9 Juli KTI Religiusitas Etos kerja Islami Bab I - III.doc

36
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Agama islam memuat ajaran yang bersifat komprehensif dan universal, komprehensif artinya mencakup seluruh bidang kehidupan dan universal artinya bersifat umum. Agama diturunkan untuk menjawab persoalan manusia baik dalam skala mikro maupun makro. Dan manusia sebagai khalifah fil ard menggunakan ajaran agama tersebut untuk mewujudkan kerajaan Allah di muka bumi. Karenanya, ajaran agama memang harus dilaksanakan dalam segala aspek kehidupan (Tasmara, 2002). Dalam pelaksanaannya, ajaran agama sebagai pesan- pesan langit perlu penerjemahan dan penafsiran. Persoalan pokoknya adalah bagaimana membumikan ajaran langit, sehingga dapat mewarnai tata kehidupan sosial ekonomi, politik dan budaya masyarakat. Dengan demikian agama tidak hanya berada dalam tataran normatif. Karena Islam adalah agama amal, maka penafsirannya pun mesti beranjak dari sisi normatif menuju teoritis keilmuan yang faktual (Agustian, 2001). Sebagai seorang muslim, Islam adalah jalan hidup yang mengatur seluruh aspek kehidupan, sejalan dengan firman Allah SWT:

description

aada

Transcript of 9 Juli KTI Religiusitas Etos kerja Islami Bab I - III.doc

Page 1: 9 Juli KTI Religiusitas Etos kerja Islami Bab I - III.doc

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan

Agama islam memuat ajaran yang bersifat komprehensif dan universal,

komprehensif artinya mencakup seluruh bidang kehidupan dan universal artinya

bersifat umum. Agama diturunkan untuk menjawab persoalan manusia baik dalam

skala mikro maupun makro. Dan manusia sebagai khalifah fil ard menggunakan

ajaran agama tersebut untuk mewujudkan kerajaan Allah di muka bumi.

Karenanya, ajaran agama memang harus dilaksanakan dalam segala aspek

kehidupan (Tasmara, 2002).

Dalam pelaksanaannya, ajaran agama sebagai pesan-pesan langit perlu

penerjemahan dan penafsiran. Persoalan pokoknya adalah bagaimana

membumikan ajaran langit, sehingga dapat mewarnai tata kehidupan sosial

ekonomi, politik dan budaya masyarakat. Dengan demikian agama tidak hanya

berada dalam tataran normatif. Karena Islam adalah agama amal, maka

penafsirannya pun mesti beranjak dari sisi normatif menuju teoritis keilmuan yang

faktual (Agustian, 2001).

Sebagai seorang muslim, Islam adalah jalan hidup yang mengatur seluruh

aspek kehidupan, sejalan dengan firman Allah SWT:

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam

keseluruhan……” (QS. Al-Baqarah: 208)

Dengan demikian tidak seperti sekulerisme, Islam tidak menghendaki

adanya pemisahan antara agama dengan aspek-aspek yang lain termasuk aspek

ekonomi. Persoalan yang mendasar yang dialami umat manusia sekarang adalah

munculnya suatu pandangan yang menempatkan aspek material yang bebas dari

dimensi nilai pada posisi yang dominan. Pandangan hidup yang berpijak pada

ideologi materialisme inilah yang kemudian membuat perilaku manusia menjadi

pelaku ekonomi yang hedonistik, sekularistik dan materialistik (Agustian, 2001).

Page 2: 9 Juli KTI Religiusitas Etos kerja Islami Bab I - III.doc

2

Al-Qur’an adalah pedoman bagi manusia yang ingin memilih jalan

kebenaran daripada jalan kesesatan, pembimbing (guidance) untuk membina

ketakwaan. Namun, hidup yang taqwa bukan semata harapan atau angan-angan

untuk meraih kebahagiaan, tetapi merupakan medan dan cara kerja yang sebaik-

baiknya untuk merealisasikan kehidupan yang berjaya di dunia dan memperoleh

balasan yang lebih baik lagi di akhirat (Tasmara, 2002).

Bekerja adalah kodrat hidup, baik kehidupan spiritual, intelektual, fisik

biologis, maupun kehidupan individual dan sosial dalam berbagai bidang.

Seseorang layak untuk mendapatkan predikat yang terpuji seperti potensial, aktif,

dinamis, produktif atau profesional, semata-mata karena prestasi kerjanya. Karena

itu, agar manusia benar-benar “hidup”, dalam kehidupan ini ia memerlukan ruh

(spirit). Untuk ini, Al-Qur’an diturunkan sebagai “ruhan min amrina”, yakni

spirit hidup ciptaan Allah, sekaligus sebagai “nur” (cahaya) yang tak kunjung

padam, agar aktivitas hidup manusia tidak tersesat (Agustian, 2001).

Setiap kelahiran dibekali mulut dan tangan. Mulut adalah berkonsumsi dan

tangan adalah berproduksi atau bekerja. Manusia, mau tak mau, suka tidak suka,

musti makan dan bekerja. Secara nalar atau logika, jangan sampai ‘mulut’ lebih

besar dari ‘tangan’, harus sebaliknya, jika tak demikian, niscaya manusia akan

mengalami kesulitan hidup, kemelaratan, kebodohan, kemunduran dan akhirnya

kehancuran (Tasmara, 2002).

Al-Qur’an menyebut kerja dengan berbagai terminologi. Al-Qur’an

menyebutnya sebagai “amalun”, terdapat tidak kurang dari 260 musytaqqat

(derivatnya), mencakup pekerjaan lahiriah dan batiniah. Disebut “fi’lun” dalam

sekitar 99 derivatnya, dengan konotasi pada pekerjaan lahiriah. Disebut dengan

kata “shun’un”, tidak kurang dari 17 derivat, dengan penekanan makna pada

pekerjaan yang menghasilkan keluaran (output) yang bersifat fisik. Disebut juga

dengan kata “taqdimun”, dalam 16 derivatnya, yang mempunyai penekanan

makna pada investasi untuk kebahagiaan hari esok. Pekerjaan yang dicintai Allah

SWT adalah yang berkualitas. Untuk menjelaskannya, Al Qur’an mempergunakan

empat istilah: “Amal Shalih”, tak kurang dari 77 kali; ‘amal yang “Ihsan”, lebih

dari 20 kali; ‘amal yang “Itqan”, disebut 1 kali; dan ”al-Birr”, disebut 6 kali.

