87434391-BAB-I

40
BAB I PENDAHULUAN Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendiks disebut juga umbai cacing. Apendisitis sering disalah artikan dengan istilah usus buntu, karena usus buntu sebenarnya adalah caecum. Apendisitis akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya hyperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan penyumbatan. 1,2 Appendisitis dapat terjadi pada setiap usia, perbandingan antara pria dan wanita mempunyai kemungkinan yang sama untuk menderita penyakit ini. Namun penyakit ini paling sering dijumpai pada dewasa muda antar umur 10- 30 tahun. Satu dari 15 orang pernah menderita apendisitis dalam hidupnya. Insiden tertinggi terdapat pada laki-laki usia 10-14 tahun dan wanita yang berusia 15-19 tahun. Laki-laki lebih banyak menderita apendisitis dari pada wanita pada usia pubertas dan pada usia 25 tahun. Apendisitis jarang terjadi pada bayi dan anak-anak dibawah 2 tahun. 1 Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, obstruksi merupakan penyebab yang dominan dan merupakan 1

Transcript of 87434391-BAB-I

Page 1: 87434391-BAB-I

BAB I

PENDAHULUAN

Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks

dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendiks

disebut juga umbai cacing. Apendisitis sering disalah artikan dengan istilah usus

buntu, karena usus buntu sebenarnya adalah caecum. Apendisitis akut merupakan

radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya hyperplasia jaringan

limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan

penyumbatan.1,2

Appendisitis dapat terjadi pada setiap usia, perbandingan antara pria dan

wanita mempunyai kemungkinan yang sama untuk menderita penyakit ini. Namun

penyakit ini paling sering dijumpai pada dewasa muda antar umur 10- 30 tahun. Satu

dari 15 orang pernah menderita apendisitis dalam hidupnya. Insiden tertinggi terdapat

pada laki-laki usia 10-14 tahun dan wanita yang berusia 15-19 tahun. Laki-laki lebih

banyak menderita apendisitis dari pada wanita pada usia pubertas dan pada usia 25

tahun. Apendisitis jarang terjadi pada bayi dan anak-anak dibawah 2 tahun.1

Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, obstruksi merupakan penyebab

yang dominan dan merupakan pencetus untuk terjadinya apendisitis. Kuman-kuman

yang merupakan flora normal pada usus dapat berubah menjadi patogen, menurut

Schwartz kuman terbanyak penyebab apendisitis akut adalah Bacteriodes Fragilis

bersama E.coli.1

Beberapa gangguan lain pada sistem pencernaan antara lain sebagai berikut:

Peritonitis; merupakan peradangan pada selaput perut (peritonium). Gangguan lain

adalah salah cerna akibat makan makanan yang merangsang lambung, seperti alkohol

dan cabe yang mengakibatkan rasa nyeri yang disebut kolik. Sedangkan produksi HCl

yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya gesekan pada dinding lambung dan

usus halus, sehingga timbul rasa nyeri yang disebut tukak lambung. Gesekan akan

lebih parah kalau lambung dalam keadaan kosong akibat makan tidak teratur yang

pada akhirnya akan mengakibatkan pendarahan pada lambung. Gangguan lain pada

1

Page 2: 87434391-BAB-I

lambung adalah gastritis atau peradangan pada lambung. Dapat pula apendiks

terinfeksi sehingga terjadi peradangan yang disebut apendisitis.1,2,3

Pengebotan apendisitis dapat melalui dua cara yaitu operasi dan non operasi

pada kasus ringan apendisitis bisa sembuh hanya dengan pengobatan tetapi untuk

apendisitis yang sudah luas infeksinya maka harus segera dilakukan operasi

apendiktomi. Appendiktomi adalah pembedahan untuk mengangkat appendiks yang

meradang. Pembedahan segera dilakukan untuk mencegah rupture, terbentuknya

abses atau peradangan pada selaput rongga parut ( peritonitis ). Hasil akhir operasi

pun berbeda tergantung dari tingkatan keparahan, komplikasi setelah operasi antara

lain perdarahan, perlengketan organ dalam, atau infeksi pada daerah operasi.1,2,3

BAB II

2

Page 3: 87434391-BAB-I

LAPORAN KASUS

1.1 Identifikasi

Nama : Nn. A

Jenis Kelamin : Wanita

Umur : 14 tahun

Kebangsaan : Indonesia

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Jl. Depati Purbo Rt. 17, Pematang sulur

MRS : 6 Oktober 2011

1.2 Anamnesis

Keluhan Utama :

Nyeri perut kanan bawah sejak ± 1 hari SMRS

Riwayat Perjalanan Penyakit :

± 3 hari SMRS penderita mengeluh nyeri pada ulu hati yang hilang timbul.

