91677901 Makalah Sales Force
Transcript of 91677901 Makalah Sales Force
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap perusahaan memiliki orientasi mencapai laba maksimal. Laba
maksimal tersebut banyak diharapkan dari volume penjualan yang semakin
meningkat. Akan tetapi, kenyataannya perusahaan tidak mudah mencapai target
yang diinginkan. Perusahaan yang dahulunya adalah pemain tunggal pada suatu
produk tertentu, kini harus membagi market share yang sama dengan pesaing-
pesaingnya. Penyebab lainnya adalah adanya kinerja bagian penjualan yang
semakin merosot yang disebabkan karena marketing plan yang tidak tepat. Agar
unggul dalam bersaing, perusahaan harus memperhatikan banyak faktor. Salah
satunya, dalam usaha meningkatkan volume penjualan perusahaan hendaknya
mengacu pada berbagai faktor yang memiliki hubungan erat dengan tenaga
penjualan sebagai ujung tombak perusahaan dalam bidang penjualan.
Betsy-Ann Toffler dan Jane Imber (dalam Royan, 2003) mengartikan sales
force sebagai orang-orang yang menjual produk atau jasa melalui kontidak
langsung dengan pelanggan. Mereka adalah orang-orang yang dilatih oleh
perusahaan untuk menjadi ujung tombak. Tenaga penjual harus bisa
menciptidakan nilai bagi konsumen, bukan sekedar mengkomunikasikan nilai
produk. Cara yang paling mudah untuk mewujudkan hal tersebut adalah
menciptidakan tenaga penjualan yang lebih murah, yakni melakukan penjualan
lewat telepon atau tenaga penjualan paruh waktu.
Fenomena baru yang popular adalah produsen tidak melakukan distribusi
produk sendiri, tetapi mempercayakan urusan distribusi produk pada distributor.
Memilih distributor bukanlah hal yang mudah. Secara langsung, distributor akan
selalu berurusan dengan orang-orang penjualan. Orang-orang penjualan inilah
yang paling menentukan perkembangan distributor. Untuk itu, distributor harus
dapat merancang, mengorganisasikan, memberdayakan, dan mengontrol kinerja
tenaga penjualan yang ada.
1
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah
ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah rencana awal merancang tenaga penjualan?
2. Bagaimanakah cara mengorganisasi, menyusun, dan menggerakkan
tenaga penjualan?
3. Bagaimanakah teknik implementasi tenaga penjualan yang efektif?
4. Bagaimanakah pengendalian tenaga penjualan yang efektif?
5. Bagaimanakah proses evaluasi kerja tenaga penjualan?
1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini
adalah untuk mengetahui:
1. Rencana awal merancang tenaga penjualan.
2. Cara mengorganisasi, menyusun, dan menggerakkan tenaga penjualan.
3. Teknik implementasi tenaga penjualan yang efektif.
4. Pengendalian tenaga penjualan yang efektif.
5. Proses evaluasi kerja tenaga penjualan.
2
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Rencana Awal Merancang Tenaga Penjualan
2.1.1. Rencana Penetapan Area Distribusi
Biasanya penetapan area distribusi secara keseluruhan sudah diberitahukan
dan ditulis dalam perjanjian kerjasama antara distributor dan principal. Untuk itu
dalam penetapan area distribusi, yang harus diketahui adalah area distribusi sesuai
perjanjian dan sesuai penetapan yang diberikan oleh principal. Setelah itu
langkah selanjutnya adalah mulai memetidakan area disrtibusi tersebut
berdasarkan outlet, geografis yang ada, volume pembelian (jika ada), dan cara-
cara penanganan outlet. Hal ini akan diuraikan pada bagian berikut:
1. Berdasarkan Tipe Outlet (Tradisional dan Modern Market)
Penetapan area distribusi berdasarkan tipe outlet ini dilakukan dengan cara
memilih outlet yang ada. Kini sudah diketahui bahwa dalam saluran distribusi
terdapat outlet tradisional yang terdiri dari grosir, semi grosir, dan retailer. Tipe
outlet modern terdiri dari minimarket, supermarket, hypermarket, dan institusi.
Perencanaan outlet di sini harus mencakup seluruh kemampuan daya beli
tipe outlet dan daya beli konsumen yang analisanya dapat diperoleh dari pemilik
toko. Oleh sebab itu, perlu dipelajari tipe outlet beserta kemampuan, kelebihan,
dan kekurangan bila dihubungkan dengan aktivitas penjualan.
2. Berdasarkan Geografis
Rencana penetapan area distribusi berdasarkan geografis ini juga
dilakukan banyak perusahaan. Pertimbangan-pertimbangan yang muncul biasanya
bersangkut paut dengan biaya yang harus dikeluarkan, efektivitas tenaga
penjualan dalam mengelola area distribusi, jarak tempuh, dan keefektifan delivery
jika salesman menjalankan tugas dengan cara tidaking order. Pemilihannya
dilakukan dengan cara mengikuti arah mata angin, yaitu membelah wilayah
distribusi berdasarkan arah utara, selatan, barat, dan timur.
3
3. Berdasarkan Volume Penjualan
Pemilahan ini bisa dilakukan dengan cara menganalisa penjualan yang ada
dalam laporan penjualan masing-masing salesman. Setelah itu mendata setiap
outlet berdasarkan volume penjualan sesuai dengan kriteria yang dikehendaki.
4. Berdasarkan Cara Penanganan
Cara menangani outlet antara lain dengan:
a. Tidaking order, yaitu kegiatan menjual, menawarkan, dan mendapatkan
pesanan ulang dengan cara mengunjungi customer, menggunakan alat atau
media berupa contoh produk riil, gambar, dan pemberian daftar harga,
hingga mendapatkan pesanan yang ditulis dalam secarik kertas pesanan
dan mengirimkan barang yang dipesan menggunakan mobil box dalam
tempo minimal 24 jam.
b. Canvas, yaitu kegiatan menjual, menawarkan, dan mendapatkan pesanan
ulang dengan cara menyediakan contoh berupa produk riil, gambar, dan
daftar harga, dan produk yang dipesan dikirim saat itu juga. Dalam
kegiatan ini salesman membawa langsung barang menggunakan mobil
box.
c. MCT (Motor Cycle Team), yaitu kegiatan menjual, menawarkan, dan
mendapatkan pesanan ulang dengan cara menyediakan contoh berupa
produk riil, gambar, dan daftar harga, dan produk yang dipesan dikirim
saat itu juga. Dalam kegiatan ini salesman membawa langsung barang
menggunakan sepeda motor yang dilengkapi box atau tas.
d. Telesales, yaitu kegiatan menjual dengan cara menawarkan dan
mendapatkan pesanan ulang menggunakan sarana telepon, fax, atau
internet sebagai penghubungnya.
2.1.2. Rencana Pembuatan: Rute, Mapping, CRC, dan BookMonth
1. Rute perjalanan
Rute perjalanan adalah jadwal kunjungan ke toko yang dibuat berdasarkan
segi geografis area distribusi yang ada atau tipe outlet. Rute perjalanan selain
memuat hari dan jalan-jalan, nama pasar yang ada di area yang akan dikunjungi,
juga memuat jadwal kunjungan minggu pertama sampai dengan minggu keempat.
