9. BAB II

29
BAB II PERAN, TUGAS, DAN FUNGSI APOTEKER DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN 2.1 Badan Pengawas Obat dan Makanan Badan POM merupakan institusi pemerintah yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap komoditi obat dan makanan yang beredar di masyarakat. Selain pengawasan terhadap obat dan makanan, pengawasan juga dilakukan terhadap kosmetika, suplemen, narkotika, bahan berbahaya, dan obat tradisional. Tugas tersebut dapat terlaksana dengan baik jika ditunjang dengan adanya sumber daya manusia yang memadai dan kompeten serta memiliki pengetahuan melalui pendidikan di bidang kesehatan. Apoteker sebagai tenaga kesehatan memiliki peran yang penting dalam melaksanakan upaya kesehatan. Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai kedudukan dan dasar hukum, tugas, fungsi, kewenangan, visi dan misi, budaya organisasi, konsep sistem, dan susunan organisasi BPOM. 2.1.1 Kedudukan Badan Pengawas Obat dan Makanan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2005 tentang Perubahan Keenam atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, 5

description

laporan

Transcript of 9. BAB II

BAB II

PERAN, TUGAS, DAN FUNGSI APOTEKER

DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

2.1 Badan Pengawas Obat dan Makanan

Badan POM merupakan institusi pemerintah yang memiliki kewenangan

dan tanggung jawab dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap komoditi

obat dan makanan yang beredar di masyarakat. Selain pengawasan terhadap obat

dan makanan, pengawasan juga dilakukan terhadap kosmetika, suplemen,

narkotika, bahan berbahaya, dan obat tradisional. Tugas tersebut dapat terlaksana

dengan baik jika ditunjang dengan adanya sumber daya manusia yang memadai

dan kompeten serta memiliki pengetahuan melalui pendidikan di bidang

kesehatan. Apoteker sebagai tenaga kesehatan memiliki peran yang penting dalam

melaksanakan upaya kesehatan.

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai kedudukan dan dasar hukum,

tugas, fungsi, kewenangan, visi dan misi, budaya organisasi, konsep sistem, dan

susunan organisasi BPOM.

2.1.1 Kedudukan Badan Pengawas Obat dan Makanan

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2005 tentang

Perubahan Keenam atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang

Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Tata Kerja

Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND).

Kedudukan Badan Pengawas Obat dan Makanan, yaitu:

a. BPOM adalah LPND yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintah

tertentu dari Presiden.

b. BPOM berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

c. Dalam melaksanakan tugasnya, BPOM dikoordinasikan oleh Menteri

Kesehatan.

5

6

2.1.2 Tugas Badan Pengawas Obat dan Makanan

Badan POM melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat

dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

2.1.3 Fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan

Fungsi dari BPOM yang tercantum dalam Keputusan Kepala BPOM

No.02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja BPOM:

a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat

dan makanan.

b. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan.

c. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPOM.

d. Pemantauan, pemberian bimbingan, dan pembinaan terhadap kegiatan

instansi pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan.

e. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang

perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian,

keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan, dan rumah tangga.

2.1.4 Kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan

Dalam menyelenggarakan fungsinya tersebut, BPOM mempunyai

kewenangan sebagai berikut:

1. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang pengawasan obat dan

makanan.

2. Perumusan kebijakan di bidang pengawasan obat dan makanan untuk

mendukung pembangunan secara makro.

3. Penetapan sistem informasi di bidang pengawasan.obat dan makanan.

4. Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif) tertentu untuk

makanan dan penetapan pedoman pengawasan peredaran obat dan makanan.

5. Pemberian izin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan industri

farmasi.

7

6. Penetapan pedoman penggunaan, konservasi, pengembangan, dan

pengawasan tanaman obat.