Page 3: 9 Juli KTI Religiusitas Etos kerja Islami Bab I - III.doc

3

Pengungkapannya kadang dengan bahasa perintah, kadang dengan bahasa anjuran

(Tasmara, 2002).

Jika kerja adalah ibadah dan status hukum ibadah pada dasarnya adalah

wajib, maka status hukum bekerja pada dasarnya juga wajib. Kewajiban ini pada

dasarnya bersifat individual, atau fardhu ‘ain, yang tidak bisa diwakilkan kepada

orang lain. Hal ini berhubungan langsung dengan pertanggung jawaban amal yang

juga bersifat individual, dimana individulah yang kelak akan mempertanggung

jawabkan amal masing-masing. Untuk pekerjaan yang langsung memasuki

wilayah kepentingan umum, kewajiban menunaikannya bersifat kolektif atau

sosial, yang disebut dengan fardhu kifayah, sehingga lebih menjamin

terealisasikannya kepentingan umum tersebut. Namun, posisi individu dalam

konteks kewajiban sosial ini tetap sentral. Setiap orang wajib memberikan

kontribusi dan partisipasinya sesuai kapasitas masing-masing, dan tidak ada

toleransi hingga tercapai tingkat kecukupan (kifayah) dalam ukuran kepentingan

umum (Tasmara, 2002).

Dalam era globalisasi, persaingan kerja yang semakin meningkat memaksa

setiap orang untuk menguasai keahlian dan kemampuan tertentu. Untuk dapat

menjawab tantangan ini diperlukan adanya dedikasi, kerja keras dan kejujuran

dalam bekerja. Menurut Anoraga (1992) manusia yang berhasil harus memiliki

pandangan dan sikap yang menghargai kerja sebagai sesuatu yang luhur untuk

eksistensi manusia. Suatu pandangan dan sikap demikian dikenal dengan istilah

etos kerja.

Dewasa ini etos kerja merupakan topik yang kembali hangat. Telah sekian

lama Indonesia selalu berkutat dengan masalah korupsi, ”jam karet”, asal kerja,

semrawut dan predikat negatif lainnya. Berbeda dengan kondisi di negara Jepang,

yang menjadikan kerja sebagai sesuatu yang sangat mulia, dan kualitas kerja

merupakan nilai-nilai penting yang didasari spiritualitas agama (Anoraga, 1992).

Suatu opini untuk menggambarkan kondisi etos kerja bangsa kita saat ini

dinyatakan oleh Muhtadi (2005) bahwa kondisi masyarakat kita kurang memiliki

etos kerja. Secara khusus Muhtadi menyoroti kondisi perguruan tinggi dan

sekolah di Indonesia. Sebagai lingkungan organisasi yang berfokus pada tujuan

Page 4: 9 Juli KTI Religiusitas Etos kerja Islami Bab I - III.doc

4

utama mendidik serta mengembangkan ilmu pengetahuan, perguruan-perguruan

tinggi dan sekolah-sekolah sering ditemui sebagai organisasi yang kurang efektif

dalam mencapai sasarannya karena kinerja individu-individu yang terlibat

didalamnya tidak didukung oleh etos kerja yang baik.

Sepertinya etos kerja di Indonesia relatif masih belum tinggi. Untuk dapat

meningkatkan etos kerja ini, diperlukan adanya suatu sikap yang menilai tinggi

pada kerja keras dan sungguh-sungguh. Karena itu perlu ditemukan suatu

dorongan yang tepat untuk memotivasi dan merubah sikap rakyat kita. Nilai-nilai

sikap dan faktor motivasi yang baik menurut Anoraga (1992) bukan bersumber

dari luar diri, tetapi yang tertanam dalam diri sendiri, yang sering disebut dengan

motivasi intrinsik. Karena itu enelitian ini dilakukan untuk mengetahui

bagaimanakah etos kerja islami dosen Fakultas Kedokteran Indonesia serta

hubungannya dengan religiusitas.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas ingin dijawab beberapa masalah yang terkait

dengan penelitian yang dilakukan. Pertanyaan penelitian tersebut adalah apakah

terdapat hubungan antara religiusitas dengan etos kerja islami dosen Fakultas

Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII) Yogyakarta?

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui adanya hubungan antara religiusitas dengan etos kerja

islami dosen Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII)

Yogyakarta.

1.4. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai religiusitas dan etos kerja sudah pernah dilakukan

sebelumnya antara lain:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Syafiq (2010) “Hubungan Antara

Religiusitas Dengan Etos Kerja Islami Pada Dosen di Universitas Islam

Indonesia-Yogyakarta”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat

hubungan antara religiusitas dengan etos kerja islami pada dosen. Selain

itu ditemukan pula ada hubungan antara religiusitas dimensi ibadah,

dimensi penghayatan dan dimensi pengamalan dengan etos kerja islami.

Page 5: 9 Juli KTI Religiusitas Etos kerja Islami Bab I - III.doc

5

Sedangkan penelitian ini juga menemukan bahwa tidak ada hubungan

antara religiusitas dimensi aqidah dan dimensi pengetahuan dengan etos

kerja islami. Perbedaan dengan penelitian ini adalah subjek dan waktu

penelitian.

2. Novliadi, Ferry, 2009. Hubungan Antara Organization-Based Self-Esteem

Dengan Etos Kerja. Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara,

Medan. Perbedaan dengan penelitian ini adalah tema, metode, subjek, dan

waktu penelitian.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi peneliti yaitu memperdalam pemahaman dan menganalisa

tentang hubungan antara religiusitas dengan etos kerja islami dosen

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII) Yogyakarta,

serta proses pembelajaran dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah

2. Bagi dokter, dosen, maupun petugas kesehatan agar memiliki etos kerja

islam yang ideal dalam menjalankan tugasnya.

3. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam

pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, disamping itu hasil

penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya.

Page 6: 9 Juli KTI Religiusitas Etos kerja Islami Bab I - III.doc

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Religiusitas

Kata religi berasal dari bahasa latin religio atau religare yang berarti

mengikat. Pada umumnya, riligi atau agama memiliki aturan-aturan dan

kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan dan semua itu berfungsi untuk

mengikat serta mengutuhkan diri seseorang atau sekelompok orang dalam

hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia dan alam sekitarnya (Jalaluddin,

2002).

