Web viewPuji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita hidayah dan...
Transcript of Web viewPuji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita hidayah dan...
TUGAS MATA KULIAH PSIKOLOGI KONSELING KONSELING RASIONAL BEHAVIOR EMOTIF THERAPI
OLEH :
KETUA : ASIS (11301001)PEMATERI : WA ODE NURWIDA (113010082)ANGGOTA : LA JUNA HARA (113010059)
NASRI (113010060)LA HAEMI (1130100 )MAIL (113010021)MUHAMMAD NAIM (1130100 )ANI LA IBU (1130100 )
SEMESTER : IVKELAS : A
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON
BAUBAU2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kita hidayah dan rahmat-Nya agar senantiasa dekat dengan diri-Nya dalam keadaan
yang bagaimana pun juah. Salam serta shalawat kita hanturkan kepada Nabiullah
SWT yang menghantarkan kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang
benderang dan telah menjadi suri tauladan bagi umat-Nya.
Dalam makalah ini penulis akan membahas masalah mengenai “Konseling
Rasional Behavior Emotion Therapi)“.
Penulis sangat mengharapkan agar pembaca dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan. Saran serta kritik penulis sangat harapkan dari pembaca agar pada
penulisan makalah berikutnya menjadi lebih baik lagi. Seperti kata pepatah tak ada
gading yang sempurnah, begitu juga dengan manusia sendiri.
Baubau, Mei 2015
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................
KATA PENGANTAR...........................................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................
A. Latar Belakang.......................................................................................
B. Rumusan Masalah..................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................
A. Konsep Dasar.........................................................................................
B. Proses Berfikir........................................................................................
C. Tingkah Asumsi Laku Bermasalah........................................................
D. Teknik Konseling...................................................................................
BAB III PENUTUP...............................................................................................
A. Kesimpulan............................................................................................
B. Saran.......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah Rational-Emotive Behavior Therapy sukar diganti dengan istilah bahasa
indonesia yang mengena: Paling-paling dapat dideskripsikan dengan mengatakan:
Corak konseling yang menekankan kebersamaan dan interaksi antara berfikir dan
akal sehat (Rational Thingking), Berperasaan (emotion), dan berperilaku (acting),
Serta sekaligus menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam dalam cara
berfikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan
berperilaku. Pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah
pendekatan behavior kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan,
tingkah laku dan pikiran. pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) di
kembangkan oleh Albert Ellis melalui beberapa tahapan. pandanagan dasar
pendekatan ini tentang manusia adalah bahwa individu memiliki tendensi untuk
berpikir irasional yang salah satunya didapat melalui belajar social. Di samping itu,
individu juga memiliki kapasitas untuk belajar kembali untuk berpikir rasional.
pendekatan ini bertujuan untuk mengajak individu mengubah pikiran-pikiran
irasionalnya ke pikiran yang rasional melalui teori ABCDE.
Penulis memilih REBT yang dikembangkan oleh Albert Ellis ini sebagai bahan
pembahasan berdasarkan pemikiran bahwa REBT bisa menantang para mahasiswa
untuk berfikir tentang sejumlah masalah dasar yang mendasari konseling. REBT
terpisah secara radikal dari beberapa sistem lain yang disajikan didalam makalah ini,
yakni pendekatan-pendekatan psiko analitik, eksistensial-humanistik, client centered
dan gestal. REBT lebih banyak kesamaannya dengan terapi-terapi yang berorientasi
kognitif-tinngkah laku-tindakan dalam arti menitik beratkan berfikir, menilai,
memutuskan, menganalisis, dan bertindak. REBT sangat didaktif dan sangat direktif
serta lebih banyak berurusan dengan dimensi-dimensi fikiran dari pada dengan
dimensi-dimensi perasaan.
Dengan mengingat hal itu, kami dari penulis ingin mengupas teori REBT lebih
mendalam. Namun kami tetap memahami bahwa dalam penulisan ini banyak
mempunyai kekurangan, oleh karenanya kami tetap mengharap kritik dan saran dari
semua pihak.
B. Rumusan Masalah
1. Mendiskripsikan konsep dasar dalam REBT?
2. Menjelaskan pandangan dan cara berfikir dalam REBT?
3. Bagaimana tingkah asumsi laku bermasalah dalam REBT?
4. Bagaimana corak konseling RET?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar
Menurut Albert Ellis, manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki
kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan
bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir
dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional
seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang
disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional tersebut
merupakan akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional, yang mana emosi
yang menyertai individu dalam berpikir penuh dengan prasangka, sangat personal,
dan irasional.
