayakan dengan harapan akan menambah pendapatan keluarga dan juga meningkatkan kesejahteraan

keluarga.

Tabel 6.4. Rekomendasi Hasil Kajian Pemanfaatan SLT dari segi pemberdayaan perempuan dan keluarga

Tujuan Bentuk Program Penerima

Program

Besaran Dana Jangka waktu

Memberdayakan ekonomi ibu – ibu

rumah tangga dalam rangka

meningkatkan pendapatan keluarga

melalui organisasi perempuan terkecil

di masyarakat yaitu dasa wisma atau

PKK RT

Pemberian pelatihan usaha

produktif diikuti hibah

dana bergulir bagi

perempuan anggota dasa

wisma atau PKK RT *)

Ibu – ibu rumah

tangga miskin

yang memiliki

usaha produktif

atau yang baru

akan memulai

usaha produktif

Disesuaikan dengan

jenis usaha dan

kebutuhan

1 tahun

106