Kemudian ± 1 hari SMRS penderita mengeluh nyeri berpindah ke perut kanan

bawah yang semakin bertambah hebat dan menetap. Penderita juga mengelukkan

adanya demam. Penderita merasa tidak napsu makan, mual, dan muntah. Riwayat

BAB (+) normal dan BAK (+) normal. Riwayat BAK keluar batu disangkal.

Penderita berobat ke RSUD Raden Mattaher jambi

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal.

Penderita mengaku mendapatkan haid terakhir pada bulan september 2011

Riwayat Penyakit maag disangkal

3

Page 4: 87434391-BAB-I

Riwayat Penyakit dalam Keluarga :

Riwayat penyakit keluarga dengan keluhan yang sama disangkal.

1.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Gizi : Cukup

Pernafasan : 24x/menit

Nadi : 96x/menit

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Suhu : 37,2ºC

Kepala : Konjungtiva Anemis (-/-)

Sklera ikterik (-/-)

Pupil : Isokor, refleks cahaya (+/+)

Leher : tidak ada kelainan

Kelenjar-kelenjar : tidak ada pembesaran

Thorax :

- Paru

Inspeksi : Simetris kanan dan kiri

Palpasi : Vocal fremitus (N) Kanan = Kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler (+) N, Whezing (-), Rhonki (-)

- Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V Linea mid clavicula

sinistra

Perkusi : Batas jantung normal

Auskultasi : BJ I,II murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :

4

Page 5: 87434391-BAB-I

Inspeksi : Datar

Palpasi : Lemas, nyeri tekan (+) pada titik Mc Burney, Rovsing sign

(+), Blumberg sign (+), defans muskular (-)

Perkusi : Tympani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas Superior : tidak ada kelainan

Ekstremitas Inferior : tidak ada kelainan

1.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Darah Rutin (tanggal 9 Oktober 2011 )

Hemoglobin : 11 gr/dl (P 12 – 16 gr/dl)

Hematokrit : 28,9 vol% (P 37 – 43 vol%)

Leukosit : 12.000 /mm3 (5000 – 10.000 /mm3)

Trombosit : 289.000 /mm3 (200.000 – 500.000 /mm3)

1.5 Diagnosis Banding

Apendisitis akut

Ureterolitiasis dextra

Gasteroenteritis

1.6 Diagnosis Kerja

Suspek Apendisitis akut

1.7 Penatalaksanaan

5

Page 6: 87434391-BAB-I

IVFD RL gtt 30/menit

Inj Cefotaxime 2 x 1 gram

Inj Ketolac 2 x 30 mg

Inj Ranitidine 2 x 50 mg

1.8 Pemeriksaan Anjuran

USG Abdomen

1.9 Prognosis

Quo ad vitam : Dubia ad Bonam

Quo ad functionam : Dubia ad Bonam

Follow up

Tanggal Perjalanan Penyakit Therapi

10-10 2011 S : Nyeri perut Kanan bawah hilang

timbul, Sakit kepala (+), demam (-)

O : KU: Tampak sakit sedang

Kes : Compos Mentis

TD : 110/70 mmHg

N : 96 X/i

T : 360C

Status Lokalisata

Abdomen : :

Inspeksi : Datar

Palpasi : Lemas, nyeri tekan (+)

pada titik Mc Burney, Rovsing sign

(+), Blumberg sign (+), defans

muskular (-)

IVFD RL gtt 30/menit

Inj Cefotaxime 2 x 1 gram

Inj Ketolac 2 x 30 mg

Inj Ranitidine 2 x 50 mg

Paracetamol tab 3 x 500 mg

6

Page 7: 87434391-BAB-I

Perkusi : Tympani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

8-10-2011 S : Nyeri perut kanan bawah hilang

timbul, Sakit kepala (+), demam (-)

O : KU: Tampak sakit sedang

Kes : Compos Mentis

TD : 110/60mmHg

N : 96 X/i

T : 360C

Status Lokalisata

Abdomen : :

Inspeksi : Datar

Palpasi : Lemas, nyeri tekan (+)

pada titik Mc Burney, Rovsing sign

(+), Blumberg sign (+), defans

muskular (-)

Perkusi : Tympani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

IVFD RL gtt 30/menit

Inj Cefotaxime 2 x 1 gram

Inj Ketolac 2 x 30 mg

Inj Ranitidine 2 x 50 mg

Paracetamol tab 3 x 500 mg

11-10-2011 S : Nyeri perut kanan bawah hilang

timbul, Sakit kepala (+), demam (-)