2.1.5 Visi dan Misi Badan Pengawas Obat dan Makanan

Terkait dengan tugas yang harus dilaksanakan, BPOM selalu mengarahkan

diri pada visi dan misi yang dimiliki. Visi dari BPOM adalah menjadi institusi

pengawas obat dan makanan yang inovatif, kredibel, dan diakui secara

internasional untuk melindungi masyarakat, sedangkan misinya adalah:

1. Melakukan pengawasan pre-market dan post-market berstandar internasional.

2. Menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten.

3. Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan diberbagai lini.

4. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan

makanan yang berisiko terhadap kesehatan.

5. Membangun organisasi pembelajar (Learning Organization).

2.1.6 Budaya Organisasi Badan Pengawas Obat dan Makanan

Untuk membangun organisasi yang efektif dan efisien, BPOM juga

berusaha mengembangkan budaya organisasi yang menyangkut nilai-nilai dasar,

yaitu:

1. Profesional, menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas,

ketekunan, dan komitmen yang tinggi.

2. Kredibel, dapat dipercaya dan diakui oleh masyarakat luas, nasional, dan

internasional.

3. Cepat tanggap, antisipatif, dan responsif dalam mengatasi masalah.

4. Kerjasama tim, mengutamakan keterbukaan, saling percaya, dan komunikasi

yang baik.

5. Inovatif, mampu melakukan pembaruan sesuai ilmu pengetahuan dan

teknologi terkini.

8

2.1.7 Filosofi Logo Badan Pengawas Obat dan Makanan

Gambar 2.1 Unsur tameng

Unsur pertama dalam logo Badan POM adalah tameng yang

melambangkan perlindungan terhadap masyarakat dari penggunaan obat dan

makanan yang tidak memenuhi persyaratan mutu.

Gambar 2.2 Tanda checklist

Selain sebagai tameng unsur tersebut dapat juga dilihat sebagai tanda

Checklist yang mempresentasikan trust atau rasa kepercayaan.

Gambar 2.3 Filosofi mata elang

Pengambilan makna filosofis mata elang sebagai unsur kedua adalah

karena elang memiliki pandangan yang tajam sesuai dengan fungsi Badan POM

yang bertanggung jawab melindungi masyarakat dengan mengawasi penggunaan

obat dan makanan di Indonesia.

Gambar 2.4 Unsur garis

Garis yang bergerak dari tipis menjadi semakin tebal melambangkan

langkah kedepan yaitu Ditjen POM yang berubah menjadi Badan POM. Selain

9

itu dapat juga dilihat sebagai representasi keadaan Badan POM sebagai badan

yang memberikan perlindungan (dilambangkan dengan garis hijau) terhadap

masyarakat (garis biru tebal) dari pengusaha obat dan makanan (garis biru

tipis).

Gambar 2.5 Logo keseluruhan

Tampak logo secara keseluruha memadukan unsur-unsur tersebut dalam

satu kesatuan yang padu dan serasi sehingga peletakan tulisan Badan POM secara

tipografis menjadi lebih bebas. Sedangkan pemilihan warna biru pekat (dark blue)

menggambarkan perlindungan dan warna hijau (green) menggambarkan scientific

base.

2.1.8 Konsep Sistem Badan Pengawas Obat dan Makanan

Pengawasan obat dan makanan yang dilakukan oleh BPOM mengacu pada

Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM) yang memiliki tiga pilar, yaitu:

1. Subsistem Pengawasan Produsen

Sistem pengawasan internal oleh produsen melalui pelaksanaan cara-cara

produksi yang baik atau Good Manufacturing Practices (GMP) agar setiap

bentuk penyimpangan dari standar mutu dapat dideteksi sejak awal.

2. Subsistem Pengawasan Konsumen

Sistem pengawasan oleh masyarakat konsumen sendiri melalui peningkatan

kesadaran dan peningkatan pengetahuan mengenai kualitas produk yang

digunakannya dan cara-cara penggunaan produk yang rasional.