Perkembangan kepribadian dimulai dari bahwasanya manusia tercipta dengan:
1. Dorongan yang kuat untuk mempertahankan diri dan memuaskan diri.
2. Kemampuan untuk self-destruktive, hedonis buta dan menolak aktualisasi diri.
Berpikir irasional ini diawali dengan belajar secara tidak logis yang biasanya
diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan
tercermin dari kata-kata yang digunakan. Kata-kata yang tidak logis menunjukkan
cara berpikir yang salah dan kata-kata yang tepat menunjukkan cara berpikir yang
tepat. Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara
berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta
menggunakan cara verbalisasi yang rasional.
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-
konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku
individu, yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C).
Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
a. Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar
individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau
sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi
masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.
b. Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu
terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan
yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional
(irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir
atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu
menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau
system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran
itu tidak produktif.
c. Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat
atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam
hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan
akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam
bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
Selain itu, Ellis juga menambahkan D dan E untuk rumus ABC ini. Seorang terapis
harus melawan (dispute; D) keyakinan-keyakinan irasional itu agar kliennya bisa
menikmati dampak-dampak (effects; E) psikologis positif dari keyakinan-keyakinan
yang rasional.[3]
B. Proses Berfikir.
Menurut pandangan REBT individu memiliki tiga tingkatan berfikir yaitu berfikir
tentang apa yang terjadi berdasarkan fakta dan bukti-bukti, mengadakan penilaian
terhadap fakta dan bukti, dan keyakinan terhadap proses bukti-bukti dan evaluasi
(Froggatt, 2005). Ellis berpendapat bahwa yang menjadi sumber terjadinya masalah-
masalah emosional adalah evaluative belief yang dikenal dengan istilah REBT adalah
Irasional bilief yang dapat dikategorikan menjadi empat yaitu:
1. Demamds (Tuntutan) adalah tuntutan atau Ekspekstasi yang tidak realitas dan
absolute terhadap kejadian atau individu yang dapat dikenal dengan kata-kata
seperti harus, sebaiknya dan lebih baik.
2. Awfulishing adalah cara melebih-lebihkan konsekuensi negative dari suatu
situasi sampai pada level yang ekstrim sehingga kejadian yang tidak
menguntungkan menjadi kejadian yang sangat menyakitkan.
3. Low Frustation Tolerance (LFT) adalah kelanjuta dari tuntutan yang selalu
berada dalam kondisi nyaman dan merefleksikan ketidak toleransian terhadao
ketidak nyamanan.
4. Global Evaluations of human worth, yaitu menilai keberhargaan diri sendiri dan
orang lain. Hal ini bernakma bahwa individu dapat diberi peringkat yang
berimplikasi bahwa pada asumsi bebera orang lebih buruk atau tidak berharga
dari yang lain (Wallen, 1992).
Selanjutnya, Ellis membagi fikiran individu dalam tiga tingkatan. yaitu:
a. Dingin (Cool), Pikiran dingin adalah pikiran yang bersifat deskriptif sendiri dan
mengandung sedikit emosi.
b. Pikiran yang hangat (Warm), adalah pikiran yang mengarah pada satu
preferensi atau keyakinan rasional, pikiran ini mengandung unsure evaluasi
yang mempengaruhi pembentukan perasaan.
c. Pikiran yang mengandung unsur evaluasi yang tinggi dan penuh dengan
perasaan (Nelson-Jones, 1995).
C. Tingkah Asumsi Laku Bermasalah
Dalam gantina dkk, Nelson Jones, 1995 mengatakan manusia dipandang memiliki
tiga tujuan fundamental, yaitu: Untuk bertahan hidup, untuk bebas dari kesakitan, dan
untuk mencapai kepuasan. Rasional Emotive behaviore Therapy (REBT) juga
berpendapat bahwa individu adalah hidonistik yaitu kesenangan dan bertahan hidup
adalah tujuan pertama hidup. Hedonisme dapat diartikan sebagai pencarian
kenikmatan dan menghindari kesakitan. Bentuk hedonisme khusus yang
membutuhkan perhatian adalah penghindaran terhadap kesakitan dan
ketidaknyamanan. Dalam Gantina dkk, Wallen mengatakan Dalam REBT hal ini
menghasilkan low frustration tolerance (LFT). Individu yang memiliki LFT terrlihat
dari pernyataan-pernyataannya verbal seperti: Ini terlalu berat, saya pasti tidak
mampu, ini menakutkan, saya tidak bisa menjalani ini.