O : KU: Tampak sakit sedang

Kes : Compos Mentis

TD : 110/60mmHg

N : 96 X/i

T : 360C

Status Lokalisata

Abdomen : :

Inspeksi : Datar

Palpasi : Lemas, nyeri tekan (+)

pada titik Mc Burney, Rovsing sign

IVFD RL gtt 30/menit

Inj Cefotaxime 2 x 1 gram

Inj Ketolac 2 x 30 mg

Inj Ranitidine 2 x 50 mg

Paracetamol tab 3 x 500 mg

7

Page 8: 87434391-BAB-I

(+), Blumberg sign (+), defans

muskular (-)

Perkusi : Tympani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

12-10-2011 S : Nyeri perut kanan bawah menetap,

demam (-)

O : KU: Tampak sakit sedang

Kes : Compos Mentis

TD : 100/70 mmHg

N : 94 X/i

T : 360C

Status Lokalisata

Abdomen : :

Inspeksi : Datar

Palpasi : Lemas, nyeri tekan (+)

pada titik Mc Burney, Rovsing sign

(+), Blumberg sign (+), defans

muskular (-)

Perkusi : Tympani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

IVFD RL gtt 30/menit

Inj Cefotaxime 2 x 1 gram

Inj Ketolac 2 x 30 mg

Inj Ranitidine 2 x 50 mg

Persiapan Operasi

Pasien dipersiapkan untuk dilakukan apendektomi untuk itu dilakukan pemeriksaan :

- Puasa 6 jam pre op

- Darah rutin

- Kimia darah lengkap

- Foto thorax

13-10-2011 Durante Op

Dilakukan Operasi apendiktomi

8

Page 9: 87434391-BAB-I

Diagnosa Preoperasi : Apendisitis Akut

Diagnosa Postoperasi : Post Apendektomi

Jenis Operasi: Sedang elektif

1. Pasien dianastesi

2. Pada stadium narkose, pasien diposisikan dan dicuci daerah yang akan diinsisi

dengan betadhin.

3. Insisi digaris lanz atau grid iron melewati titik mac burney , kemudian perdalam

insisi lapis per lapis sampai dengan fasia muskulus oblikus eksternus.

4. Fasia dibuka dengan mess diperlebar dengan gunting, dilakukan split terhadap

muskulus oblikus eksternus, muskulus oblikus internus dan muskulus transvelsalis

abdominis sesuai dengan arah masing-masing serat otot.

5. Tampak peritonium, peritonium diangkat dengan pinset anatomis diterawang hingga

tidak terdapat organ intra abdomen yang terikut, peritonium dibuka dengan gunting

dan diperlebar sesuai dengan arah insisi kulit.

6. Identifikasi sekum (sekum tampak berwarna lebih putih seperti mutiara) ambil

sekum dengan pinset anatomis panjang, sekum diluksir / dikeluarkan dengan cara

menariknya ke media kaudal.

7. Tangkap sekum dengan kasa basah. Cari appendiks, kemudian ambil dengan klem

alis. Dilakukan appendiktomi dengan cara antegrad atau retrograd (tergantung posisi

appendiks).

8. Cek perdarahan dengan menggunakan sluber, masih adakah perdarahan dari arteri

appendikularis dan pembuluh darah sekitarnya.

9. Lapisan abdoneb ditutup lapis demi lapis

10. Operasi selesai

Post Op

9

Page 10: 87434391-BAB-I

14-10-2011 S : Nyeri Luka Operasi

O : Ku : Sedang

TD : 100/70 mmHg

N : 84 x / menit

RR : 18 x / menit

T : 360C

A : Post Apendektomi hari 1

IVFD RL gtt 30/menit

Inj Cefotaxime 2 x 1 gram

Kaltropen Sup 3 x 1

Inj Ranitidine 2 x 50 mg

15-10-2011 S : (-)

O : Ku : Sedang

TD : 100/70 mmHg

N : 84 x / menit

RR : 18 x / menit

T : 360C

A : Post Apendektomi hari 2

IVFD RL gtt 30/menit

Inj Cefotaxime 2 x 1 gram

Inj Ranitidine 2 x 50 mg

Kaltropen Sup 3 x 1

16-10-2011 S : Nyeri Luka Operasi

O : Ku : Sedang

TD : 100/70 mmHg

N : 84 x / menit

RR : 18 x / menit

T : 360C

A : Post Apendektomi hari 3

IVFD RL gtt 30/menit

Inj Cefotaxime 2 x 1 gram

Inj Ketolac 2 x 30 mg

Inj Ranitidine 2 x 50 mg

BLPL

Kontrol Jahitan ke poliklinik

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

10

Page 11: 87434391-BAB-I

2.1 Pengertian Apendiks 

Apendiks atau umbai cacing adalah suatu organ yang terdapat pada sekum

yang terletak pada proximal colon. Apendiks dalam bahasa latin disebut sebagai

Appendiks vermiformis, ditemukan pada manusia, mamalia, burung, dan beberapa

jenis reptil. Apendiks pada awalnya dianggap sebagai organ tambahan yang tidak

mempunyai fungsi tetapi saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai

organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobin (Ig-A)

walaupun dalam jumlah kecil. Apediks berisi makanan dan mengosongkan diri secara

teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya yang tidak efektif, dan lumennya

kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi.1,4

Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan

penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur

baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia

antara 10-30 tahun.4

2.2 Anatomi

Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira

10cm dan berpangkal pada sekum, tepatnya di daerah perbatasan dengan usus ileum

kuadran kanan bawah. Apendiks memiliki lumen sempit dibagian proximal dan

melebar pada bagian distal. Saat lahir, apendiks pendek dan melebar dipersambungan

dengan sekum. Selama anak-anak, pertumbuhannya biasanya berotasi ke dalam

retrocaecal tapi masih dalam intraperitoneal. Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang

menyatu dipersambungan caecum dan bisa berguna dalam menandakan tempat untuk

mendeteksi apendiks. Posisi apendiks terbanyak adalah Retrocaecal (74%) lalu

menyusul Pelvic (21%), Patileal(5%), Paracaecal (2%), subcaecal(1,5%) dan preleal

(1%).4

Apendiks dialiri darah oleh arteri apendicular yang merupakan cabang dari

bagian bawa arteri ileocolica. Arteri apendiks termasuk akhir arteri. Apendiks

memiliki lebih dari 6 saluran limfe melintangi mesoapendiks menuju ke nodus limfe

ileocaecal.

11

Page 12: 87434391-BAB-I

Anatomi lokasi apendiks :

2.3 Fisiologis

Fungsi appendiks pada manusia belum diketahui secara pasti. Diduga

berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh. Lapisan dalam appendix menghasilkan

lendir. Lendir ini secara normal dialirkan ke appendiks dan secum. Hambatan aliran

lendir di muara appendix berperan pada patogenesis appendicitis

Appendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml perhari yang bersifat basa

mengandung amilase, erepsin dan musin. Lendir itu secara normal dicurahkan ke

dalam bumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lendir di muara

appendiks berperan pada patofisiologi appendiks.

Imunoglobulin sekretor yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated

Lymphoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks, ialah

Ig A. Imunglobulin itu sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi tapi

pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem Imunoglobulin tubuh sebab

jaringan limfe kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlah disaluran cerna dan

seluruh tubuh.4

2.4 Pengertian Apendisitis Akut

12

Page 13: 87434391-BAB-I

Apendisitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen apendiks oleh

hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat

peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Apendisitis akut adalah proses radang

bakteria yang timbul secara mendadak, apendisitis disebabkan oleh berbagai

faktor.1,2,3

2.5 Etiologi Apendisitis Akut

Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses

radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya

Hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang

menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini.

namun ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks,

diantaranya : 4

1.    Faktor sumbatan

Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%)

yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan

lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab

lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obsrtruksi yang

disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut

diantaranya ; fekalith ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65%

13

Page 14: 87434391-BAB-I

pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis

akut dengan rupture.

2.    Faktor Bakteri

Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis

akut. Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan

memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen

apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara

Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas,

Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman

anaerob sebesar 96% dan aerob<10%.

3.    Kecenderungan familiar

Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ,

apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang

mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan

dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya

fekolith dan mengakibatkan obstruksi lumen.

4.    Faktor ras dan diet

Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.

Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih

tinggi dari Negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang,

kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke pola

makan tinggi serat. Justru Negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat

kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki resiko apendisitis yang lebih tinggi.

5. Faktor infeksi saluran pernapasan

Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan akut terutama epidemi

influenza dan pneumonitis, jumlah kasus apendisitis ini meningkat. Namun, hati-hati

14

Page 15: 87434391-BAB-I

karena penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menimbulkan seperti gejala

permulaan apendisitis.

2.6 Patofisiologi

Obstruksi lumen Appendiks adalah titik awal munculnya gangren atau

perforasi appendisitis. Walau bagaimanapun pada beberapa kasus appendisitis yang

dini lumen appendiks masih utuh walaupun sudah ada inflamasi mukosa dan

hiperplasia limfoid.