Anshari (Azizah, 2003) mendefinisikan religi, agama, atau din sebagai

sistem tata keyakinan atau tata keimanan atas dasar sesuatu yang mutlak diluar

diri manusia dan merupakan suatu sistem ritus (tata peribadatan) manusia kepada

yang dianggap mutlak, serta sistem norma yang mengatur hubungan manusia

dengan manusia, manusia dengan alam lainnya dengan tata keimanan dan tata

peribadatan yang telah dimaksud.

Dalam Bukhori (2006), Rahmat mengartikan religiusitas sebagai suatu

keadaan yang ada dalam diri individu yang mendorongnya untuk bertingkah laku

sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama. Religiusitas adalah suatu

keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya bertingkah laku,

bersikap, dan bertindak sesuai dengan ajaran agamanya.

Religiusitas atau keberagamaan seseorang dapat diwujudkan dalam

berbagai sisi kehidupan. Aktivitas beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang

melakukan perilaku ritual (beribadah) tetapi juga ketika melakukan aktivitas lain

yang didorong oleh kekuatan supranatural. Tidak hanya yang berkaitan dengan

aktivitas yang tampak dan dapat dilihat mata, melainkan juga aktivitas yang

terjadi dalam hati manusia (Ancok dan Suroso, 2004). Religiusitas adalah sistem

simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan

dan semua itu berpusat pada persoalan yang dihayati sebagai yang paling

bermakna (ultimate meaning).

Page 7: 9 Juli KTI Religiusitas Etos kerja Islami Bab I - III.doc

7

Menurut Asra (2003), religiusitas adalah suatu keadaan dalam diri

seseorang dalam merasakan dan mengakui adanya kekuatan tertinggi yang

menaungi kehidupan manusia dengan cara melaksanakan semua perintah Tuhan

sesuai dengan kemampuan dan meninggalkan seluruh larangannya sehingga hal

ini akan membawa ketentraman dan ketenangan dalam diri seseorang. Religiusitas

berkaitan dengan adanya internalisasi dari nilai-nilai, aturan-aturan dan

kewajiban-kewajiban agama itu dalam diri individu sehingga individu tersebut

selalu berpijak pada nilai-nilai agama yang diyakini dalam setiap perilakunya.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa religiusitas

adalah sistem tata keyakinan atau tata keimanan atas dasar sesuatu yang mutlak

diluar diri manusia dan merupakan suatu sistem tata peribadatan manusia kepada

yang dianggap mutlak yang mendorong dan mempengaruhi perilaku individu

sesuai dengan ajaran-ajaran agama yang ditaatinya.

Terdapat lima dimensi keberagaman atau religiusitas menurut Glock dan Stark

(Ancok, Suroso, 2004):

a. Dimensi Keyakinan (Religious Beliefs/ The Ideologi Dimension)

Merupakan pengharapan dimana seseorang yang religius berpegang teguh

pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin

tersebut. Dalam Islam, dimensi ini menyangkut keyakinan tentang Allah,

pada Malaikat, Nabi atau Rasul, Kitab-kitab Allah, Surga dan Neraka serta

Qadha dan Qadar.

b. Dimensi Praktik Agama atau Peribadatan (Religious Practice/ The Ritual

Dimension)

Dimensi ini adalah dimensi yang mencakup perilaku pemujaan, ketaatan

dan hal-hal yang dilakukan seseorang untuk menunjukkan komitem

terhadap agama yang dianutnya. Dalam Islam, dimensi ini menyangkut

pelaksanaan shalat, puasa, zakat, haji, membaca Al-Quran, doa dzikir dan

sebagainya. Praktik keagamaan dibagi menjadi dua bagian yaitu:

Page 8: 9 Juli KTI Religiusitas Etos kerja Islami Bab I - III.doc

8

1. Ritual, suatu kegiatan yang mengacu pada seperangkat ritus, tindakan

keagamaan formal dan praktik-praktik suci yang semua mengharapkan

para pemeluknya melaksanakan hal tersebut.

2. Ketaatan, yaitu kegiatan dari kontemplasi personal yang relatif spon-

tan, informal dan khas pribadi.

c. Dimensi Pengalaman (Religious Effect)

Dimensi ini mencakup fakta bahwa semua agama mengandung

pengharapan-pengharapan tertentu, meski tidak tepat jika dikatakan bahwa

seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu akan mencapai

pengetahuan subjektif dan langsung mengenai kenyataan terakhir

(kenyataan terakhir bahwa ia akan mencapai suatu kontak dengan

supranatural). Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagaman,

perasaan-perasaan, persepsi-persepsi dan sensasi yang dialami seseorang

atau didefinisikan oleh suatu kelompok keagamaan (atau suatu

masyarakat) yang melihat komunikasi, walaupun kecil, dalam suatu esensi

ketuhanan yaitu dengan Tuhan, kenyataan terakhir, dengan otoritas

transendental.

d. Dimensi Pengetahuan Agama

Dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama

paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-

dasar keyakinan, kitab suci dan tradisi-tradisi. Dimensi pengetahuan dan

keyakinan jelas berkaitan satu sama lain, karena pengetahuan mengenai

suatu keyakinan adalah syarat bagi penerimaannya. Walaupun demikian,

keyakinan tidak perlu diikuti oleh syarat pengetahuan, juga semua

pengetahuan agama tidak selalu bersandar pada pada keyakinan. Lebih

jauh, seseorang dapat berkeyakinan bahwa kuat tanpa benar-benar

memahami agamanya, atau kepercayaan bisa kuat atas pengetahuan yang

amat sedikit.

Page 9: 9 Juli KTI Religiusitas Etos kerja Islami Bab I - III.doc

9

e. Dimensi Pengetahuan atau Konsekuensi

Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan

keagamaan, praktek, pengalaman dan pengetahuan seseorang dari hari ke

hari. Istilah “kerja” dalam pengertian teologis digunakan disini. Walaupun

agama banyak mengariskan bagaimana pemeluknya seharusnya berfikir

dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari, tidak sepenuhnya jelas sebatas

mana konsekuensi-konsekuensi agama merupakan bagian dari komitmen

keagamaan atau semata-mata berasal dari agama.

