9. BAB II
-
Upload
marsha-maulina -
Category
Documents
-
view
124 -
download
0
description
Transcript of 9. BAB II
BAB II
PERAN, TUGAS, DAN FUNGSI APOTEKER
DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
2.1 Badan Pengawas Obat dan Makanan
Badan POM merupakan institusi pemerintah yang memiliki kewenangan
dan tanggung jawab dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap komoditi
obat dan makanan yang beredar di masyarakat. Selain pengawasan terhadap obat
dan makanan, pengawasan juga dilakukan terhadap kosmetika, suplemen,
narkotika, bahan berbahaya, dan obat tradisional. Tugas tersebut dapat terlaksana
dengan baik jika ditunjang dengan adanya sumber daya manusia yang memadai
dan kompeten serta memiliki pengetahuan melalui pendidikan di bidang
kesehatan. Apoteker sebagai tenaga kesehatan memiliki peran yang penting dalam
melaksanakan upaya kesehatan.
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai kedudukan dan dasar hukum,
tugas, fungsi, kewenangan, visi dan misi, budaya organisasi, konsep sistem, dan
susunan organisasi BPOM.
2.1.1 Kedudukan Badan Pengawas Obat dan Makanan
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2005 tentang
Perubahan Keenam atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Tata Kerja
Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND).
Kedudukan Badan Pengawas Obat dan Makanan, yaitu:
a. BPOM adalah LPND yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintah
tertentu dari Presiden.
b. BPOM berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
c. Dalam melaksanakan tugasnya, BPOM dikoordinasikan oleh Menteri
Kesehatan.
5
6
2.1.2 Tugas Badan Pengawas Obat dan Makanan
Badan POM melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat
dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2.1.3 Fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan
Fungsi dari BPOM yang tercantum dalam Keputusan Kepala BPOM
No.02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja BPOM:
a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat
dan makanan.
b. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan.
c. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPOM.
d. Pemantauan, pemberian bimbingan, dan pembinaan terhadap kegiatan
instansi pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan.
e. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang
perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian,
keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan, dan rumah tangga.
2.1.4 Kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan
Dalam menyelenggarakan fungsinya tersebut, BPOM mempunyai
kewenangan sebagai berikut:
1. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang pengawasan obat dan
makanan.
2. Perumusan kebijakan di bidang pengawasan obat dan makanan untuk
mendukung pembangunan secara makro.
3. Penetapan sistem informasi di bidang pengawasan.obat dan makanan.
4. Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif) tertentu untuk
makanan dan penetapan pedoman pengawasan peredaran obat dan makanan.
5. Pemberian izin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan industri
farmasi.
7
6. Penetapan pedoman penggunaan, konservasi, pengembangan, dan
pengawasan tanaman obat.
2.1.5 Visi dan Misi Badan Pengawas Obat dan Makanan
Terkait dengan tugas yang harus dilaksanakan, BPOM selalu mengarahkan
diri pada visi dan misi yang dimiliki. Visi dari BPOM adalah menjadi institusi
pengawas obat dan makanan yang inovatif, kredibel, dan diakui secara
internasional untuk melindungi masyarakat, sedangkan misinya adalah:
1. Melakukan pengawasan pre-market dan post-market berstandar internasional.
2. Menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten.
3. Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan diberbagai lini.
4. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan
makanan yang berisiko terhadap kesehatan.
5. Membangun organisasi pembelajar (Learning Organization).
2.1.6 Budaya Organisasi Badan Pengawas Obat dan Makanan
Untuk membangun organisasi yang efektif dan efisien, BPOM juga
berusaha mengembangkan budaya organisasi yang menyangkut nilai-nilai dasar,
yaitu:
1. Profesional, menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas,
ketekunan, dan komitmen yang tinggi.
2. Kredibel, dapat dipercaya dan diakui oleh masyarakat luas, nasional, dan
internasional.
3. Cepat tanggap, antisipatif, dan responsif dalam mengatasi masalah.
4. Kerjasama tim, mengutamakan keterbukaan, saling percaya, dan komunikasi
yang baik.
5. Inovatif, mampu melakukan pembaruan sesuai ilmu pengetahuan dan
teknologi terkini.
