93606755-MAKALAH-OLI

33
1 |Pelumas Bekas BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan limbah B3 dalam konteks lingkungan hidup di Indonesia menjadi fokus Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Berbagai aktivitas industri telah menimbulkan lahan terkontaminasi oleh limbah B3. Berdasarkan Mediadatariset, pada tahun 2009, sektor Pertambangan, Energi, dan Migas, menghasilkan limbah B3 sekitar 15.506.387,47 juta ton dan sektor Manufaktur dan Agroindustri sekitar 8.124.360,91 juta ton. Terjadinya peningkatan jumlah bengkel atau usaha perbengkelan terutama yang menyediakan jasa ganti oli semakin bertebaran di berbagai tempat. Yang berarti bahwa terjadi peningkatan pada limbah pelumas bekas. Ditambah lagi pada tempat penampungan sementara limbah pelumas bekas yang hanya ditampung dalam drum atau sejenisnya. Padahal menurut aturan tempat penampungan sementara harus mendapat rekomendasi dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Berdasarkan PP No. 85 Tahun 1999, pelumas bekas masuk ke dalam limbah B3 dari sumber yang tidak spesifik dengan kode D1005d. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, sebagian tugas Pemerintah Pusat didelegasikan ke pemerintah daerah. Pendelegasian itu merupakan amanat Undang- Undang No 32 tahun 2004. Kewenangan pemerintah daerah dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No 38 tahun 2007. Berbagai aspek pemerintahan dan pembangunan dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah tersebut termasuk kewenangan dalam pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup. Akan tetapi ada hal yang agak kurang rasional dalam PP 38/2007 khususnya dalam hal pengelolaan limbah B3, terutama untuk pelumas bekas. Sebelum PP 38/2007 terbit, praktis segala sesuatu tentang kewenangan pengaturan, pengendalian limbah B3 berada pada Pemerintah Pusat yaitu pada Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH). Kewenangan itu termasuk pemberian perijinan untuk pengumpulan, penyimpanan sementara, pengangkutan dan pengolahan limbah B3. Sesuai PP 38/2007, kewenangan untuk pengaturan dan pengendalian kegiatan pengumpulan limbah B3 diberikan kepada Pemerintah Daerah (Kabupaten dan Kota). Artinya pemerintah Kota atau Kabupaten diberi kewenangan untuk mengatur dan

Transcript of 93606755-MAKALAH-OLI

  • 1 |Pelumas Bekas

    BAB I

    PENDAHULUAN

    I.1. Latar Belakang

    Permasalahan limbah B3 dalam konteks lingkungan hidup di Indonesia

    menjadi fokus Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Berbagai aktivitas industri telah

    menimbulkan lahan terkontaminasi oleh limbah B3. Berdasarkan Mediadatariset, pada

    tahun 2009, sektor Pertambangan, Energi, dan Migas, menghasilkan limbah B3 sekitar

    15.506.387,47 juta ton dan sektor Manufaktur dan Agroindustri sekitar 8.124.360,91 juta

    ton. Terjadinya peningkatan jumlah bengkel atau usaha perbengkelan terutama yang

    menyediakan jasa ganti oli semakin bertebaran di berbagai tempat. Yang berarti bahwa

    terjadi peningkatan pada limbah pelumas bekas.

    Ditambah lagi pada tempat penampungan sementara limbah pelumas bekas

    yang hanya ditampung dalam drum atau sejenisnya. Padahal menurut aturan tempat

    penampungan sementara harus mendapat rekomendasi dari Kementerian Negara

    Lingkungan Hidup. Berdasarkan PP No. 85 Tahun 1999, pelumas bekas masuk ke dalam

    limbah B3 dari sumber yang tidak spesifik dengan kode D1005d.

    Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, sebagian tugas Pemerintah Pusat

    didelegasikan ke pemerintah daerah. Pendelegasian itu merupakan amanat Undang-

    Undang No 32 tahun 2004. Kewenangan pemerintah daerah dijabarkan dalam Peraturan

    Pemerintah No 38 tahun 2007. Berbagai aspek pemerintahan dan pembangunan

    dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah tersebut termasuk kewenangan dalam

    pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup. Akan tetapi ada hal yang agak kurang

    rasional dalam PP 38/2007 khususnya dalam hal pengelolaan limbah B3, terutama untuk

    pelumas bekas.

    Sebelum PP 38/2007 terbit, praktis segala sesuatu tentang kewenangan

    pengaturan, pengendalian limbah B3 berada pada Pemerintah Pusat yaitu pada

    Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH). Kewenangan itu termasuk pemberian

    perijinan untuk pengumpulan, penyimpanan sementara, pengangkutan dan pengolahan

    limbah B3. Sesuai PP 38/2007, kewenangan untuk pengaturan dan pengendalian

    kegiatan pengumpulan limbah B3 diberikan kepada Pemerintah Daerah (Kabupaten dan

    Kota). Artinya pemerintah Kota atau Kabupaten diberi kewenangan untuk mengatur dan

  • 2 |Pelumas Bekas

    memberikan ijin bagi kegiatan pengumpulan sementara limbah B3. Anehnya

    kewenangan pengumpulan itu mempunyai pengecualian, yaitu untuk pengumpulan

    limbah B3 pelumas bekas.

    Berdasarkan PP 38/2007, kewenangan untuk perijinan dan pengendalian

    pelumas bekas mulai dari pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan dan pengolahan

    sepenuhnya berada pada Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Ini artinya bila ada

    bengkel sepeda motor di kota-kota besar, maka si pengusaha bengkel harus mengajukan

    permohonan ijin penyimpanan pelumas bekas ke KNLH di Jakarta. Pengusaha kecil

    seperti bengkel sepeda motor, kalau diminta mengurus ijin ke jakarta, maka ia akan

    memilih tidak mempunyai ijin. Ketentuan ini jelas tidak rasional, kegiatan yang justru

    sudah sangat banyak di daerah, tetapi kewenangan pengaturannya di Pemerintah Pusat.

    Dalam Permen LH No. 30 Tahun 2009, pemerintah daerah hanya diberikan

    kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap perizinan pengelolaan limbah B3

    serta pengawasan pemulihan akibat pencemaran limbah B3. Sementara pemberian izin

    tetap dilakukan oleh KMLH berdasarkan Permen LH No. 18 Tahun 2009. Penjelasan

    mengenai pengelolaan limbah pelumas bekas diatur dalam Kepdal

    255/BAPEDAL/08/1996. Perlunya pelibatan langsung masyarakat khususnya pekerja

    dalam pengawasan pengelolaan limbah B3 dan keterbukaan pemerintah mengenai

    bahaya limbah B3 kepada masyarakat berdasarkan PP No. 18 Tahun 1999 dan PP No. 74

    Tahun 2001.

    I.2. Rumusan masalah

    1. Bagaimana dampak kesehatan dan lingkungan yang ditimbulkan oleh pelumas

    bekas

    2. Bagaimana sanksi peraturan yang ada mengenai pengelolaan limbah B3 pelumas

    bekas terhadap pelanggaran yang terjadi

    3. Bagaimana pengetahuan dan keterlibatan masyarakat khususnya pekerja terhadap

    bahaya pelumas bekas

    4. Bagaimana tindakan pencegahan dan penanganan keracunan pelumas bekas

    5. Bagaimana pengelolaan limbah B3 jenis pelumas bekas yang baik

  • 3 |Pelumas Bekas

    I.3. Tujuan

    1. Mengetahui dampak kesehatan dan lingkungan yang ditimbulkan oleh pelumas

    bekas

    2. Mengetahui sanksi peraturan yang ada mengenai pengelolaan limbah B3 pelumas

    bekas terhadap pelanggaran yang terjadi

    3. Meningkatkan pengetahuan dan keterlibatan masyarakat khususnya pekerja

    terhadap bahaya pelumas bekas

    4. Mengetahui tindakan pencegahan dan penanganan keracunan pelumas bekas

    5. Mengetahui pengelolaan limbah B3 jenis pelumas bekas yang baik

  • 4 |Pelumas Bekas

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    II.1. Limbah B3

    Menurut PP No.18 Tahun 1999, limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau

    kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat

    dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak

    langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, dan/atau dapat

    membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta

    makhluk hidup lain. sedangkan menurut PP No. 74 Tahun 2001, limbah B3 adalah bahan

    yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung

    maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan

    atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia

    serta makhluk hidup lainnya. Baik Permen NLH No. 18 Tahun 2009 dan Permen NLH

    No. 30 Tahun 2009 menyebutkan pengertian limbah B3 yang sama dengan PP No. 18

    Tahun 1999.