3. Subsistem Pengawasan Pemerintah

Sistem pengawasan oleh pemerintah melalui pengaturan dan standardisasi,

penilaian keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum diizinkan beredar

di Indonesia, inspeksi, pengambilan sampel, dan pengujian laboratorium

10

produk yang beredar serta peringatan kepada publik yang didukung

penegakan hukum.

2.1.9 Susunan Organisasi Badan Pengawas Obat dan Makanan

Sesuai dengan Keputusan Kepala Badan POM Nomor 02001/SK/KBPOM,

organisasi dan tata kerja BPOM adalah sebagai berikut:

1. Kepala Badan POM

2. Sekretariat Utama, yang terdiri atas:

- Biro Perencanaan dan Keuangan

- Biro Kerjasama Luar Negeri

- Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat

- Biro Umum

3. Inspektorat

4. Deputi I, Bidang Pengawasan Produk Terapeutik, Narkotik, Psikotropik, dan

Zat Adiktif (NAPZA).

a) Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi

b) Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapeutik dan PKRT

c) Direktorat Standarisasi Produk Terapeutik dan PKRT

d) Direktorat Produksi Produk Terapeutik dan PKRT

e) Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropik, dan Zat Adiktif (NAPZA)

5. Deputi II, Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetika, dan Produk

Komplemen.

a) Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetika,

b) Direktorat Standarisasi Obat Tradisional, Kosmetika, dan Produk

Komplemen

c) Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetika, dan

Produk Komplemen

d) Direktorat Obat Asli Indonesia

6. Deputi III, Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya.

a) Direktorat Penilaian Keamanan Pangan

b) Direktorat Standarisasi Produk Pangan

11

c) Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan

d) Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan

e) Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya

7. Unit Pelayanan Teknis Balai Besar atau Balai POM.

Bagan struktur organisasi Badan POM RI dapat dilihat pada Lampiran A.

2.1.10 Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan

Berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.21.3592 Tahun

2007 tentang perubahan kedua atas Keputusan Kepala Badan POM No.

05018/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit

Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Badan POM mencantumkan bahwa unit

pelaksana teknis di lingkungan Badan POM terdiri dari Balai Besar Pengawas

Obat dan Makanan dan Balai Pengawas Obat dan Makanan. UPT Badan POM

dipimpin oleh seorang Kepala yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala

Badan POM.

A. Tugas dan Fungsi Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan

Balai Besar POM di Bandung sebagai unit pelaksana teknis Badan POM

mempunyai tugas melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan produk

terapeutik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetika,

produk komplemen, pangan, dan bahan berbahaya.

Dalam melaksanakan tugasnya Balai Besar POM di Bandung

menyelenggarakan fungsi:

1. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan.

2. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu

produk terapeutik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat

tradisional, kosmetika, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya.

3. Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk

secara mikrobiologi.

4. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan

pada sarana produksi dan distribusi.

12

5. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum.

6. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi, dan distribusi tertentu yang

ditetapkan oleh Kepala Badan.

7. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen.

8. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan.

9. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.

10. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan, sesuai dengan

bidang tugasnya.

B. Tipe Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Pengawas Obat dan Makanan

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.21.3592

Tahun 2007, UPT di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan terdiri dari:

1. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Tipe A, terdiri dari:

a. Bidang Pengujian Produk Terapeutik, Narkotik, Obat Tradisional,

Kosmetika, dan Produk Komplemen.

b. Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya.

c. Bidang Pengujian Mikrobiologi.

d. Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan.

e. Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen.

f. Sub Bagian Tata Usaha.

g. Kelompok Jabatan Fungsional.

2. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Tipe B, terdiri dari:

a. Bidang Pengujian Produk Terapeutik, Narkotik, Obat Tradisional,

Kosmetika, dan Produk Komplemen.

b. Bidang Pengujian Pangan, Bahan Berbahaya dan Mikrobiologi.

c. Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan.

d. Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen.

e. Sub Bagian Tata Usaha.

f. Kelompok Jabatan Fungsional.