Dalam Gantina dkk, Gladding, 1992 mengatakan Ellis mengidentifikasi
sebelah keyakinan irasional individu yang dapat mengakibatkan masalah yaitu:
1. Dicintai dan setujui oleh orang lain adalah sesuatu yang sangat esensial
2. Untuk menjadi orang yang berharga individu harus kompeten dan mencapai
setiap usahanya.
3. Orang yang tidak bermoral, criminal dan nakal merupakan pihak yang harus
disalahkan.
4. Hal yang sangat buruk dan menyebalkan adalah bila sebagala sesuatu tidak
terjadi seperti yang saya harapkan.
5. Ketidak bahagiaan merupakan hasil dari pristiwa eksternal yang tidak dapat
dikontrol oleh diri sendiri.
6. Sesuatu yang membahayakan harus menjadi perhatian dan harus selalu diingat
dalam fikiran.
7. Lari dari kesulitan dan tanggung jawab dari pada menghadapinya.
8. Seseoramg harus memiliki orang lain sebagai tempat bergantung dan harus
memiliki seseorang yang lebih kuat yang dapat menjadi tempat bersandar.
9. Masa lalu menentukan tingkah laku saat ini dan tidak bisa diubah.
10. Individu bertanggaung jawab atas masalah dan kesulitan yang dialami oleh
orang lain.
11. Selalu ada jawaban yang benar untuk setiap masaslah. Dengan demikian,
kegagalan mendapatkan jawaban yang benar merupakan bencana.
Sebagai contoh, “orang depresi merasa sedih dan kesepian karena dia keliru berpikir
bahwa dirinya tidak pantas dan merasa tersingkir”. Padahal, penampilan orang
depresi sama saja dengan orang yang tidak mengalami depresi. Jadi, Tugas seorang
terapis bukanlah menyerang perasaan sedih dan kesepian yang dialami orang depresi,
melainkan menyerang keyakinan mereka yang negatif terhadap diri sendiri.
Walaupun tidak terlalu penting bagi seorang terapis mengetahui titik utama
keyakinan-keyakinan irasional tadi, namun dia harus mengerti bahwa keyakinan
tersebut adalah hasil “pengondisian filosofis”, yaitu kebiasaan-kebiasaan yang
muncul secara otomatis, persis seperti kebiasaan kita yang langsung mengangkat dan
menjawab telepon setelah mendengarnya berdering.
Dalam perspektif pendekatan konseling rasional emotif tingkah laku bermasalah,
didalamnya merupakan tingkah laku yang didasarkan pada cara berpikir yang
irrasional.
Adapun ciri-ciri berpikir irasional adalah :
a. Tidak dapat dibuktikan
b. Menimbulkan perasaan tidak enak (kecemasan, kekhawatiran, prasangka) yang
sebenarnya tidak perlu
c. Menghalangi individu untuk berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang
efektif
Sebab-sebab individu tidak mampu berpikir secara rasional disebabkan oleh:
1) Individu tidak berpikir jelas tentang saat ini dan yang akan datang, antara
kenyatan dan imajinasi
2) Individu tergantung pada perencanaan dan pemikiran orang lain
3) Orang tua atau masyarakat memiliki kecenderungan berpikir irasional yang
diajarkan kepada individu melalui berbagai media.
Indikator sebab keyakinan irasional adalah:
a) Manusia hidup dalam masyarakat adalah untuk diterima dan dicintai oleh orang
lain dari segala sesuatu yang dikerjakan
b) Banyak orang dalam kehidupan masyarakat yang tidak baik, merusak, jahat, dan
kejam sehingga mereka patut dicurigai, disalahkan, dan dihukum
c) Kehidupan manusia senantiasa dihadapkan kepada berbagai malapetaka,
bencana yang dahsyat, mengerikan, menakutkan yang mau tidak mau harus
dihadapi oleh manusia dalam hidupnya
d) Lebih mudah untuk menjauhi kesulitan-kesulitan hidup tertentu dari pada
berusaha untuk menghadapi dan menanganinya
e) Penderitaan emosional dari seseorang muncul dari tekanan eksternal dan bahwa
individu hanya mempunyai kemampuan sedikit sekali untuk menghilangkan
penderitaan emosional tersebut
f) Pengalaman masa lalu memberikan pengaruh sangat kuat terhadap kehidupan
individu dan menentukan perasaan dan tingkah laku individu pada saat sekarang
g) Untuk mencapai derajat yang tinggi dalam hidupnya dan untuk merasakan
sesuatu yang menyenangkan memerlukan kekuatan supranatural
h) Nilai diri sebagai manusia dan penerimaan orang lain terhadap diri tergantung
dari kebaikan penampilan individu dan tingkat penerimaan oleh orang lain
terhadap individu.