4
Rute perjalanan ini dapat mengarahkan salesman bekerja sesuai dengan rencana.
Rute perjalanan ini memiliki tujuan: 1) mengoptimalkan waktu kunjungan ke
outlet (untuk selling in, delivery (bagi yang canvas), dan merchandising
berdasarkan waktu standar), 2) menunjukkan frekuensi pelayanan yang diperlukan
agar kunjungan menjadi teratur sesuai potensi outlet dan kebutuhan pelanggan.,
dan 3) menjaga keseimbangan wilayah dengan batasan yang jelas.
2. Mapping
Mapping adalah suatu cara mengenali pelanggan melalui peta. Dengan
adanya peta, seorang salesman yang baru dapat bekerja dengan lebih efisien sebab
langsung tahu tempat-tempat yang harus dituju. Kehebatan penggunaan mapping
bagi salesman adalah ia dapat tahu dengan pasti lokasi outlet. Dengan demikian,
tidak akan ada outlet yang tertinggal ketika salesman melakukan kunjungan.
Berikut ini adalah contoh mapping:
Gambar 1: Mapping
5
3. CRC (Customer Record Card)
CRC atau sering disebut dengan customer record card adalah daftar
customer yang didalamnya berisi nama-nama produk, tanggal order, tanggal
pembayaran, return produk dan tanda tangan sales supervisor, kolom cek
administrasi, dan keterangan. CRC dibuat untuk memudahkan kontrol stok di
outlet, penawaran produk baru, dan me-manage pertumbuhan outlet dalam
menjual produk perusahaan. Bagi salesman CRC sangat bermanfaat untuk
melakukan evaluasi terhadap perkembangan outlet selama menjual produk
perusahaan. Bagi supervisor, penggunaan CRC bermanfaat banyak karena dapat
digunakan untuk melakukan kontrol kunjungan, aktivitas salesman, aktivitas
outlet, dan pembuatan program promosi. Berikut merupakan contoh CRC:
Tabel 1: CRC
NoTgl
order
Nama
produkBanyak
Jumlah
(Rp)
Jatuh
tempoRetur TT
Cek
adminKet
1
2
3
dst
4. Book Month
Book month adalah laporan bulanan yang dibuat oleh salesman untuk
mengetahui realisasi penjualan yang terjadi. Book month membuat penjualan dari
segala produk sesuai dengan satuan yang dihitung setiap minggu. Dengan
demikian dapat diketahui poin produk, calling perhari, efective call jumlah uang
dari penjualan atas produk, dan nama toko-toko yang membeli.
6
2.1.3. Rencana Merancang SPG, MD, dan Task Force
MD bertugas sebagai SDM bidang promosi yang lebih mengacu pada
timbulnya impulse buying. SPG secara nyata mempromosikan setiap produk yang
menjadi tanggung jawabnya. Task force membantu melakukan selling in produk
ke outlet retail paling bawah (grass root) agar timbul pembelian menuju ke atas.
Motor cycle team (Task Force)
Tujuan utama dibentuk team motor adalah meningkatkan distribusi pada
outlet terkecil dan di lokasi-lokasi yang tidak dapat dijangkau oleh salesman mix,
salesman eksekutif, atau salesman canvas mobil.
2.2. Mengorganisasi, Menyusun, dan Menggerakkan Tenaga Penjualan
2.2.1. Staffing Sales Force
Menurut Royan (2004:62), yang menentukan suksesnya keefektifan tenaga
penjualan antara lain seleksi, pembauran, latihan, balas jasa (compensation),
menetapkan biaya penjualan, pengawasan, dan penilaian hasil kerja. Kegiatan
pertama yang paling penting adalah melakukan pemilihan personil (staffing).
Pemilihan personil tenaga penjualan menjadi sangat penting, Pertama seleksi yang
dilakukan memungkinkan perusahaan mendapatkan sumber daya manusia yang
unggul. Menurut Hamphries (2003:27), ada dua alasan untuk merekrut tenaga
penjualan, pertama karena salah satu tenaga penjualan keluar atau mengundurkan
diri dan yang kedua adalah karena perusahaan ingin meningkatkan jumlah dari
tenaga penjualan yang ada. Menurut Dale (2003:1), manfaat utama dari proses
perekrutan dan seleksi adalah untuk mencapai akhir yang diinginkan yaitu
mendapatkan orang yang tepat untuk suatu jabatan. Perekrutan dan seleksi
merupakan proses yang lama, rumit, dan menghadirkan banyak peluang untuk
membuat keputusan yang salah atau benar.
Menurut Sastrohadiwiryo (2005:138), rekruitmen adalah pengusahaan
tenaga kerja, pengerahan tenaga kerja, dan pencarian tenaga kerja.
Menurut Sunarto (2005:109), tahapan rekruitmen adalah sebagai berikut:
1. Menentukan kebutuhan, yaitu spesifikasi orang seperti apakah yang
diinginkan untuk melakukan pekerjaan khusus atau melaksanakan sebuah
peran.
7
2. Menetapkan atau mengkonfirmasikan persyaratan hubungan kerja, yakni gaji
tunjangan, jam kerja, dan lain lain.
3. Menarik calon karyawan, yaitu menyisihkan dan memproses lamaran, menguji
calon dengan wawancara dan ujian-ujian, menawarkan pekerjaan, memeriksa
referensi dan mempersiapkan kontrak kerja.
Walaupun rekruitmen tenaga penjualan hanyalah merupakan suatu tugas
berkala bagi manajer penjualan, namun kesalahan-kesalahan yang terjadi pada
setiap tahap dalam proses ini dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi
perusahaan. Menurut Stewart (1993:79), kerugian ditimbulkan antara lain:
1. Merekrut orang yang tidak tepat mengakibatkan hilangnya kesempatan usaha
dan pelanggan serta membengkaknya biaya rekruitmen.
2. Gagal merekrut calon yang tepat berarti memberi kesempatan kepada tenaga
penjualan yang bermutu bekerja di perusahaan pesaing.
3. Jika orang yang diangkat berhenti dengan cepat, biaya rekruitmen yang tinggi
harus dikeluarkan lagi.
Kedua, adanya fenomena sebaik apapun penggerak tenaga penjualan
(manager penjualan) jika SDM tenaga penjualan tidak memadai, maka hasil
penjualan yang diharapkan tidak akan sesuai dengan target yang diinginkan.
Menurut Sunarto (2005:123), berbagai jenis kegagalan rekruitmen adalah:
1. Tidak ada hubungan yang jelas strategi SDM, dengan sasaran bisnis dan
organisasi secara keseluruhan.
2. Ketidaksesuaian antara uraian pekerjaan dengan kriteria pribadi yang
digunakan.
3. Tidak ada butir-butir penting dalam iklan rekruitmen.
4. Penggunaan referensi untuk membuat daftar nama pendek calon yang akan
diwawancarai.
