A. AMANAT PRESIDEN PENGANTAR RANCANGAN UNDANG …

26
A. AMANAT PRESIDEN PENGANTAR RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENT ANG PENDIDIKAN NASIONAL. Norn or Sifat Lampiran Perihal PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA R.04/PU/V/1988 Segera 1 (satu) Penyampaian Rancangan Undang-undang Jakarta, 23 Mei 1988 Kepada Yth. Sdr. PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA di Jakarta Bersama ini Pemerintah menyampaikan: Rancangan Undang-undang tentang Pendidikan Nasional untuk dibicarakan dalam Sidang Dewan Perwakilan Rakyat guna mendapatkan persetujuan. Selanjutnya untuk keperluan pembicaraan dalam persidangan mengenai Rancangan Undang-undang tersebut, kami mempersilahkan Saudara menghubungi Saudara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd. SOEHARTO Tembusan disampaikan kepada: 1. Yth. Sdr. Wakil Presiden, 2. Yth. Sdr. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 3. Yth. Sdr. Menteri Kehakiman. 3

Transcript of A. AMANAT PRESIDEN PENGANTAR RANCANGAN UNDANG …

Page 1: A. AMANAT PRESIDEN PENGANTAR RANCANGAN UNDANG …

A. AMANAT PRESIDEN PENGANTAR RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENT ANG PENDIDIKAN NASIONAL.

Norn or Sifat Lampiran Perihal

PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA

R.04/PU/V/1988 Segera 1 (satu) Penyampaian Rancangan Undang-undang

Jakarta, 23 Mei 1988

Kepada Yth. Sdr. PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA di Jakarta

Bersama ini Pemerintah menyampaikan:

Rancangan Undang-undang tentang Pendidikan Nasional untuk dibicarakan dalam Sidang Dewan Perwakilan Rakyat guna mendapatkan persetujuan.

Selanjutnya untuk keperluan pembicaraan dalam persidangan mengenai Rancangan Undang-undang tersebut, kami mempersilahkan Saudara menghubungi Saudara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd.

SOEHARTO

Tembusan disampaikan kepada:

1. Yth. Sdr. Wakil Presiden, 2. Yth. Sdr. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 3. Yth. Sdr. Menteri Kehakiman.

3

Page 2: A. AMANAT PRESIDEN PENGANTAR RANCANGAN UNDANG …

Menetapkan

Den~n persetujuan

DEW AN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

UNDANG-UNDANG TENTANG PENDIDIKAN NASIONAL.

BAB I

KETENTIJAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didikan melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi pera­nannya di masa yang akan datang;

2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudaya­an bangsa Indonesia dan berpedoman pada Pancasila dan Undang­Undang Dasar 1945;

3. Sistem pendidikan nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan pendidikan yang berkaitan satu dengan lain untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan bangsa Indonesia;

4. Jenis pendidikan adalah satuan pendidikan yang dikelompokan sesuai dengan sifat dan tujuannya;

5. Jenjang pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan berkelan­jutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan kepribadi­an para peserta didikan yang bersangkut.m, dan tingkat kerumitan bahan pengajaran;

6. Peserta didikan adalah anggota masyarakat yang berusaha memper­oleh pendidikan dan/atau dijadikan sasaran kegiatan tenaga pendi­dik;

7. Tenaga pendidikan adalah anggota masyarakat yang bertugas mem­bimbing, mengajar, dan/atau melatih peserta didikan;

8. Kurikulum adalah seperangkat pengaturan yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar;

9. Sumber daya pendidikan adalah upaya pelaksanaan pendidikan yang tetwujud sebagai tenaga, dana, sarana dan prasarana yang tersedia atau diadakan dan didayagunakan oleh keluarga, masyarakat, peserta didikan, dan Pemerintah, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama;

10. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab atas bidang pendi­dikan nasional.

Page 3: A. AMANAT PRESIDEN PENGANTAR RANCANGAN UNDANG …

6

BAB II

DASAR, FUNGSI, DAN TUJUAN

Pasal 2

Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pasal 3

Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan daya kemampuan dan meningkatkan mutu kehidupan manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional.

Pasal 4

Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang ber­takwa terhaap Tuhan Yang Maha Esa memiliki kesegaran jasmani dan ro­hani, budi pekerti luhur, pengetahuan dan keterampilan, kepribadian yang mantap, rasa cinta pada bangsa dan tanah air Indonesia memi!iki kemampuan untuk membangun dirinya sendiri dan memiliki rasa tang­gung jawab bersama atas upaya pembangunan bangsa dan negara Indone­sia.

BAB III

HAK WARGA NEGARA UNTUK MEMPEROLEH PENDIDIKAN

Pasal 5

Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pen­didikan.

Pasal 6

Setiap warga negara berhak atas kesempatan yang se!uas-luasnya untuk mengikuti pendidikan agar memperoleh kemampuan dan keterampilan yang sekurang-kurangnya setara dengan kemampuan dan keterampilan tamatan pendidikan dasar.

Pasal 7

Penerimaan seseorang se bagai peserta didikan dalam suatu satuan pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis kelamin, agama, suku, ras, kedudukan sosial dan tingkat kemampuan ekonomi, dan dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang ber­sangkutan.

Pasal 8

(I) Warga negarayang memiliki kelainan fisik dan/atau mental dapat

Page 4: A. AMANAT PRESIDEN PENGANTAR RANCANGAN UNDANG …

memperoleh pendidikan khusus.

(2) Warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa dapat memperoleh pendidikan khusus.

(3) Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

BAB N SA1UAN, JALUR DAN JENIS

PENDIDIKAN

Pasal 9

(1) Satuan pendidikan menyelenggarakan kegiatan be la jar mengajar yang dilaksanakan di sekolah 'atau di luar sekolah,

(2) Sekolah adalah satuan pendidikan yang merupakan bagian dari jalur formal yang berjenjang dan bersinambungan.

Pasal 10

( 1) Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui 2 ( dua) jalur utama yaitu jalur formal dan jalur non formal.

(2) Selain kedua jalur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pendidik­an juga dilaksanakan melalui jalur informal;

(3) Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11

( 1) Pendidikan yang te rmasuk dalam jalur formal dibagi menu rut jenis­nya dalam pendidikan U:mum, pendidikan khusus, pendidikan keju­ruan, pendidikan kedinasan dan pendidikan keagamaan;

(2) Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

BAB V JENJANG PENDIDIKAN

Bagian Kesatu Um um

Pasal 12

(1) Jenjang pendidikan yang termasuk jalur formal terdiri dari pendidik-

7

Page 5: A. AMANAT PRESIDEN PENGANTAR RANCANGAN UNDANG …

8

an dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

(2) Selain jenjang pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (I), dapat diselenggarakan pendidikan prasekolah.