Menurut Albert Ellis juga menambahkan bahwa secara biologis manusia memang
“diprogram” untuk selalu menanggapi “pengondisian-pengondisian” semacam ini.
Keyakinan-keyakinan irasional tadi biasanya berbentuk pernyataan-pernyataan
absolut. Ada beberapa jenis “pikiran-pikiran yang keliru” yang biasanya diterapkan
orang, di antaranya:
1. Mengabaikan hal-hal yang positif,
2. Terpaku pada yang negatif,
3. Terlalu cepat menggeneralisasi.
Secara ringkas, Ellis mengatakan bahwa ada tiga keyakinan irasional:
1. “Saya harus punya kemampuan sempurna, atau saya akan jadi orang yang tidak
berguna”
2. “Orang lain harus memahami dan mempertimbangkan saya, atau mereka akan
menderita”
3. Kenyataan harus memberi kebahagiaan pada saya, atau saya akan binasa”.
D. Teknik Konseling
Pendekatan konseling rasional emotif menggunakan berbagai teknik yang bersifat
kogntif, afektif, dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien. Beberapa
teknik dimaksud antara lain adalah sebagai berikut:
Teknik-Teknik Emotif (Afektif)
a. Assertive adaptive
Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk
secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan.
Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
b. Bermain peran
Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-
perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga
klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.
c. Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu
dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang
negatif.
E. Corak Konseling REBT
Corak konseling RET berpangkal pada beberapa keyakinan tentang martabat
manusia dan tentang proses manusia dapat mengubah diri, yang sebagian bersifat
filsafat dan sebagian lagi bersifat psikologis, yaitu:
1. Manusia adalah makhluk yang manusiawi, artinya dia bukan superman dan juga
bukan makhluk yang kurang dari seorang manusia. Manusia memunyai
kekurangan dan keterbatasan, yang dapat mereka atasi sampai taraf tertentu.
Selama manusia hidup di dunia ini, dia harus berusaha untuk menikmatinya
sebaik mungkin.
2. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh bekal keturunan atau pembawaan,
tetapi sekaligus juga tergantung dari pilihan-pilihan yang dibuat sendiri. Nilai-
nilai kehidupan (values) untuk sebagian ditentukan baginya, namun untuk
sebagian juga dibentuk sendiri serta dikejar sendiri. Salah satu nilai kehidupan
adalah kebahagiaan, yang dapat dipilih atau tidak dipilih sendiri sebagai tujuan
utama yang pantas dikejar. Tujuan utama ini terwujud dalam berbagai bidang
kehidupan, seperti merasa bahagia dengan dirinya sendiri, merasa bahagia
dalam berinteraksi dengan orang lain, merasa bahagia dalam kemandirian
ekonomis, dan merasa bahagia dalam menikmati berbagai kegiatan rekreaktif.
3. Hidup secara rasional berarti berfikir, berperasaan, dan berperilaku sedemikian
rupa sehingga kebahagiaan hidup dapat dicapai secara efisien dan efektif.
Bilamana orang berfikir, berperasaan, dan berperilaku sedemikian rupa,
sehingga segala tujuan yang dikejar tidak tercapai, mereka ini hidup secara tidak
rasional. Dengan demikian, berfikir rasional menunjuk pada akal sehat,
sehingga sungguh-sungguh membantu mencapai kebahagiaan di hidup ini.
Orang yang tidak mencapai kebahagiaan itu harus mempersalahkan dirinya
sendiri karena tidak menggunakan akal sehatnya secara semestinya; tidak
pantaslah mereka lalu mempersalahkan orang lain atau nasib hidup malang
sebagai biang keladi ketidakbahagiaan mereka.
4. Menusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk hidup secara rasional dan
sekaligus untuk hidup secara tidak rasional. Dia dapat berfikir dengan akal
sehat, tetapi juga dapat berfikir salah dan demikian menimbulkan kesukaran
bagi dirinya sendiri. Kesukaran ini menggejala dalam alam perasaannya dan
dalam caranya bertindak, tetapi pada dasarnya bersumber pada berfikir yang
keliru atau berfikir yang disebut berfikir yang tidak rasional (irrasional thinking,
illogical thinking).