5. Wawancara terstruktur yang tidak memadai.
6. Tidak memadainya tenaga psikolog.
7. Tidak memadainya uji coba dan validitas alat uji.
8. Penggunaan metode prediksi yang tidak valid.
9. Tidak ada pemantauan hasil.
8
Ketiga, jika tenaga penjualan (sales force) terpilih secara baik,
keuntungannya adalah banyak tugas lain dalam manajemen penjualan mudah
dilaksanakan, misalnya pengerjaan laporan penjualan, pengelolaan piutang, report
kegiatan kompetitor, dan pengusulan promosi untuk menunjang penjualan. Agar
dapat memilih tenaga penjualan yang baik maka diperlukan adanya manajer
penjualan regional yang dapat merencanakan, mengarahkan serta mengendalikan
upaya pemasaran regional. Menurut Amstrong (2003:121), beberapa hal penting
yang harus diketahui mengenai manajer penjualan regional adalah:
1. Tujuan umum: Merencanakan, mengarahkan dan mengendalikan upaya
pemasaran regional untuk mencapai dan, apabila memungkinkan, melebihi
sasaran volume penjualan dan kontribusi.
2. Organisasi: Bertanggung jawab pada kepada direkur penjualan, yang menjadi
tanggung jawabnya lima manajer wilayah.
3. Tugas utama: mendapatkan pelanggan baru di wilayah tersebut untuk
mencapai target penjualan, mengembangkan pelanggan yang sudah ada untuk
meningkatkan penjualan untuk mencapai target, mengendalikan upaya
penjualan untuk memastikan kontribusi yang maksimal, mencapai tingkat
pelayanan pelanggan yang ditetapkan dalam kaitannya dengan penyerahan;
penanganan permintaan dan keluhan; serta pelayanan purna jual, ikut ambil
bagian dalam peluncuran produk baru; termasuk uji coba yang berkontribusi
pada keberhasilan pengembangan produk atau pasar, menjaga hubungan yang
dekat dengan pelanggan untuk meningkatkan penjualan dan mendapatkan
intelegensi pemasaran mengenai tren kebutuhan dan keinginan pelanggan,
melacak kegiatan persaingan untuk mendapatkan informasi yang bisa
membantu pengembangan strategi pemasaran, menyusun staff untuk wilayah
tersebut dengan menempatkan manajer wilayah dan tenaga penjualan yang
terlatih; berkembang dan bermotivasi untuk mencapai target penjualan dan
pelayanan yang bermutu tinggi.
Keempat, personil tenaga penjualan yang terpilih dengan baik akan lebih
produktif dan dapat membangun hubungan yang lebih baik dengan pelanggan
dibanding dengan pemilihan SDM yang kurang cermat.
9
2.2.2. Pembauran Tenaga Penjualan Baru dalam Organisasi
Setelah calon tenaga penjualan diterima, manajer penjualan harus
memperhatikan apakah mereka dapat membaur dalam keluarga perusahaan.
Manajer penjualan dapat mendelegasikan tugas me-manage tenaga penjualan baru
tersebut kepada sales supervisor masing-masing. Tenaga penjualan sebelum
melakukan pekerjaanya akan diberi pengarahan-pengarahan seperlunya dan
diperkenalkan pada rekan-rekan yang nantinya membantu proses kerjanya. Semua
ini penting dilakukan agar ia dapat mengenali secepatnya lingkungan
pekerjaannya.
2.2.3. Penempatan dan Pelatihan Tenaga Penjualan
SDM tenaga penjualan adalah front depan. Tanpa seorang tenaga
penjualan, produk yang telah diproduksi oleh seorang produsen tidak akan berarti
apa-apa. Tidak jarang tenaga penjualan sengaja dilatih khusus untuk
mendistribusikan produk dengan baik.
1. Pengembangan SDM
Menurut Andrew Carnegie (dalam Royan, 2004:74), aset terbesar
perusahaan adalah SDM. Distributor besar, sedang, maupun kecil merupakan aset
SDM yang dimiliki perusahaan. SDM inilah yang kelak akan menentukan maju
mundurnya sebuah perusahaan. Menurut Leonard Nadler, seorang pakar
pengembangan SDM, pengembangan SDM merupakan kegiatan-kegiatan belajar
yang diadakan dalam jangka waktu tertentu yang tujuannya memperbesar
kemungkinan meningkatkan kinerja.
Tujuan pengembangan SDM adalah mencapai pertumbuhan volume
penjualan, baik di perusahaan itu sendiri maupun pada diri masing-masing
pelaksana, misalnya mengubah perilaku salesman buruk yang dikehendaki.
Pelatihan juga akan memberikan wawasan yang baik dan luas bagi SDM
perusahaan berhubungan dengan cita-cita salesman dan perusahaan itu sendiri di
masa mendatang. Pelatihan juga bertujuan meningkatkan skill salesman yang
berhubungan dengan pekerjaan di lapangan. Ada tiga kegiatan belajar dalam
mengembangkan sumber daya manusia.
10
o Pelatihan SDM
Menurut Royan (2004:76), tujuan pelatihan adalah meningkatkan selling
skill salesman dalam melaksanakan tugasnya. Training dirancang sesuai dengan
kebutuhan salesman. Oleh sebab itu, seorang salesman harus ditempatkan sesuai
dengan kemampuannya, terutama kemampuan berkomunikasi, mempengaruhi
orang lain, dan kekuatan tenaganya dalam mengcover area distribusi yang
berbeda-beda. Sedangkan menurut Hamalik (dalam Saydam, 2006:71), pelatihan
adalah suatu tindakan atau perbuatan pengulangan yang bertujuan untuk lebih
memantapkan hasil belajar. Pemantapan dimaksudkan sebagai upaya perbaikan
terhadap pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan ketrampilan (skilled)
yang sudah dimiliki, dan sebagai usaha perluasan ke tingkat yang lebih terampil
dan mahir.
Menurut Sastrohadiwiryo (2005:16), pelatihan kerja merupakan hak setiap
pekerja dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan ketrampilan serta
keahlian sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya diselenggarakan oleh
lembaga pelatihan pemerintah, swasta, dan perusahaan. Penyelenggaraan
pelatihan kerja wajib memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Tersedianya tenaga pelatihan.
2. Tersedianya dana bagi kelangsungan kegiatan penyelenggaraan pelatihan
kerja.
3. Kurikulum.
4. Akreditasi.
5. Sarana dan prasarana pelatihan kerja.
Menurut Wyatt (2003:120), melatih dan mengembangkan tenaga
penjualan mungkin menjadi bagian dari solusi.jika perusahaan memiliki kesulitan
dalam hal:
1. Penambahan pegawai
2. Kelemahan standart kerja
3. Produktifitas rendah
4. Kesalahan dalam pengeluaran biaya yang teralu mahal
5. Keluhan pelanggan
6. Moral yang rendah
11
Menurut Wyatt (2003:120), pelatihan membutuhkan pertimbangan dalam
tiga taraf:
1. Pertama-tama, dan yang paling penting, kebutuhan dari organisasi secara
keseluruhan, untuk tujuan jangka panjang. Apa keterampilan yang diperlukan?
salah satu stafmu yang perlu ataupun harus diberi pelatihan? apa yang menjadi
prioritasmu?