Agen infeksi seperti virus (terbanyak) akan mengawali respon inflamasi pada

lumen appendiks yang sempit sehingga timbul obstruksi luminal. Obstruksi dengan

sekresi mukosa yang terus menerus dan eksudat inflamasi akan meningkatkan

tekanan intraluminal, ini akan menghambat aliran limfa. Luminal Capacity Appendic

adalah 0.1 ml, bila sekresinya 0.5ml sahaja distal terhadap obstruksi akan

meningkatkan tekanan intraluminal 50cm H20.

Mukosa dari appendiks mempunyai sifat khusus dimana ia masih dapat

menghasilkan sekresi pada tekanan yang tinggi sehingga distensi dari lumen akan

terus meningkat. Distensi ini akan merangsang ujung saraf viseral yang mensarafi

appendiks sehingga muncul nyeri. Nyeri awalnya dirasakan pada umbilikal dan

kwadran bawah epigastrium dengan nyerinya yang tumpul dan difus. Nyeri ini

dirasakan pada umbilikal karena persarafan appendiks berasal dari Thorakal 10 yang

lokasinya pada umbilikal. Maka nyeri pada umbilikal merupakan suatu Reffered Pain.

Distensi dari appendiks juga akan meningkatkan peristalsis usus sehingga

menimbulkan nyeri kolik. Distensi appendiks dengan mukus ini dikenali dengan

Mucocele Appendiks. Selain faktor-faktor ini kuman komensal dalam appendiks yang

bermultiplikasi juga akan meningkatkan distensi dari appendiks. Pada kondisi ini

resolusi dapat terjadi dengan spontan atau dengan antibiotik. Apabila penyakitnya

berlanjut, distensi appendiks yang semakin bertambah ini akan menyebabkan

obstruksi vena dan iskemia pada dinding appendiks.

Tekanan dalam lumen yang semakin meningkat akan meningkatkan tekanan

vena dan menyebabkan oklusi venula dan kapiler, tetapi aliran arteriol tidak

15

Page 16: 87434391-BAB-I

terganggu sehingga akan menimbulkan kongesti vaskular appendiks. Kongesti ini

akan menimbulkan refleks nausea dan muntah diikuti dengan nyeri viseral ynag

semakin meningkat.

Selanjutnya apabila serosa dari appendiks mulai terganggu ,diikuti dengan

kehadiran Muscularis Hiatus dan peritonitis lokal, akan menimbulkan gejala nyeri

alih ke kuadran kanan bawah. Bila invasi dari bakteri bertambah dalam, akan muncul

gejala-gejala demam, takikardia dan leukositosis akibat absorbsi toxin bakteri dan

produk dari jaringan yang mati.

Peritonitis merupakan komplikasi yang sangat dikwatirkan pada appendisitis

akut. Peritonitis terjadi akibat migrasi bebas bakteri melalui dinding appendiks yang

iskemik, perforasi gangren appendiks atau melalui abses appendiks yang lanjut.

Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya peritonitis adalah usia lanjut,

immunosupresi, diabetes mellitus, obstruksi fecalit pada lumen appendiks, pelvic

appendic dan riwayat operasi abdomen, karena ini mengurangi kemampuan omentum

untuk menutupi penyebaran kontaminan peritonitis.1,2,3,4

Pasien dengan faktor-faktor di atas lebih mudah mengalami perburukan klinis

yang berakhir dengan peritonitis diffuse dan Sindroma Septik Sistemik.

2.6.1 Apendisitis Akut Katarhalis

Bila terjadi obstruksi, sekresi mukosa menumpuk dalam lumen apendiks,

terjadi peninggian tekanan dalam lumen, tekanan ini mengganggu aliran limfe,

mukosa apendiks jadi menebal, edem dan kemerahan. Pada apendiks edema mukosa

ini mulai terlihat dengan adanya luka-luka kecil pada mukosa.

2.6.2 Apedisitis Akut Purulenta

Tekanan dalam lumen yang terus bertambah yang disertai edema,

menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan menimbulkan

thrombus. Hal ini akan memperberat iskemik dan edema pada apendiks. Bakteri yang

dalam normal terdapat di daerah ini berinvasi ke dalam dinding, menimbulkan infeksi

16

Page 17: 87434391-BAB-I

serosa, sehingga serosa jadi suram, karena dilapisi eksudat dan fibrin. Karena infeksi

akan terbentuk nanah terjadi peritonitis lokal.

2.6.3 Apendisitis Akut Gangrenosa

Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai

terganggu terutama bagian ante mesentrial yang peredarannya paling minimal, hingga

terjadi infrak dan ganggren.

2.6.4 Apendisitis Perforata

Bila apendiks yang sudah ganggren itu pecah, terjadilah perofasi.