Menurut hasil penelitian kementrian negara kependudukan dan lingkungan hidup,

dimensi-dimensi tersebut juga sesuai dengan;

1. Aspek iman (religious belief) yang terkait keyakinan kepada Allah,

malaikat Nabi dan sebagainya.

2. Aspek Islam (religious practice), terkait dengan frekuensi atau intensitas

pelaksanaan ajaran agama seperti shalat, puasa dan lain-lain.

3. Aspek ihsan (religious feeling), berhubungan dengan perasaan dan pen-

galaman seseorang tentang keberadaan Tuhan, takut melanggar laranganya

dan sebagainya.

4. Aspek ilmu (religious knowledge) yaitu pengetahuan seseorang tentang

ajaran agamanya.

5. Aspek amal (religious effect) terkait tentang bagaimana perilaku seseorang

dalam kehidupan bermasyarakat dan sebagainya (Ghufron & Risnawita,

2010).

2.2. Etos Kerja Islami

Etos berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti watak, karakter.

Toto Tasmara memaknai ethos dengan sesuatu yang diyakini, cara berbuat, sikap

serta persepsi terhadap nilai bekerja (Tasmara, 1995).  John M. Echols dan Hasan

Shadily memaknai ethos adalah karakteristik, sikap, kebiasaan, atau kepercayaan

dan seterusnya yang bersifat khusus tentang seorang individu atau sekelompok

orang atau manusia (Echols, 2000).  Secara terminologis, ethos digunakan dalam

tiga pengertian, yaitu: (1) suatu aturan umum atau cara hidup, (2) suatu tatanan

Page 10: 9 Juli KTI Religiusitas Etos kerja Islami Bab I - III.doc

10

dari perilaku, (3) penyelidikan tentang jalan hidup dan seperanngkat aturan

tingkah laku (Asy’ari, 1997).

Dari kata ethos, terbentuklah kata ethic yaitu pedoman, moral dan

perilaku, atau dikenal pula etiket yaitu cara bersopan santun. Menurut Kamus

Umum Bahasa Indonesia, etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak

(moral) (Poerwadarminta, 1986). Menurut Verkyuil, perkataan etika berasal dari

perkataan ethos sehingga muncul kata-kata etika. Perkataan ethos dapat diartikan

sebagai kesusilaan, perasaan batin atau kecenderungan hati seseorang untuk

berbuat kebaikan (Pasaribu,  1988). Sedangkan menurut James J. Spillane SJ,

etika memperhatikan atau mempertimbangkan tingkah laku manusia dalam

pengambilan keputusan moral. Etika mengarahkan atau menghubungkan

penggunaan akal budi individual dengan objektivitas untuk menentuka kebenaran

atau kesalahan dan tingkah laku seseorang terhadap orang lain (Susanto, 1992).

Menurut Hamzah Ya’kub, etika ialah ilmu yang menyelidiki mana yang

baik dan mana yang buruk dan memperlihatkan amal perbuiatan manusia sejauh

yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Menurut Herman Soewardi, etika dapat

dijelaskan dengan membedakan dengan tiga arti, yaitu (1) ilmu tentang apa yang

baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak) (2)

kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak (3) nilai mengenai benar

dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Etika dalam tulisan ini

lebih menekankan pada makna kedua (Depdikbud, 1988).

Pembicaraan tentang etika selalu berkaitan dengan agama, karena etika

merupakan salah satu sumber etika yang diakui manusia secara universal. Tidak

ada agama yang menempatkan etika pada posisi marginal yang tidak mengikat.

Etika selalu menjadi inti ajaran yang harus diikuti dan diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari (Azizah, 2003).

Kerja adalah segala kegiatan ekonomis yang dimaksudkan untuk

memperoleh upah, baik berupa kerja fisik material atau kerja intelektual.

Sedangkan menurut Toto Tasmara, kerja adalah segala aktifitas dinamis dan

mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu (jasmani dan rohani), dan

di dalam mencapai tujuannya tersebut dia berupaya dengan penuh kesungguhan

untuk mewujudkan prestasi yang optimal sebagi bukti pengabdian dirinya kepada

Page 11: 9 Juli KTI Religiusitas Etos kerja Islami Bab I - III.doc

11

Allah SWT. Sedangkan kerja keras berarti bekerja dengan segala penuh

kesungguhan untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Tasmara, 2002).

Menurut Toto Tasmara, tidak semua aktivitas manusia dapat dikategorikan

sebagai kerja karena di dalam kerja terkandung dua aspek yang harus dipenuhinya

secara nalar, yaitu:

1.      Aktivitasnya dilakukan karena ada dorongan untuk mewujudkan

sesuatu sehingga timbullah rasa tanggung jawab yang besar untuk

menghasilkan karya atau produk yang berkualitas.

2.      Apa yang dilakukan tersebut dikerjakan karena kesengajaan, sesuatu

yang direncanakan (Tasmara, 2002).

Bekerja sebagai aktivitas dinamis mengandung pengertian bahwa seluruh

kegiatan yang dilakukan oleh seorang muslim harus penuh dengan tantangan,

tidak monoton, dan selalu berupaya dengan penuh kesungguhan untuk mencarui

terobosan-terobosan baru dan tidak pernah puas dalam berbuat kebaikan. Istilah

yang paling dekat pengertiannya dengan kerja keras adalah jihad, yang artinya

berjuang di jalan Allah. Asal katanya jahada artinya bersungguh-sungguh.

Sehingga jihad dalam kaitannya dengan kerja berarti: usaha yang dilakukan

dengan sungguh-sungguh untuk mencapai hasil optimal (Tasmara, 1995).

Islam memandang bekerja secara halal juga merupakan jihad,

sebagaimana hadits Rasulullah yang artinya: Mencari yang halal bagian dari

jihad (HR Turmuzi). Al-Qur’an memandang bekerja keras adalah sangat penting.

Hal ini di antaranya terdapat dalam An-Nisa’: 95 dan Al-Insyiqaq: 6. 