    Sehingga dapat disimpulkan bahwa limbah B3 adalah sisa suatu usaha

    dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena

    sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak

    langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, dan/atau dapat

    membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta

    makhluk hidup lain

    II.2. Pelumas Bekas

    Pelumas adalah zat yang dipakai dalam pemeliharaan mesin untuk melumasi

    mesin kendaraan bermotor (mobil dan motor), kendaraan diesel, mesin industri, engine

    kapal, dll. Fungsi utamanya adalah untuk melumasi dan mengurangi gesekan,

    meningkatkan efisiensi dan mengurangi keausan mesin, sebagai pendingin mesin dari

    panas yang timbul akibat gesekan dan pada mesin otomotif juga berfungsi sebagai

    detergen untuk melarutkan kotoran hasil pembakaran sehingga turut membantu

    perawatan mesin. Berdasarkan Kepres RI No. 21 Tahun 2001, pelumas adalah minyak

    lumas dan gemuk lumas yang berasal dari minyak bumi, bahan sintetik, pelumas bekas

    dan bahan lainnya yang tujuan utamanya untuk pelumasan mesin dan peralatan lainnya.

  • 5 |Pelumas Bekas

    Sedangkan menurut Kepdal BAPEDAL No. 255 Tahun 1996, oli bekas atau minyak

    pelumas bekas selanjutnya disebut minyak pelumas bekas adalah sisa pada suatu

    kegiatan dan/atau proses produksi.

    Kode pengenal Pelumas adalah berupa huruf SAE yang merupakan singkatan

    dari Society of Automotive Engineers. Selanjutnya angka yang mengikuti dibelakangnya,

    menunjukkan tingkat kekentalan oli tersebut. SAE 40 atau SAE 15W-50, semakin besar

    angka yang mengikuti Kode pelumas menandakan semakin kentalnya pelumas tersebut.

    Sedangkan huruf W yang terdapat dibelakang angka awal, merupakan singkatan dari

    Winter. SAE 15W-50, berarti pelumas tersebut memiliki tingkat kekentalan SAE 15

    untuk kondisi suhu dingin dan SAE 50 pada kondisi suhu panas. Dengan kondisi seperti

    ini, pelumas akan memberikan perlindungan optimal saat mesin start pada kondisi

    ekstrim sekalipun. Sementara itu dalam kondisi panas normal, idealnya pelumas akan

    bekerja pada kisaran angka kekentalan 40-50 menurut standar SAE.

    Sifat-sifat pelumas:

    a. Lubricant pelumas mesin bertugas melumasi permukaan logam yang saling

    bergesekan satu sama lain dalam blok silinder. Caranya dengan membentuk

    semacam lapisan film yang mencegah permukaan logam saling bergesekan atau

    kontak secara langsung.

    b. Coolant pembakaran pada bagian kepala silinder dan blok mesin menimbulkan

    suhu tinggi dan menyebabkan komponen menjadi sangat panas. Jika dibiarkan

    terus maka komponen mesin akan lebih cepat mengalami keausan. Pelumas mesin

    yang bersirkulasi di sekitar komponen mesin akan menurunkan suhu logam dan

    menyerap panas serta memindahkannya ke tempat lain.

    c. Sealant pelumas mesin akan membentuk sejenis lapisan film di antara piston dan

    dinding silinder. Karena itu pelumas mesin berfungsi sebagai perapat untuk

    mencegah kemungkinan kehilangan tenaga. Sebab jika celah antara piston dan

    dinding silinder semakin membesar maka akan terjadi kebocoran kompresi.

    d. Detergent kotoran atau lumpur hasil pembakaran akan tertinggal dalam komponen

    mesin. Dampak buruk peninggalan ini adalah menambah hambatan gesekan pada

    logam sekaligus menyumbat saluran pelumas. Tugas pelumas mesin adalah

    melakukan pencucian terhadap kotoran yang masih menginap.

    e. Pressure absorbtion pelumas mesin meredam dan menahan tekanan mekanikal

    setempat yang terjadi dan bereaksi pada komponen mesin yang dilumasi.

  • 6 |Pelumas Bekas

    Jenis Pelumas, antara lain:

    a. Pelumas Mineral

    Pelumas mineral berbahan bakar pelumas dasar (base oil) yang diambil dari

    minyak bumi yang telah diolah dan disempurnakan. Beberapa pakar mesin

    memberikan saran agar jika telah biasa menggunakan pelumas mineral selama

    bertahun-tahun maka jangan langsung menggantinya dengan pelumas sintetis

    dikarenakan pelumas sintetis umumnya mengikis deposit (sisa) yang ditinggalkan

    pelumas mineral sehingga deposit tadi terangkat dari tempatnya dan mengalir ke

    celah-celah mesin sehingga mengganggu pemakaian mesin.

    b. Pelumas Sintetis

    Pelumas sintetis biasanya terdiri atas Polyalphaolifins yang datang dari bagian

    terbersih dari pemilahan dari pelumas mineral, yakni gas. Senyawa ini kemudian

    dicampur dengan pelumas mineral. Inilah mengapa pelumas sintetis bisa dicampur

    dengan pelumas mineral dan sebaliknya. Basis yang paling stabil adalah polyol-

    ester (bukan bahan baju polyester), yang paling sedikit bereaksi bila dicampur

    dengan bahan lain. Pelumas sintetis cenderung tidak mengandung bahan karbon

    reaktif, senyawa yang sangat tidak bagus untuk pelumas karena cenderung

    bergabung dengan oksigen sehingga menghasilkan acid (asam). Pada dasarnya,

    pelumas sintetis didesain untuk menghasilkan kinerja yang lebih efektif

    dibandingkan dengan pelumas mineral.

    Karakteristik pelumas bekas bila ditinjau dari komposisi kimianya sendiri,

    pelumas adalah campuran dari hidrokarbon kental ditambah berbagai bahan kimia aditif.

    Pelumas bekas lebih dari itu, dalam pelumas bekas terkandung sejumlah sisa hasil

    pembakaran yang bersifat asam dan korosif, deposit, dan logam berat yang bersifat

    karsinogenik.

    II.3. Dampak Kesehatan pada Pekerja

    Karena kandungan dari pelumas bekas dapat menyebabkan iritasi bahkan

    keracunan. Gejala-gejala yang terlihat bila terjadi keracunan pelumas bekas, antara lain:

    1. Bila terhirup:

  • 7 |Pelumas Bekas

    Paparan akut: semprotan/kabut dari minyak pelumas biasanya tidak berbahaya

    pada saluran pernapasan meskipun semprotan dengan konsentrasi 5 mg/m3 tidak

    nyaman bagi pekerja.

    Paparan kronik: paparan yang berulang atau kontak dalam jangka waktu yang

    lama dengan minyak pelumas, dapat menyebabkan gangguan paru-paru seperti

    peradangan paru-paru dan pembentukan massa menyerupai tumor yang berisi sel

    lemak.

    2. Bila terkena kulit:

    Paparan akut: biasanya respon mukosa terhadap pelumas menyebabkan

    kerusakan kulit iritasi, dan rambut kulit mudah rontok karena kerusakan akar.

    Ditandai dengan mulainya reaksi akut pada permukaan punggung tangan, jari,

    dan kaki, dapat berkembang kemudian menjadi gangguan kulit, yang disebut

    dengan perifoliculate papules. Pada beberapa individu dapat menyebabkan

    sensitivitasi kulit.

    Paparan kronik: paparan yang berulang atau dalam jangka waktu yang lama

    dapat menyebabkan kerusakan pada kulit, misalnya menyebabkan dermatitis,

    dan efek seperti pada paparan akut.