2. Kebutuhan yang berbeda antar departement atau tim. Dapat melatih dengan
sistem multiskilling untuk meningkatkan fleksibilitas mereka.
3. Kebutuhan perorangan juga harus diidentifikasi sering melalui satu
perancangan penilaian.
Menurut Stewart (1993:104), keuntungan-keuntungan dari melakukan
pelatihan adalah:
1. Hasil penjualan yang meningkat.
2. Mengatasi persaingan.
3. Para pelanggan merasa puas.
4. Motivasi meningkat.
5. Perputaran / keluarnya pegawai berkurang.
6. Waktu untuk rekruimen berkurang.
7. Prduktivitas pegawai meningkat.
8. Manajemen tumbuh / berkembang.
Untuk seorang salesman baru, training selling skill dan analisis toko
dalam pemberian piutang dan mengelola piutang adalah yang utama. Sementara
itu untuk salesman lama, materi yang harus diberikan selain tentang penggunaan
waktu yang efektif, meningkatkan hubungan pelanggan, serta mempertahankan
omset penjualan, juga tentang kemampuan analisis kegitan pesaing terhadap
dampak sebuah pendistribusian.
Menurut Lynton dan Pareek (1984:13), terdapat empat asumsi yang secara
tidak langsung diungkapkan dalam banyak praktek pelatihan sekarang dan
pelatihan baru, yang dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.
12
Tabel 1: Asumsi pelatihan sekarang dan pelatihan baru
Konsepsi yang berlaku sekarang Konsepsi baru1. Pemerolehan pengetahuan tentang
pokok persoalan oleh peserta mengarah pada tindakan.
1. Motivasi dan ketrampilan mengarah pada tindakan. Ketrampilan diperoleh melalui praktek.
2. Peserta mempelajari apa yang diajarkan oleh penatar, pembelajaran merupakan suatu fungsi sederhana dari kemampuan.
2. Pembelajaran adalah suatu fungsi yang rumit dari motivasi dan kemampuan masing-masing peserta, norma kelompok pelatihan, metode pelatihan dan perilaku para penatar, serta suasana umum dalam lembaga. Motivasi dan cara penggunaan pelatihan oleh peserta dipengaruhi suasana dan dukungan orang kerjanya.
3. Tindakan perseorangan mendorong timbulnya perbaikan dalam pekerjaan.
3. Perbaikan dalam pekerjaan merupakan fungsi yang rumit dari pengetahuan perorangan, norma kelompok kerja, dan suasana umum organisasi. Pengetahuan perorangan yang tidak digunakan menimbulkan frustasi.
4. Pelatihan merupakan tanggung jawab lembaga pelatihan. Pelatihan itu mulai dan berakhir dengan kursus tersebut.
4. Pelatihan adalah tanggung jawab dari ketiga partner: organisasi dari peserta, peserta, dan lembaga pelatihan. Pembelajaran itu mencakup tahap persiapan, prepelatihan, dan kemudian suatu tahap pasca pelatihan. Semua itu sangat penting demi keberhasilan pelatihan.
Sumber: Lynton dan Pareek (1984:13)
o Pengembangan SDM
Pengembangan atau development sebenarnya proses edukasi yang
berjangka waktu lama, berupa uraian-uraian yang sistematis, yang tujuan
utamanya adalah penguasaan pemahaman-pemahaman abstrak dan konsep-konsep
teoritis. Bentuknya bisa berupa pengajaran, ceramah, serta praktek dalam hal-hal
yang diajarkan atau diceramahkan. Selain bertambahnya wawasan, berupa sikap,
dan berkembang kepribadiannya, dengan program ini SDM akan memiliki pribadi
yang matang dan memiliki sikap kerja yang memadai.
13
o Belajar
Sesuai tujuannya, belajar merupakan usaha yang sengaja diadakan dan
dilakukan secara sistematis serta terus menerus dalam jangka waktu tertentu
sesuai dengan tingkatannya dan cara menumbuhkan dan mendapatkan
pengetahuan, baik sikap, nilai, kecakapan, atau ketrampilan yang dikehendaki.
Belajar ini harus wajib dilakukan oleh setiap salesman baik secara otodidak
maupun non otodidak di lembaga yang khusus melatih peningkatan skill
penjualan.
2. Menempatkan salesman sesuai minat dan kemampuan
Menempatkan salesman sesuai dengan bakat dan kemampuan merupakan
upaya seorang manajer pemasaran untuk mempertahankan bahkan memenangkan
persaingan. Seorang salesman yang bekerja sesuai dengan minat, kemampuan,
dan bakatnya akan mendorong semangat kerja. Untuk itu, perlu menempatkan
setiap salesman pada pos masing-masing sesuai kemampuan. Tenaga-tenaga
handal yang ada tidak saja dapat berperang secara cerdik dalam medan
pendistribusian, tetapi mampu meningkatkan perbedaan dan ciri khas yang
dimilikinya.
3. Penempatan SDM berdasar karakter outlet
Penempatan SDM pada setiap tipe outlet akan berbeda. Outlet modern
market memiliki karakter yang berbeda dengan outlet grosir atau retailer. Outlet
modern menuntut ketelitian yang tinggi dan pengetahuan yang cukup terhadap
produk maupun pengetahuan lainnya yang berhubungan denga human resource
pemilik outlet modern mereka tersebut. Selain itu dibutuhkan juga orang-orang
yang memiliki kepribadian yang menarik. Semua itu berkaitan dengan karakter
outlet itu sendiri: letidaknya di tempat bersih, berhubungan dengan orang-orang
terpelajar dan mengerti banyak hal tentang manajemen. Outlet grosir
pengelolaanya masih terpengaruh cara-cara yang bersifat tradisional. Selain itu,
pengelolaan outlet ini adalah orang-orang sibuk yang memiliki karakter unik
sehingga dalam pendekatannya perlu kehati-hatian dan pengetahuan yang cukup
tentang human relationship. Salesman yang menelola grosir merupakan salesman-
salesman yang memiliki pengalaman lebih lama. Selain itu, mereka memiliki
sifat-sifat familiar yang mendalam.
14
4. Penempatan SDM berdasarkan karakter produk
Produk dapat dipisahkan menjadi produk konsumsi dan produk industri.
Produk konsumsi memiliki ciri-ciri mudah dikenali sehingga konsumen tidak
perlu penjelasan mengenai kegunaannya, mudah mendapatkannya, jumlahnya
banyak sehinnga konsumen mudah berganti-ganti merek. Oleh sebab itu ada dua
fenomena baru dalam pemilihan salesman yang bekerja berdasarkan karakter
produk tersebut. Untuk salesman tradisional masa lampau, pemilihan SDM tidak
perlu yang memiliki ketrampilan cukup tinggi. Yang penting mengerti produk
knowledge, dapat menjual, dan dapat mengelola piutang. Untuk salesman produk
konsumsi masa kini, minimal harus mengetahui produk itu sendiri, keberadaan
kompetitor, kemampuan menjelaskan kelebihan produk, dan dapat mengevaluasi
pertumbuhan produk, pesaing, dan penjualan yang akan datang.