5. Orang kerap berpegang pada setumpuk keyakinan yang sebenarnya kurang
masuk akal atau irrasional (irrasional biliefs), yang ditanamkan sejak kecil
dalam lingkungan kebudayaan atau diciptakan sendiri. Mungkin juga
keyakinan-keyakinan itu merupakan gabungan dari pengaruh lingkungan social
dan gagasannya sendiri. Tumpukan keyakinan irrasional cenderung untuk
bertahan lama, bahkan orang cenderung memperkuatnya sendiri dengan
berbagai dalih.
6. Pikiran-pikiran manusia biasanya menggunakan berbagai lambang verbal dan
dituangkan dalam bentuk bahasa. Bila berfikir, manusia seolah-olah
mengucapkan kata-kata kepada diri sendiri. Orang memertahankan pikiran yang
rasional atau yang tidak rasional dengan berbicara kepada diri sendiri dan
mengucapkan dalam batinnya sendiri uraian kalimat tertentu, seperti yang
dirumuskan dalam butir (5).
7. Bilamana seorang merasa tidak bahagia dan mengalami berbagai gejolak
perasaan yang tidak menyenangkan serta membunuh semangat hidup, rasa-rasa
itu bukan berpangkal pada rentetan kejadian dan pengalaman kemalangan yang
telah berlangsung (activating event; activating experience), melainkan pada
tanggapannya yang tidak rasional terhadap kejadian dan pengalaman itu
(irrational beliefs). Tanggapan kognitif yang tidak masuk akal itu biasanya
terdiri atas beraneka tuntutan mutlak, perintah keras kepada diri sendiri dan
berbagai keharusan. Perasaan negative yang muncul sebagai akibat dari pikiran
irrasional itu, dipandang sebagai suatu reaksi perasaan yang tidak wajar
(inappropriate emotions), yang biasanya terdiri atas rasa depresif, rasa cemas
dan gelisah yang mendalam, rasa putus asa, rasa bermusuhan, dan rasa tak
punya harga diri. Perasaan yang demikian akan dapat menghambat orang dalam
mengahadapi tantangan/bantingan hidup dan membunuh semangat berusaha,
bahkan sering membuat keadaan orang lebih buruk. Sebaliknyalah tanggapan
rasional (rational belief) disertai suatu reaksi perasaan yang wajar (appropriate
feelings). Tanggapan yang masuk akal biasanya terdiri atas berbagai keinginan,
aneka harapan, dan bermacam preferesi, sedangkan reaksi perasaan yang wajar
meliputi perasaan positif seperti rasa cinta, rasa bahagia, rasa tenteram, dan rasa
puas; serta perasaan negative seperti rasa sedih, rasa kesal, rasa kecewa, rasa
bosan, rasa tidak suka, dan rasa marah. Semua reaksi perasaan itu, baik yang
positif maupun yang neagtif, disebut wajar karena menimbulkan semangat
untuk berusaha mengubah hal-hal yang tidak diinginkan dan mengganggu
kebahagiaan hidup.
8. Untuk membant orang mencapai taraf kebahagiaan hidup yang lebih baik
dengan hidup secara lebih rasional, RET memfokuskan perhatiannya pada
perubahan pikiran irasional menjadi rasional. Maka pada dasarnya, konselor
yang menerapkan corak konseling ini mengusahakan rehabilitasi kognitif
(cognitive restructuring). Untuk itu, tidak perlu konselor menggali seluruh
sejarah kehidupan konseli, bahkan juga tidak mengorek keseluruhan asal-usul
permasalahan yang dihadapi sekarang dengan membongkar masa lampau.
9. Mengubah diri dalam berfikir irrasional bukan perkara yang mudah, karena
orang memiliki kecenderungan untuk memertahankan keyakinan-keyakinan
yang sebenarnya tidak masuk akal, ditambah dengan perasaan cemas tentang
ketidakmampuannya mengubah tingkah lakunya dan akan kehilangan berbagai
keuntungan yang diperoleh dari perilakunya. Misalnya, seorang mahasiswa
yang mengeluh kemana-mana bahwa dia selalu gugup dalam menempuh ujian,
mungkin saja memertahankan keluhannya dengan meyakinkan diri terus
menerus bahwa “Aku memang paling bodoh di antara teman-teman; seharusnya
aku pandai”. Hal demikian harus mendapatkan motivasi dari orang-orang yang
ada di sekitarnya untuk menghilangkan perasaan cemas tersebut. Meskipun
perubahan pada diri sendiri tidak mudah, patut diusahakan dengan menyerang
kekacauannya dalam berfikir dan melatih diri untuk mewujudkan landasan
pikiran yang lebih sehat dalam tingkah laku yang konkrit.