8
2.1.7 Filosofi Logo Badan Pengawas Obat dan Makanan
Gambar 2.1 Unsur tameng
Unsur pertama dalam logo Badan POM adalah tameng yang
melambangkan perlindungan terhadap masyarakat dari penggunaan obat dan
makanan yang tidak memenuhi persyaratan mutu.
Gambar 2.2 Tanda checklist
Selain sebagai tameng unsur tersebut dapat juga dilihat sebagai tanda
Checklist yang mempresentasikan trust atau rasa kepercayaan.
Gambar 2.3 Filosofi mata elang
Pengambilan makna filosofis mata elang sebagai unsur kedua adalah
karena elang memiliki pandangan yang tajam sesuai dengan fungsi Badan POM
yang bertanggung jawab melindungi masyarakat dengan mengawasi penggunaan
obat dan makanan di Indonesia.
Gambar 2.4 Unsur garis
Garis yang bergerak dari tipis menjadi semakin tebal melambangkan
langkah kedepan yaitu Ditjen POM yang berubah menjadi Badan POM. Selain
9
itu dapat juga dilihat sebagai representasi keadaan Badan POM sebagai badan
yang memberikan perlindungan (dilambangkan dengan garis hijau) terhadap
masyarakat (garis biru tebal) dari pengusaha obat dan makanan (garis biru
tipis).
Gambar 2.5 Logo keseluruhan
Tampak logo secara keseluruha memadukan unsur-unsur tersebut dalam
satu kesatuan yang padu dan serasi sehingga peletakan tulisan Badan POM secara
tipografis menjadi lebih bebas. Sedangkan pemilihan warna biru pekat (dark blue)
menggambarkan perlindungan dan warna hijau (green) menggambarkan scientific
base.
2.1.8 Konsep Sistem Badan Pengawas Obat dan Makanan
Pengawasan obat dan makanan yang dilakukan oleh BPOM mengacu pada
Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM) yang memiliki tiga pilar, yaitu:
1. Subsistem Pengawasan Produsen
Sistem pengawasan internal oleh produsen melalui pelaksanaan cara-cara
produksi yang baik atau Good Manufacturing Practices (GMP) agar setiap
bentuk penyimpangan dari standar mutu dapat dideteksi sejak awal.
2. Subsistem Pengawasan Konsumen
Sistem pengawasan oleh masyarakat konsumen sendiri melalui peningkatan
kesadaran dan peningkatan pengetahuan mengenai kualitas produk yang
digunakannya dan cara-cara penggunaan produk yang rasional.
3. Subsistem Pengawasan Pemerintah
Sistem pengawasan oleh pemerintah melalui pengaturan dan standardisasi,
penilaian keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum diizinkan beredar
di Indonesia, inspeksi, pengambilan sampel, dan pengujian laboratorium
10
produk yang beredar serta peringatan kepada publik yang didukung
penegakan hukum.
2.1.9 Susunan Organisasi Badan Pengawas Obat dan Makanan
Sesuai dengan Keputusan Kepala Badan POM Nomor 02001/SK/KBPOM,
organisasi dan tata kerja BPOM adalah sebagai berikut:
1. Kepala Badan POM
2. Sekretariat Utama, yang terdiri atas:
- Biro Perencanaan dan Keuangan
- Biro Kerjasama Luar Negeri
- Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat
- Biro Umum
3. Inspektorat
4. Deputi I, Bidang Pengawasan Produk Terapeutik, Narkotik, Psikotropik, dan
Zat Adiktif (NAPZA).
a) Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi
b) Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapeutik dan PKRT
c) Direktorat Standarisasi Produk Terapeutik dan PKRT
d) Direktorat Produksi Produk Terapeutik dan PKRT
e) Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropik, dan Zat Adiktif (NAPZA)
5. Deputi II, Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetika, dan Produk
Komplemen.
a) Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetika,
b) Direktorat Standarisasi Obat Tradisional, Kosmetika, dan Produk
Komplemen
c) Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetika, dan
Produk Komplemen
d) Direktorat Obat Asli Indonesia
6. Deputi III, Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya.
a) Direktorat Penilaian Keamanan Pangan
b) Direktorat Standarisasi Produk Pangan
11
c) Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan
d) Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan
e) Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya
7. Unit Pelayanan Teknis Balai Besar atau Balai POM.
Bagan struktur organisasi Badan POM RI dapat dilihat pada Lampiran A.