Produk industri adalah produk yang memerlukan pengetahuan khusus
untuk menawarkannya. Oleh sebab itu, pemilihan salesman yang berhubungan
dengan karakter produk industri, salah satu syaratnya adalah SDM harus cakap
dan ahli mengenai produk yang dihasilkan oleh perusahaan.
5. Standar pola kerja
Standar pola kerja ini dibuat agar tenaga penjualan yang dirancang cukup
memadai dan sesuai dengan waktu yang digunakan, jumlah outlet dan jarak
tempuh dari masing-masing outlet ke home base. Semua itu dirancang agar
kinerja tenaga penjualan efektif, juga efisien dalam hal biaya dan strategi
spreading, coverage dan penetrasi. Selain itu, dapat juga digunakan mengukur
kemampuan setiap tenaga penjualan dalam mengelola area masing-masing.
2.3. Teknik Implementasi Tenaga Penjualan yang Efektif
Persiapan menjual meliputi: membuat rencana kerja, mencatat pelanggan
baru, mambuat janji, mempersiapkan mental, memberi kesan baik, belajar
tersenyum, dan belajar menghargai pendapat orang lain.
2.3.1. Pengetahuan Area Distribusi
Semakin baik pengetahuan seorang salesman tentang areanya, semakin
besar peluang untuk meraih outlet-outlet yang berada di bagian dalam.
Pengetahuan area distribusi dapat memudahkan membuat rencana kerja
15
kunjungan mingguan, penagihan piutang, pembuat rute perjalanan beserta
mapping areanya, merchandising, SPG keliling store to store, dan pembuatan
strategi market blitz.
1. SLD plan efektif
SLD plan efektif mengupayakan agar sistem distribusi yang dibuat
memenuhi semua tipe outlet yang ada sedangkan lembaga perantara adalah bagian
outlet yang akan menjadi fokus sasaran tenaga penjualan.
2. Pengetahuan produk
Salesman distributor atau principal dituntut memiliki pengetahuan yang
cukup tentang produk yang sedang dipasarkan. Tujuannya adalah memberikan
kekuatan produk tersebut. Pengetahuan produk juga sangat diperlukan bagi
pemasar produk baru yang membutuhkan kegiatan-kegiatan edukasi, persuasi,
atau informasi. Pengetahuan produk dapat meliputi pengetahuan yang
berhubungan dengan harga dan promosi.
3. Pengetahuan keuangan dan peralatannya
Seorang salesman harus mengetahui segala mengenai keuangan agar
salesman benar-benar memiliki tanggung jawab keuangan yang mengacu pada
rugi laba perusahaan. Oleh sebab itu pengetahuan ini harus dihubungkan dengan
kegiatan salesman dalam menyelesaikan piutang yang dimiliki para customer.
Selain itu, seorang salesman harus mengetahui berbagai perangkat atau peralatan
keuangan yang biasa digunakan sebagai alat pembayaran pada supplier, misalnya
ceque, giro bulyet, uang tunai, atau transfer melalui kegiatan LLG.
4. Selling skill
Selling skill adalah ketrampilan yang harus dimiliki oleh salesman agar
dapat melakukan selling in produk ke outlet-outlet secara maksimal. Selain
ketrampilan menjual, salesman dituntut berbuat lebih pada para pelanggannya
sebab di masa mendatang salesman akan lebih dipercaya dalam menentukan arah
usaha mereka.
5. Attitute dan kapabilitas
Sikap dan kemampuan salesman tidak lepas dari pantauan perencanaan
untuk membangun tenaga penjualan yang efektif. Sikap yang positif pada diri
16
salesman dengan sendirinya dapat membangun citra pelaksanaan tugas masing-
masing.
6. Mengetahui penetapan harga
Dalam menjalankan tugasnya, salesman hendaknya mengetahui penetapan
harga jual produk yang baku. Harga yang telah disampaikan pada pelanggan
sebaiknya tidak berubah-ubah, kecuali ada even tertentu. Kekacauan harga dapat
menyebabkan kacaunya pekerjaan menjual, bahkan berhenti. Agar ini tidak
terjadi, maka salesman sebaiknya mengetahui atauran main penetapan harga.
7. Mengetahui rencana-rencana promosi
Mengetahui rencana promosi dan menyampaikan kepada pelanggan adalah
kewajiban salesman. Program promosi seperti diskon dan hadiah mudah
dilaksanakan sebab selalu dikaitkan dengan penjualan.
8. Aktivitas prapenjualan
Aktivitas prapenjualan adalah kegiatan sebelum melakukan penjualan,
misalnya melakukan pendekatan berupa pemberitahuan jadwal kunjungan.
Pendekatan bisa dengan bertanya banyak hal untuk mengetahui secara
keseluruhan kebutuhan seorang pelanggan. Presentasi merupakan pelengkap
prapenjualan untuk memberi gambaran tentang produk yang ditawarkan.
Presentasi berisi penjelasan secara detail mengenai produk, baik manfaat,
kegunaan, dan efek-efek positif suatu produk. Untuk menjelaskan lebih detail,
salesman harus melakukan demo. Keunggulan produk yang ditonjolkan dalam
demo adalah untuk memikat pelanggan.
2.3.2. Meningkatkan Efektifitas Tenaga Penjualan
Efektifitas berarti tercapainya tujuan yang diinginkan atau yang telah
direncanakan. Dalam hal tenaga penjualan berarti tercapainya tujuan yang telah
ditentukan oleh tingkat penjualan tertentu. Artinya, jika tugas yang diberikan
kepada tenaga penjualan adalah agar menghasilkan tingkat penjualan tertentu
(target penjualan), maka seorang tenaga penjualan disebut efektif jika berhasil
memenuhi atau bahkan melebihi target penjualan.
Terdapat tiga hal penting yang menentukan efektifitas tenaga penjualan
yaitu perencanaan aktivitas tenaga penjualan, implementasi, dan pengendalian
17
aktivitas tenaga penjualan. Pada tahap perencanaan, perusahaan perlu mengikuti
rangkaian perencanaan sebagai berikut:
Gambar 1: Rangkaian penjualan tatap muka
Sumber: Sutisna (2002:321)
Penjelasan dari gambar tersebut adalah sebagai berikut:
Menentukan tujuan
o Terdiri dari orientasi permintaan dan orientasi image.
Tabel 2: Menentukan tujuan
Tipe tujuan Ilustrasi
Orientasi permintaanInformasi
Mengingatkan
o Menjelaskan seluruh atribut barang dan jasa.o Menjawab setiap pertanyaan.o Menjelaskan perbedaan barang/ jasa dari pesaing.o Memaksimumkan jumlah pembelian relatif terhadap
presentasi yang dibuat.o Menjadikan konsumen yang tidak berminat membeli
menjadi membeli.o Menenteramkan konsumen yang tidak puas.o Meyakinkan pengiriman, instalasi dan lain-lain.o Tindak lanjut setelah barang dibeli.o Meyakinkan kembali konsumen ketika membeli ulang.
Orientasi imageIndustri dan perusahaan
o Meyakinkan konsumen bahwa seluruh personal penjualan terlihat baik.
o Mengikuti praktik penjualan yang beretika.o Dihargai oleh konsumen, tenaga kerja dan publik yang
lainnya.