Apabila etos ini dihubungkan dengan kerja, maknanya menjadi lebih

khas. Etos kerja adalah kata majemuk yang terdiri dari dua kata dengan arti yang

menyatu. Makna khas itu adalah bahwa etos kerja merupakan concern

pragmatism. Ia membentuk perilaku individual dan social masyarakat. Dapat pula

bermkana semangat kerja yang menjadi cirri khas dan keyakinan seseorang atau

kelompok. Selain itu juga sering diartikan sebagai setiap kegiatan manusia yang

dengan sengaja diarahkan pada suatu tujuan tertentu. Tujuan itu adalah kekayaan

manusia itu sendiri, entah itu jasmani atau rohani atau pertahanan terhadap

kekayaan yang telah diperoleh. Dengan demikian etos kerja merupakan sikap atau

pandangan manusia terhadap kerja yang dilakukan, yang dilatarbelakangi nilai-

nilai yang diyakininya. Nilai-nilai itu dapat berasal dari suatu agama tertentu, adat

Page 12: 9 Juli KTI Religiusitas Etos kerja Islami Bab I - III.doc

12

istiadat, kebudayaan, serta peraturan perundang-undangan tertentu yang berlaku

dalam suatu Negara (Tasmara, 2002).

Dengan kata lain, etos kerja dapat juga berupa gerakan penilaian dan

mempunyai gerak evaluatif pada tiap-tiap individu dan kelompok. Dengan

evaluasi itu akan tercipta gerak grafik mennajak dan meningkat dalam waktu-

waktu berikutnya. Ia juga bermakna cermin atau bahan pertimbangan yang dapat

dijadikan pegangan bagi seseorang untuk menentukan langkah-langkah yang akan

diambil kemudian. Ringkasnya, etos kerja adalah double standar of life yaitu

sebagai daya dorong di satu sisi, dan daya nilai pada setiap indiividu atau

kelompok pada sisi yang lain. Etos kerja, jika dikaitkan dengan agama berarti

sikap atau pandangan atau semangat manusia terhadap kerja yang dilakukan, yang

dipengaruhi oleh nilai-nilai yang agama yang dianutnya (Tasmara, 2002)

A. Konsep Etos Kerja Islami

Islam dengan Al-Qur’an sebagai kitab sucinya merupakan agama yang

memiliki ajaran yang bersifat universal, abadi, dan sesuai untuk segala zaman dan

tempat. Islam juga adalah agama yang mengatur dan memberikan petunjuk dalam

tatanan hidup manusia dengan sempurna, tidak terkecuali masalah-masalah

bekerja yang erat kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi (Jalaludin,

2002).

Ekonomi dalam ajaran Islam bagaimanapun pentingnya tidak lebih hanya

merupakan satu bagian dari keseluruhan aspek kehidupan manusia, sekalipun

memang diakui sebagai bagian pokok dan amat berpengaruh. Namun demikian,

ekonomi bukan satu-satunya unsur yang ada dalam kehidupan manusia di dunia.

Satu hal yang fundamental dalam ajaran Islam yang berbeda dengan ajaran lain

adalah bahwa kegiatan ekonomi seperti juga kegiatan lainnya hanya sebagai

sarana untuk mencapai kebahagiaan serta keselamatan di dunia dan akhirat dan

eksistensi manusia akan memiliki makna jika keseluruhan aktivitas hidupnya

didedikasikan kepada Allah. Sebagaimana firman Allah SWT yaitu:

“Barang siapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun

perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan

kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan kami beri balasan

kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka

kerjakan”. (QS An-Nahl: 97).

Page 13: 9 Juli KTI Religiusitas Etos kerja Islami Bab I - III.doc

13

Berdasarkan paparan tabel tersebut di atas, etos kerja dalam Islam dapat

diuraikan secara ringkasnya sebagai berikut : dalam bekerja, seorang individu

akan dihadapkan pada tiga tanggung jawab, yaitu, tanggung jawab terhadap

Tuhannya (Allah SWT), tanggung jawab terhadap diri sendiri, dan tanggung

jawab terhadap orang lain. Dalam kaitannya dengan tanggung jawab terhadap

Allah, dapat diperincikan sebagai berikut:

1.       Iman sebagai landasan bekerja

Bekerja adalah manifestasi keimanan. Dengan kata lain, poros dari kerja

adalah tauhid. Mengingat Allah melalui shalat, dengan menghentikan kegiatan

bekerja bahkan di tengah-tengah kesibukan kita seperti diisyaratkan oleh ayat

tersebut, mengandung rahasia tertentu.  Salah satu manfaatnya adalah

menenangkan pikiran dan memberi kesempatan kepada seseorang untuk mampu

mengendalikan diri, dari mabuk kerja (workaholic) yang mungkin dialami

seseorang. Bahkan dengan ketenangan dan perenungan nilai-nilai yang luhur bisa

terjadi proses penjernihan pikiran, kreativitas dan gagasan inovatif.

Dalam tekanan pekerjaan sehari-hari, pikiran seseorang seringkali

terhanyut dan terdesak untuk menyelesaikan berbagai tugas yang datang silih

berganti, dan pada saat bersamaan memikirkan langkah-langkah lain yang juga

harus segera diatasi satu persatu. Hal ini membuat seseorang tampak bodoh dan

serba salah. Ia tampak panik dan tertekan dengan berbagai tuntutan pekerjaan.

Pada saat-saat semacam itulah seseorang sangat membutuhkan relaksasi,

mengistirahatkan pikirannya sejenak untuk mencerdaskan kembali pikirannya dan

memulihkan kecerdasannya untuk mendapatkan prestasi puncak.  Relaksasi

tersebut dilakukan dengan melaksanakan shalat sebagai sarana untuk mengingat

Allah dan mendengar lagi suara-suara hati yang acapkali memberikan bisikan-

bisikan ilahiyah sehingga kita akan menjadi bergairah dan peka kembali.

Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi seperti email, fax, telepon

seluler, surat, telex, dan sebagainya membuat orang selalu merasa terdesak dan

urgent. Kadang pada saat yang bersamaan ketika seseorang sedang sibuk bekerja,

tiba-tiba telepon berdering, dan sekaligus fax masuk, pada saat itu juga ia harus

mengalihkan pikirannya. Setelah selesai ia harus mengembalikan konsentrasinya

pada pekerjaannya semula. Ini akan seperti ombak lautan yang terus menerus

menghantamdirinya secara berkesinambungan dan tiada henti. Jika hal ini terus

Page 14: 9 Juli KTI Religiusitas Etos kerja Islami Bab I - III.doc

14

berkelanjutan terjadi tanpa pemecahan, maka akibatnya ia akan mengalami

depresi, dan ia akan tampak bodoh bahkan secara jangka panjang kecerdasan

otaknya akan menurun, bukan hanya kecerdasan emosinya saja yang terganggu.