13

3. Balai Pengawas Obat dan Makanan Tipe A, terdiri dari:

a. Seksi Pengujian Produk Terapeutik, Narkotik, Obat Tradisional,

Kosmetika, dan Produk Komplemen.

b. Seksi Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya.

c. Seksi Pengujian Mikrobiologi.

d. Seksi Pemeriksaan dan Penyidikan.

e. Seksi Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen.

f. Sub Bagian Tata Usaha.

g. Kelompok Jabatan Fungsional.

4. Balai Pengawas Obat dan Makanan Tipe B, terdiri dari:

a. Seksi Pengujian Produk Terapeutik, Narkotika, Obat Tradisional,

Kosmetika, dan Produk Komplemen.

b. Seksi Pengujian Pangan, Bahan Berbahaya dan Mikrobiologi.

c. Seksi Pemeriksaan, Penyidikan, Sertifikasi, dan Layanan Informasi

Konsumen.

d. Sub Bagian Tata Usaha.

e. Kelompok Jabatan Fungsional.

Sejak ditetapkan peraturan ini, terdapat 30 UPT di lingkungan BPOM,

yaitu:

1. 12 (dua belas) Balai Besar POM Tipe A

2. 7 (tujuh) Balai Besar POM Tipe B

3. 7 (tujuh) Balai POM Tipe A

4. 4 (empat) Balai POM Tipe B

Balai Besar POM di Bandung merupakan Balai Besar Pengawas Obat dan

Makanan tipe A. Balai Besar POM di Bandung sebagai unit pelaksana teknis yang

mempunyai wilayah kerja meliputi seluruh daerah di Jawa Barat, terdiri dari

Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bekasi, Kabupaten

Bogor, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Cirebon, Kabupaten

Garut, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Karawang, Kabupaten Kuningan,

14

Kabupaten Majalengka, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang, Kabupaten

Sukabumi, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Bandung, Kota

Sukabumi, Kota Cirebon, Kota Cimahi, Kota Bekasi, Kota Banjar, Kota Depok,

Kota Tasikmalaya, dan Kota Bogor.

C. Susunan Organisasi dan Tugas-Tugas Bidang di Balai Besar POM

Berdasarkan Keputusan Kepala BPOM No. 05018/SK/KBPOM Tahun 2001

dan telah diubah dengan Keputusan Kepala BPOM No.HK.00.05.21.4232 Tahun

2004, susunan organisasi Balai Besar POM terdiri atas:

1. Bidang Pengujian Produk Terapeutik, Narkotik, Obat Tradisional, Kosmetika,

dan Produk Komplemen (Teranokoko)

Bidang Teranokoko bertugas melaksanakan penyusunan rencana dan

program serta evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan

secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapeutik,

narkotik, obat tradisional, kosmetika, alat kesehatan, perlengkapan kesehatan

rumah tangga, dan produk komplemen.

2. Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya

Bidang ini bertugas melaksanakan penyusunan rencana dan program

serta evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan secara

laboratorium, pengujian dan penilaian mutu pangan dan bahan berbahaya.

3. Bidang Pengujian Mikrobiologi

Bidang Pengujian Mikrobiologi mempuyai tugas melaksanakan

penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan penyusunan laporan

pelaksanaan pemeriksaan, pengujian dan penilaian mutu produk secara

mikrobiologi.

4. Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan

Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan mempunyai tugas melaksanakan

penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan penyusun laporan

pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh untuk pengujian, dan

pemeriksaan sarana produksi, distribusi dan instalasi kesehatan serta

penyidikan kasus pelanggaran hukum di bidang produk terapeutik, narkotik,

15

psikotropik, zat adiktif, obat tradisional, kosmetika, produk komplemen,

pangan, dan bahan berbahaya. Bidang pemeriksaan dan penyidikan terdiri

atas:

a. Seksi Pemeriksaan

Seksi pemeriksaan mempunyai tugas melakukan pemeriksaan setempat,

pengambilan contoh untuk pengujian, pemeriksaan sarana produksi dan

distribusi produk terapeutik, narkotik, psikotropik, zat adiktif, obat

tradisional, kosmetika, produk komplemen, pangan, dan bahan berbahaya.

b. Seksi Penyidikan

Seksi penyidikan mempunyai tugas melakukan penyidikan terhadap kasus

pelanggaran hukum di bidang produk terapeutik, narkotik, psikotropik, zat

adiktif, obat tradisional, kosmetika, produk komplemen, pangan, dan

bahan berbahaya.

5. Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen

Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen mempunyai tugas

melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan penyusun

laporan pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi

tertentu, dan layanan informasi konsumen.

Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen terdiri atas:

a. Seksi Sertifikasi

Seksi sertifikasi mempunyai tugas melakukan sertifikasi produk, sarana

produksi, dan distribusi tertentu.

b. Seksi Layanan Informasi Konsumen

Seksi layanan informasi konsumen mempunyai tugas melakukan

pelayanan informasi kepada konsumen.

6. Sub Bagian Tata Usaha

Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas memberikan pelayanan

teknis dan administratif di lingkungan Balai Besar POM.

16

7. Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan

sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Bagan struktur organisasi Balai Besar POM di Bandung dapat dilihat pada

Lampiran B.

D. Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya

Balai Besar POM di Bandung sebagai unit pelaksana teknis BPOM

melakukan fungsi pengawasan mutu serta keamanan obat melalui salah satu

bidangnya yaitu Bidang Pengujian Pangan dan bahan Berbahaya. Bidang ini

bertugas dalam melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan

penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian, dan

penilaian mutu pangan dan bahan berbahaya dan juga melaksanakan tugas lain

yang ditetapkan oleh Kepala BPOM.

2.2 Peran, Tugas, dan Fungsi Apoteker di Badan POM

Menurut PP No. 51 tahun 2009, apoteker adalah sarjana farmasi yang

telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.

Badan POM merupakan institusi pemerintah yang memiliki kewenangan dan

tanggung jawab dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap komoditi obat

dan makanan yang beredar di masyarakat. Selain pengawasan terhadap obat dan

makanan, pengawasan juga dilakukan terhadap kosmetika, suplemen, narkotik,

bahan berbahaya, dan obat tradisional. Tugas tersebut dapat terlaksana dengan

baik jika ditunjang dengan adanya sumber daya manusia yang memadai dan

kompeten.

Berdasarkan UU No 23 Bab I Pasal 1 Tahun 1992, pekerjaan kefarmasian

adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,

pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat

atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat dan obat

17

tradisional dan sediaan farmasi. Pekerjaan kefarmasian tersebut dapat dilakukan

baik itu di instansi/perusahaan pemerintahan maupun di instansi/perusahaan

swasta.

Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian di instansi pemerintahan,

apoteker memiliki peranan yang sangat penting dalam melaksanakan tugas dan

fungsi sebagai pengawas peredaran obat dan makanan di Indonesia melalui

instansi Badan/Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan. Fungsi pengawasan

tersebut tidak hanya menyangkut komoditi obat dan makanan saja tetapi juga

meliputi komoditi obat tradisional, produk komplemen, produk pangan, dan bahan

kimia berbahaya yang bersifat vital dan merupakan upaya kesehatan untuk

meningkatkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, dengan

pendekatan pemeliharan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,

penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara

menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan, seperti halnya yang tercantum dalam

UU No. 23 Bab V Pasal 10 dan 11. Apoteker di BPOM dapat berperan sebagai

Kepala ataupun Pelaksana Teknis Bidang dengan tugas spesifik sesuai bidang

keahliannya.

Selain itu, Apoteker juga memiliki peranan dalam pelaksanaan tugas

Badan POM sesuai dengan yang digariskan oleh WHO. Peran apoteker dikenal

dengan istilah Seven Stars Plus of Pharmacist yang meliputi:

1. Care giver: pemberi pelayanan dalam bentuk pelayanan klinis, analitis,

teknis, sesuai peraturan perundang-undangan. Dalam memberikan pelayanan,

apoteker harus berinteraksi dengan pasien secara individu maupun kelompok.

Apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan

kesehatan secara berkesinambungan dan pelayanan farmasi yang dihasilkan

harus bermutu tinggi.

2. Decision maker: pengambil keputusan yang tepat untuk mengefisienkan dan

mengefektifkan sumber daya.

3. Communicator: mempunyai kemampuan berkomunikasi yang cukup baik.

Komunikasi tersebut meliputi komunikasi lisan dan tulisan

18

4. Leader: memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin, memiliki keberanian

mengambil keputusan yang empati dan efektif serta kemampuan

mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan.

5. Manager: kemampuan mengelola sumber daya dan informasi secara efektif.

Tanggap terhadap kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi

informasi mengenai obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan obat.

6. Long Life Learner: belajar terus menerus untuk meningkatkan pengetahuan

dan kemampuan.

7. Teacher: bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan pelatihan.

8. Researcher: berperan serta dalam berbagai penelitian guna mengembangkan

ilmu kefarmasian.

Tugas apoteker di Badan POM adalah melaksanakan tugas pemerintah di

bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan dan

perundang-undangan, secara khusus di Unit Pelaksana Teknis Balai Besar POM

bidang pemeriksaan dan penyidikan bertugas melakukan penyusunan rencana dan

program serta evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan

setempat, pengambilan contoh untuk pengujian, dan pemeriksaan sarana produksi,

distribusi, dan instansi kesehatan serta penyidikan kasus pelanggaran hukum di

bidang terapeutik, narkotik, psikotropik dan zat adiktif, obat tradisional,

kosmetika, produk komplemen, pangan, dan bahan berbahaya.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana yang dimaksud di atas, apoteker

mempunyai fungsi:

1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum di

bidang pengawasan produk terapeutik, NAPZA, obat tradisional, kosmetika,

produk komplemen, dan produk pangan.

2. Penyusunan rencana pengawasan produk terapeutik, NAPZA, obat

tradisional, kosmetika, produk komplemen, dan produk pangan.

3. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan

prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian

bimbingan di bidang penilaian mutu dan keamanan produk terapeutik,

19

NAPZA, obat tradisional, kosmetika, produk komplemen, dan produk

pangan.

4. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan

prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian

bimbingan di bidang standardisasi produk terapeutik, NAPZA, obat

tradisional, kosmetika, produk komplemen, dan produk pangan.

5. Pengawasan produk terapeutik, NAPZA, obat tradisional, kosmetika, produk

komplemen, dan produk pangan.

6. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan

produk terapeutik, NAPZA, obat tradisional, kosmetika, produk komplemen,

dan produk pangan yang memerlukan pengujian mikrobiologi.

7. Evaluasi pelaksanaan produk terapeutik, NAPZA, obat tradisional, kosmetika,

produk komplemen, dan produk pangan.

8. Penyusunan rencana dan program pemeriksaan dan penyidikan obat dan

makanan.

9. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh untuk pengujian,

dan pemeriksaan sarana produksi, distribusi, dan instansi kesehatan serta

penyidikan kasus pelanggaran hukum di bidang terapeutik, narkotik,

psikotrpoik dan zat adiktif, obat tradisional, kosmetika, dan produk

komplemen.

10. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh untuk pengujian,

dan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi di bidang pangan dan bahan

berbahaya.

11. Pelaksanaan penyidikan terhadap kasus pelanggaran hukum.

12. Evaluasi dan penyusunan laporan pemeriksaan dan penyidikan obat dan

makanan.

13. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan/Balai Besar/Balai

POM.