Membebankan tanggung Jawab jawab Membuat
anggaran
Menentukan tipe posisi penjualan
Memilih teknik penjualan
Menguraikan tugas penjualan
Menerapkan rencana
Menentukan tujuan
18
Sumber: Sutisna (2002: 321)
Membebankan tanggung jawab
Tanggung jawab dasar dari manajer penjualan adalah sebagai berikut:
o Memahami tujuan perusahaan, strategi perusahaan, posisi perusahaan dan
rencana dasar pemasaran, dan menurunkan hal tersebut ke dalam bentuk
sales force (armada penjualan).
o Menentukan dan menguraikan filosofi penjualan, karakteristik armada
penjualan, tugas-tugas penjualan, organisasi penjualan, dan metode
berhubungan dengan konsumen.
o Menyiapkan dan merevisi ramalan penjualan.
o Mengalokasikan sumber-ssember daya didasarkan pada peramalan
penjualan dan kebutuhan konsumen.
o Memilih, melatih, menugaskan, memberikan imbalan, dan membimbing
personal penjualan.
o Mensinkronisasikan tugas-tugas penjualan dengan periklanan yang dibuat,
merencanakan produk, distribusi, riset pemasaran, produksi, dan aktivitas-
aktivitas lain.
o Menilai kinerja penjualan berdasarkan personal penjualan, produk, lini
produk, pelanggan, kelompok pelanggan dan wilayah geografi.
o Memonitor secara terus-menerus tindakan pesaing.
o Mengarahkan agar armada penjualan bertindak secara etis.
o Mengantarkan citra yang diinginkan oleh perusahaan.
Membuat anggaran
Anggaran penjualan meliputi:
o Biaya penjualan diantara tenaga pennjualan
o Produk dan konsumen
o Wilayah geografi
Item-item tersebut seharusnya dibuat dalam anggaran sebagai berikut:
o Rencana penjualan
o Overhead (kompensasi manajer dan biaya kantor)
o Kompensasi armada penjualan
19
o Pengeluaran penjualan (biaya perjalanan, rumah tinggal sementara,
makanan, dan hiburan)
o Pertemuan penjualan
o Bantuan penjualan (peralatan komputer)
o Biaya manajemen penjualan (pemilihan tenaga penjualan dan pelatihan)
Menentukan tipe posisi penjualan
o Order tidaker (proses rutin dari satu pesanan ke pesanan lainnya)
o Order getter (memberikan informasi, membujuk konsumen dan menutup
penjualan)
o Memilih teknik penjualan
o Canned sales presentation (presentasi repetitif pada seluruh konsumen)
o Need-satisfaction approach (menganggap konsumen membutuhkan
perhatian dan perlakuan yang berbeda-beda).
2.4. Pengendalian Tenaga Penjualan Efektif
Dalam kegiatan tenaga penjualan diperlukan kontrol dan warning. Kontrol
yang dilakukan tentu membutuhkan alat dalam bentuk customer record card
(CRC), random control, melalui pengelolaan piutang, melalui laporan penjulan,
harian kumulatif, melalui jumlah effective call yang di dapat, dan kontrol secara
langsung dengan cara joint visit. Di sini, sangat besar peran kontrol untuk
mengetahui apakah kebijaksanaan (policy) yang dibuat oleh perusahaan tersebut
dapat dijalankan. Sementara itu, kontrol yang baik tidak menghasilkan apa-apa,
jika tidak dilakukan warning saat terjadi penyimpangan-penyimpangan dari
kebijaksanaan (time of payment (TOP)), return potongan harga, promosi yang
diberikan, dan lain-lain yang telah ditetapkan perusahaan. CRC adalah kartu
khusus yang dibuat untuk mencatat aktivitas pelanggan. Setiap kartu berisi nama
toko, produk yang dibeli, jangka waktu kredit, return produk, tanggal kunjungan,
nomor kode komputer, serta hal lain yang berhubungan dengan informasi
penjualan. Kontrol random adalah kegiatan ceking outlet secara random oleh
supervisi. Yang dapat dilakukan dalam random ceking adalah mengontrol
aktivitas tenaga penjualan apakah sudah benar sesuai rute perjalanan, jadwal yang
20
ada, dan area distribusi yang telah ditetapkan. Warning selain sebagai pengingat
juga sebagai pemicu tenaga penjualan untuk bekerja lebih sempurna.
2.5. Evaluasi Kerja Tenaga Penjualan
Tenaga penjualan merupakan bagian penting dari rencana penjualan
perusahaan. Jika perusahaan telah menetukan tingkat penjualan tertentu, manajer
penjualan akan mengelola sumber daya yang dimiliki (termasuk armada penjualan
yang terdiri dari banyak tenaga penjualan) untuk mencapai tujuan tersebut.
Biasanya tingkat penjualan yang ditentukan oleh perusahaan akan dibagi-bagi
berdasarkan tenaga penjualan dan wilayah penjualan. Oleh karena itu, ramalan
penjulan merupakan hal yang penting dalam menentukan tingkat penjualan yang
diharapkan dicapai oleh setiap tenaga penjualan.
Sebenarnya, bukan hanya efektifitas tenaga penjualan dalam mencapai
target penjualan saja yang perlu diperhatikan, tetapi apakah efektifitas itu disertai
efisiensi. Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi dari aktivitas tenaga
penjualan, terlebih dahulu harus diketahui apakah tenaga penjualan telah
bertindak sesuai dengan rencana atau tidak. Untuk mengetahui hal tersebut, tidak
ada cara lain kecuali perusahaan harus mengukur dan mengevaluasi kinerja
armada penjualan/ tenaga penjualan. Berikut ini adalah sistem evaluasi dan
pengukuran kinerja armada penjualan.
21
Gambar 2: Sistem evaluasi kinerja tenaga penjualan
Sumber: Sutisna (2002: 324)
Membuat tujuan dan sasaran armada penjualan
Mengembangkan rencana penjualan
Menentukan standar kinerja
Mengalokasikan sumber daya dan upaya armada penjualan dalam pelaksanaan rencana penjualan
Tentukan deviasi dari standar
Laksanakan tindakan perbaikan
Mengukur kinerja armada penjualan dengan standar yang dibuat
Ambil tindakan baru
Apakah sekarang standar terpenuhi?
Apakah standar
terpenuhi?
Apakah standar
terpenuhi?
Ya
Tidak
Tidak
Ya
22
2.5.1. Pengukuran Kinerja Armada Penjualan
Pengukuran kuantitatif
Tabel berikut ini menunjukkan pengukuran kinerja armada penjualan
diukur secara kuantitatif.