(3) Syarat-syarat dan tata cara pendirian serta bentuk satuan, lama pendidikan dan penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

:a.pm Kedua Pendidlcan Dasar

PasaJ 13

(I) Pendidikan dasar diselenggarakan untuk menumbuhkan sikap serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didikan yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah.

(2) SyaraHyarat dan tata cara pendirian, bentuk satuan; lama pendidik­an dasar, penyelenggaraan pendidikan dasar diatur lebih lanjut de­ngan Peraturan Pemerintah.

PasaJ 14

Warga Negara yang berwnur 6 (enam) tahun dan selambat-lambatnya berwnur 7 ( tujuh) tahun berhak mengikuti pendidikan dasar.

Bagian Keup Pendiditan Menengah

PasaJ IS

Pendidikan menengah diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didikan menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hu­bungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.

Pasal 16

Pendidikan menengah terdiri dari pendidikan menengah umum, pendi­dikan menengah kejuruan dan pendidikan menengah lain.

Pasal 17

Lulusan pendidikan menengah kejuruan yang memenuhi persyaratan penerimaan mahasiswa di perguruan tinggi dapat juga melanjutkan

Page 6: A. AMANAT PRESIDEN PENGANTAR RANCANGAN UNDANG …

pendidikan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi di perguruan tinggi yang bersangkutan.

Pasal 18

Syarat-syarat dan tatacara pendirian bentuk satuan, lama pendidikan, dan penyelenggaraan pendidikan menengah serta termasuk syarat sebagai­mana dimaksud dalam Pasal 17 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pe­merintah.

Bagian Keempat Pendidikan Tinggi

Pasal 19

(l) Pendidikan Tinggi diselenggarakan oleh perguruan tinggi untuk me­nyiapkan peserta didikan menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik atau keilmuan dan/atau profesional sehingga dapat menerapkan, mengembangkan, dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian.

(2) Perguruan Tinggi dapat berbentuk akademik, sekolah politeknik, se­kolah tinggi, institut atau universitas

(3) Syarat-syarat dan tatacara pendirian, lama pendidikan, program pen­didikan, dan penyelenggaraan pendidikan tinggi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 20

( 1) Pendidikan Tinggi terdiri dari dua jalur pendidikan, yaitu pendidik­an akademik dan pendidikan profesional.

(2) Sekolah Tinggi, institut, atau universitas menyelenggarakan pendi­dikan akademik dan profesional

(3) Akademi, dan sekolah politeknik menyelenggarakan pendidikan · profesional.

Pasal 21

(1) Pada perguruan tinggi ada sebutan sarjana, magister, doktor dan se bu tan profesional.

(2) Se bu tan sarjana hanya diberikan oleh institut dan universitas.

(3) Sebutan magister dan doktor diberikan oleh institut dan universitas yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan dengan Peraturan Pe­merintah.

( 4) Se bu tan profesional diberikan oleh perguruan tinggi yang menyeleng

9

Page 7: A. AMANAT PRESIDEN PENGANTAR RANCANGAN UNDANG …

10

garakan pendidikan profesional.

(5) Universitas dan institut tertentu dapat diberi hak untuk memberikan sebutan doktor kehormatan (doctor honoris causa) kepada tokoh­tokoh yang dianggap perlu memperoleh penghargaan amat tinggi ber­kenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu pengeta­huan, teknologi ataupun kebudayaan.

(6) Jenis sebutan, syarat-syarat dan tatacara pemberian, perlindungan, dan pemakaian sebutan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 22

(1) Sebutan lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan digunakan oleh lulusan perguruan tinggi yang dinyatakan berhak memiliki sebutan yang bersangkutan.

(2) Penggunaan sebutan lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan da­lam bentuk yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan atau dalam bentuk singkatan sesuai dengan keten tuan yang ditetap­kan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 23

Penggunaan sebutan keilmuan atau profesional yang diperoleh dari per­guruan tinggi di luar negeri hams digunakan dalam bentuk asli sebagaima­na diperoleh dari perguruan tinggi yang bersangkutan, secara lengkap ataupun dalam bentuk singkatan.

Pasal 24

(1) Pada Universitas dan Institut dapat diangkat guru besar atau profe­sor.

(2) Pengangkatan guru besar atau profesor didasarkan atas kemampuan akademik atau keilmuan tertentu.

(3) Syarat-syarat dan tatacara pengangkatan termasuk penggunaan se­butan guru besar atau profesor diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 25

(1) Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu penge­tahuan pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik.

(2) Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan tentang kebebasan akademik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI PESERTA DIDIKAN

Pasal 26

(1) Pendidikan nasional bersifat terbuka dan memberikan keleluasaan gerak kepada peserta didikan.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dite­tapkan oleh Menteri.

Page 8: A. AMANAT PRESIDEN PENGANTAR RANCANGAN UNDANG …

Pasal 27

.Setiap peserta didikan pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak-hak berikut;

1. mendapat perlakuan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan­nya;_

2. mengikuti program pendidikan yang bersangkutan atas dasar pendi­dikan berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan diri maupun untuk memperoleh pengakuan tingkat pendidikan tertentu yang telah dibakukan;

3. mendapat bantuan fasilitas belajar, beasiswa, atau bantuan lain bila­mana memerlukan dan memenuhi persyaratan yang berlaku;

4. mendapat pelayanan khusus bilamana menyandang cacat;

5. menyelesaikan program pendidikan lebih awal dan daripada waktu yang ditentukan;

6. untuk memperoleh penilaian hasil belajarnya serta

7. pindah ke satuan pendidikan yang lain baik yang sejajar maupun yang berada pada tingkat yang lebih tinggi bilamana memenuhi per­syaratan penerimaan peserta didikan satuan pendidikan yang hendak dimasuki.

Pasal 28

Setiap peserta didikan berkewajiban untuk:

1. membayar biaya penyelenggaraan pendidikan. Kecuali bagi peserta didikan yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan per­aturan yang berlaku;

2. mematuhi peraturan kegiatan pendidikan;

3. menghormati dan mematuhi tenaga pendidikan;

4. memelihara suasana belajar di satuan pendidikan yang bersangkut­an;

5. ikut memelihara kebersihan, keindahan, ketertiban dan keamanan sa­tuan pendidikan yang bersangkutan;

6. ikut memelihara sarana dan prasarana satuan pendidikan yang ber­sangkutan; serta.