20

2.3 Kompetensi Apoteker di Badan POM

Berdasarkan kompetensi dasar apoteker di Indonesia yang ditetapkan oleh

Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia/APTFI (Indonesian Association of

Pharmacy Higher Education) apoteker di lembaga pemerintah harus memiliki

kompetensi sebagai berikut:

a. Penyusunan Kebijakan dalam Bidang Obat dan Makanan

Apoteker harus memiliki kemampuan dalam melakukan koordinasi dan

berkontribusi dalam penyusunan kebijakan dalam bidang obat dan kesehatan,

seperti dalam hal pemilihan, pengadaan, dan distribusi obat untuk kebutuhan

nasional. Kebijakan dalam bidang obat dan kesehatan meliputi berbagai hal,

seperti dalam hal pemilihan, produksi, dan distribusi obat untuk kebutuhan

nasional, serta adanya persyaratan dan peraturan yang harus dipatuhi oleh industri

farmasi dan makanan dalam proses produksi agar produk yang dihasilkan selalu

aman, bermutu, dan berkhasiat.

Sesuai dengan visi dan misi BPOM, maka apoteker di BPOM harus

memiliki kemampuan dalam menentukan obat-obatan, perbekalan kesehatan, dan

makanan yang tepat dan sesuai untuk masyarakat sehingga masyarakat tidak

dirugikan. Obat-obatan, perbekalan kesehatan, dan makanan yang dipilih tersebut

merupakan produk yang telah teregistrasi dengan sah dan meyakinkan serta telah

terjamin kualitas dan keamanannya. Dengan demikian kebijakan yang disusun

BPOM diarahkan terutama pada kegiatan prioritas yang memiliki efek sinergi dan

daya ungkit yang besar terhadap tujuan perlindungan masyarakat luas, yang

mencakup antara lain:

1. Evaluasi mutu, keamanan, dan khasiat produk beresiko oleh tenaga ahli

berdasarkan bukti-bukti ilmiah.

2. Standardisasi mutu produk untuk melindungi konsumen sekaligus

meningkatkan daya saing menghadapi era pasar bebas.

3. Pelaksanaan cara-cara produksi dan distribusi yang baik sebagai built in

control.

4. Operasi pemeriksaan dan penyelidikan terhadap proses produksi, distribusi

dan peredaran narkotik, psikotropik serta produk-produk ilegal lainnya.

21

5. Monitoring iklan dengan melibatkan peran aktif masyarakat dan organisasi

profesi.

6. Komunikasi, informasi, dan edukasi kepada masyarakat untuk meningkatkan

kesadaran dan pengetahuan terhadap mutu, khasiat, dan keamanan suatu

produk.

b. Pengelolaan Obat Secara Nasional

Apoteker harus mampu mengelola obat secara nasional (pemilihan obat

esensial nasional, persyaratan obat, dan distribusinya) termasuk pengumpulan data

untuk kebutuhan nasional maupun internasional. Daftar Obat Esensial Nasional

(DOEN) adalah daftar yang berisi obat-obatan yang paling banyak dibutuhkan dan

digunakan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat yang meliputi

diagnosis, terapi, dan rehabilitasi. DOEN merupakan acuan obat-obatan yang

dibutuhkan secara nasional sehingga dalam penyusunannya perlu diketahui

epidemiologi dan pola penyakit yang diderita masyarakat melalui proses

pengumpulan data.

c. Pengawasan dan Pengaturan

Apoteker harus mampu melaksanakan fungsi pengawasan dan pengaturan

obat, perbekalan kesehatan secara nasional seperti pengawasan pembuatan atau

produksi, import, distribusi, dan penjualan. Dalam melaksanakan fungsi

pengawasan dan pengaturan obat, perbekalan kesehatan, dan makanan secara

nasional maka BPOM menerapkan suatu konsep Sistem Pengawasan Obat dan

Makanan (SISPOM). Prinsip dasar dari SISPOM adalah:

1. Tindakan pengamanan cepat, tepat, akurat, dan profesional.

2. Tindakan dilakukan berdasarkan tingkat risiko dan berbasis bukti ilmiah.

3. Lingkup pengawasan bersifat menyeluruh, mencakup seluruh proses.

4. Berskala nasional/ lintas propinsi, dengan jaringan kerja internasional.

5. Otoritas yang menunjang penegakan supremasi hukum.

6. Memiliki jaringan laboratorium nasional yang kohesif dan kuat yang

berkolaborasi dengan jaringan global.