    3. Bila terkena mata:

    Paparan akut: iritasi ringan

    4. Bila tertelan:

    Paparan akut: dapat menyebabkan gangguan pencernaan seperti diare. Bila

    respirasi ke paru-paru, dapat menyebabkan gangguan paru-paru seperti

    peradangan paru-paru dan pembentukan massa menyerupai tumor yang berisi sel

    lemak.

    II.4. Pencegahan dan Penanganan Keracunan

    Jika terjadi kontak dalam jangka pendek, pelumas dan produk-produk lainnya

    adalah produk-produk yang relatif tidak beresiko terhadap kesehatan. Mereka relatif

    aman jika terjadi kontak kulit yang normal saja namun dalam beberapa hal dapat juga

    menimbulkan iritasi kulit yang sedang-sedang saja. Tidak ada kesulitan yang luar biasa

    seharusnya terjadi di dalam pemakaiannya sepanjang standar yang baik dan persyaratan

    kesehatan industri diperhatikan.

  • 8 |Pelumas Bekas

    Kontak yang sering dan berlangsung lama dengan pelumas mineral dalam

    beberapa hal dapat menimbulkan beragam bentuk iritasi kulit dan dalam hal sangat

    khusus, kondisi demikian dapat menyebabkan kanker kulit. Jenis-jenis pelumas yang

    berkaitan dengan kondisi kulit yang amat serius muncul bagi jenis pelumas yang sudah

    diproses dan yang mengandung lebih banyak aromatics yang lebih polycylic.

    Menghirup kabut pelumas, asap dan kabut dalam waktu yang lama harus

    dihindarkan dan agar diambil langkah-langkah khusus untuk memastikan bahwa

    kandungan kabut pelumas bebas tidak melebihi nilai batas sebesar 5mg/m3. Pelumas

    yang mengandung senyawa timah merupakan suatu bahaya sejak dalam pembuatannya,

    karena timah tersebut dapat diserap melalui kulit meski dewasa ini ada walaupun belum

    ada kasus racun timah yang diketahui muncul dari sebab ini.

    Pelumas yang bertimbal harus tidak dipakai dalam sistem kabut pelumas

    karena menghirup pelumas dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Karena pelumas

    dan produk-produk yang berkaitan dapat terkontaminasi selama beroperasi, maka

    perhatian khusus harus diambil untuk memperkecil kontak dengan pelumas bekas. Untuk

    meyakinkan pemakaian pelumas dan produk-produk yang terkait dengan aman adalah

    penting agar di lingkungan tempat kerja, ketentuan kerja dibuat, serta mempraktekkan

    standar yang baik mengenai kesehatan perusahaan dan pribadi dengan mempersiapkan

    hal-hal sbb:

    a. Alat-alat pelindung pada mesin seperti pakaian kerja dan sarung tangan yang

    kedap (tak tembus) guna memperkecil kontak dengan pelumas yang tidak perlu.

    b. Pengaturan ruangan untuk mengusir kabut pelumas

    c. Fasilitas cuci yang pas, tempat cuci yang mudah diakses dan suplai sabun yang

    cukup, handuk yang kering dan pembersih yang cocok. Sabun alkalin yang keras

    sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan iritasi kulit. Jika memungkinkan,

    sarung tangan yang tidak tembus harus disediakan tapi jika pemanfaatannya

    kurang praktis, maka pemakaian dengan cream lebih disarankan. Namun

    demikian, cream (barrier cream) tidak mampu mencegah penyerapan senyawa

    timah dalam pelumas ke dalam kulit. Conditioning cream yang digunakan sesudah

    cuci tangan dapat menolong mencegah kulit yang terkena iritiasi.

    d. Pertolongan pertama harus didukung dengan fasilitas medis yang memadai

    e. Pengawasan untuk meyakinkan ketentuan-ketentuan ini harus dipatuhi.

  • 9 |Pelumas Bekas

    Untuk meyakinkan bahwa pekerja tidak dalam bahaya (resiko) adalah perlu

    bagi mereka untuk mengikuti standar kesehatan pribadi dan perusahaan dengan baik,

    yaitu:

    a. Mempergunakan sarung tangan yang kedap atau jika sarung tangan ini tidak dapat

    dipakai, pakailah cream barrier tipe penolak minyak yang cocok.

    b. Hindarkan kontak yang tidak perlu dengan pelumas dengan mempergunakan kain

    pelindung dan pastikan agar pelindung mesin dari cipratan pelumas dipasang

    dengan benar.

    c. Tidak menaruh kain kotor atau alat-alat kerja ke dalam kantong, khususnya

    kantong celana.

    d. Tidak mempergunakan kain kotor untuk mengelap pelumas dari kulit bisa

    menyebabkan abrasi yang disebabkan oleh partikel metal yang mungkin terdapat

    dalam kain yang dapat menyebabkan infeksi dikemudian hari.

    e. Singkirkan partikel metal dan swarf dari mesin dengan alat yang disediakan.

    f. Dapatkan pertolongan pertama segera untuk setiap luka, betapapun kecilnya.

    g. Cucilah secara teratur khususnya sebelum makan, sebelum pergi ke toilet dan

    sesudah kerja untuk menyingkirkan pelumas dari kulit, dengan mempergunakan

    sabun atau pembersih khusus yang disediakan. Solvent seperti minyak tanah

    (parafin) dan bensin dll seharusnya tidak dipergunakan untuk membersihkan

    pelumas dari kulit. Gunakan cream conditioner sesudah mencuci bilamana

    disediakan

    h. Jangan gunakan kain basah yang berminyak. Pakaian kerja seharusnya diganti dan

    dibersihkan secara teratur. Sifat kehati-hatian harus diperhatikan guna mencegah

    pakaian khususnya pakaian dalam terkena minyak.

    i. Laporkan setiap gejala pada kulit yang abnormal dan cari saran medis segera

    j. Perlu perhatian besar terhadap bahaya kecelakaan akibat penggunaan grease gun

    bertekanan tinggi yang mampu menginjeksikan gemuk masuk ke dalam kulit.

    Kecelakaan ini dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang serius dan

    membutuhkan perhatian medis segera.

    Medical First Aid Advice/pertolongan pertama, terdiri atas 4 tindakan, antara lain:

    a. Pertolongan Pertama Bila Tertelan: Beri korban 250 ml susu, atau bila tidak

    tersedia, beri air, lebih baik disertai "Norit" atau karbon aktif bersama air atau

  • 10 |Pelumas Bekas

    susu. Jangan memberikan apapun melalui mulut bila korban tidak sadar. Cari

    segera pertolongan dokter atau kirim ke rumah sakit.

    b. Bila Terhisap uap atau kabutnya: Pindahkan korban untuk menghirup udara segar.

    Bila napas terhenti, beri bantuan dengan alat bantu pernapasan dan segera cari

    pertolongan dokter.

    c. Bila kena mata: Cuci dengan air selama (minimal) 10 menit. Bila terjadi iritasi,

    pertolongan dokter harus diprioritaskan..

    d. Bila terkena Kulit: Cuci dengan sabun dan air. Segera cari pertolongan dokter bila

    terjadi iritasi pada kulit. Bila terdapat keraguan atas gejalagejala yang terjadsegera

    cari pertolongan dokter.

    Penanganan bila terjadi keracunan pelumas pada pekerja di tempat kerja, yaiu:

    1. Dekontaminasi mata:

    Dilakukan sebelum anda membersihkan kulit.

    a. Posisi pasien duduk atau berbaring dengan kepala tengadah dan miring ke

    sisi mata yang terkena atau terburuk kondisinya.

    b. Secara perlahan bukalah kelopak mata yang terkena dan lakukan irigasi

    dengan air suam-suam kuku yang banyak atau larutan NaCl 0,9% perlahan

    selama 15-20 menit.

    c. Hindari bekas air cucian mengenai wajah atau mata lainnya.

    d. Jika masih belum yakin bersih, cuci kembali selama 10 menit.

    e. Jangan biarkan pasien menggosok matanya.

    f. Tutuplah mata dengan kain kassa steril dan segera kirim/konsul ke dokter

    mata.

    g. Dan lakukan pemeriksaan fluorescein terhadap kerusakan kornea.