7. mentaati peraturan lain yang berlaku.

Pasal 29

Peserta didikan diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan dirinya dengan belajar pada setiap saat dalam perjalanan hidupnya sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan masing-masing.

BAB VII TENAGA KEPENDIDIKAN

Pasal 30 (1) Tenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar,

11

Page 9: A. AMANAT PRESIDEN PENGANTAR RANCANGAN UNDANG …

12

melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan.

(2) Tenaga kependidikan meliputi tenaga pendidikan pada semua jalur dan jenis pendidikan, pengelola satuan pendidikan, penilik, penga­was, pelatih, pembimbing, atau penyuluh, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, tutor dan fasilisator program pendidikan non formal, pustakawan, Iaboran, tehnisi sumber belajar.

(3) Guru merupakan tenaga pendidik yang khusus diangkat untuk me­nyelenggarakan kegiatan membimbing, mengajar dan/atau melatih peserta didikan tertentu sebagai tugas utamanya.

Pasal 31

( 1) Penyelenggaraan kegiatan pendidikan pada suatu jenis dan jenjang pendidikan hanya dapat dilakukan oleh tenaga pendidik yang mem­punyai wewenang mengajar sebagai guru.

(2) Untuk dapat diangkat sebagai tenaga guru, tenaga pendidik yang bersangkutan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

(3) Syarat-syarat dan tatacara pengangkatan guru sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Pera tu ran Pemerintah.

Pasal 32

(1) Untuk kepentingan pembangunan nasional, Pemerintah dapat mewa­jibkan warga negara Indonesia a.tau meminta Warga Negara Asing yang memiliki ilmu pengetahuan dan keahlian tertentu menjadi tenaga pendidikan.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (I) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 33

Setiap tenaga kependidikan yang bekerja pada satuan pendidikan tertentu mempunyai hak-hak berikut:

I. memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial:

a. Tenaga kependidikan yang memiliki kedudukan sebagai pegawai negeri berhak memperoleh gaji dan tunjangan sesuai dengan per­aturan umum yang berlaku bagi pegawai negeri;

b. Pemerintah dapat memberi tunjangan tambahan bagi sekalian tenaga kependidikan ataupun golongan tenaga kependidikan ter­tentu bilamana dianggap perlu;

c. Tenaga kependidikan yang bekerja pada satuan pendidikan yang diadakan oleh masyarakat berhak memperoleh gaji dari badan yang bertanggung jawab atas satuan pendidikan yang bersang­kutan;

d. menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan yang la­in dalam melaksanakan tugas sebagai tenaga kependidikan.

Page 10: A. AMANAT PRESIDEN PENGANTAR RANCANGAN UNDANG …

2. rnernperoleh pernbinaan karir berdasarkan prestasi kerja;

3. rnemperoleh perlindungan hukurn dalarn rnelaksanakan tugas sebagai pendidik; serta

4. rnernperoleh penghargaan sesuai dengan dhalllla baktinya.

Pasal 34

Setiap tenaga kependidikan berkewajiban untuk:

1. melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab dan peng­abdian;

2. meningkatkan kemarnpuan profesional sesuai dengan tuntutan per­kembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan pembangunan bangsa;

3. membina loyalitas pribadi dan peserta didikan terhadap ideologi ne­gara Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

4. menjunjung tinggi kebudayaan bangsa;

5. menjaga narna baik tenaga pendidik sesuai dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat, bangsa dan negara.

Pasal 35

Pemerintah mengatur :

a. kedudukan dan penghargaan bagi tenaga kependidikan;

b. pengadaan, pembinaan, dan pengembangan tenaga kependidikan pa­da satuan pendidikan yang diadakan oleh Pemerintah.

BAB VIII SUMBER DA YA PENDIDIKAN

Pasal 36

Pengadaan dan pendayagunaan sumber daya pendidikan yang terdiri dari tenaga kependidikan, sarana dan prasarana dilakukan oleh Pemerintah, masyarakat, dan/atau orang tua peserta didikan.

Pasal 37

(I) Buku pelajaran yang digunakan dalarn pendidikan yang teJlllasuk jalur follllal disusun berdasarkan pedoman yang ditetapkan Pemerin­tah;

(2) Buku pelajaran dapat diterbitkan oleh Pemerintah ataupun swasta.

Pasal 38

Setiap satuan pendidikan yang terrn:isuk" jalur follllal baik yang diadakan oleh Pemerintah ataupun masyarakat wajib mempunyai sumber belajar tellllasuk perpustakaan dengan koleksi bahan pustaka yang terus menerus dikem bangkan.

Pasal 39

( 1) Biaya penyelenggaraan kegiatan pendidikan di satuan pendidikan yang diadakan oleh Pemerintah menjadi tanggungjawab Pemerintah.

13

Page 11: A. AMANAT PRESIDEN PENGANTAR RANCANGAN UNDANG …

14

(2) Biaya penyelenggaraan kegiatan pendidikan di satuan pendidikan yang diadakan oleh menyatakan menjadi tanggung jawab badan yang mendirikan satuan pendidikan.

(3) Pemerintah dapat memberi bantuan kepada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk membantu pembiayaan pe­nyelenggaraan pendidikan bilamana diperlukan sesuai dengan per­aturan yang berlaku.

BAB IX KURIKULUM

Pasal 40

Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional de­ngan memperhatikan tahap perkembangan peserta didikan dan kesesuai­annya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkem­bangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.

Pasal 41

(1) Pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam satuan pendidikan didasar­kan atas pedoman kurikulum yang berlaku secara nasional dan kuri­kulum yang disesuaikan dengan sifat keadaan, .serta. kebutuhan ling­kungan satuan pendidikan yang bersangkutan.

(2) Kurikulum yang berlaku secara nasional sebagaimana dimaksud da­lam ayat {l) ditetapkan oleh Menteri, atau Menteri lainnya atau Pemimpin Lembaga Pemerintah Non Departemen berdasarkan pelim­pahan kewenangan dari Menteri dalam bidang yang bersangkutan.

Pasal 42

Isi kurikulum merupakan bahan kajian yang disusun dalam satu keselu­ruhan yang teratur untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

BAB X BAHASA PENGANTAR

Pasal 43

Bahasa pengan tar dalam pendidikan nasional adalah bahasa Indonesia.

(I)

(2)

Pasal 44

Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam ta­hap awal pendidikan dan sejauh diperlukan dalam penyampaian pengetahuan tertentu.