2.6.5 Apedisitis Infiltrat yang Fixed

Perforasi yang terjadi pada daerah ganggren sehingga nanah dan produksi

infeksi mengalir ke dalam rongga perut dan menyebabkan peritonitis generalisata

serta abses sekunder. Bila mekanisme pertahanan tubuh cukup baik, tubuh berusaha

melokalisir tempat infeksi tersebut dengan cara membentuk “walling off” oleh

omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum, yaitu membentuk gumpalan

masa phlegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya. Dalam keadaan ini

tubuh berhasil melokalisir daerah infeksi secara sempurna.

2.6.6 Apendisitis Abses

Bila masa lokal yang terbentuk berisi nanah.

2.6.7 Apendsitis Kronis

Jika apendisitis infiltrat menyembuh dengan adanya gejala hilang timbul.4

2.7 Gambaran Klinis

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari oleh

radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun

tidak oleh rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis merupakan nyeri

17

Page 18: 87434391-BAB-I

visceral di daerah epigastium di sekita umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual

dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam

nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc.Burney, disini nyeri akan dirasakan

lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.

Kadang tidak ada nyeri epigastrium tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita

merasa memerlukan pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa

mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum biasanya

pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.2,3

Bila apendiks terletak retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya

terlindung sekum maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak

ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri

timbul saat berjalan, karena kontraksi otot polos psoas mayor yang menegang dari

dorsal.

Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan

gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rectum hingga peristaltik meningkat,

pengosongan rectum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi

menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena

rangsangan dindingnya. Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit di diagnosis

sehingga tidak ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi.

A. Pemeriksaan

Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5 C. Bila suhu

lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terjadi perbedaan suhu

aksilar dan rectal sampai 1 C. Pada inspeksi abdomen tidak ditemukan

gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi

perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses

apendicular.

Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan,

bisa disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukan adanya rangsangan

peritoneum parietal. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci

diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut

18

Page 19: 87434391-BAB-I

kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal atau

retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.

Peristaltik usus sering normal, peristaltik usus dapat hilang karena ileus

paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata.

Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai

dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika.

Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci

diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Pemeriksaan

uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk

mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan psos

lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila apendiks yang meradang menempel

di m.psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator

digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan

m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Dengan gerakan

fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang, apendisitis pelvika

akan menimbulkan nyeri.1,2

B. Diagnosis

Appendisitis akut didiagnosis secara klinis dengan anamnesis dan

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang Untuk lebih memudahkan

diagnosis klinis apendisitis, para klinisi telah berhasil mengembangkan

berbagai metode diagnosis. Salah satunya adalah dengan menggunakan indeks

alvarado, berikut adalah indeks alvarado:

19

Page 20: 87434391-BAB-I

Dari tabel di atas dapat ditarik kesimpulan dengan menjumlah setiap

skor, kemudian kemungkinan diagnosis apendisitis adalah berdasarkan

pembagian interval nilai yang diperoleh tersebut.

1.    Skor >8 : Berkemungkinan besar menderita apendisitis. Pasien ini dapat

langsung diambil tindakan pembedahan tanpa pemeriksaan lebih lanjut.

Kemudian perlu dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan patologi anatomi.

2.    Skor 2-8 : Tingkat kemungkinan sedang untuk terjadinya apendisitis.

Pasien ini sbaiknya dikerjakan pemeriksaan penunjang seperti foto polos

abdomen ataupun CT scan.

3.    Skor <2 : Kecil kemungkinan pasien ini menderita apendisitis. Pasien ini

tidak perlu untuk di evaluasi lebih lanjut dan pasien dapat dipulangkan dengan

catatan tetap dilakukan follow up pada pasien ini.4

2.8 Diagnosis Banding

Adnexitis akut kanan

Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian

bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan

20

Page 21: 87434391-BAB-I

dan infeksi urin. Pada colok vagina akan timbul nyeri hebat dipanggul jika

uterus digoyangkan.

Kehamilan ektopik

Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak

menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus di luar rahim dengan perdarahan,

akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi

syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan

rongga Douglas dan pada kuldosentesis didapatkan darah.

Kista ovarium terpuntir

Timbul nyeri mendadak dengan intensitas tinggi dan teraba massa

dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vagina, atau colok rektal.

Tidak terdapat demam. Pemeriksaan USG dapat menentukan diagnosis.

Gastroenteritis

Terjadi mual, muntah, diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih

ringan dan terbatas tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan. Panas dan

leukosit kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut. laboratorium

biasanya normal karena hitung normal.

Limfedenitis Mesenterika

Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis ditandai dengan

sakit perut, terutama kanan disertai dengan perasaan mual, nyeri tekan, perut

samar terutama kanan.

Demam Dengue

Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan

hasil positif untuk Rumple Leed, trombositopeni, hematokrit yang meningkat.