    2. Dekontaminasi kulit: (termasuk rambut dan kuku)

    a. Bawa segera pasien ke air pancuran terdekat.

    b. Cuci segera bagian kulit yang terkena dengan air mengalir dingin atau

    hangat dengan sabun minimal 10 menit. Jika tidak ada air, sekalah bagian

    kulit dan rambut pasien dengan kain atau kertas secara lembut. Jangan

    digosok.

    c. Lepaskan pakaian, arloji dan sepatu yang terkontaminasi atau

    muntahannya dan buanglah dalam wadah/plastik tertutup.

  • 11 |Pelumas Bekas

    d. Penolong perlu dilindungi dari percikan, misalnya dengan menggunakan

    sarung tangan, masker hidung dan apron. Hati-hati untuk tidak

    menghirupnya.

    e. Keringkan dengan handuk yang kering dan lembut.

    3. Dekontaminasi pulmonal:

    a. Pindahkan/jauhkan korban dari tempat kejadian ke tempat dengan udara

    yang lebih segar.

    b. Monitor adanya kemungkinan gawat nafas.

    c. Jika diperlukan berikan bantuan nafas dan oksigen.

    4. Dekontaminasi gastrointestinal:

    a. Jangan rangsang muntah karena dapat menyebabkan bahaya aspirasi (masuk

    ke paru-paru) sehingga dapat menyebabkan terjadinya kejang dan koma

    yang terjadi secara cepat dan tiba tiba.

    b. Aspirasi dan kumbah lambung hanya dapat dilakukan di sarana kesehatan

    c. Efektif bila dilakukan 2-4 jam pertama dan dengan teknik yang baik. Hanya

    dikerjakan setelah pemasangan pipa endotrakheal.

    d. Arang aktif

    e. Berikan arang aktif jika tersedia dengan dosis dewasa 30 100 gram dan

    dosis anak-anak 15-30 gram. Cara pemberian dicampur rata dengan

    perbandingan 5-10 gram arang aktif dengan 100-200 ml air sehingga seperti

    sup kental.

    f. Pencahar

    II.5. Pengelolaan Limbah Pelumas Bekas

    Dalam Kepdal BAPEDAL No. 255 Tahun 1996 diatur mengenai tata cara dan

    persyaratan penyimpanan dan pengumpulan minyak pelumas bekas yang umumnya

    dilakukan oleh badan usaha skala kecil. Namun perizinan pengelolaan limbah pelumas

    bekas harus mendapat izin dari Menteri Lingkungan Hidup berdasarkan Permen NLH

    No. 18 Tahun 2009. Sedangkan pelaksanaan dan pengawasan terhadap izin pengelolaan

    ditangani langsung oleh pemerintah daerah berdasarkan Permen NLH No. 30 Tahun

    2009. Berdasarkan Kepdal BAPEDAL No. 255 Tahun 1996, dijelaskan dalam Pasal 1

    ayat 3 menyebutkan bahwa Pengumpul adalah badan usaha yang melakukan kegiatan

    pengumpulan dari penghasil minyak pelumas bekas dengan maksud untuk

  • 12 |Pelumas Bekas

    diolah/dimanfaatkan dan ayat 4 yaitu Pengumpulan dan Penyimpanan adalah rangkaian

    proses kegiatan pengumpulan minyak pelumas bekas sebelum diserahkan ke pengolah

    atau pemanfaat minyak pelumas bekas.

    Secara umum dalam Kepdal No. 1 Tahun 1995 mengatur mengenai ketentuan

    bagi kegiatan pengemasan atau pewadahan pelumas bekas di fasilitas:

    1. Penghasil, untuk disimpan sementara di dalam lokasi penghasil

    2. Penghasil, untuk disimpan sementara di luar lokasi penghasil tetapi tidak sebagai

    pengumpul

    3. Pengumpul, untuk disimpan sebelum dikirim ke pengolah

    4. Pengolah, sebelum dilakukan pengolahan dan atau penimbunan

    Persyaratan pra pengemasan, persyaratan umum kemasan dan prinsip pengemasan

    limbah B3, yaitu:

    1. Persyaratan pra pengemasan

    a. Setiap penghasil/pengumpul limbah B3 harus dengan pasti mengetahui

    karakteristik bahaya dari setiap limbah B3 yang dihasilkan/dikumpulkannya.

    Apabila ada keragu-raguan dengan karakteristik limbah B3 yang

    dihasilkan/dikumpulkannya, maka terhadap limbah B3 tersebut harus

    dilakukan pengujian karakteristik di laboratorium yang telah mendapat

    persetujuan Bapedal dengan prosedur dan metode pengujian yang ditetapkan

    oleh Bapedal.

    b. Bagi penghasil yang menghasilkan limbah B3 yang sama secara terus

    menerus, maka pengujian karakteristik masing-masing limbah B3 dapat

    dilakukan sekurang-kurangnya satu kali. Apabila dalam perkembangannya

    terjadi perubahan kegiatan yang diperkirakan mengakibatkan berubahnya

    karakteristik limbah B3 yang dihasilkan, maka terhadap masing-masing

    limbah B3 hasil kegiatan perubahan tersebut harus dilakukan pengujian

    kembali terhadap karakteristiknya.

    c. Bentuk kemasan dan bahan kemasan dipilih berdasarkan kecocokannya

    terhadap jenis dan karakteristik limbah yang akan dikemasnya

    2. Persyaratan umum kemasan

  • 13 |Pelumas Bekas

    a. Kemasan untuk limbah B3 harus dalam kondisi baik, tidak rusak, dan bebas

    dari pengkaratan serta kebocoran.

    b. Bentuk, ukuran dan bahan kemasan limbah B3 disesuaikan dengan

    karakteristik Limbah B3 yang akan dikemasnya dengan mempertimbangkan

    segi keamanan dan kemudahan dalam penanganannya.

    c. Kemasan dapat terbuat dari bahan plastik (HDPE, PP atau PVC) atau bahan

    logam (teflon, baja karbon, SS304, SS316 atau SS440) dengan syarat bahan

    kemasan yang dipergunakan tersebut tidak bereaksi dengan limbah B3 yang

    disimpannya

    3. Prinsip pengemasan limbah B3

    a. Limbah-limbah B3 yang tidak saling cocok, atau limbah dan bahan yang

    tidak saling cocok tidak boleh disimpan secara bersama-sama dalam satu

    kemasan;

    b. Untuk mencegah resiko timbulnya bahaya selama penyimpanan, maka

    jumlah pengisian limbah dalam kemasan harus mempertimbangkan

    kemungkinan terjadinya pengembangan volume limbah, pembentukan gas

    atau terjadinya kenaikan tekanan.

    c. Jika kemasan yang berisi limbah B3 sudah dalam kondisi yang tidak layak

    (misalnya terjadi pengkaratan, atau terjadi kerusakan permanen) atau jika

    mulai bocor, maka limbah B3 tersebut harus dipindahkan ke dalam kemasan

    lain yang memenuhi syarat sebagai kemasan bagi limbah B3.

    d. Terhadap kemasan yang telah berisi limbah harus diberi penandaan sesuai

    dengan ketentuan yang berlaku dan disimpan dengan memenuhi ketentuan

    tentang tata cara dan persyaratan bagi penyimpanan limbah B3.

    e. Terhadap kemasan wajib dilakukan pemeriksaan oleh penanggung jawab

    pengelolaan limbah B3 fasilitas (penghasil, pengumpul atau pengolah) untuk

    memastikan tidak terjadinya kerusakan atau kebocoran pada kemasan akibat

    korosi atau faktor lainnya.

    f. Kegiatan pengemasan, penyimpanan dan pengumpulan harus dilaporkan

    sebagai bagian dari kegiatan pengelolaan limbah B3

    Tatacara pengemasan/pewadahan limbah pelumas bekas, yaitu:

    1. Persyaratan pengemasan limbah pelumas bekas dalam drum/tong/bak kontainer

    a. Kemasan (drum, tong atau bak kontainer)yang digunakan harus:

  • 14 |Pelumas Bekas

    (1) Dalam kondisi baik, tidak bocor, berkarat atau rusak

    (2) Terbuat dari bahan yang cocok dengan karakteristik limbah B3 yang

    akan disimpan

    (3) Mampu mengamankan limbah yang disimpan di dalamnya

    (4) Memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya tumpahan

    saat dilakukan pemindahan atau pengangkutan

    b. Kemasan yang digunakan untuk pengemasan limbah dapat berupa

    drum/tong dengan volume 50 liter, 100 liter atau 200 liter, atau dapat pula

    berupa bak kontainer berpenutup dengan kapasitas 2 m3, 4 m

    3, 8 m

    3

    c. Limbah B3 yang disimpan dalam satu kemasan adalah limbah yang sama,

    atau dapat pula disimpan bersama-sama dengan limbah lain yang memiliki

    karakteristik yang sama, atau dengan limbah lain yang karakteristiknya

    saling cocok

    d. Untuk mempermudah pengisian limbah ke dalam kemasan, serta agar lebih

    aman, limbah B3 dapat terlebih dahulu dikemas dalam kantong kemasan

    yang tahan terhadap sifat limbah sebelum kemudian dikemas dalam

    kemasan dengan memenuhi butir 2) di atas

    e. Pengisian limbah B3 dalam satu kemasan harus dengan

    mempertimbangkan karakteristik dan jenis limbah, pengaruh pemuaian

    limbah, pembentukan gas dan kenaikan tekanan selama penyimpanan

    (1) Untuk limbah B3 cair harus dipertimbangkan ruangan untuk

    pengembangan volume dan pembentukan gas

    (2) Untuk limbah B3 yang bereaksi sendiri sebaiknya tidak menyisakan

    ruang kosong dalam kemasan

    (3) Untuk limbah B3 yang mudah meledak kemasan dirancang tahan

    akan kenaikan tekanan dari dalam dan dari luar kemasan

    f. Kemasan yang telah diisi atau terisi penuh dengan limbah B3 harus:

    (1) Ditandai dengan simbol dan label yang sesuai dengan ketentuan

    mengenai penandaan pada kemasan limbah B3

    (2) Selalu dalam keadaan tertutup rapat dan hanya dapat dibuka jika

    akan dilakukan penambahan atau pengambilan limbah dari dalamnya

  • 15 |Pelumas Bekas

    (3) Disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan untuk penyimpanan

    limbah B3 serta mematuhi tata cara penyimpanannya

    g. Terhadap drum/tong atau bak kontainer yang telah berisi limbah B3 dan

    disimpan ditempat penyimpanan harus dilakukan pemeriksaan kondisi

    kemasan sekurang-kurangnya 1 (satu) minggu satu kali

    (1) Apabila diketahui ada kemasan yang mengalami kerusakan (karat

    atau bocor), maka isi limbah B3 tersebut harus segera dipindahkan ke

    dalam drum/tong yang baru, sesuai dengan ketentuan butir 1 diatas.

    (2) Apabila terdapat ceceran atau bocoran limbah, maka tumpahan

    limbah tersebut harus segera diangkat dan dibersihkan, kemudian

    disimpan dalam kemasan limbah B3 terpisah

    h. Kemasan bekas mengemas limbah B3 dapat digunakan kembali untuk

    mengemas limbah B3 dengan karakteristik:

    (1) Sama dengan limbah B3 sebelumnya, atau

    (2) Saling cocok dengan limbah B3 yang dikemas sebelumnya

    Jika akan digunakan untuk mengemas limbah B3 yang tidak saling cocok,

    maka kemasan tersebut harus dicuci bersih terlebih dahulu sebelum dapat

    digunakan sebagai kemasan limbah B3 dengan memenuhi ketentuan butir

    1) di atas.

    i. Kemasan yang telah dikosongkan apabila akan digunakan kembali untuk

    mengemas limbah B3 lain dengan karakteristik yang sama, harus disimpan

    ditempat penyimpanan limbah B3. Jika akan digunakan untuk menyimpan

    limbah B3 dengan karakteristik yang tidak saling sesuai dengan

    sebelumnya, maka kemasan tersebut harus dicuci bersih terlebih dahulu

    dan disimpan dengan memasang label KOSONG sesuai dengan

    ketentuan penandaan kemasan Limbah B3

    j. Kemasan yang telah rusak (bocor atau berkarat) dan kemasan yang tidak

    digunakan kembali sebagai kemasan limbah B3 harus diperlakukan

    sebagai limbah B3

    Secara khusus tata cara dan persyaratan penyimpanan dan pengumpulan

    minyak pelumas bekas diatur dalam Kepdal BAPEDAL No. 255 Tahun 1996, yaitu:

  • 16 |Pelumas Bekas

    Tatacara penyimpanan minyak pelumas bekas harus memperhatikan:

    a. Karakteristik pelumas bekas yang disimpan

    b. Kemasan harus sesuai dengan karakteristik pelumas bekas dapat berupa drum atau

    tangki

    Gambar II.5.1 Kemasan Penyimpanan limbah pelumas bekas

    c. Pola penyimpanan dibuat dengan sistem blok, sehingga dapat dilakukan

    pemeriksaan menyeluruh terhadap setiap kemasan jika terjadi kerusakan dan

    apabila terjadi kecelakaan dapat segera ditangani

    d. Lebar gang antar blok harus diatur sedemikian rupa, sehingga dapat digunakan

    untuk lalu lintas manusia, dan kendaraan pengangkut (forklift)

    Gambar II.5.2. Pola Penyimpanan kemasan drum di atas palet dengan jarak maksimum antar

    blok

    e. Penumpukan kemasan harus mempertimbangkan kestabilan tumpukan kemasan.

    Jika berupa drum (isi 200 liter), maka tumpukan maksimum 3 (tiga) lapis dengan

  • 17 |Pelumas Bekas

    tiap lapis dialasi dengan palet dan bila tumpukan lebih dan 3 (tiga) lapis atau

    kemasan terbuat dan plastik, maka harus dipergunakan rak

    Gambar II.5.3. Penyimpanan kemasan limbah pelumas bekas dengan menggunakan rak

    f. Lokasi peyimpanan harus dilengkapi dengan tanggul disekelilingnva dan

    dilengkapi dengan saluran pembuangan menuju bak penampungan yang kedap air.

    Bak penampungan dibuat mampu menampung 110% dari kapasitas volume drum

    atau tangki yang ada di dalam ruang penyimpanan, serta tangki harus diatur

    sedemikian sehingga bila terguling tidak akan menimpa tangki lain

    g. Mempunyai tempat bongkar muat kemasan yang memadai dengan lantai yang

    kedap air

    Persyaratan bangunan pengumpulan pelumas bekas, antara lain:

    1. Pengumpul minyak pelumas bekas wajib memenuhi persyaratan

  • 18 |Pelumas Bekas

    a. Memiliki fasilitas untuk penanggulangan terjadinya kebakaran, dan

    peralatan komunikasi

    b. Konstruksi bahan bangunan disesuaikan dengan karakteristik pelumas bekas

    c. Lokasi tempat pengumpulan bebas banjir

    2. Persyaratan bangunan pengumpulan

    a. Lantai harus dibuat kedap terhadap minyak pelumas bekas, tidak

    bergelombang, kuat dan tidak retak

    b. Konstruksi lantai dibuat melandai turun ke arah bak penampungan dengan

    kemiringan maksimum 1%

    c. Bangunan harus dibuat khusus untuk fasilitas pengumpulan minyak pelumas

    bekas

    d. Rancang bangun untuk penyimpanan/pengumpulan dibuat beratap yang

    dapat mencegah terjadinya tampias air hujan ke dalam tempat penyimpanan

    atau pengumpulan

    e. Bangunan dapat diberi dinding atau tanpa dinding, dan apabila bangunan

    diberi dinding bahan bangunan dinding dibuat dari bahan yang mudah

    didobrak.