10. Konselor RET harus berusaha membantu orang menaruh perhatian wajar pada
kebahagiaan batinnya sendiri, menerima tanggung jawab atas pengaturan
hidupnya sendiri tanpa menuntut secara mutlak dukungan dari orang lain;
memberikan hak kepada orang lain untuk berbuat salah tanpa menjatuhkan
neraka atas mereka sebagai manusia; menerima kenyataan, bahwa banyak hal
dalam kehidupannya tidak dapat diramalkan secara pasti; berfikir objektif
tentang diri sendiri dan hubungannya dengan orang lain; berani mengambil
resiko yang wajar dan mencoba hal-hal yang baru; menerima diri sendiri dan
merasa puas dengan diri sendiri sehingga dapat menikmati hidup; dan mengakui
bahwa mustahillah tidak pernah mengalami rasa frustasi, rasa sedih, rasa kesal,
dan sebagainya.
11. Konselor harus membantu konseli mengbah pikirannya yang irasional dengan
mendiskusikannya secara terbuka dan terus terang (Dispute). Dalam kaitan ini
konselor mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menantang, mengajarkan tata
cara berfikir yang lain, memperolok-olok pikiran yang bodoh, memberikan
contoh-contoh tentang orang lain, menyuruh membayang-bayangkan, dan
sebagaimana yang ternyata efektif bagi konseli tertentu.
12. Diskusi itu akan menghasilkan efek-efek (effects), yaitu pikiran-pikiran yang
lebih rasional (cognitive effects), perasaan-perasaan yang lebih wajar
(emotional effects), dan berperilaku yang lebih tepat dan lebih sesuai
(behavioral effects). Misalnya, mahasiswa dalam butir (9) akan berfikir: “Siapa
bilang, bahwa aku orang yang apling bodoh? Kegagalan sampai sekarang tidak
berarti studiku sudah hancur! Aku tidak perlu mencapai taraf prestasi
segemilang beberapa teman. Aku dapat mencapai hasil sesuai dengan
kamampuanku, asal aku berusaha dengan sungguh-sungguh!”
Dalam melayani konseli, konselor berpegang pada urutan A-B-C-D-E. A adalah
kejadian atau pengalaman teretntu (Activating Event; Activating Experience), yang
ditanggapi oleh subjek dalam bentuk suatu interpretasi terhadap A atau suatu
keyakinan tentang B (Belief) yang dapat rasional atau irrasional. Reaksi emosional
dan perilaku C (Consequences) merupakan akibat dari interpretasi atau keyakinan
kognitif , yang dapat berupa reaksi perasaan yang wajar atau tidak wajar dan perilaku
yang sesuai atau jelas tidak sesuai. Masalah klien timbul karena keyakinan-keyakinan
yang irrasional, yang pada gilirannya menimbulkan reaksi perasaan yang tidak wajar
dan tingkah laku yang salah suai. Dalam urutan A-B-C ini, A bukan sebab dari C,
melainkan B terhadap A menjadi sebab timbulnya C. kalau B adalah irasional dan
tidak masuk akal, akibatnya C akan tidak wajar dan salah suai; kalau B adalah
rasional dan masuk akal, akibatnya C akan wajar dan sesuai. Maka, bila ternyata
bahwa konseli berpegang pada B yang irrasional, konselor kemudian akan melangkah
ke D (Dispute) untuk menumbuhkan efek-efek yang diharapkan pada akhir proses
konseling, yaitu E (Effects). Dengan demikian terdapat rangkaian A-B-C-D-E.
sebagai contoh:
A: Seorang mahasiswa menerima surat dari seorang gadis, yang dianggapnya sebagai
pacar, cintanya yang pertama. Surat itu berisikan pesan “hubungan kita sampai di sini
saja”.
B: Mahasiswa menginterpretasikan kejadian ini sebagai malapetaka besar dan
berkata kepada diri sendiri: “Aku seharusnya mendapat tanggapan yang positif. Kamu
seharusnya tidak menolak saya. Ini musibah paling besar bagiku. Rasa harga diriku
diinjak-injak. Usahaku gagal total dank arena itu akulah pemuda yang brengsek!
Apakah masih ada arti dalam hidupku? Kenapa masih memertahankan hidupku di
dunia ini?”. Pikiran-pikiran semacam itu bercorak irasional dan tidak masuk akal.
(Corak berfikir yang lain ialah: “Ini tidak sesuai dengan yang saya harapkan. Aku
tidak mengerti mengapa tiba-tiba dia memutuskan hubungan. Sebenarnya lebih baik
dia memberikan penjelasan. Tetapi, buat, kelihatannya sudah mantap pada
keputusannya”. Berpikir seperti itu ternyata lebih rasional).