22

7. Memiliki jaringan sistem informasi keamanan dan mutu produk.

d. Administrasi Produk

Apoteker mampu melaksanakan fungsi administrasi obat, salah satunya,

yaitu tata cara registrasi obat. Registrasi adalah suatu prosedur pendaftaran dan

evaluasi obat untuk mendapatkan izin edar suatu produk. Sedangkan izin edar

adalah bentuk persetujuan registrasi obat untuk dapat diedarkan di wilayah

tertentu. Registrasi dilakukan terhadap obat jadi baru, obat jadi sejenis (obat

tiruan), obat produksi dalam negeri, obat kontrak, obat lisensi, dan obat impor.

Obat yang dapat memiliki izin edar harus memenuhi kriteria utama

berikut:

1. Efikasi atau khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai

dibuktikan melalui uji preklinik dan uji klinik atau bukti-bukti lain sesuai

dengan status perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan.

2. Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi sesuai Cara

Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), spesifikasi, dan metode pengujian

terhadap semua bahan yang digunakan serta produk jadi dengan bukti yang

sah.

3. Penandaan berisi informasi yang lengkap dan objektif yang dapat menjamin

penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman.

4. Khusus untuk psikotropik baru harus memiliki keunggulan kemanfaatan dan

keamanan dibandingkan dengan obat standar dan obat yang telah disetujui

beredar di Indonesia.

5. Khusus kontrasepsi harus dilakukan uji klinik di Indonesia.

e. Hubungan Internasional Dengan Institusi Pengawas Obat dan Makanan

Negara Lain

Apoteker mampu berperan serta bukan hanya hubungan di dalam negeri

tetapi juga dalam hubungan internasional. Badan POM merupakan instansi

pemerintah yang memiliki wewenang dalam pengawasan obat dalam upaya

kesehatan kenegaraan. Salah satu contoh kerjasama internasional yang dilakukan

23

oleh BPOM adalah ikut serta dalam Harmonisasi ASEAN di bidang kosmetika

yang berlaku sejak tahun 2008. Dengan demikian regulasi kosmetika se-ASEAN

menjadi suatu standar, yaitu harus memenuhi persyaratan dalam Cara Pembuatan

Kosmetika yang Baik (CPKB).

f. Kebijakan Dalam Bidang Pendidikan dan Pelatihan

Apoteker mampu berkontribusi dalam penetapan berbagai kebijakan

nasional dalam hal pendidikan di bidang farmasi. Kebijakan nasional mengenai

pendidikan di bidang farmasi perlu ditetapkan agar pendidikan farmasi dapat

berjalan dengan baik dan menghasilkan lulusan-lulusan yang memiliki

kompetensi yang diperlukan sesuai dengan perkembangan di bidang ilmu

kefarmasian dan teknologi. Selain itu, apoteker memiliki peran dalam

memberikan masukan kepada pimpinan dalam menyusun program pengembangan

staf dan karyawan serta penyuluhan pada masyarakat luas. Pendidikan dan

pelatihan yang dilakukan meliputi:

a. Bidang obat, obat tradisional, kosmetika melalui pelatihan Cara Pembuatan

Obat yang Baik (CPOB), Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), Cara

Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB), Cara Pembuatan

Kosmetika yang Baik (CPKB), dan Cara Pembuatan Makanan yang Baik

(CPMB).

b. Pendidikan dan pelatihan teknis bagi staf di BPOM

Praktek Kerja Lapangan bagi siswa farmasi dan pascasarjana farmasi. Salah

satu kebijakan BPOM dalam bidang pendidikan khususnya farmasi adalah

menyediakan tempat pelatihan Praktik Kerja Profesi Apoteker bagi calon

apoteker dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.