Tabel 3: Pengukuran kuantitatif
Hasil penjualan Upaya-upaya penjualan
Pesanan:Jumlah pesanan yang diperolehRata-rata ukuran pesanan (unit atau rupiah)Jumlah pesanan yang dibatalkan oleh konsumen
Sales calls:Jumlah konsumen yang diperoleh saat iniJumlah konsumen potensial yang diperoleh Rata-rata waktu yang diperlukan per callJumlah presentasi penjualanRasio frekuensi call per tipe pelanggan
Volume penjualan:Volume penjualan dalam rupiahVolume penjualan dalam unitVolume penjualan berdasarkan tipe pelangganVolume penjualan berdasarkan kategori produkVolume penjualan yang diterjemahklan ke dalam pangsa pasarPersentase yang dicapai dari kuota penjualan
Pengeluaran penjualan:Pengeluaran rata-rata per sales callsPersentase dari volume penjualan dalam rupiahPersentase penjualan dari kuota penjualanPengeluaran berdasarkan tipe konsumenPengeluaran berdasarkan kategori produk
Marjin:Marjin kotorKeuntungan bersihMarjin berdasarkan tipe konsumenMarjin berdasarkan kategori produk
Pelayanan pelanggan:Jumlah dari service callsBiaya pengiriman per unit terjualJumlah komplain pelangganPersentase barang yang dikembalikan
Sumber: Sutisna (2002: 325)
Pengukuran Kualitatif
Aktivitas yang berhubungan dengan penjualan:
o Manajemen wilayah: persiapan sales calls, penjadwalan, routing, dan
pemanfaatan waktu.
23
o Intelejen pemasaran: gagasan produk baru, aktivitas persaingan, tindak
lanjut dari pilihan konsmen baru.
o Hubungan pelanggan
o Persiapan laporan dan ketepatan pelaporan.
Keahlian menjual:
o Pengetahuan perusahaan dan kebijakan-kebijakannya.
o Mengetahui produk pesaing dan strategi penjualan.
o Menggunakan marketing dan dukungan tim teknis.
o Memahami teknik penjualan.
o Umpan balik dari konsumen (negatif atau positif).
o Pengetahuan produk.
o Pengetahuan konsumen.
o Pelakanaan teknik-teknik penjualan.
o Kualitas dari presentasi penjualan.
o Keahlian komunikasi.
Karakteristik pribadi:
Kerjasama, hubungan kemanusiaan, antusiasme, motivasi, pertimbangan,
peduli pada milik perusahaan, usaha memperbaiki diri, penampilan, kesabaran,
tepat waktu, inisiatif, banyak akal, kesehatan, potensi mengelola penjualan,
perilaku moral dan etis.
Penilaian armada penjualan secara menyeluruh
Menurut Sutisna (2002: 326), penilaian kinerja armada penjualan secara
menyeluruh meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Audit lingkungan penjualan. Analisis ini mengembangkan kecenderungan
lingkungan penjualan (pilihan konsumen, strategi pesaing, peraturan
pemerintah, dan lain-lain) yang mungkin menimbulkan kesepakatan atau
tantangan khusus untuk organisasi penjualan.
2. Audit tujuan dan sasaran penjualan. Audit ini menguji tujuan dan sasaran
penjualan. Walaupun secara umum tenaga penjualan biasanya memahami
tujuan perusahaan dalam jangka pendek, kadang-kadang dalam jangka
24
panjang mereka lupa. Oleh keran itu, tugas manajer penjualan adalah
mengingatkan sekaligus membebankan tujuan secara individual kepada
tenaga penjualan.
3. Audit kebijakan penjualan. Kebijakan-kebijakan penjualan harus terus
diuji, agar sesuai dengan tujuan penjualan.
4. Audit tidaktik dan strategi penjualan. Audit ini terdiri atas pengujian yang
kritis terhadap seberapa baik strategi dan tidaktik penjualan mampu
mengeksplorasi peluang dan tantangan pasar.
5. Audit organisasi penjualan. Pengujian ini bermaksud menguji kemampuan
organisasi penjualan dalam menerapkan tidaktik dan strategi penjualan.
6. Audit produktivitas penjualan. Audit ini menganalisis profitabilitas dari
armada penjualan yang berbeda dihubungkan dengan berbagai jenis
pengeluaran penjualan.
Kinerja tenaga penjualan dievaluasi melalui prestasi kerja dan attitude.
Evaluasi kinerja tenaga penjualan melibatkan attitude karena tanpa attitude yang
baik, berarti tenaga penjualan bukanlah pekerja yang memiliki etos kerja baik.
Dalam evalusi ini, selain melakukan berbagai kegiatan seperti merancang tenaga
penjualan, menetapkan target penjualan, menetapkan promosi, dan menetapkan
kebijakan harga, seorang manajer penjualan juga perlu mengevaluasi kinerja
tenaga penjualan. Evaluasi ini selain dapat membantu pembinaan dan
penyeleksian ulang tenaga penjualan, juga dapat digunakan untuk menganalisis
pertumbuhan dan peningkatan penjualan yang dihubungkan dengan aktivitas
tenaga penjualan pada pelanggan.
1. Evaluasi motivasi kerja
Motivasi kerja tenaga penjualan perlu juga dievaluasi. Hal ini berkaitan
dengan sejauh mana tenaga penjualan termotivasi untuk meningkatkan hasil yang
ingin dicapai dalam kerjanya. Tenaga penjualan dituntut untuk selalu memiliki
motivasi dalam bekerja. Inilah sebabnya setiap perusahaan memberikan berbagai
perangsang dalam bentuk uang atau sekedar reward kepada tenaga penjualan.
2. Evaluasi kerja penjualan
Menurut Swastha (2001:171), tahap-tahap yang perlu dilakukan dalam
evaluasi hasil kerja penjualan adalah:
25
a. Membuat standar kerja
Penentuan standar kerja ini dimaksudkan untuk tujuan
pengendalian/pengawasan bagian penjualan dalam perusahaan dan untuk
menentukan secara tepat tentang tugas dan kegiatan pada bagian penjualan,
khususnya wiraniaga. Standar kerja yang dipakai dapat digolongkan menjadi
dua, yaitu:
o Standar hasil kerja kuantitatif: diperlukan untuk mengukur keberhasilan
bagian penjualan dalam mencapai tujuan laba. Standar kerja ditentukan
untuk faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat laba, seperti: biaya
penjualan, sales mix, frekuensi kunjungan, biaya perkunjungan dan jumlah
pesanan.
o Kriteria hasil kerja kualitatif: Kriteria kualitatif diperlukan untuk
menentukan karakteristik hasil kerja wiraniaga yang akan berpengaruh
terhadap hasil penjualannya, terutama dalam jangka panjang. Beberapa
faktor yang perlu dimasukkan untuk mengadakan evaluasi antara lain:
kondisi fisik dan mental wiraniaga, keinginan untuk menjual, kerjasama,
serta pengetahuan tentang produk yang ditawarkan ditawarkan dan
kebijaksanaan perusahaan.
b. Mencatat hasil kerja riil
Dalam pencatatan hasil kerja rill titik berat manajemen dalam tahap
pengawasan ini adalah mengumpulkan informasi tentang pelaksanaan kerja.
Bebereapa faktor yang harus dipertimbangkan adalah:1) Jumlah dan macam
informasi yang diperlukan (catatan penjualan dan biaya, laporan dari orang-
orang yang bersangkut paut dengan manajemen penjualan), 2) sumber
informasi, dan metode pengumpulan data dengan pembuatan laporan periodik
atau dengan observasi oleh tenaga-tenaga bagian penjualan.
c. Evaluasi/pembandingan hasil kerja rill dengan standarnya
Pendapat manajer sangat penting dalam penilaian hasil kerja penjualan.