Kondisi stress tersebut ditambah lagi dengan masalah-masalah pribadinya di

rumah seperti anak yang sedang saki, uang belanja yang sudah hampir habis

padahal baru pertengahan bulan, tagihan telepon dan listrik yang belum terbayar,

dan ditambah teguran atasan karena ia berbuat kesalah di kantor. Ini semua akan

menjadikan semakin stressnya orang tersebut.

Padahal menurut pendapat para ahli yang dikutip Ary Ginanjar, “Dalam

hubungan anatomi antara otak dan tubuh yang baru ditemukan, yang

menghubungkan keadaan mental kita dengan kesehatan fisik, pusat-pusat emosi

memainkan peran yang penting, terutama melalui jaringan penghubung yang

sangat kompleks baik ke sistem kekebalan tubuh maupun sistem kardiovaskuler.

Hubungan biologis ini menjelaskan mengapa perasaan-perasaan yang menekan,

sedih, frustasi, marah, tegang, cemas berlebihan akan melipatgandakan resiko

penyakit jantung sampai ke tingkat yang membahayakan selama ia mengidap

perasaan-perasaan tersebut (Agustian, 2001).

Ary mengutip dari Cooper dan A. Sawaf (1998: 31) bahwa saat kelelahan

dan ketegangan otot meningkat, tidak sedikit manusia yang kemudian terjebak

dalam suasana hati yang tidak menyenangkan, sehingga kehilangan semangat dan

keuletan. Masalah kecil terasa menjadi hambatan besar, penundaan semenit serasa

satu jam, komentar main-main terasa sebagai celaan yang menyakitkan hati.

Reaksi-reaksi itu menyebabkan hilangnya kewaspadaan. Hilangnya kewaspadaan,

secara otomatis akan mempengaruhi kemampuan untuk memperhatikan apapun

atau siapapun secara teliti dan sungguh-sungguh. Ini menyebabkan turunnya

kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosi dan dapat mengganggu

hubungan dengan orang lain walaupun orang tersebut tidak bermaksud demikian.

(Agustian, 2001).

Itu semua membuktikan bahwa bekerja yang dilandasi keimanan yang

diimplementasikan dengan mengamalkan tuntutan keimanan, misalnya berupa

shalat, dapat meningkatkan produktivitas dan optimalisasi kerja.  Hal ini karena

shalat akan berfungsi laksana wahana relaksasi yang menurut berbagai teori yang

Page 15: 9 Juli KTI Religiusitas Etos kerja Islami Bab I - III.doc

15

dikemukakan para pakar tersebut di atas, dapat mengembalikan vitalitas dan

kecerdasan intelektual maupun emosional seseorang (Agustian, 2001).

Motivasi kerja dan optimisme untuk mencari rezeki bisa pula timbul bila

mengingat firman Allah dalam al-Qur’an surat Al-Mulk: 15 yang artinya: “Dialah

yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu maka berjalanlah di segala penjuru

dan carilah sebagian rezekinya”.

Keimanan yang mendasari keyakinan bahwa Tuhan menciptakan bumi dan

seisinya yang secara mudah diperuntukkan manusia, dan Tuhan telah menyiapkan

di segala penjuru bumi itu rezeki bagi manusia yang mau berusaha dengan gigih

untuk meraihnya, maka menjadikan manusia tidak mudah putus asa bila tidak

berhasil dalam usahanya, karena yakin Tuhan masih menyediakan rezeki yang

lain untuknya. Sebaliknya bila berhasil ia tidak mudah sombong karena

keberhasilan itu bukan semata-mata disebabkan usahanya sendiri melainkan ada

campur tangan Tuhan yang telah menyiapkan bumi untuk diri manusia (Agustian,

2001).

Landasan keimanan juga menghindarkan manusia untuk mengeksploitasi

terhadap sumber-sumber alam dengan cara yang melampaui batas. Sesungguhnya

rezeki Allah itu melimpah tak terbatas, namun Allah juga menetapkan takaran dan

ukuran, sehingga manusia tidak bisa seenaknya saja melakukan eksploitasi

melampaui batas. Hal ini bisa terjadi karena sifat manusia yang loba dan

cenderung melampaui batas. Sebagaimana firman Allah yang artinya, “Jika Allah

melapangkan rezeki-rezeki kepada hamba-hamba-Nya, tentulah mereka akan

melampaui batas di muka bumi, Padahal Allah mengatur apa yang

dikehendakinya dengan ukuran-ukuran”. Oleh sebab itu, manusia harus bisa

mengendalikan dirinya, antara lain dengan cara bersyukur yang berarti menyadari

karunia Allah yang murah itu sehingga ia mampu bertindak rasional (Sholeh,

2001).

2. Senantiasa Bersyukur

Manusia diperintahkan untuk senantiasa bersyukur atas rezeki yang

diperolehnya, bersyukur karena terlepas dari mara bahaya dan dianugerahkan

nikmat kehidupan. Manusia tidak boleh menyombongkan diri atas kelebihan-

kelebihan yang telah diperolehnya, karena semua itu hanya titipan dari Allah yang

diberikan kepadanya. Untuk mewujudkan rasa syukur itu, manusia diperintahkan

Page 16: 9 Juli KTI Religiusitas Etos kerja Islami Bab I - III.doc

16

untuk menunaikan shalat dan berkorban. Dari perspektif psikologis, perasaan

bersyukur akan memberi kepuasan pada diri sendiri, selanjutnya akan

menghilangkan rasa resah jika memperoleh sesuatu yang dicita-citakan. Islam

juga mengajarkan agar manusia melihat ke bawah yaitu mereka yang kurang

bernasib baik supaya jiwa mereka tenang. Pengaruh kejiwaan terbesar yang

muncul dari rasa bersyukur adalah ketenangan jiwa yang tidak bisa dibeli atau

dinilai dengan uang (Sholeh, 2001).