    Pengumpulan pelumas bekas wajib:

    a. Mempunvai izin dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

    b. Membuat catatan tentang penerimaan dan pengirim minyak pelumas bekas

    kepada pengolah atau pemanfaat

    c. Mengisi formulir permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam lampiran

    keputusan ini

    d. Melaporkan kegiatan yang dilakukannya kepada Badan Pengendalian Dampak

    lingkungan dengan tembusan Bupati/Walikotamadya Daerah Tingkat II dan

    Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan, sekurang-kurangnya

    sekali dalam 3 (tiga) bulan

    Persyaratan simbol, label, dokumen, dan registrasi mengenai pengumpulan pelumas

    bekas, yaitu:

    a. Setiap penggangkutan minyak pelumas bekas wajib dilengkapi dengan dokumen

    limbah dan mengajukan nomor regisirasi dokumen pelumas bekas sebagaimana

    dimaksud dalam Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

  • 19 |Pelumas Bekas

    Nomor Kep-02/Bapedal/09/1995 tentang Dokumen Limbah Bahan Berbahaya

    dan Beracun.

    b. Setiap alat angkut minyak pelumas bekas wajib dilengkapi dengan simbol dan

    label

    c. Setiap kemasan atau tempat/wadah untuk kegiatan penyimpanan/pengumpulan

    pelumas bekas wajib diberi simbol dan label yang menunjukkan karakteristik

    minyak pelumas bekas.

    *Rekapitulasi rekomendasi pengangkutan limbah pelumas bekas moda darat dan laut

    tahun 2011 berdasarkan KMLH.

    II.6. Peraturan Terkait Pelumas Bekas

    Peraturan perundang-undangan pengelolaan limbah pelumas bekas, antara

    lain:

    1. UU RI No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

    2. UU RI No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

    3. PP RI No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan

    Beracun

    4. PP RI No. 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 18

    Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

    5. PP RI No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan

    Beracun

    6. PP RI No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara

    Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah

    Kapubaten/Kota

    7. Kepres RI No. 21 Tahun 2001 tentang Penyediaan dan Pelayanan Pelumas

    8. Permen NLH No. 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan

    Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

    9. Permen NLH No. 30 Tahun 2009 tentang Tata Laksana Perizinan dan

    Pengawasan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Serta Pengawasan

    Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Oleh

    Pemerintah Daerah

  • 20 |Pelumas Bekas

    10. Kepdal 01/BAPEDAL/09/1995 tentang Cara dan Persyaratan Teknis

    Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3

    11. Kepdal 02/BAPEDAL/09/1995 tentang Dokumen Limbah Bahan Berbahaya

    dan Beracun

    12. Kepdal 03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah

    Bahan Berbahaya dan Beracun

    13. Kepdal 255/BAPEDAL/09/1996 tentang Tata Cara dan Persyaratan

    Penyimpanan Minyak Pelumas Bekas

    14. Surat Edaran MNLH No. 8 Tahun 1997 tentang Penyerahan Minyak Pelumas

    Bekas

  • 21 |Pelumas Bekas

    BAB III

    PEMBAHASAN

    III.1. Studi Kasus

    1. Kasus 1

    Selasa, 7 Februari 2012, salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) di

    Kota Parepare, melaporkan bengkel Elnusa anak cabang PT (Persero) Pertamina

    Kota Parepare, Sulawesi Selatan, terkait dugaan pencemaran limbah Bahan

    Berbahaya dan Beracun (B3) jenis pelumas bekas yang hanya ditimbun di tanah

    tanpa wadah penampungan. Seharusnya limbah semacam ini dibuatkan bak beton,

    sebelum ditanam di bawah tanah. Menyikapi laporan tersebut, Badan Lingkungan

    Hidup Provinsi (BLH) Sulawesi Selatan langsung melakukan pengambilan sampel

    di bengkel Elnusa Pertamina Parepare. Pengambilan sampel selain pada timbunan

    yang diduga menanam pelumas bekas di dalam tanah, juga akan mencari titik untuk

    mengambil sampel air di lokasi sekitar bengkel tersebut. Hasilnya akan diumumkan

    oleh BLHD Parepare.

    Dijelaskan Kepala bidang Pengawasan dan Penegakan Hukum Lingkungan

    BLH Provinis Sulsel, masalah pencemaran lingkungan memang harus mendapat

    pengawasan yang ketat, karena dapat mencemarkan lingkungan bahkan

    membahayakan kesehatan manusia. BLH Sulsel, dalam waktu dekat akan

    memanggil pihak bengkel Elnusa, Pertamina dan LSM yang melaporkan hal

    tersebut. Dari hasil pemantauan, bengkel yang dinaungi Pertamina tersebut dinilai

    tidak memenuhi syarat sebagai bengkel, karena tidak memiliki wadah pengumpul

    pelumas bekas yang idealnya terbuat dari beton sebagai lantai penahan agar pelumas

    bekas tidak mencemari tanah. Sesuai dengan aturan harusnya pelumas bekas itu di

    tampung. Bukannya ditimbun di dalam tanah. Selain ceceran pelumas bekas, di

    lokasi juga ada gemuk (grace) dan ceceran karatan bekas rem mobil tangki.

    2. Kasus 2

    Sebuah drum untuk menampung oli bekas milik PT Timas yang berlokasi

    di Desa Tambak, Kecamatan Kibin, Kabupaten Serang, Banten, meledak pada hari

    Senin, 28 Desember 2009 sekitar pukul 11 siang. Akibat ledakan tersebut, seorang

  • 22 |Pelumas Bekas

    karyawan bagian pengelasan, Siman (40) mengalami luka bakar dan harus dilarikan

    ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Serang.

    Menurut Kapolres Serang, ledakan tersebut berasal dari drum pelumas

    yang digunakan sebagai pengganjal mobil yang sedang dilas oleh korban. Diduga

    akibat panas, drum pelumas bekas yang digunakan untuk pengganjal tersebut

    langsung meledak. Ledakan hebat itu sempat membuat tubuh korban Siman

    terpental beberapa meter. Bahkan korban sempat terkena semburan api, akibatnya ia

    menderita luka bakar serius terkena semburan api tersebut. Bunyi ledakan itupun

    sempat membuat panik karyawan PT Timas. Siman, warga Kampung Citawa, Desa

    Tambak, Kecamatan Kibin yang menderita luka bakar di sekujur tubuh, oleh rekan

    kerjanya langsung dilarikan ke RSUD Serang untuk diberikan pengobatan medis.

    III.2. Pembahasan

    Menurut Kepdal BAPEDAL No. 255 Tahun 1996, oli bekas atau minyak

    pelumas bekas selanjutnya disebut minyak pelumas bekas adalah sisa pada suatu

    kegiatan dan/atau proses produksi. Dalam peraturan ini juga diatur mengenai tata cara

    dan persyaratan penyimpanan dan pengumpulan minyak pelumas bekas yang umumnya

    dilakukan oleh badan usaha skala kecil. Berdasarkan NFPA pelumas bekas:

    Gambar III.2.1. NFPA Pelumas Bekas

    Keterangan:

    Biru: Health Hazard

    Merah: Fire Hazard

    Kuning: Reactivity

    Putih: Specific Hazard

    1. Kasus 1

    Terkait kasus 1, maka terdapat kelalaian bengkel Elnusa dalam mengelola

    limbah B3 jenis pelumas bekas yang dapat berdampak buruk bagi lingkungan dan

    biota air. Berdasarkan sifatnya yang bersifat toksik dan MSDS, hendaknya bengkel

    Elnusa lebih waspada akan hal ini dan dapat menangani limbah B3-nya dengan

    benar dan menurut aturan yang berlaku, sehingga tidak terjadi hal yang tak

    diinginkan.

  • 23 |Pelumas Bekas

    Pelumas bekas sering mengandung bahan berbahaya seperti bahan bakar

    mudah terbakar dan bersifat aditif, timah dan logam beracun lainnya. Pelumas bekas

    tidak semestinya dibuang begitu saja karena dapat membunuh tumbuhan dan satwa

    liar dan mencemari air permukaan dan air tanah. Oleh sebab itu, ilegal untuk:

    a. Membuang oli bekas di tanah,

    b. Dibuang di saluran air buangan

    c. Menempatkan menggunakan minyak dalam sampah, atau

    d. Menggunakan oli bekas untuk mengurangi debu di jalan

    Berdasarkan Kepdal BAPEDAL No. 255 Tahun 1996 yang mengatur

    tentang Tata Cara dan Persyaratan Penyimpanan Minyak Pelumas Bekas.