Bahasa asing dapat digunakan se bagai bahasa pengantar sejauh diper­lukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau keterampilan ter­tu.

Page 12: A. AMANAT PRESIDEN PENGANTAR RANCANGAN UNDANG …

BAB XI

PENILAIAN

Pasal 45

Terhadap kegiatan dan kemajuan belajar peserta didikan dilakukan peni­laian.

Pasal 46

Pemerintah dapat menyelenggarakan penilaian hasil belajar suatu jenis dan/atau jenjang pendidikan secara nasional.

Pasal 47

Secara berkala dan berkelanjutan Pemerintah melakukan penilaian ter­hadap kurikulum serta sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan ke­butuhan dan perkembangan keadaan.

Pasal 48

(1) Dalam rangka pembinaan satuan-satuanpendidikan,Pemerintah me­lakukan penilaian setiap satuan pendidikan secara berkala.

(2) Basil penilaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diumumkan secara terbuka.

BAB XII PERAN SERTAMASYARAKAT

Pasal 49

(1) Pemerintah memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada masya­rakat untuk berperanserta dalam penyelenggaraan pendidikan nasio­nal berdasarkan Undang-undang ini.

(2) Ciri khas satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan.

(3) Syarat-syarat dan tatacara dalam penyelenggaraan pendidikan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BABXIII PENGELOLAAN

Pasal 50

Pengelolaan sis tern pendidikan nasional adalah tanggung jawab Menteri.

Pasal 51

Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dilakukan oleh Menteri atau Pimpinan Lembaga Pemerintah lain yang mengadakan satuan pendidikan yang bersangkutan.

Pasal 52

Pengelolaan satuan dan kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh suatu badan yang mengadakan satuan pendi­dikan yang bersangkutan.

15

Page 13: A. AMANAT PRESIDEN PENGANTAR RANCANGAN UNDANG …

16

BAB XN PENGAWASAN

Pasal 53

Pemerintah melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan, yang diselenggarakan oleh Pemerintah ataupun oleh masyarakat dalam rangka pembinaan perkembangan satuan-satuan pendidikan yang bersang­kutan.

BAB XV KETENlVAN LAIN-LAIN

Pasal 54

( 1) Kegia tan pendidikan yang diselenggarakan oleh pihak asing dalam rangka kerja sama in temasional di wilayah Republik Indonesia di­lakukan sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini.

(2) Pelaksanaan lebih Ianjut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Pera tu ran Pemerintah.

BAB XVI KETENTIJAN PIDANA

Pasal 55 (1) Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap keten­

tuan Pasal 7, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau dipidana denda setinggi-tingginya Rp 25.000.000,00 ( dua puluh lima ju ta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahat­an.

Pasal 56

(I) Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ke ten­tuan Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 31, dan Pasal 38, dipidana kurungan selama-lamanya satu tahun atau dipidana denda setinggi­tingginya Rp 10.000.000,00 (sepuluh ju ta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelang­garan.

Pasal 57

Selain ancaman pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dan Pasal 56, Menteri berwenang mengambil tindakan administratif kepada badan penyelenggara pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang ini.

BAB XVII KETENTIJAN PERALIHAN

Pasal 58

Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelak­sanaan daripada Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tel'l.tang Dasar­dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pemyataan Berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar Pendi-

Page 14: A. AMANAT PRESIDEN PENGANTAR RANCANGAN UNDANG …

dikan dan Pengajaran di Sekolah untuk Seluruh Indonesia, Undang­undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi, Undang­undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasio­nal dan Undang-undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok· pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila yang ada pada saat diun­dangkannya Undang-undang ini masih tetap berlaku, sepanjang tidak ber­tentangan dan belum diganti berdasarkan Undang-undang ini.

BAB XVIII KETEN1UAN PENU1UP

Pasal 59

Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pemyataan Berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia Dahulu ten tang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk seluruh Indonesia, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi, Undang-undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional dan Undang-undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 60 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Un­dang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Repu· blik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal

MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

MOERDIONO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN NOMOR

17

Page 15: A. AMANAT PRESIDEN PENGANTAR RANCANGAN UNDANG …

UMUM

RANCANGAN PENJELASAN

ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR TAHUN

TENT ANG

PENDIDIKAN NASIONAL

Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan mempunyai peranan yang amat pen ting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa yang bersangkutan. Peranan pendidikan bagi bangsa Indonesia dapat dilihat dalam pernyataan Pembukaan Undang­Und.ang Dasar 1945 yang mengemukakan bahwa kemerdekaan kebangsaan Indonesia disusun untuk " ....... melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial ..... ".

Untuk mewujudkan tujuan yang diamanatkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 khususnya ketentuan Pasal 31 ayat (I) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, diper!ukan perangkat hukum yang mampu memberi pedoman pada upaya pengaturan, pem­binaan, dan pengembangan keseluruhan kegiatan pendidikan nasional. Dalam rangka inilah Undang-undang tentang Pendidikan Nasional ini disusun. Penyusunan Undang-undang ini semakin diperlukan mengingat bahwa peraturan perun­dang-undangan yang sekarang berlaku bagi pengaturan. pembinaan dan pengembangan pendidikan nasional sudah tidak memenuhi kebutuhan lagi. Oleh karena itu, Undang­undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pemyataan Berlakunya Undang-undang '.'fomor 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk Seluruh Indonesia dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 ten tang Perguruan Tinggi, serta Undang-undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 ten tang \1ajelis Pendidikan Nasional dan Undang-undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila perlu dicabut.

Dengan landasan terse but, pendidikan nasional disusun sebagai usaha sadar untuk memung­kinkan bangsa Indonesia mempertahankan kelangsungan hidupnya dan mengembangkan dirinya secara terns menerus dari satu generasi ke generasi berikut.

Dengan menyadari sifat pendidikan yang kait-mengait dengan bidang pembangunan yang lain, maka pendidikan diselenggarakan secara semesta, menyeluruh, dan terpadu. Semesta dalam arti terbuka bagi se!uruh rakyat di seluruh Nusantara; menyeluruh dalam arti menca­kup semua jenis dan jenjang pendidikan; terpadu dalam arti adanya saling keterkaitan an­tara pendidikan nasional dengan keseluruhan usaha pembangunan nasional. Pendidikan nasional yang bersifat semesta, menyeluruh dan terpadu, mempunyai dua peranan dalam pembangunan nasional. Pertama, peranan sebagai pembentuk manusia Indonesia seutuh­nya. Kedua, peranan sebagai pendukung perkembangan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia, serta pendukung ketahanan nasional.