Divertikulosis Meckel

Gambaran klinisnya hampir serupa dengan apendisitis akut.

Pembedaan sebelum operasi hanya teoritis dan tidak perlu, sejak diverticulosis

Meckel dihubungkan dengan komplikasi yang rnirip pada apendisitis akut dan

diperlukan pengobatan serta tindakan bedah yang sama.

Intussusception

21

Page 22: 87434391-BAB-I

Ini harus dibedakan dengan apendisitis akut karena pengobatan

berbeda umur pasien sangat penting, apendisitis jarang pada umur di bawah 2

tahun sedangkan hampir seluruh Intususception idiopatik terjadi di bawah

umur 2 tahun.

Ulkus Peptikum yang Perforasi

Ini sangat mirip dengan apendisitis jika isi gastroduodenum terbalik

mengendap turun ke daerah usus bagian kanan (Saekum).

Batu Ureter

Jika diperkirakan mengendap dekat apendiks, ini menyerupai

apendisitis retrocecal. Nyeri menjalar ke labia, scrotum, atau penis, hematuria

dan / atau demam atau leukosotosis membatu. Pielography biasanya untuk

mengkofirmasi diagnosa.1,2,3,4

2.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis akut meliputi terapi medis dan

terapi bedah. Terapi medis terutama diberikan pada pasien yang tidak mempunyai

akses ke pelayanan bedah, dimana pada pasien diberikan antibiotik. Namun sebuah

penelitian prospektif menemukan bahwa dapat terjadi apendisitis rekuren dalam

beberapa bulan kemudian pada pasien yang diberi terapi medis saja. Selain itu terapi

medis juga berguna pada pasien apendisitis yang mempunyai risiko operasi yang

tinggi.

Namun pada kasus apendisitis perforasi, terapi medis diberikan sebagai terapi

awal berupa antibiotik dan drainase melalui CT-scan pada absesnya. The Surgical

Infection Society menganjurkan pemberian antibiotik profilaks sebelum pembedahan

dengan menggunakan antibiotik spektrum luas kurang dari 24 jam untuk apendisitis

non perforasi dan kurang dari 5 jam untuk apendisitis perforasi.

Penggantian cairan dan elektrolit, mengontrol sepsis, antibiotik sistemik

adalah pengobatan pertama yang utama pada peritonitis difus termasuk akibat

apendisitis dengan perforasi.

1.    Cairan intravena

22

Page 23: 87434391-BAB-I

cairan yang secara massive ke rongga peritonium harus di ganti segera dengan

cairan intravena, jika terbukti terjadi toxix sistemik, atau pasien tua atau kesehatan

yang buruk harus dipasang pengukur tekanan vena central. Balance cairan harus

diperhatikan. Cairan atau berupa ringer laktat harus di infus secara cepat untuk

mengkoreksi hipovolemia dan mengembalikan tekanan darah serta pengeluaran urin

pada level yang baik. Darah di berikan bila mengalami anemia dan atau dengan

perdarahan secara bersamaan.

2.    Antibiotik

Pemberian antibiotik intraven diberikan untuk antisipasi bakteri patogen,

antibiotik initial diberikan termasuk gegerasi ke 3 cephalosporins, ampicillin–

sulbaktam, dll, dan metronidazol atau klindanisin untuk kuman anaerob. Pemberian

antibiotik postops harus di ubeah berdasarkan kulture dan sensitivitas. Antibiotik

tetap diberikan sampai pasien tidak demam dengan normal leukosit. Setelah

memperbaiki keadaan umum dengan infus, antibiotik serta pemasangan pipa

nasogastrik perlu di lakukan pembedahan sebagai terapi definitif dari appendisitis

perforasi.

Perlu dilakukan insisi yang panjang supaya mudah dilakukan pencucian

rongga peritonium untuk mengangkat material seperti darah, fibrin serta dilusi dari

bakteria. Pencucian cukup dengan larutan kristaloid isotonis yang hangat,

penambahan antiseptik dan antibiotik untuk irigasi cenderung tidak berguna bahkan

malah berbahaya karena menimbulkan adhesive (misal tetrasiklin atau provine

iodine), anti biotik yang diberikan secara parenteral dapat mencapai rongga

peritonium dalam kadar bakterisid.

Tapi ada juga ahli yang berpendapat bahwa dengan penambahan tetrasiklin 1

mg dalam 1 ml larutan garam dapat mengendalikan sepsis dan bisul residual, pada

kadar ini antibiotik bersifat bakterisid terhadap kebanyakan organisme. Walaupun

sedikit membuat kerusakan pada permungkaan peritonial tapi tidak ada bukti bahwa

23

Page 24: 87434391-BAB-I

menimbulkan resiko perlengketan. Tapi zat lain seperti iodine tidak populer. Setelah

pencucian seluruh cairan di rongga peritonium seluruh cairan harus diaspirasi.