    Tatacara penyimpanan minyak pelumas bekas harus memperhatikan:

    a. Karakteristik pelumas bekas yang disimpan

    b. Kemasan harus sesuai dengan karakteristik pelumas bekas dapat berupa drum

    atau tangki

    c. Pola penyimpanan dibuat dengan sistem blok, sehingga dapat dilakukan

    pemeriksaan menyeluruh terhadap setiap kemasan jika terjadi kerusakan dan

    apabila terjadi kecelakaan dapat segera ditangani

    d. Lebar gang antar blok harus diatur sedemikian rupa, sehingga dapat digunakan

    untuk lalu lintas manusia, dan kendaraan pengangkut (forklift)

    e. Penumpukan kemasan harus mempertimbangkan kestabilan tumpukan

    kemasan. Jika berupa drum (isi 200 liter), maka tumpukan maksimum 3 (tiga)

    lapis dengan tiap lapis dialasi dengan palet dan bila tumpukan lebih dan 3

    (tiga) lapis atau kemasan terbuat dan plastik, maka harus dipergunakan rak

    f. Lokasi peyimpanan harus dilengkapi dengan tanggul disekelilingnva dan

    dilengkapi dengan saluran pembuangan menuju bak penampungan yang kedap

    air. Bak penampungan dibuat mampu menampung 110% dari kapasitas

    volume drum atau tangki yang ada di dalam ruang penyimpanan, serta tangki

    harus diatur sedemikian sehingga bila terguling tidak akan menimpa tangki

    lain

    g. Mempunyai tempat bongkar muat kemasan yang memadai dengan lantai yang

    kedap air

    Persyaratan bangunan pengumpulan pelumas bekas, antara lain:

  • 24 |Pelumas Bekas

    I. Pengumpul minyak pelumas bekas wajib memenuhi persyaratan

    a. Memiliki fasilitas untuk penanggulangan terjadinya kebakaran, dan

    peralatan komunikasi

    b. Konstruksi bahan bangunan disesuaikan dengan karakteristik pelumas

    bekas

    c. Lokasi tempat pengumpulan bebas banjir

    II. Persyaratan bangunan pengumpulan

    a. Lantai harus dibuat kedap terhadap minyak pelumas bekas, tidak

    bergelombang, kuat dan tidak retak

    b. Konstruksi lantai dibuat melandai turun ke arah bak penampungan dengan

    kemiringan maksimum 1%

    c. Bangunan harus dibuat khusus untuk fasilitas pengumpulan minyak

    pelumas bekas

    d. Rancang bangun untuk penyimpanan/pengumpulan dibuat beratap yang

    dapat mencegah terjadinya tampias air hujan ke dalam tempat

    penyimpanan atau pengumpulan

    e. Bangunan dapat diberi dinding atau tanpa dinding, dan apabila bangunan

    diberi dinding bahan bangunan dinding dibuat dari bahan yang mudah

    didobrak.

    Pengumpulan pelumas bekas wajib:

    a. Mempunvai izin dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

    b. Membuat catatan tentang penerimaan dan pengirim minyak pelumas bekas

    kepada pengolah atau pemanfaat

    c. Mengisi formulir permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam lampiran

    keputusan ini

    d. Melaporkan kegiatan yang dilakukannya kepada Badan Pengendalian Dampak

    lingkungan dengan tembusan Bupati/Walikotamadya Daerah Tingkat II dan

    Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan, sekurang-kurangnya

    sekali dalam 3 (tiga) bulan

    Persyaratan simbol, label, dokumen, dan registrasi mengenai pengumpulan pelumas

    bekas, yaitu:

  • 25 |Pelumas Bekas

    a. Setiap penggangkutan minyak pelumas bekas wajib dilengkapi dengan

    dokumen limbah dan mengajukan nomor regisirasi dokumen pelumas bekas

    sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Kepala Badan Pengendalian

    Dampak Lingkungan Nomor Kep-02/Bapedal/09/1995 tentang Dokumen

    Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

    b. Setiap alat angkut minyak pelumas bekas wajib dilengkapi dengan simbol dan

    label

    c. Setiap kemasan atau tempat/wadah untuk kegiatan penyimpanan/pengumpulan

    pelumas bekas wajib diberi simbol dan label yang menunjukkan karakteristik

    minyak pelumas bekas

    Terdapat juga sanksi menyangkut pelanggaran yang dilakukan oleh

    bengkel Elnusa berdasarkan PP No. 18 Tahun 1999 diperkuat PP No.85 Tahun

    1999, PP No. 74 Tahun 2001, Kepdal BAPEDAL No. 255 Tahun 1996, dan Surat

    Edaran MNLH No. 8 Tahun 1997. Menyikapi kasus ini perlu melibatkan peran serta

    masyarakat dan keterbukaan pemerintah dalam menginformasikan bahaya limbah

    B3 kepada masyarakat sehingga terjadi pengawasan yang lebih efektif terhadap

    pelaksanaannnya sesuai PP No. 74 Tahun 2001 pasal 32, pasal 33, pasal 34, pasal

    35, dan pasal 36; dan PP No. 18 Tahun 1999 pasal 55.

    2. Kasus 2

    Terlihat bahwa limbah B3 pelumas bekas memiliki sifat cukup mudah

    terbakar serta cukup membahayakan kesehatan. Oleh karena itu dalam

    penanganannya, limbah ini harus dijaga sehati-hati mungkin agar tidak timbul

    percikan pada kontainer. Pada MSDS bagian penyimpanan disebutkan, hindari

    kegiatan mengelas kontainer. Namun tampaknya hal ini kurang menjadi perhatian

    bagi Siman, pekerja yang menjadi korban ledakan kontainer pelumas bekas di PT

    Timas. Beliau jelas telah melakukan kesalahan dengan menjadikan drum limbah

    pelumas bekas sebagai alas ketika mengelas. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan

    percikan api, dan ketika berkontak dengan pelumas yang memiliki sifat mudah

    meledak, maka muncullah ledakan. Beruntung korban masih bisa terselamatkan

    meski menderita luka bakar serius. Hendaknya para pekerja harus lebih disadarkan

    tentang bahaya limbah B3, dan perusahaan harus bisa membangkitkan kesadaran

    pada para pekerjanya.

  • 26 |Pelumas Bekas

    Menurut MSDS pelumas bekas, dampak yang dapat ditimbulkannya

    adalah sebagai berikut:

    Dampak bagi kesehatan

    1. Pernapasan: konsentrasi uap yang tinggi dapat berbahaya jika dihirup.

    Konsentrasi yang tinggi dapat mengganggu saluran pernafasan (hidung,

    tenggorokan, dan paru-paru). Juga dapat menyebabkan mual, muntah, sakit

    kepala, pusing, kehilangan koordinasi, rasa, dan gangguan saraf

    lainnyapaparan dengan konsentrasiakutdapat menyebabkan depresi sistem

    saraf, pingsan, koma dan/atau kematian.

    2. Mata: menyebabkan iritasi

    3. Kulit: dapat menyebabkan dermatitis atau meresap ke dalam kulit dan

    menimbulkan dampak seperti pada pernapasan.

    4. Pencernaan: dapat berbahaya jika tertelan. Menyebabkan mual, muntah, dan

    gangguan saraf lainnya. Jika produk terhirup ketika sedang menelan atau

    muntah, dapat menyebabkan kanker paru-paru ataupun kematian.

    5. Kondisi medis yang diperparah oleh paparan: gangguan terhadap jantung, hati,

    ginjal, saluran pernapasan (hidung, tenggorokan, paru-paru), sistem saraf

    pusat, mata, kulit, dapat semakin diperparah dengan konsentrasi paparan yang

    tinggi.

    6. Sifat karsinogenik: Produk ini mengandung minyak mineral, tidak diolah atau

    sedikit diolah, yang dapat menyebabkan kanker. Produk ini mungkin berisi

    hidrokarbon dan klor, pelarut, logam, dan aromatic polynuclear yang dapat

    menyebabkan kanker. Risiko kanker tergantung pada jangka waktu dan tingkat

    paparan.