Untuk memenuhi tun tu tan seperti dikemukakan di atas, setiap warga negara harus dijamin haknya untuk memperoleh kesempatan pendidikan yang seluas-luasnya, sekurang-kurang­nya untuk memperoleh pendidikan yang setara dengan tamat~ pendidikan dasar.

18

Page 16: A. AMANAT PRESIDEN PENGANTAR RANCANGAN UNDANG …

Mengingat pentingnya arti dan peranan pendidikan, maka setiap warga negara diharapkan dapat belajar seumur hidup. Ini hanya dapat berlangsung apabila setiap warga negara diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk menjadi peserta didikan, baik melalui jalur utanrn yaitu pendidikan formal dan pendidikan non formal maupun jalur pendidikan informal. Jalur pendidikan informal juga merupakan salah satu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa yang berlangsung di luar jalur fonnal ataupun non formal yang biasa disebut pendi­dikan dalam keluarga yang tidak ditata dan yang diperoleh tanpa tujuan tertentu melalui pengalaman seumur hidup manusia yang bersangkutan.

Pendidikan informal atau pendidikan dalam keluarga memberikan keyakinan agama, nilai budaya yang mencakup nilai moral dan aturan-aturan pergaulan serta pandangan ketram­pilan dan sikap hidup yang mendukung kehidupan masyarakat, berbangsa dan bemegara kepada anggota ke!uarga yang bersangkutan. Oleh karena itu dalam penerimaan peserta didikan tidak dibenarkan adanya perbedaan atas dasar jenis kelamin, agama, ras, suku, la tar belakang sosial dan tingkat kemampuan ekonomi kecuali apabila ada satuan pendidikan yang memiliki kekhususan yang harus diindahkan.

P ASAL DEMI P ASAL

Pasal 1 Cukup jelas

Pasal 2 Cukup jelas

Pasal 3 Dalam fungsinya untuk mengembangkan dan menjamin kelangsungan hidup bangsa, maka pendidikan nasional berusaha untuk mengembangkan daya kemampuan, marta­bat dan mutu kehidupan manusia Indonesia; memerangi segala kekurangan, keterbela­kangan, dan kebodohan memantapkan ketahanan nasional; serta meningkatkan rasa persatuan, dan kesatuan berlandaskan kebudayaan bangsa dan ke Bhinneka Tunggal Ika-an.

Pasal 4 Cukup jelas

Pasal 5 Pasal ini menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk mem­peroleh pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan. Oleh karena itu, peng­aturan pelaksanaan hak tersebut tidak boleh mengurangi arti keadilan dan pemerata­an bai setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan.

Pasal 6 Pasal ini memberikan pedoman bahwa pendidikan dasar, mempunyai fungsi untuk mempersiapkan bekal dasar bagi pengembangan kehidupan, sikap, pengetahuan dan keterampilan, yang diperlukan oleh setiap Warga Negara, sekurang-kurangnya setara dengan pendidikan dasar dalam membekali dirinya dengan kemampuan berbahasa In­donesia, membaca, menulis dan berhitung.

Pasal 7 Pendidikan nasional memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memperoleh pendidikan, karena itu, dalam penerimaan peserta didikan tidak dibenarkan adanya pembedaan atas dasar jenis kelamin, agama, suku, ras, latar bela­kang sosial, dan tingkat kemampuan ekonomi, kecuali dalam satuan pendidikan yang memi!iki kekhususan. Misalnya satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan atas dasar kewanitaan dibenarkan untuk menerima hanya wanita sebagai peserta didik-

19

Page 17: A. AMANAT PRESIDEN PENGANTAR RANCANGAN UNDANG …

an dan tidak menerima pria. Sedangkan satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan bagi calon ahli aga­ma tertentu dibenarkan untuk menerima hanya penganut agama yang bersangkutan se bagai pese rta.

Pasal 8 Ayat (1)

Pendidikan khusus disini adalah pendidikan yang disesuaikan dengan kelainan peserta didikan berkenaan dengan cara penyelenggaraan dan/atau isi pendidikan yang bersangkutan.

Ayat (2) Pendidikan khusus di sini adalah pendidikan yang disesuaikan dengan kecerdasan luar biasa peserta didikan berkenaan dengan cara penyelenggaraan dan/ a tau isi pendidikan yang bersangkutan.

Ayat (3) Cukup jelas

Pasal 9

Ayat (1) Satuan pendidikan dapat terwujud sebagai suatu sekolah, kursus, kelompok be­lajar, ataupun bentuk lain, baik yang menempati bangunan tertentu maupun yang tidak menempati bangunan tertentu, seperti yang diwujudkan oleh satuan pendi­dikan yang menyelenggarakan pendidikan jarak jauh (Universitas Terbuka, dan bentuk-bentuk satuan pendidikan yang sejenis).

Ayat (2) Sekolah biasanya menempati bangunan tertentu sebagian dari bangunan tertentu, bangunan tertentu untuk sebagian saja dari waktu hari-hari sekolah, atau lebih dari pada satu bangunan tertentu. Sekolah bisa juga menyelenggarakan pendidikan de­ngan para peserta didikan yang berada di luar bangunan satuan pendidikan yang bersangkutan, seperti Sekolah Menengah Terbuka.

Pasal 10

20

Ayat (I) Pendidikan formal adalah pendidikan yang diselenggarakan me!alui prasarana ter­lembaga seperti sekolah, akademi dan universitas.

Pendidikan ini merupakan pendidikan berurut yang mencakup jangka waktu yang cukup lama dan yang berjenjang. Keberhasilan dalam menjalani pendidikan ini pada tahap-tahap tertentu dilambangkan dengan pemberian ijazah. Pada pendidik­an tinggi lulusan program pendidikan tertentu diberi hak untuk menggunakan se­butan keilmuan atau profesional.

Pendidikan non formal adalah pendidikan yang diselenggarakan di luar jalur for­mal. Meskipun demikian, pendidikan non-formal juga di ta ta dan mempunyai tuju­an tertentu yang hendak dicapai.

Pendidikan non-formal dapat juga merupakan pendidikan yang berurut, meskipun belum tentu berjenjang.