Terapi bedah meliputi apendiktomi dan laparoskopik apendiktomi.

Apendiktomi terbuka merupakan operasi klasik pengangkatan apendiks. Mencakup

Mc Burney, Rocke-Davis atau Fowler-Weir insisi. Dilakukan diseksi melalui oblique

eksterna, oblique interna dan transversal untuk membuat suatu muscle spreading atau

muscle splitting, setelah masuk ke peritoneum apendiks dikeluarkan ke lapangan

operasi, diklem, diligasi dan dipotong. Mukosa yang terkena dicauter untuk

mengurangi perdarahan, beberapa orang melakukan inversi pada ujungnya, kemudian

sekum dikembalikan ke dalam perut dan insisi ditutup.

Laparoskopik apendiktomi mulai diperkenalkan pada tahun 1987, dan telah

sukses dilakukan pada 90-94% kasus apendisitis dan 90% kasus apendisitis perforasi.

Saat ini laparoskopik apendiktomi lebih disukai. Prosedurnya, port placement terdiri

dari pertama menempatkan port kamera di daerah umbilikus, kemudian melihat

langsung ke dalam melalui 2 buah port yang berukuran 5 mm. Ada beberapa pilihan

operasi, pertama apakah 1 port diletakkan di kuadran kanan bawah dan yang lainnya

di kuadran kiri bawah atau keduanya diletakkan di kuadran kiri bawah. Sekum dan

apendiks kemudian dipindahkan dari lateral ke medial. Berbagai macam metode

24

Page 25: 87434391-BAB-I

tersedia untuk pengangkatan apendiks, seperti dectrocauter, endoloops, stapling

devices.

Mengenai pemilihan metode tergantung pada ahli bedahnya. Apendiks

kemudian diangkat dari abdomen menggunakan sebuah endobag. Laparoskopik

apendiktomi mempunyai beberapa keuntungan antara lain bekas operasinya lebih

bagus dari segi kosmetik dan mengurangi infeksi pascabedah. Beberapa penelitian

juga menemukan bahwa laparoskopik apendiktomi juga mempersingkat masa

rawatan di rumah sakit. Kerugian laparoskopik apendiktomi antara lain mahal dari

segi biaya dan juga pengerjaannya yang lebih lama, sekitar 20 menit lebih lama dari

apendiktomi terbuka. Namun lama pengerjaanya dapat dipersingkat dengan

peningkatan pengalaman. Kontraindikasi laparoskopik apendiktomi adalah pada

pasien dengan perlengketan intra-abdomen yang signifikan.4

2.10 Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa

perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan

sehingga berupa masa yang terdiri dari kumpulan apendiks, sekum dan keluk usus.

Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai

dengan demam tinggi, nyeri makin hebat serta meliputi seluruh perut dan perut

menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut

mungkin dengan pungtum maksimum di regio iliaka kanan, peristaltik usus menurun

sampai menghilang karena ileus paralitik kecuali di regio iliaka kanan, abses rongga

25

Page 26: 87434391-BAB-I

peritoneum bisa terjadi bilamana pus yang menyebar bisa dilokalisir di suatu tempat.

Paling sering adalah abses rongga pelvis dan subdiafragma.4

2.11 Prognosis

Bila ditangani dengan baik, prognosis apendiks adalah baik. Secara umum

angka kematian pasien apendiks akut adalah 0,2-0,8%, yang lebih berhubungan

dengan komplikasi penyakitnya daripada akibat intervensi tindakan.4

DAFTAR PUSTAKA

26

Page 27: 87434391-BAB-I

1. Peiter J (ed). 2005. ”Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum” in

Sjamsuhidajat R dan Wim de Jong (ed). 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II.

Jakarta: EGC.

2. Chapter II Universitas Sumatera Utara.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19162/4/Chapter%20II.pdf

Diakses tanggal 26 November 2010Craig Sandy, Lober Williams.

Appendicitis, Acute. Diakses dari www.emedicine.com, tanggal 15 oktober

2011.

3. Fauzi, Braunwald., Kasper., Hauser., Longo., Jameson., Loscalzo. 2008.

Harrison's Edisi 17. United States of America : McGraw’s Hill.

Guyton AC dan Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.

Jakarta: EG

4. Amadea Kurnia Nastiti. Apendisitis . Diakses dari

http://iloveunair.blogspot.com/2010/12/appendicitis-tugas-makalah.html.

tanggal 20 Oktober 2011.

27