9.BAB I

5
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tahun-tahun terakhir ini, diagnosis dan tatalaksana penyakit sistem saraf telah banyak mengalami revolusi dengan adanya teknik pemeriksaan penunjang dan terapi-terapi baru. Akan tetapi keterampilan klinis dasar dalam anamnesis dan pemeriksaan fisik tetap merupakan dasar ilmu neurologi, seperti halnya cabang lain dalam ilmu kedokteran. Diagnosis neurologis secara umum dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu anatomis (dimanakah letak lesi dalam sistem saraf?) dan patologis (apakah proses penyakit yang terjadi pada lesi tersebut?). Pembagian ini sangat menolong karena dapat mengurangi kemungkinan kebingungan yang disebabkan oleh banyaknya kemungkinan lokasi gangguan neurologis (Ginsberg dan Lionel, 2007). Status fungsional dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang melakuakan aktivitas hidup sehari-hari secara mandiri. Contoh: bangun dari posisi berbaring, duduk, berjalan, mandi, berkemih, berpakaian, makan, naik turun tangga, bersolek dan buang air besar (Soejono, 2000). Penilaian status fungsional merupakan komponen yang sangat esensial dalam penilaian/pengkajian komprehensif 1

description

1 bab

Transcript of 9.BAB I

3

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Dalam tahun-tahun terakhir ini, diagnosis dan tatalaksana penyakit sistem saraf telah banyak mengalami revolusi dengan adanya teknik pemeriksaan penunjang dan terapi-terapi baru. Akan tetapi keterampilan klinis dasar dalam anamnesis dan pemeriksaan fisik tetap merupakan dasar ilmu neurologi, seperti halnya cabang lain dalam ilmu kedokteran. Diagnosis neurologis secara umum dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu anatomis (dimanakah letak lesi dalam sistem saraf?) dan patologis (apakah proses penyakit yang terjadi pada lesi tersebut?). Pembagian ini sangat menolong karena dapat mengurangi kemungkinan kebingungan yang disebabkan oleh banyaknya kemungkinan lokasi gangguan neurologis (Ginsberg dan Lionel, 2007).

Status fungsional dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang melakuakan aktivitas hidup sehari-hari secara mandiri. Contoh: bangun dari posisi berbaring, duduk, berjalan, mandi, berkemih, berpakaian, makan, naik turun tangga, bersolek dan buang air besar (Soejono, 2000).Penilaian status fungsional merupakan komponen yang sangat esensial dalam penilaian/pengkajian komprehensif usia lanjut. Penilaian status fungsional pasien memiliki makna dalam memantau respon pengobatan dan memberikan informasi prognosis sehingga dapat membantu kita untuk perencanaan perawatan jangka panjang. Status fungsional merupakan tingkat kinerja seseorang untuk melakukan aktivitas atau fungsi hidup yang biasa dilakukan manusia secara rutin dan universal (Soejono, 2000).Saat ini para petugas medis dituntut untuk semakin professional. Ini juga berarti masing-masing dokter, masing-masing ahli dibidangnya sendiri harus semakin meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikapnya dalam menjalankan tugas profesinya. Neurofarmakologi adalah studi tentang suatu ilmu yang mempelajari tentang bagaimana cara pengobatan penyakit saraf (Soejono, 2000).Obat-obat neuroprotektor adalah obat yang dapat mencegah, memperlama, atau memperbaiki sel-sel neuron yang mati. Beberapa contoh neuroprotektor tersebut adalah pengikat radikal bebas, anti-eksitotoksik, apoptosis inhibitor, anti-inflamsai, neurotopik, dan ion channel modulator (Levin dan Peeples, 2008). Citicoline adalah neuroprotektor yang telah digunakan sebagai terapi pada penderita rehabilitasi stroke, penyakit Alzheimer, penyakit Parkinson, defisit kognitif, serta beberapa penyakit neurologis lainnya. Obat tersebut merupakan molekul organik kompleks yang berfungsi sebagai perantara pada biosintesis fosfolipid sel membran, sehingga memiliki perananan dalam mempertahankan membran sel dari kerusakan. Mekanisme kerja citicoline adalah sebagai prekursor fosfolipid, perbaikan membran neuron, menetralkan protein beta-Amyloid, serta memiliki peranan pada synaps dengan mempengaruhi pelepasan norepinefrin dan dopamin (Zweifler, 2002).Citicoline, suatu senyawa yang biasanya hadir di semua sel dalam tubuh, baik obat saraf, bila diberikans ecara eksogen, dan perantara dalam biosintesis membrane phosphatide. Setelah pemberian oral, bioavailabilitasnya adalah100%. Citicoline telah menunjukkan tindakan farmakologi yang berbeda, dengan efek yang menguntungkan dalam beberapa model iskemia serebraldan efek sinergis dengan obat lain diuji dalam pengobatan otak iskemia (Zweifler, 2002). Sebagai obat, citicoline telah diusulkan digunakan pada trauma kepala, vaskular dementia, Parkinsons disease dan penuaan otak (Blount et al, 2002). Mempunyai fungsi untuk menstabilkan membran sel dan mengurangi keberadaan radikal bebas (Zweifler, 2002).Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti menganggap perlu melakukan penelitian untuk menilai pengaruh pemberian citicoline terhadap status fungsional pascacedera saraf sciaticus pada hewan coba tikus.

1.2 Perumusan Masalah

Apakah citicoline berperan terhadap proses perbaikan status fungsional pascacedera saraf sciaticus pada tikus putih (Rattus norvegicus)?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian citicoline terhadap status fungsional pascacedera saraf sciaticus pada hewan coba tikus. 1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui respon atau efektifitas pemberian citicoline terhadap perbaikan status fungsional postinjuri dengan analisis walking track.2. Untuk mengetahui kadar citicoline yang efektif terhadap perbaikan status fungsional pascacedera saraf sciaticus.1.4 Manfaat Penelitian1) Bidang Pelayanan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk penatalaksanaan perbaikan status fungsional sehingga akan memberikan hasil yang optimal.2) Bidang Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan menjadi dasar bagi penelitian lebih lanjut mengenai penatalaksanaan perbaikan status fungsional, termasuk mekanismenya yang hingga saat ini belum sepenuhnya diketahui dengan jelas.3) Bidang Pendidikan

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk melatih kemampuan melakukan sebuah penelitian yang besar dan bermanfaat, dan juga dapat melatih cara berfikir yang analitik dan sistematik bagi peneliti.

1.5 Hipotesis

Citicoline berperan dalam proses perbaikan status fungsional pascacedera saraf sciaticus pada tikus putih (Rattus norvegicus).

1