2.3. Landasan Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dijelaskan sebelumnya, maka

dirumuskan landasan teori sebagai berikut :

1. Religiusitas sebagai suatu keadaan yang ada dalam diri individu yang

mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya

terhadap agama. Religiusitas adalah suatu keadaan yang ada dalam diri

seseorang yang mendorongnya bertingkah laku, bersikap, dan

bertindak sesuai dengan ajaran agamanya.

2. Aspek-aspek dalam religiusitas. Terdapat lima dimensi keberagaman

atau religiusitas menurut Glock dan Stark (Ancok, Suroso, 2004):

a. Dimensi keyakinan (Religious Beliefs/ The Ideologi Dimension)

b. Dimensi Praktik Agama atau Peribadatan (Religious Practice/ The

Ritual Dimension)

c. Dimensi Pengalaman (Religious Effect)

d. Dimensi Pengetahuan Agama

e. Dimensi Pengetahuan atau Konsekuensi

3. Menurut hasil penelitian kementrian negara kependudukan dan

lingkungan hidup, dimensi-dimensi tersebut juga sesuai dengan;

a. Aspek iman (religious belief) yang terkait keyakinan kepada Allah,

malaikat Nabi dan sebagainya:

Page 17: 9 Juli KTI Religiusitas Etos kerja Islami Bab I - III.doc

17

b. Aspek Islam (religious practice), terkait dengan frekuensi atau in-

tensitas pelaksanaan ajaran agama seperti shalat, puasa dan lain-

lain.

c. Aspek ihsan (religious feeling), berhubungan dengan perasaan dan

pengalaman seseorang tentang keberadaan Tuhan, takut melanggar

laranganya dan sebagainya

d. Aspek ilmu (religious knowledge) yaitu pengetahuan seseorang

tentang ajaran agamanya.

e. Aspek amal (religious effect) terkait tentang bagaimana perilaku

seseorang dalam kehidupan bermasyarakat dan sebagainya

(Ghufron & Risnawita, 2010).

5. Etos kerja dalam Islam dapat diuraikan secara ringkasnya sebagai

berikut : Dalam bekerja, seorang individu akan dihadapkan pada tiga

tanggung jawab, yaitu, tanggung jawab terhadap Tuhannya (Allah

SWT), tanggung jawab terhadap diri sendiri, dan tanggung jawab ter-

hadap orang lain. Dalam kaitannya dengan tanggung jawab terhadap

Allah, dapat diperincikan sebagai berikut: 1. Iman sebagai landasan

bekerja; 2. Senantiasa Bersyukur

2.4. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah bagian dari kerangka teori yang

menyebutkan variabel yang akan diteliti dan interaksinya. Variabel bebas

merupakan variabel yang bila ia berubah akan mengakibatkan perubahan variabel

lain. Sedangkan variable yang berubah akibat perubahan variabel bebas ini

disebut sebagai variable terikat (Sostroasmoro & Ismael, 2002).

Dalam penelitian ini tingkat religiusitas merupakan variabel bebas,

sedangkan etos kerja islami merupakan variabel terikat.

Berdasarkan landasan teori yang mendukung penelitian ini, maka dapat

digambarkan secara sistematis kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Page 18: 9 Juli KTI Religiusitas Etos kerja Islami Bab I - III.doc

18

Gambar 3: Kerangka konsep

2.3. Hipotesis

Menurut Dahlan (2009), hipotesis penelitian adalah jawaban sementara

terhadap pertanyaan penelitian. Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Terdapat

hubungan antara religiusitas dengan etos kerja islami dosen FK UII Yogyakarta.

Variabel bebas

Religiusitas

Variabel terikat

Etos Kerja Islami

Page 19: 9 Juli KTI Religiusitas Etos kerja Islami Bab I - III.doc

19

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei

deskriptif analitik dengan pendekatan cross-sectional. Survei cross-sectional ialah

suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko

dengan efek, dengan cara pendekatan observasional atau pengumpulan data

sekaligus pada suatu saat. Artinya tiap subyek penelitian hanya diobservasi sekali

saja dan pengukuran terhadap status karakter atau variabel subyek dilakukan pada

saat pemeriksaan. Hal ini berarti bahwa semua subyek penelitian diamati pada

waktu yang sama (Notoatmodjo, 2002).

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi pada metode kuantitatif penelitian ini adalah dosen FK UII

Yogyakarta. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 100 dosen dan tutor.

Sampel penelitian ini adalah dosen FK UII Yogyakarta tahun 2012. Kriteria

inklusi dalam penelitian ini adalah :

1. Dosen yang sadar dan bersedia menjadi responden.

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang

memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2003)

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :

1. Data kuisoner yang tidak lengkap

Untuk menentukan jumlah sampel jika populasi kecil atau kurang dari

10.000, dengan tingkat kesalahan (d) 5% dan tingkat kepercayaan 95%

menggunakan rumus slovin sebagai berikut (Umar, 2004):

Keterangan:

n = jumlah sampel

Page 20: 9 Juli KTI Religiusitas Etos kerja Islami Bab I - III.doc

20

N = jumlah populasi

d = derajat kemaknaan (0,1)

Dari rumus diatas maka dapat dihitung besarnya sampel adalah sebagai

berikut:

n = 100 .1 + 100 (0,12)

n = 50 sampel

Dari rumus dan perhitungan diatas didapat jumlah sampel sebanyak 50,

jadi responden yang dijadikan sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 50

dosen. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel random sampling.

3.3. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di FK UII tahun 2012 pada bulan Juli - September

2012.

3.4. Definisi Operasional

No. Variabel Bebas Definisi Data Kategori

1. Religiusitas Suatu keadaan dalam diri seseorang

dalam merasakan dan mengakui adanya

kekuatan tertinggi yang menaungi ke-

hidupan manusia dengan cara melak-

sanakan semua perintah Tuhan sesuai

dengan kemampuan dan meninggalkan

seluruh larangannya sehingga hal ini

akan membawa ketentraman dan kete-

nangan dalam diri seseorang. Hal ini

diukur dengan kuesioner

Kategorik

(Nominal)

- Ya

-Tidak

No. Variabel Terikat Definisi Data Kategori

1. Etos Kerja Islami Dalam bekerja, seorang individu akan di- Kategorik -Ya

Page 21: 9 Juli KTI Religiusitas Etos kerja Islami Bab I - III.doc

21

hadapkan pada tiga tanggung jawab,

yaitu, tanggung jawab terhadap Tuhan-

nya (Allah SWT), tanggung jawab ter-

hadap diri sendiri, dan tanggung jawab

terhadap orang lain. Hal ini di ukur

dengan kuesioner yang telah divalidasi

(Nominal) -Tidak

3.5. Rencana Cara Pengumpulan Data

Data dikumpulkan melalui survei dengan menggunakan kuisoner yang

diadaptasi dari penelitian Syafiq. Skala ini sudah divaliditas dan direabilitas. Hasil

uji validitas pada penelitian sebelumnya adalah Koefisien korelasi aitem bergerak

antara 0,266-0,616. Pengujian reliabilitas skala konformitas dengan menggunakan

teknik korelasi Alpha cronbach dan koefisien reliabilitasnya adalah sebesar 0,886.