2.1.10 Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.21.3592 Tahun
2007 tentang perubahan kedua atas Keputusan Kepala Badan POM No.
05018/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Badan POM mencantumkan bahwa unit
pelaksana teknis di lingkungan Badan POM terdiri dari Balai Besar Pengawas
Obat dan Makanan dan Balai Pengawas Obat dan Makanan. UPT Badan POM
dipimpin oleh seorang Kepala yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala
Badan POM.
A. Tugas dan Fungsi Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
Balai Besar POM di Bandung sebagai unit pelaksana teknis Badan POM
mempunyai tugas melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan produk
terapeutik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetika,
produk komplemen, pangan, dan bahan berbahaya.
Dalam melaksanakan tugasnya Balai Besar POM di Bandung
menyelenggarakan fungsi:
1. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan.
2. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu
produk terapeutik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat
tradisional, kosmetika, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya.
3. Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk
secara mikrobiologi.
4. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan
pada sarana produksi dan distribusi.
12
5. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum.
6. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi, dan distribusi tertentu yang
ditetapkan oleh Kepala Badan.
7. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen.
8. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan.
9. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.
10. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan, sesuai dengan
bidang tugasnya.
B. Tipe Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Pengawas Obat dan Makanan
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.21.3592
Tahun 2007, UPT di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan terdiri dari:
1. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Tipe A, terdiri dari:
a. Bidang Pengujian Produk Terapeutik, Narkotik, Obat Tradisional,
Kosmetika, dan Produk Komplemen.
b. Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya.
c. Bidang Pengujian Mikrobiologi.
d. Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan.
e. Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen.
f. Sub Bagian Tata Usaha.
g. Kelompok Jabatan Fungsional.
2. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Tipe B, terdiri dari:
a. Bidang Pengujian Produk Terapeutik, Narkotik, Obat Tradisional,
Kosmetika, dan Produk Komplemen.
b. Bidang Pengujian Pangan, Bahan Berbahaya dan Mikrobiologi.
c. Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan.
d. Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen.
e. Sub Bagian Tata Usaha.
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
13
3. Balai Pengawas Obat dan Makanan Tipe A, terdiri dari:
a. Seksi Pengujian Produk Terapeutik, Narkotik, Obat Tradisional,
Kosmetika, dan Produk Komplemen.
b. Seksi Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya.
c. Seksi Pengujian Mikrobiologi.
d. Seksi Pemeriksaan dan Penyidikan.
e. Seksi Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen.
f. Sub Bagian Tata Usaha.
g. Kelompok Jabatan Fungsional.
4. Balai Pengawas Obat dan Makanan Tipe B, terdiri dari:
a. Seksi Pengujian Produk Terapeutik, Narkotika, Obat Tradisional,
Kosmetika, dan Produk Komplemen.
b. Seksi Pengujian Pangan, Bahan Berbahaya dan Mikrobiologi.
c. Seksi Pemeriksaan, Penyidikan, Sertifikasi, dan Layanan Informasi
Konsumen.
d. Sub Bagian Tata Usaha.
e. Kelompok Jabatan Fungsional.
Sejak ditetapkan peraturan ini, terdapat 30 UPT di lingkungan BPOM,
yaitu:
1. 12 (dua belas) Balai Besar POM Tipe A
2. 7 (tujuh) Balai Besar POM Tipe B
3. 7 (tujuh) Balai POM Tipe A
4. 4 (empat) Balai POM Tipe B
Balai Besar POM di Bandung merupakan Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan tipe A. Balai Besar POM di Bandung sebagai unit pelaksana teknis yang
mempunyai wilayah kerja meliputi seluruh daerah di Jawa Barat, terdiri dari
Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bekasi, Kabupaten
Bogor, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Cirebon, Kabupaten
Garut, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Karawang, Kabupaten Kuningan,
14
Kabupaten Majalengka, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang, Kabupaten
Sukabumi, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Bandung, Kota
Sukabumi, Kota Cirebon, Kota Cimahi, Kota Bekasi, Kota Banjar, Kota Depok,
Kota Tasikmalaya, dan Kota Bogor.