Ciri-ciri yang jelas membedakan pendidikan non-formal dengan pendidikan formal adalah keluwesan pendidikan non-formal berkenaan dengan waktu dan lama bela-

Page 18: A. AMANAT PRESIDEN PENGANTAR RANCANGAN UNDANG …

B. RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENDIDIKAN NASIONAL

Menimbang

Mengingat

4

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR TAHUN TENT ANG

PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

a. bahwa Undang-undang'. Dasar 1945 mengamanatkan agar Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasi­onal, yang diatur dengan undang-undang;

b. bahwa pembangunan nasional di bidang pendidikan merupakan upa­ya mencerdaskan kehldupan bangsa dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur, serta memungkinkan para warganya mengembangkan diri masing-rnasing berkenaan dengan aspek jasma­niah, perasaan, sosial, intelektual maupun spiritual berdasarkan Pan­casila dan Undang-Undang Dasar 1945;

c. bahwa untuk mewujudkan pembangunan nasional di bidang pendi­dikan tersebut diperlukan adanya pembinaan, peningkatan dan pe­ngembangan penyelenggaraan pendidikan nasional;

d. bahwa Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 ten tang Pemyataan Berlakunya Undang-Undang Norn or 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk Seluruh Indonesia, dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi, serta Undang-undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional dan Undang-undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila, tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan pendidikan nasional dewasa ini dalam kenyataannya;

e. bahwa sehubungan dengan hal-hal terse but di atas dan dalam rangka memantapkan ketahanan nasional serta mewujudkan masyarakat maju yang berakar pada kebudayaan bangsa dan persatuan nasional atas dasar Bhineka Tunggal lka yang berdasarkan Pancasila dan Un­dang-Undang Dasar 1945, perlu ditetapkan Undang-undang tentang Pendidikan Nasional,

1. Pasal 5 ayat ( 1 ), Pasal 20, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 3 2, Pasal 33, dan Pasal 36 Undang-Undang Dasar 1945;

Page 19: A. AMANAT PRESIDEN PENGANTAR RANCANGAN UNDANG …

Ayat (2) Pendidikan prasekolah dapat diikuti oleh peserta didikan sebelum memasuki pen­didikan sebelum memasuki pendidikan dasar. Pendidikan prasekolah tidak merupakan persyaratan untuk mengikuti di pendidik­an dasar.

Ayat (3) Cukup jelas

Pasal 13

Ayat (1) Pendidikan dasar pada hakekatnya merupakan pendidikan yang memberikan ke­mampuan dasar bagi perkembangan kehidupan, baik untuk pribadi maupun untuk masyarakat. Oleh karena itu, setiap warga negara harus diberi kesempatan yang se­luas-luasnya untuk memperoleh pendidikan dasar.

Program pendidikan dasar ini dapat disampaikan melalui pendidikan di sekolah · termasuk yang merupakan pendidikan khusus dan/atau pendidikan di luar seko­lah.

Pendidikan dasar juga mempersiapkan peserta didikan untuk dapat mengikuti pendidikan menengah. Untuk itu pendidikan dasar diselenggarakan dengan mem­berikan pendidikan yang meliputi antara lain penumbuhan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pembangunan watak, sikap dan kepribadian serta pemberi­an pengetahuan.

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 14

Cukup jelas

Pasal 15

Cukup jelas

Pasal 16

Pendidikan menengah umum diselenggarakan untuk mempersiapkan peserta didikan memiliki kemampuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan tinggi.

Pendidikan menengah kejuruan dan pendidikan menengah lain diselenggarakan untuk mempersiapkan peserta didikan buat memasuki Iapangan kerja dalam bidang pekerjaan tertentu.

Pendidikan menengah lain adalah pendidikan yang bukan pendidikan um um dan juga bukan pendidikan kejuruan, seperti pendidikan menengah keagamaan.

Pasal 17

Cukup jelas

Pasal 18 Cukup jelas

Pasal 19

22

Ayat (I) Agar para mahasiswa dapat mengembangkan diri sebagai calon-calon tenaga ahli yang tidak hanya mempunyai kemarnpuan untuk memenuhi tun tu tan ihnu penge­tahuan dan/atau profesi, tapi juga mempunyai kemampuan untuk menjalankan

Page 20: A. AMANAT PRESIDEN PENGANTAR RANCANGAN UNDANG …

peranan yang dituntut oleh agama, masyarakat, bangsa, negara dan lingkungan alamiah, mahasiswa juga diwajibkan mengikuti program mata kuliah dasar umum.

Ayat (2) Akademi menyelenggarakan program pendidikan profesional yang berhubungan dengan satu keahlian terapan tertentu, seperti kemiliteran, kepolisian, kepariwisa­taan dan bahasa.

Sekolah tinggi menyelenggarakan program pendidikan keilmuan dan profesional yang terdiri dari beberapa jurusan.

Sekolah politeknik menyelenggarakan program profesional dalam beberapa bi­dang keahlian.

Institut menyelenggarakan program pendidikan akademik atau keilmuan dan pro­fesional dalam suatu bidang ilmu pengetahuan, teknologi, atau kesenian. Institut terdiri dari sejumlah fakultas sedangkan setiap fakultas terdiri dari satu jurusan atau lebih.

Setiap jurusan dapat menyelenggarakan satu atau lebih program study.

Universitas menyelenggarakan program pendidikan keilmuan dan profesional da-. lam berbagai bidang ilmu pengetahuan teknologi, dan kesenian. Universitas terdiri dari berbagai fakultas dan setiap fakultas dapat terdiri dari beberapajurusan. Seti­ap jurusan dapat menyelenggarakan lebih dari satu program studi.

Suatu satuan pendidikan jenis tertentu dapat tumbuh berkembang sehingga ber­ubah menjadi satuan pendidikan jenis lain, seperti sekolah tinggi menjadi lnstitut dan institut menjadi universitas.

Ayat (3) Cukup jelas

Pasal 20

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3) Cukup jelas

Pasal 21 Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2) Dengan ketentuan ini maka perguruan tinggi di luar institut dan universitas tidak dapat memberikan sebutan sarjana, melainkan hanya sebutan profesional saja.

Ayat (3) Oleh karena pemberian sebutan magister dan doktor memerlukan persyaratan ter­tentu, maka hanya institut dan universitas yang telah memenuhi persyaratan itu saja yang dapat menyelenggarakan program dan memberikan sebutan tersebut.

Ayat (4) Berdasarkan ketentuan ini, maka sebutan profesional diberikan oleh akademi, sekolah politeknik dan sekolah tinggi, tetapi dapat pula diberikan oleh ins ti tut dan

23

Page 21: A. AMANAT PRESIDEN PENGANTAR RANCANGAN UNDANG …

universitas yang menyelenggarakan pendidikan profesional.