C : Sebagai akibat dari pikiran irasional di atas, mahasiswa itu merasa putus asa serta
depresif dan tidak bersemangat hidup lagi. Reaksi emosional ini menggejala dalam
berbagai ungkapan ketegangan, misalnya sukar tidur, kehilangan nafsu makan, dan
marah-marh pada teman-teman. Lalu dia tidak masuk kuliah 2 minggu dan
mengirimkan surat kepada penasiht akademik untuk minta izin karena sakit.
(Rasa emosional yang lain ialah ras kecewa, rasa frustasi, dan tidak suka akan
perlakuan yang demikian. Dia kemudian mengirimkan surat kepada pemudi itu untuk
minta penjelasan tentang hubungan akrab yang diputuskan. Namun, sementara itu dia
tetap melakukan kewajibannya sebagai mahasiswa. Kalau begitu, mahasiswa tidak
perlu menghadap konselor!).
D :Konselor menjelaskan kepada mahasiswa, bahwa perasaannya yang serba putus
asa adalah akibat dari caranya menanggapi kejadian penerimaan surat putus
hubungan; juga dijelaskan, bahwa aneka gejala gangguan perasaan adalah akibat dari
pikirannya yang tidak masuk akal, dan bahwa pengiriman surat minta izin bukan cara
penyelesaian masalah yang efektif. Kemudian konselor mulai menantang segala
pikiran irasional pada B di atas, misalnya dengan bertanya: “Siapa bilang bahwa
kamu seharusnya tidak ditolak? Apakah surat itu bermakna manjatuhkan Anda dalam
lembah kenistaan? Apakah seorang pemuda yang tidak berhasil dalam cintanya yang
pertama harus diangap sudah brengsek?”, dan sebagainya. Konselor jua menjelaskan,
bahwa dia dapat mengambul pelajaran dari pengalaman ini, misalnya: “Lain kali
jangan menaruh harapan dengan serba cepat. Kegagalan dalam cinta pertama
membuat orang lebih matang dalam menghadapi hubungan percintaan dengan orang
lain”, dan sebagainya.
E : Konseli berubah dalam caranya menganggapi A, misalnya pada butir B di atas, di
antara tanda ( ). Reaksi dalam alam perasannya berubah juga dan dia mengambil
tindakn lain, misalnya seperti pada butir C di atas, di antara tanda ( ).
Tentu saja proses konseling tidak mulai pada A, tetapi pada suatu saat setelah A-B-C
telah terjadi dan mahasiswa itu menyadari dia tidak mampu menyelesaikan masalah
ini tanpa bantuan seorang konselor. Selama proses konseling A-B-C akan menjadi
jelas dan konselor menangkap hubungan antara A-B-C. Kemudian konselor
menjelaskan peranan dari B yang irasional dan mulai menantangnya untuk mencapai
efek E. Namun, konselor biasanya tidak membiarkan konseli untuk mengutarakan
kejadian atau pengalaman (A) dengan panjang lebar dan secara mendetail; hanya
secukupnya supaya menjadi jelas terhadap hal apa diberikan tanggapan kognitif (B).
Demikian pula, tidak dianggap berguna ungkapan perasaan seperti putus asa,
depresif, tidak bersemangat, dan bermusuhan diperpanjang, karena yang jauh lebih
penting adalah berbagai keyakinan irasional yang melandasi ungkapan perasaan itu.
Konselor menunjukkan sikap penerimaan, pemahaman, dan penghargaan sejauh
diperlukan untuk menciptakan suasana komunikasi antarpribadi tidak dianggap
sebagai satu-satunya kondisi yang mencukupi bagi keberhasilan konseling, seperti
pada Client Centered Counseling. Untuk melengkapi diskusi tentang rangkaian
keyakinan irasional yang harus diubah, konselor sering memberikan suati tugas
Pekerjaan Rumah (Homework), seperti melakukan sesuatu yang berlawanan dengan
keyakinannya yang tidak masuk akal; membayangkan reaksi perasaan yang wajar
untuk melawan yang tidak wajar (Rational Emotive Imagery); dan mengisi format
yang disebut Rational Self Help Form yang diterbitkan oleh The Institute for
Rational-Emotive Therapy di New York City.