C. Susunan Organisasi dan Tugas-Tugas Bidang di Balai Besar POM
Berdasarkan Keputusan Kepala BPOM No. 05018/SK/KBPOM Tahun 2001
dan telah diubah dengan Keputusan Kepala BPOM No.HK.00.05.21.4232 Tahun
2004, susunan organisasi Balai Besar POM terdiri atas:
1. Bidang Pengujian Produk Terapeutik, Narkotik, Obat Tradisional, Kosmetika,
dan Produk Komplemen (Teranokoko)
Bidang Teranokoko bertugas melaksanakan penyusunan rencana dan
program serta evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan
secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapeutik,
narkotik, obat tradisional, kosmetika, alat kesehatan, perlengkapan kesehatan
rumah tangga, dan produk komplemen.
2. Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya
Bidang ini bertugas melaksanakan penyusunan rencana dan program
serta evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan secara
laboratorium, pengujian dan penilaian mutu pangan dan bahan berbahaya.
3. Bidang Pengujian Mikrobiologi
Bidang Pengujian Mikrobiologi mempuyai tugas melaksanakan
penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan penyusunan laporan
pelaksanaan pemeriksaan, pengujian dan penilaian mutu produk secara
mikrobiologi.
4. Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan
Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan mempunyai tugas melaksanakan
penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan penyusun laporan
pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh untuk pengujian, dan
pemeriksaan sarana produksi, distribusi dan instalasi kesehatan serta
penyidikan kasus pelanggaran hukum di bidang produk terapeutik, narkotik,
15
psikotropik, zat adiktif, obat tradisional, kosmetika, produk komplemen,
pangan, dan bahan berbahaya. Bidang pemeriksaan dan penyidikan terdiri
atas:
a. Seksi Pemeriksaan
Seksi pemeriksaan mempunyai tugas melakukan pemeriksaan setempat,
pengambilan contoh untuk pengujian, pemeriksaan sarana produksi dan
distribusi produk terapeutik, narkotik, psikotropik, zat adiktif, obat
tradisional, kosmetika, produk komplemen, pangan, dan bahan berbahaya.
b. Seksi Penyidikan
Seksi penyidikan mempunyai tugas melakukan penyidikan terhadap kasus
pelanggaran hukum di bidang produk terapeutik, narkotik, psikotropik, zat
adiktif, obat tradisional, kosmetika, produk komplemen, pangan, dan
bahan berbahaya.
5. Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen
Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen mempunyai tugas
melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan penyusun
laporan pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi
tertentu, dan layanan informasi konsumen.
Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen terdiri atas:
a. Seksi Sertifikasi
Seksi sertifikasi mempunyai tugas melakukan sertifikasi produk, sarana
produksi, dan distribusi tertentu.
b. Seksi Layanan Informasi Konsumen
Seksi layanan informasi konsumen mempunyai tugas melakukan
pelayanan informasi kepada konsumen.
6. Sub Bagian Tata Usaha
Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas memberikan pelayanan
teknis dan administratif di lingkungan Balai Besar POM.
16
7. Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan
sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Bagan struktur organisasi Balai Besar POM di Bandung dapat dilihat pada
Lampiran B.
D. Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya
Balai Besar POM di Bandung sebagai unit pelaksana teknis BPOM
melakukan fungsi pengawasan mutu serta keamanan obat melalui salah satu
bidangnya yaitu Bidang Pengujian Pangan dan bahan Berbahaya. Bidang ini
bertugas dalam melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan
penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian, dan
penilaian mutu pangan dan bahan berbahaya dan juga melaksanakan tugas lain
yang ditetapkan oleh Kepala BPOM.
2.2 Peran, Tugas, dan Fungsi Apoteker di Badan POM
Menurut PP No. 51 tahun 2009, apoteker adalah sarjana farmasi yang
telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.
Badan POM merupakan institusi pemerintah yang memiliki kewenangan dan
tanggung jawab dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap komoditi obat
dan makanan yang beredar di masyarakat. Selain pengawasan terhadap obat dan
makanan, pengawasan juga dilakukan terhadap kosmetika, suplemen, narkotik,
bahan berbahaya, dan obat tradisional. Tugas tersebut dapat terlaksana dengan
baik jika ditunjang dengan adanya sumber daya manusia yang memadai dan
kompeten.
Berdasarkan UU No 23 Bab I Pasal 1 Tahun 1992, pekerjaan kefarmasian
adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat
atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat dan obat
17
tradisional dan sediaan farmasi. Pekerjaan kefarmasian tersebut dapat dilakukan
baik itu di instansi/perusahaan pemerintahan maupun di instansi/perusahaan
swasta.
Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian di instansi pemerintahan,
apoteker memiliki peranan yang sangat penting dalam melaksanakan tugas dan
fungsi sebagai pengawas peredaran obat dan makanan di Indonesia melalui
instansi Badan/Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan. Fungsi pengawasan
tersebut tidak hanya menyangkut komoditi obat dan makanan saja tetapi juga
meliputi komoditi obat tradisional, produk komplemen, produk pangan, dan bahan
kimia berbahaya yang bersifat vital dan merupakan upaya kesehatan untuk
meningkatkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, dengan
pendekatan pemeliharan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan, seperti halnya yang tercantum dalam
UU No. 23 Bab V Pasal 10 dan 11. Apoteker di BPOM dapat berperan sebagai
Kepala ataupun Pelaksana Teknis Bidang dengan tugas spesifik sesuai bidang
keahliannya.
Selain itu, Apoteker juga memiliki peranan dalam pelaksanaan tugas
Badan POM sesuai dengan yang digariskan oleh WHO. Peran apoteker dikenal
dengan istilah Seven Stars Plus of Pharmacist yang meliputi:
1. Care giver: pemberi pelayanan dalam bentuk pelayanan klinis, analitis,
teknis, sesuai peraturan perundang-undangan. Dalam memberikan pelayanan,
apoteker harus berinteraksi dengan pasien secara individu maupun kelompok.
Apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan
kesehatan secara berkesinambungan dan pelayanan farmasi yang dihasilkan
harus bermutu tinggi.
2. Decision maker: pengambil keputusan yang tepat untuk mengefisienkan dan
mengefektifkan sumber daya.
3. Communicator: mempunyai kemampuan berkomunikasi yang cukup baik.
Komunikasi tersebut meliputi komunikasi lisan dan tulisan
18
4. Leader: memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin, memiliki keberanian
mengambil keputusan yang empati dan efektif serta kemampuan
mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan.
5. Manager: kemampuan mengelola sumber daya dan informasi secara efektif.
Tanggap terhadap kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi
informasi mengenai obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan obat.
6. Long Life Learner: belajar terus menerus untuk meningkatkan pengetahuan
dan kemampuan.
7. Teacher: bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan pelatihan.
8. Researcher: berperan serta dalam berbagai penelitian guna mengembangkan
ilmu kefarmasian.
Tugas apoteker di Badan POM adalah melaksanakan tugas pemerintah di
bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan dan
perundang-undangan, secara khusus di Unit Pelaksana Teknis Balai Besar POM
bidang pemeriksaan dan penyidikan bertugas melakukan penyusunan rencana dan
program serta evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan
setempat, pengambilan contoh untuk pengujian, dan pemeriksaan sarana produksi,
distribusi, dan instansi kesehatan serta penyidikan kasus pelanggaran hukum di
bidang terapeutik, narkotik, psikotropik dan zat adiktif, obat tradisional,
kosmetika, produk komplemen, pangan, dan bahan berbahaya.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana yang dimaksud di atas, apoteker
mempunyai fungsi:
1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum di
bidang pengawasan produk terapeutik, NAPZA, obat tradisional, kosmetika,
produk komplemen, dan produk pangan.
2. Penyusunan rencana pengawasan produk terapeutik, NAPZA, obat
tradisional, kosmetika, produk komplemen, dan produk pangan.
3. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang penilaian mutu dan keamanan produk terapeutik,
19
NAPZA, obat tradisional, kosmetika, produk komplemen, dan produk
pangan.
4. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian
bimbingan di bidang standardisasi produk terapeutik, NAPZA, obat
tradisional, kosmetika, produk komplemen, dan produk pangan.
5. Pengawasan produk terapeutik, NAPZA, obat tradisional, kosmetika, produk
komplemen, dan produk pangan.
6. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan
produk terapeutik, NAPZA, obat tradisional, kosmetika, produk komplemen,
dan produk pangan yang memerlukan pengujian mikrobiologi.
7. Evaluasi pelaksanaan produk terapeutik, NAPZA, obat tradisional, kosmetika,
produk komplemen, dan produk pangan.
8. Penyusunan rencana dan program pemeriksaan dan penyidikan obat dan
makanan.
9. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh untuk pengujian,
dan pemeriksaan sarana produksi, distribusi, dan instansi kesehatan serta
penyidikan kasus pelanggaran hukum di bidang terapeutik, narkotik,
psikotrpoik dan zat adiktif, obat tradisional, kosmetika, dan produk
komplemen.
10. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh untuk pengujian,
dan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi di bidang pangan dan bahan
berbahaya.
11. Pelaksanaan penyidikan terhadap kasus pelanggaran hukum.
12. Evaluasi dan penyusunan laporan pemeriksaan dan penyidikan obat dan
makanan.
13. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan/Balai Besar/Balai
POM.
20
2.3 Kompetensi Apoteker di Badan POM
Berdasarkan kompetensi dasar apoteker di Indonesia yang ditetapkan oleh
Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia/APTFI (Indonesian Association of
Pharmacy Higher Education) apoteker di lembaga pemerintah harus memiliki
kompetensi sebagai berikut:
a. Penyusunan Kebijakan dalam Bidang Obat dan Makanan
Apoteker harus memiliki kemampuan dalam melakukan koordinasi dan
berkontribusi dalam penyusunan kebijakan dalam bidang obat dan kesehatan,
seperti dalam hal pemilihan, pengadaan, dan distribusi obat untuk kebutuhan
nasional. Kebijakan dalam bidang obat dan kesehatan meliputi berbagai hal,
seperti dalam hal pemilihan, produksi, dan distribusi obat untuk kebutuhan
nasional, serta adanya persyaratan dan peraturan yang harus dipatuhi oleh industri
farmasi dan makanan dalam proses produksi agar produk yang dihasilkan selalu
aman, bermutu, dan berkhasiat.
Sesuai dengan visi dan misi BPOM, maka apoteker di BPOM harus
memiliki kemampuan dalam menentukan obat-obatan, perbekalan kesehatan, dan
makanan yang tepat dan sesuai untuk masyarakat sehingga masyarakat tidak
dirugikan. Obat-obatan, perbekalan kesehatan, dan makanan yang dipilih tersebut
merupakan produk yang telah teregistrasi dengan sah dan meyakinkan serta telah
terjamin kualitas dan keamanannya. Dengan demikian kebijakan yang disusun
BPOM diarahkan terutama pada kegiatan prioritas yang memiliki efek sinergi dan
daya ungkit yang besar terhadap tujuan perlindungan masyarakat luas, yang
mencakup antara lain:
1. Evaluasi mutu, keamanan, dan khasiat produk beresiko oleh tenaga ahli
berdasarkan bukti-bukti ilmiah.
2. Standardisasi mutu produk untuk melindungi konsumen sekaligus
meningkatkan daya saing menghadapi era pasar bebas.
3. Pelaksanaan cara-cara produksi dan distribusi yang baik sebagai built in
control.
4. Operasi pemeriksaan dan penyelidikan terhadap proses produksi, distribusi
dan peredaran narkotik, psikotropik serta produk-produk ilegal lainnya.
21
5. Monitoring iklan dengan melibatkan peran aktif masyarakat dan organisasi
profesi.
6. Komunikasi, informasi, dan edukasi kepada masyarakat untuk meningkatkan
kesadaran dan pengetahuan terhadap mutu, khasiat, dan keamanan suatu
produk.
b. Pengelolaan Obat Secara Nasional
Apoteker harus mampu mengelola obat secara nasional (pemilihan obat
esensial nasional, persyaratan obat, dan distribusinya) termasuk pengumpulan data
untuk kebutuhan nasional maupun internasional. Daftar Obat Esensial Nasional
(DOEN) adalah daftar yang berisi obat-obatan yang paling banyak dibutuhkan dan
digunakan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat yang meliputi
diagnosis, terapi, dan rehabilitasi. DOEN merupakan acuan obat-obatan yang
dibutuhkan secara nasional sehingga dalam penyusunannya perlu diketahui
epidemiologi dan pola penyakit yang diderita masyarakat melalui proses
pengumpulan data.