Ayat (5) Sebutan kehorrnatan yang dimaksud dalam pasal ini adalah sebutan kehonnatan yang diberikan kepada mereka yang dianggap telah memberikan jasa yang luar biasa terhadap ilmu pengetahuan dan umat manusia seperti Doktor Kehormatan atau Doktor Honoris Causa. Tidak semua perguruan tinggi, termasuk institut dan universitas diberi hak untuk memberikan sebutan Doktor Kehormatan.

Ayat (6) Cukup jelas

Pasal 22

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Dalam penggunaan sebutan lulusan perguruan tinggi tidak dibenarkan perubahan bentuk sebutan yang bersangkutan, seperti penggantian sebutan yang diperoleh dengan sebutan a tau singkatan sebutan lulusan perguruan tinggi di negeri lain.

Pasal 23

Mengingat keaneka ragaman sistem pendidikan di dunia kita ini, sebutan keilmuan atau profesional yang melambangkan keahlian yang dimi!iki oleh tenaga ahli yang diberi hak menggunakannya belum tentu sama dengan keahlian yang dilambangkan oleh se­butan keilmuan dan profesional yang diberikan oleh perguruan tinggi di Indonesia. Agar supaya masyarakat terhindar dari penggunaan sebutan keilmuan dan profesional yang sesungguhnya terkait pada keahlian yang berbeda daripada yang lazim dilam­bangkan oleh sebutan-sebutan keilmuan dan profesional lnodnesia, penggunaan se­butan keilmuan atau profesional Indonesia sebagai pengganti sebutan kei!muan atau profesional asing yang diperoleh dari perguruan tinggi di luar nege1i tidak dibenarkan.

Pasal 24

Ayat (1) Pengangkatan guru besar atau profesor pada universitas a tau institut adalah dalan1 usaha pembinaan dan pengembangan ilmu pengetahuan, Pengangkatan guru besar pada sebuah universitas atau institut bukan suatu keharusan, melainkan harus memperhatikan syarat-syarat tertentu, antara lain kemampuan akademik/kei!mu­an, kepribadian, dan lain-lain. Jadi pengangkatan guru besar bukan senantiasa di­kaitkan pada kepangkatan atau senioritas jabatan, tetapi pada kemampuan akade­mik.

Ayat (2) Cukup jelas dan lihat penjelasan ayat (!)

Ayat (3) Cukup je!as.

Pasal 25

24

Ayat (!) Kebebasan keilmuan, yang lebih dikenal umum sebagai kebeba.San akademik ada­lah kebebasan yang diberikan kepada para tenaga pendidik dan peneliti di perguru­an tinggi untuk melakukan penelitian dan menyampaikan hasil penelitian, yang di-

Page 22: A. AMANAT PRESIDEN PENGANTAR RANCANGAN UNDANG …

peroleh sendiri ataupun diperoleh peneliti lain, secara bertanggung jawab. Kebe­basan keilmuan diadakan untuk memungkinkan upaya memajukan ilmu pengeta­huan demi kemajuan masyarakat dan umat manusia.

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 26

Ayat (1) Sesuai dengan dasar, fungsi, dan tujuannya, pendidikan nasional bersifat terbuka. Sifat itu diungkapkan dengan keleluasaan gerak peserta didikan. Ini merupakan kesempatan yang diberikan kepada peserta didikan untuk mengembangkan bakat­nya sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Keleluasaan gerak berarti terbuka­nya kesempatan bagi peserta didikan untuk mengembangkan dirinya melalui jalur pendidikan yang tersedia dan kemungkinan untuk pindah dari satu jalur ke jalur yang lain, atau dari satu jenis ke jenis pendidikan yang lain dalam jenjang yang sama. Dalam pelaksanaan keluasan gerak perlu diperhatikan aspek-aspek proses belajar dan kemampuan sumber daya yang tersedia.

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 27

Cukup jelas

Pasal 28

Cukup jelas

Pasal 29

Setiap warga negara diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menjadi peserta didikan melalui pendidikan formal ataupun pendidikan non fomrnl. Dengan demikian, setiap warga negara diharapkan dapat belajar pada tahap-tahap mana saja dari kehidupannya dalam mengembangkan dirinya sebagai manusia Indonesia.

Pasal 30

Ayat (l) Cukup jelas.

Ayat (2) Termasuk dalam pengertian pengelola satuan pendidikan adalah kepala sekolah, ketuajurusan, direktur, dekan, rektor, perencana pendidikan.

Ayat (3)

Pasal 31

Dengan ketentuan ini, maka tidak semua tenaga pendidikadalah guru. Guru khu­sus diangkat untuk itu dan melaksanakan tugas-tugas pendidikan dalam jalur for­mal. Sedangkan tenaga pendidik meliputi pengertian yang lebih luas, dan meli­puti tenaga-tenaga yang melaksanakan tugas-tugas pendidikan dalam jalur non­formal.

Ayat (I) Cukup jelas

25

Page 23: A. AMANAT PRESIDEN PENGANTAR RANCANGAN UNDANG …

Ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3) Cukup jelas

Pasal 32

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 33

Cukup jelas

Pasal 34

Cukup jelas

Pasal 35

Kewenangan pengaturan pengadaan, pembinaan dan pengembangan tenaga kependi­dikan tersebut pada dasamya dilakukan terhadap satuan pendidikan yang diadakan oleh Pemerintah. Namun begitu, sejauh diperlukan Pemerintah dapat pula melakukannya bagi kepen­tingan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.

Pasal 36

Keikutsertaan masyarakat dan orang tua peserta didikan dalam pengadaan dan pcn­dayagunaan sumber daya pendidikan dapat pula berupa bantuan dalam pembangunan, perluasan, penyewaan, pemeliharaan atau pembelian gedung sekolah yang diadakan oleh Peme1intah dengan ketentuan bahwa hak milik atas gedung yang bersangkutan te­tap sepenuhnya berada pada Pemerintah.

Tennasuk dalam pengertian bantuan ini adalah kegiatan dalam penyediaan, perbaikan dan pemeliharaan perabot dan peralatan sekolah bilamana satuan pendidikan yang ber­sangkutan membutuhkan bantuan tambahan yang belurn dapat disediakan oleh Perne­rintah.

Pasal 37

Ayat ( 1) Termasuk dalam pengertian pedoman tersebut antara lain tata cara penyusunan atau penulisan serta penentuan buku-buku pegangan wajib ataupun buku peleng­kap.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 38

26

Pendidikan tidak mungkin dapat terselenggara baik bilarnana para tenaga kependidik­an maupun para peserta didikan tidak dapat memperoleh bantuan dari sumber belajar yang diperlukan un tuk penyelenggaraan kegia tan belajar mengajar yang be rsangkutan.