RET menunjukkan baik kelebihan maupun kelemahan. Kelebihannya ialah
tekanannya pada peranan berbagai tanggapan kognitif terhadap timbulnya suatu
reaksi perasaan. Kelemahannya adalah kurangnya pengakuan terhadap perasaan nada
dasar (stemming) sebagai suatu faktor yang sangat dominan dalam kehidupan
manusia, yang tidak sebegitu mudah mengalami perubahan. Meskipun demikian,
corak konseling ini sangat bermanfaat untuk diterapkan oleh konselor sekolah
terhadap siswa remaja dan mahasiswa, yang mengalami reaksi-reaksi perasaan
negative yang kuat dan agak mewarnai suasana hati, seperti rasa cemas, rasa gelisah,
rasa putus asa, tidak bergairah, dan tidak bersemangat. Konselor menduga bahwa
ungkapan perasaan itu berkaitan dengan suatu pengalaman hidup, yang diberi
interpretasi negative berdasarkan cara berfikir yang kurang “sehat” dan/atau kurang
masuk akal.
Suatu sistematika lain yang juga mengusahakan rehabilitas kognitif (cognitive
restructuring) dikembangkan oleh Meichenbaum, yang terpusat pada pesan-pesan
negative yang disampaikan oleh orang kepada diri sendiri dan cenderung
melumpuhkan kreativitasnya serta menghambat dalam mengambil tindakan
penyesuaian diri yang realitas. Menurut pandangan Meichenbaum orang
mendengarkan diri sendiri dan berbicara kepada diri sendiri, yang bersama-sama
menciptakan suatu dialog internal (internal dialogue) dan berkisar pada
mendengarkan pesan negative dari diri sendiri dan menyampaikan pesan negative
terhadap diri sendiri. Dialog internal yang berisikan penilaian negative terhadap diri
sendiri akan membuat orang lain akan merasa gelisah dalam mengahadapi tantangan
hidup dan kurang mampu mengambil tindakan penyesuaian diri yang tepat. Maka
perlulah mengubah penilaian diri yang negative itu menjadi yang lebih positif
sehingga keyakinan akan diri sendiri menguat dan kemampuan menyesuaikan diri
dengan situasi konkrit bertambah.
Siasat yang digunakan oleh konselor pada dasarnya sama dengan yang diterapkan
dalam RET, yaitu mengkaji ulang pola berfikir yang bercorak negative dan
menghasilkan tindakan penyesuaian diri yang kurang tepat. Hanyalah Albert Ellis
lebih memerhatikan pikiran irasional yang dapat berisikan lebih luas daripada pikiran
tentang diri sendiri, sedangkan Meichenbaum lebih menitikberatkan evaluasi diri
yang bercorak negative. Namun, dalam praktek konseling di institusi pendidikan
dapat dijumpai kasus corak berfikir negative terhadap diri sendiri yang sebenarnya
bersifat irasional (tidak masuk akal sehat); dalam kasus seperti itu penerapan
pendekatan RET mencakup pula rehabilitas kognitif terhadap corak berfikir tentang
diri sendiri yang melumpuhkan semangat hidup.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah pendekatan behavior
kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan, tingkah laku dan pikiran.
pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) di kembangkan oleh Albert
Ellis melalui beberapa tahapan. pandangan dasar pendekatan ini tentang manusia
adalah bahwa individu memiliki tendensi untuk berpikir irasional yang salah satunya
didapat melalui belajar social. Di samping itu, individu juga memiliki kapasitas untuk
belajar kembali untuk berpikir rasional. pendekatan ini bertujuan untuk mengajak
individu mengubah pikiran-pikiran irasionalnya ke pikiran yang rasional melalui teori
ABCDE.
B. Saran
Pemakalah menyadari dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah terdapat
banyak kesalahan dan kekhilafan, pemakalah sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk pemakalah guna mengingatkan dan memperbaiki setiap
kesalahan yang ada dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah. Terakhir
tidak lupa pemakalah mengucapkan rasa syukur kehadirat Allah SWT serta terima
kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam proses pembuatan makalah
DAFTAR PUSTAKA
Amirah Diniaty (2009), Teori-Teori Konseling, Pekanbaru: Daulat Riau.
Gantina komalasari, Dkk. (2011). Teori Teknik Konseling, Jakarta: Indeks.
Gerald Corey (2009), Teori dan Praktek Konseling & Terapi, Bandung: Refika
Aditama
Muhammad Surya (1994), Dasar-Dasar Konseling Pendidikan, Bandung: Bhakti
Winaya
Muhammad Surya (2003), Teori-Teori Konseling, Bandung: C.V Pustaka Bani
Quraisy.
.Winkel, W. S. 1997. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta:
Grasindo