    Dampak terhadap lingkungan

    Lapisan atas tanah dan vegetasi alami biasanya akan menyaring banyak

    dari polutan keluar, tetapi lapisan kedap air yang menutupi sebagian besar

    permukaan di mana polutan tersebut berasal membawanya tepat ke badan saluran

    air dan ke sungai, danau, dan laut, yang dapat meracuni biota laut dan ikan yang kita

    makan-serta ekosistem. Pencemaran pelumas bekas ini juga menemukan jalan ke

  • 27 |Pelumas Bekas

    dalam aquafer bawah tanah menuju pasokan air minum kita, sehingga dapat

    membahayakan kesehatan manusia.

    Pelumas bekas mengandung sejumlah zat yang bisa mengotori udara,

    tanah dan air. Pelumas bekas itu mungkin saja mengandung logam, larutan klorin,

    dan zat-zat pencemar lainnya. Satu liter pelumas bekas bisa merusak jutaan liter air

    segar dari sumber air dalam tanah. Pelumas bekas juga dapat menyebabkan tanah

    kurus dan kehilangan unsur hara. Sedangkan sifatnya yang tidak dapat larut dalam

    air juga dapat membahayakan habitat air, selain itu sifatnya mudah terbakar yang

    merupakan karakteristik dari Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

  • 28 |Pelumas Bekas

    BAB IV

    PENUTUP

    IV.1. Kesimpulan

    1. Dampak kesehatan dan lingkungan yang ditimbulkan oleh pelumas bekas dapat

    melalui mata, kulit, pulmonal, dan gastrointestinal.

    2. Sanksi peraturan yang ada mengenai pengelolaan limbah B3 pelumas bekas

    terhadap pelanggaran yang terjadi diatur dalam PP No. 18 Tahun 1999 diperkuat

    PP No.85 Tahun 1999, PP No. 74 Tahun 2001, Kepdal BAPEDAL No. 255

    Tahun 1996, dan Surat Edaran MNLH No. 8 Tahun 1997.

    3. Pelibatan peran serta masyarakat dan keterbukaan pemerintah dalam

    menginformasikan bahaya limbah B3 kepada masyarakat terhadap pelaksanaan

    pengawasan pengelolaan limbah B3 diatur dalam PP No. 74 Tahun 2001 pasal

    32, pasal 33, pasal 34, pasal 35, dan pasal 36; dan PP No. 18 Tahun 1999 pasal

    55.Memberikan informasi mengenai bahaya limbah B3 yang mudah diakses

    4. Tindakan pencegahan keracunan pelumas bekas dilakukan dengan

    meningkatkan standar kesehatan pribadi dan perusahaan dengan baik serta

    partisipasi pekerja untuk menaatinya. Sedangkan penanganannya dilakukan

    berdasarkan letak dekontaminasi yang terjadi.

    5. Pengelolaan limbah B3 jenis pelumas bekas yang baik diatur secara umum

    dalam Kepdal No. 1 Tahun 1995 dan secara khusus dalam Kepdal BAPEDAL

    No. 255 Tahun 1996.

    IV.2. Saran

    1. Kurangnya sumber daya dan penelitian mengenai pelumas bekas menjadi

    tantangan untuk menyelesaikan makalah ini.

    2. Perlunya otonomi peraturan mengenai perizinan pengelolaan limbah pelumas

    bekas di setiap daerah

    3. Perlunya sosialisasi yang terbuka mengenai limbah B3 kepada masyarakat

    sehingga masyarakat pun ikut terlibat dalam pengawasannya.

  • 29 |Pelumas Bekas

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonim. Diakses secara online http://id.wikipedia.org/wiki/Oli_mesin pada tanggal 4 Maret

    2012

    A D, Darwiaty dan KW Glori. 2012. Dikeluhkan, Limbah Pertamina Cemari Tanah. Kompas, &

    Februari 2012. Diakses secara online

    http://regional.kompas.com/read/2012/02/07/12131331/Dikeluhkan.Limbah.Pertamin

    a.Cemari.Tanah pada tanggal 9 Maret 2012

    Agustina, Haruki. 2006. Pengelolaan dan Pengendalian Limbah B3. Diakses secara online

    http://www.jasamedivest.com/files/tentang_pengelolaan_limbah_B3.pdf pada tanggal

    4 Maret 2012

    Kepdal 01/BAPEDAL/09/1995 tentang Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan

    Pengumpulan Limbah B3. Diakses secara online

    http://oc.its.ac.id/ambilfile.php?idp=1426 pada tanggal 4 Maret 2012

    Kepdal 03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan

    Berbahaya dan Beracun. Diakses secara online

    http://www.jasamedivest.com/files/kep-03-bapedal-09-1995.pdf pada tanggal 4 Maret

    2012

    Kepdal 255/BAPEDAL/09/1996 tentang Tata Cara dan Persyaratan Penyimpanan Minyak

    Pelumas Bekas. Diakses secara online

    http://www.proxsis.com/perundangan/LH/doc/uu/N00-1996-00255.pdf pada tanggal 4

    Maret 2012

    KMLH. 2011. Laporan Hasil Penelitian Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan

    dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Diakses secara online

    http://www.menlh.go.id/DATA/Press_release_PROPER_2011_OK.pdf pada tanggal

    4 Maret 2012

    Olison, K.R. 2007. Poisoning and Drug Overdoses. Fifth Edition. Mc Graw Hill Lange.

    Permen NLH No. 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan

    Berbahaya dan Beracun. Diakses secara online http://puu-

    pi.menlh.go.id/pdf/ind/IND-PUU-7-2009-Permen%20No.18%20Tahun%202009-

    Perizinan%20LB3.pdf pada tanggal 4 Maret 2012

  • 30 |Pelumas Bekas

    Permen NLH No. 30 Tahun 2009 tentang Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan Limbah

    Bahan Berbahaya dan Beracun Serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran

    Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Oleh Pemerintah Daerah. Diakses secara

    online http://skpd.batamkota.go.id/dampaklingkungan/files/2012/01/PERMEN-No-

    30-Tahun-2009-Tentang-Laksana-Perizinan-dan-Pengawasan-Pengelolaan-Limbah-

    B3-serta-Pengawasan-Pemulihan-Akibat-Pencemaran-Limbah-B3.pdf pada tanggal 4

    Maret 2012

    PP RI No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

    Diakses secara online

    http://prokum.esdm.go.id/pp/1999/PP%2018%20Tahun%201999.pdf pada tanggal 4

    Maret 2012

    PP RI No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,

    Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kapubaten/Kota.

    Diakses secara online

    http://www.smecda.com/Files/infosmecda/PP/PP_NO_38_2007.pdf pada tanggal 4

    Maret 2012

    PP RI No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

    Diakses secara online http://portal.djmbp.esdm.go.id/sijh/PP7401_BahanBahaya.pdf

    pada tanggal 4 Maret 2012

    PP RI No. 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999

    tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Diakses secara online

    http://prokum.esdm.go.id/pp/1999/PP%2085%20Tahun%201999.pdf pada tanggal 4

    Maret 2012

    Suryanto. 2009. Drum Oli Bekas di Serang Meledak. Antara News, 28 Desember 2009.

    Diakses secara online http://www.antaranews.com/berita/1262007254/drum-oli-

    bekas-di-serang-meledak pada tanggal 4 Maret 2012

    Swara, Puspa. Januari 1998. Mengelola Bengkel Mobil. Tim KSS.

    UU RI No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Diakses secara online

    http://www.kpu.go.id/dmdocuments/UU_32_2004_Pemerintahan%20Daerah.pdf

    pada tanggal 4 Maret 2012

  • 31 |Pelumas Bekas

    Wahyu Purwo Raharjo. 2007. Pemanfaatan TEA (Three Ethyl Amin) dalam Proses

    Penjernihan Oli Bekas sebagai Bahan Bakar Pada Peleburan Aluminium. Universitas

    Sebelas Maret Surakarta. Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi, Vol.8, No. 2,

    2007:166-184. Diakses secara online

    http://eprints.ums.ac.id/1367/1/6._WAHYU_PURWO_RAHARJO_1.pdf pada

    tanggal 4 Maret 2012

  • 32 |Pelumas Bekas

    JURNAL

  • 33 |Pelumas Bekas

    *Rekapitulasi rekomendasi pengangkutan limbah pelumas bekas moda darat dan laut tahun

    2011 berdasarkan KMLH.