Page 24: A. AMANAT PRESIDEN PENGANTAR RANCANGAN UNDANG …

Salah satu sumber belajar yang amat pen ting, tapi bukan satu-satunya adalah perpusta­kaan yang haius memungkinkan para tenaga kependidikan dan para peserta didikan memperoleh kesempatan untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan dengan membaca bahan pustaka yang mengandung ilmu pengetahuan yang diperlukan.

Sumber belajar lain adalah misalnya, laboratorium, bengkel, dan fasilitas olahraga. Bagi pendidikan kedokteran tersebut meliputi pula rumah sakit.

Pasal 39

Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3) Cukup jelas

Pasal 40

Kurikulum yang dimaksud adalah kurikulum minimal yang harus diikuti oleh setiap warga negara dalam upaya memperoleh pendidikannya. Akan tetapi, selain kurikulum minimal yang demikian suatu satuan pendidikan dapat juga menyelenggarakan kegiat­an belajar mengajar dengan menambah kurikulum yang bersangkutan dengan kegiatan belajar mengajar lain yang sesuai dengan lingkungan.

Pasal 41

Ayat (1) Penyusunan program belajar mengajar di dalam pendidikan nasional didasarkan atas pedoman yang berlaku secara nasional. Pedoman nasional terdiri dari pokok pokok bahasan sejumlah mata pelajaran tertentu sebagai kurikulum yang berlaku secara nasional, baik dalarn pendidikan sekolah maupun dalarn pendidikan luar sekolah. Di samping itu dimungkinkan pula tarnbahan kurikulum sebagai pedoman kegiatan belajar mengajar yang disesuaikan dengan sifat, keadaan dan kebutuhan lingkungan suatu satuan pendidikan tertentu. Kurikulum tambahan ini dimungkin­kan sejauh tidak menyimpang dari tujuan dan jiwa pend.id.ikan nasional.

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 42

Isi kurikulum merupakan bahan kajian, yang berarti bahwa isi kurikulum tidak hanya merupakan bahan yang harus diserap tetapi juga harus ditelaah oleh peserta didikan, baik sendiri-send.iri maupun bersama-sama. Adapun mengenai isi kurikulum tersebut pengelompokannya dijabarkan lebih lanjut seiring dengan usaha penyusunan kuriku­lum sebagaimana d.imaksud dalam Pasal 41.

Pasal 43

Cukup jelas

Pasal 44

Ayat (1) Pengajaran bahasa daerah ini merupakan bagian daripada pendid.ikan kebudayaan.

27

Page 25: A. AMANAT PRESIDEN PENGANTAR RANCANGAN UNDANG …

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 45 Penilaian kegiatan belajar mengajar diadakan untuk membantu perkembangan peserta didikan dalam usaha mencapai tujuan pendidikannya. Oleh karena itu, penilaian diser­tai dengan usaha bimbingan dan nasihat.

Pasal 46 Tujuan daripada penilaian yang diatur dalam pasal ini adalah untuk mengetahui hasil belajar para peserta didikan suatu jenis dan jenjang pendidikan tertentu dengan meng­gunakan ukuran yang ditetapkan secara nasional pada akhir masa pendidikannya. Hal ini juga dimaksudkan untuk memperoleh keterangan ten tang mu tu hasil pendidik­an pada setiap jenis dan jenjang satuan pendidikan secara nasional.

Pasal 47

Penilaian kurikulum sebagai satu kesatuan diadakan untuk mengetahui kesesuaian kuri­kulum yang bersangkutan dengan dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional, serta kesesuaian dengan tuntutan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Kegiatan penilaian ini merupakan salah satu upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.

Pasal 48 Ayat (1)

Penilaian meliputi segi-segi administrasi, kelembagaan, tenaga pendidikan, kuriku­lum, peserta didik, sarana dan prasarana, serta keadaan umum satuan pendidikan baik yang diselenggarakan Pemerintah maupun masyarakat untuk menentukan akreditasi satuan pendidikan dan usaha pembinaan yang diperlukan.

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 49

Ayat (1) Peranserta masyarakat adalah keikutsertaan anggota masyarakat dalam usaha me­nyelenggarakan pendidikan nasional. Peranserta diberikan seluas-luasnya kepada anggota masyarakat, dan kelompok profesi, untuk mengadakan dan mengembang­kan kesatuan dan kegiatan pendidikan, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya.

Ayat (2) . Ayat ini dimaksudkan untuk menghargai setiap penyelenggaraan satuan pendidik­an yang dilakukan oleh masyarakat yang merniliki ciri-ciri tertentu, seperti satuan pendidikan yang dilakukan oleh badan-badan keagamaan.

Ayat (3) Termasuk dalam pengaturan tersebut antara lain peran-serta masyarakat dalam membicarakan pemecahan persoalan-persoalan penting yang dihadapi dalam pe­nyelenggaraan pendidikan nasional secara keseluruhan.

Pasal SO

Pengelolaan sistem pendidikan nasional mencakup penafsiran tujuan sistem pendidikan

28

Page 26: A. AMANAT PRESIDEN PENGANTAR RANCANGAN UNDANG …

nasional serta pengaturan hubungan antara satuan-satuan dan kegiatan pendidikan agar merupakan satu keseluruhan gerak yang terpadu serta berdayaguna dan berhasil­guna dalam upaya mencapai tujuan nasional. Satuan dan kegiatan pendidikan yang merupakan bagian dari sis tern pendidikan nasional diharapkan dapat senantiasa menye­suaikan diri dengan tuntutan perkembangan masyarakat, kebudayaan, ekonomi, sains dan teknologi, pertahanan dan keamanan, hubungan intemasional serta pertumbuhan bangsa dan negara sebagai keseluruhan dengan tetap berpedoman pada dasar dan tuju­an pendidikan nasional Indonesia.

Pasal 51

Pengelolaan satuan pendidikan meliputi berbagai aspek, yaitu pengumpulan keterang­an, perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, penggerakan, pengawasan, penilaian, serta pengadaan dan penyaluran sumber daya satuan dan kegiatan pendidikan yang bersangkutan.

Pasal 52 Cukup jelas (lihat pula penjelasan Pasal 50)

Pasal 53

Cukup jelas

Pasal 54

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 55

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 56

Ayat {l) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 57

Cukup jelas.

Pasal 58 Cukup jelas

Pasal 59 Cukup jelas

Pasal 60 Cukup jelas.

T AMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR

29