Masalah yang dianggap sulit terletidak pada proses pembandingannya.
Pembandingan hasil kerja rill dengan standar secara berpihak ataupun secara
mekanis murni harus dihindari, dengan alasan:
26
o Pertama, standar yang sama tidak selalu tepat untuk menilai hasil kerja
semua wiraniaga. Sering terdapat perbedaan-perbedaan tentang daerah
penjualan masing-masing wiraniaga, potensi penjualannya,
kepribadiannya dan sebagainya.
o Kedua, sering terjadi komplikasi yang disebabkan oleh dua orang
wiraniaga atau lebih yang bekerja pada daerah penjualan yang sama atau
melayani pembeli yang sama.
o Ketiga, evaluasi tentang efektivitas wiraniaga secara individual tidak
hanya memerlukan pembandingan hasil kerja dengan standar kuantitatif,
tetapi juga dengan standar kualitatifnya. Mungkin, di satu puhak seorang
wiraniaga dinilai cukup baik menurut standar kualifikasinya, tetapi di
pihak lain, target penjualannya tidak dapat tercapai.
d. Mengambil tindakan yang diperlukan
Apabila hasil kerja rill sama dengan standarnya, berarti keputusan yang
diambil adalah tidak ada tindakan yang perlu dilakukan. Akan tetapi jika hasil
kerja yang dicapai tidak sama dengan standarnya, maka manajemen
mempunyai tiga alternaif tindakan, diantaranya:
o Menyesuaikan hasil kerja dengan standar
o Memperbaiki kebijaksanaan data/atau rencana, atau strategi
o Menurunkan atau menaikkan standar dan/atau kinerja yang digunakan agar
lebih realistis.
27
BAB III
STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN
3.1. Studi Kasus
Cara Praktis Meningkatkan Produktivitas Sales Force
Kamis, 11/02/2010 10:30 WIB
Budi Hartadi- detikSurabaya
Di era kompetisi dan kondisi perekenomian yang belum sepenuhnya pulih
akibat krisis global, seringkali menjadi alasan klise bagi perusahaan ketika tidak
mencapai target penjualan ataupun profitabilitas yang diinginkan. Sales Force
Management digunakan untuk menjawab bagaimana membangun tim sales force
yang efektif sekaligus efisien, dimana dapat meningkatkan produktivitas
penjualan perusahaan, sekaligus menurunkan biaya yang tidak dibutuhkan,
sehingga dapat mencapai profitabilitas yang diinginkan.
Sales Force Management terdiri atas lima pilar yang merupakan prinsip
dasar dalam meningkatkan produktivitas sales force. Yang terdiri atas structure,
sizing, compensation, training, dan performance evaluation yang sesuai dengan
karakter perusahaan. Dalam mengoptimalkan penjualan, perlu dipahami
bagaimana membentuk struktur organisasi penjualan yang efisien. Kemudian
pemahaman tentang metode-metode untuk menentukan ukuran sales force yang
optimal.
Setelah pembentukan struktur organisasi penjualan dan penentuan jumlah
sales force, perlu dirancang pemberian kompensasi yang dapat merangsang
motivasi para salesman. Didukung dengan desain pelatihan yang tepat, sales force
akan lebih perform dengan desain pelatihan yang menjawab permasalahan
mereka. Hingga pada akhirnya dapat dilakukan evaluasi terhadap performance
28
dari sales force yang ada, sehingga perbaikan dapat dilakukan untuk performance
management perusahaan ke depannya..
(http://surabaya.detik.com/read/2010/02/11/103028/1297380/466/cara-praktis-
meningkatkan-produktivitas-sales-force)
3.2. Pembahasan
Dalam mengatasi persaingan di dunia ritel yang semakin ketat, apalagi
perusahaan masih dalam tahap pemulihan dari kondisi pasca krisis ekonomi yang
sempat melanda Indonesia beberapa tahun silam, pengelolaan tenaga penjualan
memang sangat penting untuk dilakukan mengingat tenaga penjualan adalah
ujung tombak dari perusahaan.
Dalam melakukan pengelolaan tenaga penjualan, terdapat beberapa
tahapan yang perlu dilakukan yaitu:
1. Structure, perusahaan perlu membuat suatu struktur organisasi penjualan
yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan perusahaan.
2. Sizing, perusahaan perlu menentukan berapa ukuran tenaga pejualan yang
optimal, maksudnya jumlah tenaga penjualan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan perusahaan.
3. Compensation, perusahaan perlu memberikan kompensasi kepada tenaga
penjualan yang berhasil memenuhi target penjualan. Pemberian
kompensasi dapat menambah motivasi tenaga penjualan dalam
menjalankan tugasnya.
4. Training, untuk menambah dan mengembangkan ketrampilan dan
pengetahuan tenaga penjualan agar mereka dapat meningkatkan kinerja
dan dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapi.
5. Performance evaluation, perlu dilakukan oleh perusahaan untuk
mengetahui sejauh mana tujuan perusahaan telah tercapai dan bagaimana
kinerja tenaga penjualan, sehingga bisa segera diambil tindakan apabila
ada yang perlu diperbaiki.
Perusahaan yang dapat mengelola tenaga penjualannya dengan sangat baik
akan memiliki keunggulan bersaing dan dapat mencapai tujuan perusahaan yang
telah ditentukan. Namun dalam mewujudkan tenaga penjualan yang efektif tidak
29
hanya bergantung pada SDM saja melainkan juga saran-sarana pendukung dalam
pelaksanaan kegiatan penjualan yang efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTIDAKA
Amstrong, M. 2003. Managing People a Practical Guide for Line Managers. Jakarta: PT Buana Ilmu Populer.
Chalmers, J. 2003. Grolier Bussines Library: Organising Effective Training. Wanchai-Hongkong: Grolier International Inc.
Dale, M. 2003. Sukses Merekrut dan Menyeleksi Karyawan. Jakarta: PT Buana Ilmu Populer.
Humphries, J. 2003. Grolier Bussines Library: How to Manage a Sales Team. Wancai-Hongkong: Grolier International Inc.
Royan, Frans M. 2004. Creating Effective Sales Force-Meningkatkan Penjualan Melalui Rancang Bangun Sales Force Effective. Yogyakarta: Andi.
Sastrohadiwiryo, S. 2005. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara
Saydam, G. 2006. Built in Training. Bandung: Rosda.
Stewart, G. 1993. Manajemen Penjualan: Kiat Membentuk Tim yang Tangguh. Jakarta: Erlangga.
Sunarto. 2005. Manajemen Karyawan. Yogyakarta: AMUS.
Sutisna. 2002. Perilaku konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: Rosda
Swastha, Basu. 2001. Manajemen Penjualan. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta
Wyatt, W. 2003. Glorier Bussines Library: How to Employ and Manage Staff. Wanchai-Hongkong: Grolier International Inc.
http://surabaya.detik.com/read/2010/02/11/103028/1297380/466/cara-praktis-meningkatkan-produktivitas-sales-force, (diakses 10 Maret 2010)
30
31