c. Pengawasan dan Pengaturan
Apoteker harus mampu melaksanakan fungsi pengawasan dan pengaturan
obat, perbekalan kesehatan secara nasional seperti pengawasan pembuatan atau
produksi, import, distribusi, dan penjualan. Dalam melaksanakan fungsi
pengawasan dan pengaturan obat, perbekalan kesehatan, dan makanan secara
nasional maka BPOM menerapkan suatu konsep Sistem Pengawasan Obat dan
Makanan (SISPOM). Prinsip dasar dari SISPOM adalah:
1. Tindakan pengamanan cepat, tepat, akurat, dan profesional.
2. Tindakan dilakukan berdasarkan tingkat risiko dan berbasis bukti ilmiah.
3. Lingkup pengawasan bersifat menyeluruh, mencakup seluruh proses.
4. Berskala nasional/ lintas propinsi, dengan jaringan kerja internasional.
5. Otoritas yang menunjang penegakan supremasi hukum.
6. Memiliki jaringan laboratorium nasional yang kohesif dan kuat yang
berkolaborasi dengan jaringan global.
22
7. Memiliki jaringan sistem informasi keamanan dan mutu produk.
d. Administrasi Produk
Apoteker mampu melaksanakan fungsi administrasi obat, salah satunya,
yaitu tata cara registrasi obat. Registrasi adalah suatu prosedur pendaftaran dan
evaluasi obat untuk mendapatkan izin edar suatu produk. Sedangkan izin edar
adalah bentuk persetujuan registrasi obat untuk dapat diedarkan di wilayah
tertentu. Registrasi dilakukan terhadap obat jadi baru, obat jadi sejenis (obat
tiruan), obat produksi dalam negeri, obat kontrak, obat lisensi, dan obat impor.
Obat yang dapat memiliki izin edar harus memenuhi kriteria utama
berikut:
1. Efikasi atau khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai
dibuktikan melalui uji preklinik dan uji klinik atau bukti-bukti lain sesuai
dengan status perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan.
2. Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi sesuai Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), spesifikasi, dan metode pengujian
terhadap semua bahan yang digunakan serta produk jadi dengan bukti yang
sah.
3. Penandaan berisi informasi yang lengkap dan objektif yang dapat menjamin
penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman.
4. Khusus untuk psikotropik baru harus memiliki keunggulan kemanfaatan dan
keamanan dibandingkan dengan obat standar dan obat yang telah disetujui
beredar di Indonesia.
5. Khusus kontrasepsi harus dilakukan uji klinik di Indonesia.
e. Hubungan Internasional Dengan Institusi Pengawas Obat dan Makanan
Negara Lain
Apoteker mampu berperan serta bukan hanya hubungan di dalam negeri
tetapi juga dalam hubungan internasional. Badan POM merupakan instansi
pemerintah yang memiliki wewenang dalam pengawasan obat dalam upaya
kesehatan kenegaraan. Salah satu contoh kerjasama internasional yang dilakukan
23
oleh BPOM adalah ikut serta dalam Harmonisasi ASEAN di bidang kosmetika
yang berlaku sejak tahun 2008. Dengan demikian regulasi kosmetika se-ASEAN
menjadi suatu standar, yaitu harus memenuhi persyaratan dalam Cara Pembuatan
Kosmetika yang Baik (CPKB).
f. Kebijakan Dalam Bidang Pendidikan dan Pelatihan
Apoteker mampu berkontribusi dalam penetapan berbagai kebijakan
nasional dalam hal pendidikan di bidang farmasi. Kebijakan nasional mengenai
pendidikan di bidang farmasi perlu ditetapkan agar pendidikan farmasi dapat
berjalan dengan baik dan menghasilkan lulusan-lulusan yang memiliki
kompetensi yang diperlukan sesuai dengan perkembangan di bidang ilmu
kefarmasian dan teknologi. Selain itu, apoteker memiliki peran dalam
memberikan masukan kepada pimpinan dalam menyusun program pengembangan
staf dan karyawan serta penyuluhan pada masyarakat luas. Pendidikan dan
pelatihan yang dilakukan meliputi:
a. Bidang obat, obat tradisional, kosmetika melalui pelatihan Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB), Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB), Cara Pembuatan
Kosmetika yang Baik (CPKB), dan Cara Pembuatan Makanan yang Baik
(CPMB).
b. Pendidikan dan pelatihan teknis bagi staf di BPOM
Praktek Kerja Lapangan bagi siswa farmasi dan pascasarjana farmasi. Salah
satu kebijakan BPOM dalam bidang pendidikan khususnya farmasi adalah
menyediakan tempat pelatihan Praktik Kerja Profesi Apoteker bagi calon
apoteker dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.