3.6. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan kuisioner hasil adaptasi dan modifikas skala

Islamic Work Ethics yang dikembangkan oleh Abbas Ali (1987) dan skala

religiusitas. Skala religiusitas ini dimaksudkan untuk mengetahui religiusitas

seseorang. Skala ini disusun oleh Octarina (2008) yang didasarkan pada aspek-

aspek yang dikemukakan oleh Glock dan Stark (Ancok & Suroso, 2004), yaitu:

1. Aspek keyakinan atau akidah Islam menunjuk pada seberapa tingkat

keyakinan Muslim terhadap kebenaran ajaran-ajaran agamanya, terutama

terhadap ajaran-ajaran yang bersifat fundamental dan dogmatik. Dalam Is-

lam, isi dimensi keimanan menyangkut keyakinan tentang Allah, para

malaikat, nabi dan rasul, kitab-kitab Allah, surga dan neraka, serta qadha

dan qadar.

2. Aspek peribadatan (praktek agama) atau syariah menunjuk pada seberapa

tingkat kepatuhann muslim dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual

sebagaimana disuruh dan dianjurkan oleh agamanya. Dalam Islam, di-

Page 22: 9 Juli KTI Religiusitas Etos kerja Islami Bab I - III.doc

22

mensi ini menyangkut pelaksaan shalat, puasa, zakat, haji, membaca al-

quran, doa, zikir, ibadah kurban, i’tikaf di masjid pada saat bulan puasa

dan sebagainya.

3. Aspek pengalaman atau penghayatan (ihsan) adalah dimensi yang menyer-

tai keyakinan, pengalaman, dan peribadatan.

4. Aspek pengetahuan atau ilmu menunjuk pada seberapa tingkat penge-

tahuan dan pemahaman Muslim terhadapp ajaran-ajaran agamanya

terutama mengenai pokok dari agamanya.

5. Aspek pengamalan atau akhlak menunjuk pada seberapa tingkatan muslim

berperilaku dimotivasi oleh ajaran agamanya.

Skala religiusitas ini disusun dengan menggunakan skala sikap model

Likert yaitu model skala yang disusun untuk mengungkap sikap pro dan kontra,

positif dan nengatif, setuju dan tidak setuju terhadap suatu objek sosial. Skala

religiusitas ini terdiri dari 28 item yang terbagi pertanyaan favourable 16 item dan

unfavourable 12 item. Nilai diberikan untuk pernyataan favourable bergerak dari

4 untuk jawaban sangan setuju (SS) hingga 1 untuk jawaban sangat tidak setuju,

sebaliknya untuk unfavourable.

Aspek skala konformitas Favourable Unfavorable

Keyakinan 16, 20 5, 10, 14, 28

Peribadatan 3, 7, 11, 19, 23,25, 27 18, 22, 24

Pengalaman 4, 17, 26, 8, 21

Pengamalan 1, 6, 9, 13 2, 12, 15

Skor yang diberikan bergerak dari 1-4. Untuk pemberian skor pada aitem

favourable, jawaban sangat Sesuai (SS) diberi skor 4, jawaban Sesuai (S) diberi

Page 23: 9 Juli KTI Religiusitas Etos kerja Islami Bab I - III.doc

23

skor 3, jawaban Tidak Sesuai (TD) diberi skor 2, dan Sangat Tidak Sesuai (STS)

diberi skor 1.

3.7. Tahap Penelitian

1. Pengurusan ijin dan pendekatan terhadap dosen FK UII tahun 2012.

2. Penentuan subjek penelitian, yaitu dosen FK UII tahun 2012.

3. Pelaksanaan penelitian.

4. Analisis data.

3.8. Rencana Analisis Data

Pengolahan dan analisis data dengan menggunakan program komputer

Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi 17. Langkah-langkah

analisisnya sebagai berikut (Dahlan, 2009):

1. Analisis univariat atau analisis persentase dilakukan untuk menggam-

barkan distribusi frekuensi masing-masing, baik variabel time/waktu, vari-

abel place/tempat dan variabel person/orang.. Hasilnya akan disajikan

dalam tabel berikut :

No. Variabel N (Jumlah) % (Presentase)

2. Analisis bivariat adalah analisis untuk menguji hipotesis dengan menggu-

nakan rumus chi square:

X2 = ∑

Keterangan :

X2 = Chi Square

0 = frekuensi observasi

E = frekuensi harapan

Page 24: 9 Juli KTI Religiusitas Etos kerja Islami Bab I - III.doc

24

3.9. Etika Penelitian

Peneliti dalam merekrut data partisipan terlebih dahulu memberikan

informed consent. Selama dan sesudah penelitian privacy tetap dijaga, semua

partisipan diperlakukan sama, nama partisipan diganti dengan nomor (anonimity),

peneliti menjaga kerahasiaan informasi yang diberikan dan hanya digunakan

untuk kegiatan penelitian serta tidak akan dipublikasikan tanpa izin partisipan.

3.10. Tahap dan Jadwal Penelitian

a) Pengajuan judul penelitian : Desember 2011

b) Pembuatan proposal penelitian : Januari – April 2012

c) Penyempurnaan proposal penelitian : Mei 2012

d) Seminar proposal penelitian : Juni 2012

e) Pengambilan data penelitian : Juli - September 2012

f) Pengolahan dan penyusunan laporan : September 2012

g) Konsultasi laporan : Oktober 2012

h) Seminar Hasil Karya Tulis Ilmiah : November 2012

i) Penyempurnaan Laporan KTI : November - Desember 2012